Kontribusi unsur unsur perkembangan ekonomi indonesia terhadap kemiskinan di indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

6

Kontribusi Unsur-Unsur Perkembangan Ekonomi Indonesia terhadap Kemiskinan di Indonesia

Oleh : Ariyadi Dwi Gusta Prakoso

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIKUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

BAB ILatar Belakang

Alasan Pemilihan TopikKemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak negara di dunia tidak terkecuali Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia berupaya untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonominya sebagai instrumen untuk menanggulangi kemiskinan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,3% persen pada tahun 2012 dan menurut perkiraan Bank Indonesia pertumbuhan ekonomi indonesia pada 2013 akan mencapai 6,5-6,7. ____, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2012, 6,3 Persen, dalam , diakses pada 04 April 2013. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia ini menurut Guberbur Bank Indonesia Darmin Nasution dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu permintaan domestik yang tinggi serta ekspor komoditas Indonesia. Ibid. Secara teori pertumbuhan ekonomi suatu negara secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kesehjahteraan ekonomi rakyat negara tersebut sehingga hal tersebut dapat mengentaskan/mengurangi angka kemiskinan di suatu negara.

Masalah kemiskinan merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor yang menjadi penghalang pembangunan di suatu negara tidak terkecuali Indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam UN Conference on Population and Development tahun 1994 dimana pernyataan tersebut berbunyi kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya-upaya pembangunan. Wong Desmiwati, Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia Analisis Ekonometri, dalam , diakses pada 04 April 2013. Melihat korelasi antara pembangunan dan kemiskinan tersebut sebagai sebuah negara yang sedang berkembang pemerintah perlu melakukan upaya-upaya untuk mengentaskan kemiskinan. Upaya-upaya tersebut dapat direalisasikan dengan memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung dewasa ini. Definisi dan Deskripsi Singkat TopikPertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan kesehjahteraan penduduk dan pengentasan kemiskinan. Peningkatan kesehjahteraan masyarakat dapat dicapai dengan pembangunan, proses pembangunan yang dilakukan dapat tercapai dengan adanya SDM berkualitas yang dapat melakukan efektifitas serta efisiensi dalam proses produksi yang sedang berlangsung sehingga momentum pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dipertahankan sehingga dapat berkorelasi positif dengan pembangunan yang dilakukan oleh negara tersebut. Namun sumber daya manusia yang berkualitas tidak akan tersedia jika angka kemisikinan di suatu negara relatif masih tinggi dan ketidaktersediaan sumber daya manusia yang mumpuni akan berdampak pada proses pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara. Kemiskinan merupakan faktor penghambat bagi upaya pembangunan karena pada dasarnya kemiskinan membatasi akses individu untuk hidup layak sehingga hal ini berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia yang ada dalam negara tersebut.

Menurut Specker (1993) kemiskinan adalah kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal, gangguan dan tingginya resiko kesehatan, resiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi, kekurangan pendapatan yang mengakibatkan invdividu tidak dapat hidup dengan layak, marjinalisasi dalam sektor ekonomi, sosial serta politik dan rendahnya kualitas pendidikan. Sedangkan menurut BPS kemiskinan adalah ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan yang diukur dari sisi pengeluaran.Melihat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan serta kualitas SDM yang ditunjang dengan kesempatan akses yang luas terhadap segala faktor-faktor yang mendukung penghidupan layak maka tidak dapat dipungkiri bahwa pengentasan kemiskinan merupakan kebijakan yang perlu mendapatkan prioritas dalam penerapan kebijakan oleh pemerintah. Kebijakan pengentasan kemisikinan yang dilakukan oleh pemerintah hendaknya bersifat holistik atau dengan kata lain bersifat menyeluruh baik materil maupun struktural. Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan adalah seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan dengan kata lain kebijakan pengentasan kemiskinan membutuhkan instrumen yang bernama pertumbuhan ekonomi. TN Srinivasan, Trade, Growth and Poverty Reduction, London, Commonwealth Secretariat, 2009, h. 53. Rumusan MasalahSetelah melihat gambaran dari korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengentasan kemiskinan yang berdampak pada kualitas SDM serta upaya pembangunan oleh pemerintah maka akan muncul beberapa pertanyaan.

Bagaimana upaya pemerintah untuk memanfaatkan perkembangan ekonomi Indonesia bagi pengentasan kemiskinan?Kendala-kendala yang mengahambat dalam pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan perkembangan ekonomi Indonesia?

Tujuan Penulisan Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah dalam upaya untuk mengentasakan kemiskinan dengan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi yang sedang terjadi, selain itu tulisan ini akan berusaha untuk memberikan analisa tentang unsur-unsur apa saja yang diperlukan dalam upaya untuk mengentaskan kemiskinan serta memberikan rekomendasi/saran untuk perbaikan kualitas kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan perkembangnn ekonomi sebagai instrumen.

Batasan PenulisanTulisan ini akan menggunakan data dari tahun 2005-2012 dan menganalisa unsur-unsur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi yang berkontribusi terahadap pengentasan kemiskinan.

BAB IIKajian Teori dan Review Literatur

Terdapat beberapa teori yang menggambarkan bagaimana pertumbuhan ekonomi tersebut dapat tercapai dengan berbagai macam tahap serta instrumen yang menjadi faktor pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Salah satu teori yang berkembang dalam penggambaran pertumbuhan ekonomi adalah teori pertumbuhan Neoklasik dimana para ahli yang menganut teori ini melihat bahwa penawaran merupakan aspek yang penting dalam pertumbuhan. Menurut teori neo-klasik yang dikembangkan oleh Abramovits dan Sollow pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemajuan teknologi dan kemahiran tenaga kerja. Sedangkan Harrod dan Evsey Domar menjabarkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan terjadi jika terdapat peningkatan peningkatan produktivitas modal serta produktivitas tenaga kerja. Lebih jauh lagi Joseph Schumpeter menyatakan bahwa pentingya inovasi-inovasi teknologi terutama inovasi-inovasi teknologi produksi. W.W. Rostow, Theorist of Economic Growth from David Hume to the Present, New York, Oxford University Press, 1990, h. 174. Melihat dari teori yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi mahzab Neoklasik yang menitikberatkan pertumbuhan output sebagai hasil kerja dari dua faktor input utama yaitu modal dan tenaga kerja maka diperlukan sinergi antara output dan input yang saling melengkapi sehingga dapat tercipta momentum pertumbuhan yang dicita-citakan. Salah satu aspek yang lebih penting dari gambaran tersebut adalah kemampuan dari tenaga kerja sebagai aktor yang menjadi sentral dari suatu pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Namun seringkali pertumbuhan ekonomi tidak sejalan dengan teori yang telah dikemukakan dan memiliki dampak yang lain yaitu timbulnya kemiskinan akibat dari pertumbuhan ekonomi tersebut. Terdapat beberapa jenis kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan struktural, masing-masing jenis dari kemiskinan tersebut memiliki indikator yang berbeda sehingga akan terjadi perbedaan hasil olah data ketika kita menggunakan salah satu perspektif tersebut. Kemiskinan Absolut atau mutlak memiliki kaitan dengan standar hidup minimum masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan adalah kemampuan seseorang atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup standar pada suatu waktu dan lokasi tertentu untuk keberlangsungan hidupnya. Pembentukan garis kemiskinan ini bergantung pada definisi tentang kehidupan standar minimum yang dibuat. Sehingga kemiskinan absolut dapat diintepretasikan dengan melihat perbedaan jumlah pendapatan seseorang atau keluarga terhadap pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Roy Hendra, Determinan Kemiskinan Tinjauan Literatur, dalam , diakses pada 09 April 2013. Pada tahun 1976 ILO (International Labour Organization) menggunakan ukuran kebutuhan pokok untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat miskin. Indikator-indikator kebutuhan pokok yang dimaksud di sini adalah kebutuhan sandang, pangan, papan serta fasilitas umum seperti peleyanan kesehatan, air bersih, pendidikan serta transportasi. Strategi yang digariskan oleh ILO adalah urgensi dari tindakan langsung yang diperlukan untuk membantu golongan masyarkat yang paling miskin tanpa menunggu mekanisme efek tetesan ke bawah (trickle down effect). Budi Jati, Kajian Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah, Jakarta, Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Yayasan Agro Ekonomika, 2002, h. I-1. Perspektif yang lain dalam menganalisa kemiskinan adalah menggunakan perspektif struktural. Terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai kemiskinan struktural in, Ghose dan Keffin dalam Andre Bayo (1996) mengemukakan bahwa kemiskinan yang terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara memiliki arti kelaparan, kekurangan gizi, pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau minim sekali akses terhadap pelayanan kesehatan yang elementer. Disfungsi dari pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) tersebut bukan diakibatkan oleh pengabaian dari golongan yang dikategorikan miskin namun disfungsi tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya kesempatan yang diberikan kepada golongan yang dikategorikan miskin seperti ungkapan dari Ghose dan Keffin. Andre Bayo, Kemiskinan dan Strategi Mengatasi Kemiskinan, Yogyakarta, Liberty Offset, 1996. Lebih jauh lagi menurut Friedman dalam Andre Bayo (1996) kemiskinan struktural didefiniskan sebagai ketidakadilan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi (tidak terbatas pada) modal yang produktif atau aset misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan, sumber-sumber keuangan, organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk untuk mencapai kepentingan bersama, network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan. Kesempatan-kesempatan ini seolah tertutup dengan adanya jurang antara si kaya dan si miskin, si kaya dengan menggunakan berbagai macam kesempatan yang mereka miliki dapat dengan mudah memperoleh kesempatan mengakses instrumen-instrumen pemenuhan kebutuhan seperti yang telah disebutkan di atas, di sisi lain si miskin dengan segala keterbatasan terus terpinggirkan dengan pola ekonomi yang berlaku di negara Indonesia.

BAB IIIANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam upaya untuk mengentaskan kemisikinan peran negara dapat dibilang berfungsi sebagai pengambil kebijakan hal ini didukung oleh instrumen-instrumen yang dimiliki oleh negara dan kekuasaan yang dimiliki negara untuk menggunakan instrumen-instrumen tersebut. Upaya pengentasan kemiskinan merupakan upaya yang memiliki keterkaitan dengan upaya yang lain seperti bagaimana pemerintah merumuskan strategi pembangunan yang memiliki kaitan erat dengan pengalokasian kapital yang di dapat dari perkembangan ekonomi yang telah dicapai oleh negara tersebut dalam hal ini pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,3% tersebut akan dipergunakan untuk membangun sektor apa saja sehingga hal tersebut dapat memaksimalkan pengakumulasian kapital Indonesia dan dapat berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan yang menurut data BPS pada tahun 2012 presentase kemiskinan penduduk di Indonesia mencapai 11,66% persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Selain pengalokasian kapital dibutuhkan juga kebijakan dari pemerintah yang menyangkut maksimalisasi pengakumulasian modal berupa devisa negara dimana peran dari devisa tersebut adalah sebagai biaya bagi pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan itu sendiri. Sebelum melihat lebih jauh lagi tentang kemiskinan kita perlu melihat bagaimana perkembangan angka kemiskinan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator-indikator yang ada. Salah satu indikator yang dapat digunakan oleh untuk mengukur angka kemiskina adalah penggunaan koefisien gini, Gini coefficient menurut Bappenenas (2002) merupakan alat ukur atau indikator yang menerangkan distribusi pendapatan aktual, pengeluaran-pengeluaran konsumsi atau variabel-variabel lain yang terkait dengan distribusi di mana setiap orang menerima bagian secara sama atau identik.

Gambar 1 : Indeks Koefisien Gini di Indonesia tahun 2010-2012

Sumber : Ketika melihat indeks koefisien gini di atas kita dapat menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang mencapai 6,3 persen memiliki kontribusi pengurangan jumlah angka kemiskinan yang terjadi namun di sisi lain disparitas distribusi pendapatan antara si kaya dan si miskin juga mengalami peningkatan. Dan hal tersebut memiliki trend mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.Gambar 2 : Rata-rata angka kemiskinan di Indonesia

(Sumber : BPS)

Indeks koefisien gini di atas menggambarkan disparitas pendapatan antara golongan kaya dan miskin, sedangkan tabel diatas menunjukkan jumlah orang miskin yang digambarkan dengan presentase. Jika melihat tabel di atas maka dapat dilihat bahwa jumlah orang miskin dari tahun ke tahun mengalami penurunan, namun jumlah orang msikin tersebut tidak mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki peran yang langsung dapat dinikmati oleh golongan miskin. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia belum sesuai harapan dari masyarakat itu sendiri maupun pemerintah pada karena banyak ketimpangan yang terjadi. Untuk mencapai suatu perkembangan ekonomi yang memiliki kontribusi maksimal terhadap keadaan suatu negara maka diperlukan beberapa unsur yang berkaitan satu sama lain dalam mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu perkembangan ekonomi suatu negara, tingkat keberhasilan perkembangan ekonomi suatu negara dapat dilihat bagaimana perkembangan ekonomi negara tersbut dapat mengurangi jumlah penduduk miskin yang berada di negara tersebut meskipun pada kenyatannya terdapat perbedaan indikator kemiskinan yang digunakan namun secara umum pengurangan angka kemiskinan dapat dilihat secara statistik maupun empirik dimana hal tersebut setidaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk melihat bahwa kebijakan yang diterapkan sesuai atau tidak dengan kondisi yang ada pada negara tersebut. Terdapat beberapa unsur yang dapat diklasifikasikan jika suatu negara menginginkan perkembangan ekonominya dapat berjalan sesuai dengan harapan dari negara tersebut dalam konteks Indonesia adalah peningkatan kesehjahteraan penduduk serta pengentasan kemiskinan. Unsur-unsur tersebut adalah : Irawan dan M. Suparmoko, Ekonomika Pembangunan Edisi Keenam, BPFE, Yogyakarta, 2002, hlm. 259. Kekuatan dari dalam (indegenous forces) untuk berkembangMobilitas faktor-faktor produksiAkumulasi kapitalKriteria atau arah investasi yang sesuai dengan kebutuhanPenyerapan kapital dan stabilitasNilai-nilai dari lembaga yang ada

Unsur yang pertama adalah kekuatan dari dalam (indegenous force) dimana hal ini memiliki makna bahwa kekuatan yang ada dalam masyarkat itu sendiri untuk berkembang. Ini sangat penting untuk terjadinya perkembangan. Jadi harus ada kehendak untuk menaikkan tingkat hidup masyarakat tersebut. Kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar masyarakat dapat mendorong dan memberikan fasilitas-fasilitas pada kehendak untuk berkembang, namun kekuatan dari luar hanya merupakan pelengkap dan tidak dapat menggantikan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Bnatuan luar negeri belum tentu dapat menjamin terus berkembangnya perekonomian tersebut. Pendeknya, sebelum kehendak untuk berkembang itu ada di negara sedang berkembang, maka dorongan-dorongan atau stimulasi-stimulasi dari luar tidak banyak membawa perkembangan. Lagi pula bantuan luar negeri yang berupa investasi asing cenderung memanfaatkan modalnya ke arah sumber-sumber alam untuk pasar dunia, dan belum tentu hal ini menguntungkan rakyat setempat. Karena itu untuk menghindari hal-hal yang merugikan, prakarsa dan pengaturan lembaga-lembaga masyarkat untuk perkembangan harus tumbuh dari dalam masyarakat sendiri. Ibid, hlm. 260. Contoh kasus dari paparan di atas adalah disusunya draf aturan Anti Monopoly Law (AWL) oleh pemerintah Cina yang bertujuan untuk menciptakan objective symbiosis antara investasi asing dan kekuatan dari dalam (indegenous force) rakyat Cina, karena pada awal perkembangan ekonominya peran dari investasi asing ini dapat dibilang cukup strategis namun perkembangan investasi asing ini perlu diatur sehingga tidak menimbulkan efek domino yang negatif bagi perkembangan ekonomi Cina. Stephen Merrill (et.al), the Dragon and the Elephant understanding the Development of Innovation Capacity in China and India, the National Academic Press, Washington, 2010, hlm. 27. Unsur yang kedua dari perkembangan ekonomi adalah mobilitas faktor-faktor produksi, hal ini berkaitan erat dengan penciptaan sistem pasar yang baik karena ketidaksempuranaan pasar (market imperfections) akan sangat membatasi mobilitas faktor-faktor produksi dari penggunaan yang kurang produkftif ke penggunaan yang lebih produktif. Guna mengatasi hal ini maka ketidaksempurnaan pasar harus ditiadakan atau diminimalisir, sehingga faktor-faktor produksi dapat digunakan sepenuhnya. Adapun caranya antara lain mengganti bentuk-bentuk organisasi sosial dan ekonomi, memberikan kesempatan-kesempatan untuk menaikkan produktivitas pada tingkat teknik yang ada. Di samping teknologi harus ditingkatkan, serta kemungkinan penjualan produk diperluas, keadaan monopoli harus dikurangi dan pasar kapital diperluas. Demikian pula fasilitas-fasilitas kredit agar dipermudah bagi petani-petani dan pedagang-pedagang kecil. Jadi harus ada pengarahan pada penggunaan semua sumber-sumber produksi secara efisien. Schulz dalam bukunya the Role of Goverment in Promoting Economic Growth, mengatakan bahwa sebenarnya perkembangan ekonomi negara-negara sedang berkembang tidak cukup hanya mengatasi kesukaran-kesukaran yang ada. Untuk perkembangan ekonomi perlu menempatkan usaha-usaha dan kapital dalam 3 bentuk : Irawan dan M. Suparmoko, Op. Cit, hlm 261 Meningkatkan jumlah barang kapital Memperbaiki kualitas penduduk sebagai produsenMenambah tingkat usaha produktif

Upaya pemerintah untuk menghilangkan atau meminimalisir ketidaksempurnaan pasar ini dimanifestasikan dengan adanya rapat kerja yang dilakukan oleh kementerian perdagangan pada tanggal 26-28 Juli 2006 lalu dimana pada raker tersebut menteri perdagangan menjelaskan pokok-pokok masalah yang harus dibenahi guna meningkatkan daya saing Indonesia, beberapa pokok permasalahan ialah : Rowland B. F Pasaribu, Arah Kebijakan Indonesia dalam Perdagangan dan Investasi Riil, , [15/06/2013] Meningkatkan kelancaran distribusi, penggunaan produk dalam negeri perlindungan konsumen dan pengamanan perdaganganMemaksimalkan keuntungan daya saing bangsa Indonesia dalam persaingan global Mewujudkan pelayanan publik dan good governanceMeningkatkan peran penelitian dan pengembangan serta proses konsultasi publik dalam pengambilan keputusan di sektor perdagangan

Tujuan-tujuan dari pemerintah tersebut dapat terealisasi dengan dukungan dari berbagai macam faktor produksi yang ada salah satunya adalah infrastruktur. Dimana infrastruktur di Indonesia seperti yang telah diketahui oleh masyarakat memiliki kualitas yang tidak memadai bahkan cenderung buruk. Buruknya infrastruktur ini telah menimbulkan beban-beban produksi yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan. Konsekuensi yang lain adalah keengenan dari para investor asing untuk membuka usahanya di Indonesia dikarenakan masalah infrastruktur yang buruk dimana hal ini akan memiliki dampak negatif terhadap perkembangan produksi dan ekspor di dalam negeri.

Gambar 3 : Kualitas Infrastruktur

(sumber : WEF, 2006,2007)Gambar di atas menunjukkan peringkat kualitas infrastruktur Indonesia dibandingkan beberapa negara anggota ASEAN dan Swiss. Gambar di atas mengacu pada laporan dari WEF dapat dilihat bahwa posisi Indonesia menempati posisi terendah 102 dibandingkan beberapa negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, Vietnam dan Filipina. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa kualitas infrastruktur merupakan komponen yang penting bagi upaya perkembangan ekonomi suatu negara dimana dalam prosesnya melibatkan investor asing meskipun investor asing bukan satu-satunya faktor penentu perkembangan ekonomi setidaknya kehadiran investor asing dapat lebih mempeluas sumber-sumber ekonomi yang dimiliki suatu negara guna mendukung upaya perkembangan ekonomi negara tersebut dalam kasus ini adalah Indonesia. Guna menghadapi permasalahan infrastruktur pemerintah harus melakukan upaya yang komprehensif demi meningkatkan daya saing Indonesia. Karena upaya tersebut secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi kinerja dari sistem pasar yang ingin dibentuk oleh pemerintah dengan kata lain peningkatan daya saing membutuhkan sistem pasar yang baik sebagai faktor penunjang. Tujuan lain yang tercapai atas pembentukan sistem pasar yang baik adalah efisiensi alokasi dari sumber-sumber ekonomi serta mendorong ekspor-impor, dengan demikian lingkaran kemiskinan yang kompleks setidaknya dapat diurai secara bertahap dan dapat lebih mudah ditembus. Ketiga, Akumulasi kapital merupakan faktor penting untuk pertumbuhan ekonomi. Akumulasi dapat berwujud kenaikan dalam volume tabungan riil, sehingga sumber-sumber uang yang semula untuk tujuan-tujuan konsumtif dapat diarahkan untuk tujuan-tujuan produktif. Di samping itu perlu adanya mekanisme kredit, agar sumber-sumber uang tersebut dapat digunakan oleh para investor terutama untuk membuat barang-barang kapital agar produktivitas dapat ditingkatkan. Akumulasi kapital tidak akan terjadi hanya dengan membentuk lembaga-lembaga keuangan dan perluasan moneter saja, tetapi juga harus diperkirakan adanya sturktur pasar yang kuat agar dapat mempengaruhi mobilitas, alokasi kapital dan dapat menyalurkan tabungan ke investasi yang produktif. Tersedianya saluran-saluran tersebut tidak dapat menjamin peningkatan akumulasi kapital, dan tanpa tambahan output riil perluasan moneter hanya akan menyebabkan inflasi. Jadi untuk perkembangan ekonomi tidak sekedar menaikkan permintaan akan uang, akan tetapi juga menaikkan jumlah output riil yang dihasilkan. Kekurangan-kekurangan di bidang teknik yang diperlukan tidak dapat diatasi hanya dengan menambah jumlah uang saja. Dengan perkataan lain bahwa yang diperlukan untuk perkembangan ekonomi adalah juga pembentukan kapital riil (tidak dalam bentuk uang) yang berupa gedung, pabrik, jalan, pelabuhan dan sebagainya. Untuk mengukur banyaknya kapital yang dibuthkan bagi perkembangan ekonomi perlu diperhatikan beberapa hal antara lain : 1) perkiraan tingkat pertambahan penduduk; 2) tareget kenaikan pendaptan riil per kapita dan 3) angka rasio pertambahan antara investasi dan output atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Yang jelas bila pendapatan perkapita hendak dinaikkan maka akumulasi kapital harus semakin bertambah besar, ini berati investasi harus ditingkatkan. Irawan dan M. Suparmoko, Op.cit, hlm. 262. Keempat, Untuk mengalokasikan kapital terlebih dahulu harus diadakan kriteria untuk arah investasi. Pemilihan kriteria tidaklah mudah sebab mungkin kriteria yang satu berupa memaksimumkan total ouput untuk suatu waktu tertentu, sedangkan kriteria yang lain mungkin lebih baik untuk memaksimumkan output pada waktu lain. Disamping itu, alokasi investasi tidak saja mempengaruhi total ouput saja, tetapi juga distribusi pendapatan, distribusi pendapatan, distribusi tenaga kerja, keadaan sosial, serta selera dan kemajuan tekonologi. Pendeknya kriteria tersebut bersifat dinamis, sesauai dengan dinamika suatu masyarakat. Tetapi biasanya apabila didadasarkan pada keadaan masyarakat yang dinamis ini, akan terdapat banyak pendapat mengenai kriteria yang penting. Kriteria umum investasi adalah mengenai produktivitas untuk perkembangan lebih lanjut. Produktivitas dalam hal ini diartikan dengan produktifitas sosial marjinal (social marginal productivity) yang tertinggi. Untuk kriteria tersebut biasanya diperhatikan 3 hal. Pertama, investasi harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga memaksimumnkan perbandingan antara ouput dan kapital. Kedua, proyek-proyek yang dipilih harus memberikan perbandingan yang memaksimalkan penggunaan tenaga kerja terhadap investasi (produktifitas tenaga kerja yang tertinggi). Ketiga, investasi hendaknya mengurangi kesulitan-kesulitanneraca pembayaran internasional, sehingga akan memaksimumkan perbandingan antara ekspor dan investasi.Penggunaan syarat-syarat ini ternyata tidak mudah. Seperti diketahui perubahan di atas hanya bagi produsen yang dinamis, dan meliputi perubahan-perubahan dalam jumlah dan kualitas penduduk, selera, pengetahuan teknik, serta faktor-faktor sosial dan lembaga-lembaga masyarakat. Oleh karena itu produktifitas sosial marjinal ditafsirkan sesuai dengan perubahan-perubahan faktor-faktor tersebut dan biasanya menimbulkan perbedaan pendapatan. Beberapa faktor yang harus diperhatikan : Ibid, hlm. 265 Pendapatan per kapitaTipe investasi produktif, misalnya terdapat proyek-proyek di sektor pertanian, dimana dibutuhkan tenaga kerja yang banyak. Investasi ini akan menaikkan pendapatan di sektor tersebut. Tetapi jika kenaikan jumlah penduduk dan pendapatan sama tingginya, maka pendapatan per kapita akan kembali ke tingkat semula. Hal ini perlu menjadi renungan mengingat sektor pedesaan mempunyai laju pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi daripada di sektor kota (non pertanian). Dan hal tersebut pada saat ini memiliki efek terbalik di mana laju pertumbuhan di desa tidak terkonsentrasi di desa namun mereka memilih untuk berpindah ke kota atau apa yang disebut urbanisasi, namun hal ini menimbulkan masalah baru karena kota yang menerima para urban dari desa tidak siap dengan segala faktor penunjang seperti infrastruktur serta kualitas SDM yang memadai sehingga jumlah penduduk yang tinggal di kota yaitu sebesar 54% atau sekitar 129,6 juta orang tersebut justru menjadi beban bagi pembangunan bagi kota tersebut sehingga tidak dapat memaksimalkan keuntungan yang positif dari arus urbanisasi ini. M. Zaid Wahyudi, Hampri 54 persen penduduk Indonesia tinggal di kota, 2012, , [16/06/2013].

Pendapatan Nasional Jika penekanan utama dari kebbijakan yang diterapkan lebih berfokus pada kenaikan pendapatan nasional bukan pada pendapatan per kapita, maka harus diperhatikan pembagian atau distribusi pendapatannya. Jadi belum tentu kenaikan pendapatan nasional menguntungkan masyarakat seluruhnya, ada kemungkinan kenaikan pendapatan nasional tersebut hanya dinikmati oleh beberapa golongan saja. Paparan ini nampaknya saat ini sedang terjadi di Indonesia dimana kenaikan pendapatan nasional hanya dinikmati oleh beberapa golongan saja menurut laporan dari majalah Forbes tahun 2012 jumlah kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia mencapai Rp 850 triliun dimana nilai tersebut setara dengan 10% pendapatan nasional (PDB) Indonesia atau 60% dari APBN Indonesia tahun 2012, sedangkan di sisi lain jumlah orang miskin meningkat, menurut data dari ADB jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 40,4 Juta (2008), 43,1 juta (2010) dan meningkat menjadi 2,7 juta selama tiga tahun terakhir. Nugroho SBM, Pertumbuhan versus Ketimpangan,2013, , [16/06/2013]

Faktor WaktuPertimbangan-pertimbagan di atas memiliki posisi yang sedemikian rupa dalam menentukan kriteria dan arah investasi, namun terdapat faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu faktor waktu. Semisal dalam waktu 5 tahun yang akan datang investasi yang paling menguntungkan adalah produksi gula, tetapi dalam waktu 15 tahun yang akan datang belum tentu industri gula menguntungkan lagi.

Kepentingan MasyarakatSelain perbedaan pendpat mengenai perlunya memaksimalkan tingkat konsumsi sekarang atau tingkat konsumsi masa yang akan datang. Misalnya terdapat proyek X untuk masa yang dekat ini memang lebih meningkatkan tingkat konsumsi daripada proyek Y. Tetapi untuk untuk masa yang akan datang adalah sebaliknya. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pentingnya melakukan assesment terhadap mengenai kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang paling mendesak.

Unsur Pasar Investasi tidak hanya ditekankan pada produksi saja, tetapi seharusnya juga mengenai pasa dari produksi tersebut. Meskipun investasi efisien, tetapi bila tidak ada pasar untuk menjualnya atau paling tidak unsur pasar kurang diperhatikan, investor pasti akan mengalami kegagalan.

Titik PertumbuhanJika pasar merupakan unsur penting, lalu dimana pasar itu?, di negara sedang berkembang seperti Indonesia pasar dalam negeri sangatlah lemah. Karena itu investasi sebaiknya diarahkan pada titik pertumbuhan (growing point) saja. Biasanya growing point mempunyai makna tidak banyak membutuhkan kapital, dan mempunyai pasar yang luas karena ada keuntungan eksternal (external economies) seperti sudah dipunyainya hubungan dengan industri-industri yang ada. Ketiga, growing point ini akhirnya akan menyebar ke seluruh sektor perekonomian. Ide titik mula pertumbuhan ini, kurang lebih sama dengan apa yang dikatakan oleh Rostow, dengan istilah sektor industri yang memimpin atau primer. Rostow menyarankan bahwa sektor-sektor yang sedang berkembang dapat dibagi menjadi 3 golongan : 1) sektor primer yang menyebabkan proses pertumbuhan; 2) sektor-sektor pelengkap; 3) sektor-sektor pertumbuhansebagai akibat lanjutan yaitu perkembangan yang didorong oleh pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan semisal produksi bahan makanan.

Pertumbuhan Seimbang (Balanced Growth)Berhubungan dengan titik pertumbuhan, maka Baldwin dan Meier menyatakan bahwa investasi pada titik pertumbuhan harus ditambah dengan 2 pertimbangan lain yaitu : Irawan dan M. Suparmoko,Op. Cit, hlm. 268

Kriteria neraca pembayaran dan kriteria produtivitas hal ini disebabkan oleh anggapannya bahwa negara sedang berkembang seringkali mengalami kesulitan-kesulitan neraca pembayaran. Jadi investasi seharusnya mengarah kepada perbaikan neraca pembayaran dan peningkatan produktivitas. Pertumbuhan seimbang arah investasi seharusnya ke semua sektor, karena sektor-sekto tersebut saling bergantung dan saling melengkapi. Dalam hal ini konsep titik pertumbuhan menjadi bias karena akhirnya muncul banyak titik pertumbuhan yang satu sama lain saling melengkapi.

Teknik ProduksiFalsafah terakhir yang mengenai kriteria dan arah investasi adalah pemilihan teknik produksi yang akan dipakai. Jika telah diketahui adanya pasar yang cukup luas maka teknik produksi yang akan dipakai dapat bersifat padat modal atau padat karya. Dari dua kemungkinan teknik di atas, timbul beberapa pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa yang baik adalah teknik produksi lebih banyak menggunakan modal daripada tenaga kerja. Pendapat kedua mengatakan lebih baik digunakan teknik produksi yang menyerap tenaga kerja karena dapat berdampak mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa persoalan tersebut tidak relevan. Pendapat-pendapat tersebut benar dan pada intinya mereka menekankan bagaimana agar dapat menghasilkan suatu output tertentu dengan biaya serendah-rendahnya. Dimana tenaga buruh banyak tersedia dan lebih murah daripada menggunakan alat-alat kapital, maka sebaiknya digunakan banyak tenaga kerja dalam kegiatan produksi. Dan sebaliknya, dimana penduduk jarang dan upah lebih mahal daripada biaya menggunakan alat-alat kapital maka sebaiknya dipakai teknik produksi yang bersifat padat modal. Bila 2 tipe investasi yaitu yang satu menggunkan relatif lebih banyak kapital daripada tenaga buruh dan yang lain lebih banyak menggunakan buruh daripada kapital dan misalnya bahwa kedua investasi tersebut akan menaikkan produksi nasional dalam jumlah yang sama maka: Dari sudut distribusi pendapatan maka proyek yang menggunaka metode padat karya lebih baik karena dapat menaikkan (meskipun sedikit) tingkat pendapatan sebagian besar orang-orang yang berpenghasilan rendahDari sudut pendapatan per kapita, proyek padat karya di sektor pertanian kalah baik dibanding dengan proyek perpabrikan yang padat modal, sebab proyek-proyek di sektor pertanian akan mendorong kenaikan jumlah penduduk yang berakibat pada tidak berubahnya pendapatan per kapita sehingga tetap sama seperti semula atau bahkan menurun. Sedangkan proyek padat modal akan lebih berhasil meningkatkan pendapatan per kapita.

Akirnya untuk memperkuat neraca pembayaran internasional suatu negara itu mengarahkan investasinya kepada produksi untuk ekspor. Bila industri-industri ekspor itu bersifat pada modal seperti, pertambangan maka akan terjadi kelebihan tenaga kerja. Amatlah sukar menentukan mana yang lebih baik antara padat modal dan padat karya karena kriteria ini sangat tergantung pada tujuan-tujuan sosial dan ekonomi yang luas.Kelima,, setiap masyarakat dalam suatu negara mempunyai batas kemampuan penyerapan kapital (capital absorption capacity). Kapasitas ini ditentukan pada umumnya oleh dua hal yaitu di satu pihak ditentukan oleh adanya atau tersedianya faktor-faktor produksi komplementer yang bekerja sama dengan kapital dan di lain pihak oleh syarat-syarat yang diperlukan untuk menghindari inflasi dan untuk mempertahnakan keseimbangan neraca pembayaran internasional. Pada umumnya keterbatasan kapasitas untuk menyerap kapital di negara sedang berkembang disebabkan oleh : a) kurangnya teknologi b) kurangnya tenaga ahli c) kurangnya mobilitas faktor produksi. Di samping negara-negara tersebut khususnya sangat kekurangan tenaga-tenaga terampil. Terbatasnya jumlah tenaga kerja tersebut terutama yang mampu mengurus dan terampil, mengakibatkan menurunnya produktifitas modal marjinal (marginal productivity of capital) yang mungkin lebih besar di negara berkembang daripada di negara maju. Bila investasi itu ditambah terus, maka marginal productivity of capital akan turun dengan cepat, karena adanya rintangan-rintangan (bottlenecks) dalam produksi. Apabila akumulasi kapital bertambah dengan cepat maka tindakan yang diperlukan ialah mencoba menaikkan tersedianya faktor-faktor produksi lain yang bekerja sama dengan kapital. Bila rintangan-rintangan telah dapat diatasi, maka investasi dapat ditentukan berdasarkan kriteria investasi rasional. Sekali perkembangan itu bergerak makin maju, maka kapasitas untuk menyerap kapital makin besar dan dengan dihilangkannya rintangan-rintangan itu maka produktivitas dapat ditingkatkan. Di samping rintangan-rintangan tersebut, penyerapan kapital juga dipengaruhi oleh masa perkembangan perekonomian di situ : misalnya karena waktu yang diperlukan lama terjadi inflasi dan defisit dalam neraca pembayaran internasional. Variasi dari penyebab permasalahan inflasi dan defisit neraca pembayaran internasional dapat digambarkan sebagai berikut : Irawan dan M. Suparmoko, Ibid, hlm. 271 Jika akumulasi kapital melebihi kemampuan penyerapan, seperti yang terjadi di negara-negara sedang berkembang, setiap tambahan investasi bahkan cenderung menimbulkan inflasi. Hal ini karena fasilitas-fasilitas yang tersedia belum banyak. Namun sebenarnya inflasi tersebut merupakan tabungan paksa dan bahkan inflasi yang mempunyai laju sedang (1-10% per tahun) sangatlah baik untuk perkembangan. Tetapi meskipun ada dorongan inflasi karena dalam masyarakat selalu terdapat faktor produksi yang belum digunakan dengan baik (ketidaksempurnaan pasar dan ketidakluwesan) maka inflasi tersebut praktis tidak bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya harus ada faktor-faktor produksi komplementer yang cukup untuk memanfaatkan faktor-faktor produksi baru. Namun demikian, inflasi tetap merupakan pembentukan modal yang salah arah (misdirection of capital formation). Misalnya arah investasi ke sektor pertanian, tetapi karena harga-harga naik, investasi yang paling menguntungkan pada waktu itu ialah perdagangan, maka investasi selanjutnya tidak lagi ke sektor pertanian tetapi untuk spekulasi perdagangan. Lagipula sekali inflasi muncul biasanya sulit untuk mengendalikannya. Keadaan ini dialami oleh Chili, Brazilia dan Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa sangat berbahaya untuk membiayai investasi melalui jalan inflasi karena :

Tabungan sukarela tak banyak terciptaPinjaman jangka panjang kurang tersediaMenyebabkan investasi yang salah arah di mana proyek-proyek yang lebih produktif adalah yang jangka pendek sifatnya karena tidak stabilnya hargaEfisiensi produksi berkurang, karena keuntungan mudah diperoleh lewat kenaikan harga (inflasi)Menyebabkan adanya alokasi yang salah terhadap faktor-faktor produksi

Jika akumulasi kapital lebih kecil daripada kemampuan negara untuk menyerap kapital maka akan timbul kesulitan-kesulitan terutama di bidang neraca pembayaran karena negara-negara tersebut sangat membutuhkan devisa untuk impor barang-barang yang diperlukan. Impor terutama untuk kebutuhan dalam waktu dekat berupa barang-barang konsumsi dan bukan barang-barang kapital. Namun karena harga barang-barang impor ini cenderung naik sehingga biaya-biaya untuk ekspor dan menghasilkan barang-barang ekspor akan mengalami kenaikan. Akibatnya kemampuan kemampuan ekspor menurun dan impor barang-barang kapital semakain menurun juga. Dalam hal ini pemerintah sedikit banyak mengatasi keadaan yaitu dengan menciptakan pembatasan-pembatasan impor, peraturan-peraturan devisa, pajak masuk barang-barang konsumsi (impor) dan sebagainya. Jadi untuk perkembangan ekonomi harus ada kemampuan dari dalam masyarakat untuk menyerap pertambahan kapital dan perlu adanya stabilitas ekonomi.

Keenam, kelima faktor-faktor yang telah disebutkan di atas merupakan faktor-faktor yang bersifat ekonomi sedangkan syarat umum yang terakhir bagi perkembangan ekonomi adalah nilai-nilai dan lembaga-lembaga bersifat nonekonomi. Namun faktor ini tidak kalah penting dalam peranan yang dimainkannya untuk perkembangan ekonomi. Pola investasi merupakan hasil-hasil pertimbangan politis, kebudayaan, agama, nilai dan lain-lain. Jadi syarat psikologis dan sosiologis untuk perkembangan sama pentingya dengan syarat-syarat ekonomis. Perkembangan ekonomi dapat melaju dengan cepat bila diciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, mofitf-motif baru, cara/metode-metode baru produksi baru, demikian pula harus ada perubahan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat. Bila ada halangan-halangan agama mengenai perkembangan tersebut, maka sebaiknya diadakan peneyesuaian-penyesuaian sesuai dengan tingkat perkembangannya. Harus disadari bahwa manusia dapat menguasai alam. Alam harus dapat dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang lebih baik dan tujuan ini haruslah merupakan bagian dari kebudayaan manusia. Untuk mengubah adat istiadat atau cara hidup lama haruslah berhati-hati sebab setiap ada harus selekasnya dikompensasi dengan hasil yang lebih baik. Mula-mula cara dan kebiasaan manusia yang harus diubah, kemudian bagaimana cara mengubahnya misalnya dengan pendidikan dan demonstrasi-demonstrasi visual dan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati, sebab kemakmuran ekonomi itu hanyalah sebagian saja dari kemakmuran sosial. Konsekuensinya kriteria ekonomi dari investasi saja tidaklah cukup untuk digunakan sebagai patokan kebijakan investasi. Semisal untuk investasi di sektor industri yang membutuhkan banyak tenaga ahli akan layak bila mengirimkan para pemuda ke sekolah dimana mereka tidak hanya mendapat kepandaian tetapi juga mendapatkan atau mengetahui nilai-nilai baru. Untuk menggunakan mesin-mesin yang kompleks dibutuhkan orang yang kreatif dan berpengatahuan umum jadi cara-cara hidup yang lama harus ditinggalkan dan diganti dengan yang baru dan disesuaikan dengan kebutuhan. Mereka dididik hingga dapat membuka pikiran dan kemudian diharapkan dapat menemukan hal-hal yang baru yang dapat menaikkan produktivitas sehingga mereka menjadi inovator dan wiraswasta. Wiraswasta yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi untuk pertumbuhan ekonomi harus mempunyai sifat-sifat berikut : Ibid, hlm. 274 Memiliki kemampuan untuk mengenal kesempatan-kesempatan dalam pasarMemiliki kemampuan mengambil tindakan-tindakan alternatif misalnya bila cara yang satu gagal maka harus dapat cepat menggunakan cara yang lainMemiliki kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemn secara rasional dalam keputusan-keputusannya

Jadi wiraswasta harus dapat berdiri sendiri atau percaya pada diri sendiri dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada dan bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya. Keadaan sosial dan ekonomi dapat mempengaruhi kemampuan-kemampuan wiraswasta ini. Dalam masyarakat yang tradisinya masih kuat, maka segala perbuatan atau tindakan-tindakan orang dalam masyarakat tersebut masih terikat oleh tradisinya, masyarakat semacam ini tidak banyak diharapkan untuk menghasilkan wiraswasata yang cukup. Lain halnya dengan masyarakat yang dinamis orang tentu akan terdorong untuk menemukan cara-cara baru. Di negara sedang berkembagn perlu diciptakan dorongan-dorongan untuk untuk menggairahkan motif-motif wiraswasata ini. Usaha tersebut sangat kompleks, tidak hanya organisasi ekonomi yang diubah tetapi perlu diubah juga organisasi-organisaso sosial lainnya seperti kasta, sistem irigasi, sistem kredit dan sistem panen sehingga keadaan sosial dan ekonomi memungkinkan untk diadakan perkembangan. Jadi persoalannya bukan sejauh mana perubahan ekonomi ini dapat dilakukan tetapi sejauh mana perubahan-perubahan kebudayaan ini dapat diterima oleh penduduk dan berapa kecepatannya sehingga perkembangan ekonomi dapat dilakukan.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melihat unsur-unsur yang muncul dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kendala-kendala yang muncul dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka akan menimbulkan pertanyaan seberapa besar kontrbusi pertumbuhan ekonomi tersebut dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Berikut adalah data perbandingan antara pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan koefisien gini. Bagan 1 : Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan tingkat ketimpangan (koefisien gini)Indikator20072008200920102011Pertumbuhan ekonomi6,356,014,636,026,46Tingkat Kemiskinan16,5815,4214,1513,3312,49Tingkat Ketimpangan (Koefisien Gini)0,380,370,370,390,41

(Sumber : dari berbagai sumber)Data diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum maksimal dalam mengurangi disparitas pendapatan karena turunnya angka kemiskinan tidak disertai dengan penurunan indeks gini, meskipun angka kemiskinan terus turun namun hal tersebut tidak serta merta menurunkan nilai disparitas pendapatan. Terdapat beberapa penyebab mengapa koefisien gini tidak mengalami penurunan, salah satunya adalah daya serap kapital penduduk miskin kurang maksimal karena kurangnya keterampilan (skill) mereka sehingga mereka hanya mendapatkan upah yang rendah. Menurut Wakil Ketua Umum Kadin bidang kesehatan, pendidikan dan Tenaga Kerja James T. Riady daya serap industri seharusnya mencapai 40% namun realitas di lapangan daya serap tersebut baru mencapai 25% dimana mayoritas para penggangur muda tersebut berpendidikan SD dan SMP, lebih lanjut James memandang bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% sudah menjadikan Indonesia ke dalam negara yang berpendapatan menegah namun hanya sedikit negara yang berpendapatan menegah melaju menjadi negara maju oleh karena itu Indonesia perlu melakukan persiapan agar pertumbuhan ekonomi berkelanjutan kuncinya bukan pada SDA namun pada kualitas SDM. _____,Indonesia masih kekurangan tenaga kerja terampil, ,[17/06/2013] Salah satu upaya untuk meningkatkan ketrampilan dan kualitas SDM adalah dengan pendidikan karena pada dasarnya SDM dapat dikategorikan sebagai human capital, Schultz (1960) mengidentifikasikan human capital memiliki kaitan dengan investasi di bidang pendidikan lebih jauh lagi ia menggarisbawahi signifikansi dari human capital terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menyatakan peningkatan yang signifikan dari pendapatan nasional bergantung pada persediaan kapital dalam bentuk human capital. Becker (1964) mengelaborasi konsep human capital yang semula hanya berorientasi pada pendidikan formal dengan menambahkan sumber-sumber lain yang dapat meningkatkan akumulasi human capital seperti adanya on the job training baik yang bersifat spesifik maupun umum, upaya informal untuk mendapatakan informasi yang dapat mengasah produktivitas pekerja menjadi lebih baik serta metode lain yang dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental para pekerja. Andreas Savvides dan Thanasis Stengos, Human Capital and Economic Growth, California, Standford University Press, 2009, h. 5. Untuk merealisasikan pembentukan SDM yang terampil dan mumpuni tersebut pemerintah telah menganggarkan dana APBN tahun 2013 untuk sektor pendidikan sebesar Rp 344 Triliun. Maikel Jefriando, Anggaran pendidikan naik menjadi 344 Triliun tahun ini, ke mana larinya?, < http://finance.detik.com/read/2013/05/23/105918/2253748/4/anggaran-pendidikan-naik-jadi-rp-344-triliun-tahun-ini-ke-mana-larinya>, [17/06/2013] Yang perlu dicermati dari kenaikan anggaran ini adalah alokasi dana tersebut apakah tepat sasaran atau tidak ini semua bergantung pada political will dari pemerintah untuk mengawal pengalokasian anggaran pendidikan tersebut. Selain dari pemerintah peran masyarakat melalui LSM dapat juga berkontrbusi dari pengawalan alokasi anggaran pendidikan ini.

Bagan 2 : Human Index Development tahun 2013NegaraIndeksPeringkatKategoriIndonesia0,629121Medium Human DevelopmentMalaysia0,76964High Human DevelopmentThailand0,690103Medium Human DevelopmentFilipina0,654114Medium Human DevelopmentSingapura0,89518Very High Development Index(sumber : , diolah oleh penulis)

Data diatas merupakan gambaran pembagunan manusia yang dilakukan oleh banyak negara termasuk Indonesia. Cakupan dari Human Index Development salah satunya merupakan pembagunan di sektor pendidikan yang terdiri dari akses masyarakat terhadap pendidikan di suatu negara. Jika dilihat posisi Indonesia yang berada pada kategori Medium Human Development menggambarkan bahwa pembangunan manusia di Indonesia tidak sepenuhnya berjalan dengan mulus karena negara kita msih kalah bersaing dengan beberapa negara ASEAN, jika hal ini dikatikan dengan adanya AEC pada tahun 2015 maka ada kemungkinan Indonesia akan mengalami kesulitan ketika kompetitor dari negara ASEAN lain masuk ke pasar kerja di Indonesia karena kualitas SDM yang masih rendah. Untuk mengatasi hal itu pemerintah perlu melakukan beberapa kebijakan pembenahan kualitas SDM seperti perbaikan menyangkut akses terhadap pendidikan dengan jalan pemberian beasiswa kepada warga yang kurang mampu agar mereka dapat terus melanjutkan sekolah tanpa khawatir tentang biaya pendidikan yang mahal. Selain itu pembekalan anak didik dengan life skill utamanya untuk lulusan SMA agar dapat menambah kemampuan soft skill mereka setelah mereka lulus, pembekalan ini dapat diwujudkan dengan menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler dan menjalani praktek kerja di BLK, sedangkan bagi SMK pemerintah perlu melakukan upaya perbaikan terhadap infrastruktur, kualitas tenaga pengajar. Jika pemerintah menerapkan dengan seyogyanya kebijakan-kebijakan peningkatan pembangunan SDM maka kualitas SDM akan meningkat dan kemiskinan dapat dikurangi dengan ketimpangan distribusi pendapatan dapat diminimaslisir karena daya serap kapital akan meningkat atau sesuai dengan pepatah sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.

DAFTAR PUSTAKABuku : TN Srinivasan, Trade, Growth and Poverty Reduction, London, Commonwealth Secretariat, 2009.W.W. Rostow, Theorist of Economic Growth from David Hume to the Present, New York, Oxford University Press, 1990.Budi Jati, Kajian Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah, Jakarta, Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Yayasan Agro Ekonomika, 2002. Andre Bayo, Kemiskinan dan Strategi Mengatasi Kemiskinan, Yogyakarta, Liberty Offset, 1996. Irawan dan M. Suparmoko, Ekonomika Pembangunan Edisi Keenam, BPFE, Yogyakarta, 2002.Stephen Merrill (et.al), the Dragon and the Elephant understanding the Development of Innovation Capacity in China and India, the National Academic Press, Washington, 2010. Andreas Savvides dan Thanasis Stengos, Human Capital and Economic Growth, California, Standford University Press, 2009.Internet :____, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2012, 6,3 Persen, , [04/04/2013] Wong Desmiwati, Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia Analisis Ekonometri, , [04/04/2013] Roy Hendra, Determinan Kemiskinan Tinjauan Literatur, , diakses pada [09/04/2013] Rowland B. F Pasaribu, Arah Kebijakan Indonesia dalam Perdagangan dan Investasi Riil, , [15/06/2013] M. Zaid Wahyudi, Hampri 54 persen penduduk Indonesia tinggal di kota, 2012, , [16/06/2013]. Nugroho SBM, Pertumbuhan versus Ketimpangan,2013, , [16/06/2013]_____,Indonesia masih kekurangan tenaga kerja terampil, ,[17/06/2013] Maikel Jefriando, Anggaran pendidikan naik menjadi 344 Triliun tahun ini, ke mana larinya?, < http://finance.detik.com/read/2013/05/23/105918/2253748/4/anggaran-pendidikan-naik-jadi-rp-344-triliun-tahun-ini-ke-mana-larinya>, [17/06/2013]