Upload
ikha-mardiyah
View
405
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap dalam lika-liku perjalanan hidup, manusia memiliki tantangan dari
tantangan yang kecil sampai ke tantangan yang besar. Tantangan ini sangat penting
agar manusia dapat bertahan hidup , serta bisa beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya untuk itu manusia perlu memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melewati
rintangan tersebut dengan keyakinan tersebut ia dapat menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang ia hadapi.
Diantara cara kita menyelesaikan tantangan tersebut dengan memiliki self
efficacy, karna self efficacy dapat menumbuhkan kepercayaan diri dalam diri kita yang
terbentuk dalam proses pembelajaran dengan interaksi lingkungan sekitar kita.
Seseorang yang memiliki efficacy self yang tinggi cenderung akan sukses melewati
rintangan-rintangan yang ia hadapi. Menurut bandura (1993) individu yang memiliki
self-efficiacy yang rendah akan menghindari semua tugas dan menyerah dengan mudah
ketika muncul, serta mudah depresi. Hal ini menyebabkan usaha yang dilakukan
menurun dan daya tahan suatu masalah menjadi rendah.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti apakah deskripsi konseptual mengenai self efficacy?
2. Bagaimana self efficacy mempengarui prestasi seseorang?
3. Bagaimana pengaruh model dalam pembentukan self effficacy?
4. Bagaimana hubungan ketrampilan motorik dengan self efficacy?
5. Seperti apa penjelasan instruksional self efficacy?
C. Tujuan
1. Menjelaskan deskripsi konseptual mengenai self efficacy
2. Menjelaskan bagaimana pengaruh self efficacy mempengarui prestasi seseorang
3. Menjelaskan pengaruh model dalam pembentukan self effficacy
4. Menjelaskan hubungan ketrampilan motorik dengan self efficacy
5. Menjelaskan instruksional self efficacy
1
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Deskripsi Konseptual mengenai self efficiancy
Bandura (1997) menambahkan satu elemen penting kognitif lain ke dalam
teorinnya : self-efficacy. Self efficacy adalah ekspektasi- keyakinan (harapan) tentang
seberapa jauh seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertentu.
Self-efficacy yang positif adalah keyakinan untuk mampu melakukan perilaku yang
dimaksud.
Dalam buku Alwisol berpendapat, efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat
melakukan tindakan yang baik atau buruk , tepat atau salah, bisa atau tidak bisa
mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi
(cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya(dapat
dicapai) sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri.
Tanpa self-efficacy (keyakinan tertentu yang sangat situsional), orang bahkan
enggan mencoba melakukan suatu perilaku. Menurut Bandura, self-efficacy
menentukan apakah kita akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apakah kita akan
menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa kita dapat bertahan saat menghadapi
kesulitan atau kegagalan, dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan dalam suatu tugas
tertentu mempengaruhi perilaku kita dimasa depan. Konsep self-efficacy berbeda
dengan lokus kontrol karena self-efficacy adalah keyakinan bahwa kita mampu
melakukan suatu perilaku dengan baik sementara lokus kontrol adalah keyakinan
mengenai kemungkinan suatu perilaku tertentu mempengaruhi hasil akhir.
Bandura juga telah mempraktekan konstruk self-efficacy dalam bidang kesehatan.
self-efficacy juga terkait dengan aspek fisiologi kesehatan : orang yang tidak memiliki
self-efficacy mengalami stress yang berdampak pada kesehatan dan sistem imunnya.
self-efficacy juga terkait dengan potensi individu untuk berprilaku sehat: orang yang
tidak yakin bahwa mereka dapat melakukan suatu perilaku yang dapat menunjang
kesehatan akan cenderung enggan mencobanya (Bandura,1992,1998). Walaupun self-
efficacy adalah karakteristik internal yang mempengaruhi perilaku dan reaksi dalam
cara yang relatif kostan dan terprediksi, self-efficacy juga ditentukan oleh situasi. Untuk
2
mengembangkan contoh diatas, seseorang memiliki self-efficacy tertentu tentang
kemampuannya untuk melakukan perilaku sehat tertentu. Mary percaya bahwa ia dapat
berolahraga setiap hari untuk menurunkan berat badannya, namun ia yakin bahwa ia
tidak dapat melawan godaan untuk memakan es krim; Menurut Bandura, Mary
memiliki self-efficacy yang tinggi pada bidang olahraga tetapi memiliki self-efficacy
yang rendah pada kebiasaan makannya.Di lain pihak, Bandura juga mengemukakan
bahwa seeorang mungkin memiliki self-efficacy yang lebih tinggi atau rendah pada
aspek yang lebih luas dan umum. Contohnya, seorang siswa memiliki keyakinan umum
bahwa ia dapat sukses di bidang akademis, walaupun pada saat yang bersamaan ia
memiliki self-efficacy yang rendah dalam bidang sejarah. Self-efficacy juga dapat
dipandang sebagai sesuatu yang muncul dari interaksi struktur pengetahuan (apa yang
diketahui orang tentang dirinya dan dunia) dan proses penilaian di masa seseorang terus
menerus mengevaluasi situasinya (Cervone, 2004).
A. Sumber Efikasi Diri
A.1 Pengalaman performasi
Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa lalu. Sebagai sumber,
performasi masal alu pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya.
Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang
kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilann akan memberi
dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :
1) Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin
tinggi.
2) Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok,
dibantu orang lain.
3) Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang sudah merasa berusaha
sebaik mungkin.
4) Kegagalan dalam suasana emosional atau stress, dampaknya tidak
seburuk kalau kondisinya optimal.
5) Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat,
dampaknya tidak seburuk kalau kalau kegagalan itu terjadi pada
3
orang yang keyakinan efikasinya belum kuat.
6) Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
A.2 Pengalaman Vikarius
Diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati
keberhasilan orang lain sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang
yang kira-kira kemampuannya sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur
yang diamati beda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar.
Sebaliknya ketika mengamati figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang
tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya
itu dalam jangka waktu yang lama.
A.3 Persuasi Sosial
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui
persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat
persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa
percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
A.4 Keadaan Emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi
di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress dapat mengurangi
efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi ( yang tidak berlebihan) dapat
meningkatkan efikasi diri.
Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi efikasinya
berubah . Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untu memperbaiki kesulitan
dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral
Keempat sumber itu diubah dengan berbagai strategi yang diringkas dalam
tabel berikut.
Sumber Cara Induksi
Pengalaman
Performansi
Participant modelling Meniru model yang berprestasi
Performance desenzation Menghilangkan pengaruh buruk prestasi
4
masa lalu
Performance exposure Menonjolkan keberhasilan yang pernah
diraih
Selfinstructed performance Melatih diri untuk melakukan yang
terbaik
Pengalaman
Vikarius
Live modeling Mengamati model yang nyata
Symbolic modelling Mengamati model
simbolik,film,komik,cerita.
Persuasi
Verbal
Suggestion Mempengaruhi dengan kata-kata berdasar
kepercayaan
Exhortation Nasihat,peringatan yang
mendesak/memaksa.
Self-instruction Memerintah diri sendiri
Interpretive treatment Interpretasi baru memperbaiki
interpretasi lama yang salah
Pembangkita
n Emosi
Attribution Mengubah atribusi, penanggungjawab
suatu kejadian emosional
Relaxation biofeedback Relaksasi
Symbolic desensitization Menghilangkan sikap emosional dengan
modeling simbolik
Symbolic exposure Memunculkan emosi secara simbolik
B. Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah Laku
Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antara
lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang
penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai
prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Berbeda dengan
konsep-diri (Rogers) yang bersifat kesatuan umum, efikasi diri bersifat fragmental.
Setiap individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda,
tergantung kepada :
5
1. Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.
2. Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.
3. Keadaan fisiologis dan emosional ; kelelahan, kecemasan, apatis, murung.
Dari empat, informasi tersebut, pengalaman kita sendiri adalah sumber informasi
terpenting. Selanjutnya, secara berurutan, ialah vicarious experience, persuasi verbal
dan reaksi emosi emosional. Kita menggunakan empat sumber informasi tersebut untuk
menentukan apakah kita kompeten melakukan perilaku tertentu. Hal ini adalah
karakteristik kepribadian terpenting karena merupakan determinan utama perilaku kita.
Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang
responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah
laku (Tabel)
Table Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkahlaku
Efikasi Lingkungan Prediksi hasil tingkah laku
Tinggi Responsif Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan
kemampuannya
Rendah Tidak responsif Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang
dianggapnya sulit
Tinggi Tidak responsif Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi
responsif, melakukan protes, aktivitas social, bahkan
memaksakan perubahan.
Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
C. Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)
Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat
menghasilkan perubahan social tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan ‘jiwa
kelompok’ tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama.
Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya
melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam
bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri yang tinggi untuk berhenti merokok atau
melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif yang rendah dalam hal
6
mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja, dan penyakit infeksi. Efikasi diri
dan efikasi kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup
manusia. Efikasi kolektif timbul berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan,
kebijakan perdagangan internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi, hukum dan
kejahatan, birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.
2. Self efficacy dalam situasi prestasi
Bandura meletakkan penekanan tertentu pada peran yang dimainkan oleh efikasi
diri. Kepercayaan mengenai kapabilitas personal seseorang. Efiksasi diri mendasari
keyakinan seseorang mengenai kemampuan mereka untuk melakukan tugas tertentu
atau menghasilkan hasil yang diinginkan. Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi
memiliki aspirasi yang lebih tinggi dan kegigihan yang lebih kuat dalam bekerja untuk
mencapai tujuan serta akhirnya mencapai keberhasilan yang lebi h tinggi
daripada ,ereka dengan efikasi yang rendah ( Bandura & Locke, 2003; Glicker, 2006;
Betz, 2007)
Bagaimana kita mengebangkan efikasi diri? Salah satu caranya adalah
memperhatikan keberhasilan dan kegagalan kita terdahulu. Jika kita melakukan ski
diatas salju dan tidak berhasil, maka kita kemungkinan kecil akan mencobanya lagi;
Meskipun demikian , jika usaha awal kelihatan menjanjikan, akan lebih besar
kemungkinan kita untuk mencobanya kembali. Penguatan secara langsung dan
dorongan dari orang lain juga memainkan peraan dalam mengembangkan efikasi diri
(Devonport & Lane, 2006; Buchanan & Selmon, 2008).
Banyak fenomena mahasiswa dalam memenuhi ketentuan - ketentuan
akademiknya , nampak kurang yakin dengan kemampuannya yang ditunjukan
kurangnya usaha keras dari mahasiswa dan cepat menyerah dengan masalah – masalah
yang ada , kurang serius dalam perkuliahan , cepat merasa puas dengan hasil yang
dicapai dengan kata lain ciri-ciri ini menunjukan mahasiwa memiliki self efficacy
rendah. Menurut colins (1982) mahasiswa yang memiliki ciri-ciri seperti tersebut di
atas dikatakan mahasiswa yang memiliki keyakinan akan kemampuannya rendah
dengan kata lain self-efficacy – nya rendah .Apabila mahasiswa memiliki self-efficiacy
yang tinggi akan lebih merasa sukses dan memiliki kinerja yang lebih besar dalam
mencapai prestasi di bandingkan dengan mahasiswa yang memiliki self-efficiacy
rendah. Hasil penelitian parent dan larivee ( 1991, dalam maehar & pintrich )
7
dibuktikan bahwa mahasiswa dengan self-efficiacy yang tinggi menggunakan strategi
pengaturan diri lebih effektik terhadadap kemampuan yang dimilikinya. Memahami
materi kuliah merupakan salah satu tujuan yang hendak di capai guna mencapai prestasi
akademik yang tinggi, dan tentunya untuk mencapai prestasi yang tinggi juga perlu
didukung kemampuan daya ingat yang baik, untuk menunjang kemampuan ingatan ini
self-efficiacy juga dapat mempertinggi penampilan daya ingat dengan mempertinggi
daya tahan ( Berry, 1987 maehar & pintrich). Studi ini menunjukkan self-efficiacy yang
tinggi mempengaruhi persistensi akademik yang di perlukan untuk memelihara prestasi
akademik yang tinggi ( Lent, Brown, & larkin, 1984,1986 dalam maehar & pintrich).
Prestasi akademik yang tinggi menunjukkan mahasiswa dalam pendidikan yang di
ikutinya berarti semakin tinggi self-efficiacy yang di miliki , semakin besar kesempatan
untuk berhasil mencapai prestasi akademi yang tinggi pula. Dalam hasil analisis path
juga di jelaskan bahwa self-efficiacy terdapat hubungan kausal secara langsung dan tak
langsung dengan prestasi akademik mahasiswa, yang artinya bahwa mahasiswa yang
memiliki tingkat self-efficiacy tinggi akan menyebabkan prestasi akademiknya secara
langsung maupun tak langsung melalui penyesuaian akademiknya. Hal ini sejalan
dengan penelitian zymmerman & bandura (1994) yang menyatakan bahwa self-efficiacy
mempengaruhi prestasi secara langsung dan secara tidak langsung melalui pengaruhnya
atas tujuan yang telah ditetapkan.
Namun demikian diingat bahwa self-efficacy bersifat spesifik dalam tugas dan
situasi yang di hadapi . Seseorang dapat memiliki keyakinan yang tinggi pada suatu
tugas atau situsasi tertentu , namun pada situsasi dan tugas yang lain tidak . self-
efficacy juga bersifat kontekstual, artinya tergantung pada konteks yang di hadapi .
umumnya
3. Model dan self efficiancy
Vicarious Experience dapat disebut modelling. Seperti yang telah dijelaskan
diatas. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain sebaliknya
efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kira-kira kemampuannya sama
dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati beda dengan diri sipengamat,
pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati figur yang setara dengan
dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur
yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
8
Dalam buku B.R.Hergenhahn dan Matthew H.Olson menyebutkan modelling
sama juga dengan belajar observasional. Bandura menyebutkan empat proses
mempengaruhi belajar observasional :
a) Proses Atensional
Sebelum sesuatu dapat dipelajari oleh model, model itu harus diperhatikan.
Proses perhatian ini dikarenakan karena beberapa sebab. Pertama, kapasitas
sensoris seseorang akan mempengaruhi attentional process. Jelas stimuli
modeling yang digunakan untuk mengajari orang tunanetra atau tunarungu
akan berbeda dengan yang digunakan untuk mengajari orang yang normal
penglihatan dan pendengarannya. Perhatian selektif pengamat bisa
dipengaruhi oleh penguatan di masa lalu. Misalnya, jika aktivitas yang lalu
yang dipelajari lewat observasi terbukti berguna untuk mendapatkan suatu
penguatan, maka perilaku yang sama akan diperlihatkan pada situasi
modeling berikutnya. Dengan kata lain, penguat sebelumnya dapat
menciptakan tata-situasi perseptual dalam diri pengamat yang akan
memengaruhi observasi selanjutnya. Berbagai karakteristik model juga
akan memengaruhi sejauh mana mereka akan diperhatikan.
b) Proses Retensional
Bandura berpendapat bahwa ada retentional process (proses retensional) di
mana informasi disimpan secara simbolis melalui dua cara, secara imajinal
(imajinatif) dan secara verbal. Simbol-simbol yang disimpan secara
imajinatif adalah gambaran tentang hal-hal yang dialam oleh model, yang
dapat diambil dan dilaksanakan sesudah belajar observasionalJenis
simbolisasi yang lebih penting menurut Bandura, adalah verbal:
Karena fleksibiltas simbol verbal yang luar biasa, kerumitan perilaku bisa
ditangkap dengan baik dalam wadah kata-kata. Misalnya, detail rute yang
dilalui seorang model dapat disimpan dan diingat untuk dipakai lagi nanti
secara lebih akurat dengan mengubah informasi visual ke kode verbal
Meskipun dimungkinkan untuk mendiskusikan symbol imajinal dan verbal
secara terpisah, keduanya sering tidak bisa dipisahkan saat kejadian
direpresentasikan dalam memori
9
c) Proses Pembentukan Perilaku
P roses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah
dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan atau performa. Seseorang
mungkin mempelajari sesuatu secara kognitif namun dia tak mampu
menerjemahkan informasi itu ke dalam perilaku karena ada keterbatasan..
Menurut Bandura, simbol yang didapat dari modeling akan bertindak sebagai
template (“cetakan”) sebagai pembanding tindakan. Selama proses latihan ini
individu mengamati perilaku mereka sendiri dan membandingkannya dengan
representasi kognitif dari pengalaman si model.
d) Proses Motivasional
Dalam teori Bandura, penguatan memiliki dua fungsi utama. Pertama, ia
menciptakan ekspektasi dalam diri pengamat bahwa jika mereka bertindak
seperti model yang dilihatnya diperkuat untuk aktivitas tertentu, maka
mereka akan diperkuat juga. Kedua, ia bertindak sebagai insentif untuk
menerjemahkan belajar ke kinerja. Kedua fungsi penguat itu adalah fungsi
informasional. Satu fungsi menimbulkan ekspektasi dalam diri pengamat
bahwa jika mereka bertindak dengan cara tertentu dalam situasi tertentu,
mereka mungkin akan diperkuat. Fungsi lainnya, motivational processes
(proses motivasional) menyediakan motif untuk menggunakan apa-apa yang
telah dipelajari.
Menurut Bandura, bukan hanya penguatan itu tidak diperlukan agar belajar
terjadi, tetapi pengalaman langsung juga tak selalu perlu. Seorang pengamat
dapat belajar cukup dengan mengamati konsekuensi dari perilaku orang lain,
menyimpan informasi itu secara simbolis, dan menggunakannya jika perilaku
itu bisa bermanfaat baginya.
4. Keterampilan motorik
10
A) Pengertian Ketrampilan Motorik
Motorik merupakan terjemahan dari kata motor yang artinya ’dasar mekanika
yang menyebabkan terjadinya suatu gerak’. Gerak (movement) adalah suatu aktivitas
yang didasari oleh proses motorik. Proses motorik ini melibatkan sebuah sistem pola
gerakan yang terkoordinasi (otak, saraf, otot, dan rangka) dengan proses mental yang
sangat kompleks, yang disebut sebagai proses cipta gerak. Keempat unsur tersebut tidak
bisa bekerja secara sendiri-sendiri, tetapi selalu terkoordinasi. Apabila salah satu unsur
mengalami gangguan, gerak yang dilakukan dapat mengalami gangguan pula. Dengan
kata lain, gerakan yang dilakukan oleh anak secara sadar dipengaruhi oleh stimulus dari
lingkungannya (informasi verbal atau lisan, gambar, dan alat lainnya) yang dapat
direspons oleh anak.
B) Hubungan Ketrampilan Motorik dengan Self Efficacy.
Jika seseorang memiliki self efficacy yang tinggi sangat memungkinkan
seseorang itu memberi energi terhadap tubunhnya untuk menggerakkan dirinya dalam
mencapai tujuan yang diinginkannya karna dalam proses kognitif seseorang dijelaskan
oleh Bandura (1997:116) bahwa serangkaian tindakan yang dilakukan pada manusia
awalnya dikonstruk dalam pikirannya. Pemikiran ini kemudian menjadi arahan bagi
tindakan yang dilakukan manusia. Seseorang yang memiliki self efficacy rendah
cenderung tidak mampu menghadapi situasi tersebut dan meyakini dia akan gagal
sedangkan seseorang memiliki efficacy tinggi cenderung produktif dalam
kesehariaannya.
Menurut Bandura (1997:122) menjelaskan motivasi manusia dibangkitkan secara
kognitif. Melalui kognitifnya, manusia memotivasi dirinya mengarahkan tindakan
berdasarkan informasi yang dimiliki sebelumnya. Seseorang membentuk mengenai
keyakinan yang dapat dilakukan, dihindari, dan tujuan yang dicapai. Keyakinan ini
akan memotivasi individu untuk membentuk suatu hal
5. Instruksional self efficiancy
11
Instruksional dalam arti dalam KBBI ialah bersifat pengajaran; mengandung
pelajaran (petunjuk, penerangan). Dalam perkembangan self efficacy, dalam tiap fase
perkembangan dibutuhkan kompetensi dari individu untuk berhasil melalui tiap fase
perkembangan tersebut. Nah dalam melalui fase-fase ini terdapat pengalaman individu
individu untuk belajar . Meskipun, tahap perkembangan yang dilalui individu tidaklah
sama. Namun, keyakinan akan kemampuan diri secara konsisten akan memberikan
pengaruh dalam tiap tahap perkembangan. Teori sosial kognitif memberikan analisis
mengenai perubahan perkembangan self efficacy sepanjang rentang hidup manusia.
Bandura (1997, hal. 164-211, dalam Mustaqim, 2011, hal. 29) membedakan fase-fase
perkembangan self efficacy menjadi beberapa tahapan :
A. Masa awal perkembangan. Pada awal perkembangannya, manusia dilahirkan tanpa
merasakan sesuatu mengenai diri (self). Bayi menjelajah pengalaman seperti melihat
dirinya menghasilkan dampak dengan tindakan yang mereka lakukan, menyediakan
dasar awal untuk mengembangkan rasa efficacy. Tangisan menghadirkan orang tua,
menggoyangkan bel, menghasilkan bunyi, dan menendang dapat menggoyangkan
tempat tidurnya. Dengan mengamati secara berulang-ulang bahwa kejadian di
lingkungannya terlihat dengan tindakan, tetapi tidak dalam ketidakhadirannya, bayi
belajar mengenai tindakan menghasilkan dampak. Bayi yang memiliki pengalaman
sukses dalam mengontrol kejadian di lingkungan membuatnya lebih memberi
perhatian terhadap perilakunya dan lebih kompeten dalam mempelajari respon
efficacy, dari pada bayi yang tidak memerdulikan bagaimana mereka berperilaku.
Perkembangan efficacy personal membutuhkan lebih dari sekedar menyadari tindakan
menghasilkan dampak. Tapi tindakan tersebut harus dianggap sebagai bagian dari diri.
Diri menjadi berbeda dari orang lain melalui pengalaman yang berbeda. Sejalan
dengan bayi yang mulai menjadi anak-anak, mereka yang berada di sekitarnya
memerhatikan dan memerlakukannya sebagai orang yang berbeda. Berdasarkan
pertumbuhan seseorang dan pengalaman sosial, mereka membentuk representasi
simbolik dari diri mereka sebagai diri yang berbeda.
B. Sumber-sumber kerluarga terhadap self efficacy. Anak kecil harus mendapatkan
pengetahuan diri (self-knowledge) mengenai kemampuan dalam area fungsi yang
lebih luas. Mereka harus membangun, menilai, dan melakukan tes terhadap
kemampuan fisik, kemampuan sosial, keahlian bahasa, dan keahlian kognitif dalam
12
memahami dan mengelola banyak situasi yang mereka hadapi setiap hari.
Pengembangan bahasa mendorong anak-anak memahami pengertian simbolik untuk
merefleksikan pengalaman dan apa yang orang lain ceritakan kepada mereka,
mengenai kemampuannya, dan juga memperluas pengetahuan diri mengenai apa yang
bisa dan tidak bisa mereka lakukan. Awal pengalaman efficacy berpusat pada
keluarga. Keluarga menjadi tempat awal seorang anak mengetahui perbedaan antara
individu baik dari segi usia, perbedaan jenis kelamin, dan modelling.
C. Memperluas self efficacy melalui pengaruh teman sebaya. Pengalaman pengujian
efficacy anak-anak berubah secara substansial sejalan perpindahan mereka menuju
komunitas yang lebih besar. Dalam hubungan dengan teman sebaya, mereka
memperluas pengetahuan diri mengenai kemampuannya. Teman sebaya menyediakan
fungsi efficacy yang penting. Mereka yang paling berpengalaman dan berkompeten
menjadi model efficacy dalam berpikir dan berperilaku.
D. Pertumbuhan self efficacy melalui pengalaman transisional remaja, setiap periode
perkembangan membawa serta tantangan baru untuk coping efficacy, sebagai remaja
yang mendekati tuntutan dewasa, mereka harus belajar untuk memikul tanggung
jawab terhadap diri mereka sendiri dalam setiap dimensi kehidupan. Hal ini
memerlukan penguasaan benyak keahlian dan cara untuk berintegrasi dalam
masyarakat dewasa. Belajar bagaimana menghadapi perubahan pubertas, menjalin
hubungan secara emosional, dan persoalan seksual menjadi masalah yang sangat
penting. Tugas untuk memilih perkerjaan apa yang akan dikejar juga tampak dalam
periode ini. Remaja memperluas dan memperkuat rasa efficacy mereka dengan belajar
bagaimana untuk sukses dalam berhadapan dengan masalah yang belum mereka
hadapi dengan baik.
E. Self efficacy dalam masa dewasa. Masa dewasa awal merupakan periode ketika
seseorang harus belajar untuk menangani banyak tuntutan baru yang muncul dari
hubungan persahabatan, hubungan pernikahan, kedudukan sebagai orang tua, dan
karir pekerjaan. Seperti dalam tugas penguasaan yang lebih dulu, sebuah bentuk rasa
self efficacy berperan penting terhadap pencapaian kemampuan dan pencapaian
kesuksesan lebih lanjut. Mereka yang memasuki kedewasaan dengan sedikit dibekali
keahlian dan terganggu oleh ketidakyakinan diri menemukan banyak aspek dalam
13
hidupnya penuh stress dan kemurungan. Memulai karir pekerjaan yang produktif
memberikan tantangan transisional dalam masa dewasa awal. Terdapat banyak cara
keyakinan self efficacy menyumbang terhadap pengembangan karir dan kesuksesan
dalam menguasai suatu keahlian. Pada fase awal self efficacy menentukan seberapa
baik mereka mengembangkan dasar kognisi, manajemen diri, dan keahlian
interpersonal. Keahlian psikososial menyumbang dorongan lebih kepada kesuksesan
dalam karir daripada dalam keahlian keterampilan yang bersifat teknis.
F. Menilai kembali self efficacy dalam usia lanjut, isu self efficacy dalam usia lebih tua
berpusat pada reappraisal dan misappraisal mengenai kemampuan mereka.
Bandura (1997, hal. 42, dalam Mustaqim 2008, hal. 37) menyebutkan bahwa ada tiga
dimensi self efficacy, yaitu magnitude, generality, dan strength.
1. Magnitude
Dimensi magnitude ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas. Apabila tugas-
tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka
perbedaan self efficacy secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas yang
sederhana, menengah atau tinggi. Individu akan melakukan tindakan yang
dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan tugas-tugas yang diperkirakan
di luar batas kemampuan yang dimilikinya.
2. Generality
Dimensi generality ini berhubungan dengan keyakinan seseorang terhadap
kemampuan diri dapat berbeda dalam hal generalisasi. Maksudnya seseorang
mungkin menilai keyakinan dirinya untuk aktivitas-aktivitas tertentu saja.
3. Strength
Dimensi strength ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang
terhadap keyakinannya. Tingkat self efficacy yang lebih rendah mudah digoyahkan
oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya. Sedangkan, orang yang
memiliki self efficacy yang kuat akan tekun dalam meningkatkan usahanya
meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya.
14
BAB III
KESIMPULAN
Self efficacy adalah ekspektasi- keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh
seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertentu. Self-efficacy
yang positif adalah keyakinan untuk mampu melakukan perilaku yang dimaksud.
Ada beberapa sumber efikasi diri yaitu : pengalaman performasi, pengalaman
vikarius, persuasi sosial dan keadaan emosi. Efikasi diri dapat juga sebagai prediktor
tingkah laku individu dan efikasi kolektif yaitu keyakinan masyarakat.
Efikasi diri dapat mempengaruhi prestasi karena efiksasi diri mendasari
keyakinan seseorang mengenai kemampuan mereka untuk melakukan tugas tertentu
atau menghasilkan hasil yang diinginkan. Dan bandura juga meyakini modelling juga
dapat mempengaruhi efikasi seseorang melalu proses proses belajar observasional
diantaranya : Proses Atensional,Proses Retensional, Proses Pembentukan Perilaku, dan
Proses Motivasional.
Motorik merupakan terjemahan dari kata motor yang artinya ’dasar mekanika
yang menyebabkan terjadinya suatu gerak’. Self efficacy dapat mempengeruhi proses
kognitif serta motivasi seseorang untuk menyebabkan manusia bergerrak mencapai
tujuannya.
Instruksional dalam arti dalam KBBI ialah bersifat pengajaran; mengandung
pelajaran (petunjuk, penerangan). Dalam perkembangan self efficacy, dalam tiap fase
perkembangan dibutuhkan kompetensi dari individu untuk berhasil melalui tiap fase
perkembangan tersebut dari bayi sampai usia lanjut dan dalam fase perkembangan
tersebut dapat dipengeruhi oleh dimensi self efficacy, yaitu magnitude, generality, dan
strength.
15
DAFTAR PUSTAKA
S.Friedman, Howard & W.Schustack, Miriam. 2006. KEPRIBADIAN Teori Klasik
dan Riset Modern. Edisi Ke 3. Jilid 1. Diterjemahkan oleh : Fransiska Dian Ikarini,
Maria Hany, Andreas Provita Prima. Jakarta : Erlangga
S.Feldman, Robert.2012. Pengantar Psikologi. Edisi Ke10. Buku 2. Diterjemahkan
oleh : Petty Gina Gayatri, Putri Nurdina Sofyan. Jakarta : Salemba Humanika
Hergenhahn, B.R & H.Olson, Matthew.2008. Theories Of Learning. Edisi Ke 7.
Diterjemahkan oleh : Triwibowo BS. Jakarta: Prenadamedia Group
Alwisol.2014. Psikologi Kepribadian edisi revisi . Malang : UMM Press
Qia, Zakiah. 2013. SELF EFFICACY "TEORI BANDURA".
http://zakkiah.blogspot.co.id/2013/06/self-efficacy-teori-bandura.html. SELF
EFFICACY "TEORI BANDURA" . Diakses pada tanggal 12 November 2016
Damanik,Erikson.2015. Pengertian Motorik Menurut Para Ahli. http://pengertian-
pengertian-info.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-motorik-menurut-ahli.html.
Diakses pad tanggal 16 November 2016
Warsito, Hadi. 2009. HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN
PENYESUAIAN AKADEMIK DAN PRESTASI AKADEMIK ( Studi Pada Mahasiswa
FIP Universitas Negeri Surabaya ). Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang Vol
9(1): 4:19.http://ejournal.unp.ac.id/index.php/pedagogi. Diakses pada tanggal 16 November 2016
Masruroh, Latifatul (2012) EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPK TEKNIK
MODELING UNTUK MENINGKATKAN SELF EFFIACAY AKADEMIK SISWA :
Studi Eksperimen Kuasi di Kelas X Sekolah Menengah Atas Laboratorium Unversitas
Pendidikan Indonesia Bandung. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
16