21
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia. Sebab, mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga mengabaikan penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan. Dalam sistem perekonomian, konsumsi memainkan peranan penting. Adanya konsumsi akan mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan menggerakkan roda-roda perekonomian. Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah. Dalam makalah ini kami akan memaparkan mengenai konsumsi berdasarkan Al-Quran. B. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan maslah dalam makalah ini adalah : 1. Bagaimana teori konsumsi dalam Islam? 2. Seperti apa tafsir Q.S Thaha ayat 81? 3. Seperti apa tafsir Q.S An-Nisa ayat 29? 4. Seperti apa tafsir Q.S Hijr ayat 19-20? 5. Seperti apa tafsir Q.S Al-Maidah: 87-88? C. TUJUAN PENULISAN Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : I

Teori Konsumsi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teori Konsumsi

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGKonsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian,

karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh karena itu, kegiatan

ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia. Sebab,

mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga mengabaikan

penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan.  Dalam sistem

perekonomian, konsumsi memainkan peranan penting. Adanya konsumsi akan

mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan

menggerakkan roda-roda perekonomian. Tujuan utama konsumsi seorang

muslim adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah. Dalam

makalah ini kami akan memaparkan mengenai konsumsi berdasarkan Al-Quran.

B. RUMUSAN MASALAHAdapun rumusan maslah dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana teori konsumsi dalam Islam?

2. Seperti apa tafsir Q.S Thaha ayat 81?

3. Seperti apa tafsir Q.S An-Nisa ayat 29?

4. Seperti apa tafsir Q.S Hijr ayat 19-20?

5. Seperti apa tafsir Q.S Al-Maidah: 87-88?

C. TUJUAN PENULISANTujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui teori konsumsi dalam Islam?

2. Mengetahui tafsir Q.S Thaha ayat 81?

3. Mengetahui tafsir Q.S An-Nisa ayat 29?

4. Mengetahui tafsir Q.S Hijr ayat 19-20?

5. Mengetahui tafsir Q.S Al-Maidah: 87-88?

I

Page 2: Teori Konsumsi

BAB IIPEMBAHASAN

A. TEORI KONSUMSI MENURUT ISLAMKonsumsi berlebih – lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang

tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf

(pemborosan) atau tabzir (menghambur – hamburkan harta tanpa guna). Tabzir

berarti menggunakan barang dengan cara yang salah, yakni, untuk menuju

tujuan – tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal – hal yang melanggar

hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Pemborosan berarti penggunaan

harta secara berlebih – lebihan untuk hal – hal yang melanggar hokum dalam hal

seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, atau bahkan sedekah. Ajaran – ajaran

Islam menganjurkan pada konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan

berimbang, yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan.

Konsumsi di atas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap israf dan

tidak disenangi Islam.

Salah satu ciri penting dalam Islam adalah bahwa ia tidak hanya

mengubah nilai – nilai dan kebiasaan – kebiasaan masyarakat tetapi juga

menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat

tujuan – tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga

memiliki daya aplikatif terhadap kasus orang yang terlibat dalam pemborosan

atau tabzir. Dalam hukum (Fiqh) Islam, orang semacam itu seharusnya dikenai

pembatasan – pembatasan dan, bila dianggap perlu, dilepaskan dan dibebaskan

dari tugas mengurus harta miliknya sendiri. Dalam pandangan Syari’ah dia

seharusnya diperlukan sebagai orang yang tidak mampu dan orang lain

seharusnya ditugaskan untuk mengurus hartanya selaku wakilnya.

Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan pada prinsip keadilan

distribusi. Jika tuan A mengalokasikan pendapatannya setahun hanya untuk

kebutuhan materi, dia tidak berlaku adil karena ada pos yang belum

dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial. Jika demikian, sesungguhnya dia hanya

bertindak untuk jalannya di akhirat nanti.

1

Page 3: Teori Konsumsi

B. TAFSIR AYAT-AYAT EKONOMOMI MENGENAI KONSUMSI1. Q.S Thaha ayat 81

Artinya : “Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan

kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan

kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku,

maka sesungguhnya binasalah ia.”

a) Kata kunci :

“Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan

kepadamu...”

b) Asbab an-Nuzul

-

c) Kandungan ayat

Pada ayat ini Allah menyuruh supaya mereka memakan di antara

rezeki yang baik, yang lezat cita rasanya dan yang telah Allah karuniakan

kepada mereka, jangan sekali-sekali mereka menyalahgunakannya,

seperti menafkahkannya dengan boros, tidak mensyukurinya,

mendermakan kepada kemaksiatan, dll. Karena kalau demikian berarti

mereka telah mengundang kemurkaan Allah yang akan menimpakan

siksa-Nya. Celaka dan binasalah orang-orang yang telah ditimpa

kemurkaan Allah.

2

Page 4: Teori Konsumsi

2. Q.S An-Nisa ayat 29

Artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman, janagnlah kalian memakan harta-harta

kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang

kalian saling ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian,

sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kalian.”

a) Kata Kunci

Yang diseru adalah orang-orang beriman karena yang mau sadar, mau

tunduk, mau berubah, mau ikut aturan itu adalah orang beriman. Kalau kita

mengaku beriman, tatapi kita masih ragu tentang kebenaran sistem

perekonomian Islam, seperti kita masih ragu keharamannya transaksi dengan

riba dan bank konvensional, maka keimanan kita perlu dipertanyakan. Karena

itulah Allah memanggil orang yang beriman secara tegas, agar mereka sadar

untuk mau tunduk.

Kita dilarang oleh Allah, padahal larangan itu menunjukkan haram

kecuali ada dalil, sedang untuk ayat ini tidak ada dalil lain. Jadi haram hukumnya

mendapatkan harta dengan cara yang tidak dibolehkan syara`.

(harta kalian). Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya harta adalah

adalah milik umum, kemudian Allah memberikan hak legal kepada pribadi untuk

memiliki dan menguasainya, tetapi dalam satu waktu Islam menekannya

kewajiban membantu orang lain yang membutuhkan. Perlu diketahui, bahwa

kalaupun harta itu sudah menjadi milik pribadi tapi bukan berarti kita

3

Page 5: Teori Konsumsi

diperbolehkan untuk menggunakannya kalau digunakan dalam hal yang tidak

dibenarkan syariat, maka harta itu juga tidak boleh digunakan. Apalagi kalau kita

mendapatkan harta tersebut dari orang lain dengan cara batil.

ini adalah dzikrul juz lilkul. Artinya menyebut sebagian untuk seluruhnya,

karena umumnya harta itu didapatkan dengan transaksi jual beli (perdagangan)

yang didalamnya terjadi transaksi timbal balik. Selama transaksi tersebut

dilakukan sesuai aturan syar`I, maka hukumnya halal. Tentu transaksi jual beli ini,

tidaklah satu-satu cara yang halal untuk mendapatkan harta, disana ada hibah,

warisan dll.

(kalian saling ridha): Jual beli itu harus dilandasi dengan keikhlasan dan

keridloan. Artinya tidak boleh ada kedhaliman, penipuan, pemaksaan dan hal-hal

lain yang merugikan kedua pihak. Oleh karena itu, pembeli berhak

mengembalikan barang yang dibeli ketika mendapati barangnya tidak sesuai

dengan yang diinginkan.

(jangan saling membunuh), apa hubungannya dengan bisnis? Sangat

berhubungan. Dalam bisnis sering terjadi permusuhan. Kata ulama makna ayat

ini adalah “jangan saling membunuh”. Adapun makna dhahirnya “jangan bunuh

diri”. Keduanya bisa diterima, karena bisa saja orang berbisnis, bangkrut, stress,

lalu bunuh diri.

(sesungguhnya Allah itu Maha Kasih sayang kepada kalian), di antaranya

dengan memberikan penjelasan kepada manusia tentang sistem transaksi harta,

agar manusia bisa hidup berdampingan, jauh dari permusuhan apalagi sampai

bunuh-bunuhan hanya karena persaingan dagang.

4

Page 6: Teori Konsumsi

b) Asbabun-Nuzul

-

c) Kandungan Ayat

Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus

kepada transaksi perdagangan, bisnis jual beli. Sebelumnya telah diterangkan

transaksi muamalah yang berhubungan dengan harta, seperti harta anak yatim,

mahar, dan sebagainya. Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang beriman

untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan, (dan segala bentuk transaksi

lainnya) harta orang lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan

oleh syari’at. Kita boleh melakukan transaksi terhadap harta orang lain dengan

jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling ikhlas. Dan dalam ayat ini

Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik membunuh diri sendiri maupun saling

membunuh. Dan Allah menerangkan semua ini, sebagai wujud dari kasih

sayang-Nya, karena Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kita.

3. Q.S Al-Hijr ayat 19-20

Artinya :

“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-

gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.“ (Q.S Al-

Hijr ayat 19)

“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup,

dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan

pemberi rezeki kepadanya.” (Q.S Al-Hijr ayat 20)

5

Page 7: Teori Konsumsi

a) Kata Kunci

“... Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.“ (Q.S Al-Hijr

ayat 19)

“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan

hidup...“ (Q.S Al-Hijr ayat 20)

b) Asbabun-Nuzul

-

c) Kandungan ayat

Setelah Allah SWT menerangkan tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya

di langit dan di bumi, maka dalam ayat ini Allah menerangkan tanda-tanda

kekuasaan-Nya yang dapat dilihat, diketahui, dirasakan dan dipikirkan oleh

manusia. Di antaranya ialah: Allah menciptakan bumi seakan-akan terhampar,

sehingga mudah didiami manusia, memungkinkan mereka bercocok tanam di

atasnya, mudah mereka bepergian ke segala penjuru dunia mencari rezeki yang

halal dan bersenang-senang. Diciptakan Nya pula atas bumi itu jurang-jurang

yang dalam, dialiri sungai-sungai yang kecil, kemudian bersatu menuju lautan

luas. Diciptakan Nya pula di atas bumi itu gunung-gunung yang menjulang ke

langit, dihiasi oleh aneka ragam tanaman dun tumbuh-tumbuhan yang

menghijau, yang menyenangkan hati orang-orang yang memandangnya.

Pada ayat 20 menerangkan anugerah Allah SWT yang tidak terhingga

kepada manusia, yaitu Dia telah menciptakan bermacam-macam keperluan

hidup bagi manusia. Dia telah menciptakan tanah yang subur yang dapat

ditanami dengan tanam-tanaman yang berguna dan merupakan kebutuhan

pokok baginya. Dia menciptakan air yang dapat diminum dan menghidupkan

tanam-tanaman, menciptakan burung yang beterbangan di angkasa yang dapat

ditangkap dan dijadikan makanan yang enak dan lezat. Diciptakan-Nya laut yang

di dalamnya hidup bermacam-macam jenis ikan yang dapat dimakan serta

mutiara dan barang tambang yang diperlukan oleh manusia dan menjadi sumber

6

Page 8: Teori Konsumsi

mata pencaharian. Laut yang luas yang dapat dilayari manusia menuju segenap

penjuru dunia. Dan Dialah yang menciptakan segala macam sumber kesenangan

bagi manusia.

4. QS. Al-Maidah ayat 87-88

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang

baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (87).”

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah

rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-

Nya (88).” (Qs. Al-Maidah: 87-88).

a) Kata Kunci

“ ... janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah

halalkan bagi kamu ... “ (Qs. Al-Maidah: 87)

“... makanlah makanan yang halal lagi baik ... “(Qs. Al-Maidah: 88)

b) Asbabun-Nuzul

Pada ayat Al-Maidah: 87, Imam Tirmizi dan lain-lainnya meriwayatkan

sebuah hadis dari Ibnu Abbas, "Ada seorang lelaki datang menghadap kepada

Nabi saw., lalu lelaki itu bertanya, 'Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ini

apabila memakan daging langsung naik syahwat terhadap wanita-wanita dan

syahwatku menguasai diriku, dari itu aku haramkan daging untuk diriku.

Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis dari jalur Aufi dari Ibnu

Abbas, bahwa ada beberapa orang lelaki dari kalangan para sahabat, di

7

Page 9: Teori Konsumsi

antaranya ialah sahabat Usman bin Mazh`un, mereka bertekad mengharamkan

diri mereka dari wanita-wanita (istri-istri) dan daging. Kemudian mereka

mengambil pisau tajam untuk memotong buah pelir mereka (mengebiri diri

sendiri) agar mereka tidak terkena nafsu syahwat lagi, dengan demikian mereka

bisa mengkonsentrasikan diri untuk beribadah. Sebelum mereka melakukan niat

itu turunlah ayat-ayat ini. Diketengahkan pula hadis yang serupa secara mursal

oleh Ikrimah, Abu Qilabah, Mujahid, Abu Malik An-Nakha'i, Sadi dan lain-lainnya.

Di dalam riwayat Sadi disebutkan, bahwa mereka terdiri dari sepuluh orang

sahabat, yang di antaranya ialah Ibnu Mazh`un dan Ali bin Abu Thalib.1

Di dalam riwayat Ikrimah disebutkan bahwa di antara mereka adalah

Ibnu Mazh'un, Ali bin Abu Thalib, Ibnu Masud, Miqdad bin Aswad dan Salim

budak yang telah dimerdekakan oleh Abu Huzaifah. Dan di dalam riwayat

Mujahid disebutkan, bahwa di antara mereka ialah Ibnu Mazh'un dan Abdullah

bin Umar. Ibnu Asakir mengetengahkan sebuah hadis di dalam kitab Tarikh dari

jalur Sadi Shaghir dari Kalbi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas

mengatakan, "Ayat ini diturunkan sehubungan dengan segolongan para sahabat

yang di antaranya ialah Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Masud, Usman bin Mazh'un,

Miqdad bin Aswad dan Salim bekas budak Abu Huzaifah. Mereka telah

bersepakat untuk mengebiri diri, menjauhi istri-istri mereka, tidak akan memakan

daging dan segala yang berlemak, tidak akan memakan makanan kecuali hanya

makanan pokok saja (mutih), memakai pakaian yang serba kasar dan mereka

bertekad akan hidup mengembara di muka bumi seperti halnya para rahib.

Sebelum mereka menunaikan niat, turunlah ayat ini." Ibnu Abu Hatim

mengetengahkan sebuah hadis dari Zaid bin Aslam, "Abdullah bin Rawahah

kedatangan seorang tamu dari familinya, sedangkan pada waktu itu ia sedang

berada di sisi Nabi saw. Pada waktu Abdullah kembali ke rumahnya, ia

menjumpai keluarganya tidak memberi makan tamunya itu karena menunggu

kedatangannya.

Melihat hal itu ia berkata kepada istrinya, 'Engkau telah menahan

tamuku (tidak memberinya makan); sungguh makanan itu haram bagiku.' Istrinya

menjawab, 'Sungguh makanan itu haram bagiku.' Sang tamu pun berkata,

'Sungguh makanan itu haram bagiku.' Setelah melihat keadaan demikian

Abdullah bin Rawahah meletakkan tangannya ke makanan itu seraya berkata,

1 K.H. Nurcholis MA, Asbabun Nuzul, (Surabaya: Pustaka Anda, 1997).

8

Page 10: Teori Konsumsi

'Makanlah kamu sekalian dengan menyebut nama Allah!' Seusai peristiwa itu

Abdullah bin Rawahah pergi menemui Nabi saw., lalu ia menceritakan kepada

beliau apa yang baru saja ia alami beserta keluarga dan tamunya. Kemudian

Allah menurunkan firman-Nya.

c) Kandungan Ayat

Pada ayat (87), ini Allah swt. menunjukkan firman-Nya kepada kaum

muslimin, yaitu melarang mereka mengharamkan bagi diri mereka segala yang

baik yang telah dihalalkan-Nya seperti makanan, minuman, pakaian, pernikahan

dan lain-lainnya yang baik dan halal.

Akan tetapi, walaupun Allah swt. telah menyediakan dan menghalalkan

barang-barang yang baik bagi hamba-Nya, namun haruslah dilakukan menurut

cara yang telah ditentukan-Nya. Maka firman Allah dalam ayat ini melarang

hamba-Nya dari sikap dan perbuatan yang melampaui batas. Perbuatan yang

melampaui batas dalam soal makanan, misalnya, dapat diartikan dengan dua

macam pengertian.

Pertama seseorang tetap memakan makanan yang baik, yang halal,

akan tetapi ia berlebih-lebihan memakan makanan itu, atau terlalu banyak.

Padahal makan yang terlalu kenyang adalah merusak kesehatan, alat-alat

pencernaan dan mungkin merusak pikiran. Dana dan dayanya tertuju kepada

makanan dan minuman, sehingga kewajiban-kewajiban lainnya terbengkalai,

terutama ibadahnya. Pengertian yang kedua ialah bahwa seseorang telah

melampaui batas dalam hal macam makanan yang dimakannya, dan minuman

yang diminumnya; tidak lagi terbatas pada makanan yang baik dan halal, bahkan

telah melampauinya kepada yang merusak dan berbahaya, yang telah

diharamkan oleh agama. Kedua hal itu tidak dibenarkan oleh ajaran agama

Islam.

Pada akhir ayat tersebut Allah SWT. memperingatkan kepada hamba-

Nya, bahwa Dia tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas. Ini

berarti bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan haruslah selalu dalam batas-

batas tertentu, baik yang ditetapkan oleh agama, seperti batas halal dan

haramnya, maupun batas-batas yang dapat diketahui oleh akal, pikiran dan

perasaan, misalnya batas mengenal banyak sedikitnya serta manfaat dan

mudaratnya.

Suatu hal yang perlu kita ingat ialah prinsip yang terdapat dalam

9

Page 11: Teori Konsumsi

Syariat Islam, bahwa apa-apa yang dihalalkan oleh agama adalah karena ia

bermanfaat dan tidak berbahaya; sebaliknya apa-apa yang diharamkannya

adalah karena ia berbahaya dan tidak bermanfaat atau karena bahayanya lebih

besar daripada manfaatnya.2 Oleh sebab itu tidaklah boleh mengubah-ubah

sendiri hukum-hukum agama yang telah ditetapkan Allah swt. dan Rasul-Nya.

Allah swt. Maha Mengetahui apa-apa yang baik dan bermanfaat bagi hamba-Nya

dan apa yang berbahaya bagi mereka. Dan Dia Maha Pengasih terhadap

mereka.

Pada ayat (88) ini Allah swt. memerintahkan kepada hamba-Nya agar

mereka memakan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya

kepada mereka. Prinsip "halal dan baik" ini hendaknya senantiasa menjadi

perhatian dalam menentukan makanan dan minuman yang akan dimakan untuk

diri sendiri dan untuk keluarga, karena makanan dan minuman itu tidak hanya

berpengaruh terhadap jasmani, melainkan juga terhadap rohani.

Tidak ada halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk

menikmati makanan dan minuman yang enak, dan untuk mengadakan hubungan

dengan istri, akan tetapi haruslah menaati ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan syara’. Agama Islam sangat mengutamakan kesederhanaan. Ia tidak

membenarkan umatnya berlebih-lebihan dalam makan, minum, berpakaian dan

sebagainya, bahkan dalam beribadah. Sebaliknya, juga tidak dibenarkannya

seseorang terlalu menahan diri dari menikmati sesuatu, padahal ia mampu untuk

memperolehnya. Apalagi bila sifat menahan diri itu sampai mendorongnya untuk

mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan syara'.

Rasulullah SAW. telah memberikan suri teladan tentang

kesederhanaan ini. Dalam segala segi kehidupannya, beliau senantiasa bersifat

sederhana, padahal jika beliau mau niscaya beliau dapat saja menikmati segala

macam kenikmatan itu sepuas hati. Akan tetapi beliau tidak berbuat demikian,

karena sebagai seorang pemimpin, beliau memimpin umatnya kepada pola hidup

sederhana, akan tetapi tidak menyiksa diri.

C. MUNASABAH AYATPada Q.S Thaha ayat 8 Allah menyuruh agar manusia memakan rezeki

2 Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984)

10

Page 12: Teori Konsumsi

yang baik, yang lezat cita rasanya dan yang telah Allah karuniakan kepada

mereka, tidak menyalahgunakannya, seperti menafkahkannya dengan boros,

tidak mensyukurinya, memanfaatkannya kepada kemaksiatan, dll. Jika mereka

demikian maka Allah akan menimpakan siksa kepada-Nya.

Selanjutnya pada Q.S An-Nisa ayat 29 Allah melarang mengambil harta

orang lain dengan jalan batil (tidak, benar), kecuali dengan perniagaan yang

berlaku atas dasar kerelaan bersama.  Kemudaian dalam ayat ini Allah melarang

orang-orang yang beriman memakan harta dengan cara yang batil dan

membunuh orang lain, dan bunuh diri.

Q.S Al-Hijr ayat 19 menjelaskan bahwa Allah menerangkan tanda-tanda

kekuasaan-Nya yang dapat dilihat, diketahui, dirasakan dan dipikirkan oleh

manusia. Dan pada ayat 20 ini merupakan peringatan bagi manusia bahwa anak-

anaknya, pembantu-pembantunya, binatang ternak kepunyaannya semua itu

Allah-lah yang menjamin rezekinya, bukan kepunyaan manusia.

Qs. Al-Maidah ayat 87 menunjukkan firman-Nya kepada kaum muslimin,

yaitu melarang mereka mengharamkan bagi diri mereka segala yang baik yang

telah dihalalkan-Nya seperti makanan, minuman, pakaian, pernikahan dan lain-

lainnya yang baik dan halal.

Qs. Al-Maidah ayat 88 ini Allah SWT. memerintahkan kepada hamba-Nya

agar mereka memakan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya

kepada mereka. Prinsip "halal dan baik" ini hendaknya senantiasa menjadi

perhatian dalam menentukan makanan dan minuman yang akan dimakan untuk

diri sendiri dan untuk keluarga, karena makanan dan minuman itu tidak hanya

berpengaruh terhadap jasmani, melainkan juga terhadap rohani.

11

Page 13: Teori Konsumsi

BAB IIIKESIMPULAN

Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan pada prinsip

keadilan distribusi.

Pada Q.S Thaha ayat 8 ini Allah menyuruh agar manusia memakan

rezeki yang baik.

Q.S An-Nisa ayat 29 Ayat ini melarang mengambil harta orang lain

dengan jalan batil (tidak, benar), kecuali dengan perniagaan yang berlaku

atas dasar kerelaan bersama.

Q.S Al-Hijr ayat 19-20 menjelaskan bahwa Allah menerangkan tanda-

tanda kekuasaan-Nya yang dapat dilihat, diketahui, dirasakan dan

dipikirkan oleh manusia,  peringatan bagi manusia bahwa anak-anaknya,

pembantu-pembantunya, binatang ternak kepunyaannya semua itu Allah-

lah yang menjamin rezekinya.

Qs. Al-Maidah ayat 87-88 menunjukkan firman-Nya kepada kaum

muslimin, yaitu melarang mereka mengharamkan bagi diri mereka segala

yang baik yang telah dihalalkan-Nya seperti makanan, minuman, pakaian,

pernikahan dan lain-lainnya yang baik dan halal. Juga memerintahkan

kepada hamba-Nya agar mereka memakan rezeki yang halal dan baik,

yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka. Prinsip "halal dan baik" ini

hendaknya senantiasa menjadi perhatian dalam menentukan makanan

dan minuman yang akan dimakan untuk diri sendiri dan untuk keluarga,

karena makanan dan minuman itu tidak hanya berpengaruh terhadap

jasmani, melainkan juga terhadap rohani.

Page 14: Teori Konsumsi

DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish, 2002, Tafsir Al-Munashabah, Jakarta: Lentera Hati.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 2000, Tafsir Al-Qur’anal

Majid An-Nur, Semarang: Pustaka Rizki Putra.

K.H. Nurcholis MA, 1997, Asbabun Nuzul, Surabaya: Pustaka Anda.

Shihab, M. Quraish, 2002, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati.