28
PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA MANAJEMEN PNS DI DAERAH : Studi Kasus di Provinsi Bali 1 Samiaji Pusat Inovasi Pelayanan Publik Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia Phone. (021 3868201 ext 119 , E-mail: [email protected] PENDAHULUAN Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik PNS Pusat maupun PNS Daerah merupakan pilar terpenting dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, disamping pilar kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (mekanisme/prosedur). Dengan kata lain, PNS atau birokrat sesungguhnya menjadi penyangga bagi berjalannya suatu pemerintahan. Adanya birokrasi yang cenderung gemuk lambat dan berbelit-belit, suka memperlambat orang dan membuat persoalan mudah menjadi sulit jelas akan menjadikan penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak berkualitas (Tjokroamidjojo, 2003). Potret PNS saat ini menunjukkan gambaran yang belum terlalu menggembirakan. Saat ini, PNS digambarkan mempunyai tingkat profesionalisme yang rendah, kemampuan pelayanan yang tidak optimal, rendahnya tingkat reliability, assurance, tangibility, empathy dan responsiveness, tidak memiliki tingkat integritas sebagai pegawai pemerintah sehingga tidak mempunyai daya ikat emosional dengan instansi dan tugas-tugasnya, tingginya penyalahgunaan wewenang (KKN), tingkat kesejahteraan yang rendah dan tidak terkait dengan tingkat pendidikan, prestasi, produktivitas dan disiplin pegawai (Setia Budi, 2007). Kondisi ini berdampak pada rendahnya kinerja PNS dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam melayani masyarakat. Di sisi lain, rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan yang diarahkan kepada birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan pelayanan publik di era reformasi merupakan harapan seluruh masyarakat, namun dalam perjalanannya ternyata kualitas pelayanan yang diberikan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kajian Pusat Studi Kependudukan UGM (2002) mengungkap bahwa buruknya pelayanan yang diberikan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: (a) ketidakpastian waktu, biaya dan cara pelayanan, (b) diskriminasi: hubungan pertemanan, afiliasi politik, agama dan etnis, (c) rantai birokrasi yang panjang, suap dan pungli dianggap wajar, (d) orientasi kepentingan: pemerintah dan pejabat, (e) merebaknya budaya kekuasaan, (f) terjadinya distrust, dan (g) tidak adanya distribusi kewenangan. Faktor-faktor tersebut tidak satu pun menyebut (secara eksplisit) fakfor SDM, namun jika dicermati secara jeli maka sebagian faktor penyebab buruknya pelayanan publik itu sangat berkaitan dengan kualitas SDM pemberi pelayanan. Faktor diskriminasi misalnya, merupakan sikap pelayan publik yang 1 Tulisan ini merupakan bagian dari hasil kajian tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja PNS di Daerah yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah Tahun 2011 dengan Tim Kajian : Adi Suryanto, Elly Fatimah, Suryanto, Abdul Muis, Kartika Retno Pertiwi, Muhammad Arjul, Meita Ahadiyati K, Samiaji, Sukamto, Endang Purwati, Zainuna dan Revianeza Aziz

Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus di provinsi bali

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PENDAHULUAN Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik PNS Pusat maupun PNS Daerah merupakan pilar terpenting dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, disamping pilar kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (mekanisme/prosedur). Dengan kata lain, PNS atau birokrat sesungguhnya menjadi penyangga bagi berjalannya suatu pemerintahan. Adanya birokrasi yang cenderung gemuk lambat dan berbelit-belit, suka memperlambat orang dan membuat persoalan mudah menjadi sulit jelas akan menjadikan penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak berkualitas (Tjokroamidjojo, 2003)

Citation preview

Page 1: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA MANAJEMEN PNS DI DAERAH : Studi Kasus di Provinsi Bali1

Samiaji Pusat Inovasi Pelayanan Publik

Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara

Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia Phone. (021 3868201 ext 119 , E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN

Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik PNS Pusat maupun PNS Daerah merupakan pilar terpenting dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, disamping pilar kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (mekanisme/prosedur). Dengan kata lain, PNS atau birokrat sesungguhnya menjadi penyangga bagi berjalannya suatu pemerintahan. Adanya birokrasi yang cenderung gemuk lambat dan berbelit-belit, suka memperlambat orang dan membuat persoalan mudah menjadi sulit jelas akan menjadikan penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak berkualitas (Tjokroamidjojo, 2003).

Potret PNS saat ini menunjukkan gambaran yang belum terlalu menggembirakan. Saat ini, PNS digambarkan mempunyai tingkat profesionalisme yang rendah, kemampuan pelayanan yang tidak optimal, rendahnya tingkat reliability, assurance, tangibility, empathy dan responsiveness, tidak memiliki tingkat integritas sebagai pegawai pemerintah sehingga tidak mempunyai daya ikat emosional dengan instansi dan tugas-tugasnya, tingginya penyalahgunaan wewenang (KKN), tingkat kesejahteraan yang rendah dan tidak terkait dengan tingkat pendidikan, prestasi, produktivitas dan disiplin pegawai (Setia Budi, 2007). Kondisi ini berdampak pada rendahnya kinerja PNS dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam melayani masyarakat.

Di sisi lain, rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan yang diarahkan kepada birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan pelayanan publik di era reformasi merupakan harapan seluruh masyarakat, namun dalam perjalanannya ternyata kualitas pelayanan yang diberikan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kajian Pusat Studi Kependudukan UGM (2002) mengungkap bahwa buruknya pelayanan yang diberikan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: (a) ketidakpastian waktu, biaya dan cara pelayanan, (b) diskriminasi: hubungan pertemanan, afiliasi politik, agama dan etnis, (c) rantai birokrasi yang panjang, suap dan pungli dianggap wajar, (d) orientasi kepentingan: pemerintah dan pejabat, (e) merebaknya budaya kekuasaan, (f) terjadinya distrust, dan (g) tidak adanya distribusi kewenangan. Faktor-faktor tersebut tidak satu pun menyebut (secara eksplisit) fakfor SDM, namun jika dicermati secara jeli maka sebagian faktor penyebab buruknya pelayanan publik itu sangat berkaitan dengan kualitas SDM pemberi pelayanan. Faktor diskriminasi misalnya, merupakan sikap pelayan publik yang

1 Tulisan ini merupakan bagian dari hasil kajian tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja PNS di Daerah

yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah Tahun 2011 dengan Tim Kajian : Adi Suryanto,

Elly Fatimah, Suryanto, Abdul Muis, Kartika Retno Pertiwi, Muhammad Arjul, Meita Ahadiyati K, Samiaji,

Sukamto, Endang Purwati, Zainuna dan Revianeza Aziz

Page 2: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

2

membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan berdasarkan ’perkoncoan’ dan perilaku SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan). Demikian pula faktor pungli dan suap yaitu berkenaan dengan SDM pemberi layanan yang gemar melakukan pungutan liar dan menerima suap dari pihak yang dilayani.

Kondisi demikian menyebabkan citra aparatur sebagai abdi negara dan abdi masyarakat semakin dipertanyakan. Sejak masa orde baru hingga kini, eksistensi PNS (ambtenaar) merupakan jabatan terhormat yang begitu dihargai tinggi dan diidolakan publik, sehingga filosofi PNS sebagai pelayan publik (public servant) dalam arti riil menghadapi kendala untuk direalisasikan. Hal ini terbukti dengan sebutan pangreh praja (pemerintah negara) dan pamong praja (pemelihara pemerintahan) untuk pemerintahan yang ada pada masa tersebut yang menunjukkan bahwa mereka hanya ’siap dilayani’ bukan siap untuk melayani. Hal ini pulalah yang menyebabkan lunturnya kepercayaan masyarakat/publik kepada PNS selaku pelayan publik. Sesungguhnya, apa yang menjadi penyebab kondisi yang demikian?. Salah satu penyebab buruknya kinerja PNS dalam memberikan pelayanan publik adalah lemahnya manajemen PNS itu sendiri, yang dimulai sejak perencanaan sampai dengan pemberhentian PNS.

Dalam kaitan dengan manajemen PNS tersebut, pada tahun 2011 Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah-Lembaga Administrasi Negara telah melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen terhadap 5 Provinsi, yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Sulawesi Selatan. Namun dalam tulisan ini akan dibahas hasil pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen PNS seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.

TUJUAN DAN SASARAN KAJIAN

Tujuan kajian ini adalah untuk : 1. Mengukur kinerja manajemen PNS di Daerah yang ada saat ini (existing condition). 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manajemen PNS di Daerah. 3. Menyusun strategi peningkatan kinerja manajemen PNS di Daerah.

Adapun sasarannya adalah: 1. Teridentifikasinya gambaran kinerja manajemen PNS di Daerah yang ada saat ini (existing

condition). 2. Teridentifikasinya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manajemen PNS di Daerah. 3. Tersusunnya strategi peningkatan kinerja manajemen PNS di Daerah. METODE KAJIAN

Jenis kajian ini adalah deskriptif-evaluatif yakni kajian yang menggambarkan objek kajian sebagaimana adanya berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan terhadap objek kajian tersebut. Objek kajian yang dimaksud dalam kajian ini adalah pelaksanaan manajemen PNS di daerah. Pendekatan kajian yang digunakan adalah kuantitatif , yang didukung pula dengan pendekatan kualitatif. Namun demikian, pada kajian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif yang mengedepankan pendalaman terhadap pandangan sumber informasi melalui wawancara mendalam dan metode lain yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Berdasarkan karakteristik data yang digunakan, kajian ini lebih bersifat cross-sectional study, dimana obyek studi dikaji pada pada waktu tertentu. Evaluasi manajemen PNS di daerah dilakukan terhadap data-data pada tahun 2011.

Pengumpulan data kajian dilakukan dengan menerapkan beberapa teknik antara lain: a. Survey

Page 3: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

3

b. Diskusi/brainstorming c. Wawancara mendalam (indepth interview) d. Studi Pustaka

Analisis data telah dilakukan melalui tahapan dan cara sebagai berikut: a. Untuk data hasil diskusi dan hasil wawancara mendalam (indepth interview), pengolahan dan

analisis data dimulai dengan mentranskrip hasil diskusi dan wawancara mendalam, kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis data tersebut secara kualitatif. Dalam melakukan analisis data hasil wawancara perlu diperhatikan dengan seksama karena tidak semua data yang disampaikan narasumber merupakan fakta yang sesungguhnya. Untuk data-data yang berasal dari dokumentasi atau studi pustaka, pengolah dan penganalisis data (peneliti) akan menyalin/mengutip sebagian isi dari dokumen yang bersangkutan. Untuk itu, peneliti harus menyertakan sumber yang dikutipnya secara lengkap.

b. Untuk data kuantitatif, analisis dilakukan sebagai berikut. 1) Menentukan bobot masing-masing parameter dan indikator. Penentuan bobot dilakukan

melalui expert judgement sesuai kepentingannya dalam menjelaskan parameter dan indikator tertentu. Bobot terbesar pada aspek/parameter perencanaan (20%), parameter pengadaan pegawai dan pengembangan pegawai (15%), pengangkatan dalam jabatan, kesejahteraan pegawai, kinerja pegawai, dan disiplin dan etika pegawai (10%). Sedangkan skor terendah pada aspek/parameter pemberhentian (5%) karena parameter ini menjadi imbas dari parameter lainnya, misalnya penilaian kinerja dan disiplin & etika pegawai.

2) Memberikan nilai atas jawaban pertanyaan pada masing-masing indikator. Pemberian skor dibagi menjadi dua tingkat (ada – tidak ada, skor 100 dan 0) atau tiga tingkat (skor 100, 50, 0), atau 4 tingkat (skor 100, 75, 50, 25), atau ketentuan lainnya yang didasarkan pada kesepakatan tim kajian.

3) Memberikan skor pada masing-masing parameter. Skor masing-masing parameter diperoleh dengan menjumlahkan keseluruhan nilai setelah dikalikan dengan bobot masing-masing indikator. Total skor dihasilkan dengan menjumlahkan keseluruhan skor parameter setelah dikalikan dengan masing-masing bobot parameter. Rumus: Skor parameter1 = (bobot indikator11 x nilai indikator1)+…+ (bobot indikator1n x nilai indikator1n) Skor parameter2 = (bobot indikator21 x nilai indikator 21)+…+ (bobot indikator2n x nilai indicator 2n) dst Skor parameterm = (bobot indikatorm1 x nilai indikator 21)+…+ (bobot indikatormn x nilai indicator mn) Total skor = (bobot parameter1 x skor parameter1) +…+ (bobot parameterm x skor parameterm) Catatan: m= jumlah parameter dan n = jumlah indikator (masing-masing parameter) Kriteria hasil pengukuran menghasilkan indeks kinerja manajemen pegawai negeri sipil (IKM PNS) yang ditentukan sebagai berikut: 1) Skor Total ≥ 80 adalah sangat tinggi 2) Skor Total 61 -79 adalah tinggi 3) Skor Total 41 - 60 adalah rendah 4) Skor Total ≤ 40 adalah sangat rendah

Page 4: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

4

KONSEP PENGUKURAN DAN EVALUASI 1. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja dan manajemen kinerja merupakan dua konsep yang saling berhubungan. Pengukuran dan manajemen kinerja adalah penting untuk melihat dan mengevaluasi capaian atau hasi pekerjaan yang telah diakukan individu/organisasi/ sistem untuk mencapai tujuan yang menjadi sasaran pekerjaan tersebut (LAN, 2004: 97).

Pengukuran kinerja manajemen PNS Daerah adalah suatu proses untuk menentukan capaian kinerja manajemen PNS Daerah dalam rangka mendukung pencapaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Manfaat pengukuran kinerja, antara lain: a. Sebagai alat untuk mengidentifikasi apakah tuntutan masyarakat terhadap pengelolaan PNS

Daerah dapat terpenuhi. b. Membantu memahami proses penyelenggaraan dan pengelolaan PNS Daerah, menegaskan hal-

hal yang telah dicapai serta menyingkap permasalahan yang belum diketahui. c. Untuk meyakinkan bahwa keputusan yang diambil secara obyektif, bukan secara emosional atau

intuisi semata. d. Untuk menunjukkan perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan dalam pengelolaan PNS Daerah. e. Untuk memperlihatkan keberhasilan pengelolaan PNS Daerah yang telah dicapai. f. Menjadi referensi bagi pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan PNS Daerah. Dewasa

ini pemerintah, khususnya pemerintah daerah dituntut untuk lebih responsif, kompetitif, dan akuntabel. Oleh karena itu ketersediaan informasi kinerja manajemen PNS Daerah menjadi hal yang vital.

2. Indikator Kinerja Indikator adalah suatu nilai yang diturunkan dari parameter yang memberikan informasi

tentang keadaan dari suatu fenomena/lingkungan/wilayah dengan signifikansi dari indikator tersebut berhubungan secara langsung dengan nilai parameter. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan, tetapi kerap kali memberi petunjuk (indikasi) tentang keadaan keseluruhan sebagai suatu pendugaan (proxy). Kategori indikator kinerja meliputi ukuran input (masukan) , ukuran output (keluaran), ukuran outcomes (hasil), ukuran efisiensi, dan infomasi penjelas.

Evaluasi Kinerja membantu memahami kebijakan dan program melalui kajian yang sistematis yang menjelaskan pengoperasian program, efek, justifikasinya, dan implikasi sosialnya. Esensi penting dalam evaluasi adalah pembuatan ‘nilai-nilai’ yang diperlukan untuk menghasilkan informasi mengenai kinerja suatu obyek. Dan nilai ini merupakan informasi kinerja yang dapat digunakan secara terbuka untuk mengatakan apakah suatu hasil program/kegiatan dilakukan sesuai dengan tujuannya. Evaluasi dilakukan dengan tujuan akhir sebagai usaha untuk mewujudkan kondisi sosial yang lebih baik. 3. Tujuan evaluasi

Tujuan dari kegiatan evaluasi manajemen PNS di Daerah adalah sebagai berikut : a. Memberikan penilaian tentang kinerja manajemen PNS Daerah. b. Menilai sejauh mana manajemen PNS Daerah mampu memenuhi tujuan, aturan, standar, atau

harapan formal lainnya c. Perbaikan manajemen PNS Daerah, usaha menggunakan informasi yang secara langsung mampu

meningkatkan kualitas manajemen PNS Daerah.

Page 5: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

5

Aspek strategis dari kegiatan evaluasi adalah perumusan rekomendasi (recommendation), yaitu menentukan langkah-langkah tindak lanjut apa yang dapat dilakukan selanjutnya, baik sebagai tindakan korektif maupun dalam rangka keberlanjutan sesuatu program.

Pengukuran kinerja dapat berfungsi sebagai alat deteksi dini (early warning sistem) untuk memperlihatkan tingkat kegagalan atau keberhasilan suatu program. Namun hasil dari pengukuran kinerja yang sifatnya lebih bersifat kuantitatif seringkali tidak dapat menjelaskan latar belakang atau alasan (reason) penyebab kegagalan atau mempelajari faktor-faktor keberhasilan dan memberikan suatu rekomendasi untuk perbaikan. Oleh karena itu memerlukan eksplorasi yang lebih mendalam melalui evaluasi dapat sebagai cara untuk menjawab kebutuhan tersebut karena pada dasarnya evaluasi lebih menekankan pada pengkajian yang lebih mendalam untuk mendapatkan rekomendasi perbaikan.

Meskipun tidak semua evaluasi menghendaki adanya pengukuran kinerja, namun pengukuran kinerja yang efektif tidak dapat dilepaskan dari kegiatan evaluasi. Hal ini karena pengukuran kinerja yang terlepas dari evaluasi hanya akan memberikan gambaran deskriptif dan sulit untuk memberikan rekomendasi yang baik.

KONSEP DAN KEBIJAKAN MANAJEMEN PNS

Manajemen PNS adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kepegawaian, dan pemberhentian. 1. Perencanaan

Di dalam berbagai literatur selalu disebutkan istilah perencanaan sumber daya manusia (perencanaan SDM), namun dalam kajian ini terminologi tersebut akan dimaknai sama dengan perencanaan PNS, hal ini dimaksudkan guna menjaga konsistensi dalam pembahasannya. Secara konseptual, terdapat banyak sekali pengertian perencanaan sumber daya manusia (human resources planning) yang diberikan oleh para ahli. Beberapa di antaranya adalah seperti di bawah ini. Werther and Davis (2003:155) memberikan pengertian bahwa “Human resources planning sistematically forecast an organization’s future demand for and supply of employee”. Perencanaan sumber daya manusia secara sistematis meramalkan permintaan dan penawaran pegawai di masa mendatang dari suatu organisasi. Pengertian di atas memberikan penekanan pada keseimbangan atau kesesuaian antara permintaan terhadap pegawai dengan ketersediaannya di suatu organisasi.

Hal tersebut senada dengan pendapat Siagian (1993: 41), yang menyatakan bahwa perencanaan merupakan pengambilan keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan. Dalam hal perencanaan SDM (: PNS) yang menjadi fokus perhatian ialah langkah-langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna lebih menjamin bahwa dalam organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat pada waktu yang tepat, kesemuanya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran yang telah dan akan ditetapkan.

Berdasarkan pendapat tersebut menjadi jelas perencanaan PNS daerah hendaknya dimuat dalam perencanaan stratejik (Renstra), baik renstra satuan kerja perangkat daerah yang mengelola PNS daerah – dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah/BKD – maupun renstra daerah/ RPJMD. Dengan demikian, RPJMD dan atau Renstra BKD dikatakan baik apabila memuat prakiraan jumlah dan kualitas PNS yang dibutuhkan selama periode tertentu, misalnya lima tahun. Hal ini ditekankan pula oleh Zainun (1993:30), ...dalam renstra digunakan istilah arah dan kebijaksanaan yang disusul dengan program-program, ini berarti perencanaan yang menghasilkan rencana, maka dalam renstra ternyata perencanaan yang jangka waktunya 5 tahun.

Page 6: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

6

Satu hal yang juga penting dalam perencanaan PNS adalah adanya standar kompetensi jabatan untuk menjamin terpenuhinya kualitas PNS yang akan direkrut. Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan (knowledge), keahlian/ keterampilan (skill) dan sikap perilaku (attitude) yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.

Sampai saat ini implementasi tahap perencanaan PNS sebagai bagian dari sistem manajemen secara utuh di tingkat nasional belum ada, yang ada hanyalah perencanaan pengadaan pegawai (sebagaimana tertuang dalam PP No. 98 Tahun 2000 jo PP No. 12 Tahun 2002 tentang Pengadaan PNS). Padahal perencanaan yang utuh/makro ini sangat diperlukan dalam rangka mengelola PNS secara optimal.

Dengan cara pandang ini maka perencanaan pegawai telah diukur melalui kelompok indikator sebagai berikut : Ketersediaan perencanaan induk (masterplan) kepegawaian Pemanfaatan ABK (Analisis Beban Kerja) dan AKP (Analisis Kebutuhan Pegawai) dalam

penyusunan kebutuhan pegawai Bezetting (daftar kekuatan pegawai) dan pemanfaatannya Kesesuaian pengadaan pegawai dengan rincian formasi yang telah ditetapkan 2. Pengadaan pegawai

Pengertian pengadaan tidak sama dengan rekruitmen, karena pengadaan PNS lebih luas dari rekruitmen. Hal itu sebagaimana pendapat Thoha (2005: 55), proses pengadaan pada dasarnya meliputi kegiatan-kegiatan: (a) pengidentifikasian kebutuhan untuk melakukan pengadaan, (b) mengidentifikasi persyaratan kerja, (c) menetapkan sumber-sumber kandidat, d) menyeleksi kandidat, (e) memberitahukan hasilnya kepada para kandidat, dan (f) menunjuk kandidat yang lolos seleksi.

Menurut Dictionary of Human Resources and Personnel Management (2003:219) rekruitmen adalah proses mencari dan mengangkat pegawai baru untuk bergabung dengan perusahaan. Pengertian ini memiliki penafsiran bahwa output dari rekruitmen ini adalah diperolehnya pegawai baru sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan.

Hardjapamekas (2002) menyatakan bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam rekruitmen SDM, yaitu: Pertama : kriteria utama rekruitmen, menurutnya rekruitmen pegawai paling tidak menghasilkan SDM dengan tiga karakteristik utama, yaitu integritas, kredibilitas dan kapabilitas; Kedua : basis rekruitmen, pelaksanaan rekruitmen sangat memungkinkan dilaksanakan mobilitas karier, transisi (tidak urut kacang) dan board based recruitmen basis; dan Ketiga : proses rekruitmen harus mengacu pada tiga kriteria pokok, yaitu : fair, equal opportunity dan transparan. Jadi pengertian Rekruitmen berhenti sampai si pelamar menyampaikan lamarannya kepada suatu organisasi.

Merujuk pada konsepsi mengenai pengadaan maka indikatornya adalah sebagai berikut : Penyebarluasan informasi (pengumuman) pengadaan pegawai Persyaratan dalam pengadaan pegawai Penyaringan/Seleksi Pengelolaan pengaduan masyarakat dalam pengadaan pegawai Jangka waktu pengangkatan CPNS Jangka waktu pengangkatan CPNS menjadi PNS Kesesuaian penempatan.

Page 7: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

7

3. Pengangkatan dalam Jabatan Dalam konteks manajemen sumberdaya manusia aparatur baik pusat maupun daerah, yang

dimaksud dengan “mutasi” adalah perpindahan tugas dan alih tempat dari seorang pegawai. Sondang P. Siagian (1993 : 170) menyatakan alih tugas dapat mengambil salah satu dari dua bentuk; bentuk pertama adalah penempatan seseorang pada tugas baru dengan tanggung jawab, hirarki jabatan dan tanggung jawab yang relatif sama dengan status yang lama tetapi masih dalam satuan organisasi yang sama, bentuk yang lain adalah alih tempat artinya pegawai yang bersangkutan melakukan pekerjaan dan tugas yang relatif sama dengan unit kerja yang lama, hanya saja secara fisik lokasi tempatnya bekerja berbeda.

Dalam rangka mutasi sumberdaya manusia aparatur perlu memperhatikan berbagai pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan analisis kemampuan pegawai yang bersangkutan. Menurut Miftah Thoha (2005 : 57) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mutasi pegawai negeri sipil antara lain : lamanya masa kerja di suatu bidang pekerjaan, kebutuhan organisasi, penyegaran organisasi, pengetahuan dan keterampilan serta alasan khusus (ikut suami), biasanya mutasi dilakukan minimal dilaksanakan setiap 2 tahun dan maksimal 4 tahun sekali, yang dilaksanakan berdasarkan usulan kepala unit kerja, hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 jo PP 63 Tahun 2009.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan mutasi adalah penerimaan bahwa: - Mutasi adalah proses yang wajar dalam organisasi sehingga dibutuhkan dasar kebijakan untuk

pelaksanaannya. - Sosialisasi/pegawai harus memiliki akses terhadap informasi mutasi ini. - Pola karier - Analisis jabatan. - Adil - Kesiapan pimpinan/pegawai (kasus) - Didokumentasikan secara baik - Ketepatan prosedur.

Pada dasarnya promosi merupakan salah satu bagian dari penempatan yang dilaksanakan oleh organisasi, dalam hal ini organisasi pemerintah daerah. Penempatan pegawai dilakukan dengan membuat penyesuaian terhadap kebutuhan organisasi yang berhubungan dengan perencanaan untuk memperoleh orang yang tepat pada posisi yang tepat (the right man on the right place)

Untuk dapat memahami konsep promosi, perlu disampaikan definsi promosi itu sendiri. Menurut Hasibuan (2006:108), promosi adalah perpindahan yang memperbesar authority dan responsibility pegawai ke jabatan yang lebih tinggi. Selain itu, efek yang ditimbulkan adalah hak, status, dan penghasilan berupa upah/gaji dan tunjangan lainnya akan bertambah dibandingkan dengan jabatan yang diperoleh sebelumnya.

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Samsudin (2005: 264), suatu promosi berarti pula perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain dan berarti bahwa kompensasi (upah, gaji, dan sebagainya) lebih tinggi dibandingkan dengan jabatan yang lama. Tidak jauh dengan pendapat Hasibuan, Samsudin juga berpendapat bahwa dengan memperoleh promosi jabatan maka seseorang akan menyandang jabatan baru dengan tanggung jawab dan kewenangan yang lebih besar, serta kompensasi yang menjadi salah satu tujuan untuk dipromosikan menjadi lebih besar pula.

Pengertian tersebut semakin menegaskan bahwa promosi jabatan merupakan perpindahan jabatan ke jabatan yang lebih tinggi dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi, diiringi dengan peningkatan kompensasi dan fasilitas lain. Selain itu, Nitisemito menambahkan bahwa

Page 8: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

8

promosi memiliki nilai tambah sebagai pencapaian yang dicapai oleh seorang pegawai yakni bukti pengakuan akan prestasi, kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk menduduki jabatan baru.

Dalam kaitannya dengan promosi jabatan struktural di daerah telah diatur secara rinci dalam pasal 13, pasal 14 dan pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

Parameter ini disarankan untuk diukur dengan indikator sebagai berikut: Ketersediaan standar kompetensi jabatan dan pengukuran kompetensi jabatan Pemanfaatan standar kompetensi jabatan dalam rangka promosi dan rotasi. 4. Pengembangan Pegawai

Pengembangan sumber daya manusia ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh cerdas, terampil, mandiri, dan memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia diselaraskan dengan persyaratan keterampilan dan keahlian. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam perspektif teoritis ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh cerdas, terampil, mandiri, dan memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia diselaraskan dengan persyaratan keterampilan, keahlian, dan profesi yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan (Kartasasmita 1995).

Berangkat dari arti penting aparatur daerah dalam membangun dan melayani kepentingan publik inilah pertanyaan pentingnya adalah sejauhmana persiapan pemerintah daerah dalam mengantisipasi gejolak tuntutan perubahan sejalan dengan era reformasi dan globalisasi. Untuk itu, Bryant & White (1987) mengungkapkan bahwa terdapat empat aspek yang terkandung dalam pengembangan sumber daya manusia, yaitu : Pertama, memberikan penekanan pada kapasitas (capacity), yaitu upaya meningkatkan kemampuan beserta energi yang diperlukan untuk itu. Kedua, penekanan pada aspek pemerataan (equity) dalam rangka menghindari perpecahan di dalam masyarakat yang dapat menghancur-kan kapasitasnya. Ketiga, pemberian kekuasaan dan wewenang (empowerment) yang lebih besar kepada masyarakat. Dengan maksud agar hasil pembangunan dapat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, karena aspirasi dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dapat meningkat.

Pengembangan SDM tidak hanya terfokus pada pegawai yang baru direkrut, akan tetapi untuk pegawai yang sudah lama bekerja. Menurut Flippo (1984: 200), pengembangan merupakan suatu proses yang terdiri dari : 1. Pelatihan untuk meningkatkan dengan perluasan pengetahuan umum pekerjaan tertentu dan 2. Pendidikan yang berkaitan dengan perluasan pengetahuan umum, pengertian dan latar

belakang. Ada dua kelompok besar yang harus dilatih adalah tenaga operasional dan para manajer.

Operative training dapat dilakukan dengan cara on the job training, vestibule schools, apprenticeship program dan special courses. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya, mempertinggi moral dan mempromosikan stabilitas dan fleksibilitas dari organisasi. Pengembangan manajer dapat dilakukan dengan cara membangun decision making skills dan job knowledge. Selain itu dapat melalui special courses, pertemuan-pertemuan program membaca, proyek khusus dan tugas dari komite. Mejia et al (1995 :293) menyatakan bahwa “development is an effort to provide employees with abilities that the organization will need in the future”. Pengembangan merupakan upaya memberikan karyawan kemampuan yang dibutuhkan organisasi di

Page 9: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

9

masa depan. Pengembangan karyawan dilakukan melalui penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan serta pengembangan karir.

Parameter pengembangan pegawai disarankan untuk diukur dengan indikator-indikator:

Ketersediaan dan pemanfaatan analisis kebutuhan diklat/training need analysis (TNA)

Seleksi bagi calon peserta diklatpim yang belum menduduki jabatan

Pengembangan pegawai melalui diklat teknis dan fungsional

Evaluasi pasca diklat

Pemanfaatan alumni Diklatpim

Pengembangan pegawai melalui pendidikan formal

Pengembangan mental pegawai.

5. Kesejahteraan Pegawai Aspek kesejahteraan pegawai penting dijadikan penilaian dalam manajemen PNS Daerah.

Upaya peningkatan kesejahteraan PNS meliputi Asuransi Kesehatan, Taspen, Cuti, Uang lembur, Persekot, dan dalam kepemilikan rumah. Setelah otonomi telah dilakukan pendelegasian wewenang kepada Gubernur untuk meneliti dan memutuskan pemberian bantuan perumahan dari dana Bapertarum pada PNS daerah. Upaya lain untuk meningkatkan kemampuan pegawai dalam kepemilikan rumah adalah dengan memberikan bantuan sebagian uang muka dalam rangka pembelian rumah yang dilakukan secara kredit. Bantuan lain berupa bantuan sebagian biaya membangun rumah yang diberikan dalam rangka membantu pembangunan rumah bagi PNS yang sudah memiliki tanah sendiri dan belum ada bangunannya di daerah PNS bekerja.

Parameter kesejahteraan telah diukur dengan mebggunakan indikator sebagai berikut: Ketersediaan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan, selain ASKES Ketersediaan dan pelaksanaan pemberian tunjangan cacat tetap/tidak tetap Ketersediaan dan pelaksanaan santunan uang duka Ketersediaan dan pemanfaatan bantuan memperoleh perumahan Ketersediaan uang makan pegawai (untuk 1 kali makan) Ketersediaan transportasi/bantuan uang transport bagi pegawai.

6. Penilaian Kinerja Pegawai

Evaluasi kinerja PNS Daerah umumnya dilakukan dengan mengacu pada DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) yang didalamnya terdapat 8 (delapan) unsur penilaian, yaitu kejujuran, kesetiaan, ketaatan, prestasi kerja, tanggung jawab, kerjasama, kepemimpinan dan prakarsa. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 8/1974 jo UU No. 43/1999 pasal 20 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang berbunyi: ”Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja.” Penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979. Serta untuk lebih menjamin adanya keseragaman dalam pelaksanaannya, maka BAKN mengeluarkan petunjuk teknis tentang pelaksanaan penilaian pekerjaan PNS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1979, berupa Surat Edaran yaitu SE. BAKN No. 02/SE/1980 tentang petunjuk pelaksanaan DP3. Mengacu pada SE. BAKN No. 02/SE/1980 Bagian II poin 1 – 2, tujuan dari DP3 ialah untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.

Parameter evaluasi kinerja disarankan untuk diukur dengan indikator:

Page 10: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

10

Penerapan pakta integritas (kontrak kinerja) Penilaian kinerja individu pegawai Reward and Punishment. 7. Disiplin dan Etika Pegawai

Secara umum etika dapat dibagi menjadi dua bagian yakni etika umum (etika sosial) dan etika khusus (Misalnya etika pemerintahan). Dalam kelompok tertentu dikenal dengan etika bidang profesional yaitu kode PNS, kode etik kedokteran, kode etik pers, kode etik pendidik, kode etik profesi akuntansi, hakim, pengacara, dan lainnya. Kode Etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang harus dilaksanakan oleh setiap PNS atau norma yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam menjalankan tugas-tugas organisasi maupun menjalani kehidupan pribadi.

Parameter etika disarankan untuk diukur dengan indikator: Kebijakan internal (Perda/Pergub/ Kepgub) tentang disiplin dan etika pegawai Pelaksanaan disiplin dan etika pegawai Tindak lanjut terhadap pelanggaran disiplin dan etika pegawai. 8. Pemberhentian

Pemberhentian dapat diartikan sebagai terputusnya hubungan kerja seseorang dengan instansi yang mengakibatkan hilangnya status sebagai karyawan atau pegawai. Dalam konteks pemberhentian sebagai PNS adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan status sebagai pegawai negeri sipil”.

Pemberhentian dari jabatan negeri adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada suatu satuan organisasi negara, tetapi masih tetap berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian dalam perspektif perundangan dapat dibagi menjadi tiga bagian yakni pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara. Parameter pemberhentian/pensiun disarankan diukur dengan indikator: Pembinaan memasuki masa pensiun Ketepatan waktu pensiun Perpanjangan Batas Usia Pensiun (BUP). 9. Infrastruktur

Manajemen PNS Daerah tidak hanya berkenaan dengan tahapan-tahapan fungsi manajemen, tetapi juga harus dikaitkan dengan kesiapan infrastruktur yakni standard kompetensi jabatan, database kompetensi jabatan, sistem informasi kepegawaian, kelembagaan pengelola, SDM pengelola, SOP, sarana prasarana dan anggaran. Sebagai suatu infrastruktur, maka indikator tersebut sangat mendukung tercapainya kinerja manajemen PNS di daerah yang optimal. Keberhasilan sebuah pengelolaan PNS dipengaruhi oleh keberadaan dokumen standard kompetensi jabatan, database kompetensi jabatan, SOP, kelembagaan pengelola, SDM pengelola, sistem informasi kepegawaian, sarpran dan anggaran. Anggaran merupakan bagian penting dalam manajemen PNS Daerah, diantaranya untuk mendukung pengadaan, pengembangan pegawai dan sebagainya. Dukungan anggaran kepegawaian pada kenyataannya sering dimarjinalkan, karena dianggap tidak memberikan dampak langsung terhadap pencapaian tujuan organisasi pemerintah daerah. Oleh karenanya, mindset seperti ini pada masa depan harus dilakukan perubahan karena PNS Daerah merupakan penggerak utama pencapaian tujuan pemerintah daerah.

Indikator-indikator yang telah digunakan untuk mengukur parameter infrastruktur meliputi:

Page 11: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

11

SOP (Standard Operating Procedure) Manajemen PNS Sistem Informasi Kepegawaian Sarana dan Prasarana Unit Pengelola Kepegawaian Anggaran pengembangan pegawai ANALISIS HASIL PENGUKURAN DAN EVALUASI DI PROVINSI BALI

Untuk Provinsi Bali, skor manajemen PNS tertinggi diperoleh Kab. Jembrana. Dari semua daerah yang dievaluasi, skor tertinggi tetap dipegang oleh Kab. Jembrana. Berikut digambarkan skor manajemen PNS masing-masing kab/kota yang ada di Provinsi Bali :

Dari diagram diatas, dapat kita lihat skor Kab. Jembrana masuk kategori tinggi yaitu 74 dan Kab. Klungkung memperoleh skor terkecil yaitu 26 yang tergolong sangat rendah. Selain itu, ada yang termasuk kategori rendah yaitu Kota Denpasar (56), Kab. Badung (45), Kab. Tabanan (45), dan Kab. Buleleng (41). Sedangkan Kab. Gianyar (37), Kab. Karangasem (32) dan Kab Bangli (29) tergolong kategori sangat rendah. Skor diatas merupakan skor total yang diperoleh oleh masing-masing kab/kota di Provinsi Bali.

Berikut akan dipaparkan kondisi masing-masing parameter manajemen PNS Provinsi Bali. Untuk parameter perencanaan dapat kita lihat pada diagram berikut :

Dari diagram diatas, kategori sangat tinggi untuk parameter perencanaan diperoleh oleh Kab. Jembrana (88) dan Kota Denpasar (81). Untuk kategori tinggi hanya didapat oleh Kab Buleleng dengan skor 64. Begitu juga dengan kategori rendah hanya ada Kab. Tabanan (50), sedangkan yang

Page 12: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

12

lainnya banyak yang masuk kategori sagat rendah yaitu Kab. Badung (29), Kab. Gianyar (29), Kab. Karangasem (23), Kab. Klungkung (13), dan Kab Bangli (5).

Dalam hal perencanaan pegawai, sebagian besar kab/kota di Provinsi Bali belum memiliki master plan kepegawaian. Kab. Jembrana dengan skor 88 sebenarnya belum memiliki dokumen master plan, namun master plan yang dimaksud adalah berupa renstra kepegawaian yang secara umum menggambarkan tujuan, sasaran, program dan kegiatan di bidang manajemen PNS. Selain itu di Kab. Jembrana juga sudah tersedia dokumen perencanaan kepegawaian tahunan yang sesuai dengan renstra kepegawaian, ABK dan AKP, bezetting, serta pengadaan pegawainya sudah sesuai dengan formasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Mengenai dokumen perencanaan kepegawaian tahunan ada beberapa kab/kota yang sudah memilikinya, namun dokumen tersebut tidak sesuai dengan master plan, karena memang master plan kepegawaiannya belum ada seperti di Kota Denpasar, Kab. Tabanan, Kab. Badung, dan Kab. Gianyar.

Di Kota Denpasar (81), selain dokumen perencanaan tahunan, disana juga sudah tersedia ABK dan AKP, bezetting, dan pengadaannya sudah sesuai dengan formasi yang telah ditetapkan, kekurangannya adalah pada dokumen master plan kepegawaian yang belum tersedia. Dasar hukum penyusunan ABK adalah Permendagri No 12 Tahun 2008 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, dan Keputusan Presiden No 68 Tahun 1995 tentang Jam Kerja Instansi Pemerintah. Di Kota Denpasar ABK disusun oleh tim ahli yang bekerjasama dengan BKN, namun berdasarkan wawancara dengan BKD Kota Denpasar diketahui bahwa pemanfaatan ABK ini belum optimal.

Kab. Bangli (5) yang memperoleh skor sangat rendah memiliki perencanaan pegawai yang sangat buruk. Di kabupaten ini belum tersedia master plan kepegawaian, dokumen perencanaan kepegawaian tahunan, dan ABK dan AKP. Kab. Bangli hanya menyatakan memiliki dokumen bezetting. Dari hasil wawancara dengan Sekretaris BKD Bangli diungkap bahwa keterbatasan anggaran yang membuat BKD tidak dapat berbuat banyak, termasuk dalam menyusun dokumen-dokumen yang seharusnya dimiliki oleh BKD. Bahkan pada tahun 2010 lalu Kab. Bangli tidak melakukan rekrutmen CPNS, hal tersebut sesuai dengan kebijakan Bupati Bangli yang tertuang dalam surat Bupati Bangli yang ditujukan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 800/2602/BKD perihal Penundaan Rekrutmen CPNS Formasi Tahun 2010, adapun alasan utamanya adalah pada tahun 2010 pemda Bangli memfokuskan kegiatan pada penataan kepegawaian dan dikaitkan dengan perhitungan keuangan daerah, dimana total Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Bangli pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp. 472.197.687.734,- dari jumlah tersebut yang digunakan untuk belanja tidak langsung mencapai Rp. 358.290.055.954,- (76%). Sedangkan belanja langsungnya mencapai Rp. 113.907.631.780,- (24%).

Berikutnya untuk parameter pengadaan pegawai, skor yang diperoleh oleh masing-masing kab/kota yang ada di Provinsi Bali digambarkan dalam diagram berikut :

Page 13: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

90

Berdasarkan diagram diatas, diketahui bahwa skor tertinggi untuk parameter pengadaan pegawai lagi-lagi diperoleh oleh Kab. Jembrana yaitu 96 (sangat tinggi). Selanjutnya ada 4 kab/kota yang masuk kategori tinggi yaitu Kab. Karangasem dan Kab. Badung dengan skor 78 serta Kab. Buleleng dan Kota Denpasar dengan skor 77. Untuk kategori rendah ada Kab Bangli (50), Kab. Gianyar (46), dan Kab. Tabanan (42). Sedangkan Kab. Klungkung dengan skor terkecil yaitu 37 masuk kategori sangat rendah. Dalam menyebarluaskan pengumuman mengenai pengadaan pegawai, sebagian besar kab/kota di Provinsi Bali sudah memanfaatkan semua media seperti papan pengumuman instansi, media massa, dan website.

Namun ternyata masih ada beberapa kabupaten yang belum mengoptimalkan semua media tersebut, seperti Kab. Gianyar, Kab. Bangli, dan Kab. Karangasem, mereka hanya memanfaatkan papan pengumuman instansi untuk menyebarluaskan pengumuman pengadaan pegawainya. Di zaman yang sudah serba canggih ini, sangat disayangkan mereka tidak memanfaatkan media massa dan website untuk menyebarluaskan pengumuman pengadaan pegawai tersebut. Penyebarluasan informasi pengadaan pegawai ini dilakukan sesuai dengan peraturan yaitu 15 hari. Mengenai persyaratan khusus dalam pegadaan pegawai, walaupun ada beberapa kab/kota yang menjawab memiliki persyaratan khusus, namun bukan persyaratan khusus yang dimaksud oleh tim kajian, yaitu persyaratan lain selain persyaratan administrasi dan kompetensi.

Dalam seleksi administrasi, kepada pelamar yang tidak memenuhi persyaratan maka berkasnya seharusnya akan dikembalikan disertai dengan alasannya. Semua kab/kota di Provinsi Bali mengaku sudah melakukan itu. Selanjutnya menyangkut materi test yang diberikan dalam proses seleksi, secara umum kab/kota di Provinsi Bali hanya memberikan test kemampuan dasar (TKD) yang terdiri dari test bakat scholastic, test pengetahuan umum, dan test skala kematangan. Namun Kab. Jembrana memberikan semua test seperti yang diatur dalam perundangan yaitu test kemampuan dasar yang terdiri atas tes bakat skolastik, tes pengetahuan umum dan tes skala kematangan, tes kompetensi bidang (TKB), tes keahlian/ keterampilan tertentu, dan psikotes serta bahasa Inggris. Dalam mengelola pengaduan masyarakat terkait dengan pengadaan pegawai media yang disediakan berbeda-beda antara satu kab/kota dengan lainnya, namun pengaduan langsung lebih banyak diterima. Di Kab. Jembrana, pengaduan juga diterima melalui sms center, di antara SMS pengaduan yang masuk antara lain: Tgl kirim 18/11/2010 jam 22.43, no. hp. 6281333309660, message: “Maaf Pak, saya mau Tanya

mengenai berkas saya tidak lolos untuk lowongan Pranata Komputer krn jurusan tidak sesuai. Jurusan saya t. elektro namun konsentrasi t. computer….”

Tgl 18/11/2010 jam 15.15, no. hp 6281901118765, message :”eb belum keluar di tanda peserta saya. Saya kirim lewat pos pada tanggal 10 nov kemarin, mohon bantuan informasinya, terima kasih”.

Page 14: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

14

Tgl. 18/11/2010 jam 13.36, no. hp 6281805111987, message: “Selamat siang, saya Putu Fitri Mariana, pelamar dengan No. Registrasi 30270087, saya sudah mengirim berkas pada hari Rabu 10 November 2010 via pos. info”.

Sebagian besar pengaduan dari masyarakat ini selalu ditindaklanjuti dan diselesaikan secara internal. Mengenai jangka waktu pengangkatan CPNS, rata-rata sudah sesuai dengan peraturan perundangan yaitu kurang dari 30 hari. Di Kota Denpasar, Kab. Jembrana dan Kab Buleleng, pengangkatan CPNS nya membutuhkan waktu 31-60 hari, walaupun agak telat tapi ini masih dalam tahap kewajaran. Bahkan di Kab. Gianyar dan Kab. Bangli malah mencapai lebih dari 60 hari. Biasanya ini disebabkan karena proses di BKN dalam memeperoleh NIP terkadang melebihi batas waktu sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan untuk jangka waktu pengangkatan CPNS menjadi PNS sudah sesuai dengan peraturan yaitu 1-2 tahun.

Terkait dengan kesesuaian penempatan pegawai dengan rincian formasi yang telah ditetapkan sebelumnya, sebagian besar sudah sesuai. Hanya Kab. Tabanan dan Kab. Buleleng yang mengaku bahwa penempatan pegawainya sebagian kecil tidak sesuai. Di Kab. Buleleng ketidaksesuaian penempatan ini dilakukan karena ‘sangat mendesak’. Ketika ditanyakan apa yang dimaksud dengan sangat mendesak pihak pemda juga tidak mampu memberikan jawaban yang jelas (kemungkinan karena alasan politik). Mengenai parameter pengangkatan dalam jabatan, sebagian besar kab/kota di Provinsi Bali memperoleh skor sangat rendah. Diagram berikut menjelaskan skor masing-masing kab/kota yang ada di Provinsi Bali :

Berdasarkan diagram diatas, diketahui Kab. Jembrana memperoleh skor sempurna yaitu 100.

Ini berarti proses pengangkatan dalam jabatan di Kab. Jembrana sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan Kab. Klungkung dan Kota Denpasar memperoleh skor 0 yang mengisayaratkan supaya proses pengangkatan dalam jabatan di 2 kab/kota ini perlu ditinjau kembali. Kab. Badung memperoleh skor 60 untuk parameter ini yang masuk kategori rendah. Sedangkan Kab. Bangli (30), Kab. Karangasem (30), Kab. Tabanan (30), Kab. Gianyar (30) dan Kab. Buleleng (10) berada pada kategori sangat rendah seperti halnya Kab. Klungkung dan Kota Denpasar. Dari 9 kab/kota yang ada di Provinsi Bali, hanya Kab. Jembrana, Kab. Badung dan Kab. Tabanan yang menyatakan sudah memiliki standar kompetensi jabatan. Namun dari standard kompetensi jabatan tersebut hanya Kab. Jembrana yang sudah melakukan pengukuran (assessment) sedangkan Kab. Badung dan Kab. Tabanan belum.

Standard kompetensi jabatan di Kab. Jembrana tertuang dalam Peraturan Bupati Jembrana No. 31 Tahun 2009 tentang Standar Kompetensi Jabatan Struktural PNS Pemerintah Kabupaten

Page 15: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

15

Jembrana. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan SKJ adalah untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi/unit organisasi, dan untuk menciptakan optimalisasi kinerja organisasi/unit organisasi. Standard kompetensi dimaksud terdiri atas kompetensi umum dan kompetensi khusus. Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon II meliputi : a. mampu mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan dan pandangan hidup bangsa menjadi sikap dan

perilau dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, b. mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya, c. mampu menetapkan program-program pelayanan yang baik terhadap kepentingan public sesuai

dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya, d. mampu memahami dan menjelaskan keragaman social dan budaya lingkungan dalam rangka

peningkatan citra dan kinerja organisasi, e. mampu mengaktualisasikan kode etik PNS dalam meningkatkan profesionalis-me, moralitas dan

etos kerja, f. mampu melakukan manajemen perubahan dalam rangka penyesuaian terhadap perkembangan

zaman, g. mengikuti dan luus tes peningkatan kompetensi aparatur, h. mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaa n tugas dan tanggung jawab

organisasi, i. mampu membangun jaringan kerja/ melakukan kerjasama dengan instansi-instansi terkait baik di

dalam negeri maupun di luar negeri untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya, j. mampu melakukan analisis resiko dalam rangka eksistensi unit organisasi, k. mampu merencanakan/mengatur sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung

pelaksanaan, dan seterusnya. Terkait dengan mekanisme promosi dan rotasi jabatan hanya Kab. Jembrana yang

memanfaatkan standard kompetensi jabatan karena memang sudah memilikinya. Sedangkan kab/kota lainnya lebih memperhatikan pertimbangan lain diluar standard kompetensi jabatan atau bahkan pertimbangan lain diluar analisis dan evaluasi jabatan. Seperti Kab. Karangasem, Kab. Bangli, Kab. Badung, dan Kab. Gianyar yang memperhatikan pertimbangan diluar standard kompetensi jabatan seperti analisis jabatan, DUK, pendidikan dan pelatihan, pengalaman serta syarat objektif lainnya.

Mekanisme promosi dan rotasi jabatan di instansi pemerintah salah satunya didasarkan pada pertimbangan Baperjakat. Seperti di Kab. Bangli, karena belum memiliki standard kompetensi jabatan, maka promosi dan rotasi didasarkan pada hasil rapat Baperjakat. Baperjakat selalu menyampaikan daftar nominasi pegawai yang pantas untuk menduduki jabatan tertentu, tetapi Bupati yang memilih satu diantara beberapa calon yang diajukan, hal tersebut tidak terlepas dari akibat politisasi jabatan yang melanda hampir semua instansi pemerintah daerah. Ini juga terjadi di Kab. Buleleng, dimana dalam instrument evaluasi dijelaskan bahwa mekanisme promosi dan rotasinya dengan memperhatikan pertimbangan lain diluar analisis jabatan dan evaluasi jabatan yaitu pertimbangan kebijakan pimpinan (bupati).

Selanjutnya parameter pengembang-an pegawai, di Provinsi Bali belum ada kab/kota yang memperoleh skor tinggi dan sangat tinggi. Skor kab/kota di Provinsi Bali untuk parameter ini hanya berkisar pada kategori rendah dan sangat rendah. Untuk lebih jelasnya perhatikan diagram berikut :

Page 16: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

76

Dalam diagram diatas, dapat dilihat bahwa dalam hal pengembangan pegawai, hanya Kab. Badung yang memperoleh skor rendah yaitu 43, sedangkan kab/kota yang lainnya masuk kategori sangat rendah,dimana skor yang diperoleh tidak lebih dari 40. Seperti Kab. Tabanan dengan skor 34, Kab. Buleleng 31, Kab. Jembrana dan Kab. Gianyar masing-masing 28, Kab. Bangli dan Kota Denpasar masing-masing 26, Kab. Karangasem 13, dan yang paling rendah Kab. Klungkung dengan skor 4. Dalam rangka pengembangan pegawai, secara ideal perlu dilakukan analisis kebutuhan Diklat, atau yang lebih dikenal dengan TNA (training need analysis). Namun dari 9 kab/kota yang ada di Provinsi Bali hanya Kab. Gianyar yang menyatakan sudah memiliki dokumen TNA, itupun belum dimanfaatkan secara optimal.

Mengenai seleksi calon peserta diklatpim, sebagian besar kab/kota di Provinsi Bali tidak pernah melakukan seleksi bagi calon peserta diklatpim yang belum menduduki jabatan. Di Kab. Badung dan Kab. Bangli seleksi ini selalu dilakukan, sedangkan Kab. Buleleng dan Kab. Tabanan mengaku kadang-kadang juga melakukan seleksi ini namun dari peserta yang lolos seleksi hanya sebagian kecil juga yang diikutsertakan dalam diklatpim. Diklat teknis dan fungsional merupakan salah satu upaya dalam rangka pengembangan pegawai. Di sebagian besar kab/kota yang ada di Prov. Bali sudah ada diklat teknis dan fungional ini. Ada kab/kota yang merasa diklat tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan organisasi dan ada yang merasa belum sesuai kebutuhan. Di Kab Jembrana, pengembangan pegawai melalui diklat teknis dan fungsional sangat selektif diberikan kepada pegawai dan benar-benar berdasarkan kebutuhan organisasi mengingat anggaran yang terbatas. Beberapa diklat teknis yang diikuti seperti: diklat penyusunan APBD, diklat perencana, diklat pranata komputer. Sedangka di Kab. Buleleng beberapa program diklat teknis yang sudah dilaksanakan antara lain menyangkut diklat administrasi perkantoran, diklat kearsipan, dan diklat kesekretarisan. Namun diklat ini dianggap belum sesuai dengan kebutuhan organisasi. Evaluasi pasca diklat juga perlu dilakukan untuk melihat sejauhmana keberhasilan diklat yang sudah diikuti, namun pada umumnya daerah tidak pernah melakukan ini karena memang belum ada pedoman yang jelas.

Dari sisi pemanfaatan alumni diklatpim, beberapa daerah sudah bisa menyerap semua alumni diklatpimnya untuk menduduki jabatan struktural sesuai dengan diklatpim yang diikutinya misalnya di Kota Denpasar, Kab. Jembrana, Kab. Gianyar, dan Kab. Karangasem. Sedangkan di beberapa kab/kota masih banyak alumni diklatpim yang belum menduduki jabatan struktural. Misalnya di Kab. Bangli, untuk alumni diklatpim Tk. II masih ada 43,33%, alumni diklatpim Tk.III 64,44%, dan alumni diklatpim Tk. IV masih ada sekitar 30,70% yang belum menduduki jabatan sesuai dengan diklatpim yang sudah diikuti. Selain itu masih banyak pejabat struktural yang sudah menduduki jabatan namun belum mengikuti diklatpim yang dipersyaratkan. Ini terjadi karena keterbatasan anggaran pengembangan pegawai.

Page 17: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

17

Pengembangan pegawai melalui pendidikan formal juga dilakukan beberapa kab/kota yang ada di Provinsi Bali seperti Kab. Bangli, Kab. Jembrana, Kab. Tabanan, dan Kab. Badung. Kerjasama misalnya dilakukan Kab. Jembrana dengan Universitas Udayana, Universitas Airlangga, dan Undiksa, dan Kab. Bangli melakukan kerjasama dengan Universitas Kanjuruhan Malang, Universitas Mahendradatta Denpasar, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas Mahasaraswati Denpasar. Berikutnya menyangkut pengembangan pegawai melalui pembinaan mental pegawai, di Provinsi Bali hanya beberapa kab/kota yang melakukan ini yaitu Kab. Tabanan, Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, dan Kab. Buleleng. Pada umumnya dilakukan pada perayaan hari besar keagamaan. Sedangkan kab/kota yang lain belum melakukan program tersebut.

Selanjutnya untuk parameter kesejahteraan pegawai, gambaran kondisi kesejahteraan di Provinsi Bali disajikan dalam diagram berikut :

Berdasarkan diagram diatas dapat dijelaskan bahwa tidak ada satu pun kab/kota di Provinsi Bali yang mencapai skor tinggi untuk parameter kesejahteraan ini. Kota Denpasar memperoleh skor tertinggi dibanding kab/kota lainnya di Provinsi Bali yaitu 55 yang masih tergolong kategori rendah. Sedangkan kab/kota lainnya masuk kategori sangat rendah yaitu Kab. Klungkung (35), Kab. Badung (25), Kab. Jembrana dan Kab. Gianyar masing-masing 20, Kab. Buleleng (10), Kab Bangli dan Kab. Tabanan masing-masing 5, serta yang paling rendah kesejahteraannya adalah Kab. Karangasem dengan skor 0. Memang banyak kendala yang tak bisa dielakkan untuk meningkatkan kondisi kesejahteraan pegawai di suatu daerah. Kendala anggaran merupakan yang utama. Ada beberapa indikator yang ada dalam parameter ini seperti ketersediaan fasilitas kesehatan selain ASKES, tunjangan cacat, santunan uang duka, bantuan memperoleh perumahan, uang makan, dan uang transport. Dari beberapa indikator tersebut, hanya sebagian kecil yang sudah dipenuhi oleh kab/kota di Provinsi Bali. Misalnya untuk fasilitas kesehatan selain ASKES, hanya Kab. Gianyar, Kab. Klungkung dan Kota Denpasar yang mengaku sudah memilikinya. Di Kab. Gianyar misalnya ada poliklinik kesehatan pemda Gianyar, sedangkan di Kab. Klungkung dan Kota Denpasar tidak dijelaskan fasilitas kesehatan seperti apa yang telah disediakan.

Untuk tunjangan cacat hanya ada di Kab. Tabanan. Selanjutnya santunan uang duka ada di Kab. Klungkung, Kab. Buleleng, Kab. Badung, Kab. Gianyar, dan Kab. Bangli. Di Kab. Buleleng sumber pendanaan santunan uang duka adalah dari APBD sesuai SK Bupati Buleleng No. 800/146/HK/2009. Terkait dengan bantuan memperoleh perumahan hanya Kota Denpasar yang mengaku sudah menyediakannya, hal ini tidak terlepas dari banyaknya permasalahan dalam pengadaan bantuan memperoleh perumahan tersebut.

Page 18: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

95

Mengenai ketersediaan uang makan, sudah ada beberapa kab/kota yang menyediakannya seperti Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Jembrana dan Kab. Klungkung. Di Kota Denpasar besarnya uang makan adalah Rp. 15.000 per hari di potong pajak. Di Kab. Badung pemberian uang makan ini diatur dalam Keputusan Bupati Badung No. 1158/01/HK/2011 tentang pemberian uang makan kepada PNS Non guru dan THL/Honorer di lingkungan pemerintah Kabupaten Badung yang besarnya disesuaikan dengan golongan yaitu golongan IV =Rp. 23.530, golongan III = Rp. 21.060 dan golongan II dan I = Rp. 20.000. Terakhir mengenai uang transport belum ada kab/kota di Provinsi Bali yang menyediakannya. Parameter Kinerja Pegawai merupakan parameter selanjutny yang akan kita bahas. Berikutnya akan disajikan diagram yang menunjukkan kondisi penilaian kinerja pegawai yang ada di Provinsi Bali :

Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa hanya ada Kab. Jembrana yang memperoleh skor menonjol dibanding dengan kab/kota lainnya yang rata-rata masuk kategori sangat rendah. Kab. Jembrana dengan skor 85 termasuk kategori sangat tinggi. Sedangkan kab/kota lainnya hanya memperoleh skor ≤40, yaitu Kab. Karangasem (40), Kota Denpasar (35), Kab. Tabanan (30), Kab. Buleleng (25), Kab. Klungkung (20), dan Kab. Bangli, Kab. Badung, dan Kab. Gianyar yang memperoleh skor terendah yaitu masing-masing 15.

Penilaian kinerja pegawai di Provinsi Bali menunjukkan bahwa belum ada penerapan pakta integritas di sebagian besar kab/kota yang ada di Provinsi Bali. Penerapan pakta integritas ini hanya ada di Kab. Jembrana dan Kab. Karangasem. Di Kabupaten Karangasem pakta integritas ini baru diberlakukan bagi para pejabat Eselon II. Untuk melakukan penilaian kinerja individu, semua kab/kota di Provinsi Bali hanya menggunakan DP-3, belum ada kab/kota yang melakukan inovasi untuk membuat instrument penilaian lainnya. Sistem pemberian reward and punishment juga diterapkan di beberapa kab/kota yang ada di Provinsi Bali. Di Kab. Jembrana misalnya ada reward bagi pegawai yang berkinerja baik berupa pemberian uang tunai yang dilakukan setiap tahun. Adapun bagi pegawai yang berkinerja buruk, ada sanksi bagi mereka yaitu berupa hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam PP 53/2010. Di Kota Denpasar juga begitu, namun penghargaan yang diberikan baru sebatas Satya Lancana Karya Satya, belum ada penghargaan khusus yang merupakan inovasi sendiri dari Kota Denpasar.

Di Kab Buleleng dan Kab. Tabanan juga sudah ada pemberian punishment berupa : a) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun, b) penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, c) penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, d) pembebasan dari jabatan, e) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.

Parameter selanjutnya adalah disiplin dan etika pegawai. Pencapaian kab/kota di Provinsi Bali untuk parameter ini sangat beragam, dapat kita lihat pada diagram berikut :

Page 19: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

96

Dalam diagram diatas kita lihat bahwa rata-rata penerapan disiplin dan etika di Provinsi Bali sudah cukup bagus. Ini dibuktikan dari 9 kab/kota yang ada di Provinsi Bali, 6 diantaranya termasuk kategori yang penerapan disiplin dan etikanya sangat tinggi, yaitu Kab. Tabanan, Kab. Jembrana, Kab. Gianyar, dan Kota Denpasar masing-masing dengan skor 100, lalu ada Kab. Bangli dengan skor 90 dan Kab. Klungkung dengan skor 85. Sedangkan lainnya ada Kab Badung (70) yang masuk kategori tinggi, Kab. Buleleng (50) masuk kategori rendah, dan Kab. Karangasem (35) masuk kategori sangat rendah.

Dalam menegakkan disiplin di daerahnya, beberapa kab/kota sudah memiliki kebijakan internal masing-masing daerah dalam rangka menindaklanjuti PP No. 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS. Di Kota Denpasar misalnya ada Keputusan Walikota Denpasar Nomor 279 tahun 2003 tentang tindakan administrasi terhadap pelanggaran ketentuan displin kerja pegawai di lingkungan pemerintah Kota Denpasar berisi tentang upaya pembinaan dan meningkatkan disiplin kerja pegawai di lingkungan pemerintah Kota Denpasar, maka kepada pegawai wajib untuk mentaati ketentuan jam kerja, mengisi daftar hadir, pakaian dinas dan penggunaan kendaraan roda dua.

Begitu juga di Kab. Gianyar ada Peraturan Bupati Nomor 18 tahun 2007 tentang penetapan jam kerja pegawai di lingkungan Instansi Pemerintah Kabupaten Gianyar. Peraturan ini berisi tentang upaya dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih prima kepada masyarakat dipandang perlu untuk mengadakan perubahan/ pengaturan jam kerja pegawai di lingkurngan instansi pemerintah Kabupaten Gianyar. Dalam rangka memantau pelaksanaan disiplin dan etika pegawai, idealnya perlu dibentuk suatu tim evaluasi disiplin dan etika pegawai. Di sebagian besar kab/kota yang ada di Provinsi Bali, pembentukan tim ini sudah dilakukan. di Kab. Gianyar ada keputusan Bupati Gianyar nomor 324 tahun 2008 tentang perubahan atas keputusan Bupati Gianyar Nomor 108 tahun 2005 tentang pembentukan dan susunan tim pertimbangan hukuman disiplin pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah kabupaten Gianyar.

Page 20: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

20

Tim pertimbangan hukuman disiplin pegawai pemerintah Kota Denpasar juga sudah dibentuk berdasarkan keputusan walikota Denpasar Nomor 188.45/22/HK/2007, tugas dan tanggungjawab tim ini adalah mengumpulkan dan mengolah data serta informasi yang menyangkut pelanggaran disiplin pegawai, memberikan pertimbangan dan atau saran kepada Walikota Denpasar dalam rangka penjatuhan hukuman disiplin berat dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Walikota Denpasar. Di Kab. Jembrana dan Kab. Klungkung juga ada pembentukan tim gerakan disiplin nasional (GDN) yang secara rutin melaksanakan sidak terhadap disiplin pegawai. Upaya-upaya internalisasi kebijakan disiplin sudah dilaksanakan melalui pemberian arahan tentang disiplin pada saat apel koordinasi yang dilaksanakan tiap hari Senin serta melalui pembinaan dan pengawasan oleh atasan langsung. Mengenai upaya tindak lanjut terhadap pelanggaran disiplin, semua kab/kota di Provinsi Bali menyatakan selalu menindaklanjuti setiap bentuk pelanggaran disiplin dan etika pegawai. Bentuk tindak lanjut yang diberikan misalnya dengan memberikan teguran lisan maupun tulisan, penundaan kenaikan pangkat, penurunan gaji atau penundaan kenaikan gaji berkala. Tahapan terakhir dalam manajemen PNS adalah pensiun, atau dengan kata lain pemberhentian pegawai. Dalam parameter pemberhentian ini juga terdapat beberapa indikator yang perlu diperhatikan. Untuk Provinsi Bali, kondisi pengelolaan pemberhentian pegawainya digambarkan dalam diagram berikut :

Berdasarkan diagram diatas, dapat kita lihat bahwa Kab. Tabanan memperoleh skor paling tinggi untuk parameter pemberhentian pegawai ini yaitu dengan skor 63, ini termasuk kategori tinggi. Sedangkan kab/kota yang lainnya hanya masuk kategori rendah dan sangat rendah, yaitu Kab. Klungkung (50), Kab. Jembrana (50), Kota Denpasar (50), Kab. Gianyar (42), Kab. Badung (38), Kab. Karangasem (29), Kab. Bangli dan Kab. Buleleng memperoleh skor terendah yaitu 25. Disaat kab/kota lainnya belum memiliki pembinaan memasuki masa pensiun, Kab. Tabanan mengaku sudah memiliki program pembinaan memasuki masa pensiun bagi pegawainya, namun sayangnya tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk program pembinaan yang sudah dilakukan. Mengenai ketepatan waktu pensiun, kendala yang dihadapi dalam hal ini adalah berkas pensiun yang datang ada yang tidak lengkap, proses melengkapi berkas pensiun oleh PNS yang akan pensiun terkadang lambat, juga proses pengeluaran SK pensiun oleh Kanreg BKN X Denpasar untuk periode akhir tahun sering terlambat. Walaupun demikian, ternyata sebagian besar kab/kota di Provinsi Bali sudah memberikan SK pensiun bagi pegawainya sesuai dengan aturan yang berlaku.

Untuk perpanjangan batas usia pensiun, kab/kota di Provinsi Bali umumnya memberikan perpanjangan batas usia pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun Kab. Gianyar dan Kab. Buleleng menempuh kebijakan yang agak berbeda dengan tidak

Page 21: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

98

memberikan perpajangan batas usia pensiun dengan alasan untuk kaderisasi kepemimpinan di daerah. Sedangkan di Kab. Buleleng perpanjangan batas usia pensiun ini dilakukan berdasarkan permintaan pegawai yang bersangkutan dengan alasan memiliki kompetensi sesuai bidang yang digeluti, sehat jasmani dan rohani dan memiliki keahlian dalam bidangnya. Parameter terakhir yang juga tidak bisa diabaikan adalah keberadaan dan kondisi infrastruktur. Kondisi infrastruktur di Provinsi Bali disajikan dalam diagram berikut :

Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa kondisi infrastruktur di Provinsi Bali sangat beragam. Skor parameter infrastruktur paling tinggi di Provinsi Bali diperoleh oleh Kab. Jembrana yaitu 90 sedangkan yang paling rendah skornya adalah Kab. Klungkung yaitu 22. Di bawah Kab. Jembrana ada Kab. Tabanan dengan skor 78 yang masuk kategori baik. Selanjutnya ada kab/kota yang infrastrukturnya kurang baik yaitu Kota Denpasar (58) dan Kab. Karangasem (48). Sedangkan yang lain dapat dikatakan kondisi infrastrukturnya buruk yaitu Kab. Badung (40), Kab. Bangli (32), Kab. Buleleng (32), Kab. Gianyar (27) dan Kab. Klungkung (22).

Dilihat dari indikator-indikator yang ada di parameter infrastruktur ini seperti kebanyakan daerah lainnya, kab/kota di Provinsi Bali sebagian besar belum memiliki SOP di bidang manajemen PNS. Ada 3 kab/kota di Provinsi Bali yang sudah memiliki SOP yaitu Kab. Jembrana, Kab. Tabanan, dan Kota Denpasar. Misalnya di Kab. Jembrana salah satunya ada panduan teknis pengadaan pegawai. Dalam panduan ini digambarkan alur pengadaan CPNS secara online yang meliputi 7 tahap: tahap pelamaran s/d pelaksanaan ujian tulis pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Website pendaftaran: http://cpns.jembranakab.go.id. Peserta yang lolos seleksi berkas lamaran akan memperoleh informasi melalui website: SELAMAT ANDA TELAH LOLOS SELEKSI BERKAS. Selanjutnya, untuk mengetahui pelamar lolos atau tidaknya seleksi berkas, pelamar log in ke http://cpns.jembranakab.go.id dengan menggunakan username dan password yang telah diberikan sebelumnya. Pelamar yang lulus seleksi harus mencetak kartu peserta ujian dan menempatkan pas foto yang sama dengan yang dikirim pada kolom yang tersedia.

Di zaman modern ini, sistem informasi kepegawaian sangat dibutuhkan agar pekerjaan pengelolaan manajemen PNS semakin efektif dan efisien. Semua kab/kota di Provinsi Bali menyatakan sudah memiliki dan memanfaatkan aplikasi sistem informasi kepegawaian ini dalam setiap tahapan manajemen PNS. Mengenai sistem informasi kepegawaian ini Kab. Klungkung secara tersirat menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang selalu berubah. Mereka mengatakan ”Sistem informasi sedang dipersiapkan, kalau di BKD SAPK dan ini tengah dipersiapkan. Tapi entah setelah ini apa lagi. Karena belum beres yang satu ada lagi sistem yang baru. Inilah persoalan yang kita hadapi di daerah, tapi harus bagaimana lagi. Ya wajar kalau sebagian pihak selalu menganggap daerah

Page 22: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

22

terlambat atau semacamnya.“ Di Kab. Gianyar, sistem informasi kepegawaian (SIMPEG), untuk sementara baru terpasang di BKD, untuk tiap-tiap SKPD baru akan dipasang tahun 2011 ini dengan memakai sistem koneksi offline. Kendala yang dihadapi lebih banyak berupa kekurangan hardware (server dan personal computer) dan fasilitas ruangan (ruang khusus server, AC yang memadai, meja computer dengan desain khusus) yang mendukung serta kekurangan sumber daya manusia yang menguasai teknologi informasi di BKD dan mahir mengoperasikan computer di masing-masing SKPD. Sampai saat ini untuk mengatasi kendala dimaksud dilakukan dengan cara mengoptimalkan fasilitas dan sumber daya yang ada dengan konsekuensi, operasional SIMPEG berjalan agak lambat, sehingga target ditetapkan dengan banyak tahap (satu tahap dalam satu tahun).

Sebagai pendukung kegiatan manajemen PNS, kondisi sarana prasarana kantor juga perlu diperhatikan. Sarana dan prasarana yang ada di kantor BKD Kab. Tabanan dianggap sudah tidak memadai dan sudah tidak mampu lagi untuk menampung kegiatan BKD yang cukup kompleks. Di Kab. Gianyar, Kab. Bangli, Kab. Buleleng, dan Kab. Klungkung, kondisi gedung kantor, tata ruang dan fasilitas penyimpanan arsipnya sudah tidak layak, namun peralatan kantornya dianggap masih memadai. di Kab. Karangasem, hanya fasilitas penyimpanan arsipnya yang dianggap tidak lagi memadai, kondisi gedung, tata ruang dan peralatan kantornya sudah memadai. Selanjutnya ada Kab. Jembrana, Kota Denpasar, dan Kab. Badung yang semua sarana dan prasarana kantornya sudah memadai.

Dari sisi anggaran pengembangan pegawai, ini memang selalu jadi masalah. Dari beberapa kab/kota yang ada di Provinsi Bali, hanya 4 kab/kota yang dapat memenuhi semua kebutuhan anggaran diklat prajabatan, yaitu Kota Denpasar, Kab. Bangli, Kab. Karangasem, dan Kab. Buleleng. Selain itu tidak dapat memenuhi semua kebutuhan anggaran diklat prajabatan ini. Misalnya Kab. Tabanan hanya 36% dan Kab. Jembrana hanya 52,5%. Apalagi untuk diklatpim, tidak ada kab/kota di Provinsi Bali yang mampu memenuhi semua kebutuhan anggaran diklatpim para pejabat strukturalnya. Misalnya Kab. Jembrana hanya bisa mengakomodir sekitar 19,4% pejabat strukturalnya dalam diklatpim, begitu juga dengan Kab. Buleleng hanya 4%. Lebih parah lagi, Kab. Tabanan, Kab. Karangasem, dan Kota Denpasar mengaku tidak ada sama sekali anggaran untuk diklatpim, karena keterbatasan anggaran. S T R A T E G I P E N I N G K A T A N K I N E R J A MANAJEMEN PNS

Dengan memperhatikan berbagai permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penerapan manajemen pegawai negeri sipil di khususnya di Provinsi Bali, maka pada bagian ini akan dipaparkan sejumlah strategi dalam rangka penguatan pengelolaan pegawai negeri sipil di daerah. Strategi peningkatan kapasitas pengelolaan terbagi menjadi dua bagian : makro dan mikro.

Strategi makro memuat beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah secara umum. Sedangkan strategi mikro merupakan kumpulan langkah penyempurnaan manajemen PNS di daerah per aspek/ parameter. 1. Strategi Makro

Urgensi strategi makro ini dikarenakan permasalahan yang timbul dalam imlementasi manajemen PNS di daerah tidak semata-mata berada di lingkup pemerintah daerah, namun bisa saja disebabkan oleh hal-hal yang jauh di luar jangkauan pemerintah daerah. Beberapa strategi makro dimaksud adalah sebagai berikut: a. Sosialisasi berbagai kebijakan kepada seluruh styekaholder sehingga akan tercipta kesamaan

persepsi antara pembuat dan pelaksana kebijakan kepegawaian dan kesamaan persepsi antara pusat dan daerah.

Page 23: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

23

b. Tindak lanjut berbagai kebijakan yang telah diterbitkan di tingkat nasional dengan peraturan pelaksana yang meliputi: pedoman petunjuk teknis baik oleh Kementerian atau LPNK maupun pemerintah daerah.

c. Penyediaan dukungan anggaran melalui perumusan formula kebutuhan anggaran pengengembangan pegawai secara lebih memadai.

d. Pengauatan kapasitas dan peran BKD Provinsi dalam rangka mengkoordinasikan beerbagai kegiatan lintas BKD Kabupaten/kota dalam lingkup wilayahnya.

e. Penguatan kapasitas kelembagaan unit kerja yang secara fungsional mengelola PNS di Daerah, terutama aspek SDM, tatalaksana atau sistem maupun peningkatan sarana prasarana.

f. Dalam rangka pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan PNS dipandang perlu untik melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan manajemen PNS di Daerah secara terprogram, terpadu, menyeluruh dan berkelanjutan yang dilakukan oleh instansi pembina aparatur pemerintah.

g. Dalam rangka peningkatan kinerja manajemen PNS, pejabat pembina kepegawaian di daerah adalah pejabat karir tertinggi di pemerintah daerah yang bersangkutan.

h. Perlu percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi di daerah terutama program penataan sumber daya

2. Strategi Mikro Sebagaimana diungkapkan sebelum-nya, yang dimaksud strategi mikro adalah langkah

perbaikan manajemen PNS di daerah per aspek/parameter. a. Aspek Perencanaan

1. Perlu dirumuskan kebijakan nasional yang mengatur tentang master plan kepegawaian. 2. Berdasarkan kebijakan nasional tersebut, pemerintah daerah merumuskan master plan

kepegawaiannya. 3. Master plan kepegawaian daerah seharusnya dijadikan acuan dalam pengelolaan PNS.

b. Aspek Pengadaan 1. Dalam rangka pengadaan pegawai perlu ditunjuk perguruan tinggi negeri yang independen,

profesional dan kredibel. 2. Perlu adanya MoU antara pemda dengan pimpinan PTN. 3. Materi test perlu di desain dengan memperhatikan perkembangan teknologi (misalnya IT). 4. Adanya transparansi dengan melibatkan pemantau dari LSM.

c. Aspek Pengangkatan Dalam Jabatan 1. Test kompetensi bagi pejabat struktural di daerah harus dilakukan oleh lembaga assesor

yang terakreditasi. 2. Perlu dilakukan promosi dan rotasi pejabat struktural eselon 2 lintas kabupaten/kota dalam

satu provinsi guna mengurangi politisasi birokrasi (open bidding). d. Aspek Pengembangan Pegawai.

Training Need Analysis (TNA) dijadikan salah satu komponen dalam akreditasi lembaga diklat dalam menyusun kurikulum.

e. Aspek Kesejahteraan Pegawai Perlu segera dilakukan evaluasi jabatan sebagai salah satu instrument untuk menentukan besarnya tunjangan kinerja daerah sehingga tidak menimbulkan kecemburuan pegawai daerah.

f. Aspek Penilaian Kinerja Pegawai

Page 24: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

24

1. Perlu penerapan kontrak kinerja sebagai acuan dalam penilaian kinerja pegawai. (sudah diterapkan di beberapa daerah.

2. Perlu dirumuskan instrumen penilaian kinerja pegawai yang valid dalam mengukur kinerja pegawai untuk pendukung DP3 (sudah diterapkan di beberapa daerah).

g. Aspek Disiplin dan Etika Pegawai 1. Konsistensi dalam hal penegakan sanksi terhadap pelanggaran disiplin pegawai. 2. Perlu dirumuskan oleh masing-masing daerah tentang etika pegawai masing-masing daerah.

h. Aspek Pemberhentian 1. Perlu dirumuskan kebijakan pembinaan bagi PNS yang memasuki masa usia pensiun agar

PNS siap dalam menghadapi pensiun. 2. Penegasan kebijakan perpanjangan batas usia pensiun.

i. Infrastruktur Perlu pengaturan mengenai dukungan (infrastruktur) yang meliputi sistem informasi dan sarana dan prasarana dalam mendukung manajemen PNS di daerah.

PENUTUP

Dengan memperhatikan hasil evaluasi manajemen pegawai negeri sipil di daerah baik melalui instrument, hasil wawancara dengan para narasumber di daerah, guna penyempurnaan manajemen pegawai negeri sipil di daerah dimasa yang akan datang terdapat (3) tiga agenda penting yang perlu diperhatikan yakni : (1) Kerangka Kebijakan; (2) Kerangka Kelembagaan; (3) Kerangka Pembinaan, yang masing-masing kerangka tersebut akan disajikan pada Bagiain Kesimpulan dan Bagian Saran. 1. Kesimpulan

a. Kerangka Kebijakan Dalam rangka pengelolaan/ manajemen pegawai negeri sipil di daerah, kerangka

kebijakan merupakan aspek yang sangat penting sebagai acuan utama dalam pelaksanaan manajemen pegawai negeri sipil di daerah, permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah daerah adalah kurang harmonisasinya dan tidak konsisten merupakan salah satu kendala utama bagi Pemda dalam melaksanakan kebijakan kepegawaian. Peraturan perundang-undangan mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, sampai pada Peraturan Menteri yang memuat petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi (kesepahaman), kesepakatan dan ketaatan dalam melaksanakan berbagai kebijakan manajemen pegawai negeri sipil di daerah.

Selain kurangnya harmonisasi kebijakan yang mengatur manajemen pegawai negeri sipil tersebut, pada beberapa aspek manajemen pegawai negeri sipil di daerah belum diatur secara jelas dan tegas dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sehingga menjadi celah bagi pejabat pemerintahan di daerah untuk memaksakan kepentingan-nya, misalnya pengaturan tentang pentingnya Standar Kompetensi Jabatan dan Uji Kompetensi bagi calon pejabat di daerah pada aspek Penempatan Dalam Jabatan, begitu juga pada Aspek Perencanaan, belum terdapat aturan yang mengharuskan pemerintah daerah menyusun master-plan Kepegawaian di daerah.

b. Kerangka Kelembagaan Selain kerangka kebijakan sebagaimana diutarakan diatas, kerangka kelembagaan yang

secara fungsional melaksanakan kegiatan pengelolaan/ manajemen pegawai negeri sipil di

Page 25: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

25

daerah juga merupakan aspek yang menjadi hambatan utama, pada kerangka kelembagaan ini beberapa hal yang menjadi hambatan antara lain :

Kurang baiknya kemampuan pengelola kepegawaian yang antara lain disebabkan kurangnya kemampuan dalam penyusunan agenda kebijakan/ agenda setting, khususnya kemampuan menggunakan data yang valid, kemampuan mengidentifikasi masalah yang beragam/ kompleks dan kemampuan mempertimbangkan perkembangan global/trend yang sedang berkembang tentang pengelolaan kepegawaian daerah. Penyebab lainnya karena kurang baiknya kemampuan dalam melakukan perumusan kebijakan (policy formulation).

Hubungan kerja dan pembagian kewenangan yang tidak jelas antara Badan Kepegawaian Daerah Propinsi dengan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah Propinsi yang bersangkutan, terbatasnya sumberdaya manusia yang mengelola pegawai negeri sipil di daerah, sarana dan prasarana yang kurang memadai, belum dibangunnya system informasi kepegawaian sesuai dengan per-kembangan tehnologi, belum adanya SOP manajemen pegawai negeri sipil di daerah mulai dari tahap perencanaan sampai pemberhentian, dan terbatasnya anggaran pendukung pengelolaan pegawai negeri sipil di daerah.

c. Kerangka Pembinaan

Selain kerangka kebijakan, dan kerangka kelembagaan sebagaimana diutarakan diatas, kerangka pembinaan manajemen pegawai negeri sipil di daerah yang dilakukan pemerintah (pusat) merupakan aspek yang perlu ditingkatkan, termasuk dalam kerangka pembinaan ini adalah kurangnya sosialisasi kebijakan, kurangnya pemberian anggaran. Anggaran yang tidak memadai ini merupakan kendala utama upaya pemerintah daerah selain untuk meningkatkan kesejateraan pegawainya maupun upaya pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pegawainya. Anggaran ini terlihat jelas dari besarnya jumlah belanja pegawai dibandingkan dengan belanja pembangunan. Jumlah anggaran ber-pengaruh juga pada upaya fasilitasi dan bimbingan, selain juga belum pernah dilakukan evaluasi yang menyeluruh, terpadu (komprehensif) secara berkesinambungan terhadap manajemen pegawai negeri sipil di daerah.

2. Rekomendasi

a. Kerangka Kebijakan Aspek-aspek manajemen pegawai negeri sipil di daerah perlu dirumuskan dengan jelas

dan tegas dalam rumusan Undang-Undang yang mengatur pegawai negeri sipil di daerah, sehingga apabila terjadi penyimpangan terhadap kebijakan tersebut oleh pemerintah daerah maka pelanggarannya adalah termasuk dalam kategori “melanggar Undang-Undang”. Berbagai kebijakan yang telah diatur dalam Undang-Undang tersebut perlu ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB, dan berbagai pedoman petunjuk pelaksanaan.

b. Kerangka Kelembagaan

Perlu dirumuskan mekanisme hubungan kerja antara Badan Kepegawaian Daerah Propinsi dengan Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota dalam wilayah kerja Propinsi yang bersangkutan, dan penguatan kapasitas kelembagaan BKD yang meliputi tersedianya sumberdaya manusia yang memenuhi baik dilihat dari jumlah maupun kualitasnya, dukungan sarana dan prasarana yang memadai, dibangunnya system informasi kepegawaian sesuai dengan per-kembangan tehnologi, dukungan anggaran pengelolaan pegawai negeri sipil di daerah sesuai dengan kebutuhan.

Page 26: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

26

c. Kerangka Pembinaan Perlu ditingkatkan kualitas pembinaan terhadap manajemen pegawai negeri sipil di

daerah yang dilakukan pemerintah (pusat) mulai dari sosialisasi kebijakan, pemberian fasilitasi dan bimbingan, dan perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan manajemen pegawai negeri sipil di daerah secara menyeluruh dan terpadu (komprehensif), serta berkesinambungan sebagai “pintu masuk” bagi pembinaan manajemen pegawai negeri sipil di daerah.

Daftar Pustaka Amstrong, Michael, 2003, The Art of HRD, Managing People, A Practical Guide for Line Managers, PT

Gramedia, Jakarta. Bappenas, 2004, Kajian Rencana Tindak Reformasi Birokrasi, Direktorat Jakarta Bernardin, John, 2003, Human Resource Management, Third Edition, An Experiential Approach,

McGraw-Hill Higher Education, United State. Bryant C. & White, L.G., 1987. Managing Development in The Third World,

Boulder,Colorado:Westview Press, Inc. Bungin, Burhan, 2003, Metode Penelitian Kualitatif, Rajawali Press, Jakarta. Dharma Agus, 1992, Manajemen Personalia, Edisi Ketiga, Jakarta, Erlangga. Flippo, Edwin B., Manajemen Personalia, Jakarta, Erlangga, 1984, Hasibuan, S.P. Malayu, Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah, Jakarta, PT Gunung Agung, 2006 Irawan, Prasetya, Motik, Suryani S.F., Sakti, Sri Wahyu Krida, 1997, Manajemen Sumber Daya

Manusia, Penerbit STIA LAN Press, Jakarta. Kartasasmita, G., 1995. Ekonomi Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Cides, Jakarta. Klinger, Donald E. and John Nalbandian, 1985. Public Administration, St. Martin’s Press, New York. Mejia, Gomes, Luis, David B.Balkin, Robert L.Cardy, 1995, Managing Human Resources, Prentice-Hall,

Inc Moekijat, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia(Manajemen Kepegawaian). Bandung : CV.

Mandar Maju Mondy dan Noe, Human Resource Management, Massachusetts : Allyn & Bacon. , 2005 Mondy, R.W., Noe, R.M. and Premeaux, S.R., 1999. Human Resources Management. 7

th Edition.

Prentice Hall Upper Saddle River NJ. Nitisemito, Alex S, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia 1986, Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta Prasojo, Eko dkk, 2006, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal dan

Efisiensi Struktural, Departemen Ilmu Administrasi-UI, Jakarta Rondinelli, 1983, Government Decentralization in Comparative Perspective: Theory And Practice in

Developing Countries. Suryanto, Adi dkk, 2007, Manajemen Pemerintahan Daerah, Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah-

Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Samsudin, Sadili, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung, Pustaka Setia. Schuler, R.S. & Youngblood, S.A., 1986. Effective Personnel Management. West Publishing Co., USA. Sondang P.Siagian, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta. Werther, Wlillian B, dan Keith Davis, 2003, Human Resources and Personnel Management, 5th

Edition, McGraw-Hill, Inc, New York. Sayles, L. R. and Strauss, G. (1977). Managing Human Resources. Englewood Cliffs: Prentice-Hall. Thoha, Miftah, 2005, Manajemen Kepegawian Sipil di Indonesia, Jakarta, Prenada Media.

Page 27: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

27

UGM, 2006, Governance and Decentralization Survey (GDS), UGM-Partnership, Yogyakarta Zainun, Buchari, Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, Jakarta, Haji Masagung, 1993. Zetra, Aidil, 2005, Strategi Pengembangan Kapasitas SDM Pemerintah Daerah dalam Mewujudkan

Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta. KPPOD, USAID, The Ford Foundation, 2007, Local Economic Governance in Indonesia, A Survey of

Bussiness in 243 Regencies/Cities in Indonesia, Jakarta Lembaga Administrasi Negara, 2004, Sistem Manajemen Kinerja Otonomi Daerah, Pusat Kajian

Kinerja Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara, 2004, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Buku

III, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara, 2006, Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Daerah, Pusat Kajian Kinerja

Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Lembaga Administtrasi Negara, 2007, Kajian Penyusunan Pola Karier PNS, Pusat Kajian Kinerja

Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara, 2007, Kajian Evaluasi Sistem Rekruitmen Pegawai Negeri Sipil, Pusat

Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara, 2008, Sistem Penggajian PNS di Indonesia, Pusat Kajian Kinerja

Sumberdaya Aparatur Lembaga Administrasi Negara, Jakarta. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai

Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 Tentang Daftar Urutan Kepangkatan (DUK); Peraturan Pemerintah Nomor 30/1980 jo PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri

Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 Tentang TASPEN. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 Tentang Jaminan Asuransi Kesehatan (ASKES) yang

telah dirubah dengan PP Nomor 6 Tahun 1993. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam

Jabatan Fungsional. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 Tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menduduki Jabatan

Rangkap jo. PP Nomor 47 Tahun 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 jo PP No. 54 Tahun 2003 tentang Formasi PNS. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 jo PP No, 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan PNS. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pengangkatan Pegawai Negeri

Sipil Dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan Status TNI/POLRI Jadi PNS

Untuk Menduduki Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Pemerintah Daerah Kota.

Page 28: Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus di provinsi bali

28

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan kesebelas atas PP No.7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Penetapan Pensión Pokok Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya.

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas PP No. 9 Tahun 2003 Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Presiden Nomor Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Tunjangan Jabatan Struktural. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Tunjangan Umum PNS; Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Prajabatan Pegawai Negeri Sipil. SE. BAKN No. 02/SE/1980 tentang Petunjuk Pelaksanaan DP3. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor : 194/XIII/10/6/2001 Tentang Pedoman

Akreditasi dan Sertifikasi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil.