Upload
wahyu-budi-prasetyo
View
2.203
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
FISIOTERAPI
Citation preview
FISIOTERAPAI
Nama Wahyu Budi Prasetyo
FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIFERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
praktek klinik fisioterapi komprehensif dengan judul “PENATALAKSANAN
FISIOTERAPI PADA KONDISI POST ORIF CLOSE FRAKTUR TIBIA DAN
FIBULA 1/3 DISTAL SINISTRA DENGAN PLATE AND SCREW DI
BANGSAL ANGGREK RSO. PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA”
sebagai tugas akhir laporan praktek klinik Fisioterapi Komprehensif Diploma III
Fisioterapi angkatan 2009.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas
dari dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang selalu
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis memahami bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
rekan mahasiswa dan pembaca pada umumnya.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................iii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.......................................................................................3
BAB II KERANGKA TEORI........................................................................................4
A. Deskripsi Teoritis........................................................................................4
1.Anatomi Fungsional..................................................................................4
2.Patologi Kehamilan..................................................................................6
3. KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)....................................................8
B. Deskripsi Proses Fisioterapi......................................................................12
1.pemeriksan Subjektif..............................................................................12
2.Pemeriksaan Objektif.............................................................................12
3. Diagnosis Fisioterapi.............................................................................13
4. Program Fisioterapi..............................................................................13
5. Rencana Evaluasi..................................................................................14
6. Prognosis...............................................................................................14
7. Penatalaksanaan Fisioterapi..................................................................14
8. Evaluasi.................................................................................................14
BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................................15
A. Keterangan Umum Penderita....................................................................15
B. Data-data Medis Rumah Sakit...................................................................15
C. Segi Fisioterapi..........................................................................................18
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................34
3
A. Hasil Penanganan Kasus............................................................................34
B. Pembahasan................................................................................................34
BAB V KESIMPULAN...............................................................................................35
A. Kesimpulan................................................................................................35
B. Saran..........................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
4
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perilaku manusia yang ingin serba cepat dan praktis tersebut
menyebabkan mobilitas manusia meningkat. Hal ini dapat menimbulkan
kurang hati-hati dalam melakukan semua aktifitas, menimbulkan masalah lalu
lintas yang cukup serius dan juga dapat menimbulkan trauma. Trauma
tersebut dapat ditimbulkan dan jumlah kepadatan lalu lintas yang bertambah
berakibat meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan dapat pula mengakibatkan
kematian, sedangkan masalah yang lalu yang dapat ditimbulkan antara lain
adalah cedera yang berupa sprain, strain, memar dan bahkan patah tulang
(fraktur). Sebagai contoh adalah fraktur cruris.
Gambaran tentang fraktur adalah keadaan dimana struktur tulang
mengalami pemutusan secara menyeluruh / sebagian karena disebabkan oleh
trauma, misalkan penekanan berulang-ulang atau sebagian karena patologi
tulang itu sendiri (Apley, 1995). Fraktur dapat menimbulkan bermacam-
macam gangguan fungsi aktifitas atau hilangnya fungsi anggota badan
(amputasi) perubahan bentuk (deformitas) dan dapat memperburuk keadaan.
Di sini fisioterapi mempunyai peran sebagai profesi yang bertanggung
jawab dalam proses penyembuhan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional
yang terjadi pada kasus post operasi fraktur cruris dengan pemasangan
internal fiksasi berupa plate and screw. Menangani pasien dengan kondisi
tersebut banyak modalitas fisioterapi yang digunakan, salah satunya adalah
terapi latihan yang meliputi Breathing exercise, latihan gerak aktif dan static
kontraksi. Sementara itu tindakan terapeutik yang dilakukan fisioterapi antara
lain: kurangi oedema dan cegah komplikasi yang mungkin timbul,
pertahankan fungsi pernafasan, kurangi nyeri dan cidera jaringan lunak serta
memulihkan kemampuan fungsional.
B. Perumusan Masalah
Dalam penulisan laporan ini penulis membatasi permasalahan dan
modalitas yang digunakan, yaitu: (1) apakah dengan terapi latihan dapat
5
meningkatkan kekuatan otot? (2) Apakah terapi latihan dapat mengurangi
kekuatan pada daerah tungkai atas karena immobilisasi dengan internal
fiksasi? (3) apakah terapi latihan dapat meningkatkan kemampuan
fungsional?
C. Batasan Masalah
Kondisi pada kasus ini adalah post operasi Fraktur sepertiga cruris
distak sinistra dengan pemasangan internal fiksasi berupa plate and screw.
Mengingat bahwa banyaknya komplikasi yang timbul serta keadaan pasien
yang dirawat di bangsal maka penulis hanya membatasi pembahasan pada
penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi post operasi Fraktur sepertigadistal
sinistra dengan terapi latihan.
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui : (1)
manfaat terapi latihan dalam meningkatkan kekuatan otot, (2) dengan terapi
latihan dapat meningkatkan kekuatan otot akibat immobilisasi karena internal
fiksasi dan (3) dengan terapi latihan dapat menjaga dan memelihara
kemampuan fungsional.
BAB II
6
KERANGKA TEORI
A. Deskripsi Teoritis
1. Anatomi Fungsional
1. Osteologi
a. Tulang Femur
Femur merupakan tulang panjang terpanjang pada tubuh dan
dibagi dalam corpus, collum, ujung proximal, dan ujung distal. Pada
corpus kita bedakan menjadi tiga bagian yaitu, facie anterior lateral dan
medial. Facies lateral dan medial dipisahkan dari sisi dorsal oleh dua
peninggian berbibir kasar, lineaaspira yang merupakan daerah tebal
tulang kompakta. Disekitar linea aspera terdapat foramen nutricea,
labium medial dan lateral, labiumlateral berakhir pada tuberusitas
glutea. Kadang-kadang tuberusitas glutea lebih nyata dan dikenal
sebagai trochanter ketiga. Labium medial berjalan kepermukaan bawah
collum. Sedikit lebih lateral dari labium medial kita temukan birai yang
turun dari trochanter minor yaitu linea pectinea.
Pada bagian proximal dan distal corpus femoris kehilangan bentuk
segitigany dan menjadi lebih bersisi empat. Caput femoris dengan
lekukan yang menyerupai pusar yaitu fovea cacitis yang mempunyai
batas irregular dengan collum. Peralihan dari collum. Peralihan dari
collum ke corpus femoris dianterior ditandai oleh linea intochanterica
dan diposterior oleh crista introchanterica. Tepat dibawah trochanter
mayor terletak fossa trochanterica. Trocanter minor menonjol ke
posterior dan medial.
Pada ujung distal dibentuk oleh epicondylus, tepat dekat
epicondylus terletak condylus lateralis dan medialis. Keduanya
disatukan pada permukaan anterior oleh facies patelaris dan diposterior
dipisahkan oleh fossa intercondyloidea. Fossa ini dibatasi oleh linea
intercondylloidea yang membentuk dasar segitiga (planumpopiliteum)
yang sisinya dibentuk oleh labium divergen linea aspera. Dibawah
7
epycondylus lateralis terletak sulcus popliteus dan diatas epicondylus
medialis terdapat tubercullum adductorius.
b. Tulang Patella
Patella merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia.
Tulang patella berbentuk gepeng dan segitiga. Apex dari tulang patella
menghadap kearah distal. Pada permukaan anterior tulang patella kasar
dan permukaan dosal mempunyai permukaan sendi yang dipisahkan ole
sebuah peninggian menjadi facies lateralis yang lebih besar dan facies
medialis yang lebih kecil.
c. Tulang Tibia
Tulang tibia dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung
proximal, corpus dan ujung distal. Bagian tulang tibia membentuk sendi
lutut adalah bagian proximal. Pada bagian proximal terdiri atas condylus
medialis tibiae. Condylus medialis tibiae permukaan sendi dinamakan
facies articularis superior condyli medialis tibiae. Tapi lateral facies
artecularis superior condyli medialis agak menonjol dan dinamakan
tuberculum intercondyloiddeum mediale. Pada condylus lateralis tibiae
permukaan sendi yang dinamakan facies articularis superior condyli
lateralis tibiae dinamakan tubercullum intercondyloideum yang
memisahkan kedua facies articularis pada bagian ini terdapat eminentia
intercondyloideum, fossa intercondyloideum anterior, fossa
intercondyloideum posterior. Pada tuberusitas tibea tonjolan dibagian
ventral dan merupakan lekat tendo m. Quadriceps femoris melalui
ligamentum patella pada bagian corpus (diaphysis) tibiae berbentuk segi
tiga dibedakan atas facies lateralis. Facies medialis tibiae, facies psterior
tibiae terdapat linea poplitea tempat alas m. Soleus sedangkan pada
bagian kranialnya merupakan tempat lekat m. popliteus dan crista
interossea tibiae terdapat diantara facies lateralis dan facies posterior
berhadapan dengan crista interossea fibulae. Pada bagian distal agak
melebar dibagian terdapat malleolaris. Incisura fibularis pada malleolus
medialis bagian medial pars distalis yang menonjol kekaudal, pada
sulcus malleolaris permukaan dorsal malleolaris medial yang dilalui
8
oleh tendines mm. Tibialis posterior et flexordigitorum longus. Pada
incisura fibularis lekukan dibagian lateral yang berhubungan dengan
fibulae.
d. Tulang Fibula
Tulang fibula dibagi menjadi tiga bagian yaitu ujung proximal,
corpus, dan ujung distal. Pada bagian proximal terdiri capitulum fibulae
melekat kebagioan karniodorsal tibia. Puncak capitulum fibulae
dinamakan apex capituli fibulae. Pada bagian corpus fibulae berbentuk
seperti prisma. Tapi yang berhadapan dengan crista interossea tersebut
dihubungkan oleh membrana interossea cruris. Pada bagian distal
ditandai oleh penonjolan kekaudal yang dinamakan malleolus lateralis.
Malleolus lateralis mempunyai permukaan sendi dinamakan facies
articularis malleoli lateralis yang bersendi dengan tulang talus
dipermukaan dorsal malleolus lateralis terdapat sulcus tendinis mm.
Peronerum.
e. Tulang Talus
Tulang talus dibagi menjadi tiga yaitu caput tali, collum tali,
corpus tali. Pada bagian caput tali terdapat facies articularis navicularis
yang bersendi dengan naviculare pedis. Pada collum tali
menghubungkan capu tali dan corpus tali. Di collum tali terdapat sulcus
tali yang bersamaan dengan tulang calcaneus membentuk sinus tarsi.
Sinus tarsi tempati oleh ligamen talocalcaneum interosseum. Pada
bagian corpus tali dimana terdapat trocheal tali, facies malleolaris
meialis tali, processus lateralis tali, processus poterios tali. Pada bagian
processus posterior tali terbagi menjadi dua yaitu tubercullum laterale
dan tubercullum mediale.
f. Tulang Calcaneus
Tulang calcaneus dibagi menjadi dua yaitu facies articulares
talares anterior et media dan facies talares posterior. Pada facies
articulares talares menonjol kemedial dinamakan sustentaculum talim.
Dibagian dorsal calcaneum terdapat tonjolan besar dinamakan tuber
9
calcanei. Permukaan medianya terbagi dua bagian yaitu processus
medialis calcanei dan processus lateralis tuberis calcanei.
g. Tulang Naviculare Pedis
Tulang naviculare pedis dilihat dari distal terdiri dari facies
articularis terdapat caput tali dan ossa cuneiformiae dipermukaan
medianya tuberusitas ossis naviculare pedis yang dapat diraba dibawah
depan malleolus medialis.
h. Tulang Cuneuforme
Tulang cuneufome terdiri atas tulang cuneuforme medialis
berbentuk paling besar bentuknya. Tulang cuneuforme intermedius
paling kecil permukaan sendinya seperti huruf “L” terbalik dan tulang
cuneiforme lateralis.
i. Tulang Metatarsale
Tulang metatarsale terdiri dari lima buah setiap bagian terdiri dari
corpus distal, media, lateral.
j. Tulang Basis Phalangis
Tulang basis phalangis terdiri dari lima setiap bagian terdiri dari
distal, medial, lateral.
k. Tulang phalanx
Tulang phalanx terdiri dari phalanx distal, phalanx proksimal
2. Otot-otot Tungkai Atas
a. Otot Sartorius
Origo : Spina iliaca anterior superior
Insertio : Facies madialis tibiae dekt tuberusitas tibiae bersama-
sama
Dengan tendo otot gracilis dan otot semitendinosus
b. Otot Rectus femoralis
Origo : Caput rectum, spina anterior inferiorcaput obliqum, agak
dikranial acetabulum
Insertio : Tuberusitas tibiae melalui ligament patellae
c. Otot-otot Vastus medialis
10
Origo : Bagian paling kaudal linea intertrochanterica, labium
mediale
linea aspera
Insertio : Tepi medial tendo otot rectus femoralis, patella
d. Otot-otot Intermedius
Origo : Permukaan depan dan lateral femur
Insertio : Tendo otot rectus femoralis
e. Otot-otot Vastus lateral
Origo : Permukaan depan dan kaudal trochanter major, labium
laterale
Linea aspera
Insertio : Tepi lateral tendo otot rectus femoris, patella
f. Otot Articularis genu
Origo : Permukaan depan bagian kaudal femur
Insertio : Permukaan atas dan lateral capsula articularis articulatio
genu
g. Otot Pectineus
Origo : Pectin ossis pubis, fascia pectinea
Insertio : Linea pectinea femoralis
h. Otot Adductor longus
Origo : Ramus superior ossis pubis diantara symphisis et
tuberculum
pubicum
Insertio : Labium mediale linea aspera
i. Otot Gracilis
Origo : Ramus inferior ossis pubis
Insertio : Facies mediale tibea dekat tuberositas tibea bersama-
sama dengan
tendineae mm. sartorius et semitendinosus (Pesanserinus)
j. Otot Adductor Brevis
Origo : Ramus inferior ossis pubis
Insertio : Labium mediale linea aspera
11
k. Otot Adductor Magnus
Origo : Ramus inferior ossis pubis
Insertio : Labium mediale linea aspera
l. Otot Adductor Minimus
Origo : Ramus inferior ossis pubis
Ramus inferior ossi inchi
Insertio : Labim mediale linea aspera
m. Otot Semimembranosus
Origo : Tuber ischiadikus
Insertio : Condilus mediale tibiae
n. Otot Bicep femoralis
Origo : Caput longum : tuber ischiadicum
Caput breve : labium laterale linea asperae
Insertio : Capitulum fibulae, condylus lateralis
3. Otot Tungkai Bawah
a. Otot Tibialis anterior
Origo : Condylus lateralis tibea, facies lateralis tibea, membrane
interssea
Cruris, facies cruris
Insertio : Permukaan plantar tulang cuneuforme I, permukaan atas
basis
Ossis metatarsalis I
b. Otot Extensor digitorum longus
Origo : Capitulum et facies medialis fibulae, fascia cruris
Insertio ; Aponeurosis dorsalis jari kaki II, V
c. Otot Pereneus tirtius
Origo : Fibula (merupakan bagian paling lateralis m. extensor
digitorum
longus)
Insertio : Basis ossis metatarsalis 5
d. Otot Extensor Hallucis Longus
Origo : Facies medialis fibulae, membrana interossea cruris
12
Insertio : Basis phalanx terakhir ibu jari kaki
e. Otot Gastocnemius
Origo : Caput mediale epicondylus medialis moris, caput latrale,
epicondylus lateralis femoris
Insertio : Tuber calcanei dengan perantaraan tendo calcanei achilles
f. Otot Soleous
Origo : Capitulum febulae, facies posterior fibulae, linea poplitea
tibiae,
Arcus tendinis otot soleus
Insertio : Tuber calcanei melalui tendo calcanei achillus
g. Otot Tibialis Anterior
Origo : Condylus lateralis femoralis, ligament popliteum tibiae
Insertio : Planum popliteum tibiae
h. Otot Plantaris
Origo : condylus lateralis femoralis
Insertio : Tuber calcanei
i. Otot Flexor Digitorum Longus
Origo : Facies posterior tibiae, facies cruris lembar dalam
Insertio : Phalanx distal jari kaki II, III
j. Otot Flexor Hallucis Longus
Origo : Facies posterior fibulae, facies cruris lembar dalam
Insertio : Phalanx distal ibu jari kaki
k. Otot Tibialis Posterior
Origo : Facies posterior fibulae, membrane interossea cruris,
facies
posterior tibiae
Insertio : Tuberositas ossis navicularis
l. Otot Peroneus Longus
Origo : Facies lateral fibulae
Insertio : Ossa curneuforme I, basis ossis metatarsalis I.
m. Otot Peroneus Brevis
Origo : Facies lateralis fibulae
13
Insertio : Basis ossis metatarsalis V
4. Otot-otot Kaki
a. Otot Extensor Hallucis Brevis
Origo : Bagian depan calcaneus
Insertio : Oponerosis dorsalis ibu jari kaki
b. Otot Extensor Digitorum Brevis
Origo : Bagian depan calcaneus
Insertio : Oponerosis dorsalis jari kaki II sampai V
c. Otot bAbduktor Hallucis
Origo : Processus medialis tuberis calcanei, flexor retinaculum
Insertio : Sisi medial phalanx proximal
d. Otot Flexor Digitorum Brevis
Origo : Processus medialis calcanei, aponerosis plantaris
Insertio : Phalanx intermedius jari II sampai V
e. Otot Abduktor Digiti V
Origo : Processus medialis et lateralis tuberis calcanei
Insertio : basis ossis metatarsalis V, basis phalanx proximal jari V
f. Otot Quadratus Plantae
Origo : Facies plantaris calcanei
Insertio : Facies plantaris tendo otot flexor digitorum longus
g. Otot Lumbricales
Origo : Tendo flexor digitorum
Insertio : Aponerosis dorsalis jari II sampai IV
h. Otot Adduktor Hallucis
Origo : caput obliqulum basis asseum metatarsalae II sampai V
caput
tranversum sampai sendi articularis
metatarsophalanxealis II sampai V
Insertio : Basis phalanx proximal ibu jari
i. Otot Flexor Digiti V Brevis
Origo : Basis ossis metatarsalis V
Insertio : Basis phalanx proximal jari V
14
5. Ligamen-ligamen pada sendi lutut
a. Ligamen Collateral Medikal
Terbentang dari condylus medialis femoralis sampai tuberositas tibia
b. Ligamen Collatera lateral
Barasal dari condylus lateralis menuju capitulum
c. Ligamen Cruciatum Anterior
Berjalan dari fossa intercondyloidea anterior tibia kepermukaan medial
condylus lateral femoralis
d. Ligamen Cruciatum Posterior
Berjalan dari permukaan lateral condylus femoralis medial kefossa
intercondylodea posterior tibia. Ligamen ini diperkuat oleh ligamen
cruciatum anterior
e. Ligamen Popliteum Arcuatum
Terletak pada daerah femoralis, erat hubungannya dengan otot
popliteum
f. Ligamen Popliteum Obliqum
Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turu menyilng
menuju facia meial popliteum
6. Ligamen-ligamen pada sendi kaki
a. Dilihat dari lateral
1) Ligamen Talofibulare posterior
Berjalan dari tulang talus melintang ketulang fibula bagian
belkang
2) Ligamen Calcaneofibulare anterius
Berjalan dari tulang calcaneus membentang ketulang fibula
3) Ligamen Tibiofibulare anterius
Berjalan tulang tibia bagian depan dan tulang fibula bagian depan
4) Ligamen Talofibulare anterius
Berjalan tulang talus membentang lurus ketulang fibula bagian
depan
5) Ligamen Calcaneonavicular
15
Berjalan dari tulang calcaeus dan tulang naviculare melintang
pada gagian atas punggung kaki.
6) Ligamen Calcaneocuboideum
Berjalan dari tulang calcaneus dan tulang cuboideum pada bagian
atas
punggung kaki
b. Dilihat dari medial
1) Ligamen Tibiotalare Anterius
Berjalan melintang dari depan dari ujung Tibia dan tulang talus
pada sisi depan
2) Ligamen Tibiotalare Posterior
Berjalan melintang dari belakang dari tulang Tibia dan tulang
Talus pada sisi belakang
3) Ligamen Tibionaviculare
Berjalan disamping pada tulang tibia dan tulang Naviculare
7. Biomekanika pada sendi lutut dan pergelangan kaki
a. Sendi Lutut
Sendi lultu merupakan struktur tulang dari tungkai atas dan
tungkai bawah yaitu tulang femur, tibia, fibula dan patella serta
dibentuk dari beberapa ligamen dan minikus. Sendi lutut mempunyai
gerakan diantaranya fleksi, ekstensi, eksternal rotasi. Gerakan fleksi dari
posisi full ekstensi, dimulai gerakan rotasi secara simultan tibia terhadap
femur melalui kontraksi otot popliteus, selanjutnya terjadi gerakan
fleksi aktiv akibat kontraksi M. Hamsting.
Pada gerakan fleksi-ekstensi maka meniscus akan menguat
terhadap tibia yang bergerak terhadap femur. Pada gerakan rotasi
dengan fleksi lutut, maka meniscus akan bergerak mengikuti femur
trhadap tibia. Ligamentum cruciatum anterior akan mengalami
penegangan saat ekstensi dan mengendor saat fleksi. Gerakan rotasi
eksternal tibia terhadap femur pada 20 derajat menuju posisi ekstensi
disebut mekanisme screw home dan keaadan tersebut dipengaruhi
sususnan kondilus dan pengendalian struktur ligamentosa.
16
Kontraksi mM. Quadriceps maka parella, ligamentum yang
berhubungan dengan capsula sendi akan tertarik kearah anterior dan
keatas, sehinggga mencegah terjadinya pergerakan antara condylus pada
sisi yang berlawanan. Ada tiga facet sendi pada permukaan persendian
dari femur. Pada pergerakan menuju fleksi meuju ekstensi, maka
hubungan antara permukaan sendi melalui dari facet medial dan
selanjutnya kefacet interior. Kerja otot pada pergerakan ekstensi
dilakukan oleh kelompok otot bicep femoris.
Struktur ligamen akan membantu ekstensi lutu ketika tibia
menguat pada posisi menumpu berat badan. Saat lutut bergerak dari
fleksi keekstensi, gerakan kondylus lateral akan dihentikan pada gerak
sendi 160 derajat oleh ligamen cruciatum anterior dan ligamentum
colateralis. Selanjutnya dari kontraksi quadriceps menyebabkan
kondylus medialis akan menambah jangkauan jarak gerak sendi sebesar
20 derajat (untuk menambah full fleksi menjadi 180 derajat) dan
menimbulkan gerakan internal rotasi tibia terhadap femur.
b. Sendi Pergelangan Kaki
Struktur tulang pembentuk sendi pergelangan kaki dibentuk oleh
dua buah tulang sendi berikut:
1) Pada bagian proximal disusun oleh dua buah tulang panjang yang
merupakan
struktur tulang dari tungkai bawah yaitu tulang tibia dan fibula.
2) Pada bagian distal disusun oleh 12 tulang pendek yang merupakan
struktur
tulang dari kaki yaitu : tulang talus, tulang calcaneus, tulang
kuboideum, metatarsal I, II, III, IV dan V
Pada gerakan normal yang memungkinkan untuk dilakukan oleh
sesuai sendi pergelangan kaki adalah sebagi berikut :
1) Dorsi fleksi
Gerakan dorsi fleksi ini merupakan suatu gerkan kaki kearah
dorsum pedis. Otot penggerak dorsi fleksi ini dilakukan oleh M.
17
Perineus tertius. Gerakan ini dapat terjadi berkisar antara 0-25
derajat dibatasi oleh plantar fleksor.
2) Plantar fleksi
Gerakan ini menuju gerakan kaki menuju plantar pedis. Gerakan
plantar fleksi dapat terjadi dilakukan M. Plantaris dan M. Perineus
brevis. Gerakan berkisar pada lingkup gerakan 0-50 derajat dari
posisi anatomis dibantu oleh kontak langsung bagian belakang
antara tulang talus dengan tulang tibia, ketegangan ligamentum
talofibulare anterior serta ketegangan otot dorsi fleksor.
3) Inversi
Gerakan inversi merupakan gerakan kombinmasi antara gerakan
supinasi dengan gerakan adduksi dan plantar fleksi kaki. Untuk
terjadinya gerakan ini dilakukan oleh otot penggerak utama yang
dilakukan oleh M. Tibialis posterior dibantu M. Fleksor digitorum
longus, M. Fleksor hallucis longus dan M. Gastrocnemius. Gerakan
ini terjadi pada batas lingkup gerakan 0-50 derajat dimulai dari
posisi axis anatomis tibia yang memanjang kebawah tempat pada
jari kaki kedua dengan posisi ankle netral. Gerakan ini dibatasi oleh
kontak langsung tulang tarsalis, ketegangan ligamentum tarsalis
lateralis serta ketegangan otot peroneus longus dan brevis.
4) Eversi
Gerakan eversi juga merupakan gerakan kombinasi, yaitu dari
gerakan pronasi, Abduksi dan dorsi fleksi. Otot penggerak utama
gerakan ini dilakukan oleh M. Peroneus longus, M. Peroneus brevis
dibantu oleh M. Extensor digitorum longus dan M. Peroneus tertius.
Gerakan eversi ini berkisar antara 0-20 derajat. Gerakan ini dibatasi
oleh kontak langsung tulang tulang tarsal bagian lateral, ketegangan
ligamentum tarsalis medialis, serta ketegangan M. Tibialis anterior
dan posterior.
2. Fraktur Cruris ( Tibia dan Fibula)
1. Pengertian
Fraktur Adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang yang
18
disebabkan oleh trauma atau keadaaan patologis. (Kumpulan bahan kuliah
Program Diploma IV Fiosioterapi, 2001)
Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang partial
(Chairudin rasjad). Jadi fraktur cruris adalah putusnya hubungan pada
tulang tibia maupun fibula yang terjadi secara bersamaan, baik secara
bersamaan maupun secara total.
2. Mekanisme cedera dan Patologi
Daya pemuntiran menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang
kaki dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur
melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada
cidera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit;
cedera laangsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur.
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang paling lazim.
Banyaknya diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan risiko
komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan
jaringan lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan
menetapkan tingkat cedera jaringan lunak: C0= kerusakan jaringan lunak
sedikit dengan fraktur biasa; C1= abrasi dangkal atau kontusio dari dalam;
C2= abrasi dalam, kontusio jaqringan lunak dan pembengkakan, dengan
fraktur berat; dan C3= kerusakan jaringan lunak yang luas dengan
ancaman sindroma kompartemen. Waktu penyatuan rerata setelah
imobilisasi berkisar antara 10 minggu untk fraktur “kecil” (terbuka atau
tertutup) sampai 20 minggu untuk cedera yang berat (ellis, 1988). Tetapi,
angka ini cenderung mengaburkan fakta bahwa banyak fraktur tibia
memerlukan waktu 6 bulan atau lebih untuk menyatu.
Patah tulang ini pada umumnya disebabkan oleh trauma langsung.
Patah tulang dapat berdiri sendiri (Tibia atau Fibula) atau dapat kedua
tulang tersebut mengalami fraktur bersamaan. Bentuk fraktur tranverse
atau dengan displascement (overlapping, angulasi, rotasi) baik satu level
(lokasi fraktur sejajar) atau tidak satu level ( salah satu garis fraktur diatas
atau dibawah). Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi
19
dan bila fraktur dengan displacement perlu dilakukan reposisi. Bila
fraktur fibula berdiri sendiri dan tanpa displacement, tidak mutlak perlu
immobilisasi karena tulang fibula tidak menumpu tubuh secara langsung
dan antara tibia dan fibula terdapat septum interosseus sebagai pengikat
tulang fibula pada tulang tibia, namun bila ragu-ragu, berikan short leg
plaster dan jalan denan FWB sampai lepas immobilisasi.
Fraktur dapat terjadi akibat: Peristiwa akibat trauma tunggal,
tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang
(fraktur patlogik).
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukkan, pemuntiran atau
penarkan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada
tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan
(pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang
luas.Bila terkena kekuatan tidak langsung tulang dapat mengalami
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkenma kekutan itu;
kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
b. Fraktur kelelahan dan tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang , seperti halnyanya pada logam
dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling
sering ditemukan pada tibia atau fibula, terutama pada atlet, penari dan
calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit Paget). Raktur patologi disebut juga
spontaneus, karena tanpa adanya trauma atau hanya trauma kecil sudah
dapat menyebabkan terjadinya fraktur atau patah tulang. Contoh: fraktur
yang diakibatkan oleh adanya osteoporosis, osteomalasia (metabolik),
20
osteomielitis piogenik (infektif), osteogenesis imperfekta (kongenetal)
dan beberapa fraktur yang disebabkan oleh tumor sekunder maupun
primer.
3. Gambaran klinik
Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas; kadang-
kadang kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat
bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki
biasanya muntir dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi
memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari
kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh
dicoba, tapi pasien diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Tanda-
tanda dan gejala fraktur yaitu: Umum adalah syok, cedera jaringan yang
lain dan tanda-tanda untuk fraktur patologis; Lokal adalah nyeri, hilang
fungsi, bengkak dan perdarahan, deformitas, nyeri tekan dan terdapat
gerakan-gerakan yang tidak normal (unnetral movement). Untuk
memastikan adanya fraktur dengan dilakukan pemeriksaan foto rontgen.
Sinar X: Fraktur spiral biasanya terjadi pada sepertiga bagian
bawah batang tibia; fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya
pada tingkat yang lebih tinggi; sering terdapat pergeseran lateral
tumpang tindih dan pemuntiran keluar di bawah fraktur. Pada fraktur
melintang kedua tulang patah pada tingkat yang sama, dan mungkin
terdapat pergeseran, kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah;
kadang-kadang terdapat fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang
terpisah.
Pola-pola fraktur:
a. Green stick yaitu fraktur yang bentuk perpatahannya hanya retak
saja.
b. Tranvers yaitu bentuk patahannya melintang
c. Oblique yaitu bentuk patahannya miring
d. Spiral (rotasi/berputar) yaitu fraktur yang bentuk perpatahannnya
melintar
21
e. Angulasi (menyudut) yaitu fraktur yang bentuk perpatahannya
menyudut
f. Comunited yaitu fraktur dengan lebih dua fragmen, karena ikatan
sambungan pada permukaan fraktur tidak baik, lesi ini sering tidak
stabil.
g. Kompresi (crush) yaitu kerusakan tulang atau fraktur yang
disebabkan oleh tekanan yang berulang-ulang.
h. Impacted yaitu fraktur dimana fragmen-fragmen tulang-tulang
terdorong masuk kearah dalam tulang satu sam lain sehingga tidak
dapat terjadi gerakan diantar fragmen tersebut.
i. Involving joint yaitu fraktur yang disertai perubahan struktur
sendi.
j. Avulsion yaitu fraktur yang terjadi hanya sedikit perpatahan
diujung pinggir tulang.
k. Fraktur dan dislokasi yaitu perpatahan tulang yang disertai
perpindahan dari sendi yang mengikat tulang tersebut.
4. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur ada dua yaitu:
a. Fraktur terbuka: terputusnya hubungan tulang dan menembus jaringan
otot dan kulit sehingga dapat terlihat dari luar.
b. Fraktur tertutup: terputusnya hubungan tulang tetapi fraktur ini tidak
menembus jaringan kulit, sehingga tidak terlihat dari luar.
Houglund dan states mengklasifikasikan fraktur tibia berdasarkan bearnya
energi yang menyebabkan terjadinya fraktur, yang dapat menentukan
prognosis:
a. Fraktur berkekuatan tinggi; misalnya dari kecelakaan mobil dan
tabrakan,
fraktur dari group ini sembuh kira-kira 6 bulan.
b. Fraktur berkekuatan rendah ; misal dari kecelakaan bermain ski, fraktur
dari group ini sembuh kira- kira 4 bulan.
Namun penelitian lain menyebutkan, bahwa prognosis ini tidak
bergantung pada derajat fraktur, namun pada jumlah fragmen tulang yang
22
saling kontak. Setelah dilakukan reposisi, apabila terdapat 50-90%
fragmen fraktur yang saling kontak maka secara signifikan
penyembuhannnya akan lebih cepat.
5. Komplikasi
Selain melakukan upaya untuk memulihkan kondisi dan aktivitas
fungsional, maka perlu tindakan antisipasi untuk mencegah komplikasi
yang kemungkinan timbul, yaitu:
a. Clawing toes (bentuk cakar): head metatarsal I dan V naik keatas
sedangkan head matatarsal II, III dan IV turun/drop kebawah. Hal ini
disebabkan karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat.
b. Flat foot;: disebabkan karena pemasangan gips salah/tanpa longitudinal
arkus, kurang latihan sehingga otot-otot telapak kaki lemah atau adanya
sprain ligamentum
c. Bengkak atau udem: timbulmya jaringan fibrotik yang menyebabkan
stiffness sendi, kurang latihan.
d. Ketidak mampuan untuk lompat dan lari: karena kelemahan otot-otot
gastrocnemius (calf muscle)
e. Pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan
dalam klinis. Hal ini disebabkan oleh karena rasa nyeri, kelemahan otot
gastocnemius, keterbatasan ROM, Unstable otot dan ligamentum, rasa
takut, over lapping fraktur.
6. Prognosis
Tarr et al. dan Puno et al. menyebutkan bahwa malaligment pada
bagian distal tibia prognosis lebih jelek dari pada yang terletak proksimal.
Mempertahankan kelurusan fraktur tidaklah mudah pada beberapa tipe
fraktur, dan pabila telah dilakukan realigment tidak berhasil maka
indikasikan untuk dilakukan fiksasi operatif.
Menurut Nicoll, faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah:
Jumlah displacement saat terjadi fraktur, derajat komunitif, adanya infeksi,
dan tingakat keparahan trauma jaringan lunak tidak termasuk infeksi.
Muller, Nazarian, and Koch menyebutkan bahwa fraktur terpuntir
denga atau tanpa patahan-patahan simple mempunyai prognosis yang lebih
23
baik dari pada fraktur yang disebabkan oleh kekuatan tinggi seperti fraktur
short oblique atau transverse dengan atau tanpa fraktur komunitif. Bostman
menemukan bahwa reduksio sulit dilakukan pada fraktur sepertiga distal
tibia. Nicoll mengungkapkan bahwa dengan atau tanpa fraktur fibula tidak
mempengaruhi prognosis.
A. Karakteristik pasie mempengaruhi keberhasilan dari penatalaksanaan tertutup
dari fraktur diafisis tibia. Kerusakan (alignment) bisa menjadi sulit
dipertahankan bila dengan cast atau braces pada pasien dengan edem atau
ekstremitas yang obes. Hilangnya reduksi dapat terjadi pada pasien yang tidak
memenuhi dengan penatalaksanaan tertutup, dimana delayed union dan non
union umum terjadi pada pasien dimana penopangan berat badan dibatasi
untuk waktu yang lama.
2. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi)
A. Definisi
ORIF adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengembalikan
struktur tulang yang fraktur pada keadaan anatomis dari dalam dengan
memberikan ikatan dari dalam.
B. Jenis Perangkat Fiksasi
1. Cortical bone screw
2. Cancellous bone screw
3. Self tapping screw
4. Dinamik hip screw / dinamik condilar screw
5. Plates
6. Blade p;ates
7. Intramedularis nail
8. Tension band wiring
C. Indikasi Fiksasi Internal
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi misalnya
fraktur dengan displacement dan tidak stabil.
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami
pergeseran setelah dilakukan reduksi, misalnya fraktur pertengahan
24
batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang
bergeser.
3. Fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh otot, misalnya fraktur
melintang pada patella atau olecranon.
4. Fraktur yanfg penyatuaannya kurang baik dan perlahan-lahan
terutama pada frakktur leher femur.
5. Fraktur patologi akibat suatu penyakit tulang
6. Fraktur multiple dimana bila fiksasi dini dengan fiksasi internal atau
dengan tujuan untuk mrengurangi resiko komplikasi umum dan
kegagalan berbagai organ sistem tubuh (Philips dan Conteas, 1990).
7. Kondisi fraktur dimana suplay drah pada angggota gerak tergangggu
dan pembuluh-pembuluh darah harus terlindungi (Dandy, 1990)
8. Ditemukan banyak debris, dan fragmen yang merusak jaringan otot
dan jkaringan lunak lainnnya.
D. Penentuan Penggunaan Tipe Fiksasi
1. Posisi fraktur
2. Panjang dan bentuk fraktur
3. Ukuran fraktur
4. Tekstur dan kekuatan otot diarea sekitar fraktur. (Mc. Rae, 1994)
E. Keuntungan Fiksasi Internal
1. Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk reduksi dan
penyanmbungan tulang (Mc. Ray, 1994)
2. Memberikan kesempatan mobilisasi awal dan latihan yang lebih cepat
3. Mobilisasi dan latihan yang lebih cepat komplikasi fraktur dapat
diminimalkan bahkan dihilangkan.
4. Pasiewn dapat pulang kerumah lebih awal dengan ctatan pulang agar
pasien tetap melakukan latihan-latihan yang diberiakan selam dirumah
sakit dan menjauhkan larangan-larangan yang diberikan seperti tidak
boleh melkukan pembebanan yang maksimal pada daerah fraktur.
25
F. Komplikasi Fiksasi Internal
1. Komlikasi infeksi, merupakan penyebab osteotis yang paling sering
ditemukan, hal ini tidak diakibatkan logam yang digunakan tapi akibat
pembedahan yang tidak memenuhi standart aseptic dan antiseptic.
2. Non union, hal ini lebih sdering ditemukan pada tulang lengan atau
tungkai bawah dimana apabial hanya salah satu tulang yang patah dan
tulang yang sebelahnya tetap utuh.
3. Kegagalan implant, diakibatkan implant yang ditananamkan kropos
dan penyatuan tulang yang patah belum terjadi. Apabila ditemukan
rasa nyeri yang hebat pada fraktur harus diwaspadai dan ditangani.
4. Fraktur tulang diakibatkan karena pelepasan implant yang terlalu
cepat, waktu yang paling cepat pelepasan implant minimal satu tahun
dan satu setengah tahun dan yang paling aman setelah dua tahun
setelah masa pelepasan tulang dalam kondisi lemah diperlukan
perwatan dan perlindungan.
G. Teknik Tindakan ORIF
1. Banyak metode yang digunakan tergantung jenis kondisinya fraktur
dan perangkat yang digunakan juga dengan alasan yang sama.
2. Bila menggunakan plate, memungkinkan plate harus dipasang pada
permukaan yang dapat diregangkan yaitu pada sisi tulang yang
cembung.
3. Bila menggunakan paku intermedular digunakan paku yang dapat
dikuncikan dengan sekrup melintang. (Muller dkk, 1991)
3. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Post ORIF Close Fraktur Tibia
dan Fibula 1/3 Distal Dextra dengan Plate and Screw
1. Pemeriksaan Subjektif
a.Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk memperoleh informasi akurat dan
relevan, sehingga pertanyaan harus jelas dan mudah dijawab.
Anamnesis dikelompokkan menjadi: a. Heteroanamnesis, tanya jawab
pada orang-orang/keluarga pasien yang mengetahui kondisi pasien, b.
26
Autoanamnesis, tanya jawab secara langsung kepada pasien, dapat
dibagi menjadi: 1) anamnesis umum, 2) anamnesis khusus.
Keluhan utama mengenai keluhan yang mendorong pasien mencari
pertolongan termasuk didalamnya lokasi keluhan, onset, penyebab,
faktor – faktor yang memperberat atau memperingan, irritabilitas dan
derajat berat keluhan, sifat keluhan dalam 24 jam, dan stadium dari
kondisi.
Riwayat Penyakit Sekarang berupa perjalanan penyakit dan riwayat
pengobatan
2. Pemeriksaan Objektif
a.Tanda-tanda vital
Tanda – tanda vital adalah tanda / gambaran pada tubuh
seseorang yang penting untuk diketahui sehingga kita dapat
mengetahui keadaan tubuh seseorang,pemeriksaan tanda vital meliputi
1) Tekanan darah
2) Denyut nadi
3) Frekuensi pernafasan
4) Temperature
5) Tinggi badan
6) Berat badan
b.Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan
mengamati. Hal-hal yang bisa dilihat/diamati seperti keadaan umum,
kondisi berat badan, sianosis, pucat, bentuk thorak,bentuk
vertebra,gerakan – gerakan pernafasan abnormal,kontraksi otot bantu
pernafasan, clubbing finger. Macam-macam inspeksi ada 2, yaitu:
1) Inspeksi statis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam
keadaan diam.
2) Inspeksi dinamis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita
dalam keadaan bergerak, contoh waktu penderita
bernafas,beraktivitas.
27
c.Palpasi
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba,
menekan dan memegang organ/bagian tubuh pasien untuk mengetahui
tentang adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu, tumor/oedema, kontur
organ , tingkat kesamaan ekspansi, atropi, kontraktur
d.Perkusi
1) Dull bila ada kolaps/konsolidasi
2) Stoney dull bila ada efusi pleura
3) Sonor (jaringan paru yang normal)
4) Hypersonor (hyperinflasi, pneumothorax)
5) Redup (konsolidasi,atelektasis)
6) Pekak (pleural effusion)
e.Auskultasi
Proses untuk mendengarkan dan menginterpretasikan suara yan timbul
dalam thorak dengan menggunakan alat bantu “stethoscope”.
Dipergunakn untuk mengidentifikasi gangguan ventilasi atau gangguan
pembersihan jalan nafas ( lokasi mukus) dan menilai efektifitas terapi,
serta untuk mendengarkan suara jantung.
f. Pemeriksaan Gerak Dasar
1) Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif; untuk menentukan kekuatan otot,
ROM aktif, nyeri dan koordinasi gerak.
2) Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif; untuk menentukan ROM pasif
(normal, hypomobilitas, hypermobilitas), nyeri, end feel, bunyi,
tonus dan panjang otot.
3) Pemeriksaan kontraksi isometrik; untuk menelaah rasa nyeri
(provokasi myotendinogen) dan kelemahan otot (gangguan
neuromuskular).
g. Pemeriksaan Khusus antara lain; Palpasi yaitu untuk memeriksa
temperature local, nyeri tekan, dan bengkak Antropometri yaitu untuk
memeriksa adakah perbedaan panjang segmen, lingkar segmen,
oedem, atropi otot.
h. Pemeriksaan penunjang, seperti sinar X, MRI, CT scan, laboratorium.
28
i. Muscle Test (Kekuatan Otot) adalah suatu usaha untuk menentukan atau
mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan group
ototnya secara voluntary.
Nilai:
0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi
2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi
3 = Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi
tanpa melawan tahanan
4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan
tahanan sedang (moderat)
5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan
tahanan maximal.
j. Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh): Pengukuran lingkar
segmen tubuh yaitu pada anggota gerak bawah untuk menetahui ada
tidaknya udem. Dilakukan dengan menggunakan meteran (meter line),
pelaksanaan pengukuran lingkar anggota gerak ini menggunakan
patokan lingkar lutut yaitu tuberusitas tibia.
k. ROM Test: menggunakan goniometer untuk mengetahui luas lingkup
gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi.
l. Pemeriksaan nyeri: dengan skala VDS, cara pengukuran derajat nyeri
dengan menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri (0-10cm). Salah
satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain menunjukkan
nyeri yang hebat. Panjang garis mulai dan tidak nyeri sampai titik
yang ditunjuk menunjukkan besarnya nyeri.
29
Permeriksaan Kemampuan fungsional: dengan indek Barthel :
NO AKTIVITASNILAI
BANTUAN MANDIRI
1.
2
3.
4..
5
6.
7.
8
9.
10.
Makan
Bepindah dari kursi roda ketempat tidur dan
sebaliknya/termasuk duduk ditempat tidur
Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir,
mencukur dan menggosok gigi)
Aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap)
Mandi
Berjalan dijalan yang datar (jika tidak mampu
jalan melakukannya dengan kursi roda)
Naik turun tangga
Berpakaian (termasuk mengenakan sepatu)
Mengontrol BAB
Mengontrol BAK
5
5-10
0
5
0
10
5
5
5
5
10
15
5
10
5
15
10
10
10
10
100
Penilaian :
0 – 20 Ketergantungan penuh
21 – 26 Ketergantungan berat
62 – 90 Ketergantungan moderat
91 – 99 Ketergantungan ringan
100 Mandiri
3.Problem Fisioterapi
Asuhan pelayanan fisioterapi yang diberikan pada penderita post ORIF
close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal sinistra dengan plate and screw
dilakukan secar bertahan susuai dengan problem yang ditemukan pada saat
dilakukan assesment. Untuk itu sebelum melakukan intervensi fisioterapi,
hendaknya kita mengetahui problem fisioterapi apa saja yang ada pada
penderita dengan post ORIF close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal sinistra
dengan plate and screw
30
a. Terdapat oedema pada tungkai bawah kiri
b. Adanya nyeri pada luka post op dan nyeri gerak pada pergelangan kaki
kiri
c. Keterbatasan gerak ankle sinistra dan toes dextra
d. Kelemahan otot –otot penggerak ankle dan toes dextra
4. Diagnosa Fisioterapi
Merupakan penetapannamapada suatu keadaan sakit secara ilmiah dan
komunikatif khususnya antara fisioterapis dan mengandung 3 unsur yaitu:
a. Struktur jaringan spesifik, meliputi gambaran deskriptif, histologis,
topografis dan fungsi jaringan tertentu.
b. Patologi, meliputi jenis penyebab dan aktualitas.
c. Kelainan gerak dan fungsi, meliputi gangguan gerak dan fungsional,
lokal, regional maupun total.
Impairment (gangguan), functional limitation (Keterbatasan fungsi), dan
disability/participation restriction (ketidakmampuan) yang menyebabkan
kecacatan.
4.Rencana Intervensi
a. Target dan tujuan intervensi terapi dibuat setelah diagnosa fisioterapi
ditetapkan berdasarkan penemuan atau hasil pemeriksaan yang ada.
b. Rencana intervensi fisioterapi meliputi:
(1) Tujuan jangka pendek: Mengurangi udema, mengurangi nyeri,
meningkatkan dan memelihara ROM, meningkatkan dan memelihara
kekuatan otot.
(2) Tujuan jangka panjang: meningkatkan, mengembangkan dan memelihara
kemampuan fungsional ADL pasien secra mandiri
c. Rencana intervensi
(1) Class Exercise
(2) Terapi latihan: Static contraction, pumping action exercise, isometric
exercise, strengthening.
(3) Transfer dan ambulasi
(4) Edukasi
31
5. Metode intervensi
a. Class Exercise: sebelum dilakukan terapi maka dilakukan bed exercise yaitu
dimana diawali dengan breathing exercise dengan kombinasi gerakan AGB
flexi-extensi shoulder dextra dan sinistra kemudian dilanjutkan dengan
gerakan aktif dari pasien untuk AGA dan AGB. Tujuannya adalah: untuk
memelihara, meningkatkan kemampuan fungsi otot dan sendi agar didapat
tujuan tertentu dalam mempercepat kesembuhan serta mencegah komplikasi
yang kemungkinan yang timbul.
b. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam
pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif
maupun aktif (Kisher, 1996). Appley (1995) berpendapat bahwa
penanganan pasca operasi dengan mobilisasi sedini mungkin betujuan untuk
mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta
memperbaiki fungsi tubuh. Pelaksanaan terapi latihan pada kondisi post
ORIF close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal dextra dengan plate and screw
sebagi berikut:
(1) Static contraction: merupakan kontraksi otot tanpa disertai perubahan
panjang dan pendek otot maupun perubahan lingkup gerak sendi. Dan
dapat pula meningkatkan tonus otot dan membantu mengurangi nyeri dan
spasme otot-otot sekitarnya. Selain itu dapat memperlancar aliran darah
dengan adanya mekanisme pumping action dan menjaga kekutan otot agar
tidak tejadi atrofi selam imobilisasi. Berdasarkan Brotzman (1996) bahwa
static kontraksi dilkukan delapan kali setiap jam.
(2) Pumping action exercise; bertujuan untuk mengurangi udem, melancarkan
peredaran darah, menghindari stiffnes, meningkatkan dan memelihara
kekuatan otot, meningkatkan dan memelihara ROM.
(3) Isometric exercise: merupakan suatu kontraksi otot diman ketegangan
dalam oot (intra muscular tension) bertambah/ naik tanpa disertai
perubahan panjang dari otot tersebut (tension naik sedangkan panjang otot
tetap). Bertujuan untuk meningkatkan tonus otot dan membantu
mengurangi nyeri dan spasme otot-otot sekitarnya selain itu dapat
memperlancar aliran darah.
32
(4) Strengthening:bertujuan untuk mengurangi nyeri, mencegah stiffnes,
meningkatkan dan memelihara kekuatan otot, meningkatkan dan
memelihara ROM.
(5) Stretching: untuk mengurangi nyeri, melancarkan peredaran darah,
mengurangi spasme dan mencegah kontraktur, memelihara fleksibilitas
otot.
(6) Hold relax: menurut metode PNF, hold relax adalah suatu teknik yang
menggunakan kontraksi isometris yang optimal dari kelompok otot
antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan rilaxasi otot tersebut.
Tujuannya adalah penurunan nyeri, perbaikan mobilisasi, relaxasi group
antagonis.
(7) Contract relax : menurut metode PNF, Contract relax adalah suatu teknik
yang menggunakan kontraksi isotonik yang optimal dari kelompok otot
antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan relaxasi otot tersebut.
Tujuannya adalah mengurangi nyeri, rileksasi pola antagonis.
c. Transver dan ambulasi: salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu
mobilisasi dini mungkin untuk mencegah komplikasi tirah baring lama
(Appley, 1995). Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai dari tidur
terlentang lalu duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua
elbow saat bangun kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga
tubuh setelah itu lakukan bridging untuk menggeser keduduk ongkang-
ongkang dengan kedua tungkai digeser menuju ketepi bed dan
menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh terapis lau gerakan
badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki yang sakit
menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan
keseimbangan memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan
belakang juga kaki yang sakit diayun ayunkan dengan posisi menggantung.
Latihan jalan dengan kruk dapat diberikan jika pasien telah mampu dan
keseimbangan telah membaik dengan metode Non Weight Bearing (NWB),
dengan cara pasien latihan jalan dengan kedua tangan menumpu pada kruk
dan dimulai dari kruk kaki yang sehat sedang kaki yang sakit digantung.
33
d. Edukasi:
(1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang
tidak mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan
keluarga, pada otot yang mengalami kelemahan seperti yang telah
dianjurkan terapi
(2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin
berlatih sesuai program yang diberikan terapis.
(3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivita berat dulu, yang menumpu
pada kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu,
jika jalan diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang
licin.
(4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung
(NWB) selama sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen
apakah sudah terjadi penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang
sudah cukup kuat untuk menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu
dapat dilanjutkan dengan metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu
kaki yang sakit menumpu tapi tidak penuh melainkan sebagian. Setelah
menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut sudah benar-benar kuat
kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing (FWB). Diharapkan
keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih.
6. Rencana Evaluasi
Sesuai dengan problematik fisioterapi
7. Prognosis berisi perkiraan mengenai kondisi pasien
Quo ad vitam : mengenai perkiraan hidup mati pasien
Quo ad sanam : mengenai perkiraan sembuh tidaknya penyakit
Quo ad fungsionam :mengenai perkiraan kemampuan fungsi
aktivitas sehari - hari
Quo ad cosmeticam : mengenai perkiraan penampilan pasien
8. Penatalaksanaan Fisioterapi
berupa tindakan yang dilakukan terapis kepada pasien
34
9. Evaluasi hasil terapi
Evaluasi adalah tindakan untuk membandingkan data sebelum
dan sesudah terapi agar lebih mudah dan lebih cermat dalam
mengetahui perkembangan terapi.
35
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal pembuatan laporan 04 februari 2011
Kondisi : FT Muskuloskeletal
A. Keterangan Umum Penderita
Nama : Tn. Muh.Abdul Rasid
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Hobi : Badminton
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjual
Alamat : Brangkungan, 19/8, Pogung, Cawas, Klaten.
A. Data-data Mesis Rumah Sakit
1. Diagnosis Medis
Post ORIF Close fraktur tibia fibula right 1/3 distal sinistra
2. Diagnosis Klinis
Pasien tidak bisa menggerakkan pergelangan kaki kiri dan nyeri
pada tungkai bawah kiri.
3. Medika Mentosa
Cefotaxim
Remopain
Meloxicam
4. Hasil Lab
Tanggal 25 Juni 2009
Leukosit : 13700/mm
Hemoglobin : 14Gr/dl
Hematokrit : 33 Vol%
Tanggal 28 Juni 2009
Laju Endap Darah : 45-75mm
36
Hemoglobin : 11,6 Gr/dl
Leukosit : 12.700/mm
Trombosit : 284000/mm
Hematokrit : 33 Vol%
Masa Pendarahan : 1’30” menit
Masa Pembekuan : 4’30” menit
Eosinofil : 1%
Basofil : 0%
Batang : 3%
Segmen : 72%
Limfosit : 21%
Monosit : 3%
Golongan Darah : O
Gula darah sewaktu : 93 Mg/dl
HbsAg : Negatif
5. Laporan Operasi
Tanggal 29 Juni 2009
Dx. Pra Bedah :
Spiral fraktur at the rigaht distal third tibia
Communitif Fraktur at the right distal third fibula
Dx. Pasca Bedah :
Idem
Macam Tindakan : ORIF
6. Foto Rotgen
Tanggal 29 Juni 2009
Tampak fraktur spiral pada tibia 1/3 distal dextra
Tampak fraktur communitif pada 1/3 distal dextra
Tanggal 29 Juni 2009
Tampak Pemasangan internal fiksasi plate and screw pada os tibia
37
B. Segi Fisioterapi
1. Pemeriksaan Subyektif
a. Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis:
Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai bawah kiri dan kesulitan menggerkkan pergelangan
kaki.
Lokasi keluhan yaitu pada tungkai bawah kiri bagian anterior
Onset yaitu Dimulai sejak pada tanggal 24 Mei 2009 jatuh dari sepeda
motor oleh karena kecelakaan saat hujan, kemudian pasien tidak bisa jalan
dan dibawa keRSO tanggal 25 Juni 2009. Dilakukan operasi pada tanggal
27 Juni 2009.
Faktor-faktor yang memperberat yaitu Pada saat menggerakkan
pergelangan kaki kiri.
Faktor-faktor yang memperingan yaitu pada saat tidur terlentang
Sifat keluhan dalam 24 jam yaitu dinamis
Stadium dari kondisi yaitu kronis
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 24 Mei 2009 sepulang dari bekerja pasien mengalami
kecelakan karena hujan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh
dan tidak bisa jalan kemudian pasien dibawa ke sangkal putung pada hari
itu juga kemudian karena merasakan nyeri makin bertambah pasien di
bawa keRSO pada tanggal 25 Juni 2009. Pasien menjalani rawat inap dan
operasi pada tanggal 27 Juni 2009.
2) Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki hipertensi, penyakit jantung ,
DM, gangguan paru (Asma).
38
3) Status Sosial
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 45 tahun yang kesehariannya
bekerja sebagai penjual dipasar, lingkungan rumah datar dan tidak tingkat,
pasien tinggal bersama istrinya dan lima orang anak. Diwaktu senggang
biasanya pasien melakukan pekerjaan dirumah atau terkadang jalan-jalan.
Pasien aktif mengikuti kegiatan dilingkungan sekitar seperti gotong
royong atau kerja bakti dan pasien aktif dalam organisasinya.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak memiliki hipertensi, penyakit jantung, DM, gangguan paru (asma)
b. Pemeriksaan Objektif
1) Pemeriksaan tanda vital ( tanggal 29 Juli 2009)
a) Tekanan darah : 130/80 mmHg
b) Denyut nadi : 89 x/menit
c) Frek. Pernafasan : 29 x/menit
d) Temperatur : 37,5 0 C
e) Tinggi badan : 166 cm
f) Berat badan : 57 kg
2) Inspeksi
Statis
a) KU baik
b) Tidak terpasang infus dan drainage.
c) Terdapat oedema pada tungkai bawah kiri.
d) Tampak tungkai bawah kiri dibalut dengan elastic bandage
e) Tidak ada tropic change, atropi dan decubitus
f) Adanya luka incisi pada tungkai bawah kiri bagian distal yaitu pada
anterior
Dinamis
a) Tampak ekspresi wajah pasien kesakitan saat pergelangan kaki kiri
digerakkan pasif oleh terapis.
.
39
3) Palpasi
a) Adanya nyeri tekan pada anterior dari tungkai bawah kiri bagian
distal
b) Suhu lokal meningkat pada tungkai bawah kiri dibandingkan dengan
tungkai bawah kanan
c) Ada pitting oedema
4) Perkusi
Tidak dilakukan
5) Auskultasi
Tidak ada wheezing, ronchi basah dan ronchi kering.
Vasikuler +/+
6) Gerakan Dasar
a) Gerak pasif
1. AGA Dextra dan Sinistra :
; Mampu digerakkan untuk semua arah gerakan full ROM dan
tidak ada nyeri
2. AGB Dekstra :
; Hip : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi,
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full
ROM dan tidak ada nyeri
Knee : Mampu untuk digarakkan fexi, extensi full ROM dan
tidak ada nyeri
Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi
fleksi, plantar flexi, eversi dan inversi full ROM dan tidak
ada nyeri
3. AGB Sinistra :
; Hip : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi,
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full
ROM dan tidak ada nyeri
Knee : Mampu untuk digerakkan flexi, extensi full ROM dan
tidak ada nyeri
40
Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi
fleksi, plantar flexi, tidak full ROM dan ada nyeri
b) Gerak aktif
1. AGA Dextra dan Sinistra :
; Mampu menggerakkan untuk semua arah gerakan full ROM dan
tidak ada nyeri
2. AGB Dekstra :
; Hip : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi,
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full
ROM dan tidak ada nyeri
Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM dan
tidak ada nyeri
Ankle : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan dorsi
fleksi, plantar flexi, eversi dan inversi full ROM dan tidak
ada nyeri
Toes : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi,
extensi, abduksi, adduksi full ROM dan tiadak ada nyeri
3. AGB Sinistra :
; Hip : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi,
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full
ROM dan tidak ada nyeri
Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM
dan tidak ada nyeri
Ankle : Tidak mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan
dorsi fleksi, plantar flexi, tidak full ROM dan ada nyeri
c) Gerak isometrik melawan tahanan
1. AGA Dextra dan Sinistra :
; Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan
tahanan maximal untuk semua arah gerakkan
2. AGB Dekstra :
; Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan
41
tahanan maximal untuk semua arah gerakkan
3. AGB Sinistra
; Hip : Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis
dengan tahanan maximal untuk semua arah gerakkan
Knee : Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis
dengan tahanan minimal untuk semua arah gerakkan
Ankle : Belum mampu gerak isometrik melawan tahanan dari
terapis untuk semua arah gerakkan
7) Muscle Test (kekuatan otot)
1. AGA Dextra dan Sinistra
Shoulder : flexor = 5, extensor = 5, abduktor = 5, adduktor =
5, internal rotator = 5, external rotator = 5.
Elbow : flexor = 5, extensor = 5
Wrist : flexor = 5, extensor =5
Fingers : flexor = 5, extensor =5
2. AGB Dekstra
Hip : flexor = 5, extensor = 5, abduktor = 5, adduktor =
5, internal rotator = 5, external rotator = 5.
Knee : flexor = 5, extensor = 5
Ankle : plantar flexor gastrocnemius = 5, plantar flexor
soleus = 5
Foot : inventor anterior tibial = 5, inventor posterior
tinial =5, evertor peroneus = 5
Toes : flexor MTP-PIP = 5, extensor MTP-PIP = 5,
abduktor = 5, adduktor = 5
Hallux : flexor MTP-PIP =5, extensor MTP-PIP =5
3. AGB Sinistra
Hip : flexor = 4, extensor = 4, abduktor = 4, adduktor =
4, internal rotator = 4, external rotator = 4.
Knee : flexor = 4, extensor = 4
42
Ankle : plantar flexor gastrocnemius = 2-, dorsi flexor
soleus =1-.
8) Antropometri test
Pengukuran lingkar segmen tubuh : untuk mengetahui Oedema pada
tungkai bawah.
1. 10 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 31,5 cm dan
tungkai kanan 28 cm
2. 25 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri (ada bendit) 31,5
cm dan tungkai kanan 18 cm
3. 35 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 30,5 cm dan
tungkai kanan 18 cm
4. 5 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri 25 cm dan tungkai kanan
24 cm
5. 10 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri (ada dendit) 29 cm dan
tungkai kanan 28 cm
9) ROM Test
1. AGA Dextra dan Sinistra
: Shoulder, elbow, wrist, fingers full ROM dan tidak ada nyeri
2.AGB Aktif Pasif
Hip Dextra (S) : 10 – 0 – 120 (S) : 10 – 0 - 120
(F) : 45 – 10 – 0 (F) : 45 – 10 - 0
(R) : 45 – 0 – 45 (R) : 45 – 0 - 45
Knee Dextra (S) : 8 – 0 – 130 (S) : 8 – 0 - 130
Ankle Dextra (S) : 20 – 0 – 50 (S) : 20 – 0 - 50
Hip Sinistra (S) : 10 – 0 – 120 (S) : 10 – 0 - 120
(F) : 40 – 10 – 0 (F) : 45 – 10 - 0
(R) : 45 – 0 – 45 (R) : 45 – 0 - 45
43
Knee Sinistra (S) : 2 – 0 – 120 (S) : 2 – 0 - 120
Ankle Sinistra (S) : 3 – 0 – 5 (S) : 3 – 0 - 5
10) Pemeriksaan nyeri
Menggunakan skala VDS ( Verbal Deskriptif Scale)
Pada pemeriksaan ini didapatkan informasi tentang nyeri
yang dirasakan oleh pasien. Pemeriksaan VDS ini bertujuan untuk
membantu menegakkan diagnosa fisioterapi, menentukan jenis terapi
yang akan diberikan dan sebagai bahan evaluasi. VDS merupakan cara
pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu 1: tidak
nyeri, 2: nyeri sangat ringan, 3: nyeri ringan, 4: nyeri tidak begitu berat,
5: nyeri cukup berat, 6: nyeri berat, 7: nyeri tidak tertahankan.
Diperoleh pada kasus ini dalam keadaan diam (nyeri diam) nyeri
ringan, pada saat ditekan (nyeri tekan) nyeri tidak begitu berat, pada
saat gerak (nyeri gerak) nyeri tidak begitu berat.
Hasilnya ;
a) Nyeri diam : Nyeri ringan
b) Nyeri gerak : Nyeri berat
c) Nyeri tekan : Nyeri berat
11) Kognitif, intra personal dan inter personal
Kognitif : Memori jangka pendek dan jangka panjang pasien baik
dan pasien mampu mengikuti instruksi dengan baik
Intra personal : Pasien mampu menerima keadaan dirinya dan
mempunyai keinginan untuk sembuh tinggi
Inter personal : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, baik dengan
terapis maupun sesama pasien
44
12) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional
Menggunakan Indek Barthel :
NO AKTIVITASNILAI
BANTUAN MANDIRI
1.
2
3.
4..
5
6.
7.
8
9.
10.
Makan
Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan
sebaliknya/termasuk duduk ditempat tidur
Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir,
mencukur dan menggosok gigi)
Aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap)
Mandi
Berjalan dijalan yang datar (jika tidak mampu
jalan melakukannya dengan kursi roda)
Naik turun tangga
Berpakaian (termasuk mengenakan sepatu)
Mengontrol BAB
Mengontrol BAK
5
5
0
5
5
10
5
10
10
10
HASIL75
Ketergantungan moderat
13) Pemeriksaan Spesifik.
a) Pemeriksaan nyeri dengan skala VDS
Cara pengukuran derajat nyeri dengan bertanya pada pasien tentang
nyeri yang dirasakan pasien.
b) Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh)
Pengukuran lingkar segmen tubuh yaitu pada anggota gerak bawah
untuk menetahui ada tidaknya udem. Dilakukan dengan menggunakan
meteran (meter line)
45
c) ROM
Menggunakan goneometer untuk mengetahui luas lingkup gerak sendi
yang bisa dilakukan oleh suatu sendi.
d) MMT (Manual Muscle Testing)
adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui kemampuan
seseorang dalam mengkontraksikan group ototnya secara voluntary.
Nilai:
0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi
2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi
3 =Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi
tanpa melawan tahanan
4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan
tahanan sedang (moderat)
5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan
tahanan maximal.
14) Mekanisme terjadinya permasalahan ( underlying process)
Pada tanggal 24 Mei 2009 sepulang dari bekerja pasien mengalami
kecelakan karena hujan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh
dan tidak bisa jalan kemudian pasien dibawa ke sangkal putung pada hari
itu juga kemudian karena merasakan nyeri makin bertambah pasien di
bawa keRSO pada tanggal 25 Juni 2009. Pasien menjalani rawat inap dan
operasi pada tanggal 27 Juni 2009.
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA
Karena terletak pada subkutan, tibia lebih sering mengalami fraktur, dan
lebih sering mengalami fraktur terbuka dibandingkan tulang panjang
lainnya.
46
MEKANISME CEDERA DAN PATOLOGI
Daya pemuntiran menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki
dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur
melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada
cidera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit;
cedera laangsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur.
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang paling lazim.
Banyaknya diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan risiko
komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan
lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan menetapkan
tingkat cedera jaringan lunak: C0= kerusakan jaringan lunak sedikit
dengan fraktur biasa; C1= abrasi dangkal atau kontusio dari dalam; C2=
abrasi dalam, kontusio jaqringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur
berat; dan C3= kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman
sindroma kompartemen. Waktu penyatuan rerata setelah imobilisasi
berkisar antara 10 minggu untk fraktur “kecil” (terbuka atau tertutup)
sampai 20 minggu untuk cedera yang berat (ellis, 1988). Tetapi, angka ini
cenderung mengaburkan fakta bahwa banyak fraktur tibia memerlukan
waktu 6 bulan atau lebih untuk menyatu.
Penyembuhan fraktur ; secara umum terjadi melalui suatu proses
mulai dari perdarahan (hematoma) sampai terbentuknya callus atau
jaringan tulang yang kuat. Proses tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a. Hematoma (penetrasi oleh pembuluh darah)
b. Proliferasi sel sub periosteal, endosteal dan sel-sel osteogenik dari
permukaan fraktur
c. Pengaruh sel osteoblast dan pembentuk callus (tulang tersusun lunak)
d. Pembentukkan matriks interseluler dan konsolidasi dari tulang yang
tersusun lunak menjadi tulang yang kuat
e. Membentuk kembali menjadi normal (romodeling)
47
Patah tulang ini pad umumnya disebabkan oleh trauma langsung.
Patah tulang dapat berdiri sendiri (Tibia atau Fibula) atau dapat kedua
tulang tersebut mengalami fraktur bersamaan. Bentuk fraktur transverse
atau dengan displacement (over lapping, angulasi, rotasi) baik satu level
(lokasi fraktur sejajar) atau tidak satu level (salah satu garis fraktur diatas
atau dibawah). Fraktur adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang
yang disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis.
GAMBARAN KLINIK
Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas; kadang-kadang
kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya
bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki biasanya
muntir dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi memar dan
bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk
menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tapi pasien
diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Sebelum rencan terapi, perlu
bdilakukan penentuan beratnya cidera
Sinar X: Fraktur spiral biasanya terjadi pada sepertiga bagian bawah
batang tibia; fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya pada tingkat
yang lebih tinggi; sering terdapat pergeseran lateral tumpang tindih dan
pemuntiran keluar di bawah fraktur. Pada fraktur melintang kedua tulang
patah pada tingkat yang sama, dan mungkin terdapat pergeseran,
kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah; kadang-kadang terdapat
fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang terpisah.
TERAPI PADA FRAKTUR TERTUTUP
Prinsip terapi adalah:
a. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup
kulit
b. Mencegah atau sekurang kurangnya mengetahui pembengkakan
kompartemen
c. Memperoleh penjajaran (aligment) fraktur
48
d. Untuk memulai pembebanan dini (pembebanan membabtu
penyembuahan)
e. Mulai gerakan sendi secepat mungkin
Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi dan bila
fraktur dengan displacement perlu dilakukan reposisi.
Bila fraktur fibula berdiri sendiri dan tanpa displacement, tidak
mutlak perlu immobilisasi karena tulang fibula tidak menumpu tubuh
langsung dan antara tibia dan fibula terdapat septum interosseus sebagai
pengikat tulang fibula pad tulang tibia, namun bila ragu-ragu, berikan
short leg plaster dan jalan dengan FWB sampai lepas immobilisasi.
Selain melakukan upaya untuk memulihkan kondisi dan aktivitas
fungsional, maka perlu tindakan anti sipasi mencegah komplikasi yang
timbul.
Komlpikasi:
a. Clawing toes (bentuk cakar): Head metatarsal I dan V naik keatas
sedangkan head metatarsal II, III, dan IV turun/drop kebawah. Hal ini
disebabkan karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat.
b. Flat foot: disebabkan karena pemasangan gips salah/tanpa longitudinal
arcus, kurang latihan sehingga otot-otot telapak kaki lemah atau
adanya sprain ligamentum
c. Bengkak (Oedem): timbulnya jaringan fibrotik yang menyebabkan
stiffnes sendi, kurang latihan
d. Ketidak mampuan untuk melompat dan lari: karena kelemahan otot-otot
gastrocnemius (calf muscles)
e. Pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan
dalam klinis. Hal ini disebabkan karena rasa nyeri, kelemahan otot
gastrocnemius, keterbatasan ROM, unstable otot dan ligamentum, rasa
takut, over lapping fraktur.
c. Diagnosis Fisioterapi
1) Impairment.
49
Adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah tungkai
bawah kiri bagian distal.
Adanya oedema pada tungkai bawah kiri
Keterbatasan ROM ankle sinistra
Kelemahan dorsi flexor, plantar flexor, inventor, evertor ankle dextra dan
flexor, extensor, abduktor, adduktor toes dextra.
2) Functional limitation.
Keterbatasan aktivitas yaitu berdiri dan berjalan secara mandiri karena
adanya nyeri pada tungkai bawah kanan bagian distal.
Penurunan kemampuan jongkok-berdiri dan aktivitas toileting secara
mandiri.
Tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
3) Disability / Participation Restriction
Kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan bersosialisasi dilingkungan
masyarakat.
Ketidak mampuan untuk bekerja kembali sebagai penjual oleh karena
cloose fraktur tibia dan fibula right 1/3 distal post ORIF.
d. Program Fisioterapi
1) Tujuan Fisioterapi
a) Jangka pendek
Mengurangi nyeri pada daerah tungkai bawah kanan bagian distal.
Mengurangi odema pada tungkai bawah kanan.
Mengurangi spasme otot gastrocnemius kanan
Meningkatkan ROM ankle dextra dan toes dextra
Meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint dextra dan toes
dextra
Mencegah komplikasi yang kemungkinan timbul
b) Jangka panjang
Meninngkatkan kemampuan fungsional tungkai kanan
Mengembaliakan aktivitas fungsional pasien secara maximal
50
2) Teknologi Intervensi
a) Teknologi alternatif
(1) Heating (IR)
(2) Electrical stimulasi
(3) Breathing exercise dan class exercise
(4) Terapi Latihan
(5) Transver dan ambulasi
b) Teknologi terpilih
(1) Breathing exercise dan class exercise
(2) Terapi Latihan
(3) Transver dan ambulasi
c) Teknologi yang dilaksanakan
(1)Breathing exercise dengan kombinasi gerakan dan class execise
(2)Terapi Latihan : Static contraction, ankle pumping exercise,
isometric exercise, stretching, strengthening, bridging exercise
(3) Transver dan ambulasi
e. Rencana Evaluasi
a) Nyeri dengan skala VAS
b) Oedema dengan antropometri
c) ROM dengan goneometer
d) Kekuatan otot dengan MMT
e) Kemampuan fungsional dengan indek Barthel
f. Prognosis
Quo ad vitam : Baik
Quo ad sanam : Baik
Quo ad fungsionam : Baik
Quo ad cosmeticam : Sedang
51
g. Pelaksanaan Fisioterapi
Pada tanggal 02 Februari 2007 TERAPI I
1) TERAPI LATIHAN :
a. Static Contraction :
Otot Gastrocnemius Kiri : Posisi pasien tidur terlentang, tangan terapis
diletakkan dibawah tumit kiri pasien, lalu pasien diminta untuk
menekankan tumitnya ke bawah, dilakukan 8x pengulangan.
Otot Quadriceps Femoris Kiri : Posisi pasien tidur terlentang, tangan
terapis diletakkan dibawah lutut kiri pasien, lalu pasien diminta untuk
menekankan lutut ke bawah. Dilakukan 8x pengulangan.
b. Pumping Ankle/ankle pumping :
Posisi pasien tidur terlentang, pasien diminta menggerakkan jari-jari dan
pergelangan kaki kiri ke arah plantar dan dorsi flexi. Dosis 8x gerakan 2
sesi.
c. Active Movement dan Relaxed Active assistide Movement :
Untuk sendi pergelangan kaki kiri untuk gerakan dorsal-plantar flexi
dilakukan 8x pengulangan posisi pasien tidur terlentang posisi terapis
disebelah kiri bed dengan tangan kanan memfiksasi pada pergelangan kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri menggerakkan ankle kearah dorsal
dan plantar flexi dengan disertai gerakan yang sama dengan pasien dan
meminta pasien menggerakkan paha, lutut, dan pergelangan kakinya
secara mandiri (aktif)
d. Transfer dan ambulasi :
Dengan pemberian tes keseimbangan terlebih dahulu sebelum berdiri
dengan kaki kanan menapak dan kaki kiri menggantung, kemudian karena
tidak ada gangguan keseimbangan latihan jalan dengan walker dengan teknik
NWB dan masih latihan berjalan maju dan mundur sebagai persiapan jalan
dengan alat Bantu.
52
h. Evaluasi
1. Adanya peningkatan LGS pada ankle kiri, yaitu; S: 3-0-5 menjadi:
S: 4-0-6 dan pada gerak pasif S: 3-0-5 menjadi: S: 5-0-8.
2. Adanya peningkatan kekuatan otot pada hip, knee
dan ankle,yaitu ;
a) Hip: flexor = 4, extensor = 4, abduktor = 4, adductor = 4, internal
rotator = 4, external rotator = 4 menjadi flexor = 5, extensor =
5, abduktor = 4+, adductor = 4, internal rotator = 5, external
rotator = 5
b) Knee: flexor = 4 dan extensor = 4,menjadi fleksor = 5
dan ekstensor = 5
c) Ankle: plantar flexor gastrocnemius = 2-, dorsi flexor soleus =1-
menjadi : plantar flexor gastrocnemius = 2+,
dorsi flexor soleus =1+ .
3. Adanya pengurangan nyeri :
a) Nyeri diam; dari nyeri ringan menjadi tidak ada nyeri.
b) Nyeri gerak; dari nyeri berat menjadi nyeri tak begitu berat.
c) Nyeri tekan: dari nyeri berat tetap masih terasa nyeri berat.
4. Adanya penurunan bengkak :
a) 10 cm dari tuberusitas tibia ke distal
tungkai kiri 31,5 cm dan tungkai kanan 28
cm menjadi pada tungkai kiri; 30 cm
b) 25 cm dari tuberusitas tibia ke distal
tungkai kiri (ada bendit) 31,5 cm menjadi;
31,5 cm dan tungkai kanan 18 cm
c) 35 cm dari tuberusitas tibia ke distal
tungkai kiri 30,5 cm menjadi: 30 cm dan
tungkai kanan 18 cm
53
d) 5 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri
25 cm menjadi; 25 dan tungkai kanan 24
cm
e) 5. 10 cm dari pereneus ke distal tungkai
kiri (ada dendit) 29 cm menjadi; 29 dan
tungkai kanan 28 cm
i. Hasil Terapi Akhir
Setelah diberikan terapi pada pasien yang bernama Bpk. Muh.Abdul Rasid,
maka hasil yang didapat deri sebelum dan sesudah terapi sebagai berikut
yaitu:
Keluhan nyeri berkurang.
Oedem pada tungkai kanan berkurang.
Terdapat peningkatan kekuatan otot AGB sinistra
Terdapat peningkatan LGS pada ankle sinistra.
Belum terdapat peningkatan kemampuan fungsional.
54
BAB IV
PEMBAHASAN
Fraktur adalah discontuinitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya
disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secar mendadak. Pada kasus Tn.
Muh.Abdul Rasid ini problem yang ditemukan setelah post ORIF Close fraktur tibia
fibula right 1/3 distal sinistra, yaitu adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada
daerah tungkai bawah kiri bagian distal, oedema pada tungkai bawah kiri, keterbatasan
ROM ankle sinistra, kelemahan dorsi flexor, plantar flexor, inventor, evertor ankle
sinistra dan flexor, extensor, abduktor, adduktor sinistratra, tidak ada gangguan sensasi
yang ditemukan dalam pemeriksaan, os dapat merasakan merasakan tajam tumpul, kasar-
halus, dan bisa merasakan gerakan. Juga tidak terdapat perbedaan panjang tungkai. Lalu
latihan awal yang diberikan adalah Breathing exercise dengan kombinasi gerakan dan,
terapi Latihan : Static contraction, ankle pumping exercise, isometric exercise,
strengthening, kemudian bertahap transver dan ambulasi latihan jalan dengan metode
NWB. Hasil akhir yang dapat terlihat dari pasien ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu
keluhan nyeri berkurang, oedem pada tungkai kiri berkurang, terdapat peningkatan
kekuatan otot AGB sinistra, terdapat peningkatan LGS pada ankle sinistra,belum terdapat
peningkatan kemampuan fungsional.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan dan pembahasan , pasien Tn. Muh.Abdul Rasid
mengalami fraktur tibia fibula right 1/3 distal dimana pasien melakukan pemasangan
plate and screw. Pada kasus ini pasien mengalami adanya nyeri diam, nyeri tekan dan
nyeri gerak pada daerah tungkai bawah kiri bagian distal, adanya oedema pada
tungkai bawah kiri, keterbatasan ROM ankle sinistra, kelemahan otot dorsi flexor,
plantar flexor, inventor, evertor ankle dextra dan flexor, extensor, abduktor, adduktor.
Jika hal tersebut diatas dengan baik maka dapat menyebabkan gangguan gerak, fungsi
yang lebih berat dan komplikasi seperti : clawing toes (bentuk cakar) disebabkan
karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat, flat foot: disebabkan karena
pemasangan gips salah/tanpa longitudinal arcus, kurang latihan sehingga otot-otot
telapak kaki lemah atau adanya sprain ligamentum, bengkak (Oedem): timbulnya
jaringan fibrotik yang menyebabkan stiffnes sendi dan kurang latihan, ketidak
mampuan untuk melompat dan lari: karena kelemahan otot-otot gastrocnemius (calf
muscles), pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan dalam
klinis disebabkan karena rasa nyeri, kelemahan otot gastrocnemius, keterbatasan
ROM, unstable otot dan ligamentum, rasa takut, over lapping fraktur
B. Saran
1. Untuk Pasien
Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak
mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot
56
yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi, pasien memiliki
motivasi supaya rajin berlatih sesuai program yang diberikan terapis dengan bantuan
dari keluarga, disarankan untuk tidak melakukan aktivita berat dulu yang menumpu
pada kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan
diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin, pada saat jalan
dengan kruk hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB) selama sekitar 4-5
minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi penyambungan
tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk menyangga berat tubuh,
kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan metode Partial Weight Bearing (PWB)
yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak penuh melainkan sebagian. Setelah
menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut sudah benar-benar kuat kemudian
diteruskan dengan Full Weight Bearing (FWB). Diharapkan keluarga membantu
memberi suport agar semangat dalam berlatih
2. Tim medis
Memotivasi pasien untuk tetap melakukan latihan guna meninkatkan rasa percaya
diri pasien.
57
DAFTAR PUSTAKA
- Bernad Bloch ; Fraktur dan disokasi, edisi pertama
- Appley ; ortopedi dan fraktur system, edisi ketujuh,
- An. D. Wolf. J. M. A. Mens ; pemeriksaan alat penggerak tubuh. Cetakan kedua Bohn
Staflen Van Loghum,
- Light, sidang, MD; therapeutic exercise, tahun edition copy right, elizabeth lict, USA,
- Rasyad, C, Pengantar ilmu bedah ortopedi, bintang lamumpateuk ujung pandang,
- Mahasiswa Akademi Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia; Manfaat Terapi Latihan
Pada Kondisi Post Op Old Fraktur Cruris / medial dextra, Jakarta
- Appley, A. Graham, Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem appley, Alih bahasa, Edi
nugroho; Editor, Agnes kartini, -ED. . –Jakarta, Widya Medika,
- B. Resse Nancy, Muscle and sensory testing, Philadelphia, W. B. Saunders Company,
- C. Norkin Cyntia, White D. Joice, Measurment of Join Motion: A Guide to
Gonoimetery, Philadelphia, F. A. Davis Company,
- Warner Kahle, helmut Leonhardt, Atlas Berwarna dan Teks Anatomi Manusia: Sistem
lokomotor Muskulosteletal dan topografi, Alih Bahasa, Dr. H.M. Syamsir, MS-Ed.6-
Jakarta,Hipokrates,
-Thomson. A, Skninner. A, and Piercy. J, Tidy’s Physiotherapy, th edition, Butter Worth
Heinemann, London,
- Mahasiswa fakultas ilmu kesehatan dan fisioterapi progran D IV fisioterapi Universitas
Easa Unggul, Penatalaksanaan Fisioterapi pada Post ORIF Close Fraktur Femur Distal
Dextra dengan Plate and Screw, Jakarta
58