22
Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Page 2: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Table of Content UNCLOS 1982 HASIL UNCLOS RATIFIKASI DAN DAMPAK UNCLOS 1982 PADA

INDONESIA HUKUM MARITIM PADA ORDE BARU HUKUM MARITIM PADA REFORMASI MARITIM OTONOMI DAERAH REKLAMASI PANTAI (ARTIFICIAL ISLAND) POROS MARITIM JOKOWI SDA LAUT INDONESIA

Page 3: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Tahun 1958 UNCLOS sudah dilaksanakan , karena masih perlu di ralat dilaksanakanlah

UNCLOS 1982.

UNCLOS 1982 yang sudah diakui oleh lebih

dari 150 negara termasuk Negara Kesatuan

Republik Indonesia

United Nations Convention On the Law of The Sea (UNCLOS) merupakan

perjanjian hukum laut yang dihasilkan dari konferensi

PBB yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan

tahun 1982

I . UNCLOS

Page 4: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

• Penetapan Laut TeritorialAdalah hukum yang menetapkan garis-garis

dasar (garis pangkal / baseline)

Hasil UNCLOS 1982 1. Penetapan Laut Teritorial

Dalam hal ini daerah tersebut secara penuh

adalah hak negara. Tetapi ada beberapa syarat

internasional seperti hak innocent passage atau hak

lintas oleh kapal-kapal internasional asal tidak menggangu keamanan

negara.

Page 5: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Laut DalamDalam pasal 8 ayat (1) UNCLOS 1982 laut dalam adalah perairan pada sisi

darat garis pangkal laut teritorial.

HASIL UNCLOS2. Laut Dalam

laut yang termasuk laut dalam sebuah negara

adalah bagian dari sovereignty sebuah negara.(teritorial perairan pada sisi

darat garis pangkal laut territorial)

Page 6: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Negara dapat menarik batas teritorialnya. Sebuah dasar ditarik antara titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar, tunduk pada titik-

titik ini menjadi cukup dekat satu sama lain. Negara memiliki kedaulatan penuh

atas perairan ini (seperti air internal), tetapi kapal asing memiliki hak lintas damai

melalui perairan kepulauan (seperti perairan teritorial).

HASIL UNCLOS3. Perairan Kepulauan

Page 7: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)

1. Suatu zona selebar 200 mil laut dari garis

pangkal.

2. Negara pantai memiliki hak-hak berdaulat yang

eksklusif untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi

sumber kekayaan alam.

Negara memiliki yurisdiksi tertentu terhadap :

1. Pembuatan dan pemakaian pulau 2. Riset Kelautan 3. Pelestarian

lingkungan laut

Page 8: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Zona TambahanSuatu jalur perairan yang berdekatan dengan batas jalur maritim atau laut teritorial, tidak termasuk kedaulatan negara pantai, dalam zona tersebut negara pantai dapat melaksanakan hak-hak pengawasan tertentu untuk mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan saniter, bea cukai, fiskal, pajak dan imigrasi di wilayah laut teritorialnya.

Page 9: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

adalah sebuah aturan yang mengikat daratan bawah air yang masih

menyatu pada daratan atas yang maksimal 200 m atau bagian dasar laut yang paling ujung dan masih

terhubung dengan benua daratan atau kelanjutan benua yang terdapat di laut.

Landas kontinen

Page 10: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982
Page 11: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi UNCLOS’82 dengan UU No.17 tahun 1985

1. Diterimanya konsepsi negara kepulauan (Archipelagic State)

2. Ditetapkannya lebar laut wilayah (teritorial) 12 NM

3. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 NM dan batas landas kontinen.

Fundamental yang diatur dalam konvensi ini

Berlakunya ketentuan UNCLOS’82membuat Indonesia sebagai negara kepulauan secara formal diakui oleh masyarakat internasional, termasuk mengenai hak-hak dan kewajiban yang melekat pada wilayah-wilayah negara

kepulauan.

RATIFIKASI DAN DAMPAK UNCLOS 1982 PADA INDONESIA

Sumber : UU No.38 Th.2002, tentang Titik Dasar IndonesiaUU No.31 Th.2004, tentang Perikanan Indonesia.

Page 12: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

1. Penerapan dan pelaksanaan aturan mengenai Zona Ekonomi Eksklusif .

2. Peraturan Pemerintah No.15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

3. UU No.6 Th.1996 tentang Perairan Indonesia.

Indonesia telah menerima hasil dari UNCLOS 1982 dan mengesahkannya pada UU 17 tahun 1985 mengenai UNCLOS.

Page 13: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Hukum maritim di masa Orde Baru

Prinsip Negara Kepulauan

“Laut bukan sebagai alat pemisah, melainkan sebagai alat yang

menyatukan pulau-pulau yang satu dengan lainnya, yang kemudian

diimplementasikan oleh Orde Baru dengan istilah Wawasan Nusantara”

Wawasan Nusantara ini implementasi seklaligus

penyempurnaan dari Deklarasi Djuanda yang dengan gigih

diperjuangkan oleh Prof. Mochtar

Kusumaatmadja dan Prof. Hasjim Djalal

Page 14: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Untuk menjawab agenda UNCLOS 1982 Presiden Soeharto mengeluarkan:

1. UU nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982.

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konvensi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.6. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan

Indonesia. 7. Selanjutnya pada 30 September 1996 Presiden Soeharto

mengeluarkan Keppres Nomor 77 tahun 1996 tentang Dewan Kelautan Nasional yang langsung diketuai oleh Presiden sendiri.

Page 15: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

DMI berganti menjadi Dewan Kelautan

Indonesia (DEKIN), memulai aturan

pelaksanaan berupa Inpres tentang pengembangan

Industri Pelayaran Nasional yang

ditandatangani oleh Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono berupa Inpres No. 5

tahun 2005.

Mendeklarasikan visi Pembangunan Kelautan Indonesia

dalam Deklarasi Bunaken yang

intinya laut merupakan peluang,

tantangan, dan harapan untuk masa

depan persatuan, kesatuan dan pembangunan

bangsa Indonesia

Hukum maritim di masa Reformasi

Meneruskan Hari Nusantara

berdasarkan Keppres No. 126

Tahun 2001 dalam Seruan Sunda Kelapa yang menyatakan

penerapan asas cabotage.

Dibentuknya Departemen

Eksplorasi Laut dan Dewan

Maritim Indonesia (DMI),

13 Desember sebagai Hari Nusantara

Page 16: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

MARITIM OTONOMI DAERAH

Dalam konteks ini, daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola SDK-nya dengan tujuan utama tentunya pada kesejahteraan daerah dan masyarakat yang ada didalamnya, namun UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, terutama berkaitan dengan pasal 10, tidak sejalan dengan upaya pengembangan sektor perikanan, bahkan bersifat kontraproduktif.

Pasal 10 ayat 2 pada UU tersebut mengatur wewenang daerah, dalam eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan sumber daya ikan hanya terbatas pada 12 mil laut untuk pemerintah provinsi dan 4 mil untuk pemerintah kabupaten. Sedangkan untuk penangkapan ikan tradisional tidak dibatasi wilayah laut, karena batasan tradisional belum ditentukan dengan pasti.

Page 17: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Akan tetapi lahirnya otonomi yang lebih luas melalui UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD), telah memberikan mandat dan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengelola dan mengkoordinasi pemanfaatan sumber daya pesisirnya.

Pasal 3 UUPD menyatakan bahwa wilayah Daerah Provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut.

Selanjutnya dalam pasal 10 UUPD memberikan kewenangan kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota untuk mengelola sumber daya nasional sepertiga dari wilayah laut Daerah Provinsi.

Kewenangan Pemda meliputi kewenangan eksplorasi, eksploitasi, konsevasi dan pengelolaan sumber daya alam, serta bertangung jawab untuk melestarikannya, kewenangan dalam tata ruang administrasi dan bantuan penegakkan hukum, serta bantuan penegakkan kelautan.

Page 18: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

REKLAMASI PANTAI

Tujuan Reklamasi yaitu menjadikan kawasan yang tidak berguna atau tidak bermanfaat menjadi kawasan yang mempunyai manfaat. Kawasan yang sudah direklamasi tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pertanian, pemukiman, perindustrian, pertokoan/bisnis dan objek wisata.

Dalam pelaksanaan reklamasi atau pengembangan daratan di dunia memiliki ketentuan-ketentuan yang berlaku. Di Indonesia sendiri telah memiliki beberapa kebijakan yang mengatur mengenai reklamasi pantai. Diantaranya : Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai

(Peraturan Menteri PU No. 4/PRT/M/2007). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah

yang memberi wewenang kepada daerah untuk mengelola wilayah laut dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal.

Undang-undang No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Page 19: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Namun peraturan yang telah diterbitkan tersebut masih bersifat sektoral, sehingga diperlukan Peraturan Perundangan yang mengatur secara komprehensif mengenai reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu Perpres RI No. 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Perpres tersebut merupakan turunan dari UU No. 27 Tahun 2007.

Tujuan dibentuknya Perpres RI No. 122 Tahun 2012 mengenai Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, diantaranya:

1. Memayungi semua sektor dalam reklamasi sebagai wujud Pengelolaan Pesisir Terpadu.

2. Melindungi lingkungan pesisir dari dampak negatif reklamasi.3. Menjamin keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat

terkena dampak reklamasi.4. Meningkatkan manfaat sumber daya pesisir dan lautan.

Page 20: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Asia Timur (KTT EAS) di Myanmar, Kamis, 13 November 2014 dimana Jokowi dipuja-puja media sebagai tokoh sentral pencetus Poros Maritim.

Dalam agenda ini ada 5 pilar utama yang diagendakan dalam pembangunan, yaitu:

1. Membangun kembali budaya Maritim Indonesia, sebagai negara yang terdiri lebih dari 17 ribu pulau yang harus diketahui dan disadari oleh bangsa Indonesia bahwa identitas kemakmuran dan masa depannya ditentukan oleh pengelolaan samudra.

2. Indonesia akan menjaga dan mengelola sumber daya laut, dengan fokus membangun kedaulatan pangan melalui pengembangan industri perikanan. Visi ini diwujudkan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.

Poros Maritim Jokowi

Page 21: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

3. Memprioritaskan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dengan membangun jalan tol laut, pelabuhan laut dalam (deep seaport), logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.

4. Melaksanakan diplomasi maritim. Untuk itu, Jokowi mengajak semua negara untuk menghilangkan sumber konflik di laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran, kedaulatan, sangketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut. “Laut harus menyatukan, bukan memisahkan kita semua,” kata Jokowi.

5. Membangun kekuatan pertahanan maritim.

Page 22: Kebijakan Maritim Indonesia Setelah UNCLOS 1982

Sumber Daya Laut Indonesia tidak hanya ikan, terumbu

karang, agar-agar, tetapi juga bahan tambang deperti minyak

bumi, nikel, emas, bauksit, pasir, bijih besi, timah dll. Sumber daya ini disebut sumber daya pesisir.

Sumber Daya Laut Indonesia

Serta menurut riset yang dilakukan Jerman, Norwegia, dan Denmark menyebutkan bahwa masih banyak wilayah lepas pantai Indonesia yang belum

dieksplorasi karena kelangkaan SDM, berdasarkan riset yang dilakukan Helmut dan Badan Pengkajian Penerapan Tekhnologi (BPPT), telah ditemukan substansi mineral dalam perairan Indonesia yang bisa dijadikan bahan bakar

alternatif.