Upload
isnaldi-utih
View
4.541
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bahan Presentasi Sejarah Hukum
Citation preview
Latar belakang munculnya sociological
jurisprudence dan legal realism
Oleh:
Isnaldi Utih
Berkembangnya berbagai aliran dalam filsafat hukum menunjukkan
pemikiran yang tidak henti-hentinya dalam ilmu hukum. Dengan
mengetahui pemikiran-pemikiran tersebut kita banyak mendapat
masukan yang sekaligus menghargai pendapat orang lain. Adalah
hal yang wajar dalam tataran ilmiah suatu pemikiriran pada saat
tertentu tidak sesuai dengan zamannya, dan segera disangkal oleh
pemikiran berikutnya. Namun demikian, pemikiran yang lama
tetaplah menjadi suatu karya yang berharga untuk dikaji terus-
menerus, dan tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti
pemikiran lama tersebut tampil ke depan dengan wajah barunya.
Aliran sociological jurisprudence timbul dari proses dialektika antara
tesis Positivisme Hukum dan antitesis Mazhab Sejarah. Positivisme
Hukum memandang tiada hukum kecuali perintah yang diberikan
penguasa (law is a command of lawgivers), Mazhab Sejarah
menyatakan hukum timbul dan berkembang bersama dengan
masyarakat. Positivisme Hukum mementingkan akal, sementara
aliran Mazhab Sejarah lebih mementingkan pengalaman, dan
sociological jurisprudence menganggap keduanya sama penting.
Menurut aliran sociological yurisprudence, hukum yang baik haruslah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran
ini memisahkan secara tegas antara hukum positif (the positive law)
dan hukum yang hidup (the living law).
Para penganut aliran sosiologi di bidang ilmu hukum, dibedakan antara
yang menggunakan sociology of law sebagai kajiannya, dan yang
menggunakan sociological jurisprudence sebagai kajiannya.
Sociology of law lahir di Italia, pertama kali dikenalkan oleh Anzilotty.
Sehingga berkonotasi Eropa Daratan, sedangkan sociological
jurisprudence lahir di Amerika Serikat, sehingga berkonotasi Anglo
Saxon,
Sociology of law adalah sosiologi tentang hukum, karena itu ia
merupakan cabang sosiologi. Sedangkan sociological jurisprudence
adalah ilmu hukum sosiologi, karena itu merupakan cabang ilmu
hukum.
Sociological jurisprudence adalah suatu studi yang berkarakter
khas tertib hukum, yaitu merupakan aspek ilmu hukum yang
sebenarnya, yaitu cabang dari ilmu-ilmu normatif, yang bertujuan
mengefektifkan perundang-undangan dalam pelaksanaannya,
didasarkan pada nilai-nilai yang subjektif.
Sociology of law adalah suatu studi yang memandang hukum
sebagai alat pengendalian sosial, merupakan ilmu deskriptif yang
memanfaatkan teknik-teknik empiris. Hal itu berkaitan dengan
pertanyaan mengapa perangkat hukum dan tugas-tugasnya
dibuat, sosiologi hukum memandang hukum sebagai produk suatu
sistem sosial dan sebagai alat untuk mengendalikan dan
mengubah sistem itu.
1. Sosiologisme hukum memandang hukum sebagai kenyataan
sosial. Sikap dasar kaum sosiologis hukum adalah kecurigaan.
Memandang hukum law in action
2. Sosiologisme hukum memandang bahwa hukum itu tidak otonom.
Tapi dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum dalam masyarakat
seperti, faktor ekonomi, politik budaya, sosial dan lain-lain.
3. Sosiologisme hukum memandang hukum sebagai das sein (dalam
kenyataannya)
4. Sosiologisme Hukum berpandangan empiris.
5. Metode yang digunakan oleh penganut sosiologisme hukum adalah
deskriptif.
1. Eugen Ehrlich (1862-1922)
Eugen Ehrlich dikenal sebagai the founding father of sociology
law. Ia adalah ahli hukum dari Austria dan tokoh pertama yang
meninjau hukum dari sudut sosiologi. Ajaran Ehrlich terkenal
dengan kalimatnya : “the center of gravity of legal development
lies not legislation, nor in juristic science, nor in judicial decision,
but in society itself”. Bagi Ehrlich perkembangan hukum itu tidak
terdapat dalam undang-undang, tidak juga dalam ilmu hukum, dan
juga tidak dalam putusan pengadilan, melainkan di dalam
masyarakat sendiri.
Ehrlich terkenal juga dengan konsep “living law” nya. Menurut
Ehrlich, ada dua sumber hukum:
1. Legal history and legal jurisprudence, yaitu penggunaan
preseden dan komentar tertulis.
2. Living law yang tumbuh dari kebiasaan mutakhir dalam
masyarakat.
Ehrlich juga membedakan kaidah-kaidah yang terdapat dalam
masyarakat ke dalam dua jenis:
1. Norm of decision, yaitu kaidah hukum.
2. Norm of conduct yaitu kaidah-kaidah sosial selain kaidah hukum,
yang muncul akibat pergaulan hidup sesama masyarakat.
Ehrlich beranggapan bahwa hukum tunduk pada kekuatan-
kekuatan sosial tertentu. Hukum sendiri tidak akan mungkin
efektif, oleh karena ketertiban dalam masyarakat didasarkan pada
pengakuan sosial terhadap hukum, dan bukan karena
penerapannya secara resmi oleh negara. Sehingga bagi mereka
yang berperan sebagai pihak yang mengembangkan sistem
hukum harus mempunyai hubungan yang erat dengan nilai-nilai
yang dianut dalam masyarakat bersangkutan. Kesadaran itu
harus ada pada setiap anggota profesi hukum yang bertugas
mengembangkan hukum yang hidup dan menentukan ruang
lingkup hukum positif dalam hubungannya dengan hukum yang
hidup.
2. Roscoe Pound (1870-1964)
Roscoe Pound oleh banyak pakar dianggap sebagai the founding father
sosiological jurisprudence . Pound terkenal dengan teorinya bahwa
hukum adalah alat untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat
(law as a tool of social engineering). Kemudian Pound membuat
penggolongan atas kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi
oleh hukum sebagai berikut:
1. Kepentingan umum (public interest) :
- Kepentingan negara sebagai badan hukum
- Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat
2. Kepentingan masyarakat (social interest)
- Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban
- Perlindungan lembaga-lembagai sosial
- Pencegahan kemerosotan akhlak
- Pencegahan pelanggaran hak
- Kesejahteraan sosial
3. Kepentingan Pribadi (private interest)
- Kepentingan individu
- Kepentingan Keluarga
- Kepentingan Hak Milik
Dari klasifikasi diatas, pendekatan yang dilakukan Pound terhadap hukum sebagai jalan
ke arah tujuan sosial dan sebagai alat dalam perkembangan sosial, dan klasifikasi ini juga
membantu menjelaskan premis-premis hukum, sehingga membuat pembentuk undang-
undang, hakim dan pengajar hukum menyadari akan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang
terkait dalam tiap-tiap persoalan khusus (membantu hubungan antara prinsip hukum dan
praktiknya). Pemikiran Pound ini berangkat dari pemikiran tentang pengaruh timbal balik
antara hukum dan masyarakat.
Pandangan Pound mengenai teori “law as social engineering”
tercantum dalam karyanya “A Theory of Social Interest”. Dalam
karyanya ini Pound menyatakan fungsi hukum sangat luas termasuk
untuk rokonsiliasi, harmonisasi dan kompromi atas seluruh konflik
kepentingan dalam masyarakat (individu, publik dan negara), dengan
prinsip hanya untuk kepentingan yang terbanyak dengan
pengorbanan sekecil-kecilnya kepentingan orang lain, itulah yang
disebut law as social engineering atau a system of social engineering.
Sehingga konsep hukum yang dimaksud Pound adalah konsep hukum
masa depan yang memiliki visi yang jelas tentang bagaimana
menyelesaikan berbagai konflik kepentingan dalam kehidupan
masyarakat dan hubungannya dengan peranan negara dan individu.
Realisme Hukum berkembang bersamaan dengan Sosiological
Jurisprudence, yakni pada abad 20. Berikut latar belakang munculnya
realisme hukum:
1. Adanya gugatan terhadap nilai-nilai tradisional yang dipelihara dan
sudah mapan, yakni nilai-nilai yang memanggap bahwa hukum itu
ideal.
2. Karena berkembangnya ilmu-ilmu prilaku, seperti sosiologi dan
psikologi yang membuat masyarakat disetir oleh mitos-mitos seperti
agama.
3. Akibat adanya laporan-laporan hasil survei terhadap kinerja hukum
yakni aturan hukum dan penegak hukum
Realisme hukum adalah suatu aliran pemikiran yang dimulai di
Amerika Serikat. Tokoh terkenal dari realisme ini adalah Jhon
Chipman Gray, Oliver Wondell Holmes, Jerome Frank, dan Karl
Llewellyn. Realisme hukum berarti suatu studi tentang hukum sebagai
sesuatu yang benar-benar secara nyata dilaksanakan, ketimbang
sekedar hukum sebagai serentetan aturan yang termuat dalam
perundang-undangan. Basis filsufis dari realisme bersandar pada
keyakinan bahwa ketika kita berpersepsi, kita menyadari hal-hal yang
ada secara telepas dari kita. Karenanya, secara tersirat keyakinan ini
melibatkan suatu penolakan terhadap pandangan bahwa apa yang
dipersepsi tidak lebih daripada sekedar data yang bersifat perasaan
pribadi saja. Doktrin yang diterapkan pada penyelidikan terhadap
suatu fenomena, melibatkan aplikasi prosedur-prosedur objektif yang
tidak dipengaruhi oleh suatu cara yang bersifat sentimen / idealisme.
1. Suatu penyelidikan ke dalam unsur-unsur khas dari kasus-
kasus,
2. Suatu kesadaran tentang faktor-faktor irrasional dan faktor-
faktor yang tidak logis dalam pembuatan putusan pengadilan,
3. Penaksiran tentang aturan-aturan hukum melalui evaluasi
terhadap konsekuensi-konsekuensi praktis dari aturan-aturan
tersebut,
4. Suatu perhatian terhadap hukum dalam kaitannya dengan
politik, ekonomi, dan lain-lain.
1. Tidak ada mazhab realis; realisme adalah gerakan dari pemikiran
dan kerja tentang hukum. “Realism is not a philosophy, but a
technology... What realism was, and is, is a method nothing more”
2. Realisme adalah konsepsi hukum yang terus berubah dan alat
untuk tujuan-tujuan sosial, sehingga tiap bagian harus diuji tujuannya
dan akibatnya. Realisme mengandung konsepsi tentang masyarakat
yang berubah lebih cepat daripada hukum.
3. Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara
hukum yang ada dan yang seharusnya ada, untuk tujuan-tujuan studi
4. Realisme tidak percaya pada kentuan-ketentuan dan konsepsi-
konsepsi hukum, sepanjang kententuan-ketentuan dan konsepsi
hukum menggambarkan apa yang sebenarnya dilakukan oleh
pengadilan-pengadilan dan orang-orang. Realisme menerima definisi
peraturan-peraturan sebagai “ramalan-ramalan umum tentang apa
yang akan dilakukan oleh pengadilan-pengadilan”.
5. Realisme menekankan evolusi tiap bagian dari hukum dengan
mengingatkan akibatnya.
Dengan demikian, Realisme berpendapat bahwa tidak ada hukum
yang mengatur suatu perkara sampai ada putusan hakim terhadap
perkara itu. Apa yang dianggap sebagai hukum dalam buku-buku,
baru merupakan taksiran tentang bagaimana hakim akan
memutuskan.
Oliver Wendell Holmes (1841-1935)
Holmes dikenal sebagai “the founder of the realist shoud”. Kata-
katanya yang paling terkenal adalah “the life of the law has been,
not logic, but experience”. Aspek-aspek empiris dan pragmatis
dari hukum merupakan hal yang penting. Bagi Holmes, hukum
adalah apa yang diramalkan akan diputus dalam kenyataannya
oleh pengadilan.
Holmes menyatakan hukum adalah kelakuan aktual para hakim
(pattern of behaviors), dimana pattern of behaviors hakim
ditentukan oleh tiga faktor masing-masing:
1. Kaidah-kaidah hukum yang dikonkritkan oleh hakim dengan metode
interpretasi dan konstruksi
2. Moral hidup pribadi hakim
3. Kepentingan sosial
Tiga faktor inilah yang mempengaruhi putusan hakim
Hal yang fundamental dari pemikiran Holmes, adalah bahwa para juris
tidak seharusnya puas dengan bentuk-bentuk dangkal dari kata-kata,
semata-mata hanya karena kata-kata bersangkutan telah sangat
sering digunakan dan telah diulang-ulang dari salah satu ujung “union”
ke ujung lainnya. Kita harus memikirkan hal-hal, bukannya kata-kata,
atau sekurang-kurangnya kita harus secara konstan menerjemahkan
kata-kata kita ke dalam fakta-fakta yang diwakilinya jika kita hendak
mengikuti sesuatu yang nyata dan benar.
Lundstedt
Lundstedt adalah seorang profesor hukum Swedia. Ia secara total menolak terhadap argumen yang bersifat metafisik. Apa yang tidak dapat dibuktikan secara fakta adalah merupakan sesuatu yang tidak valid. Kesalahan-kesalahan bahasa serta reaksi-reaksi yang murni bersifat emosional menjadi penyebab timbulnya banyak argumen yang tidak berguna berkaitan dengan nilai-nilai.
Menurut Lundstedt Hukum hanyalah merupakan fakta-fakta dari eksistensi sosial, selain daripada itu hanya sekedar ilusi. Hukum merupakan hal esensial jika masyarakat ingin bertahan, oleh karena pada dasarnya hukum merupakan persyaratan bagi kesejahteraan sosial.
Lebih lanjut Lundstedt, berpendapat bahwa suatu sistem hukum
mencerminkan aspirasi-aspirasi sosial yang secara sistematik
mengorganisir fakta sosial, maka tujuan-tujuan sistem itu akan
muncul pula secara jelas.
Aliran Realisme Skandinavia dan Amerika Serikat menolak “das
sollen” (the “ought”) dalam studi hukum dan juga menolak
spekulasi metafisik dalam penyelidikan kenyataan-kenyataan dari
sistem hukum. Realisme Amerika Serikat lebih menitikberatkan
pada aspek-aspek perilaku hakim daripada pertanyaan-
pertanyaan tentang hukum yang tumbuh dari perhatian pada sifat
hak-hak dan kewajiban-kewajiban subyek hukum. Yang menjadi
dasar dari filsafat Skandinavia adalah penolakan terhadap konsep
tentang pikiran (mind) yang mencakup fenomena-fenomena
mental, yang merupakan tidak lebih dari reaksi-reaksi otak.
Bagi kaum Realisme Skandinavia, yang disebut
“ide-ide”, semata-mata merupakan rasionalisasi-
rasionalisasi dari eksistentsi objektif, ide-ide itu
semata-mata ungkapan verbal dari reaksi-reaksi
terhadap fakta-fakta dan kondisi-kondisi
(lingkungan-lingkungan) eksternalnya.
Abdul Halim Barkatullah & Teguh Prasetyo, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju
Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartat, ctk. Pertama, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2012.
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-undang (legisprudence), ctk. Keempat, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, 2012.
Achmad Ali & Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, ctk. Pertama,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
-------------------------------------------. Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, ctk.
Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Achmad Sodik & Juniarso Ridwan, Tokoh-tokoh Ahli Pikir tentang Negara dan Hukum dari
Zaman Yunani Kuno sampai Abad 20, ctk. Pertama, Nuansa, Bandung, 2010.
Darji Darmodiharjo & Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, ctk. Keenam, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006
Romli Atmasasmita, Teori Hukum Intergratif Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum
Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, ctk. Pertama, Genta Publishing,Yogyakarta, 2012.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, ctk. Ketujuh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012