32
Suku Kar o XI. IPS 1 Endang Ayu Sumiati Jesica Millenia Dianti Anjani Putri Fathiyah Nur Zalfa Rury Amaliatik

Sosiologi - Suku Karo

Embed Size (px)

Citation preview

Suku Karo

XI. IPS 1

Endang Ayu Sumiati Jesica Millenia

Dianti Anjani Putri Fathiyah Nur Zalfa Rury Amaliatik

PendahuluanSuku Karo adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Sumatera Utara (Kabupaten Karo) terletak di dataran tinggi Tanah Karo. dengan ibukota Kabanjahe.

Kota yang terkenal di wilayah ini adalah Berastagi dan Kabanjahe. Berastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul, khususnya ialah sayur mayur & buah - buahan & bunga (DTW). Mayoritas suku Karo bermukim di daerah lintasan pegunungan Bukit Barisan, tepatnya di daerah Gunung Sinabung & Gunung Sibayak juga banyak gunung lainnya sepertinya Gunung Barus & Gunung Si Piso -Piso yang sering disebut sebagai atau "Taneh Karo Simalem".

BBaha

asa ya

hng

d

aigun

sakan

aadalah Bahasa Karo,

berasal dari rumpun proto austronesia. Dalampembendaharaan katanya sendiri tidak mengandung unsur stratifikasi, namun mengandung etika dan kelemah lembutan (kesopanan) hal ini diaplikasikan dalam intonasi berbicara yang cenderung lemah lembut dan penuh apresiasif.

Karena tinggal di daerah pegunungan / dataran tinggi maka mata

pencaharian utama mereka adalah bertani khususnya sayuran, rempah,

dan buah - buahan.

Sistem Kemasyarakatan

Terdiri dari lima Marga (Atau dalam Bahasa Karo merga untuk laki laki dan beru untuk perempuan) yang disebut dengan Merga Silima Rakut Sitelu atau DalikenSitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga.Tutur Siwaluh berarti delapan bersaudara atau delapan kekerabatan

Dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima. Kelima merga tersebut mempunyai sub/ranting sendiri sehingga berjumlah 85 Marga, yaitu:Karo karo :Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sinulingga, Sitepu, Sinuraya, Sinuhaji, Ketaren, Kemit, Jung, Purba, Sinukaban, Sinubulan, Samura, Sekali. (berjumlah 18)

Tarigan: Bondong, Gana gana, Gersang, Gerneng, Jampang, Purba, Pekan, Sibero, Tua, Tegur, Tambak, Tambun, Silangit, Tendang. (berjumlah 14)

Ginting: Anjartambun, Babo, Beras, Cabap, Gurupatih, Garamata, Jandibata, Jawak, Manik, Munte, Pase, Seragih, Suka, Sugihen, Sinusinga, Tumangger. (berjumlah 16)

Sembiring:Sembiring si banci man biang (sembiring yang boleh makan anjing): Keloko, Sinulaki, Kembaren, Sinupayung (Jumlah = 4)Sembiring simantangken biang (sembiring yang tidak boleh makan Anjing): Brahmana, Depari, Meliala, Pelawi, busuk, Colia, Muham, Maha, Bunuaji, Gurukinayan, Pandia, Keling, Pandebayang, Sinukapur, Tekang. (berjumlah 15)

Perangin angin:Bangun, Keliat, Kacinambun, Namohaji, Nano, Menjerang, Uwir, Pinem, Pancawan, Panggarun,n Ulun Jandi, Laksa, Perbesi, Sukatendel, Singarimbun, Sinurat, Sebayang, Tanjung. (berjumlah 18)

Merga Silima

Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara turun termurun dari ayah. Merga ayah

juga merga anak.Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti

mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki laki bermarga sama, maka mereka disebut (b)ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru

sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina. Namun antara seorang laki laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah di

antara mereka.

Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo.Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang

terdiri dari tiga kelompok, yaitu:

Kalimbubu Anak beru

Senina

Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri anak beru keluarga yang mengambil atau menerima isteri

dan senina keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti. dll

Rakut Sitelu

Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan :

1. Puang Kalimbubu2. Kalimbubu3. Senina4. Sembuyak5. Senina Sipemeren6. Senina Sepengalon/Sedalanen7. Anak Beru8. Anak Beru Menteri

Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:

Tutur Siwaluh

1. Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang.

2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu.

3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.

4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).

5. Sipemeren, yaitu orang orang yang ibu ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.

6. Senina Sepengalon atau Sedalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak anak yang memperisteri dari beru yang sama.

7. Anak Beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.

8. Anak Beru Menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat.

SISTEM PERALATAN &TEKNOLO

GI

Suku Karo yang biasa berladang /

bertani peralatannya

pun cenderung untuk berburu

dan bertani

Biasanya terbuat dari

kayu pepohononan

dan perunggu / kuningan

KHAS KARO

MAKANAN TRADISONAL

CIPERACipera adalah masakan khas Suku Karo dari Sumatera Utara yang terbuat dari bahan dasar daging ayam kampung dan tepung jagung. Potongan daging ayam kampung kemudian dimasak dengan tepung jagung hingga empuk dan berkuah kental. Agar menghasilkan kuah yang lebih kental, maka tepung jagung yang digunakan harus dari bulir tua dan disangrai dan telah ditumbuk hingga halus.

Tasak TeluTasak Telu adalah masakankhas Suku Karo dari Sumatera Utara dengan bahan dasar daging ayam kampung yang dicampur dengan darah ayam. Kadang- kadang darah ayam juga dapat digantikan dengan menggunakan hati ayam dan rempela. Masakan ini biasanya dinikmati pada saat acara-acara tertentu, khususnya pada pelaksanaan pesta adat Karo.

CCimpa

iam

dalah mp

akaa

nan yang dibuat dari beras ketan merah

atau putih. Di dalam beras

ketan merah dimasukkan gula merah atau gula aren yang telah dicampur dengan kelapa parut. Cimpa biasanya dibungkus dengan daun pisang. Cimpa biasanya dimasak dengan dikukus. Cimpa adalah salah satu makanan yang sangat penting bagi orang Karo.[3] Cimpa harus ada di setiap pelaksanaan acara acara adat Suku Karo

Nurung KerahNurung Kerah adalah masakan khas Suku Karo dari Sumatera Utara yang terbuat dari ikan lele yang telah diasapi atau yang dikenal juga dengan istilah ikan sale. Ikan ini terlebih dahulu telah mengalami proses pengasapan sehingga menjadi kering. Selain terbuat dari ikan lele, nurung kerah juga dapat dibuat dari ikan patin dan ikan sejenisnya.

pag i t - pag i t

Pagit pagit adalah makanan khas Suku Karo di Sumatera Utara, Indonesia. Bahan utama makanan ini adalah isi perut (rumput yang separuh dicerna)

rusa, kambing, sapi, atau kerbau sebelum mengalami proses pemamahbiakan selanjutnya. Bahan tersebut kemudian dimasak bersama

rempah rempah, santan, takokak, dan daun tapioka atau daging sebagaikuahnya.

Piso SuritPiso Surit adalah salah satu lagu, syair, serta tarian budaya Karo yang menggambarkan seorang pria yang sedang menantikan kedatangan kekasihnya. Penantian tersebut sangat lama dan menyedihkan dan digambarkan seperti burung pincala (burung yang berekor panjang dan pandai bernyanyi) yang sedang memanggil-manggil.

Lagu ini seharusnya dinyanyikan oleh seorang pria. Dari rangkaian lirik lagunya, lebih dapat kesan sang penyanyi adalah seorang pria. Lirik lagu ini juga memberikan kesan bagaimana cara Orang Karo jaman dulu berpacaran.

Gendang Guro- guro AronGendang Guro-guro Aron adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat Karo yang berasal dari Datarang Tinggi Karo], Sumatera Utara, Indonesia yang sering diadakan saat pesta-pesta adat dan acara syukuran seusai panen. Seni tradisional ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa (menurut kepercayaan masing- masing) atas kecukupan rezeki atau hasil panen yang berlimpah atau pun juga perayaan atas kegembiraan yang dirasakan.Pada Gendang Guro-guro Arontersebut masyarakat karo bernyanyi dan menari bersukaria, yang biasanya dilakukan sepanjang malam, dibawah cahaya bulan purnama.

Pakaian Adat Karo

Pemena adalah kepercayaan ataupun agama suku

masyarakat suku Karo. Pemena, dalam Bahasa Karo, memiliki arti pertama atau yang awal.

Pemena memiliki makna kepercayaan yang pertama, yang dipegang dan dipahami

oleh orang Karo. Ajaran Pemena ialah Dibata dan Manusia

Masyarakat Karo percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini, baik yang dapat dilihat maupun yang tak dapat dilihat, adalah merupakan ciptaan Dibata. Ada tiga pemahaman dibata menurut orang Karo, yakni:

Dibata Datas. Dibata Datas disebut juga Guru Batara, yang memiliki kekuasaan dunia atas (angkasa).Dibata Tengah. Dibata Tengah disebut juga Tuhan Padukah ni Aji, Dibata inilah yang menguasai dan memerintah di bagian dunia kita ini.Dibata Teruh. Dibata Teruh juga disebut Tuhan Banua Koling. Dibata inilah yang memerintah di bumi bagian bawah bumi.

Selain itu, ada dua unsur kekuatan yang diyakini, yaitu sinar mataniari (sinar matahari) dan si Beru Dayang. Sinar Mataniari adalah simbol cahaya dan penerangan. Ia berada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Dia mengikuti perjalanan matahari dan menjadi penghubung antara ketiga Dibata. Siberu Dayang adalah seorang perempuan yang tinggal di bulan. Si Beru Dayang sering kelihatan dalam pelangi. Ia bertugas membuat dunia tengah tetap kuat dan tidak digoncangkan angin topan.

Dibata

Manusia dalam kepercayaan masyarakat Karo terdiri dari:

Tendi (Jiwa).Begu (Roh orang yang sudah meninggal, Hantu).Kula (Tubuh).

Ketika seseorang meninggal, maka tendi akan hilang dan tubuhnya akan hancur. Namun, begu tetap ada. Tendi dengan tubuh merupakan kesatuan yang utuh. Ketika tendi berpisah dengan tubuh, maka seseorang akan sakit. Pengobatan dilakukan dengan mengadakan pemanggilan tendi.[5] Jika tendi tidak kembali, maka yang terjadi adalah kematian

Orang Karo meyakini bahwa alam semesta diisi oleh sekumpulan tendi. Setiap titik dalam alam semesta mengandung tendi. Kesatuan dari keseluruhan tendi yang mencakup segalanya ini disebut Dibata, sebagai kesatuan totalitas dari alam semesta. Setiap manusia dianggap sebagai semesta kecil. Manusia merupakan kesatuan dari kula (tubuh), tendi (jiwa), pusuh peraten (perasaan), kesah (nafas), dan ukur (pikiran). Setiap bagian berhubungan satu sama lain. Kesatuan ini disebut sebagai `keseimbangan dalam manusia'.

Daya pikiran manusia dianggap bertanggung jawab ke luar guna menjaga keseimbangan dalam dengan keseimbangan luar. Bentuk pemahaman ini menggambarkan manusia sebagai semesta besar. Manusia merupakan kesatuan dari dunia gaib, kesatuan sosial, dan lingkungan alam sekitar. Hal ini menunjukkan suatu pandangan bahwa keseimbangan dalam semesta kecil tidak akan sempurna tanpa tercapainya suatu keseimbangan "alam semesta secara luas. Oleh karena itu, banyak orang Karo melakukan acara acara adat dengan tujuan mencapai keseimbangan pada diri manusia.

Manusia

Thank you.Please don't hesitate to tell us if you have any questions