89
FISIOTERAPAI Nama Wahyu Budi Prasetyo FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN 1

CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Embed Size (px)

DESCRIPTION

FISIOTERAPI

Citation preview

Page 1: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

FISIOTERAPAI

Nama Wahyu Budi Prasetyo

FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIFERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

1

Page 2: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

praktek klinik fisioterapi komprehensif dengan judul “PENATALAKSANAN

FISIOTERAPI PADA KONDISI POST ORIF CLOSE FRAKTUR TIBIA DAN

FIBULA 1/3 DISTAL SINISTRA DENGAN PLATE AND SCREW DI

BANGSAL ANGGREK RSO. PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA”

sebagai tugas akhir laporan praktek klinik Fisioterapi Komprehensif Diploma III

Fisioterapi angkatan 2009.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas

dari dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan

ini penulis mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang selalu

membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis memahami bahwa makalah ini jauh

dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

rekan mahasiswa dan pembaca pada umumnya.

2

Page 3: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................................ii

KATA PENGANTAR........................................................................................................iii

DAFTAR ISI .....................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.........................................................................................2

D. Manfaat Penulisan.......................................................................................3

BAB II KERANGKA TEORI........................................................................................4

A. Deskripsi Teoritis........................................................................................4

1.Anatomi Fungsional..................................................................................4

2.Patologi Kehamilan..................................................................................6

3. KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)....................................................8

B. Deskripsi Proses Fisioterapi......................................................................12

1.pemeriksan Subjektif..............................................................................12

2.Pemeriksaan Objektif.............................................................................12

3. Diagnosis Fisioterapi.............................................................................13

4. Program Fisioterapi..............................................................................13

5. Rencana Evaluasi..................................................................................14

6. Prognosis...............................................................................................14

7. Penatalaksanaan Fisioterapi..................................................................14

8. Evaluasi.................................................................................................14

BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................................15

A. Keterangan Umum Penderita....................................................................15

B. Data-data Medis Rumah Sakit...................................................................15

C. Segi Fisioterapi..........................................................................................18

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................34

3

Page 4: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

A. Hasil Penanganan Kasus............................................................................34

B. Pembahasan................................................................................................34

BAB V KESIMPULAN...............................................................................................35

A. Kesimpulan................................................................................................35

B. Saran..........................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

4

Page 5: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku manusia yang ingin serba cepat dan praktis tersebut

menyebabkan mobilitas manusia meningkat. Hal ini dapat menimbulkan

kurang hati-hati dalam melakukan semua aktifitas, menimbulkan masalah lalu

lintas yang cukup serius dan juga dapat menimbulkan trauma. Trauma

tersebut dapat ditimbulkan dan jumlah kepadatan lalu lintas yang bertambah

berakibat meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan dapat pula mengakibatkan

kematian, sedangkan masalah yang lalu yang dapat ditimbulkan antara lain

adalah cedera yang berupa sprain, strain, memar dan bahkan patah tulang

(fraktur). Sebagai contoh adalah fraktur cruris.

Gambaran tentang fraktur adalah keadaan dimana struktur tulang

mengalami pemutusan secara menyeluruh / sebagian karena disebabkan oleh

trauma, misalkan penekanan berulang-ulang atau sebagian karena patologi

tulang itu sendiri (Apley, 1995). Fraktur dapat menimbulkan bermacam-

macam gangguan fungsi aktifitas atau hilangnya fungsi anggota badan

(amputasi) perubahan bentuk (deformitas) dan dapat memperburuk keadaan.

Di sini fisioterapi mempunyai peran sebagai profesi yang bertanggung

jawab dalam proses penyembuhan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional

yang terjadi pada kasus post operasi fraktur cruris dengan pemasangan

internal fiksasi berupa plate and screw. Menangani pasien dengan kondisi

tersebut banyak modalitas fisioterapi yang digunakan, salah satunya adalah

terapi latihan yang meliputi Breathing exercise, latihan gerak aktif dan static

kontraksi. Sementara itu tindakan terapeutik yang dilakukan fisioterapi antara

lain: kurangi oedema dan cegah komplikasi yang mungkin timbul,

pertahankan fungsi pernafasan, kurangi nyeri dan cidera jaringan lunak serta

memulihkan kemampuan fungsional.

B. Perumusan Masalah

Dalam penulisan laporan ini penulis membatasi permasalahan dan

modalitas yang digunakan, yaitu: (1) apakah dengan terapi latihan dapat

5

Page 6: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

meningkatkan kekuatan otot? (2) Apakah terapi latihan dapat mengurangi

kekuatan pada daerah tungkai atas karena immobilisasi dengan internal

fiksasi? (3) apakah terapi latihan dapat meningkatkan kemampuan

fungsional?

C. Batasan Masalah

Kondisi pada kasus ini adalah post operasi Fraktur sepertiga cruris

distak sinistra dengan pemasangan internal fiksasi berupa plate and screw.

Mengingat bahwa banyaknya komplikasi yang timbul serta keadaan pasien

yang dirawat di bangsal maka penulis hanya membatasi pembahasan pada

penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi post operasi Fraktur sepertigadistal

sinistra dengan terapi latihan.

D. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui : (1)

manfaat terapi latihan dalam meningkatkan kekuatan otot, (2) dengan terapi

latihan dapat meningkatkan kekuatan otot akibat immobilisasi karena internal

fiksasi dan (3) dengan terapi latihan dapat menjaga dan memelihara

kemampuan fungsional.

BAB II

6

Page 7: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

KERANGKA TEORI

A. Deskripsi Teoritis

1. Anatomi Fungsional

1. Osteologi

a. Tulang Femur

Femur merupakan tulang panjang terpanjang pada tubuh dan

dibagi dalam corpus, collum, ujung proximal, dan ujung distal. Pada

corpus kita bedakan menjadi tiga bagian yaitu, facie anterior lateral dan

medial. Facies lateral dan medial dipisahkan dari sisi dorsal oleh dua

peninggian berbibir kasar, lineaaspira yang merupakan daerah tebal

tulang kompakta. Disekitar linea aspera terdapat foramen nutricea,

labium medial dan lateral, labiumlateral berakhir pada tuberusitas

glutea. Kadang-kadang tuberusitas glutea lebih nyata dan dikenal

sebagai trochanter ketiga. Labium medial berjalan kepermukaan bawah

collum. Sedikit lebih lateral dari labium medial kita temukan birai yang

turun dari trochanter minor yaitu linea pectinea.

Pada bagian proximal dan distal corpus femoris kehilangan bentuk

segitigany dan menjadi lebih bersisi empat. Caput femoris dengan

lekukan yang menyerupai pusar yaitu fovea cacitis yang mempunyai

batas irregular dengan collum. Peralihan dari collum. Peralihan dari

collum ke corpus femoris dianterior ditandai oleh linea intochanterica

dan diposterior oleh crista introchanterica. Tepat dibawah trochanter

mayor terletak fossa trochanterica. Trocanter minor menonjol ke

posterior dan medial.

Pada ujung distal dibentuk oleh epicondylus, tepat dekat

epicondylus terletak condylus lateralis dan medialis. Keduanya

disatukan pada permukaan anterior oleh facies patelaris dan diposterior

dipisahkan oleh fossa intercondyloidea. Fossa ini dibatasi oleh linea

intercondylloidea yang membentuk dasar segitiga (planumpopiliteum)

yang sisinya dibentuk oleh labium divergen linea aspera. Dibawah

7

Page 8: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

epycondylus lateralis terletak sulcus popliteus dan diatas epicondylus

medialis terdapat tubercullum adductorius.

b. Tulang Patella

Patella merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia.

Tulang patella berbentuk gepeng dan segitiga. Apex dari tulang patella

menghadap kearah distal. Pada permukaan anterior tulang patella kasar

dan permukaan dosal mempunyai permukaan sendi yang dipisahkan ole

sebuah peninggian menjadi facies lateralis yang lebih besar dan facies

medialis yang lebih kecil.

c. Tulang Tibia

Tulang tibia dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung

proximal, corpus dan ujung distal. Bagian tulang tibia membentuk sendi

lutut adalah bagian proximal. Pada bagian proximal terdiri atas condylus

medialis tibiae. Condylus medialis tibiae permukaan sendi dinamakan

facies articularis superior condyli medialis tibiae. Tapi lateral facies

artecularis superior condyli medialis agak menonjol dan dinamakan

tuberculum intercondyloiddeum mediale. Pada condylus lateralis tibiae

permukaan sendi yang dinamakan facies articularis superior condyli

lateralis tibiae dinamakan tubercullum intercondyloideum yang

memisahkan kedua facies articularis pada bagian ini terdapat eminentia

intercondyloideum, fossa intercondyloideum anterior, fossa

intercondyloideum posterior. Pada tuberusitas tibea tonjolan dibagian

ventral dan merupakan lekat tendo m. Quadriceps femoris melalui

ligamentum patella pada bagian corpus (diaphysis) tibiae berbentuk segi

tiga dibedakan atas facies lateralis. Facies medialis tibiae, facies psterior

tibiae terdapat linea poplitea tempat alas m. Soleus sedangkan pada

bagian kranialnya merupakan tempat lekat m. popliteus dan crista

interossea tibiae terdapat diantara facies lateralis dan facies posterior

berhadapan dengan crista interossea fibulae. Pada bagian distal agak

melebar dibagian terdapat malleolaris. Incisura fibularis pada malleolus

medialis bagian medial pars distalis yang menonjol kekaudal, pada

sulcus malleolaris permukaan dorsal malleolaris medial yang dilalui

8

Page 9: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

oleh tendines mm. Tibialis posterior et flexordigitorum longus. Pada

incisura fibularis lekukan dibagian lateral yang berhubungan dengan

fibulae.

d. Tulang Fibula

Tulang fibula dibagi menjadi tiga bagian yaitu ujung proximal,

corpus, dan ujung distal. Pada bagian proximal terdiri capitulum fibulae

melekat kebagioan karniodorsal tibia. Puncak capitulum fibulae

dinamakan apex capituli fibulae. Pada bagian corpus fibulae berbentuk

seperti prisma. Tapi yang berhadapan dengan crista interossea tersebut

dihubungkan oleh membrana interossea cruris. Pada bagian distal

ditandai oleh penonjolan kekaudal yang dinamakan malleolus lateralis.

Malleolus lateralis mempunyai permukaan sendi dinamakan facies

articularis malleoli lateralis yang bersendi dengan tulang talus

dipermukaan dorsal malleolus lateralis terdapat sulcus tendinis mm.

Peronerum.

e. Tulang Talus

Tulang talus dibagi menjadi tiga yaitu caput tali, collum tali,

corpus tali. Pada bagian caput tali terdapat facies articularis navicularis

yang bersendi dengan naviculare pedis. Pada collum tali

menghubungkan capu tali dan corpus tali. Di collum tali terdapat sulcus

tali yang bersamaan dengan tulang calcaneus membentuk sinus tarsi.

Sinus tarsi tempati oleh ligamen talocalcaneum interosseum. Pada

bagian corpus tali dimana terdapat trocheal tali, facies malleolaris

meialis tali, processus lateralis tali, processus poterios tali. Pada bagian

processus posterior tali terbagi menjadi dua yaitu tubercullum laterale

dan tubercullum mediale.

f. Tulang Calcaneus

Tulang calcaneus dibagi menjadi dua yaitu facies articulares

talares anterior et media dan facies talares posterior. Pada facies

articulares talares menonjol kemedial dinamakan sustentaculum talim.

Dibagian dorsal calcaneum terdapat tonjolan besar dinamakan tuber

9

Page 10: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

calcanei. Permukaan medianya terbagi dua bagian yaitu processus

medialis calcanei dan processus lateralis tuberis calcanei.

g. Tulang Naviculare Pedis

Tulang naviculare pedis dilihat dari distal terdiri dari facies

articularis terdapat caput tali dan ossa cuneiformiae dipermukaan

medianya tuberusitas ossis naviculare pedis yang dapat diraba dibawah

depan malleolus medialis.

h. Tulang Cuneuforme

Tulang cuneufome terdiri atas tulang cuneuforme medialis

berbentuk paling besar bentuknya. Tulang cuneuforme intermedius

paling kecil permukaan sendinya seperti huruf “L” terbalik dan tulang

cuneiforme lateralis.

i. Tulang Metatarsale

Tulang metatarsale terdiri dari lima buah setiap bagian terdiri dari

corpus distal, media, lateral.

j. Tulang Basis Phalangis

Tulang basis phalangis terdiri dari lima setiap bagian terdiri dari

distal, medial, lateral.

k. Tulang phalanx

Tulang phalanx terdiri dari phalanx distal, phalanx proksimal

2. Otot-otot Tungkai Atas

a. Otot Sartorius

Origo : Spina iliaca anterior superior

Insertio : Facies madialis tibiae dekt tuberusitas tibiae bersama-

sama

Dengan tendo otot gracilis dan otot semitendinosus

b. Otot Rectus femoralis

Origo : Caput rectum, spina anterior inferiorcaput obliqum, agak

dikranial acetabulum

Insertio : Tuberusitas tibiae melalui ligament patellae

c. Otot-otot Vastus medialis

10

Page 11: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Origo : Bagian paling kaudal linea intertrochanterica, labium

mediale

linea aspera

Insertio : Tepi medial tendo otot rectus femoralis, patella

d. Otot-otot Intermedius

Origo : Permukaan depan dan lateral femur

Insertio : Tendo otot rectus femoralis

e. Otot-otot Vastus lateral

Origo : Permukaan depan dan kaudal trochanter major, labium

laterale

Linea aspera

Insertio : Tepi lateral tendo otot rectus femoris, patella

f. Otot Articularis genu

Origo : Permukaan depan bagian kaudal femur

Insertio : Permukaan atas dan lateral capsula articularis articulatio

genu

g. Otot Pectineus

Origo : Pectin ossis pubis, fascia pectinea

Insertio : Linea pectinea femoralis

h. Otot Adductor longus

Origo : Ramus superior ossis pubis diantara symphisis et

tuberculum

pubicum

Insertio : Labium mediale linea aspera

i. Otot Gracilis

Origo : Ramus inferior ossis pubis

Insertio : Facies mediale tibea dekat tuberositas tibea bersama-

sama dengan

tendineae mm. sartorius et semitendinosus (Pesanserinus)

j. Otot Adductor Brevis

Origo : Ramus inferior ossis pubis

Insertio : Labium mediale linea aspera

11

Page 12: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

k. Otot Adductor Magnus

Origo : Ramus inferior ossis pubis

Insertio : Labium mediale linea aspera

l. Otot Adductor Minimus

Origo : Ramus inferior ossis pubis

Ramus inferior ossi inchi

Insertio : Labim mediale linea aspera

m. Otot Semimembranosus

Origo : Tuber ischiadikus

Insertio : Condilus mediale tibiae

n. Otot Bicep femoralis

Origo : Caput longum : tuber ischiadicum

Caput breve : labium laterale linea asperae

Insertio : Capitulum fibulae, condylus lateralis

3. Otot Tungkai Bawah

a. Otot Tibialis anterior

Origo : Condylus lateralis tibea, facies lateralis tibea, membrane

interssea

Cruris, facies cruris

Insertio : Permukaan plantar tulang cuneuforme I, permukaan atas

basis

Ossis metatarsalis I

b. Otot Extensor digitorum longus

Origo : Capitulum et facies medialis fibulae, fascia cruris

Insertio ; Aponeurosis dorsalis jari kaki II, V

c. Otot Pereneus tirtius

Origo : Fibula (merupakan bagian paling lateralis m. extensor

digitorum

longus)

Insertio : Basis ossis metatarsalis 5

d. Otot Extensor Hallucis Longus

Origo : Facies medialis fibulae, membrana interossea cruris

12

Page 13: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Insertio : Basis phalanx terakhir ibu jari kaki

e. Otot Gastocnemius

Origo : Caput mediale epicondylus medialis moris, caput latrale,

epicondylus lateralis femoris

Insertio : Tuber calcanei dengan perantaraan tendo calcanei achilles

f. Otot Soleous

Origo : Capitulum febulae, facies posterior fibulae, linea poplitea

tibiae,

Arcus tendinis otot soleus

Insertio : Tuber calcanei melalui tendo calcanei achillus

g. Otot Tibialis Anterior

Origo : Condylus lateralis femoralis, ligament popliteum tibiae

Insertio : Planum popliteum tibiae

h. Otot Plantaris

Origo : condylus lateralis femoralis

Insertio : Tuber calcanei

i. Otot Flexor Digitorum Longus

Origo : Facies posterior tibiae, facies cruris lembar dalam

Insertio : Phalanx distal jari kaki II, III

j. Otot Flexor Hallucis Longus

Origo : Facies posterior fibulae, facies cruris lembar dalam

Insertio : Phalanx distal ibu jari kaki

k. Otot Tibialis Posterior

Origo : Facies posterior fibulae, membrane interossea cruris,

facies

posterior tibiae

Insertio : Tuberositas ossis navicularis

l. Otot Peroneus Longus

Origo : Facies lateral fibulae

Insertio : Ossa curneuforme I, basis ossis metatarsalis I.

m. Otot Peroneus Brevis

Origo : Facies lateralis fibulae

13

Page 14: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Insertio : Basis ossis metatarsalis V

4. Otot-otot Kaki

a. Otot Extensor Hallucis Brevis

Origo : Bagian depan calcaneus

Insertio : Oponerosis dorsalis ibu jari kaki

b. Otot Extensor Digitorum Brevis

Origo : Bagian depan calcaneus

Insertio : Oponerosis dorsalis jari kaki II sampai V

c. Otot bAbduktor Hallucis

Origo : Processus medialis tuberis calcanei, flexor retinaculum

Insertio : Sisi medial phalanx proximal

d. Otot Flexor Digitorum Brevis

Origo : Processus medialis calcanei, aponerosis plantaris

Insertio : Phalanx intermedius jari II sampai V

e. Otot Abduktor Digiti V

Origo : Processus medialis et lateralis tuberis calcanei

Insertio : basis ossis metatarsalis V, basis phalanx proximal jari V

f. Otot Quadratus Plantae

Origo : Facies plantaris calcanei

Insertio : Facies plantaris tendo otot flexor digitorum longus

g. Otot Lumbricales

Origo : Tendo flexor digitorum

Insertio : Aponerosis dorsalis jari II sampai IV

h. Otot Adduktor Hallucis

Origo : caput obliqulum basis asseum metatarsalae II sampai V

caput

tranversum sampai sendi articularis

metatarsophalanxealis II sampai V

Insertio : Basis phalanx proximal ibu jari

i. Otot Flexor Digiti V Brevis

Origo : Basis ossis metatarsalis V

Insertio : Basis phalanx proximal jari V

14

Page 15: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

5. Ligamen-ligamen pada sendi lutut

a. Ligamen Collateral Medikal

Terbentang dari condylus medialis femoralis sampai tuberositas tibia

b. Ligamen Collatera lateral

Barasal dari condylus lateralis menuju capitulum

c. Ligamen Cruciatum Anterior

Berjalan dari fossa intercondyloidea anterior tibia kepermukaan medial

condylus lateral femoralis

d. Ligamen Cruciatum Posterior

Berjalan dari permukaan lateral condylus femoralis medial kefossa

intercondylodea posterior tibia. Ligamen ini diperkuat oleh ligamen

cruciatum anterior

e. Ligamen Popliteum Arcuatum

Terletak pada daerah femoralis, erat hubungannya dengan otot

popliteum

f. Ligamen Popliteum Obliqum

Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turu menyilng

menuju facia meial popliteum

6. Ligamen-ligamen pada sendi kaki

a. Dilihat dari lateral

1) Ligamen Talofibulare posterior

Berjalan dari tulang talus melintang ketulang fibula bagian

belkang

2) Ligamen Calcaneofibulare anterius

Berjalan dari tulang calcaneus membentang ketulang fibula

3) Ligamen Tibiofibulare anterius

Berjalan tulang tibia bagian depan dan tulang fibula bagian depan

4) Ligamen Talofibulare anterius

Berjalan tulang talus membentang lurus ketulang fibula bagian

depan

5) Ligamen Calcaneonavicular

15

Page 16: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Berjalan dari tulang calcaeus dan tulang naviculare melintang

pada gagian atas punggung kaki.

6) Ligamen Calcaneocuboideum

Berjalan dari tulang calcaneus dan tulang cuboideum pada bagian

atas

punggung kaki

b. Dilihat dari medial

1) Ligamen Tibiotalare Anterius

Berjalan melintang dari depan dari ujung Tibia dan tulang talus

pada sisi depan

2) Ligamen Tibiotalare Posterior

Berjalan melintang dari belakang dari tulang Tibia dan tulang

Talus pada sisi belakang

3) Ligamen Tibionaviculare

Berjalan disamping pada tulang tibia dan tulang Naviculare

7. Biomekanika pada sendi lutut dan pergelangan kaki

a. Sendi Lutut

Sendi lultu merupakan struktur tulang dari tungkai atas dan

tungkai bawah yaitu tulang femur, tibia, fibula dan patella serta

dibentuk dari beberapa ligamen dan minikus. Sendi lutut mempunyai

gerakan diantaranya fleksi, ekstensi, eksternal rotasi. Gerakan fleksi dari

posisi full ekstensi, dimulai gerakan rotasi secara simultan tibia terhadap

femur melalui kontraksi otot popliteus, selanjutnya terjadi gerakan

fleksi aktiv akibat kontraksi M. Hamsting.

Pada gerakan fleksi-ekstensi maka meniscus akan menguat

terhadap tibia yang bergerak terhadap femur. Pada gerakan rotasi

dengan fleksi lutut, maka meniscus akan bergerak mengikuti femur

trhadap tibia. Ligamentum cruciatum anterior akan mengalami

penegangan saat ekstensi dan mengendor saat fleksi. Gerakan rotasi

eksternal tibia terhadap femur pada 20 derajat menuju posisi ekstensi

disebut mekanisme screw home dan keaadan tersebut dipengaruhi

sususnan kondilus dan pengendalian struktur ligamentosa.

16

Page 17: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Kontraksi mM. Quadriceps maka parella, ligamentum yang

berhubungan dengan capsula sendi akan tertarik kearah anterior dan

keatas, sehinggga mencegah terjadinya pergerakan antara condylus pada

sisi yang berlawanan. Ada tiga facet sendi pada permukaan persendian

dari femur. Pada pergerakan menuju fleksi meuju ekstensi, maka

hubungan antara permukaan sendi melalui dari facet medial dan

selanjutnya kefacet interior. Kerja otot pada pergerakan ekstensi

dilakukan oleh kelompok otot bicep femoris.

Struktur ligamen akan membantu ekstensi lutu ketika tibia

menguat pada posisi menumpu berat badan. Saat lutut bergerak dari

fleksi keekstensi, gerakan kondylus lateral akan dihentikan pada gerak

sendi 160 derajat oleh ligamen cruciatum anterior dan ligamentum

colateralis. Selanjutnya dari kontraksi quadriceps menyebabkan

kondylus medialis akan menambah jangkauan jarak gerak sendi sebesar

20 derajat (untuk menambah full fleksi menjadi 180 derajat) dan

menimbulkan gerakan internal rotasi tibia terhadap femur.

b. Sendi Pergelangan Kaki

Struktur tulang pembentuk sendi pergelangan kaki dibentuk oleh

dua buah tulang sendi berikut:

1) Pada bagian proximal disusun oleh dua buah tulang panjang yang

merupakan

struktur tulang dari tungkai bawah yaitu tulang tibia dan fibula.

2) Pada bagian distal disusun oleh 12 tulang pendek yang merupakan

struktur

tulang dari kaki yaitu : tulang talus, tulang calcaneus, tulang

kuboideum, metatarsal I, II, III, IV dan V

Pada gerakan normal yang memungkinkan untuk dilakukan oleh

sesuai sendi pergelangan kaki adalah sebagi berikut :

1) Dorsi fleksi

Gerakan dorsi fleksi ini merupakan suatu gerkan kaki kearah

dorsum pedis. Otot penggerak dorsi fleksi ini dilakukan oleh M.

17

Page 18: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Perineus tertius. Gerakan ini dapat terjadi berkisar antara 0-25

derajat dibatasi oleh plantar fleksor.

2) Plantar fleksi

Gerakan ini menuju gerakan kaki menuju plantar pedis. Gerakan

plantar fleksi dapat terjadi dilakukan M. Plantaris dan M. Perineus

brevis. Gerakan berkisar pada lingkup gerakan 0-50 derajat dari

posisi anatomis dibantu oleh kontak langsung bagian belakang

antara tulang talus dengan tulang tibia, ketegangan ligamentum

talofibulare anterior serta ketegangan otot dorsi fleksor.

3) Inversi

Gerakan inversi merupakan gerakan kombinmasi antara gerakan

supinasi dengan gerakan adduksi dan plantar fleksi kaki. Untuk

terjadinya gerakan ini dilakukan oleh otot penggerak utama yang

dilakukan oleh M. Tibialis posterior dibantu M. Fleksor digitorum

longus, M. Fleksor hallucis longus dan M. Gastrocnemius. Gerakan

ini terjadi pada batas lingkup gerakan 0-50 derajat dimulai dari

posisi axis anatomis tibia yang memanjang kebawah tempat pada

jari kaki kedua dengan posisi ankle netral. Gerakan ini dibatasi oleh

kontak langsung tulang tarsalis, ketegangan ligamentum tarsalis

lateralis serta ketegangan otot peroneus longus dan brevis.

4) Eversi

Gerakan eversi juga merupakan gerakan kombinasi, yaitu dari

gerakan pronasi, Abduksi dan dorsi fleksi. Otot penggerak utama

gerakan ini dilakukan oleh M. Peroneus longus, M. Peroneus brevis

dibantu oleh M. Extensor digitorum longus dan M. Peroneus tertius.

Gerakan eversi ini berkisar antara 0-20 derajat. Gerakan ini dibatasi

oleh kontak langsung tulang tulang tarsal bagian lateral, ketegangan

ligamentum tarsalis medialis, serta ketegangan M. Tibialis anterior

dan posterior.

2. Fraktur Cruris ( Tibia dan Fibula)

1. Pengertian

Fraktur Adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang yang

18

Page 19: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

disebabkan oleh trauma atau keadaaan patologis. (Kumpulan bahan kuliah

Program Diploma IV Fiosioterapi, 2001)

Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi,

tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang partial

(Chairudin rasjad). Jadi fraktur cruris adalah putusnya hubungan pada

tulang tibia maupun fibula yang terjadi secara bersamaan, baik secara

bersamaan maupun secara total.

2. Mekanisme cedera dan Patologi

Daya pemuntiran menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang

kaki dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur

melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada

cidera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit;

cedera laangsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur.

Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang paling lazim.

Banyaknya diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan risiko

komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan

jaringan lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan

menetapkan tingkat cedera jaringan lunak: C0= kerusakan jaringan lunak

sedikit dengan fraktur biasa; C1= abrasi dangkal atau kontusio dari dalam;

C2= abrasi dalam, kontusio jaqringan lunak dan pembengkakan, dengan

fraktur berat; dan C3= kerusakan jaringan lunak yang luas dengan

ancaman sindroma kompartemen. Waktu penyatuan rerata setelah

imobilisasi berkisar antara 10 minggu untk fraktur “kecil” (terbuka atau

tertutup) sampai 20 minggu untuk cedera yang berat (ellis, 1988). Tetapi,

angka ini cenderung mengaburkan fakta bahwa banyak fraktur tibia

memerlukan waktu 6 bulan atau lebih untuk menyatu.

Patah tulang ini pada umumnya disebabkan oleh trauma langsung.

Patah tulang dapat berdiri sendiri (Tibia atau Fibula) atau dapat kedua

tulang tersebut mengalami fraktur bersamaan. Bentuk fraktur tranverse

atau dengan displascement (overlapping, angulasi, rotasi) baik satu level

(lokasi fraktur sejajar) atau tidak satu level ( salah satu garis fraktur diatas

atau dibawah). Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi

19

Page 20: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

dan bila fraktur dengan displacement perlu dilakukan reposisi. Bila

fraktur fibula berdiri sendiri dan tanpa displacement, tidak mutlak perlu

immobilisasi karena tulang fibula tidak menumpu tubuh secara langsung

dan antara tibia dan fibula terdapat septum interosseus sebagai pengikat

tulang fibula pada tulang tibia, namun bila ragu-ragu, berikan short leg

plaster dan jalan denan FWB sampai lepas immobilisasi.

Fraktur dapat terjadi akibat: Peristiwa akibat trauma tunggal,

tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang

(fraktur patlogik).

a. Fraktur akibat peristiwa trauma

Disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang

dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukkan, pemuntiran atau

penarkan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada

tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan

(pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan

menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang

luas.Bila terkena kekuatan tidak langsung tulang dapat mengalami

fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkenma kekutan itu;

kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.

b. Fraktur kelelahan dan tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang , seperti halnyanya pada logam

dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling

sering ditemukan pada tibia atau fibula, terutama pada atlet, penari dan

calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu

lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh

(misalnya pada penyakit Paget). Raktur patologi disebut juga

spontaneus, karena tanpa adanya trauma atau hanya trauma kecil sudah

dapat menyebabkan terjadinya fraktur atau patah tulang. Contoh: fraktur

yang diakibatkan oleh adanya osteoporosis, osteomalasia (metabolik),

20

Page 21: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

osteomielitis piogenik (infektif), osteogenesis imperfekta (kongenetal)

dan beberapa fraktur yang disebabkan oleh tumor sekunder maupun

primer.

3. Gambaran klinik

Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas; kadang-

kadang kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat

bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki

biasanya muntir dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi

memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari

kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh

dicoba, tapi pasien diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Tanda-

tanda dan gejala fraktur yaitu: Umum adalah syok, cedera jaringan yang

lain dan tanda-tanda untuk fraktur patologis; Lokal adalah nyeri, hilang

fungsi, bengkak dan perdarahan, deformitas, nyeri tekan dan terdapat

gerakan-gerakan yang tidak normal (unnetral movement). Untuk

memastikan adanya fraktur dengan dilakukan pemeriksaan foto rontgen.

Sinar X: Fraktur spiral biasanya terjadi pada sepertiga bagian

bawah batang tibia; fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya

pada tingkat yang lebih tinggi; sering terdapat pergeseran lateral

tumpang tindih dan pemuntiran keluar di bawah fraktur. Pada fraktur

melintang kedua tulang patah pada tingkat yang sama, dan mungkin

terdapat pergeseran, kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah;

kadang-kadang terdapat fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang

terpisah.

Pola-pola fraktur:

a. Green stick yaitu fraktur yang bentuk perpatahannya hanya retak

saja.

b. Tranvers yaitu bentuk patahannya melintang

c. Oblique yaitu bentuk patahannya miring

d. Spiral (rotasi/berputar) yaitu fraktur yang bentuk perpatahannnya

melintar

21

Page 22: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

e. Angulasi (menyudut) yaitu fraktur yang bentuk perpatahannya

menyudut

f. Comunited yaitu fraktur dengan lebih dua fragmen, karena ikatan

sambungan pada permukaan fraktur tidak baik, lesi ini sering tidak

stabil.

g. Kompresi (crush) yaitu kerusakan tulang atau fraktur yang

disebabkan oleh tekanan yang berulang-ulang.

h. Impacted yaitu fraktur dimana fragmen-fragmen tulang-tulang

terdorong masuk kearah dalam tulang satu sam lain sehingga tidak

dapat terjadi gerakan diantar fragmen tersebut.

i. Involving joint yaitu fraktur yang disertai perubahan struktur

sendi.

j. Avulsion yaitu fraktur yang terjadi hanya sedikit perpatahan

diujung pinggir tulang.

k. Fraktur dan dislokasi yaitu perpatahan tulang yang disertai

perpindahan dari sendi yang mengikat tulang tersebut.

4. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur ada dua yaitu:

a. Fraktur terbuka: terputusnya hubungan tulang dan menembus jaringan

otot dan kulit sehingga dapat terlihat dari luar.

b. Fraktur tertutup: terputusnya hubungan tulang tetapi fraktur ini tidak

menembus jaringan kulit, sehingga tidak terlihat dari luar.

Houglund dan states mengklasifikasikan fraktur tibia berdasarkan bearnya

energi yang menyebabkan terjadinya fraktur, yang dapat menentukan

prognosis:

a. Fraktur berkekuatan tinggi; misalnya dari kecelakaan mobil dan

tabrakan,

fraktur dari group ini sembuh kira-kira 6 bulan.

b. Fraktur berkekuatan rendah ; misal dari kecelakaan bermain ski, fraktur

dari group ini sembuh kira- kira 4 bulan.

Namun penelitian lain menyebutkan, bahwa prognosis ini tidak

bergantung pada derajat fraktur, namun pada jumlah fragmen tulang yang

22

Page 23: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

saling kontak. Setelah dilakukan reposisi, apabila terdapat 50-90%

fragmen fraktur yang saling kontak maka secara signifikan

penyembuhannnya akan lebih cepat.

5. Komplikasi

Selain melakukan upaya untuk memulihkan kondisi dan aktivitas

fungsional, maka perlu tindakan antisipasi untuk mencegah komplikasi

yang kemungkinan timbul, yaitu:

a. Clawing toes (bentuk cakar): head metatarsal I dan V naik keatas

sedangkan head matatarsal II, III dan IV turun/drop kebawah. Hal ini

disebabkan karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat.

b. Flat foot;: disebabkan karena pemasangan gips salah/tanpa longitudinal

arkus, kurang latihan sehingga otot-otot telapak kaki lemah atau adanya

sprain ligamentum

c. Bengkak atau udem: timbulmya jaringan fibrotik yang menyebabkan

stiffness sendi, kurang latihan.

d. Ketidak mampuan untuk lompat dan lari: karena kelemahan otot-otot

gastrocnemius (calf muscle)

e. Pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan

dalam klinis. Hal ini disebabkan oleh karena rasa nyeri, kelemahan otot

gastocnemius, keterbatasan ROM, Unstable otot dan ligamentum, rasa

takut, over lapping fraktur.

6. Prognosis

Tarr et al. dan Puno et al. menyebutkan bahwa malaligment pada

bagian distal tibia prognosis lebih jelek dari pada yang terletak proksimal.

Mempertahankan kelurusan fraktur tidaklah mudah pada beberapa tipe

fraktur, dan pabila telah dilakukan realigment tidak berhasil maka

indikasikan untuk dilakukan fiksasi operatif.

Menurut Nicoll, faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah:

Jumlah displacement saat terjadi fraktur, derajat komunitif, adanya infeksi,

dan tingakat keparahan trauma jaringan lunak tidak termasuk infeksi.

Muller, Nazarian, and Koch menyebutkan bahwa fraktur terpuntir

denga atau tanpa patahan-patahan simple mempunyai prognosis yang lebih

23

Page 24: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

baik dari pada fraktur yang disebabkan oleh kekuatan tinggi seperti fraktur

short oblique atau transverse dengan atau tanpa fraktur komunitif. Bostman

menemukan bahwa reduksio sulit dilakukan pada fraktur sepertiga distal

tibia. Nicoll mengungkapkan bahwa dengan atau tanpa fraktur fibula tidak

mempengaruhi prognosis.

A. Karakteristik pasie mempengaruhi keberhasilan dari penatalaksanaan tertutup

dari fraktur diafisis tibia. Kerusakan (alignment) bisa menjadi sulit

dipertahankan bila dengan cast atau braces pada pasien dengan edem atau

ekstremitas yang obes. Hilangnya reduksi dapat terjadi pada pasien yang tidak

memenuhi dengan penatalaksanaan tertutup, dimana delayed union dan non

union umum terjadi pada pasien dimana penopangan berat badan dibatasi

untuk waktu yang lama.

2. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi)

A. Definisi

ORIF adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengembalikan

struktur tulang yang fraktur pada keadaan anatomis dari dalam dengan

memberikan ikatan dari dalam.

B. Jenis Perangkat Fiksasi

1. Cortical bone screw

2. Cancellous bone screw

3. Self tapping screw

4. Dinamik hip screw / dinamik condilar screw

5. Plates

6. Blade p;ates

7. Intramedularis nail

8. Tension band wiring

C. Indikasi Fiksasi Internal

1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi misalnya

fraktur dengan displacement dan tidak stabil.

2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami

pergeseran setelah dilakukan reduksi, misalnya fraktur pertengahan

24

Page 25: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang

bergeser.

3. Fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh otot, misalnya fraktur

melintang pada patella atau olecranon.

4. Fraktur yanfg penyatuaannya kurang baik dan perlahan-lahan

terutama pada frakktur leher femur.

5. Fraktur patologi akibat suatu penyakit tulang

6. Fraktur multiple dimana bila fiksasi dini dengan fiksasi internal atau

dengan tujuan untuk mrengurangi resiko komplikasi umum dan

kegagalan berbagai organ sistem tubuh (Philips dan Conteas, 1990).

7. Kondisi fraktur dimana suplay drah pada angggota gerak tergangggu

dan pembuluh-pembuluh darah harus terlindungi (Dandy, 1990)

8. Ditemukan banyak debris, dan fragmen yang merusak jaringan otot

dan jkaringan lunak lainnnya.

D. Penentuan Penggunaan Tipe Fiksasi

1. Posisi fraktur

2. Panjang dan bentuk fraktur

3. Ukuran fraktur

4. Tekstur dan kekuatan otot diarea sekitar fraktur. (Mc. Rae, 1994)

E. Keuntungan Fiksasi Internal

1. Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk reduksi dan

penyanmbungan tulang (Mc. Ray, 1994)

2. Memberikan kesempatan mobilisasi awal dan latihan yang lebih cepat

3. Mobilisasi dan latihan yang lebih cepat komplikasi fraktur dapat

diminimalkan bahkan dihilangkan.

4. Pasiewn dapat pulang kerumah lebih awal dengan ctatan pulang agar

pasien tetap melakukan latihan-latihan yang diberiakan selam dirumah

sakit dan menjauhkan larangan-larangan yang diberikan seperti tidak

boleh melkukan pembebanan yang maksimal pada daerah fraktur.

25

Page 26: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

F. Komplikasi Fiksasi Internal

1. Komlikasi infeksi, merupakan penyebab osteotis yang paling sering

ditemukan, hal ini tidak diakibatkan logam yang digunakan tapi akibat

pembedahan yang tidak memenuhi standart aseptic dan antiseptic.

2. Non union, hal ini lebih sdering ditemukan pada tulang lengan atau

tungkai bawah dimana apabial hanya salah satu tulang yang patah dan

tulang yang sebelahnya tetap utuh.

3. Kegagalan implant, diakibatkan implant yang ditananamkan kropos

dan penyatuan tulang yang patah belum terjadi. Apabila ditemukan

rasa nyeri yang hebat pada fraktur harus diwaspadai dan ditangani.

4. Fraktur tulang diakibatkan karena pelepasan implant yang terlalu

cepat, waktu yang paling cepat pelepasan implant minimal satu tahun

dan satu setengah tahun dan yang paling aman setelah dua tahun

setelah masa pelepasan tulang dalam kondisi lemah diperlukan

perwatan dan perlindungan.

G. Teknik Tindakan ORIF

1. Banyak metode yang digunakan tergantung jenis kondisinya fraktur

dan perangkat yang digunakan juga dengan alasan yang sama.

2. Bila menggunakan plate, memungkinkan plate harus dipasang pada

permukaan yang dapat diregangkan yaitu pada sisi tulang yang

cembung.

3. Bila menggunakan paku intermedular digunakan paku yang dapat

dikuncikan dengan sekrup melintang. (Muller dkk, 1991)

3. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Post ORIF Close Fraktur Tibia

dan Fibula 1/3 Distal Dextra dengan Plate and Screw

1. Pemeriksaan Subjektif

a.Anamnesis

Anamnesis bertujuan untuk memperoleh informasi akurat dan

relevan, sehingga pertanyaan harus jelas dan mudah dijawab.

Anamnesis dikelompokkan menjadi: a. Heteroanamnesis, tanya jawab

pada orang-orang/keluarga pasien yang mengetahui kondisi pasien, b.

26

Page 27: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Autoanamnesis, tanya jawab secara langsung kepada pasien, dapat

dibagi menjadi: 1) anamnesis umum, 2) anamnesis khusus.

Keluhan utama mengenai keluhan yang mendorong pasien mencari

pertolongan termasuk didalamnya lokasi keluhan, onset, penyebab,

faktor – faktor yang memperberat atau memperingan, irritabilitas dan

derajat berat keluhan, sifat keluhan dalam 24 jam, dan stadium dari

kondisi.

Riwayat Penyakit Sekarang berupa perjalanan penyakit dan riwayat

pengobatan

2. Pemeriksaan Objektif

a.Tanda-tanda vital

Tanda – tanda vital adalah tanda / gambaran pada tubuh

seseorang yang penting untuk diketahui sehingga kita dapat

mengetahui keadaan tubuh seseorang,pemeriksaan tanda vital meliputi

1) Tekanan darah

2) Denyut nadi

3) Frekuensi pernafasan

4) Temperature

5) Tinggi badan

6) Berat badan

b.Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan

mengamati. Hal-hal yang bisa dilihat/diamati seperti keadaan umum,

kondisi berat badan, sianosis, pucat, bentuk thorak,bentuk

vertebra,gerakan – gerakan pernafasan abnormal,kontraksi otot bantu

pernafasan, clubbing finger. Macam-macam inspeksi ada 2, yaitu:

1) Inspeksi statis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam

keadaan diam.

2) Inspeksi dinamis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita

dalam keadaan bergerak, contoh waktu penderita

bernafas,beraktivitas.

27

Page 28: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

c.Palpasi

Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba,

menekan dan memegang organ/bagian tubuh pasien untuk mengetahui

tentang adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu, tumor/oedema, kontur

organ , tingkat kesamaan ekspansi, atropi, kontraktur

d.Perkusi

1) Dull bila ada kolaps/konsolidasi

2) Stoney dull bila ada efusi pleura

3) Sonor (jaringan paru yang normal)

4) Hypersonor (hyperinflasi, pneumothorax)

5) Redup (konsolidasi,atelektasis)

6) Pekak (pleural effusion)

e.Auskultasi

Proses untuk mendengarkan dan menginterpretasikan suara yan timbul

dalam thorak dengan menggunakan alat bantu “stethoscope”.

Dipergunakn untuk mengidentifikasi gangguan ventilasi atau gangguan

pembersihan jalan nafas ( lokasi mukus) dan menilai efektifitas terapi,

serta untuk mendengarkan suara jantung.

f. Pemeriksaan Gerak Dasar

1) Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif; untuk menentukan kekuatan otot,

ROM aktif, nyeri dan koordinasi gerak.

2) Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif; untuk menentukan ROM pasif

(normal, hypomobilitas, hypermobilitas), nyeri, end feel, bunyi,

tonus dan panjang otot.

3) Pemeriksaan kontraksi isometrik; untuk menelaah rasa nyeri

(provokasi myotendinogen) dan kelemahan otot (gangguan

neuromuskular).

g. Pemeriksaan Khusus antara lain; Palpasi yaitu untuk memeriksa

temperature local, nyeri tekan, dan bengkak Antropometri yaitu untuk

memeriksa adakah perbedaan panjang segmen, lingkar segmen,

oedem, atropi otot.

h. Pemeriksaan penunjang, seperti sinar X, MRI, CT scan, laboratorium.

28

Page 29: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

i. Muscle Test (Kekuatan Otot) adalah suatu usaha untuk menentukan atau

mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan group

ototnya secara voluntary.

Nilai:

0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi

2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi

3 = Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi

tanpa melawan tahanan

4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan

tahanan sedang (moderat)

5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan

tahanan maximal.

j. Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh): Pengukuran lingkar

segmen tubuh yaitu pada anggota gerak bawah untuk menetahui ada

tidaknya udem. Dilakukan dengan menggunakan meteran (meter line),

pelaksanaan pengukuran lingkar anggota gerak ini menggunakan

patokan lingkar lutut yaitu tuberusitas tibia.

k. ROM Test: menggunakan goniometer untuk mengetahui luas lingkup

gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi.

l. Pemeriksaan nyeri: dengan skala VDS, cara pengukuran derajat nyeri

dengan menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri (0-10cm). Salah

satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain menunjukkan

nyeri yang hebat. Panjang garis mulai dan tidak nyeri sampai titik

yang ditunjuk menunjukkan besarnya nyeri.

29

Page 30: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Permeriksaan Kemampuan fungsional: dengan indek Barthel :

NO AKTIVITASNILAI

BANTUAN MANDIRI

1.

2

3.

4..

5

6.

7.

8

9.

10.

Makan

Bepindah dari kursi roda ketempat tidur dan

sebaliknya/termasuk duduk ditempat tidur

Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir,

mencukur dan menggosok gigi)

Aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap)

Mandi

Berjalan dijalan yang datar (jika tidak mampu

jalan melakukannya dengan kursi roda)

Naik turun tangga

Berpakaian (termasuk mengenakan sepatu)

Mengontrol BAB

Mengontrol BAK

5

5-10

0

5

0

10

5

5

5

5

10

15

5

10

5

15

10

10

10

10

100

Penilaian :

0 – 20 Ketergantungan penuh

21 – 26 Ketergantungan berat

62 – 90 Ketergantungan moderat

91 – 99 Ketergantungan ringan

100 Mandiri

3.Problem Fisioterapi

Asuhan pelayanan fisioterapi yang diberikan pada penderita post ORIF

close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal sinistra dengan plate and screw

dilakukan secar bertahan susuai dengan problem yang ditemukan pada saat

dilakukan assesment. Untuk itu sebelum melakukan intervensi fisioterapi,

hendaknya kita mengetahui problem fisioterapi apa saja yang ada pada

penderita dengan post ORIF close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal sinistra

dengan plate and screw

30

Page 31: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

a. Terdapat oedema pada tungkai bawah kiri

b. Adanya nyeri pada luka post op dan nyeri gerak pada pergelangan kaki

kiri

c. Keterbatasan gerak ankle sinistra dan toes dextra

d. Kelemahan otot –otot penggerak ankle dan toes dextra

4. Diagnosa Fisioterapi

Merupakan penetapannamapada suatu keadaan sakit secara ilmiah dan

komunikatif khususnya antara fisioterapis dan mengandung 3 unsur yaitu:

a. Struktur jaringan spesifik, meliputi gambaran deskriptif, histologis,

topografis dan fungsi jaringan tertentu.

b. Patologi, meliputi jenis penyebab dan aktualitas.

c. Kelainan gerak dan fungsi, meliputi gangguan gerak dan fungsional,

lokal, regional maupun total.

Impairment (gangguan), functional limitation (Keterbatasan fungsi), dan

disability/participation restriction (ketidakmampuan) yang menyebabkan

kecacatan.

4.Rencana Intervensi

a. Target dan tujuan intervensi terapi dibuat setelah diagnosa fisioterapi

ditetapkan berdasarkan penemuan atau hasil pemeriksaan yang ada.

b. Rencana intervensi fisioterapi meliputi:

(1) Tujuan jangka pendek: Mengurangi udema, mengurangi nyeri,

meningkatkan dan memelihara ROM, meningkatkan dan memelihara

kekuatan otot.

(2) Tujuan jangka panjang: meningkatkan, mengembangkan dan memelihara

kemampuan fungsional ADL pasien secra mandiri

c. Rencana intervensi

(1) Class Exercise

(2) Terapi latihan: Static contraction, pumping action exercise, isometric

exercise, strengthening.

(3) Transfer dan ambulasi

(4) Edukasi

31

Page 32: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

5. Metode intervensi

a. Class Exercise: sebelum dilakukan terapi maka dilakukan bed exercise yaitu

dimana diawali dengan breathing exercise dengan kombinasi gerakan AGB

flexi-extensi shoulder dextra dan sinistra kemudian dilanjutkan dengan

gerakan aktif dari pasien untuk AGA dan AGB. Tujuannya adalah: untuk

memelihara, meningkatkan kemampuan fungsi otot dan sendi agar didapat

tujuan tertentu dalam mempercepat kesembuhan serta mencegah komplikasi

yang kemungkinan yang timbul.

b. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam

pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif

maupun aktif (Kisher, 1996). Appley (1995) berpendapat bahwa

penanganan pasca operasi dengan mobilisasi sedini mungkin betujuan untuk

mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta

memperbaiki fungsi tubuh. Pelaksanaan terapi latihan pada kondisi post

ORIF close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal dextra dengan plate and screw

sebagi berikut:

(1) Static contraction: merupakan kontraksi otot tanpa disertai perubahan

panjang dan pendek otot maupun perubahan lingkup gerak sendi. Dan

dapat pula meningkatkan tonus otot dan membantu mengurangi nyeri dan

spasme otot-otot sekitarnya. Selain itu dapat memperlancar aliran darah

dengan adanya mekanisme pumping action dan menjaga kekutan otot agar

tidak tejadi atrofi selam imobilisasi. Berdasarkan Brotzman (1996) bahwa

static kontraksi dilkukan delapan kali setiap jam.

(2) Pumping action exercise; bertujuan untuk mengurangi udem, melancarkan

peredaran darah, menghindari stiffnes, meningkatkan dan memelihara

kekuatan otot, meningkatkan dan memelihara ROM.

(3) Isometric exercise: merupakan suatu kontraksi otot diman ketegangan

dalam oot (intra muscular tension) bertambah/ naik tanpa disertai

perubahan panjang dari otot tersebut (tension naik sedangkan panjang otot

tetap). Bertujuan untuk meningkatkan tonus otot dan membantu

mengurangi nyeri dan spasme otot-otot sekitarnya selain itu dapat

memperlancar aliran darah.

32

Page 33: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

(4) Strengthening:bertujuan untuk mengurangi nyeri, mencegah stiffnes,

meningkatkan dan memelihara kekuatan otot, meningkatkan dan

memelihara ROM.

(5) Stretching: untuk mengurangi nyeri, melancarkan peredaran darah,

mengurangi spasme dan mencegah kontraktur, memelihara fleksibilitas

otot.

(6) Hold relax: menurut metode PNF, hold relax adalah suatu teknik yang

menggunakan kontraksi isometris yang optimal dari kelompok otot

antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan rilaxasi otot tersebut.

Tujuannya adalah penurunan nyeri, perbaikan mobilisasi, relaxasi group

antagonis.

(7) Contract relax : menurut metode PNF, Contract relax adalah suatu teknik

yang menggunakan kontraksi isotonik yang optimal dari kelompok otot

antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan relaxasi otot tersebut.

Tujuannya adalah mengurangi nyeri, rileksasi pola antagonis.

c. Transver dan ambulasi: salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu

mobilisasi dini mungkin untuk mencegah komplikasi tirah baring lama

(Appley, 1995). Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai dari tidur

terlentang lalu duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua

elbow saat bangun kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga

tubuh setelah itu lakukan bridging untuk menggeser keduduk ongkang-

ongkang dengan kedua tungkai digeser menuju ketepi bed dan

menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh terapis lau gerakan

badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki yang sakit

menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan

keseimbangan memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan

belakang juga kaki yang sakit diayun ayunkan dengan posisi menggantung.

Latihan jalan dengan kruk dapat diberikan jika pasien telah mampu dan

keseimbangan telah membaik dengan metode Non Weight Bearing (NWB),

dengan cara pasien latihan jalan dengan kedua tangan menumpu pada kruk

dan dimulai dari kruk kaki yang sehat sedang kaki yang sakit digantung.

33

Page 34: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

d. Edukasi:

(1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang

tidak mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan

keluarga, pada otot yang mengalami kelemahan seperti yang telah

dianjurkan terapi

(2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin

berlatih sesuai program yang diberikan terapis.

(3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivita berat dulu, yang menumpu

pada kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu,

jika jalan diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang

licin.

(4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung

(NWB) selama sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen

apakah sudah terjadi penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang

sudah cukup kuat untuk menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu

dapat dilanjutkan dengan metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu

kaki yang sakit menumpu tapi tidak penuh melainkan sebagian. Setelah

menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut sudah benar-benar kuat

kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing (FWB). Diharapkan

keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih.

6. Rencana Evaluasi

Sesuai dengan problematik fisioterapi

7. Prognosis berisi perkiraan mengenai kondisi pasien

Quo ad vitam : mengenai perkiraan hidup mati pasien

Quo ad sanam : mengenai perkiraan sembuh tidaknya penyakit

Quo ad fungsionam :mengenai perkiraan kemampuan fungsi

aktivitas sehari - hari

Quo ad cosmeticam : mengenai perkiraan penampilan pasien

8. Penatalaksanaan Fisioterapi

berupa tindakan yang dilakukan terapis kepada pasien

34

Page 35: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

9. Evaluasi hasil terapi

Evaluasi adalah tindakan untuk membandingkan data sebelum

dan sesudah terapi agar lebih mudah dan lebih cermat dalam

mengetahui perkembangan terapi.

35

Page 36: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

BAB III

LAPORAN KASUS

Tanggal pembuatan laporan 04 februari 2011

Kondisi : FT Muskuloskeletal

A. Keterangan Umum Penderita

Nama : Tn. Muh.Abdul Rasid

Umur : 45 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Hobi : Badminton

Agama : Islam

Pekerjaan : Penjual

Alamat : Brangkungan, 19/8, Pogung, Cawas, Klaten.

A. Data-data Mesis Rumah Sakit

1. Diagnosis Medis

Post ORIF Close fraktur tibia fibula right 1/3 distal sinistra

2. Diagnosis Klinis

Pasien tidak bisa menggerakkan pergelangan kaki kiri dan nyeri

pada tungkai bawah kiri.

3. Medika Mentosa

Cefotaxim

Remopain

Meloxicam

4. Hasil Lab

Tanggal 25 Juni 2009

Leukosit : 13700/mm

Hemoglobin : 14Gr/dl

Hematokrit : 33 Vol%

Tanggal 28 Juni 2009

Laju Endap Darah : 45-75mm

36

Page 37: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Hemoglobin : 11,6 Gr/dl

Leukosit : 12.700/mm

Trombosit : 284000/mm

Hematokrit : 33 Vol%

Masa Pendarahan : 1’30” menit

Masa Pembekuan : 4’30” menit

Eosinofil : 1%

Basofil : 0%

Batang : 3%

Segmen : 72%

Limfosit : 21%

Monosit : 3%

Golongan Darah : O

Gula darah sewaktu : 93 Mg/dl

HbsAg : Negatif

5. Laporan Operasi

Tanggal 29 Juni 2009

Dx. Pra Bedah :

Spiral fraktur at the rigaht distal third tibia

Communitif Fraktur at the right distal third fibula

Dx. Pasca Bedah :

Idem

Macam Tindakan : ORIF

6. Foto Rotgen

Tanggal 29 Juni 2009

Tampak fraktur spiral pada tibia 1/3 distal dextra

Tampak fraktur communitif pada 1/3 distal dextra

Tanggal 29 Juni 2009

Tampak Pemasangan internal fiksasi plate and screw pada os tibia

37

Page 38: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

B. Segi Fisioterapi

1. Pemeriksaan Subyektif

a. Anamnesis

Autoanamnesis dan heteroanamnesis:

Keluhan Utama

Nyeri pada tungkai bawah kiri dan kesulitan menggerkkan pergelangan

kaki.

Lokasi keluhan yaitu pada tungkai bawah kiri bagian anterior

Onset yaitu Dimulai sejak pada tanggal 24 Mei 2009 jatuh dari sepeda

motor oleh karena kecelakaan saat hujan, kemudian pasien tidak bisa jalan

dan dibawa keRSO tanggal 25 Juni 2009. Dilakukan operasi pada tanggal

27 Juni 2009.

Faktor-faktor yang memperberat yaitu Pada saat menggerakkan

pergelangan kaki kiri.

Faktor-faktor yang memperingan yaitu pada saat tidur terlentang

Sifat keluhan dalam 24 jam yaitu dinamis

Stadium dari kondisi yaitu kronis

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 24 Mei 2009 sepulang dari bekerja pasien mengalami

kecelakan karena hujan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh

dan tidak bisa jalan kemudian pasien dibawa ke sangkal putung pada hari

itu juga kemudian karena merasakan nyeri makin bertambah pasien di

bawa keRSO pada tanggal 25 Juni 2009. Pasien menjalani rawat inap dan

operasi pada tanggal 27 Juni 2009.

2) Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki hipertensi, penyakit jantung ,

DM, gangguan paru (Asma).

38

Page 39: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

3) Status Sosial

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 45 tahun yang kesehariannya

bekerja sebagai penjual dipasar, lingkungan rumah datar dan tidak tingkat,

pasien tinggal bersama istrinya dan lima orang anak. Diwaktu senggang

biasanya pasien melakukan pekerjaan dirumah atau terkadang jalan-jalan.

Pasien aktif mengikuti kegiatan dilingkungan sekitar seperti gotong

royong atau kerja bakti dan pasien aktif dalam organisasinya.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak memiliki hipertensi, penyakit jantung, DM, gangguan paru (asma)

b. Pemeriksaan Objektif

1) Pemeriksaan tanda vital ( tanggal 29 Juli 2009)

a) Tekanan darah : 130/80 mmHg

b) Denyut nadi : 89 x/menit

c) Frek. Pernafasan : 29 x/menit

d) Temperatur : 37,5 0 C

e) Tinggi badan : 166 cm

f) Berat badan : 57 kg

2) Inspeksi

Statis

a) KU baik

b) Tidak terpasang infus dan drainage.

c) Terdapat oedema pada tungkai bawah kiri.

d) Tampak tungkai bawah kiri dibalut dengan elastic bandage

e) Tidak ada tropic change, atropi dan decubitus

f) Adanya luka incisi pada tungkai bawah kiri bagian distal yaitu pada

anterior

Dinamis

a) Tampak ekspresi wajah pasien kesakitan saat pergelangan kaki kiri

digerakkan pasif oleh terapis.

.

39

Page 40: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

3) Palpasi

a) Adanya nyeri tekan pada anterior dari tungkai bawah kiri bagian

distal

b) Suhu lokal meningkat pada tungkai bawah kiri dibandingkan dengan

tungkai bawah kanan

c) Ada pitting oedema

4) Perkusi

Tidak dilakukan

5) Auskultasi

Tidak ada wheezing, ronchi basah dan ronchi kering.

Vasikuler +/+

6) Gerakan Dasar

a) Gerak pasif

1. AGA Dextra dan Sinistra :

; Mampu digerakkan untuk semua arah gerakan full ROM dan

tidak ada nyeri

2. AGB Dekstra :

; Hip : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi,

extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full

ROM dan tidak ada nyeri

Knee : Mampu untuk digarakkan fexi, extensi full ROM dan

tidak ada nyeri

Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi

fleksi, plantar flexi, eversi dan inversi full ROM dan tidak

ada nyeri

3. AGB Sinistra :

; Hip : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi,

extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full

ROM dan tidak ada nyeri

Knee : Mampu untuk digerakkan flexi, extensi full ROM dan

tidak ada nyeri

40

Page 41: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi

fleksi, plantar flexi, tidak full ROM dan ada nyeri

b) Gerak aktif

1. AGA Dextra dan Sinistra :

; Mampu menggerakkan untuk semua arah gerakan full ROM dan

tidak ada nyeri

2. AGB Dekstra :

; Hip : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi,

extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full

ROM dan tidak ada nyeri

Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM dan

tidak ada nyeri

Ankle : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan dorsi

fleksi, plantar flexi, eversi dan inversi full ROM dan tidak

ada nyeri

Toes : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi,

extensi, abduksi, adduksi full ROM dan tiadak ada nyeri

3. AGB Sinistra :

; Hip : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi,

extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full

ROM dan tidak ada nyeri

Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM

dan tidak ada nyeri

Ankle : Tidak mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan

dorsi fleksi, plantar flexi, tidak full ROM dan ada nyeri

c) Gerak isometrik melawan tahanan

1. AGA Dextra dan Sinistra :

; Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan

tahanan maximal untuk semua arah gerakkan

2. AGB Dekstra :

; Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan

41

Page 42: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

tahanan maximal untuk semua arah gerakkan

3. AGB Sinistra

; Hip : Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis

dengan tahanan maximal untuk semua arah gerakkan

Knee : Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis

dengan tahanan minimal untuk semua arah gerakkan

Ankle : Belum mampu gerak isometrik melawan tahanan dari

terapis untuk semua arah gerakkan

7) Muscle Test (kekuatan otot)

1. AGA Dextra dan Sinistra

Shoulder : flexor = 5, extensor = 5, abduktor = 5, adduktor =

5, internal rotator = 5, external rotator = 5.

Elbow : flexor = 5, extensor = 5

Wrist : flexor = 5, extensor =5

Fingers : flexor = 5, extensor =5

2. AGB Dekstra

Hip : flexor = 5, extensor = 5, abduktor = 5, adduktor =

5, internal rotator = 5, external rotator = 5.

Knee : flexor = 5, extensor = 5

Ankle : plantar flexor gastrocnemius = 5, plantar flexor

soleus = 5

Foot : inventor anterior tibial = 5, inventor posterior

tinial =5, evertor peroneus = 5

Toes : flexor MTP-PIP = 5, extensor MTP-PIP = 5,

abduktor = 5, adduktor = 5

Hallux : flexor MTP-PIP =5, extensor MTP-PIP =5

3. AGB Sinistra

Hip : flexor = 4, extensor = 4, abduktor = 4, adduktor =

4, internal rotator = 4, external rotator = 4.

Knee : flexor = 4, extensor = 4

42

Page 43: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Ankle : plantar flexor gastrocnemius = 2-, dorsi flexor

soleus =1-.

8) Antropometri test

Pengukuran lingkar segmen tubuh : untuk mengetahui Oedema pada

tungkai bawah.

1. 10 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 31,5 cm dan

tungkai kanan 28 cm

2. 25 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri (ada bendit) 31,5

cm dan tungkai kanan 18 cm

3. 35 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 30,5 cm dan

tungkai kanan 18 cm

4. 5 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri 25 cm dan tungkai kanan

24 cm

5. 10 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri (ada dendit) 29 cm dan

tungkai kanan 28 cm

9) ROM Test

1. AGA Dextra dan Sinistra

: Shoulder, elbow, wrist, fingers full ROM dan tidak ada nyeri

2.AGB Aktif Pasif

Hip Dextra (S) : 10 – 0 – 120 (S) : 10 – 0 - 120

(F) : 45 – 10 – 0 (F) : 45 – 10 - 0

(R) : 45 – 0 – 45 (R) : 45 – 0 - 45

Knee Dextra (S) : 8 – 0 – 130 (S) : 8 – 0 - 130

Ankle Dextra (S) : 20 – 0 – 50 (S) : 20 – 0 - 50

Hip Sinistra (S) : 10 – 0 – 120 (S) : 10 – 0 - 120

(F) : 40 – 10 – 0 (F) : 45 – 10 - 0

(R) : 45 – 0 – 45 (R) : 45 – 0 - 45

43

Page 44: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Knee Sinistra (S) : 2 – 0 – 120 (S) : 2 – 0 - 120

Ankle Sinistra (S) : 3 – 0 – 5 (S) : 3 – 0 - 5

10) Pemeriksaan nyeri

Menggunakan skala VDS ( Verbal Deskriptif Scale)

Pada pemeriksaan ini didapatkan informasi tentang nyeri

yang dirasakan oleh pasien. Pemeriksaan VDS ini bertujuan untuk

membantu menegakkan diagnosa fisioterapi, menentukan jenis terapi

yang akan diberikan dan sebagai bahan evaluasi. VDS merupakan cara

pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu 1: tidak

nyeri, 2: nyeri sangat ringan, 3: nyeri ringan, 4: nyeri tidak begitu berat,

5: nyeri cukup berat, 6: nyeri berat, 7: nyeri tidak tertahankan.

Diperoleh pada kasus ini dalam keadaan diam (nyeri diam) nyeri

ringan, pada saat ditekan (nyeri tekan) nyeri tidak begitu berat, pada

saat gerak (nyeri gerak) nyeri tidak begitu berat.

Hasilnya ;

a) Nyeri diam : Nyeri ringan

b) Nyeri gerak : Nyeri berat

c) Nyeri tekan : Nyeri berat

11) Kognitif, intra personal dan inter personal

Kognitif : Memori jangka pendek dan jangka panjang pasien baik

dan pasien mampu mengikuti instruksi dengan baik

Intra personal : Pasien mampu menerima keadaan dirinya dan

mempunyai keinginan untuk sembuh tinggi

Inter personal : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, baik dengan

terapis maupun sesama pasien

44

Page 45: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

12) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional

Menggunakan Indek Barthel :

NO AKTIVITASNILAI

BANTUAN MANDIRI

1.

2

3.

4..

5

6.

7.

8

9.

10.

Makan

Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan

sebaliknya/termasuk duduk ditempat tidur

Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir,

mencukur dan menggosok gigi)

Aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap)

Mandi

Berjalan dijalan yang datar (jika tidak mampu

jalan melakukannya dengan kursi roda)

Naik turun tangga

Berpakaian (termasuk mengenakan sepatu)

Mengontrol BAB

Mengontrol BAK

5

5

0

5

5

10

5

10

10

10

HASIL75

Ketergantungan moderat

13) Pemeriksaan Spesifik.

a) Pemeriksaan nyeri dengan skala VDS

Cara pengukuran derajat nyeri dengan bertanya pada pasien tentang

nyeri yang dirasakan pasien.

b) Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh)

Pengukuran lingkar segmen tubuh yaitu pada anggota gerak bawah

untuk menetahui ada tidaknya udem. Dilakukan dengan menggunakan

meteran (meter line)

45

Page 46: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

c) ROM

Menggunakan goneometer untuk mengetahui luas lingkup gerak sendi

yang bisa dilakukan oleh suatu sendi.

d) MMT (Manual Muscle Testing)

adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui kemampuan

seseorang dalam mengkontraksikan group ototnya secara voluntary.

Nilai:

0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi

2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi

3 =Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi

tanpa melawan tahanan

4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan

tahanan sedang (moderat)

5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan

tahanan maximal.

14) Mekanisme terjadinya permasalahan ( underlying process)

Pada tanggal 24 Mei 2009 sepulang dari bekerja pasien mengalami

kecelakan karena hujan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh

dan tidak bisa jalan kemudian pasien dibawa ke sangkal putung pada hari

itu juga kemudian karena merasakan nyeri makin bertambah pasien di

bawa keRSO pada tanggal 25 Juni 2009. Pasien menjalani rawat inap dan

operasi pada tanggal 27 Juni 2009.

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

Karena terletak pada subkutan, tibia lebih sering mengalami fraktur, dan

lebih sering mengalami fraktur terbuka dibandingkan tulang panjang

lainnya.

46

Page 47: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

MEKANISME CEDERA DAN PATOLOGI

Daya pemuntiran menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki

dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur

melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada

cidera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit;

cedera laangsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur.

Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang paling lazim.

Banyaknya diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan risiko

komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan

lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan menetapkan

tingkat cedera jaringan lunak: C0= kerusakan jaringan lunak sedikit

dengan fraktur biasa; C1= abrasi dangkal atau kontusio dari dalam; C2=

abrasi dalam, kontusio jaqringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur

berat; dan C3= kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman

sindroma kompartemen. Waktu penyatuan rerata setelah imobilisasi

berkisar antara 10 minggu untk fraktur “kecil” (terbuka atau tertutup)

sampai 20 minggu untuk cedera yang berat (ellis, 1988). Tetapi, angka ini

cenderung mengaburkan fakta bahwa banyak fraktur tibia memerlukan

waktu 6 bulan atau lebih untuk menyatu.

Penyembuhan fraktur ; secara umum terjadi melalui suatu proses

mulai dari perdarahan (hematoma) sampai terbentuknya callus atau

jaringan tulang yang kuat. Proses tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

a. Hematoma (penetrasi oleh pembuluh darah)

b. Proliferasi sel sub periosteal, endosteal dan sel-sel osteogenik dari

permukaan fraktur

c. Pengaruh sel osteoblast dan pembentuk callus (tulang tersusun lunak)

d. Pembentukkan matriks interseluler dan konsolidasi dari tulang yang

tersusun lunak menjadi tulang yang kuat

e. Membentuk kembali menjadi normal (romodeling)

47

Page 48: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Patah tulang ini pad umumnya disebabkan oleh trauma langsung.

Patah tulang dapat berdiri sendiri (Tibia atau Fibula) atau dapat kedua

tulang tersebut mengalami fraktur bersamaan. Bentuk fraktur transverse

atau dengan displacement (over lapping, angulasi, rotasi) baik satu level

(lokasi fraktur sejajar) atau tidak satu level (salah satu garis fraktur diatas

atau dibawah). Fraktur adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang

yang disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis.

GAMBARAN KLINIK

Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas; kadang-kadang

kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya

bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki biasanya

muntir dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi memar dan

bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk

menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tapi pasien

diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Sebelum rencan terapi, perlu

bdilakukan penentuan beratnya cidera

Sinar X: Fraktur spiral biasanya terjadi pada sepertiga bagian bawah

batang tibia; fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya pada tingkat

yang lebih tinggi; sering terdapat pergeseran lateral tumpang tindih dan

pemuntiran keluar di bawah fraktur. Pada fraktur melintang kedua tulang

patah pada tingkat yang sama, dan mungkin terdapat pergeseran,

kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah; kadang-kadang terdapat

fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang terpisah.

TERAPI PADA FRAKTUR TERTUTUP

Prinsip terapi adalah:

a. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup

kulit

b. Mencegah atau sekurang kurangnya mengetahui pembengkakan

kompartemen

c. Memperoleh penjajaran (aligment) fraktur

48

Page 49: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

d. Untuk memulai pembebanan dini (pembebanan membabtu

penyembuahan)

e. Mulai gerakan sendi secepat mungkin

Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi dan bila

fraktur dengan displacement perlu dilakukan reposisi.

Bila fraktur fibula berdiri sendiri dan tanpa displacement, tidak

mutlak perlu immobilisasi karena tulang fibula tidak menumpu tubuh

langsung dan antara tibia dan fibula terdapat septum interosseus sebagai

pengikat tulang fibula pad tulang tibia, namun bila ragu-ragu, berikan

short leg plaster dan jalan dengan FWB sampai lepas immobilisasi.

Selain melakukan upaya untuk memulihkan kondisi dan aktivitas

fungsional, maka perlu tindakan anti sipasi mencegah komplikasi yang

timbul.

Komlpikasi:

a. Clawing toes (bentuk cakar): Head metatarsal I dan V naik keatas

sedangkan head metatarsal II, III, dan IV turun/drop kebawah. Hal ini

disebabkan karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat.

b. Flat foot: disebabkan karena pemasangan gips salah/tanpa longitudinal

arcus, kurang latihan sehingga otot-otot telapak kaki lemah atau

adanya sprain ligamentum

c. Bengkak (Oedem): timbulnya jaringan fibrotik yang menyebabkan

stiffnes sendi, kurang latihan

d. Ketidak mampuan untuk melompat dan lari: karena kelemahan otot-otot

gastrocnemius (calf muscles)

e. Pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan

dalam klinis. Hal ini disebabkan karena rasa nyeri, kelemahan otot

gastrocnemius, keterbatasan ROM, unstable otot dan ligamentum, rasa

takut, over lapping fraktur.

c. Diagnosis Fisioterapi

1) Impairment.

49

Page 50: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah tungkai

bawah kiri bagian distal.

Adanya oedema pada tungkai bawah kiri

Keterbatasan ROM ankle sinistra

Kelemahan dorsi flexor, plantar flexor, inventor, evertor ankle dextra dan

flexor, extensor, abduktor, adduktor toes dextra.

2) Functional limitation.

Keterbatasan aktivitas yaitu berdiri dan berjalan secara mandiri karena

adanya nyeri pada tungkai bawah kanan bagian distal.

Penurunan kemampuan jongkok-berdiri dan aktivitas toileting secara

mandiri.

Tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.

3) Disability / Participation Restriction

Kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan bersosialisasi dilingkungan

masyarakat.

Ketidak mampuan untuk bekerja kembali sebagai penjual oleh karena

cloose fraktur tibia dan fibula right 1/3 distal post ORIF.

d. Program Fisioterapi

1) Tujuan Fisioterapi

a) Jangka pendek

Mengurangi nyeri pada daerah tungkai bawah kanan bagian distal.

Mengurangi odema pada tungkai bawah kanan.

Mengurangi spasme otot gastrocnemius kanan

Meningkatkan ROM ankle dextra dan toes dextra

Meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint dextra dan toes

dextra

Mencegah komplikasi yang kemungkinan timbul

b) Jangka panjang

Meninngkatkan kemampuan fungsional tungkai kanan

Mengembaliakan aktivitas fungsional pasien secara maximal

50

Page 51: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

2) Teknologi Intervensi

a) Teknologi alternatif

(1) Heating (IR)

(2) Electrical stimulasi

(3) Breathing exercise dan class exercise

(4) Terapi Latihan

(5) Transver dan ambulasi

b) Teknologi terpilih

(1) Breathing exercise dan class exercise

(2) Terapi Latihan

(3) Transver dan ambulasi

c) Teknologi yang dilaksanakan

(1)Breathing exercise dengan kombinasi gerakan dan class execise

(2)Terapi Latihan : Static contraction, ankle pumping exercise,

isometric exercise, stretching, strengthening, bridging exercise

(3) Transver dan ambulasi

e. Rencana Evaluasi

a) Nyeri dengan skala VAS

b) Oedema dengan antropometri

c) ROM dengan goneometer

d) Kekuatan otot dengan MMT

e) Kemampuan fungsional dengan indek Barthel

f. Prognosis

Quo ad vitam : Baik

Quo ad sanam : Baik

Quo ad fungsionam : Baik

Quo ad cosmeticam : Sedang

51

Page 52: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

g. Pelaksanaan Fisioterapi

Pada tanggal 02 Februari 2007 TERAPI I

1) TERAPI LATIHAN :

a. Static Contraction :

Otot Gastrocnemius Kiri : Posisi pasien tidur terlentang, tangan terapis

diletakkan dibawah tumit kiri pasien, lalu pasien diminta untuk

menekankan tumitnya ke bawah, dilakukan 8x pengulangan.

Otot Quadriceps Femoris Kiri : Posisi pasien tidur terlentang, tangan

terapis diletakkan dibawah lutut kiri pasien, lalu pasien diminta untuk

menekankan lutut ke bawah. Dilakukan 8x pengulangan.

b. Pumping Ankle/ankle pumping :

Posisi pasien tidur terlentang, pasien diminta menggerakkan jari-jari dan

pergelangan kaki kiri ke arah plantar dan dorsi flexi. Dosis 8x gerakan 2

sesi.

c. Active Movement dan Relaxed Active assistide Movement :

Untuk sendi pergelangan kaki kiri untuk gerakan dorsal-plantar flexi

dilakukan 8x pengulangan posisi pasien tidur terlentang posisi terapis

disebelah kiri bed dengan tangan kanan memfiksasi pada pergelangan kaki

kanan pasien sedangkan tangan kiri menggerakkan ankle kearah dorsal

dan plantar flexi dengan disertai gerakan yang sama dengan pasien dan

meminta pasien menggerakkan paha, lutut, dan pergelangan kakinya

secara mandiri (aktif)

d. Transfer dan ambulasi :

Dengan pemberian tes keseimbangan terlebih dahulu sebelum berdiri

dengan kaki kanan menapak dan kaki kiri menggantung, kemudian karena

tidak ada gangguan keseimbangan latihan jalan dengan walker dengan teknik

NWB dan masih latihan berjalan maju dan mundur sebagai persiapan jalan

dengan alat Bantu.

52

Page 53: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

h. Evaluasi

1. Adanya peningkatan LGS pada ankle kiri, yaitu; S: 3-0-5 menjadi:

S: 4-0-6 dan pada gerak pasif S: 3-0-5 menjadi: S: 5-0-8.

2. Adanya peningkatan kekuatan otot pada hip, knee

dan ankle,yaitu ;

a) Hip: flexor = 4, extensor = 4, abduktor = 4, adductor = 4, internal

rotator = 4, external rotator = 4 menjadi flexor = 5, extensor =

5, abduktor = 4+, adductor = 4, internal rotator = 5, external

rotator = 5

b) Knee: flexor = 4 dan extensor = 4,menjadi fleksor = 5

dan ekstensor = 5

c) Ankle: plantar flexor gastrocnemius = 2-, dorsi flexor soleus =1-

menjadi : plantar flexor gastrocnemius = 2+,

dorsi flexor soleus =1+ .

3. Adanya pengurangan nyeri :

a) Nyeri diam; dari nyeri ringan menjadi tidak ada nyeri.

b) Nyeri gerak; dari nyeri berat menjadi nyeri tak begitu berat.

c) Nyeri tekan: dari nyeri berat tetap masih terasa nyeri berat.

4. Adanya penurunan bengkak :

a) 10 cm dari tuberusitas tibia ke distal

tungkai kiri 31,5 cm dan tungkai kanan 28

cm menjadi pada tungkai kiri; 30 cm

b) 25 cm dari tuberusitas tibia ke distal

tungkai kiri (ada bendit) 31,5 cm menjadi;

31,5 cm dan tungkai kanan 18 cm

c) 35 cm dari tuberusitas tibia ke distal

tungkai kiri 30,5 cm menjadi: 30 cm dan

tungkai kanan 18 cm

53

Page 54: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

d) 5 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri

25 cm menjadi; 25 dan tungkai kanan 24

cm

e) 5. 10 cm dari pereneus ke distal tungkai

kiri (ada dendit) 29 cm menjadi; 29 dan

tungkai kanan 28 cm

i. Hasil Terapi Akhir

Setelah diberikan terapi pada pasien yang bernama Bpk. Muh.Abdul Rasid,

maka hasil yang didapat deri sebelum dan sesudah terapi sebagai berikut

yaitu:

Keluhan nyeri berkurang.

Oedem pada tungkai kanan berkurang.

Terdapat peningkatan kekuatan otot AGB sinistra

Terdapat peningkatan LGS pada ankle sinistra.

Belum terdapat peningkatan kemampuan fungsional.

54

Page 55: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

BAB IV

PEMBAHASAN

Fraktur adalah discontuinitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya

disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secar mendadak. Pada kasus Tn.

Muh.Abdul Rasid ini problem yang ditemukan setelah post ORIF Close fraktur tibia

fibula right 1/3 distal sinistra, yaitu adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada

daerah tungkai bawah kiri bagian distal, oedema pada tungkai bawah kiri, keterbatasan

ROM ankle sinistra, kelemahan dorsi flexor, plantar flexor, inventor, evertor ankle

sinistra dan flexor, extensor, abduktor, adduktor sinistratra, tidak ada gangguan sensasi

yang ditemukan dalam pemeriksaan, os dapat merasakan merasakan tajam tumpul, kasar-

halus, dan bisa merasakan gerakan. Juga tidak terdapat perbedaan panjang tungkai. Lalu

latihan awal yang diberikan adalah Breathing exercise dengan kombinasi gerakan dan,

terapi Latihan : Static contraction, ankle pumping exercise, isometric exercise,

strengthening, kemudian bertahap transver dan ambulasi latihan jalan dengan metode

NWB. Hasil akhir yang dapat terlihat dari pasien ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu

keluhan nyeri berkurang, oedem pada tungkai kiri berkurang, terdapat peningkatan

kekuatan otot AGB sinistra, terdapat peningkatan LGS pada ankle sinistra,belum terdapat

peningkatan kemampuan fungsional.

55

Page 56: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemeriksaan dan pembahasan , pasien Tn. Muh.Abdul Rasid

mengalami fraktur tibia fibula right 1/3 distal dimana pasien melakukan pemasangan

plate and screw. Pada kasus ini pasien mengalami adanya nyeri diam, nyeri tekan dan

nyeri gerak pada daerah tungkai bawah kiri bagian distal, adanya oedema pada

tungkai bawah kiri, keterbatasan ROM ankle sinistra, kelemahan otot dorsi flexor,

plantar flexor, inventor, evertor ankle dextra dan flexor, extensor, abduktor, adduktor.

Jika hal tersebut diatas dengan baik maka dapat menyebabkan gangguan gerak, fungsi

yang lebih berat dan komplikasi seperti : clawing toes (bentuk cakar) disebabkan

karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat, flat foot: disebabkan karena

pemasangan gips salah/tanpa longitudinal arcus, kurang latihan sehingga otot-otot

telapak kaki lemah atau adanya sprain ligamentum, bengkak (Oedem): timbulnya

jaringan fibrotik yang menyebabkan stiffnes sendi dan kurang latihan, ketidak

mampuan untuk melompat dan lari: karena kelemahan otot-otot gastrocnemius (calf

muscles), pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan dalam

klinis disebabkan karena rasa nyeri, kelemahan otot gastrocnemius, keterbatasan

ROM, unstable otot dan ligamentum, rasa takut, over lapping fraktur

B. Saran

1. Untuk Pasien

Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak

mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot

56

Page 57: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi, pasien memiliki

motivasi supaya rajin berlatih sesuai program yang diberikan terapis dengan bantuan

dari keluarga, disarankan untuk tidak melakukan aktivita berat dulu yang menumpu

pada kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan

diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin, pada saat jalan

dengan kruk hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB) selama sekitar 4-5

minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi penyambungan

tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk menyangga berat tubuh,

kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan metode Partial Weight Bearing (PWB)

yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak penuh melainkan sebagian. Setelah

menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut sudah benar-benar kuat kemudian

diteruskan dengan Full Weight Bearing (FWB). Diharapkan keluarga membantu

memberi suport agar semangat dalam berlatih

2. Tim medis

Memotivasi pasien untuk tetap melakukan latihan guna meninkatkan rasa percaya

diri pasien.

57

Page 58: CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

DAFTAR PUSTAKA

- Bernad Bloch ; Fraktur dan disokasi, edisi pertama

- Appley ; ortopedi dan fraktur system, edisi ketujuh,

- An. D. Wolf. J. M. A. Mens ; pemeriksaan alat penggerak tubuh. Cetakan kedua Bohn

Staflen Van Loghum,

- Light, sidang, MD; therapeutic exercise, tahun edition copy right, elizabeth lict, USA,

- Rasyad, C, Pengantar ilmu bedah ortopedi, bintang lamumpateuk ujung pandang,

- Mahasiswa Akademi Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia; Manfaat Terapi Latihan

Pada Kondisi Post Op Old Fraktur Cruris / medial dextra, Jakarta

- Appley, A. Graham, Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem appley, Alih bahasa, Edi

nugroho; Editor, Agnes kartini, -ED. . –Jakarta, Widya Medika,

- B. Resse Nancy, Muscle and sensory testing, Philadelphia, W. B. Saunders Company,

- C. Norkin Cyntia, White D. Joice, Measurment of Join Motion: A Guide to

Gonoimetery, Philadelphia, F. A. Davis Company,

- Warner Kahle, helmut Leonhardt, Atlas Berwarna dan Teks Anatomi Manusia: Sistem

lokomotor Muskulosteletal dan topografi, Alih Bahasa, Dr. H.M. Syamsir, MS-Ed.6-

Jakarta,Hipokrates,

-Thomson. A, Skninner. A, and Piercy. J, Tidy’s Physiotherapy, th edition, Butter Worth

Heinemann, London,

- Mahasiswa fakultas ilmu kesehatan dan fisioterapi progran D IV fisioterapi Universitas

Easa Unggul, Penatalaksanaan Fisioterapi pada Post ORIF Close Fraktur Femur Distal

Dextra dengan Plate and Screw, Jakarta

58