Upload
ariesta-nugraha
View
141
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
for beginner
Citation preview
3 METODE PALING POPULER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH B3 DI INDUSTRI
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning,solidification/Stabilization, dan incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
mendestruksi organisme patogen
memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
b. Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses
destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
c. De-watering and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, danbelt press
d. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dancomposting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.
2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.
Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
3. Precipitation
4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.
Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
cara pengolahan pengembangan pertambangan
23NOV
1.Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL karena merupakan
rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian
kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah pengamatan melalui
udara, survey geofisika, studi sedimen di aliran sungai dan studi geokimia yang lain,
pembangunan jalan akses, pembukaan lahan untuk lokasi test pengeboran, pembuatan
landasan pengeboran dan pembangunan anjungan pengeboran.
1. Ekstraksi dan Pembuangan Limbah Batuan
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi bahan mineral didunia dilakukan dengan
pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya dilakukan dengan open-pit
mining, strip mining, dan quarrying, tergantung pada bentuk geometris tambang dan bahan
yang digali.
Ekstrasi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak
gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah satu teknik tambang terbuka adalah
metode strip mining (tambang bidang). Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian
dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral. Setelah mineral
diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang
dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik
tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis dan
datar yang terletak didekat permukaan tanah.
Teknik pertambangan quarrying bertujuan untuk mengambil batuan ornamen, bahan
bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan, semen, beton dan batuan urugan
jalan makadam. Untuk pengambilan batuan ornamen diperlukan teknik khusus agar blok-
blok batuan ornamen yang diambil mempunyai ukuran, bentuk dan kualitas tertentu.
Sedangkan untuk pengambilan bahan bangunan tidak memerlukan teknik yang khusus.
Teknik yang digunakan serupa dengan teknik tambang terbuka.
Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah
sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus
dipindahkan sangat besar. Produktifitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah
dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke
dalam lubang tambang lebih terbatas.
Kegiatan ekstraksi meng-hasilkan limbah dan produk samping dalam jumlah yang sangat
banyak. Total limbah yang diproduksi dapat bervariasi antara 10 % sampai sekitar 99,99 %
dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan
limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang
tidak mengandung mineral, yang menutupi atau berada diantara zona mineralisasi atau
batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk
diolah. Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan
batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan,
pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan
singkapan bijih.
Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian di dalam hal menentukan besar dan
pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan ekstraksi dan pembuangan limbah adalah:
1. Luas dan kedalaman zona mineralisasi
2. Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan menentukan
lokasi dan desain penempatan limbah batuan.
3. Kemungkinan sifat racun limbah batuan
4. Potensi terjadinya air asam tambang
5. Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan
transportasi, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan
radio aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat pengaruh debu.
6. Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil
(seperti untuk landscaping, dam tailing, atau lapisan lempung untuk pelapis tempat
pembuangan tailing).
7. Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk
pembuangan overburden yang berasal dari sistem penambangan dredging dan placer).
8. Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah.
9. Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.
Dampak potensial yang timbul sebagai akibat kegiatan ini akan berpengaruh terhadap
komponen lingkungan seperti kualitas air dan hidrologi, flora dan fauna, hilangnya habitat
alamiah, pemindahan penduduk, hilangnya peninggalan budaya atau situs-situs keagamaan
dan hilangnya lahan pertanian serta sumberdaya kehutanan.
1. Pengolahan Bijih dan Operasional Pabrik Pengolahan
Tergantung pada jenis tambang, pengolahan bijih pada umumnya terdiri dari proses
benefication – dimana bijih yang ditambang diproses menjadi konsentrat bijih untuk diolah
lebih lanjut atau dijual langsung, diikuti dengan pengolahan metalurgi dan refining. Proses
benefication umumnya terdiri dari kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan,
peningkatan konsentrasi dengan gravitasi atau pemisahan secara magnetis atau dengan
menggunakan metode flotasi (pengapungan), yang diikuti dengan pengawaairan
(dewatering) dan penyaringan. Hasil dari proses ini adalah konsentrat bijih dan limbah dalam
bentuk tailing dan serta emisi debu. Tailing biasanya mengandung bahan kimia sisa proses
dan logam berat.
Pengolahan metalurgi bertujuan untuk mengisolasi logam dari konsentrat bijih dengan
metode pyrometallurgi, hidrometalurgi atau elektrometalurgi baik dilaku-kan sebagai proses
tunggal maupun kombinasi. Proses pyrometalurgi seperti roasting (pembakaran) dan
smelting menyebabkan terjadinya gas buang ke atmosfir (sebagai contoh, sulfur dioksida,
partikulat dan logam berat) dan slag.
Metode hidrometalurgi pada umumnya menghasilkan bahan pencemar dalam bentuk cair
yang akan terbuang ke kolam penampung tailing jika tidak digunakan kembali (recycle).
Angin dapat menyebarkan tailing kering yang menyebabkan terja-dinya pencemaran udara.
Bahan-bahan kimia yang digunakan di dalam proses pengolahan (seperti sianida, merkuri,
dan asam kuat) bersifat berbahaya. Pengangkutan, penyimpanan, penggunaan, dan
pembuangannya memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya gangguan
terhadap kesehatan dan keselamatan serta mencegah pencemaran ke lingkungan.
Proses pengolahan batu bara pada umumnya diawali oleh pemisahan limbah dan batuan
secara mekanis diikuti dengan pencucian batu bara untuk menghasilkan batubara
berkualitas lebih tinggi. Dampak potensial akibat proses ini adalah pembuangan batuan
limbah dan batubara tak terpakai, timbulnya debu dan pembuangan air pencuci.
2. Penampungan Tailing, Pengolahan dan Pembuangan
Pengelolaan tailing merupakan salah satu aspek kegiatan pertambangan yang menimbulkan
dampak lingkungan sangat penting. Tailing biasanya berbentuk lumpur dengan komposisi
40-70% cairan. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya memerlukan
pertimbangan yang teliti terutama untuk kawasan yang rawan gempa. Kegagalan desain
dari sistem penampungan tailing akan menimbulkan dampak yang sangat besar, dan dapat
menjadi pusat perhatian media serta protes dari berbagai lembaga swadaya masyarakat
(LSM).
Pengendalian polusi dari pembuangan tailing selama proses operasi harus memperhatikan
pencegahan timbulnya rembesan, pengolahan fraksi cair tailing, pencegahan erosi oleh
angin, dan mencegah pengaruhnya terhadap hewan-hewan liar.
Isu-isu penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif pembuangan tailing
meliputi :
1. Karakteristik geokimia area yang akan digunakan sebagai tempat penimbunan tailing dan
potensi migrasi lindian dari tailing.
2. Daerah rawan gempa atau bencana alam lainnya yang mempengaruhi keamanan lokasi
dan desain teknis .
3. Konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan budaya, pertanian
serta kepentingan lain seperti perlindungan terhadap ternak, binatang liar dan penduduk
local.
4. Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air dan kebutuhan untuk pengolahannya.
5. Reklamasi setelah pasca tambang.
Studi AMDAL juga harus mengevaluasi resiko yang disebabkan oleh kegagalan
penampungan tailing dan pemrakarsa harus menyiapkan rencana tanggap darurat yang
memadai. Pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tanggap darurat ini harus
dinyatakan secara jelas.
3. Pembangunan infrastruktur jalan akses dan pembangkit energi
Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam daerah tambang,
pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi tenaga kerja, pembangkit
energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi dan pembangunan
pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembangunan sistem pengangkutan di
kawasan tambang (misalnya : crusher, ban berjalan, rel kereta, kabel gantung, sistem
perpipaan untuk mengangkut tailing atau konsentrat bijih).
Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan ini dapat bersifat
sangat penting dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Letak dan lokasi tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber energi.
2. Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja yang diperlukan serta tingkat migrasi
pendatang.
3. Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat alamiah, sumber air
bersih dan badan air, pemukiman penduduk setempat dan tanah yang digunakan oleh
masyarakat adat.
4. Tingkat kerawanan kesehatan penduduk setempat dan pekerja terhadap penyakit
menular seperti malaria, AIDS, schistosomiasis.
4. Pembangunan Pemukiman Karyawan Dan Base Camp Pekerja
Kebutuhan tenaga kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan
seringkali tidak dapat dipenuhi dari penduduk setempat. Tenaga kerja trampil perlu
didatangkan dari luar, dengan demikian diperlukan pembangunan infrastruktur yang sangat
besar.
Jika jumlah sumberdaya alam dan komponen-komponen lingkungan lainnya sangat terbatas
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pendatang, sumberdaya alam akan mengalami
degradasi secara cepat. Akibatnya akan terjadi konflik sosial karena persaingan
pemanfaatan sumber daya alam. Sebagai contoh, kegiatan pertambangan seringkali
dikaitkan dengan kerusakan hutan, kontaminasi dan penurunan penyediaan air bersih,
musnahnya hewan liar dan perdagangan hewan langka, serta penyebaran penyakit
menular.
5. Decomisioning Dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan menurun dan
tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan aspek
lingkungan, banyak lokasi tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk
rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh
kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui
rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti
sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Namun demikian, uraian di atas
tidak menyarankan agar kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah tambang selesai. Reklamasi
seharusnya merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur
pertambangan.
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil
terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang
ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan
produktif yang akan dicapai menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang.
Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara
lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas
lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan
ekosistem bentang alam sekitarnya.
Metode Pengelolaaan Lingkungan
Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktifitas tambang, diperlukan upaya-
upaya pengelolaan yang terencana dan terukur. Pengelolaan lingkungan di sektor
pertambangan biasanya menganut prinsip Best Management Practice. US EPA (1995)
merekomendasikan beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian
dampak kegiatan tambang terhadap sumberdaya air, vegetasi dan hewan liar.
Beberapa upaya pengendalian tersebut adalah :
1. Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah sedimen yang
keluar dari lokasi penambangan
2. Mengembangkan rencana sistim pengedalian tumpahan untuk meminimalkan masuknya
bahan B3 ke badan air
3. Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
4. Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap burung dan
hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam pengendapan tailing atau dengan
memasang pagar dan jaring untuk
5. Mencegah hewan liar masuk kedalam kolam pengendapan tailing
6. Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang menghalangi jalur migrasi
hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat dihindari gunakan terowongan, pintu-pintu,
dan jembatan penyeberangan bagi hewan liar.
7. Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi jumlah jalan akses
dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak digunakan lagi.
8. Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang.
Jikalau anda ingin melihat sedikit data tentang cara pengolahan pembangunan
pertambangan silahkan klik disini