64
PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA No. 008/BM/2009

Pedoman umum pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan

Embed Size (px)

Citation preview

PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan

Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

No. 008/BM/2009

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

ii

P R A K A T A

Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan

Hidup Bidang Jalan Nomor: 08/BM/05 yang merupakan bagian dari Pedoman

Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan berisi tentang

pemahaman perlunya pengelolaan lingkungan hidup dan penerapannya dalam setiap

kegiatan pembangunan jalan yaitu perencanaan, pelaksanaan konstruksi,

pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Untuk itu semua pihak yang terkait dalam

penyelenggaraan jalan (baik pengambil keputusan maupun pelaksana proyek)

disarankan untuk membaca Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang

Jalan ini sehingga pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan hidup bisa tercapai.

Pertimbangan perlunya dilakukan pemutakhiran terhadap Pedoman Umum

Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan tersebut diantaranya karena:

1. Adanya perubahan dan pergantian peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan penyelenggaraan jalan.

2. Adanya perubahan dan pergantian pedoman, prosedur dan manual yang terkait

dengan penyelenggaraan jalan.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Pedoman

Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disampaikan terima kasih.

Jakarta, 2009

Direktur Jenderal Bina Marga

A. Hermanto Dardak

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

ii

PENDAHULUAN

Dalam mengupayakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan agar dapat

dilaksanakan dengan baik dan memenuhi azas pembangunan yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan, perlu disusun Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup

Bidang Jalan

Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan

Hidup Bidang Jalan yang merupakan bagian dari Pedoman Pengelolaan Lingkungan

Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari 4 (empat) pedoman yaitu:

1. Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

2. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

3. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

4. Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tujuan Penyusunan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan adalah

untuk memberikan petunjuk bagi pemrakarsa atau penyelenggara jalan dan semua

pihak yang bertanggung jawab atau pihak terkait penyelenggaraan jalan dalam

memenuhi azas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.

Pedoman umum pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini adalah sebagai salah

satu acuan dalam memahami latar belakang dan perlunya penerapan pengelolaan

lingkungan hidup bidang jalan. Dalam pedoman ini terdapat pemahaman pengelolaan

lingkungan hidup berdasarkan acuan yang berupa undang-undang, peraturan

pemerintah, keputusan menteri, peraturan menteri dan pedoman serta prosedur yang

terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan penjelasan

tentang kebijakan nasional tentang lingkungan hidup, kebijakan dalam

penyelenggaraan jalan dan kebijakan sektoral terkait dengan pengelolaan lingkungan

hidup bidang jalan dan petunjuk secara umum tentang perencanaan, pelaksanaan dan

pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang perlu dilakukan pada

setiap tahapan kegiatan pembangunan jalan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku

Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan berisi tentang

pemahaman perlunya pengelolaan lingkungan hidup dan penerapannya dalam setiap

kegiatan pembangunan jalan yaitu perencanaan, pelaksanaan konstruksi,

pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Untuk itu semua pihak yang terkait dalam

penyelenggaraan jalan (baik pengambil keputusan maupun pelaksana proyek)

disarankan untuk membaca Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang

Jalan ini sehingga pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan hidup bisa tercapai.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

iii

DAFTAR ISI

Prakata Pendahuluan Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel

Halaman i ii iii iv v

1. Ruang Lingkup 2. Acuan Normatif 3. Istilah dan Definisi 4. Penyelenggaraan Jalan

4.1 Pembangunan Jalan 4.2 Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga

1-53 3-53 4-53 7-53 9-53 11-53

5. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 5.1 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5.2 Kebijakan Sektoral yang terkait dengan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Bidang Jalan 5.2.1 Penataan Ruang 5.2.2 Pertanahan 5.2.3 Kehutanan 5.2.4 Pertanian 5.2.5 Energi dan Sumber Daya Mineral 5.2.6 Perhubungan 5.2.7 Sosial 5.2.8 Budaya 5.2.9 Kebijakan Pemerintah Daerah

11-53 11-53 14-53

17-53 17-53 19-53 20-53 20-53 21-53 23-53 24-53 25-53

5.3 Pembangunan Jalan yang berkelanjutan dan berwawasan Lingkungan hidup

25-53

6. Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jala 7. Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

7.1 Perencanaan Umum 7.2 Pra Studi Kelayakan 7.3 Studi Kelayakan

7.3.1 Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup [AMDAL]

7.3.2 Upaya Pengelolaan Lingkungan [UKL] dan Upaya Pemantauan Lingkungan [UPL]

7.3.3 Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkingan Hidup

7.3.4 Audit Lingkungan dan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup

28-53

32-53 32-53 35-53 35-53 36-53

39-53

39-53

40-53

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

iv

7.4 Perencanaan Teknik 7.5 Penyiapan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak yang

Mencantumkan Persyaratan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup

7.6 Perencanaan Pengadaan Tanah

40-53 40-53

41-53

8. Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup 8.1 Kegiatan Pengadaan Tanah 8.2 Pekerjaan Konstruksi Jalan 8.3 Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

42-53 42-53 42-53 43-53

9. Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 9.1 Pemantauan pada Tahap Perencanaan 9.2 Pemantauan pada Tahap Pengadaan Tanah 9.3 Pemantauan pada Tahap Konstruksi 9.4 Pemantauan pada Tahap Pengoperasian dab Pemeliharaan

Jalan 9.5 Evaluasi Kualitas Lingkungan pada Pasca Pembangunan Jalan 9.6 Pelaporan Hasil Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

dan Pemantauan Lingkungan

43-53 44-53 44-53 44-53 45-53

45-53 46-53

10. Institusi Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 10.1 Pemrakarsa Kegiatan Pembangunan Bidang Jalan 10.2 Institusi Terkait

46-53 46-53 47-53

11. Pembiayaan 11.1 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup 11.2 Biaya Pemantauan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

49-53 49-53 50-53

12. Penutup 51-53

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Konsepsi Penyusunan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

1-53

Gambar 4.1 Bagian-Bagian Jalan 9-53 Gambar 5.1 Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Sektor

yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

16-53

Gambar 5.2 Pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup dalam siklus proyek

27-53

Gambar 12.1 Bagan Peran Unit/Penanggung Jawab/Pimpinan Proyek dalm Pengelolaan Lingkungan Proyek Jalan yang berkelanjutan

53-53

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 6.1 Lingkup Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

29-53

Tabel 6.2 Lingkup Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

30-53

Tabel 6.3 Lingkup Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

31-53

Tabel 7.1 Pengelompokan Daerah Sensitif 34-53

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1-53

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1. RUANG LINGKUP

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan. Di samping itu, jalan merupakan prasarana distribusi barang dan jasa sehingga menjadi urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Jalan yang mempunyai peran positif penting tersebut, dalam proses pembangunannya juga dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial.

Salah satu tuntutan dalam pembangunan jalan yaitu azas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Untuk memenuhi tuntutan tersebut antara lain melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam mengupayakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan agar dapat dilaksanakan dengan baik dan memenuhi azas pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, perlu disusun Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan terdiri dari 4 (empat) buku yaitu:

- Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan - Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan - Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan - Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Konsepsi dari penyusunan pedoman tersebut adalah pemahaman perlunya pengelolaan lingkungan hidup dan penerapannya pada setiap tahapan pembangunan jalan sejak tahap perencanaan, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan jalan serta evaluasi pasca pembangunan jalan.

Gambar 1.1. Konsepsi Penyusunan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pemahaman perlunya

Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Penerapan

Pengelolaan

Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Pedoman Umum

Pengelolaan Lingkungan

Hidup Bidang Jalan (Buku 1)

Pedoman Pemantauan

Pengelolaan Lingkungan

Hidup Bidang Jalan (Buku 4)

Pedoman Pelaksanaan

Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (Buku 3)

Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan

Hidup Bidang Jalan (Buku 2)

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2-53

- Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan penjelasan tentang kebijakan nasional tentang lingkungan hidup, kebijakan dalam penyelenggaraan jalan dan kebijakan sektoral terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dan petunjuk secara umum tentang perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang perlu dilakukan pada setiap tahapan kegiatan pembangunan jalan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk tentang penyusunan rencana pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan pada kegiatan perencanaan jalan.

- Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk tentang pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

- Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan memberikan petunjuk tentang pemantauan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang telah dilakukan pada kegiatan perencanaan, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan jalan serta evaluasi pasca pembangunan jalan.

Tujuan

Tujuan Penyusunan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan adalah untuk memberikan petunjuk bagi pemrakarsa atau penyelenggara jalan dan semua pihak yang bertanggung jawab atau pihak terkait penyelenggaraan jalan dalam memenuhi azas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.

Cara Penggunaan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Bagi yang ingin mengetahui dan memahami ketentuan umum tentang pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dapat membaca Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. Sedangkan bagi yang ingin mengetahui dan memahami penerapan dan pelaksanaan (implementasi) kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, maka perlu membaca Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan dan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. Sedangkan bagi yang ingin mengetahui tata cara pemantauan pengelolaan lingkungan pada tahap perencanaan, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan serta evaluasi pasca pembangunan jalan perlu membaca Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Pedoman umum pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini adalah sebagai salah satu acuan dalam memahami latar belakang dan perlunya penerapan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan. Isi dari pedoman ini adalah pemahaman pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan acuan yang berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, peraturan menteri dan pedoman serta prosedur yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

Pedoman ini mencakup:

1. Latar belakang perlunya pengelolaan lingkungan hidup pada pembangunan jalan. 2. Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup bidang Jalan yang berisi peraturan

perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, kebijakan sektor terkait pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dan kebijakan Pemerintah Daerah.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3-53

3. Gambaran umum perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

4. Institusi dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan. 5. Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

2. ACUAN NORMATIF

Acuan dalam penyusunan pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan antara lain adalah:

• Undang-Undang

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang ada Di atasnya

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan

Ruang - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkereta

Apian - Undang-Undang Republik Indonesia No 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan

Angkutan Jalan

• Peraturan Pemerintah

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan

• Peraturan Presiden

- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

• Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri

- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

- Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4-53

- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan

- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 tahun 2007 tentang Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang Tidak Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup

- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2008 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.

• Pedoman

- Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (08/BM/05) - Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(011/PW/04) - Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(012/PW/04) - Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(013/PW/04)

3. ISTILAH DAN DEFINISI

3.1 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

3.2 Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)

Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan.

3.3 Dampak Lingkungan Hidup

Pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.

3.4 Daya Dukung Lingkungan Hidup

Kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antara keduanya.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5-53

3.5 Ekosistem

Tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.

3.6 Habitat

Lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami.

3.7 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Pengelolaan sumber daya alam hayati untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragaman hayati.

3.8 Kawasan

Wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.

3.9 Kawasan Lindung

Kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

3.10 Kawasan Budidaya

Kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber-sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

3.11 Kawasan Hutan

Wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

3.12 Kehutanan

Sistem penyusunan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

3.13 Lingkungan Hidup

Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri,kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

3.14 Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

3.15. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup,serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu

3.16 Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup

Rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

6-53

3.17 Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan Hidup

Upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

3.18 Baku Mutu Lingkungan Hidup

Ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaaanya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

3.19 Pencemaran Lingkungan Hidup

Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

3.20 Penataan Ruang

Proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

3.21 Ruang

Wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

3.22 Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

Upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.23 Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.24 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)

Pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

3.25. Ekoregion

Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air,flora dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup

3.26. Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis,menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan yang berkelanjutan telah menjad dasar dan terintegrasi dalam perencanaan/program dan pelaksanaan pembangunan suatu wilayah

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7-53

4. PENYELENGGARAAN JALAN

Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peran penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan hidup dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.

Penyelenggaraan jalan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan. Penyelenggaraan jalan berdasarkan azas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan.

Secara umum penyelenggaraan jalan meliputi:

a. Pengaturan jalan meliputi:

- Pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; - Perumusan kebijakan perencanaan; - Penyusunan perencanaan umum; - Pengendalian penyelenggaraan jalan.

b. Pembinaan jalan meliputi:

- Penyusunan dan penetapan norma, standar, kriteria dan pedoman pembinaan jalan;

- Pelayanan dan pemberdayaan sumber daya manusia; - Penelitian dan pengembangan jalan;

c. Pembangunan jalan meliputi:

- Pemrograman dan penganggaran; - Perencanaan teknis; - Pengadaan tanah; - Pelaksanaan konstruksi; - Pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

d. Pengawasan jalan meliputi:

- Kegiatan evaluasi dan pengkajian pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan jalan;

- Pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan; - Pemenuhan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.

Petunjuk pelaksanaan mengenai Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan.

Dalam kaitan penyelenggaraan jalan dengan pengelolaan lingkungan hidup, maka pengaturan (khususnya perumusan kebijakan perencanaan dan penyusunan perencanaan umum) serta pembangunan jalan merupakan kegiatan yang menjadi lingkup kajian pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

Dalam memahami penyelenggaraan jalan perlu mengetahui bagian-bagian jalan, seperti berikut ini:

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

8-53

1) Ruang manfaat jalan (RUMAJA) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan. RUMAJA meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamanan jalan.

- Badan jalan untuk pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan; - Saluran tepi jalan untuk menampung dan menyalurkan air agar badan jalan terbebas dari pengaruh air;

- Ambang pengamanan jalan adalah bidang tanah atau bangunan pengaman jalan antara tepi badan jalan dan batas ruang manfaat jalan.

2) Ruang milik jalan (RUMIJA) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh

lebar, kedalaman dan tinggi tertentu. RUMIJA terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah di luar ruang manfaat jalan. Sejalur tanah tersebut diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan.

Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut:

- Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter; - Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter; - Jalan sedang 15 (lima belas) meter; - Jalan kecil 11 (sebelas) meter.

3) Ruang pengawasan jalan (RUWASJA) merupakan ruang di luar RUMIJA yang penggunaannya di bawah pengawasan penyelenggara jalan. RUWASJA diperuntukkan bagi pemandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan dan pengamanan fungsi jalan.

Lebar ruang pengawasan jalan ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit ukurannya sebagai berikut:

- Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter; - Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter; - Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter; - Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter; - Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter; - Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter; - Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter;

- Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; - Jembatan 100 (seratus) meter.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

9-53

Bagian-bagian jalan digambarkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Bagian-Bagian Jalan

4.1 Pembangunan Jalan

Pembangunan jalan merupakan bagian dari penyelenggaraan jalan yang meliputi kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

a. Pemrograman dan Penganggaran 1) Pemrograman penanganan jaringan jalan merupakan penyusunan rencana

kegiatan penanganan ruas jalan yang menjadi tanggung jawab penyelenggara jalan sesuai kewenangannya. Kegiatannya mencakup: • Penetapan rencana kinerja yang akan dicapai serta biaya yang diperlukan • Program pemeliharaan jalan, program peningkatan jalan dan program pembangunan jalan baru

2) Penganggaran dalam rangka pelaksanaan program penanganan jaringan jalan mencakup kegiatan pengalokasian dana yang diperlukan untuk mewujudkan sasaran program.

b. Perencanaan Teknis

Perencanaan teknis merupakan kegiatan penyusunan dokumen rencana teknis yang berisi gambaran pembangunan jalan yang ingin diwujudkan. Perencanaan teknis dilakukan secara optimal dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup. Kegiatan perencanaan teknis mencakup perencanaan teknis jalan, jembatan dan terowongan.

1) Perencanaan Teknis Jalan

Perencanaan teknis jalan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan teknis:

- Ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik jalan (RUMIJA) dan ruang pengawasan jalan (RUWASJA)

- Dimensi jalan - Muatan sumbu terberat, volume lalu lintas dan kapasitas - Persyaratan geometrik jalan

a a b b

c c

d d

x

5 m

1.5 m

= Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) = Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja)

= Ruang Milik Jalan (Rumija) = Bangunan

a = Jalur Lalu Lintas b = Bahu Jalan c = Saluran Tepi

d = Ambang Pengaman

x = b-a-b Badan Jalan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

10-53

- Konstruksi jalan - Konstruksi bangunan pelengkap - Perlengkapan jalan - Ruang bebas - Kelestarian lingkungan hidup, serta - Wajib memperhitungkan kebutuhan fasilitas pejalan kaki dan panyandang cacat.

2) Perencanaan Teknis Jembatan

Perencanaan teknis jembatan harus memenuhi ketentuan teknis beban rencana dan ruang bebas bawah jembatan (ketentuan ruang bebas untuk lalu lintas dan angkutan yang melewatinya).

3) Dokumen Rencana Teknis

Penyusunan dokumen rencana teknis dibuat sesuai dengan Keputusan Menteri.

c. Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah diperlukan untuk konstruksi jalan baru, pelebaran jalan atau perbaikan alinyemen. Apabila konstruksi jalan umum berada di atas hak atas tanah orang maka perlu dilakukan pembebasan dengan cara pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d. Pelaksanaan Konstruksi Jalan

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan didasarkan atas rencana teknis jalan dan dilakukan setelah pengadaan tanah selesai dilaksanakan. Selama pelaksanaan konstruksi jalan maka penyelenggara jalan wajib menjaga kelancaran dan keselamatan lalu lintas, serta fungsi bangunan utilitas.

e. Pengoperasian dan Pemeliharaan

1) Pengoperasian Jalan

Pengoperasian jalan adalah kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas jalan. Untuk menjamin keselamatan pengguna jalan maka perlu dilengkapi dengan perlengkapan jalan.

Jalan umum dioperasikan setelah ditetapkan memenuhi persyaratan laik fungsi jalan umum secara teknis dan administratif. Kelaikan fungsi jalan umum secara teknis bila memenuhi persyaratan:

• Teknis struktur perkerasan jalan • Teknis struktur bangunan pelengkap jalan • Teknis geometri jalan • Teknis pemanfaatan bagian-bagian jalan • Teknis penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas • Teknis perlengkapan jalan

Kelaikan fungsi jalan umum secara administratif apabila memenuhi persyaratan:

• Administrasi perlengkapan jalan, status jalan, kelas jalan, kepemilikan tanah ruang milik jalan, leger jalan dan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL)

2) Pemeliharaan Jalan Pemeliharaan jalan meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan rehabilitasi yang dilaksanakan berdasarkan rencana pemeliharaan jalan. Pelaksanaan pemeliharaan jalan harus memperhatikan keselamatan pengguna jalan.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

11-53

4.2 Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga

Direktorat Jenderal Bina Marga sebagai penyelenggara jalan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Pekerjaan Umum dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis bidang jalan.

Dalam rencana strategik Direktorat Jenderal Bina Marga telah disusun visi dan misi dalam mewujudkan penyelenggaraan sistem jaringan jalan.

a. Visi Visi Direktorat Jenderal Bina Marga sebagai penyelenggara jalan adalah: Terwujudnya sistem penyelenggaraan jaringan jalan yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan untuk mendukung tercapainya Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokrasi serta lebih sejahtera.

b. Misi

1) Memenuhi kebutuhan infrastruktur jalan untuk mendukung pengembangan wilayah dan kelancaran distribusi barang dan jasa;

2) Mendorong berkembangnya industri konstruksi yang kompetitif; 3) Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam

pembangunan infrastruktur jalan; 4) Mengembangkan teknologi yang tepat guna dan kompetitif serta meningkatkan

keandalan mutu infrastruktur jalan; 5) Menerapkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan terpadu

dengan prinsip ”good governance” serta mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang profesional.

c. Tujuan

1) Terselenggaranya jaringan jalan nasional yang handal dan terhubung secara sinergis mendukung tercapainya Indonesia yang aman dan damai;

2) Membuka peluang keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) termasuk pemerintah daerah, mitra kerja dan masyarakat dalam penyelenggaraan jalan mendukung tercapainya Indonesia yang adil dan demokratis;

3) Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas barang dan jasa dari pusat-pusat produksi ke daerah pemasaran mendukung tercapainya Indonesia yang lebih sejahtera.

Dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan tersebut diperlukan peran masyarakat. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan termuat dalam ketentuan-ketentuan penyelenggaraan jalan yaitu dalam penyusunan program, penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Peran masyarakat dapat berupa pemberian usulan, saran, informasi atau melakukan langsung.

5. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5.1 Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

12-53

Kebijakan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan bertujuan : a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup b. Menjamin keselamatan,kesehatan, dan kehidupan manusia c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup e. Mencapai keserasian,keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup. f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan masa depan g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian

dari hak asasi manusia h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana i. Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan j. Mengantisipasi isu lingkungan global

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat dan pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.

Untuk itu berdasarkan UU No 32 tahun 2009, dalam perencanaan pembangunan harus disiapkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan:

• Inventarisasi lingkungan hidup, dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi potensi dan ketersediaan,jenis yang dimanfaatkan, bentuk penguasaan, pengetahuan pengelolaan,bentuk kerusakan dan konflik serta penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.

• Penetapan wilayah ekoregion berdasarkan inventarisasi seperti tersebut diatas, dan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.

• Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota. RPPLH memuat rencana tentang pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam; pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; pengendalian,pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

RPPLH terdiri atas RRPLH Nasional, RPPLH Propinsi dan RPPLH Kabupaten/Kota. RPPLH Nasional disusun berdasarkan inventarisasi nasional.RPPLH Propinsi disusun berdasarkan RPPLH nasional, inventarisasi tingkat pulau/kepulauan dan inventarisasi tingkat ekoregion. RPPLH Kabupaten/Kota disusun berdasarkan RPPLH Propinsi, inventarisasi tingkat pulau/kepulauan dan inventarisasi tingkat ekoregion.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

13-53

RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah. Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. Dalam hal RPPLH belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota.

Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Kerusakan atau kepunahan salah satu sumber daya alam akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi. Sedangkan pemulihan kembali ke keadaan semula tidak mungkin lagi. Oleh karena itu pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.

Salah satu instrumen untuk pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan adalah Kajian Lingkungan Hidup Srategis (KLHS). Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam rencana dan/atau program pembangunan suatu wilayah. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS kedalam penyusunan atau evaluasi : Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional,provinsi dan kabupaten/kota (UU No 32 tahun 2009)

Tindakan yang tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan kerugian pada orang lain, kerusakan pada sumber daya alam dan lingkungan hidup diwajibkan membayar ganti rugi atau ancaman dengan tindakan pidana, dimana ketentuannya diatur dalam Bab XV Ketentuan Pidana, Undang-Undang No 32 tahun 2009.

Beberapa peraturan yang menjelaskan tentang tanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup antara lain:

- Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara antara lain menjelaskan bahwa: setiap orang atau penanggung jawab kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran udara dan biaya pemulihannya atau diancam pidana.

- Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 48/MENLH/XI/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan antara lain menjelaskan bahwa setiap penanggung jawab kegiatan wajib mentaati baku tingkat kebisingan, memasang alat pencegah kebisingan dan melaporkan hasil pemantauan tingkat kebisingan.

- Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 49/MENLH/XI/ 1996 tentang Baku Tingkat Getaran antara lain menjelaskan bahwa setiap penanggung jawab kegiatan wajib mentaati baku tingkat getaran, memasang alat pencegah getaran dan melaporkan hasil pemantauan tingkat getaran.

- Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air antara lain menjelaskan setiap orang yang melakukan kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

14-53

Kegiatan pembangunan di berbagai sektor yang semakin meningkat mengandung resiko pencemaran dan perusakan struktur dan fungsi pelestarian lingkungan hidup. Demikian juga halnya kegiatan pembangunan jalan berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, diantaranya bangkitan lalu lintas, perubahan bentang lahan, pencemaran udara, meningkatnya kebisingan, getaran, emisi gas dari kendaraan dan dampak terhadap sosial ekonomi budaya.

Dalam rangka menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup maka:

- Setiap kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;

- Setiap kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup;

- Setiap penanggung jawab kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil kegiatan;

- Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup wajib memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 tahun 2007 tentang Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang Tidak Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Tuntutan pelestarian fungsi kualitas lingkungan hidup pada pembangunan jalan berimplikasi setiap kegiatannya harus berlandaskan asas pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Hal ini sudah tergambarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan antara lain:

- Sistem jaringan jalan disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk mengembangkan semua wilayah ditingkat nasional dengan menghubungkan semua pusat simpul;

- Persyaratan teknis jalan harus memenuhi ketentuan, keamanan, keselamatan dan lingkungan;

- Perencanaan teknis jalan harus dilakukan secara optimal dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup

- Suatu ruas jalan umum dinyatakan laik fungsi secara administratif apabila memenuhi persyaratan administrasi perlengkapan jalan, status jalan, kelas jalan, kepemilikan tanah ruang milik jalan, leger jalan dan dokumen analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

Dengan demikian maka lingkungan hidup harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang sesuai, selaras dan seimbang untuk menunjang pembangunan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu lingkungan hidup generasi masa kini dan generasi masa depan, sehingga tujuan pengelolaan lingkungan hidup dapat terwujud.

5.2 Kebijakan Sektoral yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Kebijakan sektoral yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan meliputi peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh sektor terkait dan peraturan daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut digunakan sebagai acuan kerja dan rambu-rambu hukum serta kekuatan hukum dalam mendukung penyelenggaraan jalan.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

15-53

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, menjelaskan bahwa: Penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayaan dan keberhasilgunaan serta kebersamaan dan kemitraan.

Asas keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam penyelenggaraan jalan perlu diimplementasikan secara baik terutama apabila terkait dengan sektor lain yang mempunyai kebijakan yang perlu diperhatikan/ditaati.

Lingkup peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan disajikan pada gambar 5.1.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

16-53

Gambar 5.1. Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Sektor yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

1. Jalan1. Jalan1. Jalan1. Jalan

- Undang-Undang

RI

nomor 38 tahun

2004 tentang

Jalan

- Peraturan

Pemerintah

RI nomor 34

tahun

2006 tentang

Jalan

- PP RI No.15

tahun 2005

tentang Jalan

Tol

- Kepmen PU No.

10/PRT/M/2008

tentang Jenis

Usaha

2222. . . . Linkungan HidupLinkungan HidupLinkungan HidupLinkungan Hidup

- Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

- Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

- PP Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan Hidup

- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun

2006 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib

3333. . . . Tata Tata Tata Tata RuangRuangRuangRuang

- Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan

Ruang

4. Pertanahan4. Pertanahan4. Pertanahan4. Pertanahan

- Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok Agraria

- Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan

Hak- Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di Atasnya

- Peraturan Presiden RI Nomor 36 tahun 2005 tentang

Pengadaan tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk

Kepentingan Umum

- Peraturan Presiden RI Nomor 65 tahun 2006 tentang

Perubahan Peraturan Presiden nomor 36 tentang Pengadaan

Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

5. Kehutanan5. Kehutanan5. Kehutanan5. Kehutanan

- Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan - Permen Menteri Kehutanan No. P-14/Menhut-II/2006 tentang Pedoman

Pinjam Pakai Kawasan Hutan

9999. . . . SosialSosialSosialSosial

- Keppres RI No. 111 tahun 1999 ttg Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil

7. 7. 7. 7. PerhubunganPerhubunganPerhubunganPerhubungan

- Undang-undang RI No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas

Angkutan Jalan

- Undang-Undang RI No 23 tahun 2007 tentang Perkereta Apian

- Peraturan Pemerintah RI No 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan

8. Pertambangan dan Energi8. Pertambangan dan Energi8. Pertambangan dan Energi8. Pertambangan dan Energi

- Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01-

P/47/MPE/1992 tentang Jalur Bebas Minimum antar Penghantar

SUTT/SUTET dengan Tanah atau Benda Lain

- Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.300/K.38.M

6666. . . . PertanianPertanianPertanianPertanian

- Instruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 2007 tentang

Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Lahan Gambut di

Kalteng dan

10. Kebudayaan10. Kebudayaan10. Kebudayaan10. Kebudayaan

- Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya

- Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang

11. Kebijakan Daerah11. Kebijakan Daerah11. Kebijakan Daerah11. Kebijakan Daerah

- Peraturan Daerah (Propinsi, Kabupaten, Kota)

- Keputusan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota)

12. Peraturan Terkait Lainnya12. Peraturan Terkait Lainnya12. Peraturan Terkait Lainnya12. Peraturan Terkait Lainnya

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

17-53

5.2.1 Penataan Ruang

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian penataan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Penyelenggaraan jalan erat kaitannya dengan penataan ruang terutama pada tahap perencanaan jalan dalam menentukan rute jalan atau koridor jalan yang akan dibangun. Hal tersebut dijelaskan pada Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan pada pasal 6 bahwa: Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan pedesaan.

Dalam merencanakan suatu pembangunan jalan, maka perlu memperhatikan penataan ruang berdasarkan sistem (sistem wilayah dan internal perkotaan), fungsi utama kawasan (kawasan lindung dan kawasan budidaya), wilayah administratif (wilayah nasional, wilayah propinsi, wilayah kabupaten/kota), kegiatan kawasan (kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan) dan nilai strategis kawasan (kawasan strategis nasional, provinsi, kabupaten/kota).

Apabila suatu rencana pembangunan jalan akan memanfaatkan atau melalui daerah-daerah yang penataan ruangnya sudah ditetapkan dalam Tata Ruang Wilayah oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah, maka harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan antara lain:

a. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;

c. Memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan

d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

5.2.2 Pertanahan

Pada umumnya pembangunan jalan baru, pelebaran jalan dan perubahan alinyemen akan memerlukan tanah. Untuk memenuhi kebutuhan tanah tersebut, maka perlu dilakukan pengadaan tanah. Pengadaan tanah dilakukan sebelum pelaksanaan konstruksi jalan dimulai.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan, pada paragraf 4 Pengadaan Tanah, pasal 90 menjelaskan bahwa:

(1) Jalan umum dibangun di atas tanah yang dikuasai oleh negara; (2) Dalam hal pelaksanaan konstruksi jalan umum di atas hak atas tanah orang,

pelaksanaan konstruksi jalan umum dilakukan dengan cara pengadaan tanah; (3) Pengadaan tanah diperlukan untuk konstruksi jalan baru, pelebaran jalan atau

perbaikan alinyemen; (4) Pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

18-53

Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah. Penyelenggaraan pengadaan tanah diatur dalam:

- Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

- Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005.

Dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan jalan, maka harus mengikuti aturan yang telah ditentukan mulai dari permohonan rencana pembangunan jalan, permohonan penetapan lokasi hingga tata cara pengadaan tanah.

Ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan antara lain:

a) Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum (termasuk Jalan) oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara:

- Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau - Pencabutan hak atas tanah.

b) Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum (termasuk jalan) hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

c) Pengadaan tanah dilakukan melalui musyawarah dalam rangka memperoleh kesepakatan mengenai:

- Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut - Bentuk dan besarnya ganti rugi

Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang terkait dengan tanah dengan instansi yang memerlukan tanah.

d) Pengadaan tanah dapat dilakukan dengan cara ganti rugi kepada yang berhak atas ganti rugi yaitu: pemegang hak atas tanah, nadzir bagi harta benda wakaf, pemegang hak milik atau pemegang hak pengelolaan. Ganti rugi dapat dibayarkan terhadap hak atas tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Bentuk ganti rugi dapat berupa:

- Uang; dan/atau - Tanah pengganti; dan/atau - Pemukiman kembali; dan/atau - Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud tersebut;

- Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

e) Untuk pengadaan tanah yang luasnya lebih dari 1 (satu) hektar, maka perlu dibentuk Panitia Pengadaan Tanah, sedangkan untuk pengadaan tanah yang

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

19-53

luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar, dapat dilaksanakan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati.

f) Nilai harga tanah akan ditentukan oleh tim penilai harga tanah yang dibentuk oleh Panitia Pengadaan Tanah berdasarkan NJOP atau nilai nyata sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan dan dapat berpedoman pada variabel-variabel yang berlaku.

g) Pelaksanaan pembangunan fisik jalan dapat dimulai setelah penyerahan/pengesahan hak atas bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada di atas tanah yang telah diganti rugi.

5.2.3 Kehutanan

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem pada komponen lahan yang di dalamnya terdapat sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pohon-pohon dalam kesatuan alam yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat cenderung menurun kondisinya. Oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara lestari.

Peraturan perundang-undangan sektor kehutanan yang menjadi acuan dan terkait dengan pembangunan bidang jalan di kawasan hutan adalah:

- Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan - Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

- Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang Kehutanan antara lain menjelaskan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Pemanfaatan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung;

b. Penggunaan kawasan hutan di luar kegiatan kehutanan dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan;

c. Pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan atas dasar persetujuan Menteri; d. Pinjam pakai kawasan hutan hanya dapat dilakukan untuk kepentingan strategis atau kepentingan umum terbatas di luar sektor kehutanan tanpa mengubah status, fungsi dan peruntukan kawasan hutan;

e. Pinjam pakai kawasan hutan dapat berbentuk pinjam pakai tanpa kompensasi atau pinjam pakai dengan kompensasi;

f. Izin pinjam pakai kawasan hutan berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang dapat diperpanjang setiap 5 (lima) tahun sesuai masa berlakunya izin kegiatan. Permohonan perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan harus diajukan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya izin, diajukan kepada Kepala Balai Planologi Kehutanan dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Kehutanan;

g. Apabila kegiatan pembangunan jalan mengakibatkan kerusakan hutan, maka wajib dilakukan reklamasi dan rehabilitasi sesuai pola yang ditetapkan Pemerintah.

h. Apabila kegiatan pembangunan jalan mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah, maka wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi yang diatur oleh Peraturan Pemerintah;

i. Apabila jalan sudah terbangun lebih dahulu dari pada penetapan atau pengukuhan kawasan hutan, maka harus tetap dimintakan perijinan penggunaan kawasan hutan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

20-53

kepada Departemen Kehutanan. Demikian juga apabila pengelola jalan akan melakukan kegiatan pemeliharaan atau peningkatan jalan, maka berkewajiban memberitahukan rencana kegiatan kepada pihak otoritas kawasan hutan. Hal ini berkaitan dengan upaya-upaya konservasi yang harus dilakukan oleh pengelola jalan;

j. Kegiatan peningkatan atau pembangunan jalan harus mampu menjaga keberadaan, kelestarian dan keutuhan kawasan hutan dari berbagai kerawanan yang mungkin terjadi diantaranya perambahan, penebangan liar maupun kebakaran hutan.

5.2.4 Pertanian

Salah satu keterkaitan penyelenggaraan jalan dengan sektor pertanian adalah adanya kebijakan pemerintah tentang perencanaan 15 juta hektar lahan pertanian lestari dan Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 2 tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah.

- Pemerintah merencanakan persiapan 15 juta hektar lahan untuk pertanian pangan lestari di seluruh wilayah Indonesia guna menekan kerawanan pangan nasional. Lahan pertanian yang dipersiapkan adalah untuk lahan padi dan tanaman pangan lainnya seperti jagung dan sagu. Lahan lestari tersebut tidak boleh dialihfungsikan dan kalau terpaksa harus beralihfungsi, maka lahan itu harus diganti dengan pencetakan lahan baru dengan luas sekurang-kurangnya dua kali luas lahan yang dipakai.

- Instruksi Presiden nomor 02 tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan diantaranya mengatur program konservasi kawasan hutan gambut, hutan gelam, konservasi hidrologi, konservasi flora dan fauna, konservasi hutan krangas, konservasi ekosistem air hitam, konservasi hutan mangrove, kebakaran hutan dan reboisasi.

Berkaitan dengan kebijakan tersebut maka pembangunan jalan terutama dalam perencanaan jaringan jalan perlu memperhatikan kebijakan tersebut, sehingga tidak menimbulkan masalah lingkungan hidup.

5.2.5 Energi dan Sumber Daya Mineral

Dalam sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah seringkali dijumpai rute jalan atau koridor jalan bersimpangan dengan jaringan utilitas diantaranya jaringan pipa penyalur minyak dan gas bumi dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).

Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pipa penyalur minyak dan gas bumi dan Saluran Udara Tegangan Tinggi dan Ekstra Tinggi diatur berdasarkan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

a. Terkait dengan kegiatan pipa penyalur minyak dan gas bumi

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor 300 K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi mengatur antara lain mengenai jarak bebas minimum dan perlintasan dengan penyalur pipa minyak dan gas.

b. Terkait dengan saluran udara tegangan tinggi (SUTT atau SUTET)

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

21-53

Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi nomor 01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) untuk Penyaluran Tenaga Listrik.

Dalam rangka pengamanan dan pemeliharaan SUTT dan SUTET telah diatur tentang keterkaitan dengan pembangunan jalan antara lain yaitu: pembuatan jalan, pembangunan saluran udara transmisi energi listrik dan penyelenggaraan kegiatan lainnya yang berada dibawah, menyilang ataupun sejajar dengan SUTT atau SUTET harus memperhatikan jarak bebas minimum yang ditetapkan.

c. Terkait dengan penambangan bahan galian golongan C

Kegiatan penambangan bahan galian golongan C merupakan salah satu kegiatan yang terkait dengan pembangunan jalan dalam pemenuhan bahan material untuk pelaksanaan konstruksi jalan. Bahan galian golongan C adalah bahan galian golongan C yang berupa tanah urug, pasir, sirtu, tras dan batu apung.

Ketentuan-ketentuan tentang penambangan galian golongan C antara lain:

a) Apabila kegiatan penambangan bahan galian golongan C kapasitasnya > 250.000 m3 per tahun dan atau jumlah material penutup yang dipindahkan > 1.000.000 ton, maka berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2007 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Lingkungan Hidup, kegiatan penambangan galian C wajib dilengkapi dengan AMDAL;

b) Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep 43/MENLH/10/1996 tentang Kriteria Kerusakan LIngkungan bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C di Daratan, maka pembinaan teknis penambangannya dilakukan oleh Menteri Pertambangan dan Energi yang telah berubah menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;

c) Ijin penambangan bahan galian golongan C ketentuannya berdasarkan RTRW setempat dan ketentuan yang tercantum dalam keputusan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) atau instansi penanggung jawab penambangan bahan galian golongan C.

5.2.6 Perhubungan

Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara. Pentingya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan keluar negeri. Di samping itu transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil – hasilnya. Menyadari peranan transportasi, maka Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus ditata dalam satu sistem Transportasi Nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan perlu dilakukan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas daya jangkau dan pelayanannya kepada masyarakat dengan memperhatikan sebesar-besar kepentingan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

22-53

umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, koordinasi antar wewenang pusat dan daerah serta antar instansi, ketertiban masyarakat dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus dalam rangka mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu.

Dalam mewujudkan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan seperti tersebut diatas diperlukan kerjasama dengan Departemen Perhubungan sebagai departemen pembina penyelenggaraan lalulintas dan angkutan jalan dengan Departemen Pekerjaan Umum sebagai departemen yang bertanggung jawab dalam pembangunan sarana transportasi dan pembangunan jaringan transportasi/jalan. Seperti juga dalam pembangunan jaringan transportasinya yang berwawasan lingkungan, penyelenggaraan lalulintas dan angkutan jalannya pun juga memperhatikan aspek pelestarian lingkungan. Beberapa peraturan yang mengatur penyelenggaraan lalu lintas jalan yang berkesinambungan, berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspek keselamatan pengguna jalan adalah

� Undang-Undang No 22 tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan � Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Jalan � Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Jalan dan Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. Dalam UU No. 22 tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan juga mekanisme pencegahan dampak lingkungan akibat penyelenggaraan lalu lintas jalan sbb :

� Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan;

� Setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan/atau pengemudi kendaraan

bermotor, wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang diakibatkan oleh peoperasian kendaraannya;

Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan disebutkan :

‘Pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek- aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan lalu lintas harus ditujukan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas. Di samping itu, dalam melakukan pembinaan lalu lintas jalan juga harus diperhatikan aspek kepentingan umum atau masyarakat pemakai jalan, kelestarian lingkungan, tata ruang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan internasional serta koordinasi antar wewenang pembinaan lalu lintas jalan di tingkat pusat dan daerah serta antar instansi, sektor dan unsur terkait lain- nya. Di samping itu, untuk dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penggunaan dan pemanfaatan jalan, diperlukan pula adanya ketentuan-ketentuan bagi Pemerintah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas dan juga dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan di seluruh jaringan jalan primer dan sekunder yang ada di tanah air

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

23-53

baik yang merupakan Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota, maupun Jalan Desa.

Untuk kepentingan baik pemerintah maupun masyarakat, maka dalam peraturan pemerintah ini diatur ketentuan-ketentuan mengenai prasarana lalu lintas dan angkutan jalan yang meliputi antara lain kelas jalan, jaringan lintas angkutan barang, terminal penumpang dan barang fasilitas pejalan kaki, fasilits penyeberangan orang, fasilitas parkir, rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, dan lain sebagainya di mana kesemuanya itu merupakan unsur penting dalam menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna serta dalam rangka memberikan perlindungan keselamatan, keamanan, kemudahan serta kenyamanan bagi para pemakai jalan.

Disebutkan dalam Permen tersebut Pasal 14 tentang Penetapan Jaringan Trayek dan Pasal 15 tentang Penetapan Jaringan Lintas harus selalu mempertimbangkan beberapa hal salah satu di antaranya adalah pertimbangan kelestarian lingkungan’.

Dalam sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan sekunder yang mengacu pada tata ruang wilayah seringkali rute atau koridor jalan berlintasan dengan jalur kereta api. Jalur kereta api meliputi daerah manfaat jalan kereta api, daerah milik jalan kereta api dan daerah pengawasan jalan kereta api termasuk bagian bawahnya serta ruang bebas atasnya yang diperuntukan bagi lalu lintas kereta api.

Ketentuan tentang pembangunan jalan terkait dengan jalur kereta api mengacu pada:

- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkereta Apian - Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 tahun 2000 tentang Jalur Kereta Api

- Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 53 tahun 2000 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain.

Ketentuan tentang pembangunan jalan terkait dengan jalur kereta api antara lain yaitu:

a. Apabila pembangunan jalan terdapat perlintasan dengan jalur kereta api, maka harus mendapatkan izin yang diberikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat;

b. Perpotongan antara jalur kereta api dengan jalan di buat tidak sebidang; c. Pengecualian terhadap ketentuan tersebut dapat dilakukan dengan tetap menjamin

keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan; d. Pembangunan jalan yang berlintasan atau bersinggungan dengan jalur kereta api

harus dilaksanakan dengan ketentuan untuk kepentingan umum dan tidak membahayakan perjalanan kereta api;

e. Pembangunan, pengoperasian, perawatan dan keselamatan perpotongan antar jalur kereta api dan jalan menjadi tanggung jawab pemegang izin.

5.2.7 Sosial

Kegiatan pembangunan jalan seringkali menimbulkan dampak terhadap aspek sosial, antara lain terhadap kondisi sosial komunitas rentan. Komunitas rentan adalah kelompok sosial yang mencakup masyarakat adat termasuk komunitas adat terpencil dan kelompok fakir miskin yang sangat potensial mengalami dampak dari pembangunan jalan.

Apabila suatu ruas jalan melintasi atau berdekatan dengan pemukiman komunitas adat maka perlu diperhatikan keberadaan komunitas adat tersebut. Kebijakan yang

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

24-53

mengatur komunitas adat terpencil adalah Keputusan Presiden nomor 111 tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil.

- Komunitas adat terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal, terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan sosial, ekonomi maupun politik di samping itu juga dicirikan antara lain oleh lokasinya yang terpencil dan sulit dijangkau.

Ciri-ciri komunitas adat terpencil adalah:

- Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen; - Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan; - Secara geografis terpencil dan relatif sulit dijangkau; - Pada umumnya masih hidup secara subsisten; - Peralatan teknologinya sederhana; - Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik.

Potensi dampak sosial akibat pembangunan jalan dapat terjadi apabila dalam tahap perencanaan tidak memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Terutama pada saat penentuan rute atau koridor jalan yang melalui daerah komunitas rentan. Untuk mencegah atau menghindari dampak sosial terhadap komunitas rentan di antaranya pada saat pemilihan rute atau koridor jalan diupayakan tidak melalui atau mendekati daerah komunitas rentan. Apabila rencana rute atau koridor jalan berada pada radius kurang dari 10 (sepuluh) kilometer dari permukiman komunitas rentan, maka perlu melakukan konsultasi dengan masyarakat dan instansi terkait. Dari hasil konsultasi tersebut menjadi acuan utama untuk menetapkan rute atau koridor jalan yang akan dibangun, serta untuk menangani dampak negatif sosial.

5.2.8 Budaya

Salah satu aspek kebudayaan yang perlu diperhatikan dalam pembangunan bidang jalan adalah kawasan cagar budaya yaitu kawasan yang merupakan lokasi budaya berupa bangunan yang bernilai tinggi dan situs purbakala. Kebijakan tentang benda cagar budaya diatur dalam:

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1993 tentang Benda Cagar Budaya.

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang R.I nomor 5 tahun 1993.

- Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 062/U/1995 tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan dan Penghapusan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs.

- Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 063/U/1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Cagar Budaya.

- Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 064/U/1995 tentang Penelitian dan Penetapan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut dan terkait dengan pembangunan jalan, maka hal yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Untuk kepentingan perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya, maka dilarang merusak benda cagar budaya, situs dan lingkungannya. Kegiatan yang termasuk dapat merusak benda cagar budaya, situs dan lingkungan adalah kegiatan:

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

25-53

- Mengurangi, merambah, mengubah, memindahkan dan mencemari benda cagar budaya.

- Mengurangi, mencemari dan/atau mengubah fungsi cagar budaya.

b. Dalam rencana pembangunan jalan sebaiknya rute jalan atau koridor jalan tidak melalui daerah yang termasuk cagar budaya, situs dan lingkungannya. Apabila suatu rencana rute jalan atau koridor jalan akan melalui daerah cagar budaya, situs dan lingkungannya, maka perlu melakukan koordinasi, konsultasi dan wajib melaporkan terlebih dahulu kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang kebudayaan secara tertulis dan dilengkapi dengan studi AMDAL. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya dampak negatif terhadap aspek budaya.

5.2.9 Kebijakan Pemerintah Daerah

Keberadaan peraturan daerah (PERDA) dan keputusan kepala daerah terkait perencanaan jalan maupun pelaksanaan konstruksi jalan perlu diperhatikan dan menjadi acuan dalam pembangunan jalan maupun pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan. Berbagai peraturan daerah diterbitkan oleh pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota berkaitan dengan pembangunan jalan dan pengelolaan lingkungan hidup, antara lain:

- Penetapan dan pelaksanaan KLHS tingkat propinsi/kabupaten/kota - Penetapan dan pelaksanaan kebijakan RRPLH propinsi/kabupaten/kota - Peraturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). - Peraturan daerah mengenai sumber material (quarry) galian C. - Peraturan daerah mengenai penetapan lokasi pembuangan material sisa (disposal

area). - Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota mengenai jenis kegiatan yang wajib

dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. - Peraturan daerah mengenai penetapan baku mutu kualitas air permukaan. - Peraturan daerah mengenai keharusan menggunakan jasa laboratorium

lingkungan di daerah yang terakreditasi dalam pengukuran kualitas lingkungan hidup.

- Peraturan daerah mengenai status lingkungan hidup daerah. - Penerbitan ijin lingkungan pada tingkat propinsi/kabupaten/kota

- Dan kebijakan daerah lainnya.

5.3 Pembangunan Jalan yang Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan Hidup

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan aspek lingkungan hidup,sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup merupakan tujuan dari asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Penyelenggara jalan mempunyai visi terwujudnya sistem penyelenggaraan jaringan jalan yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan untuk mendukung tercapainya Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis serta sejahtera.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

26-53

Dalam mewujudkan visi tersebut, tidak terlepas dari tuntutan pelestarian lingkungan hidup yang membawa implikasi perlunya pengembangan teknologi ramah lingkungan, konservasi, penerapan tata ruang secara konsisten, penerapan teknologi tepat guna, sederhana dan mutakhir, serta keterlibatan masyarakat.

Berbagai kebijakan pemerintah dan pedoman di bidang kebinamargaan dan lingkungan hidup serta kebijakan sektor terkait menjadi acuan kerja dan rambu-rambu serta kekuatan hukum dalam mendukung pelaksanaan pembangunan bidang jalan demi tercapainya azas pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.

Prinsip dasar kebijakan tersebut adalah menerapkan pertimbangan lingkungan hidup dalam siklus pembangunan bidang jalan (siklus proyek) pada setiap tahap kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan jalan serta evaluasi pembangunan jalan.

Dengan menerapkan pertimbangan lingkungan sebagai upaya pengelolaan lingkungan pada setiap tahapan kegiatan tersebut maka pembangunan bidang jalan telah menerapkan prinsip dasar pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Penerapan pertimbangan lingkungan dalam pembangunan bidang jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat digambarkan dalam gambar 5.2.

Dari siklus tersebut dapat dilihat kapan seharusnya masing-masing tahapan studi lingkungan seharusnya dilaksanakan. Apabila tahapan studi dalam siklus ini diikuti/dilaksanakan sebagaimana mestinya maka studi lingkungan tidak akan menjadi hambatan untuk tahapan kegiatan selanjutnya. Persetujuan AMDAL atau UKL/UPL tidak akan menghambat dimulainya pelaksanaan konstruksi sekaligus pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat tercapai.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

27-53

Gambar 5.2. Pembangunan Jalan yang Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan Hidup dalam Siklus Proyek

- RPJM (Rencana Program Jangka Menengah) - Rencana Pengembangan Wilayah - RTRW - Tata guna lahan

PERENCANAAN UMUM

PENYARINGAN LINGKUNGAN AWAL/ INFORMASI ASPEK LINGKUNGAN

PRASTUDI KELAYAKAN

PENYARINGAN LINGKUNGAN / PELINGKUPAN

STUDI KELAYAKAN

AMDAL ATAU UKL/UPL

PERENCANAAN TEKNIS

INTEGRASI REKOMENDASI RKL/RPL

PRA-KONSTRUKSI

PROSES/IMPLEMENTASI/PEMANTAPAN

PENGADAAN TANAH [LARAP]

PASCA KONSTRUKSI (O&M)

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN & PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

EVALUASI PASCA PROYEK

EVALUASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN & PEMANTAUAN LINGKUNGAN

- Rencana Umum Jaringan Jalan - Koridor Jalan - Data Teknis, LH & Ekonomi

- Studi Kelayakan - Amdal. UKL/UPL - Data Teknis, LH & Ekonomi

- Pra study kelayakan - Survey lapangan - Data teknis (LH & Ekonomi)

-

- DED (Detail Engineering Design) - Survey sosial - Data kepemilikan tanah - Opsi kompensasi

Dokumen kontrak (ketentuan umum, gambar rencana, spesifikasi umum , spesifikasi khusus, Bill Of Quantity) RKL/UKL-RPL/UPL, SOP

- As build drawing - RKL/UKL-RPL/UPL - SOP

- Benefit & manfaat - Pelaksanaan RKL/UKL-RPL/UPL - Audit lingkungan

KONSTRUKSI

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN & PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

28-53

6. ASPEK PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dalam setiap kegiatan pembangunan jalan mulai tahap perencanaan (perencanaan umum, pra studi kelayakan, studi kelayakan dan perencanaan teknis), tahap pengadaan tanah, tahap pelaksanaan konstruksi, tahap pengoperasian dan pemeliharaan jalan serta tahap evaluasi pasca kegiatan pembangunan jalan. Pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan mencakup juga kegiatan pemantauan terhadap komponen kegiatan dan komponen lingkungan hidup yang berpotensi terkena dampak.

a. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tujuan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah:

1) Mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan dampak positif pembangunan jalan terhadap lingkungan hidup

2) Turut mewujudkan tata kepemerintahan yang baik dibidang pengelolaan lingkungan hidup (good environmental governance) dalam penyelenggaraan jalan.

3) Meningkatkan kepatuhan penyelenggaraan jalan dalam menjaga kualitas fungsi lingkungan hidup

4) Meningkatkan kapasitas penyelenggara jalan dalam melaksanakan penyelenggaraan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.

b. Sasaran Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Sasaran pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan mencakup:

1) Terintegrasinya dan diterapkannya pertimbangan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan jalan.

2) Terwujudnya prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dibidang pengelolaan lingkungan hidup (good enveronmental governance) dalam penyelenggaraan jalan.

3) Meningkatnya kepatuhan penyelenggara jalan dalam menjaga kualitas fungsi lingkungan hidup.

4) Meningkatnya kapasitas penyelenggara jalan dalam penyelenggaraan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.

c. Target Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Target pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah tercapainya pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup melalui program dan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang terukur pada jangka menengah dan jangka panjang.

d. Lingkup Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif, maka penggelolaan lingkungan akan didasarkan pada kegiatan sebagai sumber dampak dan komponen linggkungan hidup yang terkena dampak. Komponen kegiatan mencakup kegiatan pembangunan jalan termasuk pengadaan tanah. Komponen lingkungan hidup mencakup komponen fisik kimia (kualitas udara, kebisingan, getaran, kualitas air, tanah, bentang lahan, topografi, geologi, hidrologi), komponen biologi (flora, fauna dan biota air), sosial

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

29-53

ekonomi budaya (keresahan, aset, mata pencaharian, utilitas, mobilitas penduduk, lalu lintas, budaya, kesehatan masyarakat dan kenyamanan dan lain-lain).

Ruang lingkup pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan sesuai dengan tahapan kegiatan mencakup:

1) Perencanaan jalan

- Perencanaan umum - Pra studi kelayakan - Studi kelayakan - Perencanaan teknis

2) Pembangunan jalan

- Pengadaan tanah - Pelaksanaan konstruksi jalan - Pengoperasian dan pemeliharaan jalan

3) Evaluasi pasca pembangunan jalan

- Evaluasi dan pengkajian hasil pembangunan jalan

Pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan mencakup kegiatan perencanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dan pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

- Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah kegiatan merencanakan dan menentukan upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan pembangunan bidang jalan;

- Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah suatu kegiatan yang menerapkan atau melaksanakan upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang telah direncanakan atau direkomendasikan pada tahap perencanaan untuk tahap pelaksanaan pembangunan jalan;

- Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah kegiatan pemantauan dan evaluasi atas segala upaya-upaya yang sedang dilakukan atau telah dilakukan sejak perencanaan hingga pelaksanaan pembangunan jalan. Hasil dari pemantauan menjadi bahan evaluasi terhadap kegiatan pembangunan jalan.

Gambaran umum lingkup kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan disajikan pada tabel 6.1, tabel 6.2 dan tabel 6.3.

Lokasi pengelolaan lingkungan hidup mencakup lokasi tapak proyek jalan, sumber material beserta jalur pengangkutan material dan base camp (lokasi kantor proyek, bengkel, barak pekerja, stockpile, lokasi penyimpanan dan pengoperasian alat berat dan lain-lain).

Tabel 6.1. Lingkup Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No. Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. Perencanaan Umum Jaringan Jalan

- Pertimbangan lokasi rute atau koridor terhadap:

• Tata ruang • Daerah sensitif • Konsultasi masyarakat

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

30-53

No. Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2. Pra Studi Kelayakan - Penyaringan jenis studi lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL) dan pelingkupan isu lingkungan.

3. Studi Kelayakan - Penyusunan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

4. Perencanaan Teknis - Penerapan atau Penjabaran Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dalam desain teknis.

5. Perencanaan Pengadaan Tanah - Penyusunan Studi Analisis Dampak Sosial (ANDAS) dan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARAP)

Catatan: Penyusunan dokumen lingkungan sesuai hasil penyaringan (AMDAL atau UKL-

UPL) wajib dilakukan.

Penyusunan dokumen sosial baik akibat pengadaan tanah maupun akibat

melintasi daerah komunitas rentan (komunitas adat dan/atau fakir miskin)

sangat disarankan agar pembangunan jalan dapat diterima dan didukung oleh komunitas setempat.

Tabel 6.2. Lingkup Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No. Kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. Pengadaan Tanah - Menerapkan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali dalam Pelaksanaan Pembebasan Tanah

2. Konstruksi Jalan

a. Persiapan Konstruksi

a1. Mobilisasi tenaga kerja

a2. Mobilisasi peralatan berat

a3. Pembuatan jalan masuk/akses

a4. Pembangunan base camp

- Menerapkan Prosedur Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Tahap Konstruksi

- Melaksanakan rekomendasi RKL atau UKL yang telah dan yang belum dijabarkan (jika ada) dalam detail desain

b. Pelaksanaan Konstruksi

b1. Di lokasi proyek

1) Pembersihan lahan

2) Pekerjaan tanah

3) Pekerjaan drainase

- Menerapkan Prosedur Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Tahap Konstruksi

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

31-53

4) Pekerjaan konstruksi badan jalan

5) Pekerjaan jembatan

6) Penghijauan dan pertamanan

7) Pemasangan perlengkapan jalan

8) Penanganan sisa pembersihan lahan dan sisa pekerjaan konstruksi

- Melaksanakan rekomendasi RKL atau UKL yang telah dan yang belum dijabarkan (jika ada) dalam detail desain

b2. Lokasi sumber material

1) Pengambilan material bangunan dari quarry

2) Pengangkutan material bangunan

- Menerapkan Prosedur Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Tahap Konstruksi

- Melaksanakan rekomendasi RKL atau UKL yang telah dan yang belum dijabarkan (jika ada) dalam detail desain

b3. Lokasi base camp

- Pengoperasian base camp

- Menerapkan Prosedur Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Tahap Konstruksi

- Melaksanakan rekomendasi RKL atau UKL yang telah dan yang belum dijabarkan (jika ada) dalam detail desain

3. Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

a. Pengoperasian jalan - Menerapkan Pedoman, Prosedur dan Manual Pengelolaan Lingkungan Hidup

b. Pemeliharaan jalan - Melaksanakan rekomendasi RKL atau UKL yang telah dan yang belum dijabarkan (jika ada) dalam detail desain

Tabel 6.3. Lingkup Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

No. Kegiatan Pemantauan Lingkungan Hidup

1. Perencanaan Jalan - Memantau perencanaan pengelolaan lingkungan yang telah dimasukkan dalam perencanaan umum, pra studi kelayakan, studi kelayakan dan rencana teknis

2. Pengadaan Tanah - Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan pada saat pelaksanaan pengadaan tanah

3. Konstruksi Jalan - Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan pada saat kegiatan konstruksi jalan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

32-53

- Memantau kondisi lingkungan dengan cara membandingkan baku mutu lingkungan hidup yang berlaku

4. Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

- Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan pada saat pengoperasian dan pemenliharaan jalan

- Memantau kondisi lingkungan dengan cara membandingkan baku mutu lingkungan hidup yang berlaku

5. Evaluasi Pasca Pembangunan Jalan

- Memantau status kualitas lingkungan

Secara umum studi lingkungan pada tahap pra konstruksi/perencanaan perlu sudah dilaksanakan dengan baik, meskipun waktu pelaksanaannya terkadang tidak sesuai dengan tahapan seperti yang digambarkan pada gambar 5.2. Sayangnya terkadang hasil studi tersebut hanya berhenti sampai pada tahap studi/rencana, dan tidak diaplikasikan dalam pengelolaan lingkungan dalam tahap konstruksi maupun operasional. Beberapa kendala yang menyebabkan hal ini antara lain adalah: hasil studinya sendiri tidak bisa diintegrasikan dalam desain/pelaksanaan konstruksi; kendala lainnya adalah tidak ada satu klausul pun dalam dokumen lelang/dokumen kontrak menyinggung masalah bagaimana pengelolaan lingkungan seharusnya dilaksanakan dalam pekerjaan konstruksi dan juga menyangkut masalah pembiayaannya, sehingga dalam pelaksanaan konstruksinya sendiri tidak ada kekuatan hukum yang mengikat kontraktor untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan dampak lingkungan.

Monitoring pelaksanaan pengelolaan lingkungan selama proses konstruksi dan operasional juga masih sangat lemah pelaksanaannya.

Uraian secara umum mengenai perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan lingkungan hidup bidang jalan disajikan pada butir berikut.

7. PERENCANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kegiatan pada tahap perencanaan merupakan awal kegiatan pembangunan jalan dalam siklus proyek yang meliputi perencanaan umum, pra studi kelayakan, studi kelayakan dan perencanaan teknis.

7.1 Perencanaan Umum

Perencanaan umum jaringan jalan adalah kumpulan rencana ruas-ruas jalan beserta besaran pencapaian sasaran kinerja pelayanan jalan tertentu untuk jangka panjang dan jangka menengah. Rencana umum jaringan jalan disusun berdasarkan rencana pembangunan nasional, rencana tata ruang dan rencana umum jaringan transportasi. Dalam perencanaan umum jaringan jalan perlu memperhatikan aspek lingkungan hidup, diantaranya dengan cara menghindari daerah-daerah yang dianggap sensitif yaitu kawasan lindung dan kawasan tertentu yang tergolong sensitif mengalami perubahan atau dampak lingkungan. Hal tersebut diperlukan dalam rangka mencegah

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

33-53

dampak lingkungan yang akan terjadi pada saat pelaksanaan konstruksi, pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan. Di samping itu juga perlu dilakukan konsultasi masyarakat sebagai bahan pertimbangan penentuan rute atau koridor jalan.

a. Kesesuaian dengan Tata Ruang

Dalam pemilihan rute jalan atau koridor jalan perlu memperhatikan dan menyesuaikan dengan tata ruang wilayah (RTRW) nasional, provinsi, kabupaten dan kota yang telah ditetapkan. Seperti yang telah diuraikan di atas penyusunan RTRW harus sudah mengacu pada KLHS nasional, propinsi, kabupaten/kota (UU No 32 tahun 2009).

b. Memperhatikan daerah sensitif (sensitive area)

Pemilihan rute jalan atau koridor jalan perlu memperhatikan daerah sensitif: kawasan lindung dan kawasan tertentu di luar kawasan lindung. Karena karakteristiknya yang khas/spesifik, maka dampak negatif yang akan timbul oleh suatu kegiatan di daerah sensitif potensinya lebih besar dibandingkan di daerah yang bukan sensitif. Bila kegiatan pembangunan jalan melalui daerah sensitif, maka harus memenuhi ketentuan perizinan yang diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang termasuk daerah sensitif yaitu kawasan lindung dan kawasan tertentu di luar kawasan lindung.

Kawasan Lindung mencakup:

1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya yaitu: kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air;

2. Kawasan perlindungan setempat yaitu: sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;

3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya yaitu: kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

4. Kawasan rawan bencana alam yaitu: kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir;

5. Kawasan lindung lainnya yaitu: taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan terumbu karang.

Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Daerah Sensitif di Luar Kawasan Lindung mencakup:

1. Daerah komunitas rentan, mencakup komunitas adat termasuk Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Kelompok Fakir Miskin

2. Daerah berlereng curam (kemiringan lereng > 40%) 3. Daerah rawan banjir 4. Kawasan komersial 5. Kawasan permukiman 6. Lahan produktif 7. Kawasan sekolah

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

34-53

8. Kawasan rumah sakit 9. Perpotongan jalan dengan jalur kereta api 10. Kawasan perbatasan negara

Sumber: IMES 2008

Berdasarkan pertimbangan kesamaan karakteristik biogeofisik dan sosialnya dan tujuan perlindungannya, daerah sensitif dikelompokkan dalam 7 (tujuh) kelompok yang dapat dilihat pada tabel 7.1. Secara rinci kriteria (ciri-ciri) daerah sensitif dan tujuan perlindungannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 7.1 Pengelompokkan Daerah Sensitif

Kelompok Daerah Sensitif Jenis Daerah Sensitif

1. Kawasan Hutan

1. Cagar Alam

2. Suaka Margasatwa

3. Daerah Pengungsian Satwa

4. Taman Nasional

5. Taman Hutan Raya

6. Taman Wisata Alam

7. Taman Buru

8. Hutan Lindung

2. Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

1. Lahan Basah

2. Kawasan Resapan Air

3. Sempadan Sungai

4. Sempadan Pantai 5. Kawasan Sekitar Danau/Waduk

6. Kawasan Sekitar Mata Air

7. Pantai Berhutan Bakau

8. Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya

3. Kawasan Rawan Bencana Alam 1. Kawasan Rawan Bencana Alam

2. Daerah Berlereng Curam

4. Kawasan Cagar Budaya

1. Cagar Budaya dan Bangunan Monumental

2. Areal/Tempat Dilindungi

5. Daerah Komunitas Rentan

1. Komunitas Adat, termasuk Komunitas Adat Terpencil (KAT)

2. Kelompok Fakir Miskin

6. Kawasan Komersial, Permukiman dan Lahan Produktif

1. Kawasan Komersial

2. Kawasan Permukiman

3. Lahan Produktif

7. Kawasan Khusus

1. Kawasan Sekolah

2. Kawasan Rumah Sakit

3. Perpotongan Jalan dengan Jalur Kereta Api

4. Kawasan Perbatasan Negara Sumber: IMES 2008

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

35-53

c. Konsultasi Masyarakat

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan, masyarakat dapat ikut berperan dalam pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan.

Konsultasi masyarakat merupakan suatu forum keterlibatan masyarakat dalam proses penyelenggaraan jalan. Pada saat pemilihan alternatif rute rencana pembangunan jalan perlu dilakukan konsultasi dengan masyarakat untuk menampung pendapat, usulan, saran dan tanggapan sebagai bahan pertimbangan untuk pemilihan rencana rute jalan.

Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan berbagai metode dan dengan berbagai pemangku kepentingan antara lain yang mewakili golongan/kelompok masyarakat yang terkena proyek, mewakili instansi, lembaga swadaya masyarakat, mewakili kelompok profesi, dan mewakili instansi pemerintah daerah.

7.2 Pra Studi Kelayakan

Kegiatan pada tahap ini adalah penentuan alternatif koridor jalan, rute jalan (alinyemen) termasuk menganalisis kelayakan (sementara) tiap alternatif koridor tersebut berdasarkan pertimbangan teknis, ekonomi, finansial dan lingkungan hidup. Penerapan aspek lingkungan hidup pada tahap ini adalah penyaringan jenis studi lingkungan (environmental screening) dan pelingkupan isu lingkungan yang perlu dikaji dalam studi lingkungan.

a. Penyaringan Jenis Studi Lingkungan

Studi lingkungan untuk suatu rencana kegiatan merupakan salah satu usaha pengelolaan lingkungan hidup. Studi lingkungan diperlukan dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi potensi dampak yang ditimbulkan kegiatan pembangunan jalan.

Pada tahap perencanaan umum diperlukan penyaringan jenis studi lingkungan berdasarkan pertimbangan kriteria dampak penting, peraturan tentang jenis kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL atau wajib dilengkapi UKL-UPL. Hasil dari penyaringan ini adalah jenis kajian studi lingkungan yang harus dilaksanakan untuk suatu rencana kegiatan apakah itu AMDAL, UKL/UPL atau SOP/wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Studi kajian lingkungan tersebut akan dilakukan pada tahap studi kelayakan/Perencanaan.

b. Pelingkupan Isu Lingkungan

Pelingkupan isu lingkungan merupakan kajian awal lingkungan hidup yang berupa penentuan pelingkupan dampak potensial berdasarkan identifikasi dampak, evaluasi dan klasifikasi dampak serta prioritas dampak penting. Hasil pelingkupan ini selanjutnya merupakan bahan penyusunan Kerangka Acuan ANDAL.

Hasil kajian awal lingkungan ini juga merupakan bagian dari laporan pra studi kelayakan.

7.3 Studi Kelayakan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

36-53

Kegiatan utama studi kelayakan dalam rencana pembangunan bidang jalan mencakup analisis kelayakan teknis, kelayakan finansial dan ekonomi serta kelayakan lingkungan.

Analisis kelayakan lingkungan dilaksanakan melalui studi lingkungan hidup yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup merupakan bagian dari studi kelayakan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan penetapan kelayakan lingkungan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Pernyataan layak lingkungan hidup suatu rencana pembangunan bidang jalan harus dinyatakan dalam dokumen AMDAL atau UKL-UPL sebagai kesimpulan dari hasil studi lingkungan. Menteri, gubernur, bupati/walikota akan menerbitkan izin lingkungan bagi suatu rencana usaha/kegiatan yang sudah mendapatkan penetapan kelayakan Lingkungan (Pasal 36 Undang-undang No. 32 tahun 2009). Di samping itu pemrakarsa rencana pembangunan bidang jalan juga wajib memberikan pernyataan akan melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup.

7.3.1 Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan kegiatan. Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan. Oleh karena itu dalam dokumen AMDAL seyogyanya sudah mengantisipasi potensi-potensi dampak lingkungan yang penanganannya perlu dimasukkan/diintegrasikan dalam desain jalan, termasuk juga sudah mengantisipasi diperlukannya ’perlengkapan jalan’ untuk keselamatan pemakai jalan. AMDAL disiapkan oleh pemrakarsa atau penanggung jawab kegiatan.

Pemrakarsa kegiatan menyusun dokumen konsep AMDAL (Dokumen Kerangka Acuan, Analisis Dampak Lingkungan Hidup, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) kemudian diajukan kepada Komisi Penilai di tingkat pusat atau di tingkat daerah. Selanjutnya dokumen konsep AMDAL dinilai oleh Komisi Penilai dan berdasarkan hasil penilaian akan diterbitkan kesepakatan untuk Kerangka Acuan dan keputusan kelayakan lingkungan hidup terhadap kegiatan yang direncanakan tersebut. Menteri, gubernur, bupati/walikota akan menerbitkan izin lingkungan bagi suatu rencana usaha/kegiatan yang sudah mendapatkan penetapan kelayakan lingkungan

a. Penyusunan AMDAL

Tata cara penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 08 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Dalam Pedoman tersebut diatur tata cara penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL), penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

37-53

Hal penting dalam proses penyusunan AMDAL adalah keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi kepada masyarakat yang terkait dengan rencana pembangunan jalan. Prosedur pelaksanaan keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi berdasarkan keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL. Dalam proses ini masyarakat menyampaikan aspirasi, keluhan dan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat, serta usulan penjelasan masalah dari masyarakat yang berkepentingan untuk memperoleh keputusan yang terbaik.

b. Penilaian Dokumen AMDAL

Tata cara penilaian AMDAL diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Komisi Penilai AMDAL di tingkat pusat dibentuk oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, di tingkat Provinsi oleh Gubernur, di tingkat Kabupaten oleh Bupati dan ditingkat Kota oleh Walikota. Komisi Penilai mempunyai fungsi memberikan masukan dan dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan kesepakatan kerangka acuan dan kelayakan lingkungan hidup atas rencana kegiatan. Komisi penilai dibantu oleh tim teknis dan sekretariat Komisi Penilai.

Penilaian Dokumen AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL) dilakukan oleh Komisi Penilai AMDAL, dengan ketentuan sebagai berikut:

- Rencana kegiatan pembangunan jalan yang melintasi lebih dari satu wilayah provinsi, dan untuk kegiatan yang bersifat strategis di wilayah sengketa dengan negara lain, di wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil laut dari pantai ke laut lepas dan/atau di lintas batas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain, dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL Pusat (di Kementerian Negara Lingkungan Hidup/KLH);

- Rencana kegiatan pembangunan jalan yang melintasi lebih dari satu kabupaten atau kota, dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL Provinsi (di Bapedalda/BPLHD/Dinas Lingkungan Hidup Provinsi);

- Rencana kegiatan pembangunan jalan yang berlokasi dalam wilayah satu kabupaten atau kota dan yang bersifat strategis yaitu pembangunan jalan tol dengan skala semua besaran, dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL Kabupaten atau Kota (di Bapedalda/ BPLHD/ Dinas Lingkungan Hidup kabupaten atau kota).

Penilaian dokumen AMDAL dilakukan dalam bentuk rapat dengan cara mempresentasikan atau memaparkan konsep dokumen tersebut dihadapan komisi Penilai oleh Pemrakarsa dan Konsultan yang membantu menyusun dokumen AMDAL. Semua saran, pendapat dan tanggapan para anggota komisi penilai yang disampaikan saat rapat presentasi wajib segera ditanggapi oleh pemrakarsa dalam rangka penyempurnaan dokumen AMDAL.

Hasil dari penilaian Kerangka Acuan (ANDAL) adalah Keputusan Kesepakatan Kerangka Acuan (KA – ANDAL) yang ketentuannya adalah:

- Keputusan kesepakatan Kerangka Acuan akan diterbitkan oleh ketua Komisi Penilai berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai;

- Keputusan atas penilaian konsep Kerangka Acuan diterbitkan dalam jangka waktu selambat - lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya konsep Kerangka Acuan;

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

38-53

- Apabila melebihi jangka waktu tersebut, maka Kerangka Acuan dianggap telah disepakati.

Hasil dari penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah berupa Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dengan ketentuan sebagai berikut:

- Keputusan kelayakan lingkungan hidup terhadap rencana kegiatan akan diterbitkan oleh:

a. Menteri Negara Lingkungan Hidup di tingkat pusat;

b. Gubernur bagi dokumen yang dinilai oleh komisi penilai provinsi;

c. Bupati bagi dokumen yang dinilai oleh komisi penilai kabupaten;

d. Walikota bagi dokumen yang dinilai oleh komisi penilai kota.

- Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu kegiatan atas penilaian ANDAL, RKL dan RPL akan diterbitkan dalam jangka waktu selambat – lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya konsep dokumen ANDAL, RKL dan RPL.

- Apabila dalam jangka waktu tersebut belum diterbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup, maka rencana kegiatan dimaksud dianggap telah layak lingkungan hidup.

- Keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa apabila:

- Rencana kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut. Bila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa, maka untuk melaksanakan kegiatan tersebut pemrakarsa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan ANDAL, RKL, RPL kepada instansi yang bertanggung jawab.

- Keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang AMDAL apabila:

- Pemrakarsa memindahkan lokasi kegiatan;

- Pemrakarsa mengubah desain, kapasitas, bahan baku dan bahan penunjang;

- Terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau akibat lain sebelum melaksanakan kegiatan.

Bila pemrakarsa akan melaksanakan kegiatan, maka pemrakarsa wajib membuat AMDAL baru sesuai ketentutan yang berlaku.

Menteri, gubernur, bupati/walikota akan menerbitkan izin lingkungan bagi suatu rencana usaha/kegiatan yang sudah mendapatkan penetapan kelayakan lingkungan. Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila:

- persyaratan yang diajukan mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dokumen,data dan informasi

- penerbitannya tidak memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan atau rekomendasi UKL/UPL

- kewajiban yang tercantum dalam dokumen AMDAL dan UKL/UPL tidak dilaksanakan oleh penanggungjawab kegiatan

Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha/kegiatan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

39-53

Apabila studi AMDAL dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam siklus pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (gambar 5.2) maka tidak akan menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembangunan jalan tahap berikutnya.

7.3.2 Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)

Rencana kegiatan pembangunan bidang jalan yang tidak wajib dilengkapi dengan AMDAL, dan/atau memenuhi kriteria Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2008 maka wajib dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Tata cara penyusunan dokumen UKL dan UPL diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.

UKL dan UPL bukan bagian dari AMDAL namun mempunyai tujuan yang sama yaitu mencegah, mengurangi atau menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari kegiatan terhadap lingkungan hidup. Agar dapat diintegrasikan dalam desain jalan,maka UKL/UPL seyogyanya juga sudah mengantisipasi dampak lingkungan yang dalam pengelolaannya perlu dimasukkan dalam desain, termasuk perlengkapan jalan untuk keselamatan pemakai jalan. Agar tidak menghambat pelaksanaan konstruksi, sebaiknya studi dilakukan pada tahap studi kelayakan atau perencanaan umum.

a. Penyusunan UKL-UPL

Penyusunan dokumen UKL dan UPL didasarkan pada hasil identifikasi kegiatan, rona lingkungan dan dampak lingkungan hidup. Pada penyusunan dokumen UKL dan UPL tidak diperlukan analisis atau kajian mendalam. Data dan informasi yang digunakan sebagian besar berupa data sekunder dilengkapi dengan data primer hasil survai sesuai dengan kebutuhan.

Pelaksanaan UKL dan UPL pembangunan jalan berada langsung di bawah pembinaan instansi yang membidangi pembangunan jalan di tingkat pusat yaitu Departemen Pekerjaan Umum cq. Direktorat Jenderal Bina Marga atau di tingkat daerah yaitu Dinas yang bersangkutan.

b. Rekomendasi Dokumen UKL-UPL

Dokumen UKL dan UPL perlu mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup di tingkat pusat (KLH) maupun tingkat daerah (Bapedalda/BPLHD/Dinas LH Provinsi, Kabupaten atau Kota).

c. Izin Lingkungan

Berdasarkan rekomendasi tersebut menteri,gubernur, bupati/walikota akan menerbitkan izin lingkungan bagi suatu rencana usaha/kegiatan.

7.3.3. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup

Setiap rencana usaha/kegiatan yang tidak termasuk dalam kategori berdampak penting, tidak wasjib dilengkapi UKL/UPL atau kegiatan usaha kecil dan mikro wajib

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

40-53

membuat Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.

7.3.4. Audit Lingkungan dan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sehubungan ketentuan peralihan yang tercantum pada Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009, pasal 121 (ayat 1 dan 2) maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

• Dalam waktu 2 tahun sejak berlakunya Undang-undang tersebut (3 Oktober 2009), apabila terdapat kegiatan pembangunan jalan yang sedang dan telah dilaksanakan namun tidak memiliki dokumen AMDAL maka wajib dilakukan Audit Lingkungan terhadap kegiatan tersebut.

• Dalam waktu 2 tahun sejak berlakunya Undang-undang tersebut (3 Oktober 2009), apabila terdapat kegiatan pembangunan jalan yang sedang dan telah dilaksanakan namun tidak memiliki dokumen UKL/UPL maka wajib membuat Dokumen Pengelolan Lingkungan Hidup.

7.4 Perencanaan Teknis

Perencanaan teknis merupakan kegiatan penyusunan dokumen desain jalan yang berisi gambaran pembangunan jalan yang ingin diwujudkan. Perencanaan teknis dilakukan secara optimal dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup.

Kegiatan pada tahap perencanaan teknis antara lain adalah:

- Penetapan trase atau rute jalan secara definitif berdasarkan pertimbangan kelayakan teknis, kelayakan ekonomis dan finansial, dan kelayakan lingkungan;

- Pembuatan gambar rencana teknis rinci jalan, jembatan dan bangunan pelengkapnya berdasarkan standar, pedoman teknis maupun manual yang berlaku;

- Perhitungan pembiayaan konstruksi jalan, jembatan dan bangunan pelengkapnya; - Penyusunan dokumen lelang dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi.

Penerapan pertimbangan lingkungan yang diperlukan pada tahap ini adalah penjabaran Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) terhadap perencanaan teknis, dalam bentuk gambar teknis maupun program-program sosialisasi atau koordinasi dengan instansi terkait (terutama pengelola utilitas, infrastruktur, fasilitas umum yang terpengaruh rencana konstruksi jalan). Persyaratan teknis jalan harus memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan dan lingkungan.

Untuk keperluan perencanaan teknis, maka konsultan perencanaan teknis harus memahami isi Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) atau isi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dari pembangunan jalan tersebut. Sebaiknya anggota tim konsultan perencanaan teknis dilengkapi dengan tenaga ahli lingkungan hidup.

7.5 Penyiapan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak yang Mencantumkan Persyaratan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

41-53

Berdasarkan Undang-Undang nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan kerja, keteknikan, keamanan dan kesehatan perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Agar pekerjaan konstruksi jalan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, maka persyaratan pengelolaan lingkungan hidup yang telah diuraikan dalam dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL harus dijadikan acuan dalam dokumen lelang dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi jalan, termasuk besarnya biaya pengelolaan lingkungan hidup yang diperlukan.

Bagi kegiatan pembangunan jalan yang tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL atau dokumen UKL-UPL maka perlu memasukkan Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Tahap Konstruksi dalam dokumen lelang dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi jalan.

Tahapan ini seringkali tidak/belum dilakukan, sehingga menjadi titik lemah dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan selama konstruksi, karena biaya yang dibutuhkan dalam mengelola dampak lingkungan belum dimasukkan dalam dokumen kontrak.

7.6 Perencanaan Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah untuk lokasi pembangunan jalan merupakan salah satu kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif penting terhadap kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkena pembebasan tanah. Seringkali pekerjaan konstruksi jalan terhambat bahkan tidak dapat dilaksanakan karena pengadaan tanah berlarut-larut. Untuk mencegah dan mengurangi dampak sosial ekonomi budaya masyarakat, maka perlu dilakukan kajian sosial ekonomi budaya yang obyektif dan akurat. Hal tersebut dilakukan dalam rangka penyusunan rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali (LARAP). Penyusunan rencana pengadaan tanah dan permukiman kembali dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terinci tentang penduduk yang terkena dampak pengadaan tanah, jenis dan besaran kerugian yang mungkin terjadi. Tujuannya adalah untuk menyusun rencana tindak dalam penanganan dampaknya, terutama dalam upaya pemulihan dan peningkatan sosial ekonomi penduduk yang terkena dampak. Dalam proses penyusunan LARAP diperlukan konsultasi masyarakat untuk mendapatkan informasi, saran, pendapat, harapan dan kesepakatan yang akan menjadi acuan dalam proses pengadaan tanah yang akan dilaksanakan.

Berbeda dengan penyiapan dokumen AMDAL atau UKL/UPL yang sifatnya wajib untuk disiapkan/dibuat untuk mendapatkan rekomendasi kelayakan lingkungan suatu rencana kegiatan, dan keharusannyapun diatur oleh Undang-Undang/Peraturan Pemerintah/Peraturan Menteri, maka penyiapan dokumen LARAP dalam pengadaan lahan sifatnya adalah himbauan/anjuran. Tidak ada peraturan yang mengharuskan pembuatannya/penyusunannya, yang ada adalah peraturan bagaimana pengadaan tanah tersebut dilaksanakan. Studi analisis dampak sosial (yang menghasilkan rekomendasi berupa dokumen LARAP) merupakan kajian lanjutan yang lebih mendalam dari kajian aspek sosial dalam dokumen AMDAL/UKL-UPL. Pelaksanaan studinya bisa dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan studi AMDAL/UKL-UPL.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

42-53

8. PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah pelaksanaan atau implementasi kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan hidup pada tahap pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dilaksanakan berdasarkan arahan dan rekomendasi yang telah diuraikan dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) yang telah disusun.

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan pada pembangunan jalan terutama dilakukan pada kegiatan-kegiatan sebagai sumber dampak terhadap lingkungan dan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak.

8.1 Kegiatan Pengadaan Tanah

Salah satu kegiatan pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak sosial adalah pengadaan tanah sebelum pelaksanaan konstruksi jalan. Dampak sosial yang mungkin terjadi di antaranya keresahan masyarakat, hilangnya mata pencaharian dan pendapatan, kegiatan usaha, berubahnya aset dan terganggunya kegiatan sosial akibat pembebasan tanah dan atau pemukiman kembali.

Pelaksanaan pengadaan tanah ketentuannya mengacu pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2006, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan sebagaimana yang diubah dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006.

Pada tahap ini, kegiatan pengadaan tanah dilaksanakan berdasarkan pada rencana pengadaan tanah (LARAP) yang telah disusun pada tahap sebelumnya. Pengalaman menunjukkan bahwa LARAP sangat bermanfaat sebagai acuan dalam melaksanakan pembebasan tanah untuk pembangunan jalan.

8.2 Pekerjaan Konstruksi Jalan

Kegiatan pada tahap konstruksi meliputi pekerjaan pembersihan lahan (land clearing), pekerjaan tanah (earth work) yang mencakup galian dan timbunan (cut and fill), pekerjaan drainase (drainage), pekerjaan jembatan, pekerjaan badan jalan, pemasangan perlengkapan jalan, penghijauan dan pertamanan serta penanganan sisa pembersihan lahan dan sisa konstruksi jalan.

Dampak-dampak lingkungan yang perlu dikelola pada tahap konstruksi jalan secara umum adalah:

a. Di lokasi kegiatan pembangunan jalan.

1) Persiapan konstruksi

a) Penanganan dampak akibat mobilisasi tenaga kerja b) Penanganan dampak akibat mobilisasi peralatan berat c) Penanganan dampak akibat pembuatan jalan masuk/jalan akses d) Penanganan dampak akibat pembangunan base camp

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

43-53

2) Pelaksanaan konstruksi

a) Penanganan dampak akibat pembersihan lahan b) Penanganan dampak akibat pekerjaan tanah c) Penanganan dampak akibat pekerjaan drainase d) Penanganan dampak akibat pekerjaan badan jalan e) Penanganan dampak akibat pekerjaan jembatan f) Penghijauan dan pertamanan g) Penanganan dampak akibat pemasangan perlengkapan jalan h) Penanganan dampak akibat sisa pembersihan lahan dan sisa pekerjaan

konstruksi

b. Di lokasi quarry dan jalur angkutan material

1) Penanganan dampak akibat pengambilan material bangunan di quarry 2) Penanganan dampak akibat pengangkutan material bangunan

c. Di lokasi basecamp Penanganan dampak akibat pengoperasian base camp.

Pemantapan RKL atau UKL mungkin diperlukan apabila terjadi perubahan atau revisi desain saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

8.3 Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

Kegiatan pada tahap ini adalah pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan agar dapat dimanfaatkan sesuai standar pelayanan yang diinginkan pemrakarsa dan pengguna jalan.

Dampak negatif yang terjadi terhadap lingkungan dan perlu dikelola pada saat pengoperasian jalan terutama adalah pencemaran udara, kebisingan, timbulnya getaran, terganggunya stabilitas tanah, terjadinya genangan air, resiko kecelakaan lalu lintas dan perubahan penggunaan lahan. Sedangkan dampak positif berupa meningkatnya pelayanan jalan perlu terus dikelola agar dapat ditingkatkan.

Lingkup pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap ini yang mencakup kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan jalan adalah:

a. Penanganan dampak akibat pengoperasian jalan

1) Penanganan dampak menurunnya kualitas udara 2) Penanganan dampak meningkatnya kebisingan 3) Penanganan dampak meningkatnya getaran 4) Penanganan dampak berubahnya penggunaan lahan 5) Penanganan dampak terhadap genangan atau banjir

b. Penanganan dampak akibat pemeliharaan jalan

1) Penanganan dampak terhadap gangguan lalu lintas

9. PEMANTAUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah kegiatan memantau kegiatan pembangunan jalan sejak perencanaan hingga pelaksanaan pengelolaan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

44-53

lingkungan hidup. Lingkup kegiatannya adalah mencakup kegiatan pemantauan terhadap komponen kegiatan yang dianggap menimbulkan dampak lingkungan dan komponen (parameter) lingkungan yang dianggap terkena dampak dan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan hingga pelaksanaan pembangunan jalan.

Pelaksanaan pemantauan lingkungan hidup bertujuan untuk:

- Mengidentifikasi kesesuaian pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang dilakukan dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup;

- Menilai dan mengevaluasi tingkat keberhasilan pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan.

Untuk memudahkan pengawasan dan evaluasi hasil pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL), maka perlu dibuat laporan pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) sesuai keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 45 tahun 2005. Maksud dari penyusunan laporan tersebut adalah:

- Memberikan kemudahan kepada pemrakarsa dalam membuat laporan pelaksanaan RKL dan RPL;

- Memberikan kemudahan kepada instansi terkait dalam pengawasan pelaksanaan RKL dan RPL;

- Memanfaatkan data hasil pemantauan lingkungan dalam menerapkan sistem pengelolaan lingkungan berdasarkan prinsip perbaikan yang menerus (continual improvement).

9.1 Pemantauan pada Tahap Perencanaan

Pemantauan pada tahap perencanaan mencakup pemantauan terhadap kegiatan perencanaan umum, pra studi kelayakan, studi kelayakan, dan perencanaan teknis jalan yang mengintegrasikan dan menerapkan aspek lingkungan pada setiap kegiatannya.

9.2 Pemantauan pada Tahap Pengadaan Tanah

Lingkup pemantauan lingkungan hidup mencakup pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan komponen sosial ekonomi budaya yang terkena dampak pembebasan tanah. Secara umum komponen sosial ekonomi budaya yang perlu dipantau mencakup:

1) Keresahan masyarakat; 2) Hilangnya aset; 3) Hilangnya mata pencaharian; 4) Terganggunya kegiatan sosial ekonomi budaya; 5) Tingkat kehidupan PTP.

9.3 Pemantauan pada Tahap Konstruksi

Lingkup pemantauan lingkungan pada kegiatan tahap konstruksi secara umum mencakup:

a. Pemantauan komponen fisik-kimia

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

45-53

1) Pemantauan kualitas udara (partikulat dan debu); 2) Pematauan kebisingan; 3) Pemantauan getaran; 4) Pemantauan kualitas air permukaan (sungai, rawa, dan lain-lain); 5) Pemantauan kondisi stabilitas lereng/longsor dan erosi.

b. Pemantauan komponen biologi

1) Pemantauan flora (keberadaan jenis, kelimpahan dan status keberadaan jenis); 2) Pemantauan fauna (terganggunya habitat, mobilitas satwa, keberadaan jenis

dan statusnya).

c. Pemantauan komponen sosial ekonomi budaya

1) Pemantauan kesempatan kerja yang dapat diserap penduduk lokal; 2) Pemantauan kecemburuan sosial; 3) Pemantauan terganggunya hubungan sosial (kekerabatan) dan aksesibilitas; 4) Pemantauan kerusakan jalan; 5) Pemantauan gangguan atau kerusakan utilitas umum; 6) Pemantauan kondisi lalu lintas.

d. Pemantauan komponen kesehatan masyarakat

1) Pemantauan kondisi kesehatan masyarakat; 2) Pemantauan sanitasi; 3) Pemantauan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

9.4 Pemantauan pada Tahap Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

a. Pengoperasian Jalan

1) Pemantauan komponen fisik-kimia

(1) Pemantauan kualitas udara (SO2, NO2, CO, debu, partikulat) (2) Pematauan kebisingan (3) Pemantauan getaran (4) Pemantauan kualitas air permukaan (sungai, rawa, dan lain-lain) (5) Pemantauan kondisi stabilitas lereng/longsor dan erosi

2) Pemantauan komponen biologi

(1) Pemantauan flora (landscape dan tanaman) (2) Pemantauan fauna (daerah lintasan satwa liar yang terpotong jalan)

3) Pemantauan komponen sosial ekonomi budaya

- Pemantauan penggunaan lahan sekitar RUMIJA dan RUWASJA

b. Pemeliharaan Jalan

- Pemantauan kondisi lalu lintas (arus lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas)

9.5 Evaluasi Kualitas Lingkungan pada Pasca Pembangunan Jalan

Evaluasi kualitas lingkungan adalah kegiatan untuk mengkaji dan menilai kondisi lingkungan sepanjang koridor jalan terkait dengan pengoperasian jalan. Tujuan evaluasi adalah untuk mengevaluasi kinerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk perbaikan kinerja pemrakarsa secara menerus (continual improvement).

Evaluasi mencakup:

a. Evaluasi kecenderungan (trend evaluasi)

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

46-53

Evaluasi kecenderungan adalah evaluasi untuk melihat kecenderungan (trend) perubahan kualitas lingkungan dalam suatu rentang ruang dan waktu. Untuk melakukan evaluasi ini memerlukan data seri hasil pemantauan.

b. Evaluasi tingkat kritis

Evaluasi tingkat kritis adalah evaluasi untuk menilai tingkat kritis (critical level) dari suatu dampak pada suatu ruang dan waktu apakah melampaui baku mutu atau standar lainnya.

c. Evaluasi penaatan

Evaluasi penaatan adalah evaluasi terhadap tingkat kepatuhan dari pemrakarsa kegiatan untuk memenuhi berbagai ketentuan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan hidup.

Pada evaluasi kualitas lingkungan ini perlu membuat suatu kesimpulan yang memuat hal-hal penting yang dihasilkan dari pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Selain itu juga perlu menguraikan temuan dan usulan untuk perbaikan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup selanjutnya dan perbaikan kinerja pemrakarsa dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan jalan.

9.6 Pelaporan Hasil Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan Hidup

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup bahwa pemrakarsa kegiatan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) kepada instansi yang membidangi pengendalian dampak lingkungan hidup.

Format pelaporan pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 45 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

10. INSTITUSI DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

10.1 Pemrakarsa Kegiatan Pembangunan Bidang Jalan

Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan yang akan dilaksanakan. Pejabat yang bertanggung jawab sebagai pemrakarsa dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah Pemimpin Proyek atau Satuan Kerja atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan jalan.

Tugas dan tanggung jawab pemrakarsa dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah merencanakan dan melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada setiap kegiatan mulai dari perencanaan (perencanaan umum, pra studi kelayakan, studi kelayakan, disain teknik), pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

47-53

Pemrakarsa wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan terkait dengan prosedur, baku mutu atau standar yang berlaku. Di samping itu juga pemrakarsa wajib melakukan koordinasi dan konsultasi pada masyarakat dan instansi terkait serta wajib membuat laporan hasil pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas kegiatan bersangkutan.

Pemimpin Proyek atau Satuan Kerja atau PPK perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan jalan adalah pejabat yang bertanggung jawab sebagai pemrakarsa dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilaksanakan antara lain adalah:

a) Melakukan penyaringan penentuan jenis studi lingkungan AMDAL atau UKL-UPL; b) Menyusun Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA - ANDAL); c) Menyusun Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan

Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) apabila kegiatan wajib dilengkapi AMDAL atau menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);

d) Menyusun dokumen Rencana Pengadaan Tanah (LARAP). e) Konsultasi dan musyawarah dengan masyarakat yang akan terkena dampak,

mengenai rencana kegiatan proyek pembangunan jalan yang akan dilaksanakan; f) Melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk pencegahan atau

penanggulangan dampak negatif dan peningkatan dampk positif yang timbul akibat kegiatan pembangunan jalan, baik pada tahap pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi.

g) Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup;

h) Melaporkan hasil pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup kepada instansi penanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup di pusat atau di daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10.2 Institusi Terkait

Beberapa institusi terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pembangunan jalan, adalah sebagai berikut.

10.2.1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Instansi pemerintah yang terkait dengan pembangunan jalan dan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Pemrakarsa perlu melakukan konfirmasi dan konsultasi mengenai lokasi rencana jaringan jalan yang terkait dengan tata ruang wilayah yang telah disusun oleh BAPPEDA baik di lingkungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota.

Peran lain BAPPEDA dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan adalah melakukan koordinasi dengan pemrakarsa yang menyangkut program dan pelaksanaan pembangunan jalan yang harus sesuai dengan program perencanaan pembangunan yang telah disusun oleh BAPPEDA. Agar masalah lingkungan dan sosial yang mungkin terjadi, dapat dicegah atau dikurangi seminimal mungkin.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

48-53

10.2.2 Instansi Pengelola Lingkungan Hidup

Instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup di pusat, provinsi, kabupaten dan kota mempunyai nama yang berbeda yaitu:

- Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH); - Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA); - Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD); - Dinas Lingkungan Hidup (DLH); - Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK); - Dinas Analisis Dampak Lingkungan; - Dan lain-lain.

Instansi tersebut berperan dalam pembinaan dan koordinasi pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di pusat dan daerah. Selain itu mempunyai peran penting dalam penilaian dokumen studi lingkungan.

Tugas pembinaan dan koordinasi pengendalian dan pengawasan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan antara lain:

� Memberi masukan tentang tata cara pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan serta rekomendasi yang diperlukan;

� Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang dilaksanakan oleh pemrakarsa;

10.2.3 Institusi Terkait Lainnya

Institusi terkait lainnya adalah instansi pemerintah atau institusi swasta baik di tingkat pusat maupun daerah, yang terkait dengan kegiatan pembangunan bidang jalan, di antaranya:

� Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas/Kantor Pertanahan Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah;

� Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan;

� Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat atau Dinas Perhubungan Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan masalah transportasi termasuk masalah perlintasan antara jalan dengan jalur kereta api;

� Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, atau Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati lokasi cagar budaya;

� Departemen Sosial, Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan masalah dampak sosial yang mungkin timbul terhadap masyarakat (termasuk komunitas rentan), serta dampak kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk.

� Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral kaitannya dengan tumpang tindih antara jalan dengan instalasi jaringan migas dan listrik.

� Departemen Pertanian kaitannya dengan tumpang tindih penggunaan lahan dengan infrastruktur pertanian dengan jalan.

� Departemen Pertahanan dan Keamanan kaitannya dengan lokasi kegiatan strategis bidang keamanan.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

49-53

� Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai pengelola utilitas, energi, transportasi dan lain-lain.

� Perusahaan swasta yang bergerak di lingkungan/sektor-sektor terkait dengan Pemerintah.

10.2.4 Masyarakat

Masyarakat adalah perorangan maupun kelompok yang terkena dampak pekerjaan jalan atau yang berkepentingan terhadap kelestarian lingkungan hidup. Termasuk kedalam kelompok masyarakat ini adalah:

a) Penduduk terkena proyek (PTP); b) Lembaga swadaya masyarakat (LSM); c) Tokoh-tokoh masyarakat dan pemerhati lingkungan; d) Kelompok masyarakat rentan (komunitas adat terpencil dan kelompok miskin).

Peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, antara lain dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Memberi tanggapan dan saran terhadap rencana kegiatan pembangunan jalan; b) Memberi tanggapan dan saran tentang pengelolaan lingkungan dalam kegiatan

konsultasi masyarakat; c) Menghadiri rapat komisi penilai AMDAL dan memberi masukan tentang aspek-

aspek pengelolaan lingkungan, termasuk yang berhubungan dengan pengadaan tanah, kompensasi untuk tanah dan bangunan, pemukiman kembali penduduk dan penanganan masyarakat komunitas rentan.

11. PEMBIAYAAN

11.1 Biaya Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Perencanaan Jalan

1) Tahap Perencanaan Umum

Anggaran biaya penyaringan jenis studi lingkungan seharusnya termasuk dalam biaya perencanaan umum. Biaya tersebut mencakup biaya personil tenaga ahli lingkungan, biaya perjalanan tinjauan ke lapangan dan sebagai anggota tim studi perencanaan umum.

2) Tahap Pra Studi Kelayakan

Pada tahap pra studi kelayakan diperlukan biaya kajian awal lingkungan dalam rangka pelingkupan dampak potensial lingkungan untuk Kerangka Acuan ANDAL. Biaya tersebut sebagai bagian dari biaya pra studi kelayakan atau studi kelayakan. Komponen biaya mencakup biaya personel dan survai lapangan tenaga Ahli Lingkungan sebagai anggota tim studi pra studi kelayakan atau studi kelayakan.

3) Tahap Studi Kelayakan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

50-53

Pada tahap ini diperlukan biaya untuk pelaksanaan studi AMDAL atau UKL dan UPL, bila rencana kegiatan yang bersangkutan termasuk kategori wajib dilengkapi dokumen AMDAL atau UKL dan UPL.

Jika studi AMDAL atau UKL dan UPL ini dilaksanakan bersamaan dengan Studi Kelayakan (oleh konsultan yang sama), anggaran biayanya merupakan bagian dari studi kelayakan. Namun, sering kali studi AMDAL atau UKL dan UPL dilaksanakan tersendiri oleh konsultan bidang lingkungan hidup, sehingga anggaran biayanya tersendiri.

Anggaran biaya studi AMDAL atau UKL dan UPL secara umum mencakup komponen-komponen biaya personel, peralatan dan material, survai lapangan, analisis laboratorium, serta penyusunan laporan termasuk presentasi dan pembahasan di Komisi Penilai AMDAL.

4) Perencanaan Teknis

Untuk dapat memahami secara baik isi RKL atau UKL yang akan dijabarkan dalam desain teknis, maka diperlukan tenaga ahli lingkungan. Biaya tenaga ahli lingkungan tersebut harus sudah dimasukkan dalam anggaran perencanaan teknis.

b. Kegiatan Pengadaan Tanah

Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pengadaan tanah adalah biaya pengadaan tanah termasuk biaya rehabilitasi penduduk terkena dampak seperti tercantum dalam Rencana Pengadaan Tanah (LARAP).

c. Kegiatan Konstruksi Jalan

Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi seharusnya termasuk dalam biaya pekerjaan konstruksi. Hal ini harus ditegaskan baik dalam dokumen lelang maupun dokumen kontrak pekerjaan konstruksi jalan.

d. Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

Anggaran biaya pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pengoperasian dan pemeliharaan jalan seharusnya termasuk dalam biaya pekerjaan pemeliharaan jalan.

11.2 Biaya Pemantauan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Perencanaan Jalan

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap perencanaan seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan perencanaan, atau dianggarkan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pekerjaan perencanaan.

b. Kegiatan Pengadaan Tanah

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pengadaan tanah seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pengadaan tanah, atau dianggarkan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pengadaan tanah.

c. Kegiatan Konstruksi Jalan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

51-53

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap konstruksi seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pekerjaan konstruksi atau biaya pekerjaan konsultan supervisi pekerjaan konstruksi.

d. Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

Anggaran biaya pemantauan pengelolaan lingkungan hidup pada tahap pengoperasian dan pemeliharaan seharusnya termasuk dalam anggaran biaya pemeliharaan dan rehabilitasi jalan, atau dialokasikan secara khusus dalam anggaran rutin instansi pelaksana pemeliharaan dan rehabilitasi jalan.

e. Biaya Evaluasi pada Tahap Evaluasi Pasca Pembangunan Jalan

Anggaran biaya evaluasi kualitas lingkungan pada tahap evaluasi pasca proyek perlu dianggarkan secara khusus oleh instansi atau unit kerja yang membidangi kegiatan perencanaan umum atau pembinaan lingkungan.

11.3 Prioritas Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Apabila terdapat keterbatasan dana yang tersedia, maka pelaksanaan pemantauan pengelolaan lingkungan sebaiknya diprioritaskan pada dampak kegiatan-kegiatan tertentu dengan dasar pertimbangan:

1) Kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting; 2) Kegiatan berada di lokasi yang sensitif, misalnya melintasi atau berbatasan

langsung atau berdekatan dengan kawasan lindung; 3) Berpotensi menjadi sumber masalah sosial atau kasus lingkungan yang sensitif; 4) Permintaan atau laporan instansi tertentu, masyarakat sekitar lokasi proyek, atau

Lembaga Swadaya Masyarakat.

12. PENUTUP

Pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, harus terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) pembangunan jalan secara keseluruhan. Untuk keperluan itu, koordinasi dan konsultasi antar instansi terkait mutlak diperlukan, dan peranan Pemimpin Proyek (Satuan Kerja atau Pejabat Pembuat Komitmen/PPK) selaku pemrakarsa atau pengelola pekerjaan sehari-hari sangat penting.

Yang dimaksud dengan pemimpin proyek di sini adalah semua pemimpin proyek bidang perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan, selaku pemrakarsa kegiatan, yang masing-masing secara berkesinambungan bertanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada tiap tahap kegiatan pembangunan jalan.

Agar proses pengelolaan lingkungan hidup dapat terlaksana secara berkesinambungan, semua dokumen mengenai lingkungan hidup (AMDAL, UKL dan UPL, LARAP, Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan LIngkungan) yang dibuat oleh pemimpin proyek pada tahap tertentu, harus diserahterimakan kepada pemimpin proyek tahap berikutnya, sebagai satu kesatuan dengan dokumen teknis, untuk digunakan sebagai arahan pengelolaan lingkungan hidup tahap berikutnya (lihat Gambar 12.1).

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

52-53

Keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup juga tergantung dari ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas serta dana dan sarana penunjang yang memadai sesuai dengan kebutuhan pada tiap tahap kegiatan pembangunan jalan. Di samping itu, keberadaan unit kerja dalam struktur organisasi proyek, yang mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup akan sangat berperan dalam mencapai tujuan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup bidang jalan.

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

53-53

Gambar 12.1 Bagan Peran Unit/Penanggung Jawab/Pimpinan Proyek dalam Pengelolaan

Lingkungan Proyek Jalan yang Berkesinambungan

Unit/Penanggung Jawab/Pemimpin

Proyek Perencanaan

Unit/Penanggung Jawab/Pemimpin

Proyek Pengadaan Tanah

Unit/Penanggung Jawab/Pemimpin Proyek Konstruksi

Unit/Penanggung Jawab/Pemimpin

Proyek Pemeliharaan dan

Rehabilitasi

Penyusunan dokumen AMDAL atau

UKL dan UPL, Desain,

Spesifikasi Teknis, LARAP

Pengadaan Tanah

termasuk Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Laporan Pelaksanaan Pengadaan

Tanah, termasuk Laporan

Pelaksanaan Pengelolaan

dan

Pemantauan Lingkungan

Hidup

Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi termasuk Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

Laporan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi termasuk Laporan

Pemantauan

Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Pemanfaatan, Pemeliharaan, Rehabilitasi termasuk Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Laporan Pelaksanaan

Pemeliharaan dan Rehabilitasi termasuk Laporan Pelaksaaan

Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan

Hidup

Evaluasi Kualitas

Lingkungan Hidup

Pasca Proyek

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1-5

Lampiran 1.

Kriteria (Ciri-Ciri) Daerah Sensitif dan Tujuan Perlindungannya

No. Kriteria (Ciri-Ciri) Tujuan Perlindungan

A Kawasan Hutan

1 Taman Nasional

Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap, yang memiliki flora dan fauna yang beraneka ragam, memiliki

arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki aksen

yang baik untuk keperluan pariwisata.

Sumber: UU No. 5/19990 dan Keppres No. 32/1990

Pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta [eningkatan kualitas

lingkungan sekitarnya dan

perlindungan dari pencemaran

2 Taman Hutan Raya

Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap, yang memiliki flora dan fauna yang beraneka ragam, memiliki

arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki aksen yang baik untuk keperluan pariwisata.

Sumber: UU No. 5/19990 dan Keppres No. 32/1990

3 Taman Wisata Alam

Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap, yang memiliki flora dan fauna yang beraneka ragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki aksen

yang baik untuk keperluan pariwisata.

Sumber: UU No. 5/19990 dan Keppres No. 32/1990

4 Cagar Alam

• Kawasan yang ditunjuk mempunyai keaneka ragaman

jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya; • Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit

penyusun;

• Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya

yang masih asli dan tidak atau belum diganggu

manusia; • Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang

pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga

yang cukup luas; • Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-

satunya contoh di suatu daerah serta keberadaanya

memerlukan upaya konservasi

Sumber : UU No. 5/1990, Keppres 32/1990

Melindungi keanekaragaman

biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi

kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan

pembangunan pada umumnya 5 Suaka Margasatwa

• Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan

perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya.

• Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang

tinggi

• Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa

migrant tertentu • Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis

satwa yang bersangkutan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2-5

No. Kriteria (Ciri-Ciri) Tujuan Perlindungan

6 Daerah Pengungsian satwa

• Merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut

• Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan

berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa tersebut

Sumber: Keppres No. 32/1990

7 Taman Buru

• Areal yang ditunjuk mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan; dan/atau

• Terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan

sehingga memungkinkan perburuan secara teratur

dengan mengutamakan segi rekreasi, olahraga dan kelestarian satwa.

Sumber: UU No. 41/1999

Pengembang biakan satwa buru untuk memungkinkan

perburuan secara teratur

8 Hutan Lindung

• Kawasan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175,

dan/atau • Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan >

40 %, dan/atau

• Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian diatas

permukaan laut > 2.000 m.

Sumber: Keppres No 32/1990

Mencegah erosi, banjir,

sedimentasi, menjaga fungsi hidrologis tanah untuk

menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air

permukaan

B Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan

1 Kawasan Lahan Basah (Rawa/Gambut)

Rawa air tawar, rawa air payau, rawa air asin, lahan gambut, perairan laut dengan kedalaman < 6 m.

Sumber: Konvensi Ramsar

Melindungi keaneka ragaman biota, tipe ekosistem, gejala

dan keunikan alam bagi

kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan

pembangunan pada umumnya

2 Kawasan Resapan Air

Curah hujan yang tinggi, struktru tanaha yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu

meresapkan air hujan secara besar-besaran.

Sumber: Keppres No. 32/1999

Peresapan air hujan untuk

penyediaan air tanah dan penanggulangan banjir, baik

untuk kawasan bawahannya maupun maupun kawasan

bersangkutan

3 Sempadan Sungai

• Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai

besar dan 50 m di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman;

• Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa daerah

sepanjang sungai yang diperkirakan cukup untuk

dibangun jalan inspeksi (10 – 15 meter).

Sumber: Keppres No. 32/1990

Melindungi kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar

sungai serta mengamankan

aliran sungai

4 Sempadan Pantai

Daratan sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100

meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Melindungi pantai dari abrasi gelombang, tsunami dan

intrusi air laut

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3-5

No. Kriteria (Ciri-Ciri) Tujuan Perlindungan

Sumber: Keppres No. 32/1990

5 Kawasan Sekitar Danau/Waduk

Daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik

danau/waduk antara 50 – 100 m dari titik pasang tertinggi

Sumber: Keppres No.32/1990

Melindungi kelestarian fungsi danau/waduk

6 Kawasan Sekitar Mata Air

Sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di

sekitar mata air.

Sumber: Keppres No. 32/1990

Melindungi kualitas dan

kuantitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya

7 Pantai Berhutan Bakau

Minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air

surut terendah ke arah darat

Sumber: Keppres No. 32/1990

Tempat berkembangbiaknya biota laut disamping sebagai

pelindung pantai dari pengikisan air laut serta

pelindung usaha budi daya di

belakangnya

8 Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya

Kawasan berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang

mempunyai ciri khas berupa keaneka ragaman dan/atau keunikan ekosistem

Sumber: Keppres No. 32/1990

Melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala

dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah,

ilmu pengetahuan dan

pembangunan pada umumnya

C Kawasan Rawan Bencana Alam

1 Kawasan Rawan Bencana Alam

Berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi dan/atau longsor

Sumber: Keppres No. 32/1990 Melindungi manusia dan

kegiatannya serta prasarana jalan dan prasarana lainnya

dari bencana alam

2 Daerah Berlereng Curam

• Kemiringan lereng > 40 %

• Umumnya berada di daerah pegunungan

• Rawan longsor

Sumber: Keppres No. 32/1990

D Kawasan Cagar Budaya

1 Cagar Budaya dan Bangunan Monumental

Tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk

pengembangan ilmu pengetahuan

Sumber: Keppres No. 32/1990

Melindungi peninggalan-peninggalan sejarah,

bangunan arkeologi dan monumen nasional dari

ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam

maupun manusia

2 Areal/Tempat Dilindungi

• Dianggap sebagai tempat keramat yang dipercayai

masyarakat

• Sebagai tempat acara ritual tradisional

Sumber: IMES 2008

E Daerah Komunitas Rentan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4-5

No. Kriteria (Ciri-Ciri) Tujuan Perlindungan

1 Komunitas Adat

• Kehidupannya sudah sangat erat dengan wilayah nenek moyangnya dan sumber alam di dalamnya;

• Adanya lembaga sosial, ekonomi, dan budaya

setempat; • Dapat memiliki identitas atau tidak sebagai kelompok

dan budaya yang khas

Sumber: IMES 2008 Perlindungan atas hak

pemanfaatan wilayah warisan adat, serta hak untuk

melestarikan atau mengembangkan perilaku

kehidupan budayanya, meliputi

aspek fisik (hubungan dengan tanah) maupun aspek non fisik

termasuk sosial budaya seperti kekhasan cara hidup

2 Komunitas Adat Terpencil (KAT)

• Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen;

• Pranata sosial bertumpu pada hubungan

kekerabatan; • Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif

sulit dijangkau;

• Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi

sub sisten; • Peralatan teknologinya sederhana;

• Ketergantungan pada lingkungan hidup dan SDA

setempat relatif tinggi;

• Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan

politik.

Sumber: Keppres No. 111/1999

3 Kelompok Fakir Miskin

• Penghasilan rendah, atau berada di bawah garis kemiskinan yang dapat diukur dari tingkat

pengeluaran per orang per bulan berdasarkan standar BPS per wilayah provinsi/kabupaten/kota;

• Kertergantungan pada bantuan pangan untuk

penduduk miskin (seperti zakat/beras untuk orang miskin/santunan sosial);

• Keterbatasan pemilikan pakaian untuk tiap anggota

keluarga per tahun ( hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per tahun);

• Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah

satu anggota keluarga sakit;

• Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun

bagi anak-anaknya • Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan

hasilnya atau dijual untuk membiayai kebutuhan

hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin;

• Tinggal di rumah yang tidak layak huni;

• Sulit memperoleh air bersih

Sumber: Renstra Penanggulangan Kemiskinan Program Pemberdayaan Fakir Miskin 2006-2010, Depsos, 2005

Mencegah peniadaan akses pengembangan harga diri

(pendidikan, keterampilan, kesehatan, sarana usaha

ekonomi, dan modal) sebagai prasyarat untuk mandiri dalam

pemenuhan kebutuhan dasar manusia

F Kawasan Komersial, Permukiman dan Lahan

Produktif

1 Kawasan Komersial

• Tempat kegiatan transaksi barang atau jasa sangat

tinggi • Tempat pengumpulan dan distribusi komoditas

perdagangan

Mepertahankan kelancaran kegiatan komersial, dan

mencegah terjadinya pencemaran/kerusakan

PEDOMAN UMUM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5-5

No. Kriteria (Ciri-Ciri) Tujuan Perlindungan

• Dilengkapi fasilitas pendukung yang baik

Sumber: IMES 2008

lingkungan

2 Kawasan Permukiman

Kepadatan penduduk minimal 250 jiwa / ha dan dilengkapi fasos dan fasum

Sumber: IMES 2008

Mencegah terjadinya gangguan ketentraman dan

kenyamanan serta kesehatan penghuni permukiman

3 Lahan Produktif

• Diandalkan sebagai sumber pendapatan ekonomi

untuk kehidupan pemiliknya; • Diandalkan sebagai kawasan penghasil komoditas

dengan nilai ekonomi tinggi

• Mempunyai peran sosial yang tinggi khususnya dalam

penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat petani

Sumber: IMES 2008

Mencegah penciutan luas areal

produktif, dan mempertahankan

keberlanjutan tingkat produktivitasnya

G Kawasan Khusus

1 Kawasan Sekolah(Zona selamat sekolah)

• Terdapat sekolah yang memiliki akses langsung ke jalan;

• Akses tersebut di atas merupakan titik masuk utama

dari murid-murid sekolah;

• Terdapat aktifitas berjalan kaki, bersepeda dan

penyeberangan oleh murid sekolah secara signifikan pada dan di sepanjang jalan

Sumber: Peraturan Dirjen. Perhubungan Darat No. SK 3236/AJ403/DRJD/2006 Tentang Uji Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah di 11 (sebelas) Kota di P. Jawa

Mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas terhadap penyeberang jalan khususnya

anak-anak sekolah dan

mencegah gangguan proses belajar dan mengajar akibat

kebisingan lalu lintas kendaraan bermotor

2 Kawasan Rumah Sakit

• Terdapat rumah sakit yang memiliki akses langsung ke jalan;

• Akses tersebut di atas merupakan titik masuk utama

para karyawan, pasien serta pengunjung rumah sakit. • Fungsi jalan merupakan jalan arteri, baik arteri primer

maupun sekunder

Mencegah terjadinya gangguan terhadap

ketentraman suasana sekitar rumah sakit

3 Perpotongan Jalan dengan Jalur Kereta Api

• Terdpaat perlintasan sebidang antra jalan dengan jalur kereta api;

• Fungsi jalan merupakan jalan arteri, baik arteri primer

maupun sekunder

Mencegah terjadinya gangguan terhadap

keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api maupun

lalu lintas di jalan

4 Kawasan Perbatasan Negara

• Daratan yang berbatasan langsung dengan negara

tetangga • Berfungsi khusu pertahanan dan keamanan

Sumber: PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Mencegah keluar masuknya orang dan/atau barang secara

illegal yang melintasi batas

negara