22

Tersayat cinta

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tersayat cinta
Page 2: Tersayat cinta

(Edisi Muslim) (Novel Karya: Andre Yuan Apri Wibawa)

Bahagian 1 (harumnya duniamu)

“Sarah.. Umm, nanti sore kamu ada acara ngga?” tanya Herman.

“Yaah maaf, Man. Nanti sore aku harus membantu Ibunda memasak,

untuk pernikahan saudaraku 4 hari lagi.” Jawab Sarah lembut

disertai lontaran senyum manisnya membuat lelaki mana pun pasti

dimabuk kepayang.

“Aahh.. Baiklah tak apa.” timpal Herman dengan ekspresi bak

terhipnotis.

“Mungkin lain waktu, aku pergi dulu ya.. Assalamu’alaikum.” lanjut

Sarah yang lagi-lagi melontarkan senyum manisnya.

“Yaaaah, selamat jalan sarahku.. Ahh, wa’alaikumsallam.” Herman

menjawab tak karuan saking terpananya dengan senyuman Sarah.

Ya! Seorang mahasiswi pintar jurusan Kimia yang satu ini berasal

dari keluarga sederhana, Sarah tak perlu dandan atau merias diri

seperti kebanyakan wanita pada umumnya. Lah kok? Sebab Sarah

memang sudah cantik alami, diberkahi kulit putih, badan singset,

wajah oval bersih mengkilau, mata yang indah, dan postur yang

menawan. Aaaah lelaki mana sih yang tidak jatuh hati padanya

bahkan pada pandangan pertama ;-) Meski begitu, keluarga Sarah

terbilang keluarga yang benar-benar menjunjung tinggi harga diri

dan norma-norma keagamaannya. Segala prilaku yang ia lakukan

Page 3: Tersayat cinta

semata adalah peneladanan dari perilaku para Nabi dan Rasulullah

pada zaman dahulu:

“Assalamu’alaikum.. Bu, Sarah pulang.” salam Sarah seperti biasa

ketika dirinya sampai di rumah.

“Wa’alaikumsallam.. Sudah pulang kau, nak?” jawab Ibunda Sarah

dari dalam dapur.

“Iya bu, bagaimana keadaan Ayah? Apa kondisinya membaik?”

tanya Sarah pada Ibunya, dan langsung memeriksa keadaan

Ayahnya yang masih terbaring di kamar.

“Yaah, tiada perubahan. Masih saja seperti itu.” jawab Ibunda

dengan nada sedih.

Menghampiri Ibunya lalu memeluknya dari belakang, “Ibunda

sayang, jangan patah semangat ya! Sarah yakin pasti ada cara untuk

pengobatan penyakit kanker otak ayah, kita akan terus berusaha.”

Ucap Sarah kepada Ibundanya yang kemudian disertai tetesan air

mata.

Ibunda pun tak kuat menahan air matanya, “Iya, nak. Ibu janji akan

selalu optimis untukmu.” sambil menyandarkan kepalanya pada

tangan Sarah.

“Oiya.. Sudah Ibu racik obatnya belum?” lanjut Sarah.

“Sudah, nak. Ini racikannya suapi Ayahmu ya?” jawab Ibunda sambil

memberikan semangkuk racikan obat herbal yang dibuatnya sendiri

dari dedaunan dan rempah-rempah lainnya.

“Terimakasih, bu.” Kemudian membawanya ke kamar dan langsung

menyuapkannya pada Ayah.

Sarah memang sosok yang kuat, tegar, penyabar serta penuh

kasih sayang terutama kepada orang tuanya. Setiap hari ia

membantu Ibunya mengerjakan pekerjaan rumah tanpa lelah baik

itu mencuci baju, mencuci piring, menjaga ayah (jika tak ada mata

kuliah dan tidak ada jadwal mengajar), merapikan halaman

rumahnya yang ditumbuhi bunga mawar nan indah, dan pekerjaan-

pekerjaan lainnya. Menjadi anak tunggal memang sedikit sulit,

namun amat bahagia karena kasih sayang orang tua tiada duanya

hanya untuk anak semata wayangnya itu. Penghasilan sehari-hari

adalah dari penjualan bunga mawar, kebun jagung, dan upah

honorer Sarah dari salah satu lembaga pendidikan menengah atas

Page 4: Tersayat cinta

di dekat desanya. Sarah tak pernah menyesal dilahirkan dengan

keadaan keluarga seperti itu, ia tetap bersyukur walau terkadang

takdir serasa tak adil. Sarah tetap bertakwa pada sang pencipta,

imannya begitu kuat sehingga menuntunnya selalu kepada

kebaikan:

“Oiya.. Bu, Sarah rencananya akan mengadakan observasi selama

beberapa hari di luar kota minggu depan. Sarah minta doa dan

keikhlasan ibunda merelakan Sarah pergi kesana.” pinta Sarah

dengan lembut sekali pada Ibundanya malam itu.

“Sarah.. Ibu tentu akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu,

Ibu sangat ikhlas, nak. Baik-baiklah kau disana, jangan teledor

menyimpan barang-barangmu, dan tetaplah berdoa meminta

perlindungan kepada Allah S.W.T..” jawab Ibunda, “Maafkan, Ibunda

nak..” tetes demi tetes air mata Ibunda mulai mengalir, “Ibunda tak

bisa membekalimu uang, Ibunda hanya dapat membekalimu nasi

dengan lauk pauk seadanya.” lanjut Ibunda.

Sarah pun ikut menangis, “Ibunda, Sarah janji akan selalu mawas

diri dan selalu berdoa kepada Allah..” Sarah berusaha melanjutkan

ucapannya sambil menangis tersedu-sedu, “Selama Sarah tak di

sini, Ibu janji ya untuk merawat Ayah sebaik mungkin, Ibunda juga

jangan sampai telat makan.” jawab Sarah.

Namanya juga Ibunda, perasaannya begitu rentan dan mudah

menangis, terlebih akan ditinggal oleh anak tercintanya meski

hanya untuk beberapa hari.

Singkat waktu, tiba lah hari dimana Sarah akan berangkat ke luar

kota. Setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya yang sudah

pasti disertai air mata, Sarah pun pergi dengan menaiki sebuah bus

antarkota.

Page 5: Tersayat cinta

Bahagian 2 (perasaan tak menentu)

Sesampainya di Terminal, Sarah pun keluar dari bus yang

dinaikinya tadi, banyak sekali para pedagang asongan yang

menawarkan dagangan padanya, tak terkecuali tukang ojeg pula

berebut menawarkan jasa tumpangan. Tak lama kemudian kelakson

sebuah mobil Carry berbunyi:

“Hey kau.” kata supir di dalam mobil tersebut, “Namamu Sarah,

kan? Naiklah, akan aku antarkan kau ke Villa, rombongan lainnya

sudah lebih dulu.” lanjutnya lagi.

Sarah awalnya takut, akan tetapi setelah melihat ada stiker lambang

Universitasnya tertempel di mobil tersebut, Sarah pun tak takut lagi,

“Iya, pak! Aku datang.” jawab sarah.

Perjalanan ke Villa dari Terminal memang cukup jauh, terlebih

jalanan macet semakin menghambat saja:

“Hey nona cantik siapa namamu? Berasal dari mana kau?” tanya

supir.

“Saya Sarah, dari luar kota, Pak.” jawab Sarah biasa.

“Ayolah.. jangan buat itu terdengar tua, panggil saja saya Abang..

hehehe” timpal supir itu sambil cengengesan.

“Oh i..iya pak, eh Bang maksud saya.” balas Sarah sedikit canggung.

“Nah! Sudah sampai, non Sarah. Tepat pukul 16:00, cuaca cerah,

perjalanan sedikit terganggu, penumpang selamat serta tidak usah

bayar.” setelah beberapa lama kemudian supir itu menghentikan

mobilnya dan berkata aneh.

“Oh, iya pak.. Terimakasih.” jawab Sarah sambil turun dari mobil.

“Eiitss tunggu dulu.” Ucap supir itu mendadak.

“Eh, ada apa?” jawab Sarah heran.

“Panggil saya Abang, A..B..A..N..G, oke non? Hehehe.” lagi-lagi supir

itu memperingati Sarah.

Page 6: Tersayat cinta

“I..i..iya bang.” jawab Sarah gugup lalu pergi menjauhi supir itu

karena merasa tidak nyaman.

Di dalam setiap Villa memang sudah diperuntukan 5 mahasiswi

dan 5 mahasiswa, kamar antara dua kaum itu jelas berjauhan untuk

menghindari hal-hal yang tidak diharapkan.

Hari pertama berjalan tampak normal-normal saja, di sisi lain

ada satu mahasiswa yang benar-benar takjub akan pesona alami

yang terpancar dari seorang Sarah. Nama mahasiswa itu adalah

Marda, seorang pria yang cukup religius berperawakan tinggi,

atletis, wajah orang-orang Asia pada umunya dan berkulit putih

pula. Kebetulan Marda satu Villa bersama Sarah, jadi dia dapat

dengan leluasa setiap waktu mencuri pandang terhadap Sarah,

namun dia tidak pernah mencoba untuk melakukan hal-hal

negative lainnya. Beruntung, Sarah tampak memberi lampu hijau

yang artinya Sarah juga tertarik terhadap Marda. Sebab ia pikir,

Marda adalah orang yang berakhlak baik dan pantas menjadi

imamnya kelak (maklum lah, seorang mahasiswi berumur 24 tahun

itu memang pantas memikirkan hal tersebut):

“Hey Sarah, lihat tuh! Aku rasa Marda mencintaimu pake banget,

soalnya aku liat tiap waktu pastiii aja nyari-nyari kesempatan untuk

melirik padamu.” ucap Retno sahabat Sarah saat sedang menonton

siaran Tv malam itu.

“Ah masa sih..” muka Sarah me-merah, “Ngga ah, perasaan kamu

aja kali, ret.” Jawab Sarah malu-malu tapi mau.

“Cieee ada udang di balik batu, kasih pandang di balik malu..

hahaha.” Mengejek Sarah sambil tertawa.

“Ih apaan sih.” Sarah salting (salah tingkah), “Astagfirullah.. sudah

jam 19:21 aku lupa belum shalat Isya.” kaget Sarah tiba-tiba.

“Baru juga telat 6 menit.” balas Retno.

“Aku shalat dulu ya!” kemudian pergi ke kamar.

Page 7: Tersayat cinta

Bahagian 3 (separuh jiwaku pergi)

4 rakaat ia lakukan, hanya saja pada saat Tahiatul akhir itu Sarah

merasa aneh. Sarah seolah teringat terus kepada Ibunda dan

Ayahnya, seolah ingin segera pulang menemuinya, namun ia

bergumam dalam hati “ah mungkin hanya rasa rinduku saja yang

teramat tinggi..” selesai shalat, ia berdoa:

“Ya Allah, Ya Rabb yang maha pengasih lagi maha penyayang..

Lindungilah Ibunda beserta Ayah hamba dari mara bahaya baik

yang diketahuinya maupun yang belum diketahuinya, berikan

selimut ketabahan-Mu, berikan rahmat dan karunia-Mu, berikan

pula mereka rezeki-Mu Ya Allah.. Sembuhkanlah Ayah hamba,

berikan ia ampunan-Mu Ya Allah..” tidak terasa Sarah berdoa sambil

meneteskan air mata tulusnya.

“Sarah..” tiba-tiba Retno memanggil dari ruang tamu, “Kemarilah,

ada surat untukmu dari pos.” lanjut Retno.

“Jangan-jangan itu dari ibu!” gumam Sarah dalam hatinya, “Iya

sebentar, aku segera ke sana.” jawab Sarah dengan segera melucuti

serta meninggalkan mukenanya begitu saja, “Dari siapa, ret?” tanya

Sarah kemudian.

“Entahlah, tiada nama pengirimnya.” jawab Retno.

(ketika sarah membaca surat dengan seksama)

Tiba-tiba air mata mengalir deras dari bola mata Sarah, “Tidaak! Ini

tidak mungkin terjadi!!” teriak Sarah keras, “Ayaaaaahh..” dengan

segera Sarah lari terpontang-panting masuk kamar dan menutup

pintu dengan keras.

“Sarah!” sontak Retno dan teman-temannya yang lain kaget, “Apa

yang terjadi padanya?” Retno bertanya pada teman-teman lainnya,

kemudian langsung membaca surat yang tergeletak dilemparkan

Sarah tadi:

Page 8: Tersayat cinta

Kepada: Sarah Khusnul Khatimah. Dari: Derjo Kusumo (Ketua RT)

Assalamu’alaikum, wr.wb, Sarah, maaf apabila kata-kata bapak tidak baik dalam surat pendek ini, tapi bapak hanya ingin mengabarkan bahwa ayahmu telah meninggal. Menurut saksi, kronologisnya pada malam hari, ada beberapa orang misterius datang mengobrak-abrik rumahmu, Ibundamu mencoba melawan mereka semampunya namun tiada guna. Salah satu orang misterius itu kemudian mendatangi Ayahmu yang tengah terbaring lalu memenggal leher ayahmu. Orang-orang misterius itu menculik Ibundamu, entah apa yang akan mereka lakukan tapi mereka sekarang ini tampaknya tengah mencari dirimu. Maaf jika bapak lancang, karena bapak menulis surat ini tergesa-gesa, bapak takut terjadi sesuatu padamu.

Wassalamu’alaikum, wr.wb,

21 Januari 2010

“Inalillahi..” Retno kaget lalu menghampiri Sarah ke kamar, “Sarah

sobatku, tenanglah.. Semuanya akan baik-baik saja.” Retno

mencoba menghibur Sarah.

“Apa maksudmu ret?” emosional Sarah mulai tak terkendali,

“Ayahku meninggal, Ibundaku diculik dan semuanya akan baik-baik

saja?!” jawab Sarah seraya menangis tersedu-sedu.

“Aku mengerti perasaanmu, Sarah. Aku juga pernah kehilangan

anggota keluargaku..” ucap Retno sambil memeluk Sarah, “Waktu

itu aku juga sama sepertimu, shock berat kemudian menyendiri.

Melalui hari-hari menjadi seorang pendiam, terasa seperti dirimu

yang sebenarnya telah tiada. Namun, seiring berjalannya waktu aku

sadar, terkadang kita harus melawan rasa pedih itu untuk bangkit.

Tidak ada yang dapat membantumu kecuali dirimu sendiri. Dunia

memang terkadang tak adil, tapi dari ketidak adilan itulah

datangnya cahaya.” tutur Retno kepada Sarah.

“Be..benarkah begitu? Aku hanya takut, ret. Aku tak punya siapa-

Page 9: Tersayat cinta

siapa lagi.” jawab Sarah masih merintih.

“Hey wanita jagoan, kau punya aku. Kau juga punya mereka semua,

kau tidak sendirian! Kami akan selalu peduli terhadap dirimu,

percayalah..” belum selesai Retno berkata, tiba-tiba sudah ada

Marda di pintu memotong kata-katanya.

“…Benar itu, Sarah. Aku akan selalu siap menjagamu kapanpun.”

kata Marda.

“Terimakasih kawanku, kalian memang yang terbaik!” jawab Sarah.

Page 10: Tersayat cinta

Bahagian 4 (hilang arah)

Sejak saat itu, pendekatan Marda kepada Sarah tampaknya

semakin berhasil. Kemana Sarah pergi, di sana pasti ada Marda.

Sudah seperti gula dan semut saja. Akan tetapi sangat disayangkan,

sejak Sarah tak bersama orang tuanya lagi, keimanan Sarah semakin

luntur. Dia menjadi jarang mengaji, jarang beramal, bahkan shalat

pun ia lakukan seingatnya saja. Kehidupan telah berbalik 180°,

akibat pengaruh pergaulannya bersama Retno dan teman-teman

lainnya. Bahkan ketika pembelajaran observasi itu selesai, Sarah tak

pulang ke tempat tinggalnya melainkan ia pergi dan tinggal di

Apartemen milik Retno, cara hidupnya pun mulai berubah.

Sekarang ia lebih suka memakai gaun seksi daripada baju

Muslimah, seluruh kerudung yang ia miliki ditinggalkannya di dalam

kardus, kini ia menjadi Model cantik andalan perusahaan pakaian

bermerek. Hidupnya mewah, dan tiada kesulitan apapun lagi yang

ia alami.

Pernah ketika Marda mengajak Sarah nonton ke Bioskop, Marda

sengaja memesan agar hanya mereka berdua yang nonton pada

malam itu, dengan bermaksud Marda akan menyatakan

keseriusannya terhadap Sarah:

“Kau suka dengan filmnya, Sarah?” tanya Marda kepada Sarah yang

sedang fokus menonton.

“Iya, mar.” jawab Sarah singkat.

(tiba-tiba layar mengalihkan tayangannya menjadi sebuah animasi

StopMotion, dan di sana tampak Marda tengah mempersiapkan diri

untuk melamar Sarah. Saat itu pula berjatuhan balon merah

berbentuk hati begitu banyaknya dari langit-langit, serta musik

romantika yang tiba-tiba berlantun)

“Marda, a..apa..” ucap Sarah terpotong, sebab ketika ia melirik ke

samping. Marda telah berlutut dengan gaya melamar pria pada

umumnya, “…Ohh astaga, Marda..” lanjut Sarah.

Page 11: Tersayat cinta

“Wahai Sarah nan cantik jelita, gunung ku daki, laut pun kan ku

seberangi hingga memiliki engkau pujaan hati.” ucap Marda dengan

nada merdu layak membaca puisi.

“Ahh..” Sarah tak dapat berkata apa-apa.

“Maukah engkau menjadi pendamping hidupku? Maukah engkau

menemani di setiap gulir waktuku? Maukah engkau wahai

Sarahku?” timpal Marda sedikit kaku kepada Sarah.

“A..a..aku, a..aku, aku be..ber..bersedia, Marda-ku.” jawab Sarah

gugup.

Langsung saja Marda memasangkan cincin berlian di jari manis

Sarah, “Terimakasih, permasyuriku.” Jawab Marda seraya mencium

kening Sarah.

Setelahnya dari Bioskop, Marda mengajak Sarah untuk check in

ke sebuah hotel berbintang, bak terhipnotis Sarah mau saja

mengikuti ajakan Marda. Mengenai apa yang akan terjadi padanya

tak ia hiraukan, karena yang ada dalam pikirannya hanyalah “Aku

telah menemukan pasangan hidupku.. Aku bahagia..” padahal

nyatanya bukan seperti itu.

Setelah mengurus administrasi, mereka berdua mendapat kamar

dengan nomor 291. Langsung saja Marda mengajak Sarah masuk ke

kamar tersebut, di dalam kamar sudah bisa ditebak. Mereka

melakukan perbuatan layaknya sepasang suami istri, tak

sepantasnya Sarah menuruti kemauan Marda.

Satu ketika tepat pukul 4:19 pagi, bel pintu kamar yang

ditempati Sarah dan Marda berbunyi:

“Arrrghh, siapa sih itu sayang?” tanya Marda kesal.

“Entahlah, biar aku periksa dulu..” segera pergi ke pintu lalu

membukanya, “Aaah!!” Sarah benar-benar kaget ternyata yang

datang adalah Herman teman akrabnya dahulu, pinta ditutup

kembali.

“Astagfirullahal’azim..” ucap Herman, “Apa aku tidak salah kamar

ya? Apakah mungkin tadi itu Sarah temanku?” gumam Herman

dalam hati.

“Ada apa sayang? Siapa yang datang?” teriak Marda yang masih

tergulai lemas di atas kasur.

Page 12: Tersayat cinta

“Umm, uuhh.. i..itu pelayanan kamar me..menanyakan sarapan pagi.”

jawab Sarah berbohong dengan gugupnya.

“Oooh.. Katakan saja kita nanti makan di luar.” kata Marda,

kemudian tidur kembali.

Dengan bisik-bisik suara Sarah, “Hey! Herman.. Darimana kau tau

aku di tempat ini?” tanya kepada Herman.

“Ah syukurlah, aku kira aku sudah salah kamar.” jawab Herman

lantang.

“Jawablah!” pinta Sarah.

“Oh iya aku tau dari temanmu Retno, kau kenal kan dengannya?”

“Mau apa kau kemari?!” nada kesal bertanya.

“Aku hanya ingin mengajakmu kembali ke desa.” tanya Herman.

“Tidak! Aku tak mau! Pulang saja sana sendiri, selamat malam!”

ucapan terakhir Sarah pagi itu untuk Herman.

“Ba..ba..baiklah, wa’alaikumsallam.” – “Kasar sekali.” tutur Herman

bersedih.

Herman merasa dirinya bukan apa-apa lagi di dunia ini, ia telah

kehilangan teman akrab sekaligus wanita yang ia cintai sejak dulu.

Herman berpikir jika ia terus di pedesaan, ia takkan pernah bisa

bertemu lagi dengan Sarah, dan ketika ia menuju kota tempat

dimana Sarah berada ia malah diperlakukan seperti ini. Hancur

hatinya, pupus pula harapannya. Ia tengah melamun di pinggir

jembatan:

“Mengapa Sarah tega melakukan ini padaku, ia kini benar-benar

telah kehilangan jati dirinya. Aku rindu Sarah yang dulu, yang bisa

selalu bersamaku ke pengajian, kuliah bersama, dan melakukan hal-

hal positive lainnya.” rintih Herman dalam hati, sambil melirik sana

sini Herman sempat kaget melihat spanduk pakaian bermerek yang

ternyata dimodeli oleh Sarah, aduhai moleknya tubuh Sarah dengan

busana seperti itu, “Masya Allah, Astagfirullahal’azim Sarah

ke..kenapa kau menjadi seperti ini.. Ya! Dia memang benar-benar

telah sesat, dia ada di jalan yang salah! Aku harus membantunya

kembali ke jalan yang benar, bagaimanapun caranya.. Harus!”

lanjutnya berbicara sendiri.

Page 13: Tersayat cinta

Bahagian 5 (entah sampai kapan)

Pagi harinya saat Sarah dan Marda tengah sarapan, Sarah

hendak pergi terlebih dahulu karena dirinya ada jadwal pemotretan

pagi itu juga:

“Aduuuh sayang, maaf banget ya.. Aku harus pergi sekarang, ada

jadwal pemotretan di taman.” kata Sarah memohon.

“Oh gitu, biar aku antar saja ya?”

“Ah ngga deh, biar aku sendiri aja naik taksi gakpapa. Kan kamu ada

meeting di kantor?” jawab Sarah lagi.

“Yasudah kalo begitu, hati-hati di jalan!” timpal Marda.

“Oke sayang, bye..bye muach.” seraya mencium pipi Marda lalu

pergi meninggalkannya.

“Hmm.. dasar wanita tolol, belum sadar juga kalo kamu aku jadikan

boneka.” ucap Marda dalam hatinya.

Di lokasi pemotretan, Sarah begitu cantiknya ketika ia berpose

serta saat ia tersenyum. Mungkin itulah daya tarik tersendiri dari

Sarah, sehingga perusahaan pakaian bermerek ini menggarap Sarah

sebagai model jajaran wanita teratas kali ini. Setelah melalui

beberapa pemotretan, Sarah dipersilahkan istirahat dulu:

“Aahh, akhirnya aku dapat beristirahat.” ucap Sarah sambil

merebahkan diri dan memejamkan mata di kursi santainya.

Disaat seperti itu datang Herman, “Sarah, bisa kita berbicara

sebentar?” Herman memulai pembicaraan.

“Si..siapa?” ketika membuka matanya sedikit, “Ah! Kau lagi, kau lagi!

Mau apa sih sebenarnya kamu, man? Aku gak akan pulang!” timpal

Sarah kepada Herman.

“Sar, percayalah! Mereka bukan orang-orang baik, mereka hanya

memanfaatkan dirimu saja!”

Page 14: Tersayat cinta

Sarah kemudian bangun dan memaki Herman, “Beraninya kau

berkata seperti itu?” – “Plakk..” tamparan Sarah mendarat tepat di

pipi kiri Herman. “Pergi kau sana! Jangan pernah kembali lagi!”

Wartawan 1, “Hey, hey lihat! Sarah tampak marah di sana, ayo kita

hampiri dia!” bergegas wartawan tersebut berlari menghampiri

Sarah, “Mba Sarah, apa yang terjadi pada anda?”

Wartawan 2, “Siapakah lelaki yang anda tampar ini mba?”

Kemudian Herman menjawab, “Sampai kapanpun, meski kau

memperlakukan aku separah yang kau bisa. Aku akan tetap

menuntunmu hingga kembali ke jalan yang benar!” langsung

beranjak pergi meninggalkan Sarah yang tengah dikerumuni oleh

para wartawan.

“Dia hanya Ustadz, bekas Ustadz saya dulu!” Sarah menjawab

pertanyaan para wartawan itu lalu pergi begitu saja.

Setelah berakhirnya pemotretan, Sarah pergi jalan-jalan ke Mall

untuk menghilangkan kejenuhan dalam pikirannya. Namun tak

sengaja, Sarah melihat Marda tengah bersenang-senang dengan

wanita lain, mereka berpegangan tangan satu sama lain, mencium

pipi, berpelukan, hingga makan bersama. Jelas itu membuat amarah

Sarah semakin menggebu-gebu, ia memutuskan untuk pergi dari

mall itu dan kembali ke Apartemen saja.

Malam harinya tepat pukul 10:00, Marda baru kembali ke

Apartemen dengan gaya orang mabuk, Sarah sudah standbye

menunggunya di ruang tamu dengan wajah tak bersahabat:

“Hallo sayangku, good night.. Kok belum tidur? Hehe.” Ucap Marda

polos.

“Sudah puas hangouts dengan wanita itu? Biadab kau Marda!”

bangkit lalu hendak pergi.

“Eitt..eit..eit, mau kemana sayang ayolah duduk dulu kita ngobrol-

ngobrol.” memegang tangan Sarah dengan keras lalu menariknya

paksa sekaligus ke kursi, sontak Sarah terjatuh, “Jadiii.. kau melihat

aku tadi siang ya, hmm? Apa yang kau liat?” tanya Marda.

“Kau bersenang-senang dengan wanita lain di belakang aku,

berengsek kau!” – “Plakk..” menampar pipi kiri Marda.

Ini membuat Marda mengamuk seketika, “Beraninya kau menampar

Page 15: Tersayat cinta

aku!!!” – “Buuckk” tonjokan Marda mendarat di mulut Sarah, “Kau

pikir siapa kau?!! Wanita jalang yang aku pungut dari kotornya

lumpur!! Sudah untung kau bisa merasakan hidup mewah seperti

ini!!” teriak Marda pada Sarah.

Seraya menangis Sarah bangkit lalu menjawab, “Teganya kau

campakkan aku setelah kau miliki aku sepenuhnya!”

“Diam kau!!” – “Buuckk” lagi-lagi Marda memukul Sarah hingga

terjatuh keras ke lantai, “Apa kau tak sadar selama ini kau hanya aku

jadikan boneka, hah??!!” – “Hahaha.. Nikmati saja selagi kau bisa

sayangku!!” tertawa iblis lalu pergi meninggalkan Sarah seorang

diri.

“Huhuh, aahhh, ssshhh.” lirihan kepedihan Sarah sampai-sampai

mulutnya berdarah, “Tidak Sarah.. Tidak! Dia hanya terpengaruh

oleh alkohol saja, dia tak sadar apa yang telah dia lakukan, aku

harus bertahan.”

Sejak rahasia Marda terbongkar, Sarah kini tak lagi

dimanjakannya. Justru Marda tak pernah sekalipun melalui hari-

harinya tanpa menyiksa Sarah, baik di Apartemen, Mall, Taman,

Kantor, dimanapun mereka bertemu. Dengan alasan optimisme

yang tinggi, Sarah terus saja berharap bahwa Marda akan kembali

lagi seutuhnya, meski ia tau kenyataan tak sebanding dengan apa

yang diharapkan. Meski Sarah bersikap amat lembut sekalipun,

Marda tetap berprilaku kasar padanya:

“Sayang, ini aku antarkan makan malam kesukaanmu spesial lho

aku masak sendiri.” melayani Marda dengan kelembutannya.

“Tidak lapar!” jawab Marda singkat.

“Ayo dong makan sesuap saja ya?”

“Aku bilang aku tidak lapar! Maksa banget sih!” mengamuk lagi

hingga memecahkan piring dan gelas yang dibawa Sarah,

“Cuuuhh!!” sempat meludah pula seolah tanpa dosa Marda keluar

meninggalkan Sarah.

Sarah hanya bisa menangisi peristiwa itu, “Ya tuhaan, sadarkanlah

kekasih hamba.. berikan kesadaran baginya.” seraya tak henti-henti

menangis.

Page 16: Tersayat cinta

Siang hari ketika Sarah sendiri di Apartemennya, tiba-tiba ia

merasa mual hebat lalu dengan segera Sarah pergi ke toilet. Saat

kejadian itu dia khawatir terjadi apa-apa pada dirinya atas siksaan

yang diterimanya dari Marda. Kemudian ia memeriksa kesehatannya

ke rumah sakit, namun begitu terperanjatnya Sarah ketika

mendapat hasil pemeriksaan dari dokter:

“Selamat, anda akan segera menjadi Ibu. Anda hamil, dan usia

kandungan anda sudah 1 bulan 14 hari. Berikut adalah hasil

pemeriksaannya, jaga baik-baik ya bu kandungannya.” kata dokter

tersenyum.

“A..a..apa dok? Sa..saya hamil?” awalnya Sarah kaget, namun

akhirnya ia senang karena kehamilan ini adalah jaminan utama

Sarah untuk menuntut Marda agar menikahinya segera.

Malam itu ketika Marda tengah bersantai di Apartemen, Sarah

menghampirinya dengan membawa bukti-bukti pemeriksaan

kehamilan:

“Sayangku.. baca ini.” sambil memberi berkas pemeriksaan tersebut.

“Apaa? Aku ngantuk nih.” jawab Marda malas.

“Baca saja sayang..” Sarah senyum-senyum sendiri.

“Arrghh, ganggu saja..” seraya merebut berkas dari tangan Sarah,

“Apa!!!!!” teriak Marda spontan, “Tidak mungkin!!” lanjutnya lagi.

“Itu mungkin saja sayang, aku ingin saat pesta pernikahan kita nanti

har..” ucapan Sarah terpotong.

“..Tidak! Tidak ada pernikahan! Aku tidak sudi menikahimu!!” lontar

Marda pada Sarah.

“Kamu gak bisa gitu dong! Aku mengandung anakmu!! Anak kita!!”

jawab Sarah.

“Tidakk! Kamu pasti telah tidur bersama lelaki lain!!”

“Marda! Aku tidak pernah sekalipun tidur bersama lelaki lain, tidak

seperti dirimu yang meniduri perempuan manapun!!”

“Sekali lagi kau berkata seperti itu akan aku kubur kau hidup-hidup

bersama anak gelapmu ini!!!” lontaran keji Marda lagi kepada Sarah

seraya keluar Apartemen.

Betapa tegarnya Sarah hingga ia tak pernah putus asa sekalipun

dalam menghadapi Marda, keyakinannya yang terlalu berlebihan itu

Page 17: Tersayat cinta

membuat dirinya semakin buta. Sementara Marda sendiri enjoy-

enjoy saja dengan kehidupan bebasnya itu. Tak ada satu orang pun

yang benar-benar peduli kepada Sarah saat ini selain Herman,

hanya saja sikap gengsi dan ego Sarah terlalu besar sehingga ia

teramat buta untuk sadar akan dunia fatamorgana ini.

Page 18: Tersayat cinta

Bahagian 6 (terimakasih Ya Allah)

Namun betapa cerdiknya Marda pada malam itu, tiba-tiba Marda

kembali dan bersikap amat lembut pada Sarah untuk menjalankan

strategi terakhirnya:

“Sayangku..” ucap Marda memanja.

“Iya sayang, ada apa?” jawab Sarah yang sedang berdiam diri kala

malam itu langsung kegirangan, merasa bahwa Marda-nya yang

dulu telah kembali seutuhnya.

“Umm.. Kita jalan-jalan yuk? Aku bosen nih diam di apartemen mulu

:(“ jawab Marda.

“Yukk! Yukk! Aku ganti baju dulu ya” tentu saja tak mungkin Sarah

menolak Marda.

“Oke sayang.. aku langsung tunggu di mobil ya” timpal Marda.

Begitu rapihnya Sarah berdandan, masih sama cantiknya seperti

dahulu. Mereka pun pergi menggunakan mobil Jaguar berwarna

silver milik Marda. Setelah cukup lama menempuh perjalanan, Sarah

merasa aneh karena dirinya dibawa ke tempat gelap, sepi nan

menakutkan:

“Sayang.. ki..kita mau kemana sebenarnya?” tanya Sarah cemas.

“Tenang saja sayang, kau pasti menyukainya.” jawab Marda.

Ternyata Sarah dibawa ke sebuah gudang tua dekat rel kereta

api jauh dari keramaian, Sarah jelas semakin ketakutan saja

mendapati dirinya berada di tempat seperti itu:

“Marda, sebenarnya tempat apa ini?” tanya Sarah lagi.

“Yukk turun.” ajak Marda.

Page 19: Tersayat cinta

Mereka berdua pun turun dari mobil, namun Sarah semakin

takut saja ketika melihat seperti manusia terikat di lintasan kereta

api dalam kegelapan malam:

“Saa..sayang, apa itu?” sambil menunjuk ke lintasan kereta api,

“Apakah yang di sana itu manusia?” lanjutnya lagi.

“Saatnya mulai, guys!!” teriak Marda dengan kencangnya.

Tiba-tiba datang segerombolan orang mengikat Sarah pada

sebuah kursi yang telah disediakannya sengaja tepat berada di

depan orang yang tengah tergeletak di rel kereta api tersebut:

“Apa apaan ini, Marda?!!” bentak Sarah.

“Hahahaha, Sarah..sarah masih belum sadar juga kau. Guys nyalakan

dia!” teriak Marda lagi.

(tiba-tiba ada lampu menyorot tepat ke orang yang berada di rel

kereta api tersebut. Ternyata itu adalah Ibunda Sarah! Ternyata ia

masih hidup selama ini! Beliau dalam keadaan kurus kering terikat

dan terkulai tak berdaya di lintasan rel kereta api tersebut)

“Ibuuuuuu.. Lepaskan dia Marda bajingan!!” teriak Sarah.

“Ooooww.. Hahaha, sekarang pukul berapa Rendi?!” teriak Marda.

Rendi menjawab, “10:22 bos!”

“Kapan kereta itu melintas kesini Rendi?!” teriak Marda lagi.

“Pukul 10:25 bos! 3 menit lagi!” Rendi menjawab kedua kalinya.

“Tiiddaaakkk, lepaskan Ibuku! Aku memohon padamu lepaskan

dia!!” jeritan Sarah.

“Tidak akan sayangku, aku akan melakukan hal yang sama seperti

pada Ayah tercintamu, hahaha.” timpal Marda dengan puasnya.

“Ayahku? Ja..jadi ka..kau adalah orang di balik semua ini? Kau yang

membunuh Ayahku? Kejam sekali kau bajingan! Arrghhh!” Sarah

terus menerus menjerit seraya menangis terisak-isak.

“Tepatnya bukan aku, tapi..”

“Saya yang membunuh Ayahmu, hahaha.” ucap Rendi mendatangi

Sarah.

“Cuuhh!!” Sarah meludah tepat di muka Rendi.

“Buuckk” – “Plakk” Rendi tak segan-segan memukul perut Sarah dan

menampar pipinya sekaligus dengan kasar.

Page 20: Tersayat cinta

“Lihat saja!! Dalam hitungan 2 menit lagi Ibumu akan musnah!!

Hahaha dasar wanita jalang bodoh!” bentak Rendi pada Sarah.

“Hahaha.. hmm, mungkin harus aku perjelas lagi semuanya padamu,

Sarah. Kau ingat kejadian orang-orang yang mengobrak-abrik

rumahmu beberapa bulan yang lalu? Kau ingat ketika betapa

manisnya perilaku kami kala itu? Dan apa kau ingat ketika Retno

membujuk rayu-mu agar tinggal selamanya di Apartemen? Hhmm?”

Tanya Marda pada Sarah.

“hhm, uuh.” Sarah diam saja, sambil mengatur nafasnya yang tak

karuan, “Lalu apa, bajingan?!!” akhirnya Sarah mau menjawab pelan

dengan raut wajah penuh dendam.

“Itu hanya sebuah skenario belaka, bodoh!! Aku sengaja merangkai

semua ini untuk menyingkirkanmu!! haha” bentak Marda tepat

dihadapan Sarah.

“Me..menyingkirkanku karena apa?!!” jerit Sarah.

“Aku sadar bahwa diriku tak mampu menyaingimu di kampus, tapi

rasanya tak adil jika kau selalu menjadi mahasiswi unggulan!! Lihat

dirimu yang tak berdaya ini!!” – “Biarkan Retno mengambil alih

posisimu untuk menjadi yang terbaik!! Hahaha.. Sayang kemarilah!!”

lanjut Marda seraya berteriak yang disertai Retno menghampirinya.

“Ta..tapi, re..retno! Kau sahabat te..terbaikku, ke..kenapa kau seperti

ini?” tanya Sarah berperasaan seraya menangis tak henti-henti.

“Maafkan aku sahabat, sayangnya itu hanya rekayasa! Hmm” jawab

Retno acuh.

“Tidakk!! Aku tak peduli lagi dengan kalian!! Cepatlah kembalikan

Ibuku!! Sebelum kereta itu melintas!” pinta Sarah terus-menerus

memohon.

“Oooppss, tampaknya sudah terlambat.” jawab Marda santai.

(tuut..tuut..tuut, suara kereta api ternyata benar semakin mendekat,

Ibunda terus berusaha untuk bangkit namun sia-sia saja, ia pun

hanya menyerah seraya berkata)

“Sarah putriku tercinta, kau tak perlu berduka lara. Ibu akan selalu

hidup di dalam hatimu. Percayalah nak, Ayah telah bahagia di Surga

Page 21: Tersayat cinta

sana dan Ibu akan segera menyusulnya, terimakasih untuk

segalanya sayang.” – “uhukk..uuhukk.” Ibunda berbicara seraya

batuk cukup lama, “Ibu sayang pada...” belum sempat Ibunda

menyelesaikan ucapannya, kereta itu melintas lebih cepat dari yang

mereka bayangkan dan menabrak Ibunda hingga terpental entah

kemana.

“Ibbbuuuuuuuuuuuuu..huhuhu, Ibuuunnddaaaaa..

aaaarrrrkkkkhhhhh.” sungguh jeritan lepas yang dilontarkan Sarah,

bahkan hingga ia menangis darah, “Kepaaraaat kau, Marda!!!!

Terkutuk kau!!” – “Hhheeeeuuuuaaaaaa, Ibundaaaaa..” teriak Sarah

semakin tak terkendali.

Tak lama setelah itu, tiba-tiba terdengar beberapa kali suara

tembakan dari kegelapan tepat mengenai Marda beserta seluruh

pasukannya hingga tewas. Ternyata tembakan itu berasal dari

kepolisian yang baru saja tiba di tempat itu:

“Ahh! Ba..bagaimana bisa ada polisi di tempat seperti ini?” tuturnya

dalam hati.

“Aku yang mendatangkan mereka, Sarah. Entah mengapa malam ini

aku semakin teringat padamu, sepertinya aku merasakan akan ada

hal buruk yang terjadi padamu malam ini. Aku rasa, dugaanku

tepat.” Tiba-tiba Herman berkata seperti itu seraya menghampiri

lalu melepas ikatan Sarah, seolah batin dan pikiran mereka berdua

telah menyatu.

“Ooh Herman, senang melihatmu ada di sini!! Terimakasih Herman..

terimakasih” ucap Sarah langsung memeluk Herman.

“Berterimakasih lah kepada Allah S.W.T” melepaskan pelukan Sarah.

“Hhmm..” Sarah mengangguk, “Terima kasih Ya Allaaaaaaah,

Allahuakbaaaar.” lanjutnya berteriak amat kencang, “Tapi Herman..”

ucapan Sarah terpotong.

“Aku tau, Sarah. Ikhlaskan saja Ibunda pergi, kau akan baik-baik saja

percayakan aku menjagamu.” kata Herman berperasaan.

“Baiklah. Aku akan selalu mempercayaimu, Herman.” tutur Sarah

dengan mata berkaca-kaca.

Kejadian itu tak dapat dilupakan oleh Sarah maupun Herman

seumur hidupnya. Kejadian itu juga tak terasa telah berlalu begitu

Page 22: Tersayat cinta

cepat hingga Sarah lupa bahwa dirinya telah melahirkan seorang

anak lelaki. Tepat pada pukul 19:20, 21 Januari 2011 setahun setelah

Ayahnya meninggal.

Tau siapa yang menjadi pendamping hidup Sarah yang

sekarang? Yap! Dia adalah Herman. Dengan keikhlasan dan cintanya

yang begitu besar membuat Herman bersedia menjadi pendamping

hidup dan menerima Sarah apa adanya. Mereka hidup amat

bahagia meski Sarah tak lagi bergelimang harta. Sebab kini Sarah

mengerti sepenuhnya makna dari cinta, sudah cukup hatinya

tersayat cinta kali itu.

Sarah kini juga telah berubah menjadi wanita Muslimah kembali,

tiada sesal baginya karena untuk mendapat kebahagiaan tak harus

selalu berupa materi, melainkan kebahagiaan yang tulus akan kita

dapatkan dari orang-orang yang menyayangi kita dengan hati

mereka:

“Sarah istriku. Maukah kau memakai kerudung ini kembali?” tanya

Herman.

“Tentu saja suamiku.” jawab Sarah, “Mungkin aku bukan yang

terbaik, mungkin kerap ego dan emosi menaik. Sampai aku tak kuat

lagi berdiri, sampai aku rasakan lemah kaki kanan dan kiri, tak

peduli mulutku tak mampu lagi berbahasa. Aku akan selalu setia

padamu Herman, aku benar-benar menyayangimu tiada ragu.”

lanjutnya.

“Aku juga amat tulus menyayangimu, Sarah. Janji ya sampai kita tua

nanti.” jawab Herman.

“Janji.” ucapnya tersenyum bahagia.

TAMAT