35
HUKUM DI INDONESIA MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Etika Profes Hukum Dosen Pembimbing: APIP NUR YAHYA, SH. Disusun Oleh: Nama : ROBIANTO NPM : 10.2222.1 Tk./Smt. : Syari’ah/AS Fak. / Jur : III/V INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG SINGAPARNA TASIKMALAYA 2012 1

Makalah Etika profesi hukum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah ini berbiacara tentang profesi yang berhubungan dengan hukum

Citation preview

Page 1: Makalah Etika profesi hukum

HUKUM DI INDONESIA

MAKALAHDiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Etika Profes Hukum

Dosen Pembimbing: APIP NUR YAHYA, SH.

Disusun Oleh:

Nama : ROBIANTONPM : 10.2222.1Tk./Smt. : Syari’ah/ASFak. / Jur : III/V

INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNGSINGAPARNA TASIKMALAYA

2012

1

Page 2: Makalah Etika profesi hukum

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim……

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan

nikmat yang tak terhingga, shalawat beserta salam marilah kita junjungkan kepada

Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua kepada kemenangan.

Sehubungan dengan pembuatan makalah ini, kami ucapakan terima kasih

kepada semua pihak yang mendukung terutama kepada dosen pembimbing kami

yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.

Kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan,

karena masih dalam tahap pembelajaran, tapi meskipun demikian mudah-

mudahan makalah ini bisa bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi

masyarakat.

Cipasung, Desember 2012

Penyusun,

i

Page 3: Makalah Etika profesi hukum

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................................................................................................................................

i

DAFTAR ISI......................................................................................................................................................................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah......................................................................................................................................................................................................

1

B. Perumusan Masalah......................................................................................................................................................................................................

2

C. Tujuan Makalah......................................................................................................................................................................................................

2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................................................................................................

3

A. Baik Buruk Etika Hukum........................................................................................................................................................................................................

3

ii

Page 4: Makalah Etika profesi hukum

B. HAM........................................................................................................................................................................................................

8

1. Pengertian HAM

8

2. Sejarah HAM

10

3. Perkembangan HAM di Indonesia

11

4. Dasar Hukum Pemberlakuan, Penegakan dan

Penghormatan HAM di Indonesia

17

5. Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia

18

C. Keadilan........................................................................................................................................................................................................

20

1. Teori-teori Keadilan dalam Pandangan Hukum

20

2. Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional

25

BAB III PENUTUP..................................................................................................................................................................................................................

29

A. Kesimpulan

iii

Page 5: Makalah Etika profesi hukum

....................................................................................................

....................................................................................................

29

B. Saran........................................................................................................................................................................................................

29

DAFTAR PUSTAKA

iv

Page 6: Makalah Etika profesi hukum

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bertitik tolak dari iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia

percaya bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan Tuhan.Manusia merupakan

makhluk ciptaan Tuhan yang yang paling sempurna karena dilengkapi oleh

penciptanya dengan akal, perasaan dan kehendak.

Akal adalah alat berpikir , sebagai sumber ilmu dan teknologi. Dengan

akal inilah manusia manusia menilai mana yang benar dan yang salah sebagai

sumber nilai kebenaran. Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan

sebagai sumber seni, sehingga dengan perasaan orang manusia menilai mana

yang indah dan mana yang jelek sebagai sumber nilai keindahan.

Sedangkan kehendak adalah alat untuk menyatakan pilihan, sebagai sumber

kebaikan. Sehingga dengan kehendak manusia menilai mana yang baik dan

yang buruk, sebagai sumber nilai moral.

Manusia dalam kehidupannya sudah menyadari bahwa yang benar,

yang indah dan yang baik itu menyenangkan, membahagiakan,

menenteramkan dan memuaskan manusia. Sebaliknya yang salah, yang jelek,

dan yang buruk itu menyengsarakan, menyusahkan, dan membosankan

manusia. Dari dua sisi yang bertolak belakang ini manusia adalah sumber

penentu yang menimbang, menilai, memutuskan yang paling menguntungkan

(nilai Moral).

Soren Kierkegaard seorang filsuf Denmark pelopor ajaran

eksistensialisme memandang bahwa eksistensi manusia dalam kontek

kehidupan konkret adalah makhluk alamiah yang terikat dengan

lingkungannya, memiliki sifat-sifat alamiah dan tunduk pada hukum alamiah.

Kehidupan manusia bermula dari tarap estetis, kemudian meningkat ketarap

etis, dan terakhir taraf religius.

Pada taraf kehidupan etis manusia mampu menangkap alam sekitarnya

sebagai alam yang mengagumkan dan mengungkapkannya kembali sebagai

1

Page 7: Makalah Etika profesi hukum

bentuk karya seni seperti lukisan,tarian nyanyian dan lain-lain. Pada taraf

kehidupan etis, manusia meningkatkan kehidupan estetis ketaraf manusiawi

dalam bentuk perbuatan bebas dan bertanggung jawab (nilai moral).

Pada taraf kehidupan religius manusia menghayati pertemuannya dengan

Tuhan penciptanya dalam bentuk takwa dimana makin dekat manusia dengan

Tuhannya maka makin dekat pula dia pada kesempurnaan hidup dan semakin

jauh dari kegelisahan dan keraguan.

Theo Huijbers juga menyatakan bahwa martabat manusia itu

menunjukkan bahwa manusia itu sebagai makhluk yang istimewa yang tiada

bandingannya di Dunia. Keistimewaan tersebut tampak pada pangkatnya,

bobotnya, relasinya, fungsinya sebagai manusia, bukan sebagai manusia

individu melainkan sebagai anggota kelas manusia, yang berbeda dengan

tumbuh-tumbuhan dan binatang. Sehingga dalam arti Universal semua

manusia bernilai dan sesuai dengan nilainya itu maka manusia harus

dihormati.

Nilai dapat diartikan sebagai ukuran yang disadari atau tidak disadari

oleh suatu masyarakat atau golongan untuk menetapkan apa yang benar , yang

baik dan sebagainya. Nilai merupakan dasar bagi norma, dan norma adalah

anggapan bagaimana seseorang harus berbuat atau tidak berbuat.

Apabila dihubungkan dengan kegiatan Profesi hukum, maka kebutuhan

manusia untuk memperoleh layanan hukum juga termasuk dalam lingkup

dimensi budaya perilaku manusiawi yang dilandasi oleh nilai moral dan nilai

kebenaran. Atas dasar ini, adalah beralasan bagi pengemban profesi hukum

untuk memberikan layanan bantuan hukum yang sebaik-baiknya kepada klien

yang membutuhkannya. Hak untuk memperoleh layanan dan kewajiban untuk

memberikan layanan dibenarkan oleh dimensi budaya manusia. Namun dalam

kenyataannya, manusia menyimpang dari dimensi budaya tersebut sehingga

perilaku yang ditunjukkannya justru melanggar nilai moral dan nilai

kebenaran yang seharusnya dia junjung tinggi.

Mengapa terjadi pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran?

Terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena kebutuhan

2

Page 8: Makalah Etika profesi hukum

ekonomi yang terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan psikhis yang

seharusnya berbanding sama. Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus

kembali kepada hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. Hakikat

manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar, yang

indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan

kebutuhan psikhis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia.

Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam keadaan

seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam

suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral).

Tetapi karena manusia mempunyai keterbatasan, kelemahan, seperti

berbuat khilaf, keliru,maka tidak mustahil suatu ketika akan terjadi

penyimpangan atau pelanggaran kaidah sosial yang menimbulkan keadaan

tidak tertib, tidak stabil, yang perlu dipulihkan kembali.

Untuk menegakkan ketertiban dan menstabilkan keadaan diperlukan

sarana pendukung, yaitu organisasi masyarakat dan organisasi Negara. Dalam

bidang hukum organisasi masyarakat itu dapat berupa organisasi profesi

hukum yang berpedoman pada kode etik. Dalam bidang kenegaraan,

organisasi masyarakat itu adalah negara yang berpedoman pada Undang–

Undang (hukum positif). Hukum positif merupakan bentuk konkret dari sistem

nilai yang hidup dalam masyarakat.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan baik-buruk etika hukum?

2. Apakah yang dimaksud dengan HAM?

3. Apakah yang dimaksud dengan peradilan?

C. Tujuan Makalah

1. Mengidentifikasi baik-buruk etika hukum.

2. Memberikan interpretasi HAM dari berbagai sudut pandang.

3. Menggali dan memberikan interpretasi tentang peradilan.

3

Page 9: Makalah Etika profesi hukum

BAB II

PEMBAHASAN

A. Baik Buruk Etika Hukum

Pembahasan baik dan buruk erat kaitannya dengan etika. Sebelum

mengkaji lebih dalam tentang baik dan buruk, maka akan disampaikan terlebih

dahulu tentang etika hukum.

Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti :

Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup

dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan

kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai

mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos yang

berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap. Aristoteles adalah

filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara kritis, reflektif, dan

komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang menempatkan etika sebagai

cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks ini lebih menyoal tentang

hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup yang baik itu. yakni

hidup yang bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi

tujuan hidupnya. menurut Aristoteles denaih apa yang mencapai tujuan

hidupnya berarti manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia

ingin meraih apa yang apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan

akhir hidup manusia adalah kebahagiaan, eudaimonia.

Perilaku menjadi obyek pembahasan etika, karena dalam perilaku

manusia menampakkan berbagai model pilihan atau keputusan yang masuk

dalam standar penilaian atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung

kemanfaatan atau kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan

oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan suatu negara (C.S.T. Kansil,

2003 : 8). profesi hukum dari aparatur hukum negara Republik Indonesia

4

Page 10: Makalah Etika profesi hukum

dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis

Besar Haluan Negara.

Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan

fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan

pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri

sendiri dan sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha

Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya,

apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, mereka harus rela

mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik.

Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan

mengoreksi pelanggaran kode etik.

Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut

pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan

kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap

profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis

Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari

kepribadian profesional hukum.

1. Kejujuran

Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional

hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik

dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu:

a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan

melayani atau secara cuma-cuma

b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan,

tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak

memeras.

2. Otentik

Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan

keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional

hukum antara lain:

a. tidak menyalahgunakan wewenang;

5

Page 11: Makalah Etika profesi hukum

b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan

perbuatan tercela;

c. mendahulukan kepentingan klien;

d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-

mata menunggu atasan;

e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.

3. Bertanggung Jawab

Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib

bertanggung jawab, artinya:

a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang

termasuk lingkup profesinya ;

b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan

perkara cuma-cuma (prodeo);

c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan

kewajibannya.

4. Kemandirian Moral

Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak

mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan

memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara

moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak

terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri

dengan nilai kesusilaan dan agama.

5. Keberanian Moral

Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang

menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian

tersebut antara lain:

a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;

b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang

tidak sah.

6

Page 12: Makalah Etika profesi hukum

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etika perofes hukum

adalah Ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang buruk,

yang patut dikerjakan seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum

dari hukum yang berlaku dalam suatu negara. sesuai dengan keperluan hukum

bagi masyarakat Indonesi dewasa ini dikenal beberapa subyek hukum

berpredikat profesi hukum yaitu: Polisi, Jaksa, Penasihat hukum (advokad,

pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi.

Seluruh sektor kehidupan, aktivitas, pola hidup, berpolitik baik dalam

lingkup mikro maupun makro harus selalu berlandaskan nilai-nilai etika.

Urgensi etika adalah, pertama, dengan dipakainya etika dalam seluruh sektor

kehidupan manusia baik mikro maupun makro diharapakan dapat terwujud

pengendalian, pengawasan dan penyesuaian sesuai dengan panduan etika yang

wajib dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan bermasyarakat, ketiga, dapat

ditegakan nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan, kejujuran, keterbukaan dan

keadilan, keempat, dapat ditegakkannya (keinginan) hidup manusia, kelima,

dapat dihindarkan terjadinya free fight competition dan abus competition dan

terakhir yang dapat ditambahkan adalah penjagaan agar tetap berpegang teguh

pada norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat sehingga tatanan

kehidupan dapat berlangsung dengan baik.

Urgensi atau pentingnya ber'etika sejak jaman Aristoteles menjadi

pembahasan utama dengan tulisannya yang berjudul " Ethika Nicomachela".

Aristoteles berpendapat bahwa tata pegaulan dan penghargaan seorang

manusia, yang tidak didasarkan oleh egoisme atau kepentingan individu, akan

tetapi didasarkan pada hal-hal yang altruistik, yaitu memperhatikan orang lain.

Pandangan aristoles ini jelas, bahwa urgensi etika berkaitan dengan

kepedulian dan tuntutan memperhatikan orang lain. Dengan berpegang pada

etika, kehidupan manusia manjadi jauh lebih bermakna, jauh dari keinginan

untuk melakukan pengrusakan dan kekacauan-kekacauan.

Berlandaskan pada pengertian dan urgensi etika, maka dapat diperoleh

suatu deskripsi umum, bahwa ada titik temu antara etika dan dengan hukum.

Keduanya memiliki kesamaan substansial dan orientasi terhadap kepentingan

7

Page 13: Makalah Etika profesi hukum

dan tata kehidupan manusia. Dalam hal ini etika menekankan pembicaraannya

pada konstitusi soal baik buruknya perilaku manusia. Perbuatan manusia dapat

disebut baik, arif dan bijak bilamana ada ketentuan secara normatif yang

merumuskan bahwa hal itu bertentangan dengan pesan-pesan etika. Begitupun

seorang dapat disebut melanggar etika bilamana sebelumnya dalam kaidah-

kaidah etika memang menyebutkan demikian. Sementara keterkaitannya

dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik hukum maupun etika kedua-

duanya mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia sebagai

manusia, yaitu ada aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi

lain ada aturan yang melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan,

misalnya yang merugikan dan melanggar hak-hak orang lain. Pendapat

Scholten menunjukan bahwa titik temu antara etika dengan hukum terletak

pada muatan substansinya yang mengatur tentang perilaku-perilaku manusia.

apa yang dilakukan oleh manusia selalu mendapatkan koreksi dari ketentuan-

ketentuan hukum dan etika yang menentukannya; ada keharusan, perintah dan

larangan, serta sanksi-sanksi.

B. HAM

1. Pengertian HAM

Istilah Hak Asasi Manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal

dengan sebutan droit de l’home (perancis), yang berarti hak manusia, Human

Rights (Inggris) atau mensen rechten (Belanda) yang dalam bahasa Indonesia

disalin menjadi hak-hak kemanusian atau hak-hak asasi manusia.

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri

manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan

oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak

berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan,

hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak

yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, seperti yang

tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam

Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998.

8

Page 14: Makalah Etika profesi hukum

Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati

yang secara inheren melekat dalam setiap diri manusia sejak dilahirkan.

Pengertian ini mnengandung arti bahwa HAM merupakan karunia dari yang

maha kuasa kepada.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada diri

manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai

manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah

diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya

di dalam kehidupan masyarakat. Hak Asasi bersifat umum (universal), karena

diyakini beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, agama, atau

jenis kelamin. Dasar dari hak asasi, bahwa manusia harus memperoleh

kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak

Asasi manusia bersifat supralegal, artinya tidak bergantung kepada adanya

suatu Negara atau undang-undang dasar, maupun kekuasaan pemerintah,

bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena hak asasi manusia dimiliki

manusia bukan karena kemurahan atau pemberian pemerintah, melainkan

Karena berasal dari sumber yang lebih tinggi. Disebut HAM karena melekat

pada eksistensi manusia, yang bersifat universal, merata dan tidak dapat

dialihkan.

Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memrlukan

legitimasi yuridis untuk pemberlakuannya dalam suatu system hukum nasional

maupun Internasional. Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan

konstitusional terhadap HAM , hak itu tetap eksis dalam setiap diri manusia.

Gagasan HAM yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai

yang paling hakiki dalam diri manusia. Namun karena sebagian besar tata

kehidupan manusia bersifat sekuler dan positivistic, maka eksistensi HAM

memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan dalam mengatur kehidupan

manusia.

Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di setiap negara

mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai dengan perjalanan

hidup bangsanya, meskipun demikian sifat dan hakikat HAM di mana-mana

9

Page 15: Makalah Etika profesi hukum

pada dasarnya sama juga. Atas dasar itulah maka tidak ada orang atau badan

manapun yang dapat mencabut hak itu dari tangan pemiliknya. Demikian pula

tidak ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada

kekuasaan apapun untuk membelenggungnya.

2. Sejarah HAM

Sejarah HAM dimulai pada saat berakhirnya Perang Dunia II. Dan,

negara-negara penjajah berusaha menghapuskan segi-segi kebobrokan

daripada penjajahan, sehingga pemikir-pemikir Barat mencetuskan konsep

"Declaration of Human Rights" (DUHAM) pada tahun 1948. Semula Konsep

HAM ini secara sukarela dijual ke semua negara yang sedang berkembang

atau negara bekas jajahan namun tidak banyak mendapat respon. Banyak

negara tidak bersedia menandatangani "Declaration of Human Rights".

Hak Asasi Manusia (HAM) dilahirkan oleh sebuah komisi PBB yang

dipimpin Eleanor Roosevelt, dan pada 10 Desember 1948 secara resmi

diterima oleh PBB sebagai “Universal Declaration of Human Rights”.

Universal Declaration of Human Rights (1948) memuat tiga puluh pasal,

menjelaskan hak-hak sipil, politik, ekonomi, social dan kebudayaan yang

fundamental yang harus dinikmati oleh manusia di dunia ini.Hal itu sesuai

dengan pasal 1 piagam PBB, menegaskan salah satu tujuan PBB adalah untuk

mencapai kerjasama internasiomal dalam mewujudkan dan mendorong

penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang mendasari

bagi semua orang, tanpa membedakan suku bangsa, kelamin, bahasa maupun

agama. Pada awalnya deklarasi ini hanya mengikat secara formal dan moral

anggota PBB, tetapi sejak 1957 dilengkapi 3 (tiga) perjanjian :

a. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights

b. International Covenant em civil and political rights

c. Optional Protocol to the International covenant on civil and Political

Rights

Ketiga dokumen tersebut diterima Sidang Umum PBB 16 Desember

1966, dan kepada anggota PBB diberi kesempatan untuk meratifikasinya.

10

Page 16: Makalah Etika profesi hukum

Setiap Negara yang meratifikasi dokumen tersebut, berarti terikat dengan

ketentuan dokumen tersebut. Kovenan tersebut bertujuan memberi

perlindungan atas hak-hak (rights) dan kebebasan (freedom) pribadi manusia.

Setiap Negara yang meratifikasi kovenan tersebut, menghormati dan

menjamin semua individu di wilayah kekuasaannya, dan mengakui kekuasaan

pengadilan hak-hak yang diakui dalam kovenan tersebut, tanpa membedakan

ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal-usul

kebangsaan atau social, harta milik, kelahiran atau status lainnya. Meskipun

telah disepakati secara aklamasi oleh sejumlah anggota PBB, baru 10 tahun

kemudian perjanjian itu dapat diberlakukan. Ini disebabkan pada tahun 1976,

baru 35 negara bersedia meratifikasi. Bahkan tidak berbeda dengan Indonesia,

Negara yang merasa dirinya champion dalam hak asasi manusia seperti USA

dan Inggris hingga awal decade 1990-an belum meratifikasi kedua kovenan

tersebut

3. Perkembangan HAM di Indonesia

Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat

banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-

kasus penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan,

pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna

jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki

Berikut adalah perkembangan HAM di Indonesia

a. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )

1) Boedi Oetomo

Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah

memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat

melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun

dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran

HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan

mengeluarkan pendapat.

11

Page 17: Makalah Etika profesi hukum

2) Perhimpunan Indonesia; Lebih menitikberatkan pada hak untuk

menentukan nasib sendiri.

3) Sarekat Islam; Menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh

penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi

rasial.

4) Partai Komunis Indonesia; Sebagai partai yang berlandaskan paham

Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan

menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.

5) Indische Partij; Pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak

untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang

sama dan hak kemerdekaan.

6) Partai Nasional Indonesia; Mengedepankan pada hak untuk

memperoleh kemerdekaan.

7) Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia

Menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan

pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan

berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam

penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga

terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan

Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad

Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi

dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan

kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak

untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan

lisan.

b. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )

1) Periode 1945 – 1950

Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada

hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi

12

Page 18: Makalah Etika profesi hukum

politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan

pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat

legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan

masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45.

komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan

dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah

selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan

partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah

tanggal 3 November 1945.

2) Periode 1950 – 1959

Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia

dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran

HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat

membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat

demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di

kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan

pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang”

dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli

hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak

tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing –

masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul

menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain

dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan

demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat

resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya

sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif

terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM

mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya

kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.

13

Page 19: Makalah Etika profesi hukum

3) Periode 1959 – 1966

Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah

sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno

terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi

terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden.

Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan

inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam

tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi

pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.

4) Periode 1966 – 1998

Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke

Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM.Pada masa awal

periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu

seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang

merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan

HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah

Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional

Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical

review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam

rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui

Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan

dalam piagam tentang Hak – hakAsasiManusiadanHak – hak serta

KewajibanWarga negara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-

an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami

kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan

ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif

yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif

terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan

bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan

nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta

bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana

14

Page 20: Makalah Etika profesi hukum

tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan

dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah

ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan

oleh Negara – Negara Barat untukmemojokkan.

Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Meskipun

dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran,

pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama

dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya

Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhadap

penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui

pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan

pelanggaran HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus

Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan

sebagainya.Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode

1990-an Nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena

terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensive

menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan

dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah

terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan

KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini

bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta

member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal

pelaksanaan HAM.

5) Periode 1998 – sekarang

Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan

dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di

Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa

kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan

dan perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan

perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM

15

Page 21: Makalah Etika profesi hukum

dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia.

Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan

ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan

HAM diadopsi dari hokum dan instrument Internasional dalam bidang

HAM.

Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui

dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan

secara konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa

penentuan perundang–undangan tentang HAM seperti amandemen

konstitusi Negara ( Undang–undangDasar 1945 ), ketetapan MPR

( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan

ketentuan perundang–undangan lainnya.

Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde

Baru ke masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut

pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri

Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari segala

peristiwa yang terjadi sebelumnya.

Pada masa pemerintahan yang sangat represif, banyak aktifis

yang tiba-tiba hilang tak tahu di mana rimbanya. Disinyalir kuat

mereka telah diculik dan dibunuh oleh tangan-tangan penguasa pada

waktu itu.

Aksi demo besar-besaran mahasiswa dari seluruh Indonesia

juga menyimpan sejumlah kasus pelanggaran HAM oleh aparat

keamanan terhadap rakyat sipil. Semuanya berlangsung secara

sporadic dan sangat massif pada waktu itu. Karena institusi hukum

telah dikuasai oleh penguasa, maka HAM adalah alat yang digunakan

untuk menjerat para pelaku pelanggaran tersebut. Bahkan ketika masa

reformasi, cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih segar

dalam ingatan kita bagaimana almarhum Munir yang tewas secara

mendadak dalam perjalanannya ke Belanda. Di dalam darahnya

16

Page 22: Makalah Etika profesi hukum

ditemukan racun jenis arsen yang melewati ambang batas normal.

Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun.

4. Dasar Hukum Pemberlakuan, Penegakan dan Penghormatan HAM di

Indonesia

Istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak

dijumpai dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun

penjelasannya. Istilah yang dapat ditemukan adalah pencantuman dengan

tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak Dewan

Perwakilan Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau

amandemen kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas.

Guna lebih memantapkan perhatian atas perkembangan HAM di

Indonesia, oleh berbagai kalangan masyarakat (organisasi maupun lembaga),

telah diusulkan agar dapat diterbitkannya suatu Ketetapan MPR yang memuat

piagam hak-hak asasi Manusia atau Ketetapan MPR tentang GBHN yang

didalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-

kewajiban asasi manusia Indonesia yang ada dalam UUD 1945.

Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya

HAM itu dapat diwujudkan dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang

Istimewa MPR yangberlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 13 November

1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13 November 1988, telah

diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak

Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan

dasar bagi lahirnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

disahkan pada tanggal 23 september 1999.

Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun

1999 yang kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26

Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya telah pula lahir UU No. 9

Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum

17

Page 23: Makalah Etika profesi hukum

yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 oktober 1998, serta

dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165.

Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi

internasional yang mengatur HAM, antara lain :

1. Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun

1998.

2. Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun

1958.

3. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita,

melalui UU No. 7 Tahun 1984.

4. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun

1990.

5. Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang

pelaksanaannya ditangguhkan sementara.

6. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999,

melalui UU No. 29 Tahun 1999.

5. Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia

Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif

dengan tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS

HAM dan Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU

No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad

hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya

kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara

secara egaliter.

Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah

terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik

yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus

disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu

memang memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula

18

Page 24: Makalah Etika profesi hukum

keberadaan budaya hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat

merupakan faktor penentu (determinant) yang mendukung tegaknya HAM.

Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu

menjadi sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena

konsep dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita

praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran.

Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan

kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan

sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap

hak-hak orang lain.

Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue

mengenai HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang

sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah

terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai

pada pelanggaran HAM berat(gross human right violation). Disamping itu

juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam

memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM

Masalah Hak Azasi Manusia (HAM) “populer” di Indonesia pada

masa pemerintahan Orde Baru. Di masa ini banyak peristiwa yang dinilai

merupakan pelanggaran HAM.

Pada dasarnya HAM terdapat pada UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A

sampai dengan pasal 28-J. Sebagian kalangan menafsirkan, dengan adanya

dasar hukum tersebut maka masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang

sama dihadapan hukum (UUD 1945 Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1).

Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat

banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-

kasus penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan,

pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna

jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki.

19

Page 25: Makalah Etika profesi hukum

Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke

masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini.

Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu

itu sebetulnya adalah puncak dari segela peristiwa yang terjadi sebelumnya.

C. Keadilan

1. Teori-teori Keadilan dalam Pandangan Hukum

Teori-teori Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap

mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam

mengutamakan “the search for justice”. Berbagai macam teori mengenai

keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan

kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara teori-

teori itu dapat disebut : teori keadilan Aristoteles dalam bukunya

nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a

theory of justice dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam bukunya

general theory of law and state.

a. Teori Keadilan Aritoteles

Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam

karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat

dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi

keadilan, yang, berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap

sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan

dalam kaitannya dengan keadilan”.

Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian

hak persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak

persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan

manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat

dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara dihadapan hukum

sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi

haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukanya.

20

Page 26: Makalah Etika profesi hukum

Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi

kedalam dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan

“commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan

kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief

memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-

bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar

menukar barang dan jasa. Dari pembagian macam keadilan ini

Aristoteles mendapatkan banyak kontroversi dan perdebatan.

Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi,

honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa

didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian”

matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah

distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang

berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan

distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi

masyarakat.

b. Teori Keadilan John Rawls

Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf

Amerika di akhir abad ke-20, John Rawls, seperi A Theory of justice,

Politcal Liberalism, dan The Law of Peoples, yang memberikan pengaruh

pemikiran cukup besar terhadap diskursus nilai-nilai keadilan.

John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-

egalitarian of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah

kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social

institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat

mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang

telah memperoleh rasa keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari

keadilan.

Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai

prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep

21

Page 27: Makalah Etika profesi hukum

ciptaanya yang dikenal dengan “posisi asali” (original position) dan

“selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance).

Pandangan Rawls memposisikan adanya situasi yang sama dan

sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak ada

pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara

satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat

melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah pandangan Rawls sebagai

suatu “posisi asasli” yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif

dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan (freedom),

dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar masyarakat

(basic structure of society).

Sementara konsep “selubung ketidaktahuan” diterjemahkan oleh

John Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh

fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial

dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau

pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang. Dengan konsep

itu Rawls menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip persamaan

yang adil dengan teorinya disebut sebagai “Justice as fairness”.

Dalam pandangan John Rawls terhadap konsep “posisi asasli”

terdapat prinsip-prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip

persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat

universal, hakiki dan kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan

sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu.

Prinsip pertama yang dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang

sama (equal liberty principle), seperti kebebasan beragama (freedom of

religion), kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan

berpendapat dan mengemukakan ekpresi (freedom of speech and

expression), sedangkan prinsip kedua dinyatakan sebagai prinsip

perbedaan (difference principle), yang menghipotesakan pada prinsip

persamaan kesempatan (equal oppotunity principle).

22

Page 28: Makalah Etika profesi hukum

Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap

keadilan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi

kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama,

memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang

paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua,

mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi

sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik.

Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur

dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek

mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas

diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang

beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal:

Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi

ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-

institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap

aturan harus meposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan

kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum

lemah.

c. Teori Keadilan Hans Kelsen

Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state,

berpandangan bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat

dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara

yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian didalamnya.

Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme,

nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum

yang mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa

keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu.

Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai

pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan yang

adil yang beranggapan bahwa suatu tatanan bukan kebahagian setiap

perorangan, melainkan kebahagian sebesar-besarnya bagi sebanyak

23

Page 29: Makalah Etika profesi hukum

mungkin individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya kebutuhan-

kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat hukum, dianggap

sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi, seperti kebutuhan

sandang, pangan dan papan. Tetapi kebutuhan-kebutuhan manusia yang

manakah yang patut diutamakan. Hal ini apat dijawab dengan

menggunakan pengetahuan rasional, ang merupakan sebuah

pertimbangan nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional dn oleh

sebab itu bersifat subjektif.

Sebagai aliran posiitivisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa

keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda

atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan.

Pemikiran tersebut diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum

alam. Doktrin hukum alam beranggapan bahwa ada suatu keteraturan

hubungan-hubungan manusia yang berbeda dari hukum positif, yang

lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam, dari

penalaran manusia atau kehendak Tuhan.

Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut

aliran positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam. Sehingga

pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme antara

hukum positif dan hukum alam.

Menurut Hans Kelsen:

“Dualisme antara hukum positif dan hukum alam menjadikan karakteristik dari hukum alam mirip dengan dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato. Inti dari fislafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide. Yang mengandung karakteristik mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang yang berbeda : yang pertama adalah dunia kasat mata yang dapa itangkap melalui indera yang disebut realitas; yang kedua dunia ide yang tidak tampak.”

Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans

Kelsen : pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang

bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui

pengetahuan yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang

24

Page 30: Makalah Etika profesi hukum

pada akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian

atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui suatu tatatanan

yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan

kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi

menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan.

Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas

dasar suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans

Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan

umum adalah “adil” jika ia bena-benar diterapkan, sementara itu suatu

peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan

tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa. Konsep keadilan dan

legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional bangsa Indonesia,

yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat dijadikan sebagai

payung hukum (law unbrella) bagi peraturan peraturan hukum nasional

lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki

daya ikat terhadap materi-materi yang dimuat (materi muatan) dalam

peraturan hukum tersebut.

2. Perspektif Keadilan Dalam Hukum Nasional

Pandangan keadilan dalam hukum nasional bersumber pada dasar

negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara (fiolosofische

grondslag) sampai sekarang tetap dipertahankan dan masih tetap dianggap

penting bagi negara Indonesia. Secara aksiologis, bangsa Indonesia

merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila).

Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang

berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial.

Sebagai pendukung nilai, bangsa Indnesialah yang menghargai,

mengakui, serta menerima Pancasila sebagai suatu bernilai. Pengakuan,

penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan

tampak merefleksikan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuata bangsa

Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu direfleksikan

25

Page 31: Makalah Etika profesi hukum

dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia

dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan

perbuatan manusia Indonesia. Oleh karenanya Pancasila sebagai suatu sumber

hukum tertinggi secara irasional dan sebagai rasionalitasnya adalah sebagai

sumber hukum nasional bangsa Indonesia.

Pandangan keadilan dalam hukum nasional bangsa Indonesia tertuju

pada dasar negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi :

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang menjadi persoalan

sekarang adalah apakah yang dinamakan adil menurut konsepsi hukum

nasional yang bersumber pada Pancasila.

Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat-

pendapat tentang apakah yang dinamakan adil, terdapat tigal hal tentang

pengertian adil.

(1) “Adil” ialah : meletakan sesuatu pada tempatnya.

(2) “Adil” ialah : menerimahak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa

kurang.

(3) “Adil” ialah : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa

lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama,

dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan

kesalahan dan pelanggaran”.

Untuk lebih lanjut menguraikan tentang keadilan dalam perspektif

hukum nasional, terdapat diskursus penting tentang adil dan keadilan sosial.

Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak dan

kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak dan

kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”, maka

sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja

keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian

terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak

untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri individu.

26

Page 32: Makalah Etika profesi hukum

Dengan pengakuan hak hidup orang lain, dengan sendirinya

diwajibkan memberikan kesempatan kepada orang lain tersebut untuk

mempertahankan hak hidupnya.

Konsepsi demikian apabila dihubungkan dengan sila kedua dari

Pancasila sebagai sumber hukum nasional bangsa Indonesia, pada hakikatnya

menginstruksikan agar senantiasa melakukan perhubungan yang serasi antar

manusia secara individu dengan kelompok individu yang lainnya sehingga

tercipta hubungan yang adil dan beradab.

Hubungan adil dan beradab dapat diumpamakan sebagai cahaya dan

api, bila apinya besar maka cahayanya pun terang : jadi bila peradabannya

tinggi, maka keadilanpun mantap.

Lebih lanjut apabila dihubungkan dengan “keadilan sosial”, maka

keadilan itu harus dikaitkan dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan.

Keadilan sosial dapat diartikan sebagai :

(1) Mengembalikan hak-hak yang hilang kepada yang berhak.

(2) Menumpas keaniayaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha-

pengusaha.

(3) Merealisasikan persamaan terhadap hukum antara setiap individu,

pengusaha-pengusaha dan orang-orang mewah yang didapatnya dengan

tidak wajar”.

Sebagaimana diketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan tidak dapat

dipisahkan dari hidup dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-

hari sering dijumpai orang yang “main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan

itu sama halnya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi

ketidakadilan, khususnya orang yang dihakimi itu.

Keadilan sosial menyangkut kepentingan masyarakat dengan

sendirinya individu yang berkeadilan sosial itu harus menyisihkan kebebasan

individunya untuk kepentingan Individu yang lainnya

Hukum nasional hanya mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh

karenanya keadilan didalam perspektif hukum nasional adalah keadilan yang

menserasikan atau menselaraskan keadilan-keadilan yang bersifat umum

27

Page 33: Makalah Etika profesi hukum

diantara sebagian dari keadilan-keadilan individu. Dalam keadilan ini lebih

menitikberatkan pada keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat

dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam kelompok masyarakat

hukum.

28

Page 34: Makalah Etika profesi hukum

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah disampaikan di atas dapat dibuatkan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Baik buruk etika hukum suatu ukuran dalam etika profesi hukum ketika

seorang pemangku hukum menjalankan tugasnya sebagai profesi hukum,

apakah tindakan yang dijalankannya melanggar etika hukum atau tidak.

2. adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu

manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak asasi manusia

adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya

bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya di dalam kehidupan

masyarakat.

3. Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan seimbang antara hak

dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang seimbang hak

dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”,

maka sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan

bekerja keras, dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan

kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang

sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada diri

individu

B. Saran

Akhir dari rangkaian penyusunan makalah ini akan disampaikan saran-

saran sebagai berikut:

1. Seorang praktisi hukum wajib menjalankan tugasnya harus sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan dalam kode etik profesi hukum.

2. Semua orang harus dapat menjaga dan menghormati HAM sebagai hak

dasar dengan berprinsip pada keadilan.

29

Page 35: Makalah Etika profesi hukum

DAFTAR PUSTAKA

Apeldoorn, L..J. Van. 1996. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita.

Friedrich, Carl Joachim. 2004. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa dan Nusamedia.

Huijbers, Theo. 1995. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.

Kansil C.S.T. 2005. Modul Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Lunis, Suhrawardi K. 2000. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Sadjiman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah :Tanpa Nama Penerbit.

Sumarsono, dkk. 2006. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Tresna, R. 1975. Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad. Jakarta: W. Versluys N.V.

Ubaedillah, Abdul Rozak. t.th. Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

30