10
3 METODE PALING POPULER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH B3 DI INDUSTRI Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning,solidification/Stabilization, dan incineration. 1. Chemical Conditioning Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah: menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur mendestruksi organisme patogen memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: a. Concentration thickening Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini. b. Treatment, stabilization, and conditioning

3 Metode Paling Populer Untuk Pengolahan Limbah b3 Di Industri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

for beginner

Citation preview

Page 1: 3 Metode Paling Populer Untuk Pengolahan Limbah b3 Di Industri

3 METODE PALING POPULER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH B3 DI INDUSTRI

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning,solidification/Stabilization, dan incineration. 

1. Chemical Conditioning 

Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:

menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur

mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur

mendestruksi organisme patogen

memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion

mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan

Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: 

a. Concentration thickening 

     Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini. 

b. Treatment, stabilization, and conditioning 

       Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses

Page 2: 3 Metode Paling Populer Untuk Pengolahan Limbah b3 Di Industri

destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation. 

c. De-watering and drying

      De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, danbelt press 

d. Disposal

       Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dancomposting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well. 

2. Solidification/Stabilization

        Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.

Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:

1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar

2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik

3. Precipitation

4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.

5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat

Page 3: 3 Metode Paling Populer Untuk Pengolahan Limbah b3 Di Industri

6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali

       Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

3. Incineration

      Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.

       Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.

      Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.

Page 4: 3 Metode Paling Populer Untuk Pengolahan Limbah b3 Di Industri

cara pengolahan pengembangan pertambangan

23NOV

1.Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL karena merupakan

rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian

kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah pengamatan melalui

udara, survey geofisika, studi sedimen di aliran sungai dan studi geokimia yang lain,

pembangunan jalan akses, pembukaan lahan untuk lokasi test pengeboran, pembuatan

landasan pengeboran dan pembangunan anjungan pengeboran.

1. Ekstraksi dan Pembuangan Limbah Batuan

Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi bahan mineral didunia dilakukan dengan

pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya dilakukan dengan open-pit

mining, strip mining, dan quarrying, tergantung pada bentuk geometris tambang dan bahan

yang digali.

Ekstrasi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak

gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah satu teknik tambang terbuka adalah

metode strip mining (tambang bidang). Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian

dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral. Setelah mineral

diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang

dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik

tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis dan

datar yang terletak didekat permukaan tanah.

Teknik pertambangan quarrying bertujuan untuk mengambil batuan ornamen, bahan

bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan, semen, beton dan batuan urugan

jalan makadam. Untuk pengambilan batuan ornamen diperlukan teknik khusus agar blok-

blok batuan ornamen yang diambil mempunyai ukuran, bentuk dan kualitas tertentu.

Sedangkan untuk pengambilan bahan bangunan tidak memerlukan teknik yang khusus.

Teknik yang digunakan serupa dengan teknik tambang terbuka.

Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah

sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus

dipindahkan sangat besar. Produktifitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah

dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke

dalam lubang tambang lebih terbatas.

Kegiatan ekstraksi meng-hasilkan limbah dan produk samping dalam jumlah yang sangat

banyak. Total limbah yang diproduksi dapat bervariasi antara 10 % sampai sekitar 99,99 %

dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan

limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang

Page 5: 3 Metode Paling Populer Untuk Pengolahan Limbah b3 Di Industri

tidak mengandung mineral, yang menutupi atau berada diantara zona mineralisasi atau

batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk

diolah. Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan

batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan,

pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan

singkapan bijih.

Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian di dalam hal menentukan besar dan

pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan ekstraksi dan pembuangan limbah adalah:

1. Luas dan kedalaman zona mineralisasi

2. Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan menentukan

lokasi dan desain penempatan limbah batuan.

3. Kemungkinan sifat racun limbah batuan

4. Potensi terjadinya air asam tambang

5. Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan

transportasi, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan

radio aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat pengaruh debu.

6. Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil

(seperti untuk landscaping, dam tailing, atau lapisan lempung untuk pelapis tempat

pembuangan tailing).

7. Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk

pembuangan overburden yang berasal dari sistem penambangan dredging dan placer).

8. Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah.

9. Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.

Dampak potensial yang timbul sebagai akibat kegiatan ini akan berpengaruh terhadap

komponen lingkungan seperti kualitas air dan hidrologi, flora dan fauna, hilangnya habitat

alamiah, pemindahan penduduk, hilangnya peninggalan budaya atau situs-situs keagamaan

dan hilangnya lahan pertanian serta sumberdaya kehutanan.

1. Pengolahan Bijih dan Operasional Pabrik Pengolahan

Tergantung pada jenis tambang, pengolahan bijih pada umumnya terdiri dari proses

benefication – dimana bijih yang ditambang diproses menjadi konsentrat bijih untuk diolah

lebih lanjut atau dijual langsung, diikuti dengan pengolahan metalurgi dan refining. Proses

benefication umumnya terdiri dari kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan,

peningkatan konsentrasi dengan gravitasi atau pemisahan secara magnetis atau dengan

menggunakan metode flotasi (pengapungan), yang diikuti dengan pengawaairan

(dewatering) dan penyaringan. Hasil dari proses ini adalah konsentrat bijih dan limbah dalam

bentuk tailing dan serta emisi debu. Tailing biasanya mengandung bahan kimia sisa proses

dan logam berat.

Pengolahan metalurgi bertujuan untuk mengisolasi logam dari konsentrat bijih dengan

metode pyrometallurgi, hidrometalurgi atau elektrometalurgi baik dilaku-kan sebagai proses

tunggal maupun kombinasi. Proses pyrometalurgi seperti roasting (pembakaran) dan

smelting menyebabkan terjadinya gas buang ke atmosfir (sebagai contoh, sulfur dioksida,

Page 6: 3 Metode Paling Populer Untuk Pengolahan Limbah b3 Di Industri

partikulat dan logam berat) dan slag.

Metode hidrometalurgi pada umumnya menghasilkan bahan pencemar dalam bentuk cair

yang akan terbuang ke kolam penampung tailing jika tidak digunakan kembali (recycle).

Angin dapat menyebarkan tailing kering yang menyebabkan terja-dinya pencemaran udara.

Bahan-bahan kimia yang digunakan di dalam proses pengolahan (seperti sianida, merkuri,

dan asam kuat) bersifat berbahaya. Pengangkutan, penyimpanan, penggunaan, dan

pembuangannya memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya gangguan

terhadap kesehatan dan keselamatan serta mencegah pencemaran ke lingkungan.

Proses pengolahan batu bara pada umumnya diawali oleh pemisahan limbah dan batuan

secara mekanis diikuti dengan pencucian batu bara untuk menghasilkan batubara

berkualitas lebih tinggi. Dampak potensial akibat proses ini adalah pembuangan batuan

limbah dan batubara tak terpakai, timbulnya debu dan pembuangan air pencuci.

2. Penampungan Tailing, Pengolahan dan Pembuangan

Pengelolaan tailing merupakan salah satu aspek kegiatan pertambangan yang menimbulkan

dampak lingkungan sangat penting. Tailing biasanya berbentuk lumpur dengan komposisi

40-70% cairan. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya memerlukan

pertimbangan yang teliti terutama untuk kawasan yang rawan gempa. Kegagalan desain

dari sistem penampungan tailing akan menimbulkan dampak yang sangat besar, dan dapat

menjadi pusat perhatian media serta protes dari berbagai lembaga swadaya masyarakat

(LSM).

Pengendalian polusi dari pembuangan tailing selama proses operasi harus memperhatikan

pencegahan timbulnya rembesan, pengolahan fraksi cair tailing, pencegahan erosi oleh

angin, dan mencegah pengaruhnya terhadap hewan-hewan liar.

Isu-isu penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif pembuangan tailing

meliputi :

1. Karakteristik geokimia area yang akan digunakan sebagai tempat penimbunan tailing dan

potensi migrasi lindian dari tailing.

2. Daerah rawan gempa atau bencana alam lainnya yang mempengaruhi keamanan lokasi

dan desain teknis .

3. Konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan budaya, pertanian

serta kepentingan lain seperti perlindungan terhadap ternak, binatang liar dan penduduk

local.

4. Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air dan kebutuhan untuk pengolahannya.

5. Reklamasi setelah pasca tambang.

Studi AMDAL juga harus mengevaluasi resiko yang disebabkan oleh kegagalan

penampungan tailing dan pemrakarsa harus menyiapkan rencana tanggap darurat yang

memadai. Pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tanggap darurat ini harus

dinyatakan secara jelas.

3. Pembangunan infrastruktur jalan akses dan pembangkit energi

Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam daerah tambang,

pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi tenaga kerja, pembangkit

Page 7: 3 Metode Paling Populer Untuk Pengolahan Limbah b3 Di Industri

energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi dan pembangunan

pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembangunan sistem pengangkutan di

kawasan tambang (misalnya : crusher, ban berjalan, rel kereta, kabel gantung, sistem

perpipaan untuk mengangkut tailing atau konsentrat bijih).

Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan ini dapat bersifat

sangat penting dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Letak dan lokasi tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber energi.

2. Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja yang diperlukan serta tingkat migrasi

pendatang.

3. Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat alamiah, sumber air

bersih dan badan air, pemukiman penduduk setempat dan tanah yang digunakan oleh

masyarakat adat.

4. Tingkat kerawanan kesehatan penduduk setempat dan pekerja terhadap penyakit

menular seperti malaria, AIDS, schistosomiasis.

4. Pembangunan Pemukiman Karyawan Dan Base Camp Pekerja

Kebutuhan tenaga kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan

seringkali tidak dapat dipenuhi dari penduduk setempat. Tenaga kerja trampil perlu

didatangkan dari luar, dengan demikian diperlukan pembangunan infrastruktur yang sangat

besar.

Jika jumlah sumberdaya alam dan komponen-komponen lingkungan lainnya sangat terbatas

sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pendatang, sumberdaya alam akan mengalami

degradasi secara cepat. Akibatnya akan terjadi konflik sosial karena persaingan

pemanfaatan sumber daya alam. Sebagai contoh, kegiatan pertambangan seringkali

dikaitkan dengan kerusakan hutan, kontaminasi dan penurunan penyediaan air bersih,

musnahnya hewan liar dan perdagangan hewan langka, serta penyebaran penyakit

menular.

5. Decomisioning Dan Penutupan Tambang

Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan menurun dan

tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan aspek

lingkungan, banyak lokasi tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk

rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh

kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui

rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti

sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Namun demikian, uraian di atas

tidak menyarankan agar kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah tambang selesai. Reklamasi

seharusnya merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur

pertambangan.

Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil

terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang

ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan

produktif yang akan dicapai menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang.

Page 8: 3 Metode Paling Populer Untuk Pengolahan Limbah b3 Di Industri

Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara

lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas

lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan

ekosistem bentang alam sekitarnya.

Metode Pengelolaaan Lingkungan

Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktifitas tambang, diperlukan upaya-

upaya pengelolaan yang terencana dan terukur. Pengelolaan lingkungan di sektor

pertambangan biasanya menganut prinsip Best Management Practice. US EPA (1995)

merekomendasikan beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian

dampak kegiatan tambang terhadap sumberdaya air, vegetasi dan hewan liar.

Beberapa upaya pengendalian tersebut adalah :

1. Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah sedimen yang

keluar dari lokasi penambangan

2. Mengembangkan rencana sistim pengedalian tumpahan untuk meminimalkan masuknya

bahan B3 ke badan air

3. Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis

4. Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap burung dan

hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam pengendapan tailing atau dengan

memasang pagar dan jaring untuk

5. Mencegah hewan liar masuk kedalam kolam pengendapan tailing

6. Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang menghalangi jalur migrasi

hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat dihindari gunakan terowongan, pintu-pintu,

dan jembatan penyeberangan bagi hewan liar.

7. Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi jumlah jalan akses

dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak digunakan lagi.

8. Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang.

Jikalau anda ingin melihat sedikit data tentang cara pengolahan pembangunan

pertambangan silahkan klik disini