17
1 JURNAL “Analisis Pola Jaringan & Modus Operandi People Smuggling Di Provinsi Sulawesi Selatan (Studi Kasus Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba)” Oleh; Syamsul Asri 1 Achmad 2 Abstrak Undang-Undang Imigrasi No 9/1992 dan Undang-Undang No 15 Tahun 2009 tentang keimigrasian menyebutkan bahwa Indonesia telah mengesahkan ratifikasi protokol menentang penyelundupan manusia (people smuggling). People smuggling merupakan kejahatan lintas negara (transnational crime) yang tergolong, tetapi tidak terbatas pada, migrasi ilegal ( illegal migration) yang dilakukan oleh jaringan sindikat dengan modus operandi yang beragam. Salah satu pola jaringan yang terlibat sebagai sindikat people smugling adalah nelayan (terbangun atas relasi punggawa atau pemilik kapal dan sawi atau pekerja di kapal) yang menggunakan kapalnya sebagai bagian dari modus operandi people smuggling asal Timur Tengah ke Australia dan Selandia Baru. Kenyataan ini perlu dijelaskan secara detail agar kebijakan penanggulangannya bisa efektif, baik secara yuridis maupun secara ekonomis kultural. Penelitian ini telah diarahkan untuk melihat pola jaringan dan modus operandi people smuggling yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba dengan mengkaji relasi antar para pelaku (sindikat) dan relasi antara pelaku dengan korban serta kondisi sosial kultural yang mendorong praktik people smuggling. Untuk selanjutnya, penelitian akan ini diarahkan pula untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar dan Pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam meningkatkan efektifitas penanganan people smuggling sebagai kejahatan lintas negara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif untuk menberikan gambaran yang lebih detail tentang pola jaringan dan modus operandi people smuggling yang terjadi di Sulawesi selatan, khususnya di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan penelitian lapang yang diharapkan akan menghasilkan data yang signifikan bagi tujuan penelitian ini. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 Fakultas Ekonomi & Ilmu Sosial UNIFA Makassar, Email; [email protected] 2 Fakultas Ekonomi & Ilmu Sosial UNIFA Makassar, Email; [email protected]

Draf jurnal people smuggling

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Draf jurnal people smuggling

1

JURNAL

“Analisis Pola Jaringan & Modus Operandi People Smuggling Di Provinsi Sulawesi Selatan (Studi Kasus Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba)”

Oleh;Syamsul Asri1

Achmad2

Abstrak

Undang-Undang Imigrasi No 9/1992 dan Undang-Undang No 15 Tahun 2009 tentang keimigrasian menyebutkan bahwa Indonesia telah mengesahkan ratifikasi protokol menentang penyelundupan manusia (people smuggling). People smuggling merupakan kejahatan lintas negara (transnational crime) yang tergolong, tetapi tidak terbatas pada, migrasi ilegal (illegal migration) yang dilakukan oleh jaringan sindikat dengan modus operandi yang beragam. Salah satu pola jaringan yang terlibat sebagai sindikat people smugling adalah nelayan (terbangun atas relasi punggawa atau pemilik kapal dan sawi atau pekerja di kapal) yang menggunakan kapalnya sebagai bagian dari modus operandi people smuggling asal Timur Tengah ke Australia dan Selandia Baru. Kenyataan ini perlu dijelaskan secara detail agar kebijakan penanggulangannya bisa efektif, baik secara yuridis maupun secara ekonomis kultural. Penelitian ini telah diarahkan untuk melihat pola jaringan dan modus operandi people smuggling yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba dengan mengkaji relasi antar para pelaku (sindikat) dan relasi antara pelaku dengan korban serta kondisi sosial kultural yang mendorong praktik people smuggling. Untuk selanjutnya, penelitian akan ini diarahkan pula untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar dan Pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam meningkatkan efektifitas penanganan people smuggling sebagai kejahatan lintas negara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif untuk menberikan gambaran yang lebih detail tentang pola jaringan dan modus operandi people smuggling yang terjadi di Sulawesi selatan, khususnya di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan penelitian lapang yang diharapkan akan menghasilkan data yang signifikan bagi tujuan penelitian ini.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1Fakultas Ekonomi & Ilmu Sosial UNIFA Makassar, Email; [email protected] 2Fakultas Ekonomi & Ilmu Sosial UNIFA Makassar, Email; [email protected]

Page 2: Draf jurnal people smuggling

2

Era globalisasi telah membuka peluang untuk terbukanya pasar bebas lintas antar negara. Masing-masing negara memiliki peluang yang besar untuk saling mengisi kebutuhan di dalam negeri, baik dari segi infrastruktur maupun suprastruktur. Di sisi lain, globalisasi yang dibarengi dengan kemajuan teknologi telah menyebabkan perkembangan teknologi informasi dan transportasi semakin meningkat. Realitas ini menyebabkan batas-batas antar negara semakin kabur. Sehingga, jalur lalu lintas negara semakin mudah untuk diakses yang ditandai dengan peningkatan mobilitas barang dan manusia antar satu negara ke negara lain. Dengan demikian, dalam memenuhi kebutuhannya, secara tidak langsung negara membuka lebar pintu masuk dan akses ke dalam ruang lingkup batasan negara yang menyebabkan individu dengan mudah melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain dengan berbagai kepentingan. Oleh karena itu, berbagai usaha dilakukan negara untuk tetap menjaga keamanan dan stabilitas negara dengan menetapkan peraturan-peraturan tentang keimigrasian, walau masih banyak terdapat celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu secara ilegal demi kepentingan pribadi, sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia dalam mengatasi permasalahan kejahatan transnasional.

Akses yang gampang dan peraturan yang mudah dipermainkan menimbulkan suatu praktek kejahatan lintas negara dengan berbagai modus operandi. Berbagai inovasi telah dilakukan oleh para pelaku kejahatan lintas negara melalui berbagai kemasan yang teroganisir dengan melibatkan banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Kejahatan lintas negara yang dikenal dengan istilah kejahatan transnasional menimbulkan banyak kerugian bagi suatu negara, bahkan bagi daerah-daerah tertentu di dalam negara tersebut. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang memiliki potensi terjadinya praktek kejahatan transnasional. Realitas ini disebabkan bukan hanya didorong oleh faktor perdagangan bebas yang terbuka lebar atau lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Akan tetapi juga didukung oleh letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Sehingga, memiliki banyak pintu masuk: bandara, pelabuhan, batas darat dan perairan. Selain itu, Indonesia yang juga memiliki garis pantai sangat panjang yang terletak pada posisi silang jalur lalu lintas dagang dunia menyebabkannya berpotensi kuat terjadinya kejahatan transnasional.

Besarnya potensi terjadinya kejahatan transnasional di Indonesia ini merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian dan kajian yang mendalam terhadap masalah-masalah yang terkait dengan kejahatan lintas negara yang melanda Indonesia terutama people smuggling dengan menjadikan Indonesia sebagai transit menuju Australia. Hal ini secara jelas melanggar ketentuan-ketentuan resmi dari negara Australia sebagai tindakan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini disebabkan, para imigran diperlakukan dengan tidak baik dengan kondisi perjalanan yang tidak manusiawi; ditumpuk dalam angkutan (umumnya perahu) yang penuh dan sesak, dan sering terjadi kecelakaan yang fatal yang menyebabkan terjadinya korban jiwa bagi people smuggling. Para people smuggling secara tidak langsung dieksploitasi oleh pihak tertentu demi keuntungan materil (smuggler). Pemerintahan Australia menyatakan bahwa selama periode dari tahun 2011 hingga tahun 2013 kecenderungan dalam aktivitas people smuggling terus berkembang, ditunjukkan dengan peningkatan yang signifikan terhadap jumlah pendatang yang tidak sah dengan menggunakan perahu memasuki wilayah Australi melalui Indonesia.

Di Indonesia, hingga tahun 2010 kasus people smuggling terus meningkat dengan berbagai modus operandi. Jumlah kasus imigran gelap yang masuk ke Indonesia selama periode Bulan Januari hingga Bulan Mei, tahun 2010 mencapai 61 kasus. Angka ini merupakan peningkatan yang sangat signifikan karena mencapai hampir 100% dari jumlah kasus ditahun sebelumnya, yaitu sebesar 31 kasus. Jumlah imigran gelap yang masuk ke Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 5,7%, atau meningkat sebesar 67 orang sehingga jumlah imigran pada tahun 2010 adalah 1.245 imigran, sedangkan di tahun 2009 adalah 1.178 imigran. Selain itu, Direktorat Jenderal Imigrasi juga mencatat

Page 3: Draf jurnal people smuggling

3

bahwa Pemerintah Indonesia mengirimkan kembali para imigran ke negara asal, sedikitnya 1.290 orang imigran gelap, setiap tahunnya (http://www.antaranews.com/ 3 Mei 2013). People smuggling sesungguhya berangkat dari adanya dorongan untuk menjadi imigran gelap. Oleh karena itu, sebab-sebab yang memunculkan terjadinya imigran gelap dapat pula menjadi sebab-sebab munculnya tindakan penyelundupan manusia.

Banyaknya praktek penyelundupan manusia juga disebabkan oleh para imigran yang terbuai bujuk rayu para agen penyelundup (smuggler). Selain itu, faktor eksternal yang berasal dari negara tujuan juga menjadi alasan utama bagi imigran gelap untuk berpindah dari negara asal, diantaranya adalah konflik berkepanjangan dan sistem ekonomi negara tujuan yang stabil. Sehingga, para imigran memiliki pemahaman bahwa negara tujuan mereka nantinya akan lebih baik, dimana mereka akan mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak. Di negara-negara tujuan, para pelaku usaha dengan senang hati menyambut dan memanfaatkan jasa pekerja ilegal karena upah mereka yang jauh lebih rendah daripada pekerja di dalam negeri (Jean B. Grossman, 1984: 243)

B. Perumusan MasalahPeople smuggling menjadi lahan bisnis tersendiri yang sangat menguntungkan. Diperkirakan

setiap tahunnya dapat menghasilkan keuntungan sebesar lima hingga sepuluh juta dolar. Berdasarkan perkiraan tersebut, setidaknya satu juta imigran harus membayar rata-rata sebesar lima hingga sepuluh ribu dolar secara paksa ketika melintasi perbatasan antar negara. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mencatat bahwa penyelundupan manusia, yang merupakan “sisi gelap” dari globalisasi, adalah sebuah bisnis besar yang kian tumbuh dan berkembang (Philip Martin & Mark Miller, 2000: 969). Selain itu, people smuggling juga menimbulkan masalah tersendiri bagi negara tempat mereka meminta suaka. Hal ini juga melanda negara Indonesia. Banyak para imigran gelap yang diselundupkan dengan negara tujuan ke Australia, melewati perairan Indonesia sehingga Indonesia terkena imbasnya. Namun demikian, maraknya kejadian penyelundupan manusia yang berhasil dideteksi oleh aparat keamanan ternyata dapat terjadi dengan adanya kontribusi dari orang Indonesia sendiri. Salah satunya adalah nelayan-nelayan Indonesia yang dilibatkan dalam usaha menyelundupkan para imigran tersebut dengan diming-imingi sejumlah uang. Masalah penyelundupan manusia yang melanda Indonesia semakin serius. Jika pada awalnya para imigran gelap yang tertangkap oleh aparat keamanan Republik Indonesia di perbatasan wilayah negara adalah merupakan kelompok yang memiliki tujuan untuk ke negara Australia, dan menjadikan Indonesia sebagai negara transit saja, kini malah negara Indonesia yang menjadi tujuan utama.

Dalam konteks Indonesia, yang menjadi faktor penarik untuk terjadinya praktek kejahatan ini antara lain adalah keadaan geografis Indonesia yang luas, tetapi kekurangan satuan tugas pengamanan wilayah; Indonesia adalah negara yang strategis sebagai tempat transit sebelum sampai ke negara tujuan, seperti Australia. Indonesia, yang belum menandatangai Konvensi Jenewa Tahun 1951 dan Protokol Tahun 1967, posisinya sangat lemah dalam mengatasi masalah para pencari suaka dan pengungsi dari negara lain karena tidak memiliki peraturan nasional yang secara khusus membahas masalah tersebut. Selain itu, keberadaan UNHCR di Jakarta membuat Pemerintah Republik Indonesia merujuk setiap orang asing yang masuk dengan alasan mencari suaka ke UNHCR untuk melaksanakan penentuan status pengungsi. Pemerintah Indonesia mengizinkan para imigran untuk menetap di Indonesia hingga didapatkan suatu solusi (http://www.unhcr.or.id). Oleh karenanya para imigran gelap merasa aman untuk datang dan tinggal di Indonesia; memasuki wilayah Indonesia dengan memanfaatkan keberadaan UNHCR dengan dalih mencari suaka.

Meningkatnya jumlah imigran gelap, sebagian besar berasal dari Timur Tengah dan Asia selatan, mendarat di pantai barat dan terutama di Pulau Christmas, yang terletak relatif dekat dengan kepulauan

Page 4: Draf jurnal people smuggling

4

Indonesia. Pulau Christsmas adalah suatu pulau yang merupakan pusat casino di Australia, tetapi sisi lain pulau tersebut merupakan tempat para imigran ditahan di suatu Rumah Detensi Imigrasi yang benar-benar layak huni dan nyaman sebelum mereka memperoleh kewarganegaraan secara selectif, dalam suatu konvensi internasional Australia merupakan salah satu negara yang memiliki komitmen untuk membantu para imigran (pengungsi korban perang dan pencari suaka) yang memasuki negaranya. Sebagian besar pengungsi dari Asia pertama kali masuk ke Malaysia, di mana mereka akan dibawa ke selatan sebelum menyeberang dengan kapal feri ke Pulau Batam, Indonesia. Dari sana, tujuan selanjutnya adalah mencapai Kota Jakarta dan melanjutkan ke pulau-pulau Indonesia bagian selatan, seperti Pulau Bali, Pulau Flores atau Lombok. Dan dari pulau-pulu ini nantinya mereka akan terus melanjutkan perjalan menuju negara Australia (Interpol, op cit). Jalur lain juga ditemukan melalui Lautan Hindia langsung menuju Kota Medan, tanpa melalui Malaysia, kemudian terus menuju bagian Selatan Pulau Sumatera. Dari arah Utara, yaitu Laut Cina Selatan, para imigran gelap juga ditemukan, yang langsung menuju Wilayah Jambi dan Sumatera Selatan, kemudian melanjutkan perjalan dengan arah yang sama ke Jawa, lanjut ke Sulawesi Selatan, ke wilayah Kepulauan Sunda Kecil, dan terus menuju negara Australia. Para imigran gelap yang teroganisir oleh para penyelundup manusia ini umumnya berasal dari Asia Selatan, seperti India, China, atau Asia Timur Tengah, seperti Iran, Irak, Afghanistan, juga dari Afrika. Mereka menjadikan negara-negara di Asia Tenggara sebagai negara transit, umumnya Malaysia dan Indonesia, yang meruakan lalu lintas perdagangan dunia, dan berharap akan mendapat bantuan dengan dikrimkannya mereka ke negara-negara ketiga, seperti ke Australia, Negara-negara maju di Eropa Barat, Amerika, dan Kanada.

Dalam penelitian ini akan dibahas salah satu masalah kejahatan transnasional yang perlu mendapat perhatian dari kebijakan yang ada di Indonesia, terutama people smuggling. Banyaknya pemberitaan di media yang mengabarkan tentang imigran gelap yang singgah di Indonesia, atau orang asing dari negara lain yang meminta suaka ke Indonesia, menegaskan bahwa people smuggling merupakan salah satu masalah yang cukup serius. Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah people smuggling yang belum tertangani dengan baik, telah memberikan banyak kerugian yang signifikan bagi Indonesia. Penelitian ini membatasi diri pada Provinsi Sulawesi Selatan yang dijadikan jalur bagi pelaku sendikat people smuggling, terutama di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba.

Berangkat dari batasan tersebut di atas, penelitian ini merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pola jaringan dan modus operandi people smuggling di Kota Makassar?2. Bagaimana pola jaringan dan modus operandi people smuggling di Kabupaten

Bulukumba?3. Apa kewenangan Pemerintah Daerah melalui kebijakan yang telah disusun Pemerintah

Indonesia terhadap penagganan masalah people smuggling di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba?

4. Apa alternatif pemecahan masalah (rekomendasi kebijakan) yang dapat diberikan dalam mengatasi masalah people smuggling, khususnya di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba?

C. Tujuan Penelitian1. Untuk megetahui dan menjelaskan pemetaan pola jaringan dan modus operandi people

smuggling yang terjadi di Kota Makassar.2. Untuk megetahui dan menjelaskan pemetaan pola jaringan dan modus operandi people

smuggling yang terjadi di Kabupaten Bulukumba.

Page 5: Draf jurnal people smuggling

5

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan keterlibatan Pemerintah daerah, khususnya Pemerintahan di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumban dalam usahanya mengatasi masalah people smuggling, mengingat keterlibatan mendalam nelayan sebagai bagian dari sindikat people smugling.

4. Untuk menemukan solusi sebagai rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dalam menghadapi masalah yang dimaksud guna mengoreksi kebijakan yang telah ada.

D. Keutamaan Penelitian1. Memberi informasi mengenai pola jaringan dan modus operandi people smugling yang

terjadi di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba.2. Memberi informasi mengenai kesiapan yang dimiliki Pemerintah Kota Makassar dan

Pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam hal sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, maupun prangkat hukum untuk penanganan people smugling sebagai kejahatan berbahaya. Di samping itu, memberi informasi mengenai tantangan penanganan people smugling yang dihadapi Pemerintah Kota Makassar dan Pemerintah Kabupaten Bulukumba.

3. Sebagai bahan acuan perumusan kebijakan (policy study) bagi pemerintah daerah untuk memutus mata rantai jaringan sindikat people smugling dan menggagalkan modus operandi people smugling sehingga ditemukan solusi bagi masalah yang menjadi kendala pemerintah daerah dalam menangani people smugling.

E. Signifikansi Penelitian1. Diharapkan sebagai bahan kajian masalah internasional, khususnya bagi peminat dan peneliti

masalah-masalah hubungan internasional, mahasiswa, dan umumnya bagi masyarakat luas.2. Diharapkan sebagai bahan informasi bagi stakeholder; baik Departemen Luar Negeri RI,

institusi pemerintahan Propinsi Sulawesi Selatan, khususnya Kota Madya Makassar dan Kabupaten Bulukumba; maupun institusi swasta, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal dan internasional yang terkait dalam obyek penelitian.

3. Diharapkan sebagai bahan evaluasi Undang-Undang No 15 Tahun 2009, Undang-undang nomor 6 tahun 2011 pasal 113 tentang keimigrasian, atau UU nomor 9 tahun 1992 pasal 48 tentang keimigrasian ( undang-undang lama).

4. Diharapkan output penelitian ini akan dipublikasikan dalam jurnal nasional yang terakreditasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejahatan TransnasionalIstilah “transnasional crime” pertama kali digunakan pada konferensi PBB tentang kejahatan

dan hukum kriminal (United Nation Crime and Criminal Justice Branch) pada tahun 1974 sebagai bahan kajian diskusi di dalam salah satu forumnya. Kemudian pada tahun 1995, PBB memberikan satu konsep tentang kejahatan transnasional sebagai “offenses whose inception, prevention and or direct effect of direct effect involved more one country” (United Nations, 1995). Kejahatan transnasional atau transnasional crime harus dibedakan dengan kejahatan internasional. PBB memberikan ruang lingkup pada kejahatan transnasional dengan memberikan batasan-batasan pada tindak criminal internasional yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan transnasional yaitu kejahatan (dalam hal ini tidak

Page 6: Draf jurnal people smuggling

6

melibatkan suatu pemerintah atau negara) tersebut harus terjadi melintasi batas dari territorial yurisdiksi hukum suatu negara.

Menurut PBB (Palermo Convention, 2000): Transnational crime is a structured group of three or more persons, existing for a period of time and acting in concert with the aim of committing one or more serious crimes or offences established in order to obtain, directly or indirectly, a financial or other material benefit.UN (1990): organized crime is the large-scale and complex criminal activity carried on by groups of persons, however loosely or tightly organized, for the enrichment of those participating and at the expense of the community and its members. Mueller dalam Transnational crime: Defenitions and Concepts (1990): offences whose inception, prevention, and/or direct or indirect effects involve more than one country.

Menurut PBB Transnational Organized Crime tahun 2000, kejahatan bisa disebut bersifat transnasional jika: (1) dilakukan di lebih dari satu negara, (2) persiapan, perencanaan, pengarahan dan pengawasan dilakukan di negara lain, (3) melibatkan organized criminal group dimana kejahatan dilakukan di lebih satu negara, dan (4). berdampak serius pada negara lain. PBB mengidentifikaskan kejahatan transnasional dalam 18 bagian, yaitu: money loundring, terrorist activities, theft of art and cultural objects, theft of intellectual property, illicit traffic in arms, sea piracy, hijacking on land, insurance fraud, computer crime, environmentalcrime, trafficking in persons, trade human body parts, illicit drug trafficking, fraudulent bankkrupty, infiltration of legal bussines, corruption, bribery of public officials, of offences commited by organized criminal grups (United Nations, 1995).

Dari pemaparan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kejahatan transnasional merupakan suatu permasalahan yang menyangkut masalah yurisdiksi hukum yang penyelesaiannya sangat kompleks disebabkan oleh adanya perbedaan yang signifikan pada yurisdiksi hukum setiap negara yang terlibat, jika dibandingkan dengan kejahatan internasional yang dapat diidentifikasi dengan jelas dan penyelesaiannya dapat dilakukan dengan menggunakan hukum internasional.

B. People SmugglingPhilip Martin dan Mark Miller menyatakan bahwa smuggling merupakan suatu istilah yang

biasanya diperuntukkan bagi individu atau kelompok, demi keuntungan, memindahkan orang-orang secara tidak remsi (melanggar ketentuan Undang-Undang) untuk melewati perbatasan suatu negara. Sedangkan PBB dalam sebuah Konvensi tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi memberikan definisi dari smuggling of migrants sebagai sebuah usaha pengadaan secara sengaja untuk sebuah keuntungan bagi masuknya seseorang secara ilegal ke dalam suatu negara dan/atau tempat tinggal yang ilegal dalam suatu negara, dimana orang tersebut bukan merupakan warga negara atau penduduk tetap dari negara yang dimasuki. Sedangkan pengertian people smuggling, merujuk kepada gerakan ilegal yang terorganisasi dari sebuah kelompok atau individu yang melintasi perbatasan internasional, biasanya dengan melakukan pembayaran berdasarkan jasa. Penyelundupan migrant merupakan suatu tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, guna memperoleh suatu keuntungan finansial atau material lainnya dengan cara memasukkan seseorang yang bukan warga negara atau penduduk tetap suatu negara tertentu secara ilegal (illegal migration) ke negara tersebut (Martin & Miller dalam Chiswick, 2011).

Illegal migration diartikan sebagai suatu usaha untuk memasuki suatu wilayah tanpa izin. Imigran gelap dapat pula berarti bahwa menetap di suatu wilayah melebihi batas waktu berlakunya izin tinggal yang sah atau melanggar atau tidak memenuhi persyaratan untuk masuk ke suatu wilayah secara sah (Hanson, 2007: 3-8). Terdapat tiga bentuk dasar dari imigran gelap. Yang pertama adalah yang melintasi perbatasan secara ilegal (tidak resmi). Yang kedua adalah yang melintasi perbatasan dengan cara, yang secara sepintas adalah resmi (dengan cara yang resmi), tetapi sesungguhnya

Page 7: Draf jurnal people smuggling

7

menggunakan dokumen yang dipalsukan atau menggunakan dokumen resmi milik seseorang yang bukan haknya, atau dengan menggunakan dokumen remsi dengan tujuan yang ilegal. Dan yang ketiga adalah yang tetap tinggal setelah habis masa berlakunya status resmi sebagai imigran resmi (Heckmann, 2004: 1106).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa terdapat tiga unsur penting yang harus ada (baik secara terpisah maupun tidak) untuk menyatakan suatu tindakan tersebut tergolong people smuggling, yaitu harus ada kegiatan melintasi tapal batas antar negara, aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang bersifat ilegal, dan kegiatan tersebut memiliki maksud untuk mencari keuntungan.

Menurut Undang-undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian pasal 1(32) yang dimaksud dengan penyelundupan manusia (people smuggling) adalah perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk orang lain yang membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau kelompok orang baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki wilayah Indonesia atau keluar wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu, atau tanpa menggunakan dokumen perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak.

Penyelundupan Manusia memiliki unsur Proses, Cara dan Tujuan (PCT). Unsur Proses adalah aktivitas pemindahan seseorang. Unsur Cara adalah tidak ada unsur penyelewengan persetujuan kehendak pribadi maupun dengan penggunaan kekerasan, umumnya calon migrant mencari dan memulai kontak dengan penyelundup sendiri dengan menyadari tujuannya, yaitu untuk melintasi batas suatu negara secara ilegal. Sedangkan unsur Tujuan yaitu selalu ada nilai mendapatkan keuntungan berupa financial dan pelaksanaannya untuk tujuan melintasi perbatasan negara yang dilakukan secara ilegal. Penyelundupan manusia (People Smuggling) dapat diartikan mencari untuk mendapat, langsung maupun tidak langsung, keuntungan finansial atau materi lainnya, dari masuknya seseorang secara ilegal ke suatu bagian negara dimana orang tersebut bukanlah warga negara atau memiliki izin tinggal. Masuk secara ilegal berarti melintasi batas negara tanpa mematuhi peraturan/perijinan yang diperlukan untuk memasuki wilayah suatu negara secara legal.

Setelah pemilahan kejadian berdasarkan modus operandi yang ada, maka sangat penting bagi petugas penegak hukum untuk mengetahui hal penting tentang objek dari penyelundupan manusia ini, agar tidak disaiah artikan oleh penegak hukum dalam pelaksanaan penyidikan yang akan dilakukan. Dalam hukum pidana, dikenal istitah pelaku kejahatan, korban kejahatan. Ketentuan perundang-undangan keimigrasian tidak mendifinisikan mengenai korban kejahatan, karena memang dalam pelanggaran atau tindak pidana keimgrasian tidak ada korban manusia yang dirugikan tetapi yang dirugikan adalah negara (Zhang, 2007). Dengan demikian dalam penyelidikan maupun penyidikan, agar tidak menjadi sesuatu yang rancu baik dalam tingkat penuntutan maupun peradilan nantinya, maka orang yang diselundupkan akan tetap disebut sebagai orang yang diselundupkan, bukan sebagai korban. hal ini didasarkan beberapa alasan yaitu:

a.) Orang yang diselundupkan secara keadaan manyatakan keinginannya untuk menyeberang ke negara lain secara illegal, yang artinya tidak ada unsur paksaan untuk menyelundupkan dirinya sendiri.

b.) Orang yang diselundupkan tahu bahwa perbuatan yang dilakukan adalah salah, namun masih tetap ingin melakukannya karena desakan keadaan yang ada di negaranya, sampai-sampai orang yang diselundupkan mau membayar agar dirinya dapat diselundupkan.

Page 8: Draf jurnal people smuggling

8

c.) Dalam Undang-undang Keimigrasian orangyang melintas masukatau keluar wilayah negara Republik Indonesia tanpa melalui tempat pemeriksaan imigrasi atau pemeriksaan pejabat imigrasi yang berwenang, maka orang tersebut dapat dikenakan pasal 113 Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, atau sama dengan pasal 48 UU nomor 9 tahun 1992 tentang keimigrasian ( undang-undang lama) yang mana hal ini merupakan sebuah tindak pidana.

Namun demikian karena ada protocol against the smuggling of migrants by land, sea and air, supplementing the united nations convention against transnasional organized crime (protokol menentang penyelundupan migran melalui darat, laut, dan udara melengkapi konvensi P8B menentang tindak pidana transnasional yang terorganisasi) di mana dalam pasal 5 protokol tersebut dinyatakan bahwa migran tidak dapat dikenai tanggung jawab pidana karena mereka adalah objek dari tindak pidana yang telah ditetapkan dalam protokol ini yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan menerbitkan UU nomor 5 tahun 2009 dan UU nomor 15 tahun 2009, maka migran tidak dapat dijadikan tersangka (Letschert & Van Dijk, 2010).

Tidak dapat dijadikan tersangka disini mengandung arti bahwa sebenarnya mereka adalah tersangka dalam tindak pidana keimigrasian dalam hal masuk ke Indonesia secara ilegal dan ketiadaan kepemilikan dokumen keimigrasian di Indonesia, namun karena dilindungi oleh protokol PBB maka orang yang diselundupkan tidak dapat dijadikan tersangka, yang tidak dapat diartikan kemudian menjadi korban daiam tindak pidana ini karena mereka adalah klien dari si smuggler dalam kejahatan ini. Sedangkan untuk tindak pidana lain maka terhadap imigran yang melakukan tindak pidana diberlakukan ketentuan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

Indonesia sebagai negara yang terletak di antara dua benua terkena imbas dan kemalangan dalam menghadapi para imigran gelap. Hal ini disebabkan negara seperti Australia dan Malaysia memiliki Undang-Undang yang tegas dalam menangani people smuggling sementara Indonesia tidak memilikinya. Posisi lemah hukum yang dimiliki oleh Indonesia dalam menanggulangi masalahpeople smuggling ini yang kemudian menyebabkan Indonesia tidak lagi menjadi negara transit bagi para imigran yang berasal dari Timur Tengah menuju Australia. Indonesia yang dikenal ramah dan baik dalam menangani para imigran kemudian malah menjadi negara tujuan dan target untuk mencari suaka bagi para imigran, agen-agen penyelundup pun memang sengaja menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penyelundupan manusia. Para imigran memanfaatkan kelemahan yang dimiliki Indonesia, seperti memanfaatkan medan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan memasuki pintu-pintu yang tiak resmi, memanfaatkan keberadaan UNHCR di Jakarta, bahkan menjadikan korban perang sebagai alasan bahwa Indonesia hanya sebagai negara transit sebelum ke Australia, padahal sesungguhnya tujuannya memang ke Indonesia.

Berbagai usaha telah dilakukan oleh pihak-pihak yang berkewajiban, seperti lembaga kepolisian. Langkah-langkah yang dilakukan oleh polisi selama ini adalah dengan melakukan penangkapan terhadap para imigran gelap dan para penyelundup, tetapi seperti yang telah diketahui bahwa proses penyidikan tidak menggunakan Undang-Undang khusus, tetapi Undang-Undang kemigrasian sehingga hasil yang didapatkan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Kerjasama Pemerintah RI dan Polri dalam menangani kasus imigran gelap dengan IOM dan UNHCR juga tidak maksimal, karena pada waktu tertentu UNHCR tidak dapat selalu memberikan solusi. UNHCR tidak dapat semerta-merta selalu mengeluarkan surat mengenai status kepengungsian, sedangkan IOM tidak dapat memberikan bantuan kepada Indonesia terkait dengan usaha memulangkan para imigran yang tidak mendapatkan status.

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe PenelitianYin (1996), secara tegas mengkategorikan studi kasus ke dalam tiga kategori, yakni: studi kasus

eksplanatoris, eksploratoris dan deskriptif. Penelitian yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan

Page 9: Draf jurnal people smuggling

9

tipe eksplanatoris yang bertujuan untuk menjelaskan menjelaskan belakang yang menyebabkan terjadinya praktek penyelundupan orang dengan melibatkan para nelayan, sehingga menimbulkan masalah bagi Indonesia dengan melihat dan menilai kebijakan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia dengan melakukan pemetaan pola jaringan dan modus operandi people smuggling yang terjadi di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba dalam usahanya mengatasi masalah people smuggling. Di samping itu, untuk mengevaluasi Kebijakan Pemerintah Indonesia dengan menemukan solusi kebijakan yang dapat diberikan dalam menghadapi masalah yang dimaksud guna mengoreksi kebijakan yang telah ada.

B. Sumber Data Sumber data utama yang diperlukan dalam penelitian ini dapat diklasifikasi ke dalam dua jenis

data yang dibutuhkan untuk menjaga keutuhan terhadap obyek penelitian yang meliputi:1. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui obeservasi dan wawancara dari informan secara

mendalam guna mendapatkan informasi yang obyektif yang berkaitan dengan people smuggling yang terjadi di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar dan kabupaten Bulukumba.

2. Data skunder, adalah data yang dapat diperoleh dari beberapa sumber baik berupa: jurnal, buku, laporan tertulis dan dokumen-dokumen berkaitan dengan obyek yang diteliti, terutama pengenalan dan penanganan pola jaringan sindikat serta modus operandi people smuggling.

C. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dimana dalam menggambarkan permasalahan yang diteliti tergantung pada validitas data informan yang memberikan informasi dalam penelitian ini. Untuk itu, penelitian ini akan menggunkan beberapa teknik pengumpulan data sebagaimana yang diungkapkan oleh Yin, data untuk keperluan studi kasus dapat berasal dari enam sumber, yaitu: (1) dokumen, (2) rekaman arsip, (3) wawancara, (4) pengamatan langsung, (5) observasi partisipan, dan (6) perangkat-perangkat fisik. Dari enam sumber data di atas, dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data melalui: (1) dokumen, (2) rekaman arsip, (3) wawancara, dan (4) pengamatan langsung.

1. DokumenTeknik dokumentasi digunakan dalam penelitian ini untuk penelusuri berbagai dokumen tertulis

yang berkaitan dengan fokus penelitian, terutama yang menyangkut wewenang dari pemerintah daerah dalam mengatasi people smuggling. Di mana teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini menitik beratkan melalui catatan-catatan atau arsip-arsip yang relevan dengan penelitian ini melalui analisis konten.

2. Rekaman ArsipDengan melakukan penelitian terhadap rekaman arsip tentang kebijakan daerah melalui peraturan

pemerintah daerah dalam menindaklanjuti Undang-Undang Imirasi No 9/1992. Undang-Undang No 15 Tahun 2009, Indonesia telah mengesahkan tentang ratifikasi protokol menentang penyelundupan manusia (people smuggling). Rekaman arsip yang akan diteliti, meliputi rekaman arsip baik melalui media cetak maupun media elektronik tentang kesiapan dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya Pemerintah Daerah Kota Makassar dan Kabupaten Bulikumba yang menyangkut penganganan people smuggling. Dengan demikian, rekaman arsip tersebut dapat memperkuat analisis dalam penelitian ini.

3. WawancaraPenentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling (sampel bertujuan) dengan

pertimbangan informan yang dipilih dipandang mengetahui secara jelas terhadap permasalahan yang

Page 10: Draf jurnal people smuggling

10

akan diteliti (Umar, 2002: 131) Untuk keperluan penelitian ini maka informan tersebut dianggap mengetahui secara jelas dan mendalam tentang berbagai aspek mengenai Kebijakan Indonesia dalam mengatasi people smuggling. Sedangkan, teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini mengutamakan teknik wawancara melalui interview guide yang sebelumnya sudah disusun oleh peneliti guna menjaga validitas data yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, informan yang akan diwawancarai dibagi dalam dua kategori. Pertama, wawancara terhadap tokoh-tokoh yang mewakili lembaga yang terkait dengan masalah penelitian. Kedua, wawancara terhadap tokoh-tokoh masyarakat dan akademisi yang dianggap mengetahui permasalahan people smuggling. 4. Pengamatan Langsung

Merupakan pengamatan atau pencatatan sistematik mengenai fenomena-fenomena yang akan diteliti. Penelitian observasi secara luas, sebenarnya tidak hanya terbatas pada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun langkah-langkah observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

• Mengamati langsung kasus people smuggling di daerah penelitian.• Mengamati perkembangan daerah penelitian melalui media.• Melakukan pra penelitian di daerah penelitian.

F. Teknik Analisis DataSalah satu masalah yang dianggap penting dalam menganalisa suatu fenomena dalam

hubungan internasional adalah tingkat analisis (level of analysis). Bruce Russett dan Harvey Starr (1985) menawarkan enam tingkat analisis: individu (personal), individu (dalam peran sebagai pembuat keputusan), struktur pemerintah, masyarakat, jaringan pembuat keputusan dan sistem dunia. Penelitian ini akan menggunakan unit analisis struktur pemerintah dan jaringan pembuat keputusan karena ke-dua unit analisis ini merupakan yang paling berkompeten dalam menganalisis wewenang pemerintah daerah dalam mengadakan kerjasama dan hubungan luar negeri.

Disamping itu, analisis data dilakukan melalui proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Dimana, analisis ini dilakukan secara kualitatif yang bertujuan membuat penjelasan secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat dan fenomena yang diteliti melalui studi dokumentasi, obsevasi dan wawancara yang mendalam dari para informan untuk mendalami kasus ini.

Berikut ini bagan proses perumusan hubungan luar negeri yang diadaptasi untuk kepentingan penelitian ini, lihat bagan 3.1 di bawah ini:

Bagan 3.1: Kerangka Penelitian

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMERINTAHANDAERAH

OTONOMI DAERAH

DEPARTEMENDALAM NEGERI

DEPARTEMENLUAR NEGERI

KONDISI EKSTERNAL

KONDISI People

Smuggling

AustraliaIranIrak

Bahrain

Page 11: Draf jurnal people smuggling

11

A. Modus Operandi dan Pola Jaringan People smuggling Di Kab. Bulukumba Dan Kota Makassar

Hal pertama yang mesti dijelaskan ketika pembahasan tentang modus operandi dan pola jaringan people smuggling mengemuka adalah kesadaran bahwa people smuggling merupakan urusan bisnis, bisnis menggiurkan yang sangat besar. Sama besar bahkan hampir mengalahkan bisnis narkotika.3 Sama seperti bisnis manapun, para pelaku (sindikasi) people smuggling terikat relasi trust dan distrust (dalam bentuk persaingan bisnis. Ini salah satu celah yang dimanfaatkan oleh polisi; polisi terkadang sanggup menggagalkan satu “paket kiriman” disebabkan bocornya informasi yang disebabkan oleh lawan bisnis yang merasa tersaingi ) satu sama lain serta terlibat relasi trust dan distrust dengan mitra kerjanya, yakni manusia selundupan yang menggunakan jasa mereka (dalam banyak kasus manusia selundupan dengan sengaja mempengaruhi manusia selundupan lainnya agar “pindah paket kiriman” dengan alasan “paket kiriman”nya lebih profesional, lebih bisa dipercaya serta lebih terbukti keberhasilannya).4

Sindikat people smuggling dan mitra kerjanya yakni manusia selundupan terikat dalam relasi sosial ekonomi yang benar-benar bertumpu di atas trust yang sangat tipis; manusia selundupan hanya menyerahkan setengah uang jasa dari total harga yang disepakati kepada penyelundup. Sisanya tetap dipegang oleh sanak keluarga manusia selundupan di kampung halaman (ini bisa terbaca sebagai uang jaminan jika penyelundupan gagal dilakukan). Setengah tarif tersebut baru akan ditransfer jika manusia selundupan telah benar-benar mencapai tujuan, yakni Australia atau Selandia Baru.5

Secara general kategoris, terdapat dua jenis sindikat people smuggling; agen internasional dan agen lapangan (pada gilirannya agen lapangan terbagi-bagi lagi sesuai kondisi dan situasi; agen koordinator yang menghubungkan agen internasional dengan agen lapangan paling bawah).6 Agen internasional biasanya adalah mantan manusia selundupan (kebanyakan berasal dari Irak, Afganistan dan Sudan dan negara-negara lainnya yang mengalami kondisi dishumane) yang telah berhasil mencapai Australia dan Selandia Baru. Ketika menyadari posisi dirinya sebagai orang lapangan yang mengetahui kondisi, orang-orang ini pun memanfaatkan informasi dan skillnya guna meraup untung; dia pulang kampung, menyebar informasi tentang surga bernama Australia dan Selandia Baru, berjanji akan menyeberangkan, lalu menunggu teleponnya berdering.7

Selanjutnya agen internasional ini mencari, membangun dan mengevaluasi jaringan agen lokal (biasanya orang Malaysia, Indonesia [jika paket kiriman masuk dari arah Sabah Malaysia maka dibutuhkan sekurang-kurangnya tiga agen lokal berkebangsaan Indonesia]) dan Australia yang terdiri dari individu-individu yang dinilai sanggup mencari, menyediakan dan mengamankan seluruh fasilitas penyelundupan yang dibutuhkan agar “paket kiriman” bisa selamat tiba di Australia; dokumen palsu, mobil dengan tipe dan karakter tertentu seperti kaca Ryben 80%, rumah/hotel yang bisa dengan aman ditempati 2-5 hari [biasanya rumah/hotel ini dilengkapi dengan internal parking berupa garasi yang tertutup dari pandangan publik], kapal perahu dengan bensin/solar, air, makanan/ransum yang diperkirakan bisa mencukupi kebutuhan hingga tiba di tujuan.8

Biasanya agen internasional tidak berhubungan langsung (baik dengan HP maupun face to face) dengan agen lokal yang berposisi sangat operasional, melainkan hanya berkomunikasi dengan agen koordinator melalai HP. Sehari-hari, agen koordinator ini biasanya berprofesi “timur tengah”

3Wawancara dengan Bapak Edho, Inspektur Polisi pada INTELKAM POLDA SULSEL, 5 September 2014

4Ibid5Ibid6Ibid7Ibid8Ibid

Page 12: Draf jurnal people smuggling

12

seperti pedagang karpet, penjual bahan dan alat ritual keberagamaan. Pun agen koordinator sebenarnya sedang belajar melalui pengalaman agar dia di kemudian hari bisa juga berperan sebagai agen internasional.9

Pada titik inilah, yakni ketika agen lokal membutuhkan sarana penyeberangan laut menuju Australia dan Selandia Baru, nelayan Bulukumba dan nelayan Makassar terlibat, dengan atau tanpa kesadaran tentang tindakan mereka. Keterlibatan nelayan Bulukumba dan Makassar mengambil bentuk a) pembuat dan penjual perahu Phinisi menerima order pembuatan perahu Phinisi dengan spesifikasi tidak wajar yakni dipasangi double machine berkecepatan 48 knot/jam (“kecepatan segitu kalau sudah di air, biarkan saja, mustahil terkejar, jangankan oleh kami, polisi, TNI saja tidak akan sanggup mengejarnya”10) dan lambung perahu yang dibuat dibuat lebih tebal dari biasanya (sebab nantinya akan digunakan sebagai penahan kapasitas berlebih, seperti ranjang bagi manusia selundupan, cadangan air minum dan ransum serta hal-hal lain yang dibutuhkan agar penyelundupan berhasil). Business order perahu Phinisi ini susah ditolak oleh nelayan Bulukumba, sebab disamping ketidaktahuan mereka tentang penggunaan perahu Phinisi buatan mereka pasca pembelian, nelayan Bulukumba pun susah menolak kibasan uang kertas Dollar Amerika yang menghijau di depan mata mereka;11

b). nelayan Bulukumba dan Makasar terlibat sindikasi people smuggling dalam bentuk menyediakan dirinya sebagai navigator dan operator kemudi perahu Phinisi menuju Australia dan Selandia Baru. Dalam skema ini, kesadaran bertindak para nelayan Bulukumba (lazimnya mereka melaut menuju pelabuhan Ancol dan Sunda kelapa di DKI Jakarta pulang pergi ke pelabuhan-pelabuhan rakyat di sepanjang garis pantai Bulukumba dan Makassar) tentang bahaya penyelundupan manusia (keyakinan bahwa mereka adalah pelaut ulung di atas perahu tangguh warisan leluhur memberi mereka rasa percaya diri mengarungi laut) dan resiko hukum yang menanti mereka telah ada (“kondisi di penjara Australia kondisinya sama dengan rumah kita di Indonesia”), namun masih sangat minim dikarenakan desakan upah/honor berbentuk dollar Amerika yang sangat melimpah.12

B. Alternatif Pemecahan Masalah (Rekomendasi Kebijakan) Dalam Mengatasi Masalah People Smuggling Di Kota Makassar Dan Kabupaten Bulukumba

Berdasarkan hasil penlitian di lapangan mengenai pola dan jaringan People smuggling di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba maka peneliti merekomendasikan beberapa saran untuk perbaikan penanganan penanggulangan praktik people smuggling utamanya bagi pemerintah, aparat dan pihak terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Saran ini ditujukan agar penanggulangan yang dilaksanakan sebelumnya di mana masih terdapat kekurangan akan dapat dibenahi di masa mendatang.

Upaya penanggulangan praktik ilegal people smuggling adalah sebagai berikut;1. Pembentukan unit gabungan penanganan melalui kerjasama Pemerintah Kota/PEMDA,

POLRESTABES/POLRES, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Departemen Perhubungan, serta Imigrasi. Fenomena People smuggling di Kota Makassar da Kabupaten Bulukumba cenderung terjadi disebabkan oleh penanganan yang dilakukan berlangsung dalam wujud operasi yang sektoral di masing-masing institusi pemerintah. Kondisi tersebut menyebabkan setiap kasus yang dihadapi tidak maksimal penanganannya dan ditangani

9Majalah Tempo edisi 12 April 201310Wawancara dengan Bapak Edho, Inspektur Polisi pada INTELKAM POLDA SULSEL, 5 September

201411Ibid12Perlu dilakukan penyuluhan tentang esensi dan bahaya sebenarnya dari praktik people smuggling

kepada nelayan-nelayan di Kabupaten Bulukumba dan Kota Makassar.

Page 13: Draf jurnal people smuggling

13

sendiri-sendiri, baik dari segi pencegahan, tindakan perlakuan, maupun penyelesaian kasus di lapangan yang rawan penyelewengan oleh aparat.Penelusuran data dan fakta di lapangan untuk sementara dapat diduga bahwa penanganan people smuggling yang tidak maksimal disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar instansi serta keterlibatan masyarakat pesisir yang terabaikan oleh pemangku kebijakan. People smuggling sebagai fenomena migrasi dan penyebaran orang yang dilakukan secara tidak sah membutuhkan penanganan secara terpadu. Unsur pemerintah di dalamnya pemerintah Kota Makassar, PEMDA Bulukumba, POLRESTABES Makassar, POLRES Bulukumba, kantor imigrasi, dinas perhubungan, dan lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat pesisir dibutuhkan kerjasamanya dalam mengawasi dan menyelesaikan kasus yang ada secara tuntas.

2. Pemberian penyuluhan dengan cara pemberian edukasi kepada masyarakat, nelayan dan penduduk sepanjang daerah pantai agar meningkatkan sikap sadar dan waspada terhadap pendatang asing. Berdasarkan data dan pengalaman di lapangan peneliti menemukan adanya kelemahan dalam peran serta masyarakat di dalam menanggulangi praktik people smuggling. Kelemahan ini terlihat dengan sulitnya memperoleh informasi mengenai gejala terjadinya peneyelundupan oleh karena masyarakat di daerah terjadinya praktik memiliki pengetahuan yang sangat minim atau sebagian masyarakat sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang kejadian ini. Pengetahuan masyarakat hanya sebatas adanya kehadiran orang asing yang massif dan mendadak tanpa mengetahui maksud dan tujuan keberadaan mereka.Bermula dari pengetahuan masyarakat yang minim dalam praktik people smuggling maka seharusnya pemerintah dan stakeholder seharusnya melibatkan mereka dengan memberikan pendidikan berupa pembekalan pengetahuan mengenai praktik people smuggling yang telah menjadi bagian fenomena sosial yang terjadi disekitar mereka. Langkah ini juga diharapkan akan menciptakan jaringan keamanan social ditengah masyarakat sekaligus dapat memberikan informasi yang cepat, akurat dan terpercaya oleh karena informasinya bersumber dari masyarakat setempat.13

3. Melakukan penetrasi informasi melalui media cetak, elektronik mengenai pola jaringan People smuggling. Informasi tentang praktik people smuggling melalui media cetak dan elektronik dapat dijadikan sarana yang efektif dalam memberikan publikasi yang akurat dan terkini. Media ini akan dapat memberikan pengawasan setiap waktu mengenai tempat , waktu dan gambaran umum terjadinya sebuah kasus sehingga sebaran informasi diharapkan bisa sampai ditelinga berbagai lapisan, baik unsur pemerintah kota Makassar dan kabupaten Bulukumba maupun masyarakat. Informasi tersebut juga bisa dijadikan sebagai data awal untuk menggali kejadian yang sesungguhnya terjadi di lapangan untuk selanjutnya diadakan penelusuran di tempat kejadian. Melalui media juga diharapkan akan memberikan efek kesadaran bersama untuk selanjutnya dapat menggerakkan secara terpadu semua unsur dalam menuntaskan persoalan penyelundupan manusia di Kota Makassar dan kabupaten Bulukumba

4. evaluasi penempatan petugas People smuggling yang tidak maksimal dan cenderung melakukan penyelewengan dalam penanganan People smuggling.Budaya kerja aparat pemerintah yang rawan dan cenderung pada praktik penyelewengan di lapangan sudah bukan menjadi rahasia lagi. Praktik penyelewengan jabatan ini terjadi oleh karena mental petugas yang berasal dari pemerintah rentan akan uang suap yang bersumber

13Kami, sebagai tim peneliti dosen pemula 2014, berdasarkan temuan lapangan kami, telah memasukkan proposal pengabdian masyarakat kepada DIKTI untuktahun anggaran 2015, agar kami bisa menindaklanjuti temuan riset kami dalam bentuk peningkatan kesadaran sosial (social awareness improvement) masyarakat pesisir di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar dan kabupaten Bulukumba.

Page 14: Draf jurnal people smuggling

14

dari pelaku internal people smuggling. Praktik kongkalikong di lapangan terjadi ditengarai oleh adanya bebrapa aparat yang terlibat sebagia bagian dari jaringan praktik people smuggling sehingga data menunjukkan adanya indikasi kuat keterlibatan aparat sebagai pelaku langsung di beberapa kasus.Keterlibatan aparat dalam penyelewengan jabatan dapat dijadikan alasan yang mendasar untuk mengadakan evaluasi secara berkala melalui perbaikan system dan pegawai yang bertugas. Tindakan ini perlu dilakukan secara berkesinambungan mengingat praktik people smuggling makin lama makin berevolusi menjadi sebuah sistem jaringan yang rapi dan canggih. Penerapan sistem yang usang dan tak mengalami kemajuan serta petugas lapangan yang bermental buruk hanya akan menyuburkan praktik people smuggling di kota Makassar dan Kab Bulukumba.

5. Penelusuran transaksi keuangan pola jaringan PS dana pelaku asing terorganisir ke pelaku domestic terorganisir. Praktik people smuggling adalah praktik perdagangan manusia yang melibatkan transaksi keuangan dalam jumlah besar. Praktik ini dilakukan oleh pelaku internasional dan domestik yang dalam praktiknya menggunakan transaksi jasa keuangan melalui proses transfer antar bank asing dan domestic. Koordinasi antar aparat pemerintah, swasta dan Bank BUMN dalam melacak aliran transaksi dapat menjadi salah satu solusi dalam mengurai kejahatan system jaringan keuangan pelaku. PPATK, Pemerintah Kota Makassar, Polrestabes, Imigrasi dapat membangun hubungan terpadu dalam mengendus transfer uang yang dilakukan pelaku internasional ke pelaku domestic. Hal ini untuk memotong rantai pola jaringan yang dalam praktiknya pelaku selalu membutuhkan uang yang besar sebagai modus operandinya.

6. Pembuatan aturan penanganan people smuggling secara berkesinambungan melalui penyesuaian kasus terbaru. Pembuatan PERDA yang yang direvisi secara terus menerus baik didasarkan pada ditemukannya kasus-kasus baru yang belum mempunyai aturan maupun lahirnya pembuatan aturan baru yang didasarkan pada pertimbangan atau prakiraan kasus-kasus yang belum terjadi dan akan timbul dikemudian hari. Untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan people smuggling yang belum terjadi studi banding pada kota lain dapat dilakukan secara berkesinambungan. Kami sangat berharap jika DIKTI mampu memfasilitasi penelitian ini menjadi PROLEGDA (program legislatif daerah) Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba tahun 2015 dengan jalan meluluskan proposal pengabdian masyarakat 2015 kami sehingga temuan kami ini bisa dikuatkan menjadi aspirasi masyarakat melalui upaya penyuluhan yang kami programkan dalam proposal pengabdian masyarakat kami, sehingga penelitian ini mampu berkontribusi aktif dalam proses pembangunan daerah Sulawesi Selatan, khususnya Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba. PROLEGDA yang semestinya bisa hadir dalam hal ini tidak hanya terkait pencegahan people smuggling, namun lebih berorientasi kepada perlindungan tenaga kerja daerah (nelayan lokal, pembuat perahu dan penjual perahu Phinisi) dan produk daerah (perahu Phinisi). Dengan lahirnya PERDA yang memihak kepada tenaga kerja dan produk kemaritiman, maka peluang terjadinya praktik people smuggling akan semakin kecil.

7. Terkhusus situasi di Kabupaten Bulukumba yang mengimplementasikan syariat Islam sebagai basis pelaksanaan dan evaluasi otonomi daerahnya, maka kami menyarankan agar PEMDA Bulukumba mampu dan mau melibatkan ulama syara` (ulama tradisional non-struktural yang memiliki otoritas karismatik besar) dalam menanggulangi praktik people smuggling. Semua nelayan pembuat dan penjual perahu Phinisi tunduk secara simbolik kepada ulama syara`. Hal ini disebabkan karena seluruh prosesi pembuatan dan peluncuran perahu Phinisi membutuhkan

Page 15: Draf jurnal people smuggling

15

restu simbolik dari ulama syara`. Setiap proses dimulai dan diakhiri oleh upacara ritual adat riligius yang dikomandoi oleh ulama syara`, yang tanpa kehadiran ulama syara`, maka tidak akan ada perahu Phinisi yang dibuat atau diluncurkan.Pada titik inilah, PEMDA Bulukumba bisa mendekati ulama syara` agar berkenan mendisiplinkan pembuat dan penjual perahu Phinisi yang, meskipun belum terindikasi kuat terlibat secara langsung dalam sindikasi people smuggling, berpotensi mengurangi tren people smuggling jika saja para pembuat dan penjual perahu Phinisi ini lebih selektif memilih calon pembelinya.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanPenelitian yang telah dilakukan sejauh ini menunjukkan bahwa nelayan di Kota Makassar dan

pembuat perahu di Kab. Bulukumba terlibat sindikasi internasional jaringan penyelundupan manusia (people smuggling) dengan jalan menyediakan kapal, juru mudi dan anak buah kapal serta akomodasi transportasi demi lancarnya proses people smuggling bagi agen lokal people smuggling, di mana agen lokal ini terhubung dengan agen internasional. Alasan kemiskinan dan minimnya informasi tentang bahaya people smuggling menjadi dua alasan utama terlibatnya nelayan dan pembuat perahu di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba ke dalam praktik dan jaringan people smuggling.B. Saran

Dari data yang telah ditemukan dalam penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukakan adalah;

1. pihak kepolisian dan dinas perhubungan (dalam hal ini kesyahbandaran) di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba mesti lebih aktif menjaga dan mengamankan wilayah kerjanya dari praktik people smuggling. Hal ini bisa terwujud dengan pembentukan tim kerja/lembaga daerah khusus yang menangani kejahatan people smuggling.

2. Pengentasan kemiskinan dan penggalakan media literasi bagi nelayan dan pembuat perahu di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba mesti terus ditingkatkan agar bujuk rayu agen lokal untuk melakukan praktik people smuggling bisa ditepis oleh nelayan dan pembuat perahu di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:Bogdan dan Taylor Dalam Moleong. Lexy J, 2005, Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya:

Bandung.

Bungin, Burhan, 2003. Analisis Metode Penelitian Kualitatif. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Chiswick, Barry R., 2011, High-Skilled Immigration in a Global Labor Market, AEL Press: Washington

Hanson, Gordon H., 2007, The Economic Logic of Illegal Migration. Council Special Reports (CSR) No. 26, April. USA: Council on Foreign Relations.

Page 16: Draf jurnal people smuggling

16

Letschert, Rianne & van Dijk, Jan., 2010, The New Faces of Victimhood; Globalization, Transnational Crimes and Victim Rights. Springer: New York.

Perwita, Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani, 2009. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Rosda : Bandung.

Rosenau, James N., 1974. Comparing Foreign Policy : Theories, Findings, and Methods. New York : Sage Publications

Umar, Husain. 2002, Metode Riset Komunikasi OrganisasI, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

Yin, Robert K . 2006. Studi Kasus (Desain dan Metode). PT. Rajawali Pers: Jakarta

Zhang, Sheldon, 2007, Smuggling and Trafficking in Human Beings, Greenwood Publishing Group: Westport.

Dokumen:UNDANG-UNDANG DASAR 1945

UNDANG-UNDANG NO 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA

UNDANG-UNDANG NO 9 TAHUN 1999 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG NO 15 TAHUN 2009 Tentang Pengesahan Protocol Against The Smuggling Of Migrants By Land, Sea And Air, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, Dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional

Internet:Australian Govenrment, Departement of Immigration and Citizenship. People Smuggling and

Trafficking. Diakses dari http://www.immi.gov.au/media/publications/compliance/ managing-the-border/pdf/mtb-chapter13.pdf

Saptowalyono, C. A., (2009): Repot Disinggahi Imigran Ilegal. KOMPAS female. 23 November 2009. Diakses darihttp://female.kompas.com/read/xml/2009/11/23/06404130/ repot.disinggahi.imigran.ilegal

VIBIDZDAILY.COM, (2010): Banyak Imigran Gelap, Indonesia Butuh UU Penyelundupan Manusia. 25 Juli 2010. Diakses darihttp://vibizdaily.com/detail/nasional/ 2010/07/25/banyak imigran gelap_indonesia_butuh_uu_penyelundupan_manusia

LiraNes.com, (2010): Polisi Tetapkan Lima Tersangka Penyelundup 74 Imigran Gelap. 18 Oktober 2010 diakses dari http://liranews.com/hot-news/2010/10/18/polisi-tetapkan-lima-tersangka-penyelundup-74-imigran-gelap/

Page 17: Draf jurnal people smuggling

17

ANTARA News: Indonesia, One Click Away, (2010): Kasus Imigran Ilegal Meningkat 100%. 3 Agustus 2010. Diakses darihttp://www.antaranews.com/berita/1280840290/kasus-imigran-ilegal-meningkat-100

KapanLagi.com, (2009): Selundupkan Orang, WNI Dihukum Empat Tahun di Australia. Diakses dari http://berita.kapanlagi.com/hukum-kriminal/selundupkan-orang-wni-dihukum-empat-tahun-di-australia.html

INTERPOL, (2010): People Smuggling. Diakses darihttp://www.interpol.int/public/thb/peoplesmuggling/default.asp

Direktorat Intelkam Polda Lampung, (2010): Transnasional Crime. Diakses darihttp://www.komisikepolisianindonesia.com/main.php?page=ruu&id=608

UNHCR: The UN Refugee Agency. Perlindungan Pengungsi di Indonesia. Diakses dari http://www.unhcr.or.id/Html08/bhs_protect08.html, tanggal 31 Desember 2010.

Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, (2010): Imigran Ilegal Saat Diketahui Berada Di Indonesia Dikenakan TindakanKeimigrasian. Diaksesdari http://www.imigrasi.go.id/index.php?option=com_content &task=view&id=375&Itemid=34

DIRECTIVE FROM THE DIRECTOR GENERAL OF IMMIGRATION NO.: F-IL.01.10-1297. Diakses darihttp://www.ecoi.net/file_upload/1504_1217488763_directive-from-the-director-general-of-immigration-no-f-il-01-10-1297-on-procedures-regarding-aliens-expressing-their-desire-to-seek-asylum-or-refugee-status.pdf.