Upload
robby-firmansyah
View
1.106
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Materi ini saya dapatka pada materi Pancasila saat Semester 1
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa atas kelimpahan rahmatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu. Dalam tugas mata kuliah
Pancasila ini penulis membahas tentang “Tindak Pidana Korupsi” atau “TIPIKOR”. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada ibu Hudriyah Mundzir SH.MH yang telah membimbing
penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dengan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun penulis.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
tersebut.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Malang, 22 November 2013
Penulis
1
Daftar IsiKATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
BAB 1.....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................4
BAB 2.....................................................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI................................................................................................................................5
BAB 3.....................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................................6
A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi menurut Perspektif Hukum............................................6
B. Pengertian Tindak Pidana Korupsi menurut para Ahli dan secara Umum.............................8
C. Penjatuhan Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Kasus Korupsi Di Indonesia...................12
D. Komisi Pemberantas Korupsi...............................................................................................14
E. Dampak Yang Terjadi Akibat Korupsi Dan Upaya Penanggulangannya...............................17
F. Upaya Penanggulangan Korupsi..........................................................................................17
BAB 4...................................................................................................................................................21
PENUTUP.........................................................................................................................................21
4.1 KESIMPULAN....................................................................................................................21
4.2 SARAN..............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................23
2
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya untuk memberantas korupsi ternyata telah ada sejak orde lama dan bahkan
telah berkali-kali dibentuk badan untuk memberantas korupsi. Namun, upaya itu tidak
berhasil atau bahkan tidak berjalan dengan efektif dan bahkan kasus korupsi semakin
tumbuh subur di Negara ini. Sampai terbentuklah KPK pada tahun 2003 yang diperkuat oleh
UU Republik Indonesia No 30 thn 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Pidana Korupsi.
Dengan kewenangan sebagai badan resmi untuk memberantas korupsi ini, KPK telah banyak
memecahkan kasus korupsi.
Beberapa kasus yang pernah menjadi sorotan masyarakat yaitu kasus gayus
tambunan mengenai mafia pajak, kasus M. Nazaruddin mengenai penggelapan dana wisma
atlet, dan kasus yang baru yaitu Nunun Nur Boeti tersangka kasus cek pelawat yang menjadi
buronan internasional. Dan mungkin kasus yang baru-baru ini kita semua dengar mengenai
simulasi dalam pembuatan SIM yang melibatkan Polri. Masih banyak lagi kasus-kasus yang
telah dipecahkan oleh KPK. Dan apa selanjutnya?
Saat ini KPK telah mengadakan penyelidikan terhadap para anggota DPR, dan juga
badan anggaran DPR, tentu saja dengan adanya penyelidikan KPK para anggota DPR ini
merasa terganggu oleh pihak KPK, sehingga DPR mengajukan untuk merefisi kembali UU
mengenai KPK. Disinilah terjadi pra-kontra yang sekarang menjadi sorotan masyarakat dan
partai politik lainnya. Maka dari itu disini saya akan membahas mengenai Tipikor.
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakan yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi menurut perspektif hukum.
2. Apa pengertian Tipikor menurut para ahli dan secara umum.
3. Bagaimanakah tindak pidana dalam kasus korupsi di Indonesia.
4. Bagaimanakah kinerja KPK tehadap kasus korupsi sekarang ini.
5. Bagaimanakah dampak korupsi terhadap Negara Indonesia dan bagaimana cara
menanggulangi terjadinya korupsi.
4
BAB 2TINJAUAN TEORI
PENGERTIAN TIPIKOR
Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi secara gamblang dijelaskan dalam 13
buah pasal dalam UU No.31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No.20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi
dirumuskan kedalam 30 bentuk tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menjelaskan
secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana korupsi.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakar yang memakai
uang sebagai standar kebenaran dan sebagai suatu kekuasaan mutlak. Sebagai akibat
korupsi ketimpangan antara si miskin dan sikaya semakin kentara. Orang-orang kaya dan
memiliki politisi korup bisa masuk dalam golongan elite yang berkuasa dan sangat
dihormati. Mereka juga memilik status sosial yang tinggi.
Korupsi menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku yang menggunakan
jabatan dan wewenang guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum
Dijabarkan pula oleh Dr. Sarlito W. Sarwono, faktor seorang melakukan tindak korupsi
adalah factor dorongan dalam diri (keinginan, hasrat, kehendak) dan faktor rangsangan dari
luar (kesempatan, dorongan teman-teman, kurang kontrol, dan lain-lain).
Secara bahasa, korupsi berasal dari bahasa inggris, yaitu corrupt, yang berasal daari
perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rupere
yang berarti pecah atau jebol. Istilah korupsi juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan
tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam
prakteknya korupsi lebih dikenal menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan
tanpa adanya catatan administrasi. Pengertian korupsi lebih ditekankan pada perbuatan
yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau
golongan.
Sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
Ø Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan,
administrasi yang lamban dan sebagainya.
Ø Warisan pemerintahan kolonial.
5
Ø sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak
ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang
dilakukan oleh pejabat pemerintah.
BAB 3PEMBAHASAN
A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi menurut Perspektif Hukum
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13
buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi
dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana
karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
6
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU
No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi itu adalah:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu
6. Saksi yang membuka identitas pelapor
Pasal-pasal berikut dibawah ini dapat dikaitkan dengan tindak pidana korupsi dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah.1. Melawan Hukum untuk Memperkaya Diri Pasal 2
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU
No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun
1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan
keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini,
pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk memidana koruptor.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini,
harus memenuhi unsur-unsur:
7
1. Setiap orang atau korporasi;
2. Melawan hukum;
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Menyalahgunakan Kewenangan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun
2001: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau 6 tahun serta
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Rumusan korupsi pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf b UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya
kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31
Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk
memidana koruptor.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini,
harus memenuhi unsur-unsur:
1. Setiap orang;
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana;
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
B. Pengertian Tindak Pidana Korupsi menurut para Ahli dan secara Umum.
Pengertian Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat Anti korupsi secara mudahnya dapat diartikan tindakan yang tidak menyetujui
terhadap berbagai upaya yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
8
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dengan kata lain, anti korupsi merupakan sikap atau perilaku yang tidak mendukung
atau menyetujui terhadap berbagai upaya yang yang dilakukan oleh seseorang atau
korporasi untuk merugikana keuangan negara atau perekonomian negara yang dapat
menghambat pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk mendukung upaya atau tindakan
anti korupsi melalui UU Republik Indonesia nomor 30 Tahun 2002 dibentuklah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).Selain itu ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang sangat
peduli terhadap pemberantasan korupsi, seperti Masyarakat Transparansi Indonesia atau
juga Lembaga Pemantau Kekayaan Negara.
Sedangkan pengertian Tipikor menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. Gorte Winkler Prins (2005:8)
Dalam kamus hukum ensiklopedia menyebutkan bahwa meskipun kata Corruption itu
luas sekali artinya namun sering kali corruption dipersamakan artinya dengan penyuapan.
Arti harfiah dari kata korupsi adalah sesuatu yang busuk jahat dan merusak. Jika
membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena
korupsi menyangkut segi-segi moral sifat dan keadaan yang busuk jabatan dalam instansi
atau aparatur pemerintah penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan
di bawah kekuasaan jabatannya.
2. Subekti dan Tjitrosudibio (2007:9)
Dalam kamus hukum, mengemukakan, bahwa yang dimaksud Curruptie adalah
korupsi perbuatan curang tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
3. H. Baharuddin lopa (1997:6), mengemukakan:
“ Tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana yang dengan penyuapan
manipulasi dan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang merugikan atau dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan atau
kepentingan rakyat/umum. Perbuatan yang merugikan keuangan atau perekonomian
negara adalah korupsi dibidang materil, sedangkan korupsi dibidang politik dapat terwujud
berupa memanipulasi pemungutan suara dengan cara penyuapan, intimidasi paksaan dan
atau campur tangan yang mempengaruhi kebebasan memilih komersiliasi pemungutan
9
suara pada lembaga legislatif atau pada keputusan yang bersifat administratif dibidang
pelaksanaan pemerintah”.
4. Menurut Aswanto 2010.
“Secara sistematik tindak pidana korupsi terdiri atas kata tindak pidana/delik dengan
kata korupsi. Tindak pidana/delik adalah perbuatan yang dilarang dalam peraturan
perundang-undangan yang disertai dengan ancaman pidana terhadap siapa yang melakukan
perbuatan yang dilarang tersebut
5. Selanjutnya Mc Mullan (1961)
Menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak
mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong
perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik,
pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Dalam penjelasan umum UU Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi dinyatakan, bahwa Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah
meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik
dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi
kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak
terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional
tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan
landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi. Berbagai
kebijakan telah tertuang dalam bentuk peraturan perundang-undangan, antara lain dalam
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998
tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan Nepotisme;
Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
Perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
10
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang :
1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang
ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum atau penyelenggara negara;
2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;
3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
Dengan pengaturan dalam undang-undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi :
1. Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan
institusi yang telah ada sebagai counterpartner yang kondusif sehingga
pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.
2. Tidak monopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
3. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam
pemberantasan korupsi
4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada dan
dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan,
penuidikan dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh
kepolisian dan/atau kejaksaan.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah
dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran
serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat
3).Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi. Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurut pasal 6 adalah :
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi
11
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara
C. Penjatuhan Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Kasus Korupsi Di Indonesia
Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 undang-undang nomor
20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa
tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut.
1) Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-
undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang
dilakukan dalam keadaan tertentu.
2) Pidana Penjara
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
12
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 3)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan
sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak
langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap
tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
3) Pidana Tambahan
Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau
barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi
dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan
harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun.
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh
atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah
kepada terpidana.
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu)
bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk
membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak
memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-
undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan
dalam putusan pengadilan.Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas
Nama Suatu Korporasi.
13
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan
maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural
ketentuan pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
a. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu
korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap
korporasi dan/atau pengurusnya.
b. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik
sendiri maupun bersama-sama.
c. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka
korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat
diwakilkan kepada orang lain.
d. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap
sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut
dibawa ke siding pengadilan.
e. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan
kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
a. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
b. Perbuatan melawan hukum;
c. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
d. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya
karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain
D. Komisi Pemberantas Korupsi
14
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi;
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi;
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi;
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada
instansi yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Alasan utama yang paling sering disinggung dengan munculny KPK adalah karena
mereka tidak lagi dapat memercayai kepolisian dan kejaksaan untuk menangani kasus-kasus
korupsi. Harapan satu-satunya untuk dapat melihat keadilan ditegakkan bagi masyarakat
kebanyakan hanya ada di tangan KPK. Berdirinya KPK dalam waktu cepat telah
menumbuhkan kepercayaan publik atas pemberantasan korupsi.
Sepak terjang KPK dalam menangani perkara-perkara korupsi yang melibatkan pejabat
publik dianggap masyarakat mampu menghadirkan proses hukum yang sesungguhnya.
Bukan penegakan hukum pura-pura, dagelan, apalagi proses hukum korupsi yang diselimuti
oleh praktik korupsi. Kritik terhadap KPK memang tetap ada,namun hal itu lebih sebagai
upaya publik mengawasi KPK supaya proses penegakan hukum tidak tebang pilih,
diskriminatif, dan manipulatif.
15
Pengambilalihan kasus oleh KPK dari aparat kejaksaan dan kepolisian belum cukup
dijadikan pelajaran yang berguna.Bahkan usaha (jika memang ada dan sungguh-sungguh)
untuk memperbaiki citra kejaksaan, misalnya, justru tercoreng oleh ulah beberapa jaksa
nakal yang tertangkap basah melakukan ancaman dan pemerasan. Terakhir,Kepala
Kejaksaan Negeri Tilamuta yang dicopot oleh Kejaksaan Agung karena beredar rekaman
pembicaraannya yang mengancam, memeras, sekaligus menghina satuan penegak hukum
lainnya.
Dalam situasi aparat penegak hukum konvensional mengalami kemandekan dalam
penanganan kasus korupsi, di sisi lain situasi politik menciptakan korupsi yang kian massif,
tentu berharap agar kepolisian atau kejaksaan segera pulih adalah mimpi.
Sebagaimana kita tahu, berbagai modus korupsi yang muncul di berbagai daerah,
kebanyakan diotaki oleh kepala daerah atau anggota legislatif,dengan cara yang kasar dan
terang-terangan.Tapi tidak ada daya yang cukup untuk menghentikannya, karena
mandulnya fungsi penegakan hukum dari kepolisian dan kejaksaan.
Sebagaimana kita tahu,posisi dan peran KPK sebenarnya adalah trigger mechanism.
Artinya, KPK didesain untuk mendorong dan memicu lahirnya semangat dan tradisi baru
dalam penegakan hukum, khususnya bagi aparat penegak hukum konvensional. Salah satu
latar belakang berdirinya KPK adalah karena aparat penegak hukum konvensional telah
gagal dalam mengemban amanat konstitusi, yakni melakukan pemberantasan korupsi.
Kehadiran KPK dimaksudkan untuk memberikan teladan, contoh, dan model penegak
hukum yang memiliki integritas,profesionalitas, dan independensi yang tinggi. Dengan
hadirnya KPK perwakilan, ada kesan yang muncul bahwa KPK akan menggantikan posisi
kejaksaan dan kepolisian. Padahal, sejatinya KPK tidak dimaksudkan untuk sampai pada titik
ini.
KPK lebih banyak diharapkan dapat memberantas korupsi yang melibatkan pejabat
negara dan aparat penegak hukum yang selama ini tidak dapat disentuh oleh aparat
penegak hukum konvensional. Pendek kata, tujuan KPK dilahirkan, salah satu yang strategis,
adalah memberantas korupsi yang memiliki hambatan politik dan hukum besar. Bukan
untuk menangani semua kasus korupsi. Apabila KPK disibukkan dengan berbagai
penanganan kasus korupsi, KPK akan menjadi tidak fokus, sehingga melupakan hal-hal yang
strategis.
16
Menghadirkan KPK perwakilan juga berarti pertaruhan integritas.Sebuah kondisi yang
sulit dipertahankan dalam level yang paling tinggi saat rentang kendali kian jauh.Dalam ilmu
manajemen standar, rentang kendali akan sangat memengaruhi efektivitas dari kontrol itu
sendiri. Dengan demikian, tantangan KPK perwakilan adalah bagaimana mereka dapat
memastikan bahwa integritas dari orang-orang yang kelak akan mengisi jabatan KPK
perwakilan dapat dijaga dengan baik.
E. Dampak Yang Terjadi Akibat Korupsi Dan Upaya Penanggulangannya
Akibat yang ditimbulkan sebagai dampak dari korupsi yaitu
1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman
modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer,
menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas
administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Dapat disimpulkan akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :
1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap
perusahaan, gangguan penanaman modal.
2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri,
hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi,
hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan
pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.
Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendisendi
kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum
dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
F. Upaya Penanggulangan Korupsi.
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai
tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi
17
subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang
mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu
ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab. Ada beberapa upaya penggulangan
korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan
pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk
menanggulangi korupsi sebagai berikut :
a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah
pembayaran tertentu.
b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah
pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang
yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan
penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan
untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan
meningkatkan ancaman.
e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi
dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi
organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu
pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan
dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.
Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang
semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya
pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus
segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah
pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan
melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.
Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara
pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif
saja, melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya
(practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya korupsi.
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
18
1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan
nasional.
3. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak
korupsi.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum
tindak korupsi.
5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui
penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan
berdasarkan sistem “ascription”.
7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi
pemerintah.
8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur.
9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab
etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok
dengan pengenaan pajak yang tinggi.
Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi korupsi,
perlu sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi
karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya
penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :
a. Preventif.
1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi
pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara
milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
2. mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai
negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat
dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak
terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
19
3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri
setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa
mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa
pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5. menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk
kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung
disalahgunakan.
6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense
of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa
peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu
berusaha berbuat yang terbaik.
b. Represif.
1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.
Sekian uraian pengertian tentang Pengertian Tindak Pidana Korupsi, semoga bermanfaat.
20
BAB 4PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi
keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya.
2. Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi
kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.
3. Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan(preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan
membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara
miliknegara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan
penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri
setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif
dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol,
adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness”
diantara para pejabat dan pegawai.
Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku
pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi
(pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.
21
4.2 SARAN
Dalam hal ini semoga dapat membantu pengetahuan dan menambah ilmu
pengetahuan kita dalam Tindak Pidana Korupsi, dan yang terpenting adalah Tindak
Pidana Korupsi merupakan tindakan kejahatan atau perbuatan yang harus
dihapuskan dimana agar terjadi tata pemerintahan bernegara yang baik adil dan
bersih dari korupsi. Dengan adanya pengadilan Tipikor ini sangat berarti dalam
menyangkut kepentingan masyarakat Indonesia dari Tindak Pidana Korupsi.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://jokosaputroblog.blogspot.com/2013/07/makalah-tindak-pidana-
korupsi.html#ixzz2l2gfoaW3
Tugas hukum pidana khusus klasifikasikan jenis-jenis tindak pidana korupsi
berdasarkan uu no 31 th 1999 jo no 20 th 2001 yang di susun oleh : ardi prastiyo
yuda dharma universitas semarang fakultas hukum
23