Upload
rinduputy
View
312
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tugas PLKJ tentng sejarah monas
Citation preview
TUGAS PLKJ
Anggota: Sukma Wahyuni (Ketua) Dwi Maulidina Maharani Septiani Putri Rindu Puty Tagrastya Cahya Saniya
KELOMPOK
SEJARAH PERKEMBANGANDKI JAKARTA
Jakarta merupakan daerah yang memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Sejak era kolonialisme Belanda, Jakarta yang ketika itu bernama Batavia merupakan pusat pemerintahan Hindia-Belanda. Saat dimulainya pergerakan perjuangan kemerdekaan secara nasional, Jakarta merupakan jantung pergerakan yang memompakan darah perjuangan kemerdekaan ke seluruh peloksok tanah air.
Denyut kehidupan di Jakarta diketahui sudah sangat tua. Setidaknya sejak 2000 tahun sebelum masehi, wilayah Jakarta sudah dihuni oleh manusia, yaitu, pada
waktu terjadinya gelombang migrasi dari kawasan selatan Cina. Pada awal tarikh
masehi, penduduk yang mendiami wilayah Jakarta sudah berhubungan
dengan negara lain. Hal ini dibuktikan dengan masuknya kebudayaan Hindu
yang diketahui dari banyaknya prasasti di daerah sekitar Jakarta, misalnya prasasti
yang ditemukan di daerah Cilincing.
Sekitar abad 15, pelabuhan Sunda Kelapa yang sekarang terletak di Jakarta Utara
menjadi pelabuhan penting di pesisir utara Jawa bagian barat. Pelabuhan tersebut
langsung dapat diakses dari pusat kerajaan Pajajaran, yaitu, Pakuan (Bogor) melalui
Sungai Ciliwung. Sunda Kelapa yang waktu itu masih termasuk wilayah kekuasaan
Pajajaran menjadi target penguasaan pihak lain, baik kerajaan nusantara lain maupun pihak asing. Untuk menghadapi ancaman
tersebut, yang waktu itu datang dari Banten dan Cirebon, tepatnya tahun 1522, Pajajaran mengizinkan Portugis mendirikan benteng di
Sunda Kelapa.
Pada tahun 1527, Sunda Kelapa berhasil ditaklukan Fatahillah, komandan tentara Islam dari Kesultanan Demak. Setelah penaklukan ini, Sunda Kelapa diubah namanya menjadi Jayakarta. Fatahillah menjadi kepala pemerintahan pertama di Jayakarta. Tanggal 22 Juni 1527, sampai saat ini diperingati sebagai hari jadi Kota Jakarta.
Pada bulan Juli 1596, expedisi Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman tiba di Jayakarta. Meskipun awalnya hanya berdagang, namun pada akhirnya tujuan itu bergeser menjadi upaya penguasaan wilayah. Melihat lokasi Jayakarta yang strategis, VOC berambisi untuk menguasainya. Pada tahun 1619, pasukan Belanda di bawah pimpinan Jan Pieters Coen melaksanakan ambisinya tersebut dengan menyerang Jayakarta dan berhasil menguasainya. VOC kemudian mengubah Jayakarta menjadi Batavia.
Meskipun banyak mendapat fasilitas dari pemerintah Belanda, kinerja VOC terus menerus menurun.
Penyebabnya adalah korupsi dan kesalahan manajemen. Akhirnya pada 31 Desember 1799, VOC
dinasionalisasi oleh pemerintah Belanda. Semua wilayah kekuasaan VOC di Indonesia diambil alih oleh
administrasi Belanda di Batavia.
Karena merupakan pusat pemerintahan Hindia-Belanda, Batavia merupakan daerah yang relatif sepi
dari perlawanan bersenjata. Namun bukan berarti tidak adanya perjuangan merebut kemerdekaan di daerah ini. Pada saat perjuangan kemerdekaan di organisasi
secara nasional, Batavia menjadi pusatnya. Budi Oetomo yang merupakan organisasi perjuangan
kemerdekaan pertama, lahir di Batavia pada 20 Mei 1908. Budi Oetomo merupakan inspirasi bagi kelahiran
berbagai organisasi perjuangan kemerdekaan lain.
Tanggal 5 Maret 1942, Jepang masuk dan menguasai Batavia. Nama
Batavia kemudian diganti dengan Jakarta. Indonesia mulai hidup di
bawah kekuasaan "saudara tua" yang ternyata sama kelamnya dengan era
kekuasaan kolonial Belanda. Penjajahan Jepang berakhir pada 17
Agustus 1945, ketika di jalan Pegangsaan Timur no. 56, Soekarno
dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Republik Indonesia. Pasca pembacaan teks proklamasi tersebut, dimulailah
usaha-usaha pengambil-alihan kantor-kantor dan alat komunikasi yang masih dikuasai tentara Jepang.
Gerakan pemuda yang tergabung dalam Komite Van Aksi dan
bermarkas di gedung Menteng 31, misalnya, berusaha mengambil alih
kantor dan alat telekomunikasi, seperti Kantor Berita Antara, Jawatan Pos, Telepon dan Telegram (PTT), dan
Percetakan uang G. Kolf Co.
Dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan, Jakarta semakin panas. Hal ini diperparah oleh datangnya
sekutu yang didalamnya terdapat tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Belanda
berambisi untuk kembali menancapkan kuku kolonialismenya di Indonesia dan target utamanya
tentu Jakarta, karena disinilah para pemimpin Republik Indonesia berada. Kedatangan sekutu dan
NICA disambut dengan pertempuran yang dikobarkan berbagai laskar di seantero Jakarta. Pada bulan
November 1945, Laskar-laskar tersebut bergabung dalam satu organisasi bernama Laskar Rakyat Jakarta
Raya. Pertempuran meletus diseluruh wilayah Jakarta, bahkan akhirnya melebar ke kawasan
pinggiran. Keadaan genting ini sangat berbahaya bagi stabilitas pemerintahan RI yang baru saja
terbentuk. Pada tanggal 4 Januari 1946, Ibukota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta.
Sebagai bagian dari "aksi militer pertama",
Belanda berusaha menguasai Jakarta. Walikota Jakarta,
Soewiryo, yang ketika itu berusaha
mempertahankan Jakarta, ditangkap. Soewiryo ditahan
Belanda di gang Chase, kemudian di pindah ke Tangerang, dan pada tanggal 21 November 1947 di kembalikan
kepada pemerintahan RI di Yoryakarta. Sejak saat itu, Belanda menguasai
Jakarta sepenuhnya.
Belanda terus berusaha untuk menguasai kembali Indonesia, salah satunya adalah dengan melakukan politik pecah belah (devide et impera), yaitu, dengan mendirikan Republik Indonesia Serikat (RIS). Ketika Republik Indonesia menjadi negara federal tersebut, Jakarta menjadi Ibukota negara federal. Kekuasaannya berdiri sendiri di bawah kekuasaan pemerintah pusat RIS. Namun status ibukota RIS tidak lama, setelah NKRI berdiri kembali, Jakarta menjadi ibukotanya.
Mulai tahun 1961, status Jakarta mengalami perubahan
dari kotapraja menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI).
Soemarno merupakan gubernur pertama DKI
Jakarta. Perkembangan pesat diberbagai bidang dicapai DKI
Jakarta ketika berada di bawah kepemimpinan Letjen KKO Ali Sadikin (1966-1977).
Pria yang biasa dipanggil bang Ali ini berhasil
menghapus citra Jakarta sebagai "kampung besar"
menjadi sebuah kota metropolitan.