29
TUGAS BAHASA INDONESIA SINTAKSIS, MORFOLOGI, DAN SEMANTIK Dosen: Lili Wonka KELOMPOK 1 Aditya Farrell 112400314 Cahyo Wicaksono 112400320 Elita Rossalina 112400323 Rizki Anggraeni 112400336 Ronal Tarigan 112400337 Yunus Thariq Rizky 112400349 Dilengkapi MindMapping dan Landasan Teori Bandung, 2012

Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Memenuhi tugas mata kuliah teknik membaca dan menulis kritis. It's open available to download. thanks

Citation preview

Page 1: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

TUGAS BAHASA INDONESIA SINTAKSIS, MORFOLOGI, DAN SEMANTIK

Dosen: Lili Wonka

KELOMPOK 1

Aditya Farrell 112400314 Cahyo Wicaksono 112400320 Elita Rossalina 112400323 Rizki Anggraeni 112400336 Ronal Tarigan 112400337 Yunus Thariq Rizky 112400349

Dilengkapi MindMapping dan Landasan Teori

Bandung, 2012

Page 2: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 1

Mind Mapping Tata Bahasa Indonesia

Page 3: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 2

BAB 1 MORFOLOGI (TATA BENTUK)

A. Pengertian Morfologi

Morfologi atau tata bentuk (Ingg. morphology; ada pula yang menyebutnya

morphemics) adalah bidang linguistic yang mempelajari susunan bagian-bagian kata

secara gramatikal (Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi

mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam

linguistik bahasa Arab, morfologi ini disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk

(asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan makna yang

berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan terbentuk

(Alwasilah, 1983 : 101).

Untuk memperjelas pengertian di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut

dari segi struktur atau unsur-unsur yang membentuknya,

a. makan

makanan

dimakan

termakan

makan-makan

dimakankan

rumah makan

b. main

mainan

bermain

main-main

bermain-main

permainan

memainkan

Contoh-contoh yang terpampang di atas, semuanya disebut kata. Namun

demikian, struktur kata-kata tersebut berbeda-beda. Kata makan terdiri atas satu

bentuk bermakna. Kata makanan, dimakan, dan termakan masing-masing terdiri atas

dua bentuk bermakna yaitu –an, di-, ter- dengan makan. Kata makan-makan terdiri

atas dua bentuk bermaknamakan dan makan. Rumah makan pun terdiri atas dua

bentuk bermakan rumah dan makan. Kata main, sama dengan kata makan terdiri atas

satu bentuk bermakna, sedangkan katamainan, bermain, main-mainan, permainan,

memainkan masing-masing terdiri atas dua buah bentuk bermakna yakni –an, ber-,

main, per-an, me-kan dengan main. Kata bermain-main terdiri atas tiga bentuk

bermakna ber-, main, dan main.

Berdasarkan contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bentuk-bentuk

tersebut dapat berubah karena terjadi suatu proses. Kata makan dapat berubah

menjadi makanan, dimakan, termakan karena masing-masing adanya penambahan –

an, di-, dan ter-, dapat pula menjadi makan-makan karena adanya pengulangan, dapat

pula menjadi rumah makankarena penggabungan dengan rumah. Perubahan bentuk

atau struktur kata tersebut dapat pula diikuti oleh perubahan jenis atau makna kata.

Kata makan termasuk jenis atau golongan kata kerja sedangkan makanan termasuk

jenis atau golongan kata benda. Dari segi makna kata makan maknanya ‗memasukan

Page 4: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 3

sesuatu melalui mulut‘, sedangkan makanan maknanya ‗semua benda yang dapat

dimakan‘.

Seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata

terhadap golongan dan arti atau makna kata seperti contoh di atas itulah yang

dipelajari oleh bidang morfologi (Ramlan, 1983 : 3). Prawirasumantri (1985 : 107)

lebih tegas merinci bidang yang dibahas oleh morfologi yakni : (1) morfem-morfem

yang terdapat dalam sebuah bahasa, (2) proses pembentukan kata, (3) fungsi proses

pembentukan kata, (4) makna proses pembentukan kata, dan (5) penjenisan kata.

B. Kata

Kata berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas:

a. Kata dasar yang biasanya terdiri dari morfem dasar. Seperti: kebun, lihat, anak.

b. Kata berimbuhan dapat dibagi atas:

- Awalan : berjalan, menulis

- Bersisipan : gemetar, gerigi

- Berakhiran : timbangan, langganan

- awalan dan akhiran : persatuan, kebenaran

c. Kata ulang: main-main, berjalan-jalan

d. Kata majemuk: matahari, sapu tangan

Catatan: Kata adalah satuan bahasa terkecil yang diperoleh sesudah kalimat dibagi

atas bagian-bagiannya dan mengandung sebuah ide.

Jenis Kata:

1. Kata Benda

Kata yang menyatakan nama-nama benda atau segala sesuatu yang dibendakan.

Misalnya: Pohon itu roboh diterjang badai.

Kata benda berimbuhan

pe- : petani, pedagang, penyanyi

peng- : pengawas, pengirim, pemilih

-an : anjuran, bacaan, kiriman

peng—an : pemberontakan, pendaftaran, pengakuan,

per—an : pertanian, perjuangan (hal), perkelahian, percakapan (perbuatan),

perikanan, persuratkabaran (yang berkaitan), perapian, perkotaan

(tempat)

ke—an : kepergian, kedatangan (hal yang berhubungan), kekosongan,

keberanian (keadaan), Kebangsaan, kemanusiaan (hal mengenai),

kedutaan, kelurahan (kantor/wilayah)

Page 5: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 4

-el-, -er-, -em-, -in- : telunjuk (tunjuk), gerigi (gigi), gemetar (getar), kemuning

(kuning)

-wan/-wati : ilmuwan, karyawati

-at/-in, -a/-I : muslimin/muslimat, dewa/dewi

-isme, -(is)asi, -logi, -tas: komunisme, kolonialisasi, biologi, kualitas

2. Kata Kerja

Kata yang menyatakan perbuatan atau pekerjaan. Misalnya kakak belajar di kamar.

Kata kerja berimbuhan:

meng- : mengambil , mengikat, mengolah

per- : peringan, perlebar, perluas

ber- : berunding, berantai, bekerja, berkarya

ter- : terasa, terpercaya, tepercik

di- : dibeli, diambil, didalami

-kan : letakkan, buatkan, kumpulkan

-i : pukuli, tangisi

3. Kata Sifat

Kata yang menyatakan sifat khusus, watak, keadaan benda, atau yang dibendakan.

Misalnya: Kami kedinginan malam ini.

Kata sifat berimbuhan:

-i, -iah, -wi : abadi, ilmiah, duniawi,

-if, -er, -al, -is : aktif (aksi), komplementer (komplemen), normal (norma),

teknis (teknik)

4. Kata Keterangan

Kata yang memberi keterangan pada kata kerja atau pada kata sifat. Misalnya:

Karen malu, ia segera berlari pulang.

Kata keterangan berimbuhan:

se—nya : sebaiknya, sebenarnya, secepatnya

-nya : rasanya, agaknya, rupanya, biasanya

5. Kata Ganti

Kata ganti adalah kata yang menggantikan kata benda atau sesuatu yang

dibendakan. Kata ganti, antara lain terdiri atas:

a) Kata ganti orang, yang meliputi:

1. Kata ganti orang pertama tunggal. Misalnya: Saya sedang belajar Bahasa

Indonesia.

Page 6: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 5

2. Kata ganti orang pertama jamak. Misalnya: Kami tidak akan membuat keributan

3. Kata ganti orang kedua tunggal. Misalnya: Silakan Anda temui anak itu.

4. Kata ganti orang kedua jamak.

Misalnya: Kalian harus memperbaiki diri sebaik baiknya.

5.Kata ganti orang ketiga tunggal. Misalnya: Sejak sakit, ia menjadi anak pendiam.

6.Kata ganti orang ketiga jamak. Misalnya: Apakah mereka menyadari kesalahannya?

7.Kata ganti orang pertama dan kedua. Misalnya: Jika demikian, ya kita tinggal berdo‘a.

a) Kata ganti empunya

Misalnya: ku, mu, nya.

b) Kata ganti penunjuk

Misalnya: ini, itu, sana, sini.

c) Kata ganti penghubung

Misalnya: yang

d) Kata ganti penanya

Misalnya: bagaimana, siapa

6. Kata bilangan

Kata yang menunjukkan bilangan atau jumlah suatu benda. Misalnya: delapan, seekor,

sepucuk.

7. Kata depan

Kata yang menghubungkan benda dengan kata-kata yang lain. Kata depan biasanya

terletak di depan kata benda. Misalnya: di, dari, untuk.

8. Kata sambung

Kata yang menghubungkan dua kalimat menjadi satu yang utuh. Misalnya: dan,

meskipun, melainkan.

9. Kata sandang

Kata yang menentukan atau membatasi kata benda. Kata sandang biasanya terletak di

depan kata benda. Misalnya: si, sang, para, hang.

10. Kata seru

Kata yang menyatakan luapan emosi atau perasaan. Misalnya: ah, amboi, astaga.

Pembagian Jenis Kata Baru

1. Kata benda adalah segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas

dengan yang+kata sifat. Misalnya: perumahan yang baru, pohon yang besar.

2. Kata kerja atau verba. Kata kerja adalah segala macam kata yang dapat

diperluas dengan kelompok kata dengan+kata sifat. Misalnya: Adik tidur dengan

nyenyak, Andi berlari dengan kencang.

Page 7: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 6

3. Kata sifat. Segala kata yang mengambil bentuk se+reduplikasi+nya, serta dapat

diperluas dengan paling lebih, sekali. Misalnya: se-tingi-tinggi-nya, paling sakit,

sakit sekali.

4. Kata tugas.

a. Bentuk

Dari segi bentuk umumnya kata-kata tugas sukar sekali mengalami perubahan bentuk,

seperti: dengan, telah, dan tetapi tidak bisa mengalami perubahan. Tetapi di samping itu ada

segolongan kata yang jumlahnya sangat terbatas, walaupun termasuk kata tugas yang dapat

mengalami perubahan bentuk, misalnya: tidak, sudah, dapat berubah menjadi: meniadakan,

menyudahkan.

b. Kelompok kata

Dari segi kelompok kata, kata-kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas

atau mengadakan transformasi kalimat. Kata tugas dapat dibagi atas dua macam, yaitu:

1. Kata tugas yang monovalen (bernilai satu), yaitu semata-mata bertugas

memperluas kalimat. Misalnya: dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari.

2. Kata-kata tugas yang ambivalen (bernilai dua), yaitu di samping berfungsi

sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam

membentuk kalimat minim maupun dalam merubah bentuknya. Misalnya: sudah, tidak.

c. Partikel kah, tah, lah, pun.

Partikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus yaitu

sangat ringkas atau kecil, dengan mempunyai fungsi tertentu. Bentuk-bentuk kah, tah, lah,

pun, adalah partikel penentu atau pengeras.

Fungsi dan makna partikel-partikel tersebut di atas dapat dirinci sebagai berikut:

1. Partikel kah

Fungsi partikel kah.

a. Memberikan tekanan pada pertanyaan, kata yang dihubungkan dengan kah itu

dipentingkan. Misalnya: Belajar atau tidurkah dia?

b. Dapat dipakai pula untuk menyatakan hal yang tidak tentu. Misalnya:

Datanglah atau tidakah saya tidak tahu.

2. Partikel tah

Fungsi partikel tah.

Fungsi partikel tah ini sama dengan kah, tetapi lebih terbatas pemakaiannya hanya

pada kata tanya saja. Misalnya: apatah, manatah, siapatah. Bentuk-bentuk ini lebih sering

dijumpai dalam bahasa Melayu lama. Maka pertanyaan dengan memepergunakan partikel tah

adalah meragukan atau kurang tentu.

3. Partikel lah

Fungsi partikel lah adalah:

Page 8: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 7

a. Menegaskan sastra perbuatan baik dalam kalimat berita, kalimat perintah,

maupun dalam permintaan atau harapan. Misalnya: Bukalah dengan rapi!

b. Mengeraskan satu satra keterangan. Misalnya: Tiadalah aku mau diperlakukan

seperti itu.

c. Menekankan satra pangkal. Dalam hal ini biasanya ditambah dengan partikel

yang. Misalnya: Engkaulah yang bertanggung jawab atas kejadian ini.

4. Partikel pun

Fungsi dari partikel pun adalah:

a. Mengeraskan atau memberi tekanan pada kata yang bersangkutan. Misalnya:

Tak seorang pun keluarganya menghadiri pesta itu.

b. Dalam penguatan atau pengerasan dapat terkandung arti atau pengertian

berlawanan. Misalnya: mengorbankan nyawa sekalipun aku rela.

c. Gabungan antara pun+lah dapat mengandung aspek inkoaktif. Misalnya:

Setelah mereka pergi, ayah pun tibalah.

B. Kata Ulang

Kata-kata ulang disebut juga reduplikasi. Pada dasarnya kupu-kupu bukanlah

termasuk kata ulang, tetapi ada sebagian ahli bahasa tetap kokoh dengan pendapatnya dengan

mengatakan kupu-kupu, kura-kura, termasuk ke dalam kata ulang.

Pada prinsipnya pengulangan mempunyai syarat di antaranya:

1. Selalu mempunyai dasar yang diulang

2. Proses pengulangan tidak mengubah jenis (kelas) kata.

3. Bentuk dasarnya adalah kata yang lazim (umum) dipakai dalam tindak

berbahasa.

Macam-macam kata ulang:

1. Kata ulang dwipurwa. Ulangan atas suku kata awal. Contoh: leluasa, tetangga.

2. Kata ulang utuh/ asli. Yaitu ulang atas bentuk dasar yang berupa kata dasar.

Seperti: pencuri-pencuri, anak-anak.

3. Kata ulang dwilingga salin suara atau berubah bunyi. Kata ulang yang terjadi

perubahan bunyi pada bagian berulangnya. Seperti: bolak-balik, gerak-garik.

4. Kata ulang berimbuhan. Kata ulang yang pengulangannya mendapat imbuhan,

baik pada lingga pertama maupun pada lingga kedua. Seperti: pukul-memukul,

berpukul-pukulan.

Fungsi kata ulang

Menentukan fungsi kata ulang di sini sangat sulit, sebab fungsi dan arti terjalin erat.

Bila hanya dilihat dari proses terjadinya kata ulang tersebut maka akan ditemukan adanya

fungsi morfologis. Hal tersebut disebabkan oleh konsep bahwa prinsip perulangan tidak

mengubah jenis kata. Artinya, bila kata dasar dari jenis kata benda maka tetap akan kita

dapatkan kata benda dari kata ulangannya, demikian pula untuk jenis kata yang lain.

Page 9: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 8

Adapun arti yang didukung oleh perulangan adalah:

1. Banyak yang tidak tentu

Buku-buku itu telah kusimpan dalam lemari

Kuda-kuda itu berkejar-kejaran.

2. Bermacam-macam

Pohon-pohonan: banyak dan bermacam-macam pohon

buah-buahan: banyak dan bermacam-macam buah.

3. Menyerupai

kuda-kuda

langit-langit

4. Agak

Kemalu-maluan

kebarat-baratan

5. Menyatakan intensitas

Intensitas kualitatif. Contoh: belajar segiat-giatnya. Gunung itu yang

setinggi-tingginya di Pulau Jawa.

Intensitas kuantitatif. Contoh: kuda-kuda, buah-buah.

Intensitas frekuentatif. Contoh: Bapak menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia

mondar-mandir saja sejak tadi.

Menyatakan saling/ berbalas-balasan/ resiprok

o Mereka bersalam-salaman.

o Kedua saudara itu hidup tolong menolong.

6. Menyatakan kolektif/ kumpulan

Anak itu berbasis dua-dua.

Pertandingan itu diikuti tiga-tiga regu.

E. Aspek Pembentukan Kata

Pembentukan kata menyangkut tiga aspek :

Afiksasi (pengimbuhan)

Reduplikasi (pengulangan)

Kompleksasi (pemajemukan)

1. Imbuhan (Afiks)

Prefiks (Awalan) : be-, pe-, me(n)-, di-, te-, se-, pe(n)-, ke-

Infiks (Sisipan) : -el-, -em-, -er-, -in-(?)

Sufiks (Akhiran) : -kan, -i, -an

Konfiks (Gabungan imbuhan) : ber-kan, ber-an, per–an, pe –an, per-i, me-kan, me-i, memper-, memper–kan, memper-i, ter-kan, ter-i

Page 10: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 9

Imbuhan + kata dasar -> perubahan bentuk, jenis, makna

Imbuhan + dasar -> bentuk

duduk + an -> dudukan

Imbuhan + dasar -> jenis

Duduk (verba) -> dudukan (nomina)

Imbuhan + dasar -> makna

Perumahan, berumah, dirumahkan,merumahkan, pemukiman, permukiman

BAB 2 SINTAKSIS (TATA KALIMAT)

Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

mengatur bersama-sama. Manaf (2009:3) menjelaskan bahwa sintaksis

adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat.

Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan

kalimat. Jadi frasa adalah objek kajian sintaksis terkecil dan kalimat

adalah objek kajian sintaksis terbesar.

1. Frasa

Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif atau lazim juga disebut

gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2003:222).

Perhatikan contoh-contoh berikut.

1. bayi sehat

2. pisang goreng

3. baru datang

4. sedang membaca

Satuan bahasa bayi sehat, pisang goreng, baru datang, dan sedang membaca adalah frasa

karena satuan bahasa itu tidak membentuk hubungan subjek dan predikat. Widjono

(2007:140) membedakan frasa berdasarkan kelas katanya yaitu frasa verbal, frasa adjektiva,

frasa pronominal, frasa adverbia, frasa numeralia, frasa interogativa koordinatif, frasa

demonstrativa koordinatif, dan frasa preposisional koordinatif. Berikut ini dijelaskan satu

persatu jenis frasa.

1.1. Frasa verbal

Frasa verbal adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata kerja. Frasa verbal terdiri dari

tiga macam seperti yang dijelaskan berikut ini.

1.1.1. Frasa verbal modifikatif (pewatas) yang dibedakan menjadi.

1.1.1.1. Pewatas belakang, seperti contoh berikut ini.

Page 11: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 10

1. Ia bekerja keras sepanjang hari.

2. Orang itu bekerja cepat setiap hari.

1.1.1.2. Pewatas depan, seperti contoh berikut ini.

1. Kami akan menyanyikan lagu kebangsaan.

2. Mereka pasti menyukai makanan itu.

1.1.2. Frasa verbal koordinatif yaitu dua verba yang disatukan dengan kata

penghubung dan atau atau, seperti contoh berikut ini.

1. Mereka mencuci dan menjemur pakaiannya.

2. Kita pergi atau menunggu ayah.

1.1.3. Frasa verbal apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau

diselipkan. Contohnya adalah sebagai berikut.

1. Aie Pacah, tempat tinggal saya, akan menjadi pusat pemerintahan kota Padang.

2. Usaha Pak Ali, berdagang kain, kini menjadi grosir.

1.2. Frasa Adjektival

Frasa adjektival adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata sifat atau keadaan sebagai

inti (yang diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan seperti

agak, dapat, harus, kurang, lebih, paling, dan sangat. Frasa adjektival mempunyai tiga jenis

seperti yang dijelaskan berikut ini.

1.2.1. Frasa adjektival modifikatif (membatasi), contohnya adalah sebagai berikut.

1. Tampan nian kekasih barumu.

2. Hebat benar kelakuannya.

1.2.2. Frasa adjektival koordinatif (menggabungkan), contohnya adalah sebagai

berikut.

1. Setelah pindah, dia aman tentram di rumah barunya.

2. Dia menginginkan pria yang tegap kekar untuk menjadi suaminya.

1.2.3. Frasa adjektival apositif seperti contoh berikut ini.

1. Srikandi cantik, ayu rupawan, diperistri oleh Arjuna.

2. Skripsi yang berkualitas, terpuji dan terbaik, diterbitkan oleh Universitas.

1.3. Frasa Nominal

Frasa nominal adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata

benda. Frasa nominal dibagi menjadi tiga jenis seperti yang dijelaskan berikut ini.

1.3.1. Frasa nominal modifikatif (mewatasi), misalnya rumah mungil, hari minggu,

bulan pertama. Contohnya seperti berikut ini.

Page 12: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 11

1. Pada hari minggu layanan pustaka tetap dibuka.

2. Pada bulan pertama setelah menikah, mereka sudah mulai bertengkar.

1.3.2. Frasa nominal koordinatif (tidak saling menerangkan), misalnya hak dan

kewajiban, dunia akhirat, lahir bathin, serta adil dan makmur. Contohnya seperti berikut

ini.

1. Seorang PNS harus memahami hak dan kewajiban sebagai aparatur negara.

2. Setiap orang menginginkan kebahagiaan dunia akhirat.

1.3.3. Frasa nominal apositif, contohnya seperti berikut ini.

1. Anton, mahasiswa teladan itu, kini menjadi dosen di Universitasnya.

2. Burung Cendrawasih, burung langka dari Irian itu, sudah hampir punah.

1.4. Frasa adverbial

Frasa adverbial adalah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa

adverbial dibagi dua jenis yaitu.

1.4.1. Frasa adverbial yang bersifat modifikatif (mewatasi), misalnya sangat pandai,

kurang pandai, hampir baik, dan pandai sekali. Contoh dalam kalimat seperti berikut

ini.

1. Dia kurang pandai bergaul di lingkungan tempat tinggalnya.

2. Kemampuan siswa saya dalam mengarang berada pada kategori hampir baik.

1.4.2. Frasa adverbial yang bersifat koordinatif (tidak saling menerangkan),

contohnya seperti berikut ini.

1. Jarak rumah ke kantornya lebih kurang dua kilometer.

1.5. Frasa Pronominal

Frasa pronominal adalah frasa yang dibentuk dengan kata ganti. Frasa pronominal terdiri dari

tiga jenis yaitu seperti berikut ini.

1.5.1. Frasa pronominal modifikatif, contohnya seperti berikut.

1. Kami semua dimarahi guru karena meribut.

2. Mereka berdua minta izin karena mengikuti perlombaan.

1.5.2. Frasa pronominal koordinatif, contohnya seperti berikut.

1. Aku dan kau suka dancow.

2. Saya dan dia sudah lama tidak bertegur sapa.

1.5.3. Frasa pronominal apositif, contohnya seperti berikut.

1. Kami, bangsa Indonesia, menyatakan perang terhadap korupsi.

Page 13: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 12

2. Mahasiswa, para pemuda, siap menjadi pasukan anti korupsi.

1.6. Frasa Numeralia

Frasa numeralia adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa numeralia

terdiri dari dua jenis yaitu.

1.6.1. Frasa numeralia modifikatif, contohnya seperti di bawah ini.

1. Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban.

2. Orang itu menyumbang pembangunan jalan dua juta rupiah.

1.6.2. Frasa numeralia koordinatif, contohnya seperti di bawah ini.

1. Lima atau enam orang bertopeng melintasi kegelapan pada gang itu.

2. Entah tiga, entah empat kali dia sudah meminjam uang saya.

1.7. Frasa Introgativa koordinatif

Frasa introgativa koordinatif adalah frasa yang berintikan pada kata tanya. Contohnya seperti

berikut ini.

1. Jawaban apa atau siapa merupakan ciri subjek kalimat.

2. Jawaban mengapa atau bagaimana merupakan pertanda jawaban prediket.

1.8. Frasa Demonstrativa koordinatif

Frasa demonstrativa koordinatif adalah frasa yang dibentuk dengan dua kata yang tidak saling

menerangkan. Contohnya seperti berikut ini.

1. Saya bekerja di sana atau di sini sama saja.

2. Saya memakai baju ini atau itu tidak masalah.

1.9. Frasa Proposional Koordinatif

Frasa proposional koordinatif dibentuk dari kata depan dan tidak saling menerangkan.

Contohnya seperti berikut.

1. Perjalanan kami dari dan ke Bandung memerlukan waktu enam jam.

2. Koperasi dari, oleh dan untuk anggota.

2. Klausa

Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung

unsur predikatif (Keraf, 1984:138). Klausa berpotensi menjadi kalimat. (Manaf, 2009:13)

menjelaskan bahwa yang membedakan klausa dan kalimat adalah intonasi final di akhir

satuan bahasa itu. Kalimat diakhiri dengan intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri

intonasi final. Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum.

Page 14: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 13

Widjono (2007:143) membedakan klausa sebagai berikut.

2.1. Klausa kalimat majemuk setara

Dalam kalimat majemuk setara (koordinatif), setiap klausa memiliki kedudukan yang sama.

Kalimat majemuk koordinatif dibangun dengan dua klausa atau lebih yang tidak saling

menerangkan. Contohnya sebagai berikut.

Rima membaca kompas, dan adiknya bermain catur.

Klausa pertama Rima membaca kompas. Klausa kedua adiknya bermain catur. Keduanya

tidak saling menerangkan.

2.2. Klausa kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat dibangun dengan klausa yang berfungsi menerangkan klausa

lainnya. Contohnya sebagai berikut.

Orang itu pindah ke Jakarta setelah suaminya bekerja di Bank Indonesia.

Klausa orang itu pindah ke Jakarta sebagai klausa utama (lazim disebut induk kalimat) dan

klausa kedua suaminya bekerja di Bank Indonesia merupakan klausa sematan (lazim disebut

anak kalimat).

2.3. Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat

Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan bertingkat, terdiri dari tiga klausa atau lebih.

Contohnya seperti berikut ini.

1. Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi.

Kalimat di atas terdiri dari tiga klausa yaitu.

1) Dia pindah ke Jakarta (klausa utama)

2) Setelah ayahnya meninggal (klausa sematan)

3) Ibunya kawin lagi (klausa sematan)

1. Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal. (Kalimat majemuk bertingkat)

2. Ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. (Kalimat majemuk setara)

3. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang merupakan kesatuan pikiran (Widjono:146).

Manaf (2009:11) lebih menjelaskan dengan membedakan kalimat menjadi bahasa lisan dan

bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat adalah satuan bahasa yang mempunyai ciri sebagai

berikut: (1) satuan bahasa yang terbentuk atas gabungan kata dengan kata, gabungan kata

dengan frasa, atau gabungan frasa dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas

Page 15: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 14

yang minimal mengandung satu subjek dan prediket, baik unsur fungsi itu eksplisit maupun

implisit; (2) satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan awal, diselingi atau tidak

diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan kesenyapan akhir yang berupa intonasi

final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi perintah, dan intonasi kagum. Dalam bahasa tulis,

kalimat adalah satuan bahasa yang diawali oleh huruf kapital, diselingi atau tidak diselingi

tanda koma (,), titik dua (:), atau titik koma (;), dan diakhiri dengan lambang intonasi final

yaitu tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).

3.1. Ciri-ciri kalimat

Widjono (2007:147) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut.

1. Dalam bahasa lisan diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan kesenyapan.

Dalam bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda

tanya, atau tanda seru.

2. Sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan prediket.

3. Predikat transitif disertai objek, prediket intransitif dapat disertai pelengkap.

4. Mengandung pikiran yang utuh.

5. Mengandung urutan logis, setiap kata atau kelompok kata yang mendukung fungsi

(subjek, prediket, objek, dan keterangan) disusun dalam satuan menurut fungsinya.

6. Mengandung satuan makna, ide, atau pesan yang jelas.

7. Dalam paragraf yang terdiri dari dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat disusun

dalam satuan makna pikiran yang saling berhubungan.

3.2. Fungsi sintaksis dalam kalimat

Fungsi sintaksis pada hakikatnya adalah ‖tempat‖ atau ‖laci‖ yang dapat diisi oleh bentuk

bahasa tertentu (Manaf, 2009:34). Wujud fungsi sintaksis adalah subjek (S), prediket (P),

objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (ket). Tidak semua kalimat harus mengandung

semua fungsi sintaksis itu. Unsur fungsi sintaksis yang harus ada dalam setiap kalimat adalah

subjek dan prediket, sedangkan unsur lainnya, yaitu objek, pelengkap dan keterangan

merupakan unsur penunjang dalam kalimat. Fungsi sintaksis akan dijelaskan berikut ini.

3.2.1. Subjek

Fungsi subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu dibicarakan atau

dijelaskan oleh fungsi sintaksis lain, yaitu prediket. Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut:

1. jawaban apa atau siapa,

2. dapat didahului oleh kata bahwa,

3. berupa kata atau frasa benda (nomina)

4. dapat diserta kata ini atau itu,

5. dapat disertai pewatas yang,

6. tidak didahului preposisi di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dan lain-lain,

7. tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat diingkarkan dengan kata

bukan.

Hubungan subjek dan prediket dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.

Page 16: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 15

1. Adik bermain.

S P

3.2.2. Predikat

Predikat merupakan unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok kalimat atau subjek.

Hubungan predikat dan pokok kalimat dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.

1. Adik bermain.

S P

Adik adalah pokok kalimat

bermain adalah yang menjelaskan pokok kalimat.

Predikat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. bagian kalimat yang menjelaskan pokok kalimat,

2. dalam kalimat susun biasa, prediket berada langsung di belakang subjek,

3. prediket umumnya diisi oleh verba atau frasa verba,

4. dalam kalimat susun biasa (S-P) prediket berintonasi lebih rendah,

5. prediket merupakan unsur kalimat yang mendapatkan partikel –lah,

6. prediket dapat merupakan jawaban dari pertanyaan apa yang dilakukan (pokok

kalimat) atau bagaimana (pokok kalimat).

3.2.3. Objek

Fungsi objek adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif pengisi

predikat dalam kalimat aktif. Objek dapat dikenali dengan melihat verba transitif pengisi

predikat yang mendahuluinya seperti yang terlihat pada contoh di bawah ini.

1. Dosen menerangkan materi.

S P O

menerangkan adalah verba transitif.

Objek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. berupa nomina atau frasa nominal seperti contoh berikut,

1. Ayah membaca koran.

S P O

Koran adalah nomina.

2. Adik memakai tas baru.

S P O

Tas baru adalah frasa nominal

2. berada langsung di belakang predikat (yang diisi oleh verba transitif) seperti contoh

berikut,

1. Ibu memarahi kakak.

S P O

2. Guru membacakan pengumuman.

S P O

3. dapat diganti enklitik –nya, ku atau –mu, seperti contoh berikut,

Page 17: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 16

1. Kepala sekolah mengundang wali murid.

S P O

2. Kepala sekolah mengundangnya.

S P O

4. objek dapat menggantikan kedudukan subjek ketika kalimat aktif transitif dipasifkan,

seperti contoh berikut,

1. Ani membaca buku.

S P O

3.2.4. Pelengkap

Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan

objek, dan melengkapi struktur kalimat. Pelengkap (pel.) bentuknya mirip dengan objek

karena sama-sama diisi oleh nomina atau frasa nominal dan keduanya berpotensi untuk

berada langsung di belakang predikat. Kemiripan antara objek dan pelengkap dapat dilihat

pada contoh berikut.

1. Bu Minah berdagang sayur di pasar pagi.

S P pel. ket.

Pelengkap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. pelengkap kehadirannya dituntut oleh predikat aktif yang diisi oleh verba yang

dilekati oleh prefiks ber dan predikat pasif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh

prefiks di- atau ter-, seperti contoh berikut.

1. Bu Minah berjualan sayur di pasar pagi.

S P Pel. Ket.

2. pelengkap merupakan fungsi kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba

dwitransitif pengisi predikat seperti contoh berikut.

1. Ayah membelikan adik mainan.

S P O Pel.

membelikan adalah verba dwitransitif.

3. pelengkap merupakan unsur kalimat yang kehadirannya mengikuti predikat yang diisi

oleh verba adalah, ialah, merupakan, dan menjadi, seperti contoh berikut.

1. Budi menjadi siswa teladan.

S P Pel.

4. dalam kalimat, jika tidak ada objek, pelengkap terletak langsung di belakang predikat,

tetapi kalau predikat diikuti oleh objek, pelengkap berada di belakang objek, seperti

pada contoh berikut.

1. Pak Ali berdagang buku bekas.

S P Pel.

5. pelengkap tidak dapat diganti dengan pronomina –nya, seperti contoh berikut.

Page 18: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 17

1. Ibu memanggil adik.

S P O

Ibu memanggilnya.

S P O

2. Pak Samad berdagang rempah.

S P Pel.

Pak Samad berdagangnya (?)

6. satuan bahasa pengisi pelengkap dalam kalimat aktif tidak mampu menduduki fungsi

subjek apabila kalimat aktif itu dijadikan kalimat pasif seperti contoh berikut.

1. Pancasila merupakan dasar negara.

S P Pel

Dasar negara dirupakan pancasila (?)

3.2.5. Keterangan

Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan keterangan kepada seluruh kalimat.

Sebagian besar unsur keterangan merupakan unsur tambahan dalam kalimat. Keterangan

sebagai unsur tambahan dalam kalimat dapat dilihat pada contoh berikut.

1. Ibu membeli kue di pasar.

S P O Ket. tempat

2. Ayah menonton TV tadi pagi.

S P O Ket. waktu

Keterangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. umumnya merupakan keterangan tambahan atau unsur yang tidak wajib dalam

kalimat, seperti contoh berikut.

1. Saya membeli buku

S P O

2. Saya membeli buku di Gramedia.

S P O Ket. tempat

2. keterangan dapat berpindah tempat tanpa merusak struktur dan makna kalimat, seperti

contoh berikut.

1. Dia membuka bungkusan itu dengan hati-hati.

S P O Ket. cara

Dengan hati-hati dia membuka bungkusan itu.

Ket. cara S P O

3. keterangan diisi oleh adverbia, adjektiva, frasa adverbial, frasa adjektival, dan klausa

terikat, seperti contoh berikut.

1. Ali datang kemarin.

S P Ket. waktu

Page 19: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 18

2. Ibu berangkat kemarin sore.

S P Ket. waktu

Manaf (2009:51) membedakan keterangan berdasarkan maknanya seperti dijelaskan berikut.

1. Keterangan tempat

Keterangan tempat adalah keterangan yang mengandung makna tempat. Keterangan tempat

dimarkahi oleh preposisi di, ke, dari (di) dalam, seperti contoh berikut.

1. Ayah pulang dari kantor.

S P Ket, tempat

2. Irfan bermain bola di lapangan.

S P O Ket. Tempat

2. Keterangan waktu

Keterangan waktu adalah keterangan yang mengandung makna waktu. Keterangan waktu

dimarkahi oleh preposisi pada, dalam, se-, sepanjang, selama, sebelum, sesudah. Selain itu

ada keterangan waktu yang tidak diawali oleh preposisi, misalnya sekarang, besok, kemarin,

nanti. Keterangan waktu dalam kalimat seperti contoh berikut.

1. Dia akan datang pada hari ini.

S P Ket. waktu

2. Dia menderita sepanjang hidupnya.

S P Ket. Waktu

3. Keterangan alat

Keterangan alat adalah keterangan yang mengandung makna alat. Keterangan alat dimarkahi

oleh preposisi dengan dan tanpa. Keterangan alat dalam kalimat seperti contoh berikut.

1. Ibu menghaluskan bumbu dengan blender.

S P O Ket. alat

2. Kue itu dibuat tanpa cetakan.

S P Ket. Alat

3. Keterangan cara

Keterangan cara adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya, bermakna cara

dalam melakukan kegiatan tertentu. Keterangan cara dimarkahi oleh preposisi dengan,

secara, dengan cara, dengan jalan, tanpa. Pemakaian keterangan cara dalam kalimat seperti

contoh berikut.

1. Dia memasuki rumah kosong itu dengan hati-hati.

S P O Ket. cara

2. Habib mengendarai sepedanya dengan pelan-pelan.

S P O Ket. Cara

4. Keterangan tujuan

Page 20: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 19

Keterangan tujuan adalah keterangan yang dalam hubungan antar unsurnya mengandung

makna tujuan. Keterangan tujuan dimarkahi oleh preposisi agar, supaya, untuk, bagi, demi.

Pemakaian keterangan tujuan dalam kalimat seperti contoh berikut.

1. Arif giat belajar agar naik kelas.

S P Ket. tujuan

2. Adonan itu diaduk supaya cepat kembang.

S P Ket. tujuan

5. Keterangan penyerta

Keterangan penyerta adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya yang

membentuk makna penyerta. Keterangan penyerta dimarkahi oleh preposisi dengan,

bersama, beserta seperti yang terdapat dibawah ini.

1. Mahasiswa pergi studi banding bersama dosen.

S P Pel Ket. Penyerta

2. Orang itu pindah bersama anak isterinya.

S P Ket. penyerta

6. Keterangan perbandingan

Keterangan perbandingan adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna

perbandingan. Keterangan perbandingan dimarkahi oleh preposisi seperti, bagaikan, laksana,

seperti contoh berikut ini.

1. Dia gelisah seperti cacing kepanasan.

S P Ket. Perbandingan

2. Suara orang itu keras bagaikan halilintar.

S P Ket. Perbandingan

7. Keterangan sebab

Keterangan sebab adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna sebab.

Keterangan sebab dimarkahi oleh konjungtor sebab dan karena, seperti contoh berikut.

1. Sebagian besar rumah rusak karena gempa.

S P Ket. sebab

2. Rakyat semakin menderita karena harga beras semakin naik.

S P Ket. Sebab

8. Keterangan akibat

Keterangan akibat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna akibat.

Keterangan akibat dimarkahi oleh konjungtor sehingga dan akibatnya, seperti contoh berikut

ini.

1. Dia sering berbohong sehingga temannya tidak percaya kepadanya.

S P Ket. Akibat

2. Hutan lindung ditebang akibatnya sering terjadi tanah longsor.

S P Ket. Akibat

Page 21: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 20

9. Keterangan syarat

Keterangan syarat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna syarat.

Keterangan syarat dimarkahi oleh konjungtor jika dan apabila, seperti contoh berikut ini.

1. Saya akan datang jika dia mengundang saya.

S P Ket. Syarat

2. Jika para pemimpin Indonesia jujur, rakyat akan sejahtera.

Ket. Syarat S P

10. Keterangan pengandaian

Keterangan pengandaian adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna

pengandaian. Keterangan pengandaian dimarkahi oleh konjungtor andaikata, seandainya dan

andaikan, seperti contoh berikut ini.

1. Andaikan bulan bisa ngomong, dia tidak akan bohong.

Ket. Pengandaian S P

2. Seandainya saya orang kaya, saya akan membantu orang miskin.

Ket. pengandaian S P O

11. Keterangan atributif

Keterangan atributif adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna

penjelasan dari suatu nomina. Keterangan atibutif dimarkahi oleh konjungtor yang, seperti

contoh berikut ini.

1. Mahasiswa yang indeks prestasinya paling tinggi mendapat beasiswa

Ket. Atributif (S) P O

2. Guru yang berbaju hijau itu adalah wali kelas saya.

Ket. Atributif (S) P O

Page 22: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 21

BAB 3 SEMANTIK (TATA MAKNA)

1. Apakah Semantik Itu?

Ada dua cabang utama linguistik yang khusus menyangkut kata yaitu etimologi, studi

tentang asal usul kata, dan semantik atau ilmu makna, studi tentang makna kata. Di antara

kedua ilmu itu, etimologi sudah merupakan disiplin ilmu yang lama mapan (established),

sedangkan semantik relatif merupakan hal yang baru.

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang

(sign). ―Semantik‖ pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel

Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan

untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang

ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau

tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan

semantik (Chaer, 1994: 2).

2. Hakikat Makna

Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah

‘pengertian‘ atau ‘konsep‘ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut

de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan (Perancis:

signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier).

Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari

sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-

bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap

tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur

dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen

yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual).

Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda-linguistik itu adalah

leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna

(Harimurti, 1982:98). Sedangkan istilah kata,yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa

yang dapat berdiri sendiri yang dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem

Page 23: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 22

(Harimurti, 1982:76) adalah istilah dalam bidang gramatika. Dalam makalah ini kedua istilah

itu dianggap memiliki pengertian yang sama.

Yang perlu dipahami adalah tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di

dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat

ditampilkan referennya secara konkret. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan, yang

nyata makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari

pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Misal kata buaya dalam kalimat (1).

(1). Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya.

Oleh karena itu, kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada

dalam konteks kalimatnya. Makna sebuah kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu

berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Contoh, seorang setelah

memeriksa buku rapor anaknya dan melihat angka-angka dalam buku rapor itu banyak yang

merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji.

(2). ‖Rapormu bagus sekali, Nak!‖

Jelas, dia tidak bermaksud memuji walaupun nadanya memuji. Dengan kalimat itu dia

sebenarnya bermaksud menegur tau mungkin mengejek anaknya itu.

3. Jenis Makna

Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut

pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna

gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat

dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya

nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna

konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna

umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat

disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.

3.1 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Page 24: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 23

Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari

leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita

samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan

dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat

leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna

leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil

observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer,

1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang

dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu

mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.

Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal

berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna

gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti

proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi

awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik,

melahirkan makna ‘dapat‘, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke

atas melahirkan makna gramatikal ‘tidak sengaja‘.

3.2 Makna Referensial dan Nonreferensial

Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen

dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang

diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu

tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja

termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot

rumah tangga yang disebut ‘meja‘. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi

kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

3.3 Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim

diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan,

penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini

menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering

Page 25: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 24

disebut sebagai ‘makna sebenarnya‘(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita

kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ‘manusia dewasa bukan laki-laki‘.

Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ‖nilai rasa‖,

baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki

konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah

dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti

‘cerewet‘, tetapi sekarang konotasinya positif.

3.4 Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru

menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks

situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak

meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah

itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang

keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari

contoh berikut

(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.

(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.

Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.

Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan

bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian

dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.

3.5 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang

dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas

dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang

berkaki empat yang biasa dikendarai‘. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja

dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.

Page 26: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 25

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan

adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati

berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

3.6 Makna Idiomatikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ‖diramalkan‖ dari makna unsur-

unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk

membanting tulang dengan makna ‘bekerja keras‘, meja hijau dengan makna ‘pengadilan‘.

Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak

dari makna unsur-unsurnya karena adanya ‖asosiasi‖ antara makna asli dengan maknanya

sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna

‘dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur‘. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa

binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah

damai.

3.7 Makna Kias

Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari

arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang

tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut

mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ‘bulan‘, raja

siang dalam arti ‘matahari‘.

4. Relasi Makna

disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud macam-macam. Berikut ini diuraikan

beberapa wujud relasi makna.

4.1 Sinonimi

Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bisa

berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanuya kurang lebih sama dengan makna

ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah du buah kata yang bersinonim;

bunga, kembang, dan puspa adalah tiga kata yang yang bersinonim. Hubungan makna antara

Page 27: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 26

dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Namun, dua buah kata yang bersinonim itu;

kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja. Kesamaannya tidak bersifat

mutlak.

4.2 Antonimi dan Oposisi

Secara semantik Verhaar (1978) mendefenisikan antonimi sebagai: Ungkapan (biasanya

berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap

kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang berantonimi dengan kata

buruk; kata besar berantonimi dengan kata kecil.

Sama halnya dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya dalam

batasan di atas, Verhaar menyatakan ‖…yang maknanya dianggap kebalikan dari makna

ungkapan lain‖ Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.

Sehubungan dengan ini banyak pula yang menyebutnya oposisi makna. Dengan istilah

oposisi, maka bisa tercakup dari konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang

bersifat kontras saja. Kata hidup dan mati, mungkin bisa menjadi contoh yang berlawanan;

tetapi hitam dan putih mungkin merupakan contoh yang hanya berkontras.

4.3 Homonimi, Homofoni, dan Homografi

Homonimi adalah ‗relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi

maknanya berbeda‘. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut homograf,

sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda makna disebut homofon. Contoh homograf

adalah kata tahu (makanan) yang berhomografi dengan kata tahu (paham), sedang kata masa

(waktu) berhomofoni dengan massa (jumlah besar yang menjadi satu kesatuan).

4.4 Hiponimi dan Hipernimi

Hiponimi adalah ‗relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna

generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang‘.

Anggrek, mawar, dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda

berhiponimi dengan binatang. Bunga merupakan superordinat (hipernimi, hiperonim) bagi

anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan binatang menjadi superordinat bagi kucing, kambing,

dan kuda.

Page 28: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 27

4.5 Polisemi

Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki

makna lebih dari satu. Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1)

bagian tubuh dari leher ke atas; (2) bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan

merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala susu, kepala meja, dan kepala

kereta api; (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala

paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor,

dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima

bantuan Rp 5000,-.; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi

kepalanya kosong.

4.6 Ambiguitas

Ambiguitas atau ketaksaab sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua

arti. Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar,

yaitu frase atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang

berbeda. Umpamanya frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu

baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru.

4.7 Redundansi

Istilah redundansi sering diartikan sebagai ‘berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental

dalam suatu bentuk ujaran‘. Umpamanya kalimat Bola ditendang Si Badrih, maknanya tidak

akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Badrih. Pemakaian kata oleh pada

kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan dan

sebenarnya tidak perlu.

4.8 Meronimi

Meronimi adalah ‘relasi makna yang memiliki kemiripan dengan hiponimi karena relasi

maknanya bersifat hierarkis, namun tidak menyiratkan pelibatan searah, tetapi merupakan

relasi makna bagian dengan keseluruhan‘. Contohnya adalah atap bermeronimi dengan

rumah.

4.9 Makna Asosiatif

Page 29: Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]

Institut Manajemen Telkom Halaman 28

Makna asosiatif merupakan asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar

kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur-unsur psikis, pengetahuan dan pengalaman

seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif terutama dikaji bidang psikolinguistik. Makna

denotatif villa adalah ‘rumah peristirahatan di luar kota‘. Selain makna denotatif itu, bagi

kebanyakan orang Indonesia villa juga mengandung makna asosiatif ‘gunung‘, ‘alam‘,

‘pedesaan‘, ‘sungai‘, bergantung pada pengalaman seseorang.

4.10 Makna Afektif

Makna afektif berkaitan dengan perasaan seseorang jika mendengar atau membaca kata

tertentu. Perasaan yang muncul dapat positif atau negatif. Kata jujur, rendah hati, dan

bijaksana menimbulkan makna afektif yang positif, sedangkan korupsi dan kolusi

menimbulkan makna afektif yang negatif.

4.11 Makna Etimologis

Makna etimologis berbeda dengan makna leksikal karena berkaitan dengan asal-usul kata dan

perubahan makna kata dilihat dari aspek sejarah kata. Makna etimologis suatu kata

mencerminkan perubahan yang terjadi dengan kata tertentu. Melalui perubahan makna kata,

dapat ditelusuri perubahan nilai, norma, keadaan sosial-politik, dan keadaan ekonomi suatu

masyarakat

Referensi: http://endonesa.wordpress.com/2008/09/08/TATA-KATA/

http://catatankuliah.com/2010/07/26/morfologi-tata-kata/

SINTAKSIS BAHASA INDONESIA Oleh: Firdawati, S.Pd.