ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN ( AMDAL ) Pendahuluan Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertama kali dicetuskan berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan amanat pasal 16 tersebut diundangkan pada tanggal 5 Juni 1986 suatu Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Peraturan pemerintah (PP) No.29/ 1986 tersebut berlaku pada tanggal 5 Juni 1987 yaitu selang satu tahun setelah di tetapkan. Hal tersbut diperlukan karena masih perlu waktu untuk menyusun kriteria dampak terhadap lingkungan sosial mengingat definisi lingkungan yang menganut paham holistik yaitu tidak saja mengenai lingkungan fisik/kimia saja namun meliputi pula lingkungan sosial. Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986 tersebut dalam deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka PP No.29/1986 diganti dengan PP No.51/1993 yang di undangkan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perubahan tersebut mengandung suatu cara untuk mempersingkat lamanya penyusunan AMDAL dengan mengintrodusir penetapan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan demikian tidak diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL). Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL, RKL, dan RPL di buat sekaligus yang berarti waktu
Tugas mata kuliah Pengetahuan Lingkungan tentang analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal. Berisikan tentang pasal pasal atau undang undang yang mengatur Amdal tersebut.
Citation preview
1. ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN ( AMDAL ) Pendahuluan
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertama kali dicetuskan
berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam pasal 16
Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan amanat pasal 16 tersebut
diundangkan pada tanggal 5 Juni 1986 suatu Peraturan Pemerintah
No.29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL). Peraturan pemerintah (PP) No.29/ 1986 tersebut berlaku
pada tanggal 5 Juni 1987 yaitu selang satu tahun setelah di
tetapkan. Hal tersbut diperlukan karena masih perlu waktu untuk
menyusun kriteria dampak terhadap lingkungan sosial mengingat
definisi lingkungan yang menganut paham holistik yaitu tidak saja
mengenai lingkungan fisik/kimia saja namun meliputi pula lingkungan
sosial. Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986 tersebut
dalam deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka PP No.29/1986
diganti dengan PP No.51/1993 yang di undangkan pada tanggal 23
Oktober 1993. Perubahan tersebut mengandung suatu cara untuk
mempersingkat lamanya penyusunan AMDAL dengan mengintrodusir
penetapan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL dengan
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan demikian tidak
diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL).
Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL, RKL,
dan RPL di buat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen
dapat diperpendek. Dalam perubahan tersebut di introdusir pula
pembuatan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL) bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL.
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UKL) ditetapkan oleh Menteri Sektoral yang berdasarkan format yang
di tentukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Demikian pula
wewenang menyusun AMDAL disederhanakan dan dihapuskannya dewan
kualifikasi dan ujian negara. Kemudian juga dampak lingkungan
terdapat juga inti inti nya yaitu sebagai berikut dan terdapat
pengertian pengertian yang saya ketahui : 1. Definisi AMDAL
2. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan. 2. Dasar hukum AMDAL
Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di dukung oleh
paket keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/
atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan
kepala BAPEDAL tentang pedoman penentuan dampak besar dan penting.
3. Tujuan dan sasaran AMDAL Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk
menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat berjalan
secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup.Dengan
melalui studi AMDAL diharapkan usah dan / atau kegiatan pembangunan
dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien,
meminimumkan dampak negatip dan memaksimalkan dampak positip
terhadap lingkungan hidup. 4. Tanggung jawab pelaksanaan AMDAL
Secara umum yang bertanggung jawab terhadap koordinasi proses
pelaksanaan AMDAL adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan). 5. Kegunaan Setudi Amdal Bagi Pemerintah : Membantu
pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan
pengelolaan lingkungan dalam hal pengendalian dampak negatif dan
mengembangkan dampak positif yang meliputi aspek biofisik, sosial
ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat. Mengintegrasikan
pertimbangan lingkungan dalam tahap perencanaan rinci pada suatu
kegiatan Pembangunan.Sebagai pedoman dalam pengelolaan dan
pemantauan lingkungan pada suatu kegiatan Pembangunan. Bagi
Pemrakarsa : Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul
di masa yang akan dating dan cara-cara pencegahan serta
penanggulangan sebagai akibat adanya kegiatan suatupembangunan.
Sebagai pedoman untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan
lingkunganSebagai bahan penguji secara komprehensif dari kegiatan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk kemudian mengetahui
kekurangannya.
3. Bagi Masyarakat : Mengurangi kekuatiran tentang perubahan
yang akan terjadi atas rencana kegiatan suatu
pembangunan.Memberikan informasi mengenai kegiatan Pembangunan
Industri , sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan diri agar
dapat terlibat dalam kegiatan tersebut.Memberi informasi tentang
perubahan yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
dampak positif dan menghindarkan dampak negatif.Sebagai bahan
pertimbangan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan
lingkungan. 6. Dasar pelaksanaan Pada pelaksanaan studi AMDAL
terdapat beberapa komponen dan parameter lingkungan yang harus
dijadikan sebagai sasaran studi, antara lain : 1. Komponen
Geo-Fisik-Kimia antra lain : Iklim dan Kualitas Udara, Fisiografi,
Geologi Ruang, Lahan dan Tanah, Kualitas Air Permukaan, 2. Komponen
Biotis antara lain : Flora, Fauna, Biota Sungai, Biota Air Laut 3.
Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya antara lain : Sosial Ekonomi ,
Sosial Budaya 4. Komponen Kesehatan Masyarakat antara lain Sanitasi
Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat. 7. Perundang-Undangan dan
Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Studi
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain : 1.
Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok -pokok Agraria. 2.
Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara RI Tahun 1990 No. 49
Tahun 1990 Tambahan Lembaran Negara No 3419). 3. Undang-Undang RI
No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman 4. Undang-Undang
RI No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 5.
Undang-Undang RI No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 No. 115, Tambahan Lembaran
Negara No 3501). 6. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1994 Tentang
Pengesahan United Nations Conventation On Biological Diversity
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman
Hayati
4. 7. Undang-Undang RI No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Republik Indonesia Tahun 1997 No. 68
Tambahan Lembaran Negara No. 3699). 8. Undang-Undang RI No 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah 9. Undang-Undang RI No. 41 Tahun
1999 Tentang Kehutanan. Peraturan yang terkait dengan pelaksanaan
Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain : 1.
Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan
Air. 2. Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 1985 Tentang
Perlindungan Hutan. 3. Peraturan Pemerintah RI No 35 Tahun 1991
Tentang Sungai. 4. Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 1996 Tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran
serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. 5. Peraturan Pemerintah RI
No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah untuk Penggantian. 6.
Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 No. 59 Tambahan Lembaran Negara No.3838). 7. Peraturan
Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran
Udara. 8. Peraturan Pemerintah RI No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pembinaan dan Pengawasan Pembangunan 9. Peraturan Pemerintah RI No.
82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Beberapa keputusan pemerintah yang terkait dengan
pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
antara lain : 1. Keputusan Presiden RI No 32 Tahun 1990 Tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung. 2. Keputusan Presiden RI No 75 Tahun
1990 Tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. 3.
Keputusan Presiden RI No. 552 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 4. Keputusan
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988
tentang Pendoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
5. 5. Keputusan Menteri PU.No 45/PRT/1990 tentang Pengendalian
Mutu Air pada Sumber- sumber Air. 6. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. KEP-30/MENLH /7/1992 tentang Panduan
Pelingkupan untuk Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL. 7. Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 056/1994 tentang Pedoman
Mengenai Ukuran Dampak Penting. 8. Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi No. 103.K/008/M.PE/1994 tentang Pengawasan atas
Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan
Lingkungan dalam Bidang Pertambangan dan Energi. 9. Keputusan
Menteri PU. No 58/KPTS/1995 Petunjuk Tata Laksana AMDAL Bidang
Pekerjaan Umum. 10. Keputusan Menteri PU.No. 148/KPTS/1995 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan RKL dan RPL, Proyek Bidang Pekerjaan
Umum. 11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP-13/MENLH /3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
12. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-43/MENLH/
10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau
Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di
Daratan. 13. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP-48/MENLH/ 11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. 14.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/ 11/1996
tentang Baku Tingkat Getaran. 15. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. KEP-50/MENLH /11/1996 tentang Baku Tingkat
Kebauan. 16. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara. 17.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENLH /1/1998
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri. 18. Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
6. 19. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 37 Tahun
2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan
Contoh Air Permukaan. 20. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban
Pencemaran Air pada Sumber Air. 21. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik. 22. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 142
Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan
serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air.
23. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.
KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. 24. Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-299/11/1996 tentang Pedoman
Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL. 25. Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-105 tahun 1997
tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). 26.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.
107/BAPEDAL/2/1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan serta
Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. 27. Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-124/12/1997 tentang Panduan
Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL. 28.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun
2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi
dalam Proses AMDAL. 29. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL. 30.
Peraturan Daerah terkait yang relevan lainnya dengan studi ini. 8.
Mulainya studi AMDAL AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Sesuai dengan PP No./ 1999
maka AMDAL merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
ijin melakukan usaha dan / atau kegiatan .
7. AMDAL Dan Perijinan Agar supaya pelaksanaan AMDAL berjalan
efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan , pengawasannya
dikaitkan dengan mekanisme perijinan rencana usaha atau kegiatan.
Berdasarkan PP no.27/ 1999 suatu ijin untuk melakukan usaha dan/
atau kegiatan baru akan diberikan bila hasil dari studi AMDAL
menyatakan bahwa rencana usaha dan/ atau kegiatan tersebut layak
lingkungan. Ketentuan dalam RKL/ RPL menjadi bagian dari ketentuan
ijin. Pasal 22 PP/ 1999 mengatur bahwa instansi yan bertanggung
jawab (Bapedal atau Gubernur) memberikan keputusan tidak layak
lingkungan apabila hasil penilaian Komisi menyimpulkan tidak layak
lingkungan.Keputusan tidak layak lingkungan harus diikuti oleh
instansi yang berwenang menerbitkan ijin usaha.Apabila pejabat yang
berwenang menerbitkan ijin usaha tidak mengikuti keputusan layak
lingkungan, maka pejabat yang berwenang tersebut dapat menjadi
obyek gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah saatnya sistem hukum
kita memberikan ancaman sanksi tidak hanya kepada masyarakat umum ,
tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang tidak melaksanakan
perintah Undang- undang seperti sanksi disiplin ataupun sanksi
pidana. Prosedur penyusunan AMDAL Secara garis besar proses AMDAL
mencakup langkah-langkah sebagai berikut: 1.Mengidentifikasi dampak
dari rencana usaha dan/atau kegiatan 2.Menguraikan rona lingkungan
awal 3.Memprediksi dampak penting 4.Mengevaluasi dampak penting dan
merumuskan arahan RKL/RPL. Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat)
rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) 3.Dokumen Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) 4.Dokumen Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL)
8. Pendekatan Studi AMDAL Dalam rangka untuk mencapai efisiensi
dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan AMDAL bagi rencana
usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan studi
AMDAL sebagai berikut: 1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu 3.Pendekatan studi AMDAL
Kegiatan Dalam Kawasan Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat)
rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara berurutan, yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) 3.Dokumen Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) 4.Dokumen Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL) PERBEDAAN PP NO.29 Tahun 1986, PP NO.51 Tahun 1993
dan PP NO.27 Tahun 1999 Di Indonesia, AMDAL merupakan singkatan
dari kalimat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL adalah:
Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan. Ketentuan di atas mengacu pada peraturan
pemerintah PP. No. 27 Tahun 1999 Pasal 1 butir 1. Peraturan ini
masih berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Selain mengacu pada
peraturan tersebut di atas, maka landasan peraturan pemerintah
tersebut di atas mengacu pada undang-undang yaitu UU RI No. 23
Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Jadi sudah jelas
acuan peraturan dan perundangannya, jadi sebagai bangsa dan
masyarakat Indonesia kita wajib melaksanakannya sebagai perwujudan
berbangsa dan bermasyarakat yang baik. Terdapat berbagai macam
perbedaan pada tiap-tiap peraturan pemerintah di setiap butir-butir
peraraturan. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang semula
dipakai sebagai landasan penyusunan dokumen Amdal dicabut dan
digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993. Meski
banyak koreksi yang dilakukan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor
29
9. Tahun 1986, tetapi hakekat Amdal itu sendiri tidak berubah
yaitu sebagai salah satu sarana penjamin pelaksanaan pembangunan
yang berwawasan lingkungan. Diterbitkannya Undang- Undang No. 23.
1997, maka PP.51.1993 perlu penyesuaian, sehingga pada tanggal 7
Mei 1999, Pemerintah RI menerbitkan PP. No. 27 Tahun 1999 sebagai
penyempurnaan PP. 51. 1993. Efektif berlakunya PP. No. 27 Tahun
1999 mulai 7 November 2000 dan satu hal penting yang diatur dalam
PP No. 27 Tahun 1999 ini adalah pelimpahan hampir semua kewenangan
penilaian AMDAL kepada daerah. Selain itu, pada tiap periode
pemerintahan disinyalir terdapat suatu keharusan untuk membuat
/menyelenggarakan suatu peraturan- peraturan baru yang merupakan
salah satu pertanda bahwa pada pemerintahan periode tersebut mereka
benar benar bekerja dan perubahan peraturan pemerintah dianggap
menjadi salah satu cara untuk mempertanggung jawabkan kinerja
mereka pada periode tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat
dilihat dari perbedaan jumlah pasal pada tiap peraturan amdal yang
sudah terbentuk, pada PP nomer 29 tahun 1986 terdapat 40 pasal, PP
nomer 51 1993 29 pasal, PP nomer 27 1999 42 pasal. Perbedaan jumlah
pasal ini dikarenakan terjadi penemuan/ pemikiran baru tentang
amdal dan disesuaikan dengan peraturan terdahulu. Dalam PP No.51
tahun 1993 merupakan hasil peraturan yang didasari dari
penyempurnaan PP No 29 tahun 1986. Pemerintah mencabut PP No. 29
Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang
AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
AMDAL.Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa
hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis. Sedangkan
perubahan PP No. 51 tahun 1993 lebih didasari oleh penyesuaian
pemerintah terhadap undang-undang No.23 tahun 1997. Perbedaan lain
yang ditemukan adalah pada PP No.29 tahun 1986 tidak diketemukan
tentang penapisan berkala yang digunakan sebagai kegiatan pantauan
pada kegiatan / jenis usaha. Sedangkan pada PP No 51 tahun 1999
penapisan berkala ini dilakukan disertai dengan instansi pemerintah
ataupun nonpemerintah yang memberikan ataupun melakukan kegiatan
penapisan tersebut. Dalam PP No. 27Tahun 1999 Pasal 2 Ayat 3
dinyatakan
10. terdapat tiga jenis pendekatan yaitu pendekatan
studiterhadap usaha dan/atau kegiatan tunggal (AMDAL Proyek
Tunggal), terpadu (AMDALTerpadu) atau kegiatan dalam kawasan (AMDAL
Kawasan). Sedangkan dalam PP No. 51 Tahun 1993 dijelaskan ada 4
jenis pendekatan studi AMDALyang meliputi AMDAL Proyek Tunggal,
AMDAL Kegiatan Terpadu, AMDAL Kawasan danAMDAL Regional. Penjelasan
ketiga jenis Amdal yang pertama hampir sama denganpenjelasan pada
PP No. 27 Tahun 1999, perbedaannya yaitu pada PP No. 27 Tahun 1999
katadampak penting telah disempurnakan menjadi dampak besar dan
penting. Sedangkan pada PP No. 29 tahun 1986 tidak dijumpai/
ditemukan pendekatan studi Amdal oleh penulis. AMDAL DAN EKONOMI
KERAKYATAN Dengan dilaksanakannya AMDAL yang sesuai dengan aturan,
maka akan didapatkan hasil yang optimal dan akan berpengaruh
terhadap kebangkitan ekonomi. Kenapa demikian? Dalam masa otonomi
daerah diharapkan pemerintah daerah menganut paradigma baru, antara
lain: 1. Sumber daya yang ada di daerah merupakan bagian dari
sistem penyangga kehidupan masyarakat, seterusnya masyarakat
merupakan sumber daya pembangunan bagi daerah. 2. Kesejahteraan
masyarakat merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari kelestarian sumber daya yang ada di daerah. Dengan
demikian maka dalam rangka otonomi daerah, fungsi dan tugas
pemerintah daerah seyogyanya berpegang pada hal-hal tersebut
dibawah ini: 1. Pemda menerima de-sentralisasi kewenangan dan
kewajiban 2. Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat 3.
Pemda melaksanakan program ekonomi kerakyatan 4. Pemda menetapkan
kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara konsisten. 5.
Pemda memberikan jaminan kepastian usaha 6. Pemda menetapkan
sumberdaya di daerah sebagai sumberdaya kehidupan dan bukan
sumberdaya pendapatan
11. KEBERHASILAN IMPLEMENTASI AMDAL DI DAERAH Sebagai syarat
keberhasilan implementasi AMDAL di daerah adalah: 1. Melaksanakan
peraturan/ perundang-undangan yang ada. Sebelum pembuatan dokumen
AMDAL pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan Kepala Bapedal 8
tahun/ 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL yaitu harus melaksanakan konsultasi
masyarakat sebelum pembuatan KA. Apabila konsultasi masyarakat
berjalan dengan baik dan lancar, maka pelaksanaan AMDAL serta
implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik dan lancar pula.
Hal tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik lingkungan
fisik/ kimia, sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga
masyarakat terbebas dari dampak negatip dari kegiatan dan
masyarakat akan sehat serta perekonomian akan bangkit. 2.
Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu.
Apabila implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RKL
akan baik pula. Implementai AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan
meminimalkan dampak negatip dari kegiatan yang ada. Dengan demikian
akan meningkatkan status kesehatan, penghasilan masyarakat
meningkat dan masyarakat akan sejahtera. Selain itu pihak industri
dan/atau kegiatan dan pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan
yaitu terbebas dari tuntutan hokum ( karena tidak mencemari
lingkungan ) dan terbebas pula dari tuntutan masyarakat ( karena
masyarakat merasa tidak dirugikan ). Hal tersebut akan lebih mudah
untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan masyarakat
di sekitar pabrik/ industri/ kegiatan berlangsung.
12. Gas gas Rumah Kaca Gas-gas Rumah Kaca atau Greenhouse Gases
adalah gas-gas yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Selain
uap air (H2O) Siklus Air dan karbon dioksida (CO2), terdapat gas
rumah kaca lain di atmosfer, dan yang terpenting berkaitan dengan
pencemaran dan pemanasan global adalah metana (CH4), ozon (O3),
dinitrogen oksida (N2O), dan chlorofluoroc carbon (CFC) Perusakan
Lapisan Ozon. Gas Rumah Kaca dapat terbentuk secara alami maupun
sebagai akibat pencemaran. Gas Rumah Kaca di atmosfer menyerap
sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi. Peningkatan kadar gas
rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan
terjadinya pemanasan global. 1 Uap Air Uap air bersifat tidak
terlihat dan harus dibedakan dari awan dan kabut yang terjadi
ketika uap membentuk butir-butir air Siklus Air. Sebenarnya uap air
merupakan penyumbang terbesar bagi efek rumah kaca.Jumlah uap air
dalam atmosfer berada di luar kendali manusia dan dipengaruhi
terutama oleh suhu global. Jika bumi menjadi lebih hangat, jumlah
uap air di atmosfer akan meningkat karena naiknya laju penguapan.
Ini akan meningkatkan efek rumah kaca serta makin mendorong
pemanasan global. Karena jumlah uap air di atmosfer berada di luar
kendali manusia (secara alami keberadaan uap air sudah sangat
banyak di atmosfer) maka peranan uap air dalam peningkatan efek
rumah kaca tidak akan dibahas lebih lanjut. 2 Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida adalah gas rumah kaca terpenting penyebab pemanasan
global yang sedang ditimbun di atmosfer karena kegiatan manusia.
Namun selain efek rumah kaca, karbon dioksida juga memainkan
peranan sangat penting untuk kehidupan tanaman. Karbon dioksida
diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari dan digunakan
untuk pertumbuhan tanaman dalam proses yang dikenal sebagai
fotosintesis Energi.
13. Proses yang sama terjadi di lautan di mana karbon dioksida
diserap oleh ganggang. 3 Metana (CH4) Metana adalah gas rumah kaca
lain yang terdapat secara alami. Metana dihasilkan ketika
jenis-jenis mikroorganisme tertentu menguraikan bahan organik pada
kondisi tanpa udara (anaerob).Gas ini juga dihasilkan secara alami
pada saat pembusukan biomassa di rawa-rawa sehingga disebut juga
gas rawa.Metana mudah terbakar, dan menghasilkan karbon dioksida
sebagai hasil sampingan.Metana juga dihasilkan dalam jumlah cukup
banyak di tempat pembuangan sampah; sehingga menguntungkan bila
mengumpulkan metana sebagai bahan bakar bagi ketel uap untuk
menghasilkan energi listrik.Metana merupakan unsur utama dari gas
bumi. Gas ini terdapat dalam jumlah besar pada sumur minyak bumi
atau gas bumi, juga terdapat kaitannya dengan batu bara Energi. 4
Ozon (O3) Ozon adalah gas rumah kaca yang terdapat secara alami di
atmosfer (troposfer, stratosfer) Perusakan Lapisan Ozon. Di
troposfer, ozon merupakan zat pencemar hasil sampingan yang
terbentuk ketika sinar matahari bereaksi dengan gas buang kendaraan
bermotor.Ozon pada troposfer dapat mengganggu kesehatan manusia,
hewan dan tumbuh-tumbuhan. Perusakan Lapisan Ozon. Dinitrogen
oksida (N2O) Dinitrogen oksida adalah juga gas rumah kaca yang
terdapat secara alami. Pemakaian pupuk nitrogen meningkatkan jumlah
gas ini di atmosfer. Dinitrogen oksida juga dihasilkan dalam jumlah
kecil oleh pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara,
gas bumi).
14. Chloroflourocarbon (CFC) Chlorofluorocarbon adalah
sekelompok gas buatan. CFC mempunyai sifat-sifat, misalnya tidak
beracun, tidak mudah terbakar, dan amat stabil sehingga dapat
digunakan dalam berbagai peralatan dan mulai digunakan secara luas
setelah Perang Dunia II. Chlorofluorocarbon yang paling banyak
digunakan mempunyai nama dagang Freon. Dua jenis chlorofluorocarbon
yang umum digunakan adalah CFC R-11 dan CFC R-12. Zat-zat tersebut
digunakan dalam proses mengembangkan busa, di dalam peralatan
pendingin ruangan dan lemari es selain juga sebagai pelarut untuk
membersihkan mikrochip. Pengaruh Gas-gas Rumah Kaca terhadap
Terjadinya Efek Rumah Kaca Pengaruh masing-masing gas rumah kaca
terhadap terjadinya efek rumah kaca bergantung pada besarnya kadar
gas rumah kaca di atmosfer, waktu tinggal di atmosfer dan kemampuan
penyerapan energi. Peningkatan kadar gas rumah kaca akan
meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya
pemanasan global. Waktu tinggal gas rumah kaca di atmosfer juga
mempengaruhi efektivitasnya dalam menaikkan suhu. Makin panjang
waktu tinggal gas di atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya
terhadap kenaikan suhu. Nilai-nilai waktu tinggal gas rumah kaca di
dalam atmosfer Kemampuan Gas-gas Rumah Kaca dalam penyerapan panas
(sinar inframerah) seiring dengan lamanya waktu tinggal di atmosfer
dikenal sebagai GWP, Greenhouse Warming Potential.GWP adalah suatu
nilai relatif dimana karbon dioksida diberi nilai 1 sebagai
standar.