86
UNIVERSITAS INDONESIA PENATAAN KEMBALI KAWASAN PALEDANG-BOGOR DENGAN PENDEKATAN EXPERIENCE FARMING TESIS Buku I Aryo Hendrawan W.K. 0906651271 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR DEPOK JANUARI 2012

Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Buku I Tesis Desain Aryo Hendrawan W.K. Program Studi Magister Perancangan Kota Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia | 2012

Citation preview

Page 1: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

UNIVERSITAS INDONESIA

PENATAAN KEMBALI KAWASAN PALEDANG-BOGOR

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENCE FARMING

TESIS

Buku I

Aryo Hendrawan W.K.

0906651271

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR

DEPOK

JANUARI 2012

Page 2: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

UNIVERSITAS INDONESIA

PENATAAN KEMBALI KAWASAN PALEDANG-BOGOR

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENCE FARMING

TESIS

Buku 1

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah seminar

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Arsitektur

Aryo Hendrawan W.K.

0906651271

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR

PROGRAM STUDI PERANCANGAN KOTA

DEPOK

JANUARI 2012

Page 3: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Page 4: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Page 5: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming
Page 6: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

vi Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Allah yang Maha Esa karena karunia dan

rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Arsitektur. Saya menyadari bahwa dalam pencapaian ini tidak mungkin

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai

pada penulisan tesis. Oleh karena itu, sepatutnya saya mengucapkan terima kasih

kepada nama-nama berikut:

1. Ir. Evawani Ellisa, M.Eng, Ph.D selaku dosen pembimbing pertama yang

telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya

dalam penulisan tesis ini.

2. Ir. Achmad Hery Fuad, M.Eng selaku dosen pembimbing kedua yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch., Ph.D, Bapak Anthony

Sihombing, M.Sc, Ph.D., dan Bapak M. Ridwan Kamil, ST., MUD sebagai

Penguji yang telah memberikan masukan yang sangat berarti dalam

sidang.

4. Pihak Pemerintah Kota Bogor dalam hal ini Bappeda Kota Bogor dan

Dinas P2B Kota Bogor yang telah memberi berbagai data dan masukan

yang diperlukan.

5. Kedua orang tua, adik dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan

moral dan spiritual;

6. Shanti, Nayunda, dan Adin yang selalu memberi semangat dalam segala

hal.

7. Anindya Fitriyanti dan Berlinda yang sudah menjadi teman diskusi yang

menyenangkan dan mencerahkan.

8. Semua teman pada program pasca sarjana angkatan 2009, 2009 ½, 2010,

dan 2011 terutama yang bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan

Page 7: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

vii Universitas Indonesia

thesis pada semester ini yaitu Mbak Nina, Mbak Arum, Mbak Dian, Mbak

Endang Yurio, Cynthia, serta Mbak Asdiani.

Akhir kata, saya berharap Allah yang Maha Esa dapat membalas kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan dan dapat berkontribusi terhadap perkembangan Kota Bogor menjadi

kota yang lebih baik.

Depok, Januari 2012

Penulis

Page 8: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

viii Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Aryo Hendrawaan W.K.

Program Studi : Pascasarjana Dept. Arsitektur Program Studi Perancangan Kota

Judul : Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor Dengan

Pendekatan Experience Farming

Kelestarian Kebun Raya Bogor kini semakin tertekan oleh pesatnya pembangunan

di kawasan sekitarnya. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi ini, maka

diperlukan sebuah upaya untuk membentuk buffer zone berupa wujud fisik

maupun buffer berupa kegiatan edukasi di sekitar Kebun Raya.

Perancangan kawasan buffer zone tersebut salah satunya adalah di daerah

Paledang, salah satu contact point antara Kebun Raya Bogor dengan kawasan

sekitarnya. Perancangan kawasan ini menggunakan konsep Experience Design.

Experience design ini dilihat sebagai alternatif cara pandang baru terhadap upaya

penyebarluasan kesadaran pelestarian lingkungan.

Dalam proses desain, ditemukan lima keunikan kawasan yaitu curah hujan yang

sangat tinggi, keberadaan kebun raya itu sendiri, keindahan bentang alam,

keadaan topografi, dan kehadiran pekarangan. Keunikan kawasan ini kemudian

dipadukan dengan penerapan lima indera manusia sebagai pemicu terjadinya suatu

pengalaman bersentuhan dengan alam. Penerapan konsep ini dihadirkan melalui

konsep experience farming yang dituangkan dalam wujud zona farming serta zona

greening. Konsep ini juga akan digunakan untuk membentuk legibility kawasan.

Kata kunci: farming, edukasi experience, topografi, pekarangan, kebun raya,

Bogor

Page 9: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

ix Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Aryo Hendrawaan W.K.

Program : Urban Design

Title : Redesign Paledang Area in Bogor using Experience Farming Approach

The environment quality of Bogor Botanical Garden is hardly affected by the

development of its surrounding area. An effort is needed to prevent the condition

become even worse. One of the effort is to provide a buffer zone in the form of

physical and educational activity surrounding its periphery.

One area that will be functioned as the buffer zona is Paledang area, one of the

contact point between Bogor Botanical Garden and its surrounding. The designing

of this area is using experience design approach. Experience design is seen as a

new perspective on the education of natural awareness.

In the design process, there are five uniqueness of this urban area. These are the

high amount of rain, the presence of the Bogor Botanical Garden itself, the beauty

of landscape, and the presence of pekarangan. These uniqueness then mixed

together with the aplication of five human senses as the triggers of the experience

gaining. The application of this concept is presented through experience farming

concept that is divided into two zone those are farming and greening. This

experience farming concept also used to form the legibility of the area.

Keywords: : farming, experience, topography, pekarangan, botanical garden,

Bogor

Page 10: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

x Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

Halaman Judul

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

ABSTRAK ........................................................................................................... viii

ABSTRACT ........................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Permasalahan ............................................................................................ 4

1.3. Pertanyaan Perancangan ........................................................................... 4

1.4. Tujuan Perancangan ................................................................................. 5

1.5. Manfaat Perancangan ............................................................................... 6

1.6. Ruang Lingkup ......................................................................................... 6

1.7. Metode Penelitian ..................................................................................... 7

1.7.1. Pengetahuan Faktual .............................................................................. 7

1.7.2. Pengetahuan Deontik ............................................................................. 8

1.7.3. Pengetahuan Konseptual ........................................................................ 8

1.7.4. Pengetahuan Instrumental ...................................................................... 9

1.7.5. Pengetahuan Eksplanatori ...................................................................... 9

1.8. Epistemic Freedom ................................................................................ 10

BAB II EXPERIENCE FARMING ...................................................................... 11

2.1 Perkembangan Masyarakat Perkotaan .................................................... 14

2.2 Experience .............................................................................................. 15

2.2.1. Meaning........................................................................................... 16

2.2.2. Peran Indera dalam Experience ....................................................... 20

2.2.3. Experience Economy ...................................................................... 22

2.2.4. Experience Design .......................................................................... 24

2.3 Urban Farming ....................................................................................... 30

Urban Farming dan Lifestyle ......................................................................... 34

2.4 Experience Farming ............................................................................... 37

2.5 Preseden .................................................................................................. 41

2.5.1. Marina Barrage Singapore .............................................................. 41

2.5.2. Guangming Smartcity ..................................................................... 44

2.5.3. Huangbaiyu dan Dongtan Eco-city ................................................. 49

BAB III KEBUN BOTANI ................................................................................... 53

BAB IV TINJAUAN LOKASI ............................................................................. 59

4.1. Tinjauan Lokasi dalam Konteks Kota Bogor ......................................... 59

4.1.1. Sejarah Kota Bogor ......................................................................... 59

4.1.2. RTRW Kota Bogor 2031 ................................................................ 65

4.2. Tinjauan Kebun Raya Bogor .................................................................. 66

Page 11: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

xi Universitas Indonesia

4.2.1. Sejarah Kebun Raya Bogor ............................................................. 66

4.2.2. Kebun Raya Bogor Saat Ini............................................................. 67

4.2.3. Kondisi di Dalam Kebun Raya Bogor ............................................ 69

4.2.4. Kondisi di Sekitar Kebun Raya Bogor ............................................ 70

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 71

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 72

Page 12: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

xii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kiri: Presiden RI menanam pohon dalam gerakan 1 milyar pohon.

Kanan: Logo Earth Hour ....................................................................................... 12

Gambar 2 Posisi meaning dalam diri individu ..................................................... 16

Gambar 3 Posisi meaning terhadap inovasi ......................................................... 17

Gambar 4 Proses Desain Meaningful Experiences .............................................. 18

Gambar 5 Diagram Tingkat Keterlibatan dalam Experience ............................... 19

Gambar 6 Perbedaan antar tingkatan ekonomi .................................................... 23

Gambar 7 Marina Barrage sebagai salah satu icon Singapore ............................. 41

Gambar 8 Letak Marina Barrage terhadap daerah sekitarnya .............................. 42

Gambar 9 Sustainable Singapore Gallery (sumber: www.pub.gov.sg) ............... 42

Gambar 10 Masyarakat beraktivitas di atas pintu air Marina Barrage................. 43

Gambar 11 Masyarakat bermain layangan di Marina Barrage ............................ 43

Gambar 12 Farm land can be found on the roofs of the circular towers .............. 45

Gambar 13 View Lychee Orhcard sebagai filter polusi ....................................... 47

Gambar 14 Masterplan Guangming Smartcity (Sumber: Lim, 2010).................. 48

Gambar 15 Artist-render Dongtan Eco-city di China .......................................... 49

Gambar 16 Rumah di Desa Huangbaiyu .............................................................. 50

Gambar 17 Eden Project ...................................................................................... 56

Gambar 18 Program untuk generasi muda di Eden Project ................................. 57

Gambar 19 Event musik berjudul Eden Session .................................................. 57

Gambar 20 Foto Kelelawar (kiri) dan Burung (kanan) di Kebun Raya Bogor .... 62

Gambar 21 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor ............................................... 69

Gambar 22 Suasana di taman teratai Kebun Raya ............................................... 69

Gambar 23 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor ............................................... 69

Gambar 24 Suasana lapangan di depan Kafe Dedaunan ...................................... 69

Gambar 25 View ke Istana Bogor dari dalam KRB ............................................. 69

Gambar 26 Suasana taman bunga di KRB ........................................................... 69

Gambar 27 Bunga Bangkai, salah satu ciri khas Kebun Raya Bogor .................. 69

Gambar 28 Warga yang berekreasi di pinggir danau ........................................... 69

Page 13: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

xiii Universitas Indonesia

Gambar 29 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70

Gambar 30 Gedung LIPI Jl. Ir. H. Juanda............................................................ 70

Gambar 31 Pintu masuk II Kebun Raya Bogor ................................................... 70

Gambar 32 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70

Gambar 33 Museum Zoologi Bogor .................................................................... 70

Gambar 34 Trotoar sebagai tempat mangkal delman .......................................... 70

Gambar 35 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor ............................................... 70

Gambar 36 Suasana di depan pintu masuk Kebun Raya Bogor .......................... 70

Page 14: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

1

Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebun Raya Bogor adalah salah satu kebun botani yang berada di bawah

pengelolaan LIPI. Di antara kebun raya lainnya, Kebun Raya Bogor ini menjadi

kebun raya satu-satunya di Indonesia yang terletak di tengah kota. Oleh karena

itu, keterkaitan antara kebun raya dan kota yang melingkupinya menjadi sesuatu

yang menarik untuk dibahas.

Kebun Raya Bogor sejatinya didirikan untuk keperluan ilmiah yaitu sebagai

kebun konservasi botani oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun, sejarah

pendirian Kebun Raya Bogor ini sudah dimulai sejak masa Prabu Siliwangi yaitu

dengan didirikannya Hutan Samida untuk keperluan menjaga kelestarian

lingkungan dan tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Hutan Samida

inilah yang dijadikan sebagai modal awal pendirian kebun botani oleh pemerintah

Belanda. Selain Belanda, pemerintah kolonial Inggris juga memiliki peran yang

sentral dalam pembangunan kebun raya ini melalui Gubernur Jenderal Thomas

Stamford Raffles. Setelah masa penjajahan, pengelolaan Kebun Raya Bogor ini

berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Dalam perkembangannya, keberadaan Kebun Raya Bogor ini seolah semakin

terancam kelestariannya dengan pesatnya pembangunan di kawasan sekitarnya.

Pembangunan yang berlangsung di kawasan sekitar ini seolah bertolak belakang

dengan visi konservasi yang merupakan tujuan berdirinya Kebun Raya Bogor.

Akibatnya kelestarian beberapa spesies flora dan fauna di kebun raya terganggu.

Spesies fauna yang terganggu misalnya adalah beberapa spesies burung dan

kelelawar. Kedua fauna ini tadinya memiliki habitat di sekitar Kebun Raya Bogor,

namun kini habitatnya terganggu dengan semakin berkurangnya pepohonan dan

tingginya polusi di sekitar Kebun Raya Bogor yang merupakan habitat asli

mereka.

Page 15: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

2

Universitas Indonesia

Terganggunya spesies kelelawar dan burung ini secara tidak langsung

berpengaruh terhadap kelestarian tanaman koleksi kebun raya. Hal ini

dikarenakan kedua fauna tersebut yaitu burung dan kelelawar tadi turut andil

dalam proses penyerbukan yang diperlukan tumbuhan untuk bereproduksi dan

mempertahankan kelestarianya. Dikhawatirkan, kelestarian tanaman dapat

terganggu dengan keadaan tersebut.

Selain dampak tidak langsung, kelestarian flora juga terancam secara langsung.

Beberapa tanaman yang berada di perbatasan Kebun Raya dengan daerah luar

mengalami perubahan fisiologis akibat tingginya tingkat pencemaran di sekitar

Kebun Raya Bogor ini.1 Beruntung kondisi tersebut saat ini baru terjadi di daerah

yang berada di sekitar pagar Kebun Raya Bogor saja. Namun apabila

pembangunan di sekitar Kebun Raya Bogor ini tidak dikendalikan, bisa saja

pencemaran akan berpengaruh terhadap bagian tengah kebun raya ini yang pada

akhirnya akan mengganggu kegiatan konservasi secara keseluruhan.

Keberadaan kebun raya yang terletak di tengah kota ini juga perlu dikritisi dalam

hal hubungannya dengan kawasan sekitarnya. Salah satu hal yang menarik untuk

dikritisi adalah lemahnya hubungan dan aksesibilitas antara daerah luar dengan

daerah dalam Kebun Raya Bogor. Lemahnya hubungan dan aksesibilitas ini

terjadi baik secara fungsional maupun secara visual.

Lemahnya hubungan dan aksesibilitas ini seakan sebuah ironi dengan visi kebun

raya yang ingin menyebarluaskan pengetahuan tentang lingkungan hidup. Visi ini

seolah tidak sejalan dengan penerapannya di lapangan. Sebagai kebun raya yang

terletak di tengah kota, mungkin konsep konservasi yang dipegang oleh pengelola

sebaiknya lebih fleksibel. Sehingga dari sudut pandang masyarakat sekitar, Kebun

Raya Bogor tidak hanya menjadi kebun konservasi yang bersifat pasif di tengah

1 Interview dengan Ir. Rismita Sari, MSc. Kepala Sub Bagian Jasa dan Informasi Pusat Konservasi

Tumbuhan-Kebun Raya Bogor pada 24 Oktober 2011

Page 16: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

3

Universitas Indonesia

kota namun juga aktif menumbuhkan minat, pengetahuan dan kesadaran tentang

upaya pelestarian lingkungan di kalangan masyarakat.

Kebun Raya Bogor yang lebih memiliki sifat sebagai sesuatu yang pasif,

memerlukan sisi aktif untuk memperkaya upaya edukasi lingkungan yang

diembannya. Kebun Raya Bogor memerlukan suatu kegiatan yang dapat

mendorong siapa saja yang ingin memperoleh pengetahuan tentang alam untuk

secara aktif belajar langsung dari alam itu sendiri. Keaktifan memperoleh

pengetahuan ini diharapkan dapat lebih mendorong kesadaran masyarakat untuk

mencintai lingkungannya.

Upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan ini erat

kaitannya dengan perolehan pengalaman bersentuhan langsung dengan alam.

Pengalaman (experience) ini penting untuk dihadirkan agar pesan yang

disampaikan dapat lebih meresap dan dapat menjadi gaya hidup bagi masyarakat.

Dalam perkembangan akhir-akhir ini, experience kerap digunakan terutama dalam

bidang marketing. Marketing berbasis experience saat ini telah digunakan oleh

perusahaan dengan brand-brand ternama seperti Apple, Walt Disney, Harley-

Davidson, dan masih banyak lagi. Penerapan marketing berbasis experience ini

terbukti sukses untuk menumbuhkan minat dan kecintaan pengguna terhadap

produk mereka. Bahkan beberapa produk tidak hanya menghadirkan pengguna

setia namun juga pengguna fanatik seperti Apple dengan Cult of Apple2-nya.

Menarik untuk melihat dan mencoba mengambil pelajaran tentang bagaimana

brand-brand tersebut berhasil menghadirkan experience bagi penggunanya.

Dengan mempelajari konsep dan penerapan experience ini diharapkan akan

muncul suatu cara pandang baru. Cara pandang baru terhadap bagaimana kita

mempromosikan makna dari alam sebagai sesuatu yang harus dicintai dan

2 Cult of Apple adalah sebutan untuk pengguna setia produk-produk Apple. Mereka juga kerap

disebut Apple Fanboy atau juga Apple Evangelist. (sumber: http://bit.ly/931li8 diunduh pada 24

Desember 2011 )

Page 17: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

4

Universitas Indonesia

diperjuangkan. Cara pandang baru ini diperlukan karena tidak hanya marketing

produk yang harus menyesuaikan dengan perkembangan gaya hidup masyarakat,

upaya pelestarian alam juga harus up-to-date sesuai dengan perkembangan gaya

hidup masyarakat.

1.2. Permasalahan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perancangan ini ada beberapa

permasalahan yang akan diangkat, yaitu:

1. Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di Kebun Raya Bogor sebagai

akibat pembangunan kota yang tidak serasi dengan visi kebun raya.

2. Eksklusifitas kebun raya yang membatasi akses secara fungsi maupun visual

antara bagian dalam kebun raya dan daerah sekitarnya. Hal ini adalah salah

satu sebab rendahnya kesadaran masyarakat Bogor tentang upaya pelestarian

yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor.

3. Upaya pelestarian lingkungan tidak menyesuaikan dengan perubahan gaya

hidup yang terjadi di masyarakat. Hal ini mengakibatkan penyampaian pesan

pelestarian menjadi tidak up-to-date dan tidak sesuai lagi dengan gaya hidup

masyarakat saat ini.

1.3. Pertanyaan Perancangan

Hal yang menjadi pertanyaan perancangan Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor

ini adalah:

1. Bagaimana kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dapat menjadi kawasan

edukasi lingkungan bagi semua lapisan masyarakat untuk memperkuat makna

dan keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai kebun botani? Jika peran tersebut

kini mulai luntur, maka apa upaya yang dapat dilakukan untuk

mengembalikan makna keberadaan Kebun Raya Bogor tersebut?

Page 18: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

5

Universitas Indonesia

2. Bagaimana pendekatan promosi upaya pelestarian lingkungan yang lebih

tepat untuk kasus Kebun Raya Bogor? Apakah media yang sesuai? Hal ini

berguna untuk menyesuaikan dengan perkembangan gaya hidup yang terjadi

pada masyarakat, terutama masyarakat kota yang perkembangan gaya

hidupnya sangat cepat.

3. Bagaimana caranya agar teknik yang dilakukan oleh brand dalam

menciptakan experience dapat kita terapkan pada desain ruang kota?

Pengetahuan tentang keberhasilan brand dalam mengarahkan perkembangan

gaya hidup ini dapat kita pergunakan untuk menumbuhkan kesadaran

pelestarian dan kecintaan terhadap lingkungan alami.

4. Bagaimana pengaruh keadaan alam dalam pembentukan karakter kota? Kota

Bogor memiliki keadaan alam yang unik dan spesial, apakah hal ini dapat

dijadikan penguat karakter?

1.4. Tujuan Perancangan

Tujuan perancangan kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini adalah:

1. Menghasilkan Panduan Rancangan Perkotaan yang dapat mengembangkan

kawasan sekitar Kebun Raya Bogor sebagai kawasan pelengkap edukasi

lingkungan hidup dan ilmu botani untuk semua lapisan masyarakat

bersama Kebun Raya Bogor itu sendiri.

2. Menghasilkan Panduan Rancangan Perkotaan yang bisa memperkuat

karakter Kota Bogor yang dipengaruhi oleh keberadaan Kebun Raya

Bogor.

Page 19: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

6

Universitas Indonesia

1.5. Manfaat Perancangan

Manfaat dari perancangan Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini adalah:

1. Penelitian dan perancangan ini akan menjadi masukan tentang bagaimana

rancangan perkotaan yang bisa mendukung kegiatan edukasi dan penelitian

ilmiah di Kebun Raya Bogor dan sekitarnya.

2. Penelitian dan perancangan ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada

Pemerintah Kota Bogor tentang potensi Kebun Raya Bogor dan kawasan

sekitarnya yang tidak ternilai harganya bagi kemajuan pendidikan ilmu

pengetahuan di Kota Bogor.

3. Penelitian dan perancangan ini bermanfaat untuk menemukan konsep

„promosi‟ pelestarian lingkungan yang lebih up-to-date untuk menumbuhkan

kesadaran pelestarian lingkungan.

1.6. Ruang Lingkup

Lingkup perancangan adalah penataan kembali kawasan sekitar Kebun Raya

Bogor khususnya daerah Paledang sebagai salah satu kawasan yang memiliki

pintu masuk Kebun Raya Bogor. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

Experience Farming yang merupakan pengembangan dari konsep Experience

Design.

1. Experience design erat kaitannya dengan bidang marketing. Namun pada

pembahasan kali ini, saya akan lebih menekankan kepada penerapan

experience dalam bidang desain produk penataan kota.

2. Asumsi pada penelitian dan perancangan ini didasarkan kepada Rancangan

Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031.

Page 20: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

7

Universitas Indonesia

1.7. Metode Penelitian

Secara umum, metode penelitian yang dipakai adalah case studies. Menurut

Robert Yin, case study adalah: “A case study is an empirical inquiry that

investigates a contemporary phenomenon within its real-life context, especially

when the boundaries between phenomenon and context are not clearly evident.”

Metode case study ini dipilih karena memiliki beberapa karakteristik yaitu: 1)

fokus kepada satu atau beberapa kasus, yang dipelajari dalam konteks kehidupan

nyata, 2)kapasitasnya untuk menjelaskan hubungan sebab akibat, 3)pentingnya

pengembangan teori pada tahap penelitian dan perancangan, 4)kemampuannya

mewadahi beberapa sumber dan bukti-bukti, 5)kemampuannya membuat teori

umum (generalisir).

Selanjutnya, kita perlu untuk mendapatkan pengetahuan perancangan dengan

berpedoman kepada apa yang disampaikan oleh Horst Rittel. Pengetahuan

perancangan yang diperlukan adalah:

1.7.1. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual merupakan upaya untuk mencari tahu: apa yang menjadi

kasus? Langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan faktual, antara lain:

a. Melakukan pengamatan langsung ke kawasan sekitar Kebun Raya Bogor

dengan berpedoman kepada the Image of the City3 dan Urban Design

Elements4.

b. Mengumpulkan data-data kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, baik berupa

gambar maupun data statistik yang terdiri atas:

Peta perkembangan kawasan dari masa lampau hingga saat ini;

Peta zoning peruntukan lahan;

3 Image of the City (Lynch, ) terdiri dari: node, path, edge, district, dan landmark.

4 Urban Design Elements (Shirvani, 1985) terdiri dari Land Use, Building Form and Massing,

Circulation and Parking, Open Space, Pedestrian Ways, Activity Support, Signage, dan

Preservation.

Page 21: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

8

Universitas Indonesia

Peta jaringan transportasi;

Data kependudukan;

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah eksisting (2008)

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah rencana (2011-2031)

c. Melakukan pemetaan (mapping) terhadap hasil pengamatan dan

pengumpulan data agar dapat terlihat hubungan yang terjadi di antara

elemen-elemen tersebut.

1.7.2. Pengetahuan Deontik

Pengetahuan faktual merupakan upaya untuk mencari tahu: apa yang seharusnya

terjadi? Langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan deontik adalah:

Melihat kondisi yang seharusnya dapat terjadi di sekitar Kebun Raya Bogor

berdasarkan potensi dan kesempatan yang ada serta menjelaskan latar belakang

mengapa kondisi tersebut merupakan kondisi yang seharusnya (ideal).

1.7.3. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual mempertanyakan dan menjawab: Apa yang dimaksud

dengan kasus itu? Langkah-langkah untuk memperoleh pengetahuan konseptual

adalah:

a. Mempelajari konsep experience design serta kebun botani beserta

perkembangan maknanya.

b. Mempelajari tentang edukasi terkait dengan Kebun Raya Bogor.

c. Mempelajari dan melihat hubungan antara konsep experience design

dengan gaya hidup manusia urban (urban lifestyle).

d. Mempelajari sejarah dan budaya tradisional Bogor.

e. Mempelajari berbagai preseden mengenai pengembangan kawasan kota

sebagai sarana edukasi terutama yang berkaitan dengan perancangan

kawasan wisata ilmiah.

Page 22: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

9

Universitas Indonesia

1.7.4. Pengetahuan Instrumental

Pengetahuan instrumental mempertanyakan dan menjelaskan: Bagaimana cara

memperoleh suatu kondisi tertentu, faktual menjadi deontik?

Untuk memperoleh keadaan deontik yang seharusnya terjadi, digunakan

instrumen berupa Panduan Rancangan Kota (Urban Design Guidelines) kawasan

sekitar Kebun Raya Bogor dengan pendekatan Experience Design sebagai

konsep perancangan.

1.7.5. Pengetahuan Eksplanatori

Pengetahuan eksplanatori merupakan upaya untuk mencari tahu tentang:

Mengapa hal tersebut dapat terjadi atau kenapa suatu hal akan terjadi?

Langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan eksplanatori adalah:

a. Faktual – penjelasan

Menjelaskan mengapa kawasan sekitar Kebun Raya Bogor berkembang

seperti yang terlihat sekarang beserta permasalahannya. Mencoba

menjelaskan kecenderungan perkembangan kawasan Kebun Raya Bogor

di masa depan beserta potensinya.

b. Deontik – penjelasan

Menjelaskan mengapa dan bagaimana penerapan konsep Experience

Design yang memungkinkan diterapkan di kawasan sekitar Kebun Raya

Bogor untuk mencapai kondisi deontik.

c. Instrumental – penjelasan

Menjelaskan dan menguraikan apa saja yang bisa diatur dalam masing-

masing instrumen, serta instrumen apa saja yang sebaiknya tercakup dalam

Panduan Rancang Kota.

Page 23: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

10

Universitas Indonesia

1.8. Epistemic Freedom

Apakah pendekatan Experience Design sesuai untuk penataan kawasan sekitar Kebun Raya Bogor?

Apakah Anda yakin bahwa pendekatan

Experience Design akan berhasil dalam

penataan kembali kawasan sekitar

Kebun Raya Bogor?

Apakah ada prasyarat pendekatan

Experience Design tersebut dapat

terpenuhi di kawasan sekitar Kebun

Raya Bogor?

Adakah efek samping dengan

menggunakan pendekatan Experience

Design pada penataan kembali kawasan

sekitar Kebun Raya Bogor?

Akankah kelebihan pendekatan

Experience Design melebihi

kekurangannya?

Apakah ada keinginan untuk mencari

cara lain yang lebih baik untuk

mencapai hasil yang diinginkan?

Yakin, sebab:

Experience telah digunakan dalam

marketing produk-produk yang

berhasil di masyarakat.

Experience saat ini sedang menjadi

tren marketing yang telah diterapkan

oleh banyak perusahaan dari berbagai

bidang.

Upaya promosi pelestarian lingkungan

memerlukan sudut pandang baru agar

pesan yang ingin disampaikan dapat

lebih tepat sasaran.

Ya, ada.

Perancangan kawasan sKRB melalui

konsep experience design memerlukan

kondisi sebagai berikut:

Perlu adanya lembaga yang mengelola

kawasan secara terpadu sehingga

upaya yang dilakukan dapat berjalan

dengan sistematis dan tidak berjalan

sendiri-sendiri.

Perlu adanya rencana makro kawasan

yang mendukung upaya penerapan

zona wisata ilmiah sebagai perluasan

dari Kebun Raya Bogor.

Pihak LIPI sebagai pengelola harus

lebih terbuka terhadap perkembangan

kebudayaan dalam kaitannya dengan

upaya penyampaian pesan pelestarian

lingkungan.

Penerapan experience design akan

menjadikan kawasan ini lebih menarik

untuk dikunjungi oleh wisatawan dan

akan menjadi tempat yang menarik

bagi warga untuk tinggal.

Efek samping yang diperkirakan akan

terjadi adalah semakin tingginya arus

wisatawan yang berkunjung ke

kawasan ini khususnya pada akhir

pekan.

Selain itu, dengan semakin

menariknya kawasan ini sebagai

tempat tinggal akan menjadikan

demand akan hunian di kawasan ini

meningkat.

Ya, pendekatan secara experience design

memiliki beberapa kelebihan dan

kekurangan, yaitu:

Kelebihan:

Pendekatan experience design dapat

merespon perubahan kebudayaan yang

terjadi di kalangan masyarakat terkait

ketertarikannya terhadap suatu produk.

Produk dalam hal ini adalah

pengetahuan tentang pelestarian alam.

Kekurangan:

Pendekatan experience design ini

riskan mengarah kepada komoditisasi

alam, yaitu alam sebagai sebuah

produk harus menghasilkan

keuntungan sebesar-besarnya dengan

upaya sekecil-kecilnya.

Tidak

Apakah ada cara/pendekatan lain

agar penataan kawasan sKRB dapat

berhasil?

Apakah ada cara untuk mengadakan

prasyarat pendekatan Experience

Design?

Dapatkah anda menghilangkan efek-

efek yang tidak diinginkan?

Apakah harapan terhadap pendekatan

konsep Experience Design terlalu

tinggi? Haruskan harapan tersebut

dikurangi?

Ada, misalnya dengan pendekatan

eco-city atau sustainable urbanism.

Namun pendekatan ini cenderung

hanya bersifat teknis dan kurang

sesuai untuk diterapkan dalam konteks

yang membutuhkan sentuhan program

yang kuat khsusunya dalam bidang

edukasi dan promosi.

Cara mengadakan prasyarat adalah: Membuat lembaga pengelola di bawah

LIPI khusus untuk mengelola kawasan

sekitar Kebun Raya Bogor ini.

Melibatkan institusi pendidikan di

sekitar Kebun Raya Bogor dalam

mengelola kawasan ini.

Ya, dapat. Yaitu dengan cara:

Membuat rencana perkiraan

perkembangan kawasan sekitar Kebun

Raya Bogor ini untuk jangka waktu

tertentu agar perkembangannya dapat

lebih dikendalikan.

Experience design dapat diterapkan

melalui beberapa tingkatan penerapan

dan tema. Sehingga harapan terhadap

konsep experience design ini tidak

terlalu tinggi, justru sangat realistis.

Penataan Kembali Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor dengan Pendekatan Experience Design

Page 24: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

11

Universitas Indonesia

BAB II EXPERIENCE FARMING

Experience farming adalah penggabungan konsep experience design yang menjadi

teori utama pembahasan ini dengan teori urban farming yang dijadikan sebagai

media penerapan teori experience.

Walaupun sudah menjadi perhatian dan menghasilkan beberapa deklarasi. Usaha-

usaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan ini nampaknya belum berhasil

secara signifikan. Alih-alih mengurangi dampak kerusakan lingkungan, dampak

kerusakan lingkungan dan perubahan iklim semakin terasa akibatnya hingga saat

ini. Hal ini dikarenakan upaya penyelamatan lingkungan tersebut belum

menyentuh dasar persoalan dari kerusakan lingkungan tersebut. Masalah

lingkungan hidup adalah masalah moral, masalah perilaku manusia. Manusia

adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.5

Dalam skala regional kepedulian untuk memulai gaya hidup yang lebih ramah

lingkungan ini sudah mulai dimiliki oleh masyarakat. Namun upaya-upaya yang

dilakukan oleh masyarakat ini kebanyakan masih sebatas kegiatan insidentil dan

seremonial saja seperti „Hari menanam 1 milyar pohon‟ dan „Earth Hour‟.

Kegiatan-kegiatan seremonial seperti ini belum berpengaruh secara signifikan

terhadap upaya pelestarian lingkungan. Yang kita butuhkan adalah sebuah

perubahan gaya hidup yang dilakukan terus-menerus.

5 A. Sonny Keraf. 2002. Etika Lingkungan Hidup. Hal. 2

Page 25: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

12

Universitas Indonesia

Gambar 1 Kiri: Presiden RI menanam pohon dalam gerakan 1 milyar pohon. Kanan: Logo Earth Hour

(sumber kiri: www.presidenri.go.id, kanan www.earthhour.org)

Selain kegiatan yang hanya bersifat seremonial, upaya pelestarian yang dilakukan

sejauh ini banyak yang terlihat kurang menarik bagi kalangan masyarakat. Cara-

cara seperti penyuluhan kepada anak-anak, atau pemasangan poster-poster

himbauan mungkin sudah tidak terlalu berdampak signifikan. Mendengar kata

penyuluhan saja benak anak-anak akan langsung ciut membayangkan mereka

akan diceramahi dalam waktu yang cukup lama. Sehingga sering penyuluhan atau

upaya mempromosikan kegiatan pelestarian lingkungan tersebut tidak sampai

sasaran.

Belajar tentang lingkungan dan arti penting keberadaan alam bagi kehidupan

manusia sebaiknya (seharusnya) dilakukan langsung di alam, terlepas dari ruang

kelas. Dengan berinteraksi langsung dengan alam maka pemahaman yang didapat

akan lebih menyeluruh karena yang belajar adalah semua indera manusia. Upaya

pembelajaran ini juga terkait dengan perolehan pengalaman bagi masyarakat tidak

hanya bagi siswa yang masih duduk di bangku sekolah saja.

Aristoteles berkata "For the things we have to learn before we can do them, we

learn by doing them." Cara terbaik untuk mempelajarinya adalah dengan

melakukannya secara langsung. Hal ini juga sesuai dengan pepatah „experience is

the best teacher‟, maka cara belajar dengan membuat sebuah pengalaman akan

memiliki dampak yang lebih signifikan. David A. Kolb (1983), salah seorang

tokoh experiential learning, menyatakan bahwa “Learning is the process whereby

knowledge is created through the transformation of experience.”

Page 26: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

13

Universitas Indonesia

Upaya untuk menumbuhkan kesadaran melalui edukasi ini bisa dilakukan dengan

cara melibatkan langsung masyarakat terhadap usaha-usaha pelestarian alam.

Usaha-usaha pelestarian alam yang akhir-akhir ini sering terdengar dimana-mana

terbukti selalu diikuti oleh banyak orang. Ini menandakan bahwa masyarakat

memiliki antusiasme yang tinggi terhadap kegiatan-kegiatan bertema pelestarian.

Namun kegiatan-kegiatan semacam ini hanya bersifat insidentil saja dan belum

sesuai dengan apa yang disampaikan Lim (2010) bahwa “Sustainable must be

accessible and applicable to the practice of everyday life.” (p.30)

Untuk membuatnya sebagai sebuah bagian dari keseharian dan mudah diakses,

upaya edukasi lingkungan ini dapat „diinjeksi‟ ke dalam ruang kota. Ruang kota

menjadi tempat yang menarik untuk meletakkan edukasi ini karena banyak orang

beraktivitas di ruang kota atau minimal melewati suatu bagian dari kota dalam

kesehariannya. Dengan cara seperti ini diharapkan tujuan edukasi sebagai sebuah

bagian dari keseharian masyarakat akan dapat tercapai karena masyarakat

dilibatkan langsung dalam usaha penumbuhan kesadaran dan upaya pelestarian

lingkungan. Mengutip kata-kata Confucius "tell me and I will forget, show me

and I may remember, involve me and I will understand."

Page 27: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

14

Universitas Indonesia

2.1 Perkembangan Masyarakat Perkotaan

Perkembangan dan perubahan gaya hidup ditandai dengan makin pekanya

masyarakat kota terhadap perkembangan teknologi.6 Pekanya masyarakat kota

terhadap perkembangan teknologi dapat terlihat dari penggunaan gadget

berteknologi canggih yang dapat ditemui di seluruh lapisan masyarakat. Namun di

sisi lain hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita semakin konsumtif.

Semakin konsumtifnya masyarakat tidaklah harus selalu disikapi secara skeptis.

Kita bisa mengambil pelajaran dari fenomena tersebut tentang bagaimana teknik

yang diterapkan oleh brand-brand tersebut agar bisa begitu digandrungi oleh

masyarakat atau bisa kita sebut sebagai fanatisme.

Hal yang menarik untuk dilihat dari fenomena fanatisme tersebut adalah sebab

kenapa fanatisme tersebut bisa terjadi. Fanatisme bisa terjadi salah satunya adalah

karena adanya kecocokan makna yang ada pada diri pengguna dengan makna

yang ditawarkan oleh produk seperti dikatakan oleh Diller, Shedroff, & Rhea

(2006)

If you innovate with an eye to what is meaningful in your customers lives,

your products and services are more likely to be adopted and retained, not

tossed aside when the next new sensation arrives. (p.2)

Meaning yang ada di setiap produk yang sukses tersebut adalah yang menjiwai

proses terjadinya user experience. Meaning ini pula yang mempengaruhi cara

pengguna dalam berinteraksi dengan produk atau gadget yang digunakannya.

Inilah yang menjadi dasar dari sebuah meaningful experience.

6 http://teknologi.kompasiana.com/gadget/2011/10/14/ diunduh pada 24 Desember 2011

Page 28: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

15

Universitas Indonesia

2.2 Experience

Rangkaian kehidupan sehari-hari dapat kita anggap sebagai rangkaian aktivitas

yang membentuk pengalaman untuk diri kita. Pengalaman yang kita rasakan dapat

berupa kejadian-kejadian luar biasa seperti sensasi melakukan bungee jumping

atau hanya kejadian-kejadian kecil namun bermakna yang mengisi hari kita

seperti bisa merasakan segelas minuman dingin di hari yang panas. Pengalaman

lain terkait dengan sesuatu yang didesain sedemikian rupa agar menghadirkan

pengalaman pengguna yang berkesan misalnya menggunakan sebuah Macbook,

atau mengunjungi taman rekreasi seperti Dunia Fantasi.

Experience dalam terjemahan bebas ke dalam Bahasa Indonesia bisa dimaknai

sebagai pengalaman. Dalam arti katanya sendiri menurut Oxford Dictionary,

experience memiliki beberapa arti yaitu: „the knowledge or skill acquired by a

period of practical experience of something, especially that gained in a particular

profession‟ dan „an event or occurrence which leaves an impression on someone‟.

Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) experience merupakan semua proses

dimana kita menyadari akan hal tersebut dan kita terlibat di dalamnya ketika hal

tersebut terjadi. Untuk merasakan experience ini, kita perlu mengenali adanya

perubahan pada lingkungan, pada tubuh, pikiran, jiwa, atau aspek lain pada diri

kita yang bisa merasakan perubahan. Dengan kata lain yang lebih sederhana,

experience adalah sensasi perubahan.

Menurut oleh Darmer dan Sundbo (2008) experience tidak hanya sebuah produk,

namun berkaitan dengan sebuah mental process yang terjadi di dalam pikiran kita

(state of mind). Peran pikiran sangat penting dalam pencapaian experience karena

experience ini sangatlah personal. Experience yang dialami setiap orang

tergantung dengan pengetahuan dan ingatan yang sangat mempengaruhi perolehan

experience oleh orang tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Christrup (2008)

mengutip Pedersen dan Meyhoff (2004) berikut ini

Page 29: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

16

Universitas Indonesia

Expectations, knowledge and memories influence the experience,and „the

filtering mechanism of the memory at the moment of perception is always

influenced by our emotions.... Emotions are not merely a form of

embedment in the experience of reality; they are fundamental and

potentially colour and dominate experience or our ability to experience

anything at all‟ (Engberg- Pedersen and Meyhoff, 2004 p. 57)

Oleh karena itu terdapat kaitan langsung antara pengalaman fisik yang dirasakan

oleh setiap orang dengan apa yang sudah ada di pikirannya seperti dikatakan oleh

Pine dan Gilmore (1999) bahwa “Each experience derives from the interaction

between the staged event and the individual‟s prior state of mind and being.”

2.2.1. Meaning

Konsepsi awal yang ada di dalam diri kita terkait dengan meaning yang kita

punya. Maka meaning adalah hal yang sentral dalam penciptaan experience ini.

Meaning secara harfiah menurut Oxford Dictionary dapat diartikan sebagai

important or worthwhile quality; purpose. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea

(2006), meaning adalah sesuatu yang mendasari semua kegiatan yang kita

lakukan.

Gambar 2 Posisi meaning dalam diri individu

Sumber: www.nathan.com

Page 30: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

17

Universitas Indonesia

Meaning adalah salah satu faktor yang kini menjadi pertimbangan orang dalam

melakukan pembelian. Orang cenderung mempertimbangkan meaning yang

dianutnya dalam mengkonsumsi suatu produk. Kegiatan konsumsi yang

berdasarkan meaning ini oleh Diller, Shedroff, & Rhea (2006) sebagai meaningful

consumption.

Kini, dengan semakin berpengaruhnya meaning bagi seseorang. Perusahaan-

perusahaan mulai melakukan riset yang dalam agar produknya memiliki meaning

yang bisa diterima oleh masyarakat. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) jika

suatu perusahaan melakukan inovasi dengan memperhatikan apa meaning yang

dianut oleh penggunanya, maka produk dari perusahaan tersebut akan disukai dan

akan bertahan lama di masyarakat. Meaning ini juga sebaiknya menjadi dasar

inovasi yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan meletakkan meaning di tengah-

tengah proses inovasi ini, maka kerjasama yang dilakukan oleh setiap elemen di

perusahaan juga akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, meaning menjadi

sesuatu yang sangat penting dalam rangka menghadirkan produk yang berhasil

„mencuri hati‟ pelanggannya. Meaning inilah yang menjadi pembeda dari produk-

produk yang berhasil dengan yang kurang berhasil.

Gambar 3 Posisi meaning terhadap inovasi

Sumber: terjemahan ke bentuk diagram dari Diller, Shedroff, & Rhea (2006)

Untuk menerapkan meaning ini menjadi sebuah produk yang dapat diminati oleh

konsumen, maka meaning ini harus didesain sedemikian rupa. Desain suatu

produk yang mengadopsi meaning ini diterapkan dengan menerjemahkan meaning

innovation

meaning

Page 31: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

18

Universitas Indonesia

tersebut ke dalam experience untuk mencapai desain experience yang bermakna.

Proses desain meaningful experiences ini dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Gambar 4 Proses Desain Meaningful Experiences

sumber: Diller, Shedroff, & Rhea (2006)

Selanjutnya, kita akan membahas langkah kedua dari desain meaningful

experience ini yaitu yang berkaitan dengan experience yang akan diberikan

kepada pengguna. Sesuai dengan diagram di atas, terdapat dua hal yang harus

dilakukan untuk memilih experience. Experience inilah yang akan menghasilkan

meaning yang akan diterima oleh pengguna.

Experience memiliki empat tingkat keterlibatan yang digambarkan melalui

diagram berikut ini. Sumbu horizontal menggambarkan tingkat partisipasi

pengguna, partisipasi pasif berarti pengguna tidak secara langsung terlibat dan

mempengaruhi jalannya suatu pertunjukan. Contoh partisipasi pasif adalah ketika

kita menghadiri acara pagelaran musik. Sedangkan partisipasi aktif adalah ketika

pengguna dapat mempengaruhi jalannya sebuah pertunjukan. Contoh partisipasi

aktif misalnya adalah bersepeda mengelilingi kota.

Sumbu vertikal menggambarkan tingkat hubungan antara pengguna dengan

lingkungan tempat experience tadi berlangsung. Absorption berarti membawa

experience ke pikiran pengguna, sedangkan Immersion berarti pengguna yang

Understanding

Customers

Defining

the Market

Define

Framework Define

Scope

Brand

Concepts

Product

Concepts Positioning Prototype Offering

Finding Opportunities for Meaning

Choosing the Experience

Shaping a Concept

Refining a Concept

Deliver Meaning

Page 32: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

19

Universitas Indonesia

menjadi bagian baik secara fisik maupun hanya sebatas visual dari sebuah

pengalaman.

Gambar 5 Diagram Tingkat Keterlibatan dalam Experience

Sumber: Pine & Gilmore, 1996

Keempat tingkat keterlibatan pengguna dalam suatu experience secara lebih detail

akan dijelaskan menurut Pine & Gilmore (1999) melalui uraian berikut ini

berdasarkan derajat keterlibatannya.

Entertainment adalah bentuk experience yang paling sederhana. Entertainment ini

terjadi ketika pengguna secara pasif menyerap pengalaman yang ada melalui

indera-indera mereka. Hal ini contohnya terjadi ketika menyaksikan pertunjukan,

mendengarkan musik, atau membaca. Entertainment ini adalah bentuk experience

yang paling populer dan familiar di kalangan masyarakat karena paling sederhana

diantara bentuk-bentuk experience lainnya.

Education adalah bentuk experience dimana penggunanya secara aktif menyerap

experience yang diberikan. Dalam prakteknya, kegiatan belajar harus secara aktif

melibatkan pikiran dan fisik penggunanya.

Entertainment Education

Esthetic Escapist

Active

Participation

Passive

Participation

Immersion

Absorption

Page 33: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

20

Universitas Indonesia

Esthetic adalah ketika individu tenggelam dalam suatu kegiatan atau suatu

lingkungan namun dia tidak memiliki pengaruh terhadap kegiatan tersebut karena

esthetic termasuk ke dalam ranah partisipasi pasif.

Escapist adalah ranah yang memiliki keterlibatan yang tinggi terhadap suatu

kegiatan atau pengalaman. Ketika dalam situasi escapist, orang akan merasa

tenggelam ke dalam aktivitas tersebut dan keterlibatan keadaan ini semakin dalam

dengan memungkinkannya orang ikut berperan terhadap terjadinya aktivitas pada

kegiatan tersebut. Contoh kegiatan ini adalah di taman bermain, kasino, dan

simulator.

Keempat ranah experience tersebut dapat berlangsung bersama-sama atau berdiri

sendiri tergantung tingkat keterlibatan yang diinginkan oleh perancang

experience.

2.2.2. Peran Indera dalam Experience

Dikatakan oleh John Lang (1987) dan juga oleh Gibson (1966) bahwa dalam

perolehan experience, indera memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai reseptor

sensasi dan juga sebagai pembentuk persepsi. Masing-masing indera dapat

difungsikan untuk memperoleh informasi yang berbeda yang kemudian digunakan

untuk membentuk pemahaman kita akan suatu ruang.

Tabel 1 Tabel Indera Sebagai Sistem Persepsi

Name Mode of

Attention

Anatomy of

Organ

Activity of Organ Stimuli

Available

External

Information

Obtained

Basic

Orienting

System

General

orientation

Mechano-

receptors

Vestibular organs Body

equilibrium

Direction of

gravity, being

pushed

Auditory

system

Listening Mechano-

receptors

Cochlear organs

with middle ear

and auricle

Orienting to

sounds

Nature and

locations of

vibratory events

Haptic

system

Touching Mechano-

receptors and

possibly thermo-

receptors

Skin (including

attachments and

openings), joints

(including

ligaments),

Exploration

of many

kinds

Contact with the

earth,

mechanical

encounters,

object shapes,

Page 34: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

21

Universitas Indonesia

muscles (including

tendons)

material states-

solidity or

viscosity

Taste-smell

system

Smelling Chemo-receptors Nasal cavity

(nose)

Savoring Nutritive and

biochemical

values

Tasting Chemo-receptors

and mechano-

receptors

Oral activity

(mouth)

Savoring Nutritive and

biochemical

values

Visual

system

Looking Photo-receptors Ocular mechanism

(eyes, with

intrinsic and

extrinsic, as

related to the

vestibular organs,

the head, and the

whole body)

Accomodatio

n, paillary

adjustment,

fixation,

convergence,

exploration

Everything that

can be specified

by the variables

of optical

structures

(information

about object,

animals,

motions, events,

and places)

Sumber: John, Lang. Creating Architecture Theory: The Role of the Behavioral Sciences in

Environmental Design. P.91

Page 35: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

22

Universitas Indonesia

2.2.3. Experience Economy

Beberapa tahun belakangan ini, masyarakat dunia telah memasuki sebuah era baru

dalam dunia marketing. Perkembangan masyarakat yang sangat cepat tentu tidak

bisa lagi direspon dengan teknik-teknik marketing yang sudah ada sejak ratusan

tahun yang lalu. Jaman berubah dengan cepatnya, begitu juga hubungan antara

konsumen dan produsen. Masyarakat dihadapkan kepada sebuah era baru

marketing, yaitu experience marketing.

Experience marketing adalah sebuah cara baru tentang bagaimana perusahaan

memasarkan produknya kepada konsumen. Umumnya kita mengenal hanya tiga

jenis produk yang diperjualbelikan di masyarakat, produk tersebut adalah: barang

komoditi mentah (commodities), barang olahan (goods), dan jasa (service). Kini

berkembang lagi satu jenis kegiatan yaitu kegiatan marketing experience yang

merupakan pengembangan dari kegiatan jasa.

Tabel 2 Perbandingan antara jenis-jenis ekonomi

Economic

Offering

Commodities Goods Services Experiences

Economy Agrarian Industrial Service Experience

Economic

functions

Extract Make Deliver Stage

Nature of

offering

Fungible Tangible Intangible Memorable

Key attribute Natural Standardized Customized Personal

Method of

supply

Stored in bulk Inventoried

after

production

Delivered on

demand

Revealed over

a duration

Seller Trader Manufacturer Provider Stager

Buyer Market User Client Guest

Factors of

demand

Characteristics Features Benefits Sensations

Sumber : Pine & Gilmore (1999) p.6

Walaupun hadir dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

ketiga teknik marketing lainnya, namun perkembangan experience marketing ini

cukup signifikan karena pengguna kini menginginkan nilai lebih dalam cara

mereka melakukan konsumsi.

Page 36: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

23

Universitas Indonesia

Pada diagram di bawah ini yang merupakan penterjemahan dari pernyataan

Darmer dan Sundbo (2008) terlihat bahwa perubahan yang terjadi adalah karena

perkembangan permintaan yang dilakukan oleh konsumen. Pada awal terjadinya

kegiatan ekonomi, pemenuhan barang adalah untuk tetap bertahan hidup. Dalam

perkembangannya, mereka menginginkan bahwa sesuatu yang mereka dapatkan

harus bisa memenuhi kebutuhan dalam hal materialism, pemenuhan pengetahuan,

dan pemecahan masalah, maka semua permintaan ini direspon dengan hadirnya

service economy. Ketika semua itu belum cukup dan konsumen meminta sesuatu

yang lebih menarik, maka hadirlah experience economy yang bisa menghadirkan

pengalaman baru dalam pemenuhan kebutuhan bagi konsumen.

Gambar 6 Perbedaan antar tingkatan ekonomi

Sumber: diolah dari Darmer dan Sundbo (2008)

Pine & Gilmore (1999) menyatakan bahwa experience dapat digunakan oleh

perusahaan agar nilai produk yang ditawarkan menjadi lebih tinggi. Cara yang

ditempuh agar suatu produk biasa bisa memiliki nilai yang lebih tinggi adalah

dengan cara menambahkan experience pada bagaimana pengguna bisa

mendapatkan nilai tambah ketika menggunakan produknya.

interesting life, experience new aspects of life, be entertained, learn in an

enjoyable way

materialism, knowledge, solving problem

satisfy for survival Goods

Experience

Service

Page 37: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

24

Universitas Indonesia

2.2.4. Experience Design

Experience design adalah desain yang beorientasi kepada penggunanya. Oleh

karena itu peran pengguna (user) di sini sangatlah penting. Hal ini karena dalam

merancang sebuah experience kita juga harus memahami meaning dari experience

yang akan kita hasilkan berkaitan dengan meaning yang dimiliki oleh pengguna.

Experience design sangat berkaitan dengan identitas dan personal meaning yang

dimiliki oleh seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Diller, Shedroff, &

Rhea (2008), “We may still want economic value, status, identity, and emotional

ties, but we want them within an overall meaning or set of meaning that are

exactly right for us.”

Menurut Shedroff (2004), proses perolehan experience itu dapat dibagi menjadi

tiga bagian besar yaitu attraction, engagement, dan conclusion. Perolehan

experience ini dapat dijadikan sebagai dasar dari experience design. Dengan

memahami bagaimana experience dirasakan oleh individu, maka diharapkan

experience yang dirancang juga dapat berhasil menyesuaikan dengan meaning

yang ada di individu tersebut.

Attraction

Attraction penting dalam sebuah perancangan experience. Attraction inilah yang

mengawali sebuah proses experience. Sesuai dengan uraian sebelumnya dari Pine

& Gilmore (1996) attraction ini terkat dengan kesan atau impresi yang pertama

didapatkan oleh orang. Lebih lanjut Shedroff (2004) menyatakan bahwa attraction

dapat berupa kognitif, visual, auditory, atau rangsangan-rangsangan lain yang

diterima oleh indera kita.

attraction engagement conclusion

Page 38: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

25

Universitas Indonesia

Engagement

Bagian penting berikutnya dari sebuah experience design adalah engagement

(pelibatan). Engagement ini adalah experience itu sendiri. Dalam penerapannya,

engagement harus terlihat berbeda dengan lingkungan sekitarnya agar experience

dapat menjadi perhatian bagi orang yang mengalaminya.

Conclusion

Conclusion atau kesimpulan adalah bagian terakhir dari sebuah experience design.

Menurut Shedroff (2004) conclusion dapat hadir dalam berbagai bentuk, namun

pada intinya dia harus memberikan suatu resolusi bagi orang yang mengalaminya.

Resolusi yang dihasilkan adalah melalui meaning, cerita, atau aktivitas lain yang

dapat memperkuat kesenangan dalam menikmati pengalaman tersebut. Terkadang

experience hadir tanpa akhir yang jelas. Hal ini mengakibatkan orang yang

mengalami suatu pengalaman merasa bingung dan merasa tidak terpuaskan

tentang emosi dan impresi yang telah mereka dapatkan dari awal. Oleh karena itu,

untuk menghindari kondisi tanpa akhir ini, conclusion harus benar-benar

dirancang agar pengunjung mampu mendapatkan sesuatu dari pengalaman yang

telah dialaminya tadi.

Extension

Bagian keempat ini adalah bagian yang bisa membuat sebuah pengalaman

bertahan lebih lama atau menjembatani dengan experience lainnya. Jika akan

dihubungkan dengan pengalaman lain sebagai rangkaian, setiap pengalaman tetap

harus memiliki conclusion masing-masing sebelum berpindah ke pengalaman

lain. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan interpetasi informasi yang telah didapat

attraction engagement conclusion

extension

Page 39: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

26

Universitas Indonesia

pada saat fase engagement. Pengalaman yang bergabung dengan pengalaman

lainnya ini akan menghasilkan sebuah conclusion yang lebih besar sehingga akan

dihasilkan pula makna yang lebih besar.

Pendefinisian yang lebih detail mengenai prinsip-prinsip penerapan experience

design dikemukakan oleh Pine & Gilmore (1999) berikut ini:

Theme the experience

Harmonizing impression with positive cues

Eliminate negative cues

Mix in memorabilia

Engage all five senses

Kelima hal ini dapat kita kelompokkan sesuai dengan kelompok besar yang telah

dirumuskan oleh Shedroff (2004) tadi menjadi kombinasi prinsip-prinsip

perancangan experience design berikut ini

attraction engagement conclusion

attraction engagement conclusion

conclusion extension

Page 40: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

27

Universitas Indonesia

Tabel 3 Tabel Kombinasi Prinsip-prinsip Experience Design

Prinsip

menurut

Shedroff

(2004)

Prinsip

experience

design Pine &

Gilmore (1999)

Aspek

Kunci

Experience

Design

Detail Aspek Kunci

Experience Desain

Attraction Theme the

experience

Harmonize

impression with

the positive cues

Triggers

Senses: Taste, Sight, Sound,

Smell, Touch

Cognitive: Concepts, Symbol

Breadth Product, Services, Brand,

Nomenclature,

Channel/Environment,

Promotion, Price

Engagement Engage all five

senses

Eliminate

negative effects

Interaction Static, Passive, Active,

Interactive

Duration Initiation, Immersion,

Conclusion, Continuation

Intensity Reflex, Habit, Engagement

Conclusion

Significance Meaning, Status, Emotion,

Price, Function Extension Mix in

memorabilia

Sumber: diolah dari Shedroff (2004) dan Pine & Gilmore (1999)

Penjelasan masing-masing prinsip perancangan oleh Pine & Gilmore (1999)

adalah sebagai berikut

Theme the Experience

Prinsip pertama adalah merancang dengan membuat pemisahan experience

berdasarkan tema tertentu (tematik). Dengan membuat experience sesuai dengan

tema tertentu, experience tadi akan lebih mudah dicapai oleh pengguna. Hal ini

karena keterbatasan indera kita dalam mengolah informasi, maka informasi yang

diberikan secara tematis akan lebih mudah membangkitkan sensasi pada tiap

pengguna.

Dalam arsitektur, perancangan dengan memisahkan experience ini dapat

dilakukan dengan pengelompokkan fungsi ruang berdasarkan kelompok fungsi

tertentu. Selain itu, tema dalam rancangan juga bisa diaplikasikan dengan

Page 41: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

28

Universitas Indonesia

penggunaan warna, tekstur, dan material yang berbeda untuk menunjukkan kesan

tertentu.

Harmonize impression with the positive cues

Prinsip kedua dari penerapan experience ini adalah dengan cara

mengahrmonisasikan kesan (impression) yang didapat dengan informasi-

informasi yang positif. Kesan atau impression ini adalah experience yang akan

dibawa (the take away experiencei) oleh pengguna. Kesan ini adalah hal yang

dirasakan pengunjung ketika mengalami suatu experience yang telah kita rancang

sebelumnya. Impression yang dirasakan oleh pengunjung adalah ketika mereka

bisa merasakan sesuatu seperti “Pengalaman itu membuat saya merasa ...” atau

“Pengalaman itu seperti...” (Pine & Gilmore, 1999). Imrpession ini adalah sesuatu

yang penting dalam experience creation karena hal ini adalah hal yang pertama

kali ditangkap oleh orang yang menjadi sasaran perancangan experience yang kita

buat. Kesan atau impresi inilah yang menentukan apakah orang tersebut akan

melanjutkan perolehan experience setelah merasakan kesan yang dirasakan.

Menurut Pine & Gilmore (1999) mengutip pernyataan Carbone (2004) bahwa

kesan ini dapat dibagi ke dalam dua bentuk yaitu mechanics dan humanics.

Mechanics adalah kesan yang melibatkan indera kita dalam bentuk setting fisik

seperti gambar, rekaman suara, aroma, landscaping, dll. Sedangkan humanics

adalah hal-hal yang timbul dari keberadaan orang (pegawai) dalam berinteraksi

dengan pengunjung.

Eliminate Negative Cues

Untuk merancang experience yang baik tidak hanya diperlukan perhatian kepada

hal-hal yang positif saja. Perancang experience juga harus memperhatikan dan

menghilangkan hal-hal yang bisa mengganggu proses perolehan experience.

Page 42: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

29

Universitas Indonesia

Mix in memorabilia

Memorabilia atau biasa kita sebut sebagai souvenir menjadi salah satu prinsip

penting dalam penerapan experience design. Memorabilia ini dapat dijadikan

media untuk mengingat dan memperpanjang experience. Orang membeli

memorabilia ini sebagai bukti (tangible artifacts) dari suatu pengalaman yang

telah dialaminya (Pine & Gilmore, 1996). Dengan adanya memorabilia ini, orang

akan dapat mengingat kembali suatu pengalaman yang pernah dialaminya dulu,

sehingga impresi atau kesan ketika merasakan pengalaman tersebut dapat diingat

kembali.

Engage all five senses

Hal terakhir yang dapat dilakukan dalam merancang experience yang berhasil

adalah dengan cara melibatkan semua panca indera. Hal ini karena semakin

banyak indera yang dilibatkan maka pengalaman yang didapat akan semakin kaya

dan experience tersebut akan lebih mudah diingat (Pine & Gilmore, 1996).

Page 43: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

30

Universitas Indonesia

Ada banyak kegiatan yang bisa menjadi media penerapan experience design

tersebut salah satunya adalah urban farming. Urban farming ini dirasa cocok

sebagai media penerapan experience design karena bisa mengaplikasikan aspek-

aspek experience design. Misalnya ketika kita berkebun maka semua indera akan

bekerja (engage all five sense), selain itu ada durasi ketika kita melakukan

kegiatan berkebun. Maka, selanjutnya akan dibahas mengenai urban farming dan

aplikasi experience design.

2.3 Urban Farming

Dalam perkembanganya, ketika peradaban manusia memasuki masa industrial,

jarak yang memisahkan konsumen dan produsen pangan semakin jauh karena

pertanian yang memakan lahan yang luas harus diusahakan di luar daerah kota.

Akibat industrialisasi, pertanian semata-mata dianggap sebagai komoditi industri.

Hubungan yang terjadi antara manusia, makanan, dan produsen (petani) berubah

dari hubungan sosial-budaya menjadi hanya sebatas hubungan perdagangan.

Manusia tidak merasa perlu untuk mengetahui darimana dan bagaimana makanan

yang hadir di meja makannya berasal.

Dampak selanjutnya dari adanya pemisahan produsen dan konsumen ini

menyebabkan manusia kehilangan kontak kepada alamnya. Konsumen dalam hal

ini masyarakat kota tidak bisa merasakan apa yang terjadi kepada lahan pertanian,

tempat makanan mereka berasal. Mereka juga tidak tahu bahwa pertanian sangat

terpengaruh oleh perubahan iklim dan pemanasan global yang kondisinya

semakin buruk saat ini. Suatu keadaan yang penyebab utamanya adalah gaya

hidup konsumtif yang dilakukan secara besar-besaran oleh masyarakat kota.

The consequence of this disassociation is that we, as consumers, are not

seeing the clear effects of climate change and energy shortage on food

production. (Lim, 2010) p.15

Page 44: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

31

Universitas Indonesia

Lebih jauh, adanya pemisahan antara manusia dengan alam ini semakin

memperburuk keadaan kerusakan alam yang terjadi selama ini. Menurut Naess

(1980) kerusakan alam dan pencemaran lingkungan yang menimpa manusia saat

ini secara tragis dilakukan juga oleh manusia juga sebagai pelaku utamanya.

Lebih lanjut Naess menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup adalah masalah

moral, masalah perilaku manusia. Sehingga penyelesaian masalah kerusakan

lingkungan bukan hanya persoalan teknis belaka, manusia sebagai pelaku dan

korban harus menjadi titik awal penyelesaian persoalan ini.

The severance of man from nature – the essential achievement of

modernity – has left us in danger of forgetting what, deep down, it means

to be human. 7 (Steel, 2009) p.239

Penyelesaian permasalahan lingkungan tersebut tidak bisa hanya melalui

penyelesaian secara teknis. Seperti diungkapkan bahwa penyelesaian masalah ini

bisa dilakukan salah satunya dengan mengembalikan ikatan yang sempat terlepas

antara manusia dengan alamnya.

What is needed is not so much a technological revolution as a mental one:

a recognition that, once we lose our vital bond with nature, we too are

lost. Our most urgent mission must be to regain a sense of that bond.8

(Steel, 2009)

Kita perlu untuk memikirkan cara agar ikatan antara manusia dengan alamnya

tersebut kembali terbangun. Untuk melaksanakan visi ini, kita memerlukan alat

untuk mencapai visi tersebut. Urban farming dapat kita jadikan sebagai alat untuk

mewujudkan kembali ikatan yang sempat terputus itu. Urban farming diyakini

7 Steel, Carolyn. P.239

8 Steel, Carolyn. P.239

Page 45: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

32

Universitas Indonesia

memiliki potensi yang bisa dikembangkan untuk menghubungkan kembali

manusia dengan alamnya.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai urban farming, kita perlu membahas

definisi dari urban farming terlebih dahulu. Praktek urban farming yang

dikembangkan oleh banyak pihak dengan tujuan yang berbeda ini menghasilkan

definisi yang berbeda pula. Pertama pengertian urban farming yang digunakan

oleh United Nations Development Programme (UNDP), urban farming adalah:

An industry that produces, processes and markets food and fuel, largely in

response to the daily demand of consumers within a town, city, or

metropolis, on land and water dispersed throughout the urban and peri-

urban area, applying intensive production methods, using and reusing

natural resources and urban wastes, to yield a diversity of crops and

livestock. (Smit, Ratta & Nasr, 1996)

Definisi lain dicetuskan oleh Andre Viljoen (2006) yaitu Continuous Productive

Urban Landscapes (CPULs). Konsep ini menganggap urban farming dapat

berfungsi sebagai ruang terbuka yang produktif dalam bidang ekonomi, sosial,

dan lingkungan. Menurut Viljoen, urban farming (CPULs) juga dapat

berkontribusi untuk memperindah wajah kota.

Continuous Productive Urban Landscapes (CPULs) will be open

landscapes productive in economical and sociological and environmental

terms. They will be placed within an urban-scale landscape concept

offering the host city a variety of lifestyle advantages and few, if

any,unsustainable drawback. (p.11)

Menurut Crawford (2011), urban farming memiliki beberapa manfaat yaitu

menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat, dapat

memperkuat ikatan masyarakat, dapat membawa masyarakat kembali merasakan

alam, melestarikan tradisi dan budaya tradisional, mengedukasi anak-anak tentang

makanan dan makan, menyediakan produk pertanian berkualitas tinggi, dan yang

Page 46: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

33

Universitas Indonesia

terakhir adalah menawarkan kenikmatan dan keindahan sebagai bagian dari proses

menanam dan menikmati makanan.9

Urban farming ini sebenarnya bukan sebuah konsep yang baru dalam bidang

pertanian atau perkotaan. Konsep urban farming seperti sudah dibahas di awal tadi

sudah diterapkan pada perkotaan di Sumeria pada tahun 3000 SM. Selanjutnya

pada masa perang dunia pertama, urban farming juga banyak diterapkan di kota-

kota di Eropa sebagai respon atas langkanya bahan pangan dan minimnya lahan

pertanian karena banyak lahan pertanian dikonversi menjadi pabrik senjata. Pada

waktu Perang Dunia Pertama tujuan utama penerapan urban farming adalah untuk

memberi makan penduduk yang mengalamai kesulitan pangan.

Pada era setelah 1960an, kisah sukses

penerapan urban farming terjadi di

Kuba. Penerapan urban farming di

Kuba ini menurut sejarahnya

dikarenakan oleh adanya embargo

yang dilakukan oleh Uni Soviet

kepada Kuba. Sehingga pasokan

bahan makanan, minyak, dan benda-benda komoditas lainnya terhambat.

Menyikapi kondisi ini, pemerintah dan rakyat Kuba bahu-membahu menerapkan

urban farming untuk memasok kebutuhan pangan mereka. Penerapan urban

farming di Kuba ini menjadi satu-satunya urban farming yang didukung oleh

pemerintah, salah satu buktinya adalah dengan membentuk departemen khusus

yang membidangi masalah urban farming ini.

Dalam beberapa tahun belakangan ini urban farming berkembang sangat pesat.

Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya penerapan urban farming baik dari sisi

kualitas maupun kuantitas. Kemajuan urban farming ini bisa dilihat dari dua

9 Crawford, Margaret. „Productive Urban Environment‟ in Ecological Urbanism by Mohsen

Mostafavi. 2011

Page 47: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

34

Universitas Indonesia

faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Kedua faktor ini seakan menjadi

katalis cepatnya perkembangan urban farming dewasa ini.

Faktor pendorong kemajuan urban farming ini adalah kemajuan teknologi

pertanian yang memungkinkan pertanian dapat dilakukan dengan cara

intensifikasi yang lebih maju. Salah satu hasil perkembangan teknologi ini adalah

adanya pertanian hidroponik dan aeroponik. Kedua metode pertanian ini

memungkinkan pertanian diusahakan dalam lahan yang sempit atau bahkan tanpa

menggunakan lahan sekalipun. Metode pertanian ini juga memungkinkan

pertanian diusahakan secara vertikal, hal ini merupakan jawaban atas debat yang

dilontarkan oleh kalangan real estate bahwa pertanian yang mengambil lahan

secara luas sangat tidak menguntungkan secara ekonomi.

Sedangkan yang menjadi faktor penarik kemajuan urban farming adalah semakin

mendesaknya pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan terutama bagi warga

kota. Menurut UNFPA pada tahun 2030 nanti, sekitar 5 miliar penduduk dunia

akan tinggal di daerah perkotaan.10

Di lain sisi, dunia kini mengalami penurunan

produksi pangan antara 20 hingga 40 persen karena kekeringan yang

berkepanjangan. Urban farming menjadi salah satu alternatif untuk menjawab

permasalahan ini.

Urban Farming dan Lifestyle

Menurut Hoyos (2010) saat ini kita seolah berada pada sebuah titik balik tentang

kesadaran terhadap masalah lingkungan dan tentang pelestarian alam. Kita juga

mengalami perubahan tentang cara kita memaknai hubungan kita dengan alam

dan lingkungan, dari hubungan eksploitasi dan dominasi menjadi sebuah

10 J. Moncrieffe et al., „UNFPA State of the world population 2008 Report‟. United Nations

Population Fund, New York, 2008.

Page 48: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

35

Universitas Indonesia

hubungan belajar kembali kepada alam dan adanya upaya-upaya baru

menghubungkan kembali bangunan dengan lingkungan alami.11

Fenomena „back to nature‟ yang kini menjadi tren gaya hidup masyarakat kota

merupakan celah bagi masuknya kegiatan edukasi lingkungan. Edukasi

lingkungan ini berguna agar gaya hidup ramah lingkungan atau yang lebih dikenal

dengan green lifestyle tersebut tidak hanya menjadi gaya hidup insidentil dan

hanya menjadi marketing gimmick, namun benar-benar menjadi bagian dari

keseharian kehidupan kita.

Diungkapkan oleh P. Nasoetion, aktivis Jaringan Hijau Mandiri, bahwa

perbincangan tentang perubahan iklim sudah bukan lagi monopoli para aktivis

lingkungan namun sudah mulai akrab dengan masyarakat. Lebih lanjut, Nasoetion

menyatakan bahwa telah mulai tumbuh kesadaran masyarakat secara global

khususnya di negara-negara maju untuk mulai mengoreksi, kemudian

mengadakan perubahan mendasar dalam semua pola pandang serta gaya hidup

yang selama ini dipraktekkan, khususnya dalam berinteraksi dengan alam

lingkungannya.

Lim (2010) menyatakan bahwa gaya hidup berkelanjutan ini harus bisa diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari. Untuk membuatnya sebagai sebuah bagian dari

keseharian dan mudah diakses, upaya edukasi lingkungan ini dapat

dikombinasikan dengan ruang publik kota. Jika urban farming dapat

dikombinasikan dengan ruang publik kota, maka hal ini akan seperti kata pepatah

„sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui‟. Selain produktif dan dapat

digunakan sebagai sarana pendidikan, urban farming juga dapat digunakan

sebagai sarana urban recreation.

11 Dr. Carlos Alberto Montana Hoyos. „Reconnecting with Nature‟. On FuturArc 4th quarter 2010

vol. 19

Page 49: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

36

Universitas Indonesia

Kebutuhan warga kota akan sebuah urban recreation ini relevan dengan keadaan

masyarakat urban yang semakin butuh akan hadirnya ruang publik, seperti

diungkapkan Zukin (1998) bahwa “The (urban) lifestyle bring more pressure on

public space, including parks and art museums.”12

Urban recreation ini merupakan wadah self expression dan perkumpulan-

perkumpulan kelompok yang terjadi secara spontan. Bentuk urban recreation

dalam kehidupan sehari-hari dapat kita jumpai dalam bentuk taman kota, public

square, atau sarana-sarana hiburan seperti gedung pertunjukan seni.

If we are to deliver a sustainable built environment, we must create places

that people will value and to which they can connect emotionally.13

The urban landscape that we human share with ecological systems and

plant and animal habitat forms our identity as individuals and becomes

the image of the city.14

Hubungan manusia dengan lingkungan secara emosional ini penting untuk

diciptakan. Karena dengan adanya hubungan emosional ini, maka manusia akan

merasa memiliki dan menjaga lingkungannya secara sukarela. Setelah itu, dengan

adanya hubungan yang terbangun antara manusia-lingkungan ini maka akan

timbul apa yang disebut sebagai image of the city.

12 Urban lifestyles: Diversity and standardisation in spaces of consumption Sharon Zukin Urban

Studies; May 1998; 35, 5/6; ProQuest Sociology p. 825

13 Schwartz, Martha. 2011. Ecological Urbanism and the Landscape. In Ecological Urbanism by

Mohsen Mostafavi. P.524

14 Ibid. p.254

Page 50: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

37

Universitas Indonesia

Setelah membahas mengenai experience dan urban farming, maka dapat

dirumuskan konsep experience farming yang akan menjadi pedoman desain.

2.4 Experience Farming

Experience yang memiliki banyak pengertian secara

singkat dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang terjadi

pada diri kita akibat adanya rangsangan yang datang dari

luar tubuh dan diterima melalui reseptor pada indera kita

untuk kemudian membentuk impresi yang ada di pikiran

kita. Experience yang dialami oleh setiap orang tentu

berbeda-beda karena salah satu faktor yang mempengaruhi perolehan experience

adalah kondisi mula individu tersebut sebelum terlibat dalam suatu experience.

Kondisi mula tiap individu ini dapat berbeda terkait dengan meaning atau makna

yang ada pada tiap-tiap individu. Meaning ini tentunya berbeda-beda tergantung

dengan kebudayaan, gaya hidup, dan kondisi lingkungan sekitar. Meaning

terbentuk sejak anak-anak, sehingga faktor yang mempengaruhi pembentukan

meaning tadi sangat penting untuk diperhatikan sejak masa anak-anak.

Meaning ini dalam dunia ekonomi terutama marketing kini adalah salah satu

alasan masyarakat dalam melakukan konsumsi. Menurut Diller, Shedroff, & Rhea

(2006), konsumsi yang didasari oleh meaning yang dianut oleh masyarakat ini

disebut dengan meaningful consumption.

Melihat kondisi ini, menurut Diller, Shedroff, & Rhea (2006) masyarakat ternyata

telah masuk ke dalam tingkatan yang lebih maju dalam melakukan konsumsi.

Dahulu kegiatan konsumsi hanya didasari oleh pemenuhan kebutuhan untuk

bertahan hidup yang diwujudkan dengan konsumsi barang (goods). Lalu

berkembang menjadi konsumsi untuk menyelesaikan suatu masalah atau

memberikan suatu layanan yang diwujudkan dengan konsumsi jasa (service). Kini

konsumsi didorong oleh keinginan untuk mendapatkan cara baru dalam

Page 51: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

38

Universitas Indonesia

mengkonsumsi barang, mendapatkan kehidupan yang lebih menyenangkan, dan

merasa bangga dalam menggunakan barang, semua ini diwujudkan dengan

konsumsi pengalaman (experience).

Pengalaman inilah yang coba saya padukan dengan kegiatan berkebun. Kegiatan

berkebun ini dalam hipotesa awal saya adalah kegiatan yang mampu melibatkan

semua indera yang ada pada diri kita seperti saya coba gambarkan melalui gambar

berikut ini.

Kegiatan berkebun ini tentu berlangsung dalam suatu ruang dan waktu tertentu.

Pada kegiatan berkebun ini juga terdapat trigger, breadth, interaction, duration,

intensity dan significance seperti yang diungkapkan oleh Shedroff (2004) dalam

subbab sebelumnya.

Selain itu, kegiatan berkebun ini juga berpotensi untuk dikembangkan melalui

konsep experience yang prinsip-prinsipnya telah dibahas pada subbab

sebelumnya. Jika kita kaitkan dengan prinsip experience menurut Pine & Gilmore

(1999) misalnya, penerapannya menjadi:

Page 52: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

39

Universitas Indonesia

Prinsip Experience Menurut

Pine & Gilmore (1999)

Penerapan Pada Kegiatan Berkebun

Theme the experience Pengelompokkan tanaman berdasarkan

klasifikasi tertentu, misalnya

berdasarkan spesies, genus, atau famili.

Bisa juga berdasarkan sense yang

dihasilkan misalnya berdasarkan aroma,

warna, atau tekstur.

Harmonizing impression with

positive cues

Pengalaman berkebun ini harus

diserasikan dengan pembentukan ruang

berkegiatan yang dapat mendukung

kegiatan ini. misalnya dengan

mengkhususkan beberapa area sebagai

tempat berkebun.

Eliminate negative cues Hal-hal negatif dalam berkebun harus

dihindari misalnya kekurangan air,

serangan hama, gangguan orang-orang

yang tidak bertanggung jawab.

Mix in memorabilia Tanaman atau buah hasil panen dapat

dijadikan memorabilia. Ketika

melakukan konsumsi buah hasil panen

tersebut diharapkan akan ada sensasi

proses yang dirasakan oleh individu

tersebut.

Engage all five senses Melibatkan semua indera dalam

kegiatan berkebun.

Page 53: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

40

Universitas Indonesia

Perolehan experience yang sebenarnya sudah ada pada kegiatan berkebun ini

dapat diperkuat dengan penerapan prinsip-prinsip experience yang sudah dibahas.

Hal ini diharapkan dapat memiliki dampak yang baik bagi kedua belah pihak.

Alam mendapat kebaikan dengan menjadi semakin lestari dan manusia juga

memperoleh manfaat dari experience yang didapatnya.

Kegiatan berkebun tersebut memiliki dua buah makna yaitu makna tangible dan

intangible. Maksud tangible adalah ketika kegiatan tersebut bisa berdampak

langsung kepada pemenuhan kebutuhan fisik seperti pemenuhan kebutuhan akan

bahan pangan, penghijauan lingkungan, penyerapan air hujan ke dalam tanah, dan

masih banyak lagi. Sedangkan intangible adalah sesuatu yang berkaitan dengan

perolehan experience pada orang yang melakukan kegiatan tersebut, selain itu

kegiatan berkebun ini juga merupakan manifestasi dari semangat untuk memaknai

hubungan kita dengan alam, dan yang paling penting adalah dengan kegiatan

berkebun diharapkan akan terjadi perubahan gaya hidup terkait cara manusia

memandang alamnya.

Pengalaman inilah yang saya tawarkan dalam konsep experience farming.

Pengalaman yang menawarkan meaning tertentu namun juga bisa mempengaruhi

meaning yang akan diperoleh oleh tiap individu. Meaning yang didapat dari

pengalaman merasakan bibit ditanam, memelihara tanamann, melihat tumbuhnya

tanaman di pekarangan, dan pada akhirnya menikmati semua upaya yang telah

dilakukan dari awal dalam kegiatan yang dikenal dengan nama panen.

Dari kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat belajar kembali dari alam bahwa

ada hubungan yang cukup lama terputus. Hubungan yang dahulu berupa

hubungan belajar dan menghargai lalu berubah menjadi hubungan penggunaan

dan eksploitasi berlebihan. Kini seperti dikatakan oleh Hoyos (2010) bahwa

hubungan manusia dengan alam kini seolah berada pada titik balik, dari hubungan

eksploitasi dan dominasi menjadi hubungan belajar dan upaya untuk

menghubungkan kembali lingkungan alam dan lingkungan binaan manusia.

Page 54: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

41

Universitas Indonesia

2.5 Preseden

Preseden yang akan dibahas berikut ini adalah preseden yang saya rasa dapat

menunjukkan penerapan experience dan perancangan kota yang menganut

sustainability (yang merupakan induk dari urban farming). Preseden tersebut

adalah:

- Marina Barrage di Singapore, mewakili penerapan konsep experience ke

dalam ruang publik kota.

- Guangming Smartcity, merupakan konsep penerapan urban farming dan

sustainability ke dalam desain ruang kota.

- Dongtan Eco-city dan Huangbaiyu sebagai penerapan sustainabilty yang

tidak berhasil.

Berikutnya akan dibahas secara lebih mendalam masing-masing preseden

tersebut.

2.5.1. Marina Barrage Singapore

Marina Barrage yang terletak di Marina Bay Singapore adalah salah satu contoh

proyek yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian

masyarakat tentang pelestarian lingkungan. Keunikan dari proyek ini adalah

kemampuannya untuk tampil sesuai fungsinya sebagai fasilitas pengolahan air di

namun bisa juga berfungsi sebagai sarana edukasi dan ruang publik bagi

masyarakat.

Gambar 7 Marina Barrage sebagai salah satu icon Singapore (sumber: www.pub.gov.sg)

Page 55: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

42

Universitas Indonesia

Gambar 8 Letak Marina Barrage terhadap daerah sekitarnya

Sumber: singaporemind.blogspot.com

Di Marina Barrage ini juga terdapat beberapa keunggulan difungsikannya fasilitas

ini sebagai „Sustainable Singapore Gallery‟ dimana terdapat beberapa penerapan

prinsip sustainability. Dengan melihat penerapan prinsip sustainability pada

fasilitas ini diharapkan warga Singapore juga dapat menerapkannya masing-

masing.

Gambar 9 Sustainable Singapore Gallery (sumber: www.pub.gov.sg)

Dari preseden Marina Barrage ini dapat diambil pelajaran bahwa upaya edukasi

kepada masyarakat dapat dipromosikan dengan cara yang menarik. Salah satunya

Page 56: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

43

Universitas Indonesia

dengan menghadirkan ruang tempat masyarakat bisa beraktifitas menikmati

suasana sekitar yang juga atraktif sebagai tempat berkegiatan. Selain itu,

pengelola juga sering mengadakan acara-acara yang mampu mengundang warga

kota untuk datang dan mengikuti acara tersebut. Acara yang diadakan ini tidak

selalu acara yang berhubungan langsung dengan pelestarian lingkungan.

Pelestarian lingkungan dapat dijadikan sebagai pesan yang terselubung dalam

pelaksanaan kegiatan tersebut.

Gambar 10 Masyarakat beraktivitas di atas pintu air Marina Barrage

(sumber: asiagreen.com)

Gambar 11 Masyarakat bermain layangan di Marina Barrage

(sumber: app.ww.sg)

Page 57: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

44

Universitas Indonesia

2.5.2. Guangming Smartcity

Lokasi Shenzen, China

Tahun 2007

Klien Shenzen Municipal Planning Bureau

Nilai US$ 1.2 Miliar

Tipe Kompetisi Internasional

Award Finalist

Tim Desain CJ Lim dan Pascal Brooner, Ed Liu, dan rekan-rekan.

Konsultan Techniker (land engineer), Fulcrum (environmental +

sustainability engineers), KMCS (quantity surveyors), alan

Baxters + Assoc (transport), Urban Planning + Design

Institute of Shanghai

“A smart city integrates educational, agricultural, environmental, and

most importantly, social sustainability into the heart of the city.

GuangMing Smart-city is a city driven by the principles of slow living,

emphasising a happy balance in life that is firmly rooted in the twenty-first

century.”15

Guangming Smartcity berdiri di atas lahan seluas 7,97 km2 di Shenzen, China.

Proyek ini mencoba menawarkan suatu tipologi perkotaan baru melebihi konsep

eco-city konvensional. Guangming tidak bisa dianggap sebagai sebuah kota yang

terisolasi, ia harus bisa mendukung, melengkapi, dan bertindak sebagai benih

pertumbuhan kawasan di sekitarnya. Proposal Guangming Smartcity ini didukung

oleh keberadaan infrastruktur transportasi yang efektif, menghubungkan kota ini

dengan kota-kota di sekitarnya.

15 http://www.ucl.ac.uk/news/news-articles/0703/07032301 diunduh pada 1 November 2011

Page 58: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

45

Universitas Indonesia

Di dalam kota ini terdapat beragam fungsi seperti hunian dan pertanian yang

diwujudkan dalam bentuk tower-tower suburbs berbentuk lingkaran. Setiap tower

suburbs dapat menghidupi dirinya sendiri sesuai karakter penghuni masing-

masing.

Gambar 12 Farm land can be found on the roofs of the circular towers

(sumber: www.chinasus.org)

Pengembangan Guangming Smartcity bertumpu kepada program utama yaitu

organic urban agriculture, agritourism, dan eco-gastronomy.

Urban agriculture

Guangming berdiri di atas tanah yang subur, sehingga hibridisasi antara kota dan

pertanian memungkinkan untuk diusahakan sebagai lahan pertanian kota. Selain

bertani, para petani juga diberi tugas untuk memberi pelatihan kepada tenaga-

tenaga pertanian baru. Hal ini menjadikan kegiatan pertanian tumbuh sebagai

kegiatan waktu senggang dan part-time farming.

Praktek pertanian lokal akan tetap dipertahankan dan dimodernisasi dengan

penerapan teknik-teknik pertanian yang lebih maju. Sistem pertanian yang

digunakan di Guangming Smartcity adalah aquaculture dan hydroponics. Selain

itu, pertanian juga akan dikembangkan secara vertikal bersama dengan kebun

bunga. Melalui penerapan berbagai teknik pertanian ini, Guangming Smartcity

dapat dijadikan laboratorium praktek yang ideal bagi South China Agricultural

University di Guangzhou. Dengan adanya kerjasama antara pertanian dan institusi

Page 59: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

46

Universitas Indonesia

pendidikan ini, maka diharapkan akan terjadi keberlanjutan pasokan tenaga

terampil dalam bidang pertanian.

Agritourism

Penerapan urban agriculture yang dikombinasikan dengan penataan lingkungan

yang indah menjadikan Guangming Smartcity sebagai alternatif warga untuk

melepas penat. Lahan pertanian hijau yang menghampar menciptakan suatu

keindahan alam yang kontras dengan keadaan di luar kota Guangming.

Eco-gastronomy

Ecogastronomy menitikberatkan kepada program untuk mempromosikan

kebiasaan memakan makanan sehat seiring dengan kesadaran untuk menjaga

lingkungan. Penerapan pertanian organik di Guangming Smartcity ini menjadikan

bahan makanan yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik sehingga warga dapat

menikmati nutrisi sehat yang juga ramah lingkungan.

Page 60: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

47

Universitas Indonesia

Sistem Transportasi

Guangming Smartcity didesain sebagai kota bebas kendaraan. Transportasi

utamanya adalah berjalan dan bersepeda, dengan harapan akan terjadi kontak

sosial dengan intensitas tinggi antar warganya. Selain itu, penerapan transportasi

jenis ini juga akan berdampak kepada pengurangan jumlah energi yang

dibutuhkan. Sesuai dengan prinsip Smartcity yaitu menggunakan lebih sedikit

energi.

Untuk skala lokal, angkutan umum juga disediakan berupa light rail

transportation bernama Skybus dengan bentuk kereta gantung. Penggunaan kereta

gantung ini menghubungkan antar tower hunian yang satu dengan tower-tower

lainnya. Selain sebagai alat transportasi, Skybus ini juga bisa digunakan sebagai

wahana rekreasi sightseeing untuk melihat panorama kota. Keberadaan sistem

transportasi lokal ini bersinergi dengan sistem transportasi antarkota untuk

menghasilkan kota-kota yang saling terhubung dalam satu kawasan.

Gambar 13 View Lychee Orhcard sebagai filter polusi serta keberadaan Skybus sebagai transportasi

(Sumber: Lim, 2010)

Page 61: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

48

Universitas Indonesia

Huangbaiyu

Dongtan

Gambar 14 Masterplan Guangming Smartcity (Sumber: Lim, 2010)

Page 62: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

49

Universitas Indonesia

2.5.3. Huangbaiyu dan Dongtan Eco-city

Booming pembangunan eco-cities sedang terjadi di China beberapa tahun

belakangan ini. Namun, ada dua proyek eco-cities yang bisa dikatakan

terbengkalai. Proyek-proyek eco-cities di China ini memiliki tujuan untuk

menunjukkan komitmen China terhadap lingkungan. Huangbaiyu, sebuah proyek

permukiman ramah lingkungan adalah salah satu contoh proyek yang gagal.

Sedangkan Dongtan Eco-city yang dirancang oleh Arup, sudah tertunda bertahun-

tahun tanpa kejelasan pembangunan.

Dalam subbab ini saya akan mencoba mengulas dengan harapan dapat mengambil

pelajaran tentang kegagalan pembangunan kedua embrio kota masa depan China

tersebut.

Gambar 15 Artist-render Dongtan Eco-city di China

(sumber: http://e360.yale.edu)

Proyek Dongtan terletak di pesisir timur China. Proyek ini cukup terkenal di dunia

karena didesain oleh salah satu konsultan perancangan ternama, Arup yang

berasal dari Inggris. Klien yang memiliki lahan di Dongtan ini adalah Shanghai

Industrial Investment Corporation (badan usaha milik pemerintah China yang

memiliki hak atas lahan di Dongtan).

Page 63: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

50

Universitas Indonesia

Gambar 16 Rumah di Desa Huangbaiyu

Proyek Huangbaiyu, merupakan hasil rancangan McKinsey & Company yang

berasal dari Amerika Serikat. Dalam perancangan Huangbaiyu ini, McKinsey juga

menggandeng William McDonough yang juga pengarang Cradle to Cradle

sebagai perancang desain konseptual eco-cities lain di China.

Kedua proyek ini kini bisa dikatakan mengalami kegagalan. Huangbaiyu, sudah

terbangun sebagian namun gagal mencapai visi yang diinginkan. Sedangkan

Dongtan kini tertunda, padahal lahan yang akan digunakan untuk pembangunan

kota ini sudah dibebaskan dari penghuni lamanya yaitu perkampungan tradisional.

Shannon May, kandidat Ph. D. dalam bidang antropologi di Universitas of

California, Berkeley yang mempelajari kegagalan Huangbaiyu mengatakan bahwa

“While such highly lauded projects garner fame and money for the foreign

firms, and promotions for the local government officials, they leave the

population they were supposed to serve behind.”

Kegagalan kedua proyek ini dikarenakan kurangnya pemahaman tentang kondisi

lokal yang berlaku di China. Kedua proyek ini walaupun dirancang oleh dua

konsultan ternama di dunia gagal karena datang dengan pemahaman yang sedikit

tentang kondisi politik, kebudayaan, dan ekonomi China. Selain itu kedua

konsultan ini tidak berhasil memahami kebutuhan penduduk lokal, penduduk yang

seharusnya mereka pahami betul karena semua proyek utopia ini diperuntukkan

untuk melayani penduduk lokal tersebut.

Page 64: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

51

Universitas Indonesia

Proyek Huangbaiyu misalnya bermaksud untuk merubah sebuah perkampungan

kecil di Provinsi Liaoning menjadi komunitas yang lebih hemat energi. Salah satu

bagian dari proyek ini adalah dengan menggunakan batu bata khusus untuk

konstruksinya. Biaya yang tidak terjangkau oleh penduduk lokal menjadi

penyebab gagalnya inisiatif ini, dari 42 rumah yang dibangun pada tahn 2006,

hanya beberapa yang menggunakan material ini. Di Huangbaiyu ini juga,

walaupun rumah sudah tersedia namun petani menolak untuk tinggal di sana.

Penolakan ini memiliki alasan bahwa lahan pertanian baru yang ada tidak cukup

besar untuk memelihara hewan ternak. Di Huangbaiyu ini juga terdapat keanehan,

tiap rumah disediakan sebuah garasi padahal tidak ada penduduk yang memiliki

mobil. Lebih lanjut May mengatakan bahwa,

"Conflicts of interest, desire for rapid scale, personal aggrandizement, a

persistently global perspective, technical inexperience, faulty materials,

lack of oversight, and poor communication, amongst other things, ensured

that the promise of a model ecological development in Huangbaiyu never

came to pass."

Lain lagi dengan apa yang terjadi di Dongtan, proyek yang jauh lebih besar dari

proyek Huangbaiyu ini mengalami kesulitan yang lebih besar pula. Dongtan

mengalami kendala dalam hal pembiayaan. Kedua pihak yaitu Arup dan Shanghai

Industrial Investment Corporation masih berselisih tentang pembiayaan dan

realisasi proyek ini. Selain itu, proyek Dongtan ini juga memiliki masalah dalam

bidang politik. Hal ini karena tokoh utama proyek ini yaitu Chen Liangyu, ketua

Partai Komunis Shanghai dipenjara selama 18 tahun karena penyalahgunaan

kekuasaan. Hal ini menyebabkan proyek ini semakin tidak jelas nasibnya.

Menurut Christina Larson16

tanpa konsultasi yang ekstensif dengan penduduk

lokal, perancangan kota di China ini akan menjadikan sebuah tantangan yang

16 Christina Larson adalah seorang jurnalis tentang permasalahan lingkungan internasional yang

berbasis di Beijing dan Washington D.C.

Page 65: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

52

Universitas Indonesia

sangat besar bagi perancang asing, walaupun dengan pengalaman yang tinggi.

Menurut Brubaker, hal inilah yang menjadikan peran konsultasi dengan penduduk

lokal akan sangat dibutuhkan untuk menjadikan „locally guided process‟.

Nilai lokalitas, adalah satu hal yang terlewatkan dalam kedua desain kota ramah

lingkungan ini. Lokalitas menjadi penting karena penduduk setempatlah yang

akan menempati kota tersebut, kita harus belajar cara mereka hidup sebelum

menawarkan sesuatu untuk mereka. Think Globally, Act Locally.

Page 66: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

53

Universitas Indonesia

BAB III KEBUN BOTANI

Ide untuk melakukan modifikasi terhadap sisi luar Kebun Raya Bogor merupakan

sesuatu yang sangat sensitif. Dikatakan sensitif karena pihak LIPI sebagai

pengelola Kebun Raya Bogor sangatlah ketat menjalankan prinsip konservasi di

kebun botani tersebut. Hal ini karena memang fungsi utama kebun botani adalah

sebagai kebun konservasi untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Sehingga upaya

untuk melakukan modifikasi atau apapun itu yang bersinggungan dengan Kebun

Raya Bogor kerap tidak sesuai dengan prinsip konservasi yang dipegang oleh

LIPI sebagai pengelola kebun raya tersebut.

Upaya LIPI yang memegang teguh upaya konservasi ini sebenarnya patut

diapresiasi karena hal ini tentunya semata-mata demi kelestarian koleksi yang

mereka punya. Namun, sejalan dengan misi yang diemban Kebun Raya Bogor

yaitu „Mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan

dan apresiasi masyarakat terhadap tumbuhan dan lingkungan‟ maka kebun botani

ini haruslah mudah diakses oleh masyarakat.

Untuk lebih memahami tentang Kebun Raya Bogor sebagai kebun botani, maka

akan dibahas dulu mengenai kebun botani. Pembahasan yang akan dilakukan

adalah dari sisi definisi, makna, hingga hal-hal lain yang dapat bermanfaat sebagai

pertimbangan dalam melakukan rekayasa.

Kebun raya atau dalam istilah aslinya disebut sebagai kebun botani menurut

Bailey (1978) adalah

A botanical garden is a controlled and staffed institution for the

maintenance of a living collection of plants under scientific management

for purposes of education and research, together with such libraries,

Page 67: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

54

Universitas Indonesia

herbaria, laboratories, and museums as are essential to its particular

undertakings.17

Definisi lain tertuang dalam “Botanic Gardens Conservation Strategy” yang

dicetuskan oleh World Wildlife Fund (WWF) dan International Union for

Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 1989. Definisi tersebut yaitu:

A botanic garden is a garden containing scientifically ordered and

maintained collections of plants, usually documented and labelled, and

open to the public for the purposes of recreation, education and

research.18

Kedua definisi tersebut kemudian disederhanakan oleh Botanical Gardens

Conservation International (BCGI) menjadi

A botanic garden is an institution holding documented collections of living

plants for the purposes of scientific research, conservation, display and

education.19

Dari ketiga definisi di atas jelas terungkap bahwa peran utama dari kebun botani

adalah berkaitan dengan fungsi pelestarian, pendidikan dan penelitian. Dalam

beberapa definisi juga terungkap bahwa kebun botani harus terbuka untuk umum

untuk tujuan rekreasi dan pendidikan.

Namun peran kebun botani menurut BCGI saat ini sudah mulai bergeser

20. Dahulu

sewaktu pertama dikembangkan, kebun botani berfungsi sebagai kebun tanaman

17 Bailey, Liberty Hyde & Bailey, Ethel Z. (1978). Hortus Third. New York: Macmillan.

18 Huxley, Anthony (ed. in chief) (1992). “The New Royal Horticultural Society Dictionary of

Gardening”. London: Macmillan.

19 Wyse Jackson, Peter S. (1999). "Experimentation on a Large Scale – An Analysis of the

Holdings and Resources of Botanic Gardens"

20 Botanical Garden Conservation International http://www.bgci.org/resources/1574/

Page 68: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

55

Universitas Indonesia

obat. Dalam perkembangannya, kebun botani juga berperan sebagai taman yang

dapat dinikmati keindahannya. Peran kebun botani ini terus berkembang dan

beradaptasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kini peran kebun botani adalah

sebagai kebun konservasi tanaman dan juga sebagai sarana pendidikan bagi

masyarakat yang datang ke kebun tersebut.

Di seluruh dunia, salah satu peran kebun botani yang sudah sangat dikenal adalah

sebagai tujuan wisata, terutama berkaitan dengan sustaineble tourism. Menurut

Minter (2004) kegiatan wisata dengan objek kebun botani di Inggris meningkat

sejak tahun 1990an dan sejak 2001 wisata ke taman atau kebun adalah satu-

satunya bidang wisata yang meningkat dari tahun ke tahun21

.

Menurut Minter (2004) kebun botani dapat mengambil manfaat dalam hal

pendanaan dan untuk mengundang lebih banyak pengunjung dengan cara

melakukan inovasi marketing dan melakukan berbagai acara yang menarik.

Berkaitan dengan masalah pendanaan ini memang menjadi hal yang menarik

apalagi seringkali di Indonesia berbagai inisiatif yang bersifat pelayanan publik

seperti ini kurang mendapat dukungan dana. Sehingga lembaga pengelola kebun

botani itu sendiri yang harus giat berinovasi agar tetap dapat menjalankan

fungsinya tanpa terganggu oleh kendala dana.

Botanic gardens can benefit by spotting time–limited or regional funding

opportunities and generating new audiences by innovative marketing,

interpretation and live performance programmes.

Beberapa contoh sukses dari inovasi pengelolaan kebun botani di Inggris yang

bisa dijadikan pedoman pengelolaan kebun botani ada tiga kebun. Ketiga kebun

tersebut adalah Eden Project di Cornwall, Kebun Alnwick di Northumberland dan

the National Botanic Garden of Wales di Carmarthen.Menurut Minter (2004)

21 Minter, Sue. 2004. “Sustainable Tourism and Botanic Gardens – a Win-Win Situation?”

http://www.bgci.org/resources/article/0406/ diunduh pada 26 Desember 2011

Page 69: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

56

Universitas Indonesia

ketiga kebun ini dapat memberikan pelajaran yang penting bagi pengelolaan

kebun botani di dunia.

Gambar 17 Eden Project

(sumber: www.cornishcottagesonline.com)

Dua buah proyek kebun tersebut yaitu Eden project dan Botanic Garden of Wales

mendapatkan dana dari program Millenium Commission. Program Millenium

Commission ini adalah program pengumpulan dana dari lottery yang salah

satunya manfaatnya untuk membiayai pembangunan dalam bidang lingkungan.22

Masih menurut Minter (2004), dengan mengambil contoh beberapa kebun botani

di Inggris tadi kita dapat mengambil beberapa pelajaran terkait upaya pengelolaan

kebun botani. Dari enam poin yang diungkapkan oleh Minter ini, ada tiga hal

yang dapat kita bawa untuk diterapkan di Indonesia. Ketiga hal tersebut adalah:

Pertama, sebagai agen edukasi lingkungan maka penting bagi kebun botani untuk

bisa menunjukkan sustainability pada dirinya sendiri. Sehingga pengunjung yang

datang bisa belajar langsung tentang upaya pelestarian tersebut. Di kebun Eden

Project misalnya diterapkan strategi Waste Neutral yang dilengkapi dengan Waste

Neutral Exhibition. Dalam bidang energi, Eden juga menghasilkan listrik yang

berasal dari panel photovoltaic sehingga lebih ramah lingkungan. Hal-hal seperti

inilah yang bisa dijadikan sebagai oleh-oleh pengetahuan bagi pengunjung yang

datang ke tempat ini.

22 Diunduh dari http://www.millennium.gov.uk/ pada tanggal 26 Desember 2011

Page 70: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

57

Universitas Indonesia

Kedua, kebun botani harus bisa mengadopsi business plan yang seimbang antara

berbagai sumber pendanaan. Selain itu, kebun botani juga tidak boleh terlalu

tergantung dengan jumlah pengunjung yang berwisata ke kebun botani tersebut.

Gambar 18 Program untuk generasi muda di Eden Project

(sumber: www.edenproject.com)

Ketiga, kebun botani harus mencari cara bagaimana bisa mengundang lebih

banyak pengunjung dari berbagai kalangan. Kebun Eden misalnya memiliki

strategi dengan cara mengadakan program-program dengan target generasi muda

untuk berkunjung ke kebun tersebut. Salah satu contoh program yang diadakan

adalah Eden Sessions, yaitu acara musik yang bertujuan untuk mengundang

generasi muda untuk mengunjungi kebun tersebut.

Gambar 19 Event musik berjudul Eden Session (sumber: www.edenproject.com)

Page 71: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

58

Universitas Indonesia

Sebagai kebun botani yang harus memiliki fungsi konservasi dan edukasi, kebun

botani dihadapkan kepada kondisi masyarakat yang terus berkembang. Untuk bisa

tetap menjalankan fungsinya tersebut, kebun botani dituntut untuk dapat

beradaptasi agar bisa tetap menarik bagi semua kalangan masyarakat. Menarik

bagi semua kalangan masyarakat ini adalah hal yang penting mengingat salah satu

tujuan kebun raya sebagai sarana edukasi bagi masyarakat

Sesuai dengan yang disampaikan oleh Minter (2004) bahwa kebun botani harus

terus berinovasi dan memiliki strategi-strategi baru agar tetap menarik, maka mau

tidak mau kebun botani juga harus beradaptasi dengan perkembangan masyarakat.

Menghadapi masyarakat yang semakin konsumtif, kebun botani seolah

mendapatkan tantangan. Tantangan yang kini dihadapi salah satunya adalah gaya

hidup konsumtif masyarakat itu sendiri.

Page 72: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

59

Universitas Indonesia

BAB IV TINJAUAN LOKASI

4.1. Tinjauan Lokasi dalam Konteks Kota Bogor

Kota Bogor adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini

terletak 54 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-tengah

wilayah Kabupaten Bogor. Kota Bogor memilki luas 21,56 km².Pada

masa kolonial Belanda, Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg (bahasa Belanda)

yang berarti "tanpa kecemasan" atau "aman tenteram".

Kota Bogor mempunyai ketinggian dari permukaan laut minimal 190 meter dan

maksimal 330 meter. Akibat dari ketinggian tersebut, Bogor memiliki keadaan

udara yang sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya 26o C dan

kelembaban udara 70%.

Kota Bogor disebut Kota Hujan karena memiliki curah hujan rata-rata yang tinggi.

Curah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar 4.000 sampai 4.500

mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar 250-335 mm dengan waktu curah hujan

minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan

maksimum terjadi pada bulan Oktober sekitar 346 mm.

4.1.1. Sejarah Kota Bogor

Sejarah Kota Bogor dimulai jauh sejak jaman kerajaan-kerajaan masih berkuasa.

Dimulai oleh Kerajaan Tarumanagara pada abad kelima hingga Kerajaan

Pajajaran sekitar tahun 1500. Ibukota Kerajaan Pajajaran yaitu Pakuan diyakini

terletak di Kota Bogor dan menjadi pusat pemerintahan Prabu Siliwangi. Hari

penobatan Prabu Siliwangi yaitu tanggal 3 Juni 1482 bahkan sampai saat ini

masih diperingati sebagai hari jadi Kota Bogor.23

23 Diunduh dari Website Pemerintah Kota Bogor www.kotabogor.go.id pada 7 Juni 2011

Page 73: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

60

Universitas Indonesia

Selanjutnya akibat dari penyerbuan tentara Banten ke Pakuan, catatan mengenai

kota Pakuan tersebut hilang. Sejarah Kota Bogor baru terungkap setelah adanya

penjelajahan oleh tentara Belanda ke Bogor. Penjelajahan Belanda di Kota Bogor

dimulai dari ditemukannya Prasasti Batutulis oleh ekspedisi tentara Belanda yang

dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687. Dari ekspedisi tersebut

diyakini bahwa di tempat inilah pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran berada.

Oleh pemerintah Hindia-Belanda, pada tahun 1745 Bogor ditetapkan Sebagai

Kota Boeitenzorg yang artinya kota tanpa kesibukan (dalam beberapa sumber juga

disebutkan secara terminologi berarti aman-tenteram). Lalu sewaktu masa

pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van Imhoff ini dibangun tempat

peristirahatan bagi Gubernur Jenderal yang selanjutnya kita kenal sebagai Istana

Bogor.

Pembangunan Kota Bogor semakin berkembang dengan dibangunnya Jalan Raya

Postweg atau yang lebih dikenal dengan Jalan Daendels oleh Gubernur Jenderal

Hindia-Belanda Herman Willem Daendels pada tahun 1808. Pembangunan

Postweg ini bagi kawasan Buitenzorg sangat berarti. Selain digunakan untuk

transportasi militer, jalan ini juga digunakan untuk perlintasan kereta pos dan

untuk membawa komoditi ekonomi lainnya. Daerah Buitenzorg yang diposisikan

oleh pemerintah Belanda sebagai daerah pertanian tentunya perlu transportasi

yang memadai untuk memasarkan hasil pertaniannya. Dengan dibangunnya

Postweg atau jalan pos ini maka transportasi dari dan ke kawasan Bogor menjadi

lebih mudah.

Selanjutnya pada masa pendudukan Inggris, Gubernur Jendral Thomas Rafless

menaruh perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan Kota Bogor. Hal ini

dapat dilihat dengan merenovasi Istana Bogor dan sebagian tanah istana dijadikan

Kebun Raya Bogor. Beliau juga yang menata Bogor dan menjadikannya daerah

peristirahatan. Kebun Raya Bogor ini perannya sangat besar bagi perkembangan

ilmu biologi. Di Kebun Raya Bogor ini, Rafless mengumpulkan ribuan spesies

Page 74: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

61

Universitas Indonesia

keragaman hayati di daerah tropis. Keberadaan Kebun Raya Bogor ini menjadikan

Bogor mendapat sebutan “Palais en Park” atau istana di tengah taman.

Dengan didirikannya Istana Bogor sebagai tempat peristirahatan bagi Gubernur

Jenderal dan Kebun Raya Bogor sebagai sarana penelitian dan pelestarian hayati,

maka mulai bermunculan pula tempat tinggal lainnya bagi warga Batavia.

Umumnya warga Batavia ini menggunakan Bogor sebagai tempat peristirahatan.

Dengan semakin berkembangnya pemukiman di Bogor ini, maka semakin jelas

posisi Bogor pada masa itu yakni sebagai kota tempat tinggal dan peristirahatan.

There are few places in the tropics where scientific research, pure, and

applied, has been carried for such a long period of time, by so many

workers, and as such a coordinated effort, as in Buitenzorg. (Drukkerij,

1948)

Bogor sejak dahulu sudah dikenal sebagai salah satu pusat penelitian ilmiah di

dunia. Hal ini ditandai dengan didirikannya sebuah lembaga riset botani yaitu „s

Lands Plantentuin te Buitenzorg atau Buitenzorg Botanic Garden yang dipelopori

oleh Melchior Treub pada tahun 1817. Berawal dari pendirian lembaga riset ini

muncul lembaga-lembaga penelitian lain, menjadikan Bogor sebuah kota dengan

julukan Buitenzorg Scientific Centre.

Menurut Drukkerij (1948), Kota Bogor (dahulu Buitenzorg) dipilih sebagai

tempat riset dengan beberapa pertimbangan yaitu populasinya banyak yang

bermata pencaharian di bidang pertanian, dekat dengan pusat pemerintahan, dan

relatif aman dari bencana alam. Selain itu, tanah tempat berdirinya kebun raya ini

juga yang dulu digunakan sebagai kebun untuk melestarikan tanaman pada masa

Kerajaan Pajajaran. Sehingga cikal bakal Kebun Raya Bogor sebenarnya sudah

dimulai jauh sebelum Belanda memutuskan untuk membuat kebun raya seperti

ini.

Jika melihat peta dan foto udara dari masa lampau, daerah sekitar kebun raya

Bogor ini terlihat sangat hijau dan rindang. Kerindangan pepohonan yang ada di

Page 75: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

62

Universitas Indonesia

sekitar kebun raya ini difungsikan sebagai penyangga daerah kebun raya sebagai

tempat pelestarian. Namun kini Kebun Raya Bogor yang berada di tengah Kota

Bogor ini seolah berjuang sendiri untuk tetap menjaga kelestariannya. Kelestarian

flora dan fauna yang ada di dalam kebun raya ini mulai terganggu akibat semakin

tingginya tingkat pencemaran di sekitar Kebun Raya Bogor.

Gambar 20 Foto Kelelawar (kiri) dan Burung (kanan) di Kebun Raya Bogor

(sumber: www.bpras.com)

Kini daerah sekeliling Kebun Raya Bogor sudah berubah menjadi berbagai

bangunan komersial. Bangunan-bangunan tersebut berdiri di atas lahan yang

dahulu merupakan lahan hijau di sekitar Kebun Raya Bogor. Kini pepohonan

yang dulu digunakan untuk tempat bernaung bagi kawanan kelelawar dan burung

tersebut sudah berubah menjadi bangunan. Perubahan tersebut dikhawatirkan

akan mengganggu habitat burung dan kelelawar tersebut.

Kekhawatiran tersebut ternyata menjadi kenyataan. Hal ini diungkapkan oleh

Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI, Siti Nurmalianti Priyono yang

membenarkan bahwa keberadaan kelelawar di Kebun Raya Bogor terancam

punah. Siti mengemukakan, dari hasil penelitian di Kebun Raya Bogor terungkap

beberapa tumbuhan dapat berkembang biak setelah dilakukan proses penyerbukan

oleh koloni kelalawar yang selama ini hidup di Kebun Raya Bogor.24

Kelelawar

dan burung merupakan dua hewan yang dapat membantu proses penyerbukan

24 http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2011/06/06/brk,20110606-338980,id.html diunduh

pada 25 Oktober 2011

Page 76: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

63

Universitas Indonesia

pada beberapa tanaman. Jika populasi kedua hewan ini terganggu, maka

dikhawatirkan akan mengganggu juga kelestarian flora di kebun raya Bogor.

Selain itu, dampak pembangunan di Kota Bogor juga dirasakan oleh tanaman di

Kebun Raya Bogor. Flora-flora tersebut terutama terpengaruh oleh tingginya

tingkat polusi di sekitar kebun raya. Flora yang mengalami perubahan fisiologis

tersebut terutama terletak di sepanjang batas kebun raya, daerah yang paling

tinggi terkena dampak pembangunan di Kota Bogor.25

Menilik sejarahnya, Kebun Raya Bogor sejatinya didirikan murni untuk keperluan

penelitian ilmiah. Kebun raya ini didirikan pada tahun 1817 oleh Prof. Dr. C.G.C

Reinwardt, seorang botanis asal Jerman. Kebun raya ini merupakan satu diantara

beberapa kebun raya yang dimiliki oleh Indonesia. Hal yang membanggakan

adalah bahwa Kebun Raya Bogor adalah kebun raya dengan koleksi tanaman

tropis terlengkap di dunia. P.F. Cockburn (1974) menyatakan bahwa:

The Botanic Garden at Bogor has probably the finest collection of lowland

Asian plants ever brought together. Supplemented by its high altitude

counterpart at Cibodas, and gardens Purwodadi and Eka Karya in Bali it

offers an unrivalled collection for research and training, and still attracts

a large number of visitors.

Dalam buku Buitenzorg Scientific Centre dikatakan bahwa Bogor diposisikan

oleh Belanda sebagai sebuah pusat studi ilmiah. Hal ini terbukti dengan

banyaknya pusat penelitian ilmiah yang berada di kota ini. Semua pusat penelitian

ilmiah tersebut bermula dari satu induk yaitu Kebun Raya Bogor. Warga Bogor

sendiri mungkin tidak menyadari bahwa Kebun Raya Bogor memiliki peran yang

sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia.

25 Interview dengan Ir. Rismita Sari, MSc. Kepala Sub Bagian Jasa & Informasi Pusat Konservasi

Tumbuhan-Kebun Raya Bogor pada 24 Oktober 2011

Page 77: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

64

Universitas Indonesia

Kini peran dan makna Kebun Raya Bogor ini sedikit demi sedikit mulai pudar.

Keberadaannya kalah pamor dengan perkembangan kegiatan wisata lain yaitu

wisata belanja (factory outlet), wisata kuliner, dan pertumbuhan beberapa mall di

Kota Bogor. Padahal Kebun Raya Bogor ini merupakan warisan ilmiah yang tidak

ternilai harganya bagi dunia, tidak hanya bagi Indonesia atau Kota Bogor.

Perkembangan Kota Bogor saat ini seolah justru melupakan keberadaan Kebun

raya Bogor sebagai sesuatu yang sudah dimiliki oleh kota ini. Pembangunan kota

ini seakan semakin menghimpit keberadaan Kebun Raya Bogor. Jika dibiarkan

terus-menerus, tren perkembangan kota ini dikhawatirkan akan mengancam

kelestarian Kebun Raya Bogor.

Kesadaran untuk menjaga Kebun Raya Bogor ini juga seharusnya datang dari

masyarakat Bogor. Namun saat ini masyarakat Bogor seakan tidak terlalu peduli

terhadap keberadaan Kebun Raya Bogor ini. Selama ini warga Bogor hanya take-

it-for-granted terhadap keberadaan kebun raya ini. Hal ini diakarenakan mereka

menganggap Kebun Raya Bogor seperti sebuah entitas terpisah yang terlepas dari

Kota Bogor. Kebun raya nampak berdiri secara eksklusif di tengah Kota Bogor.

Berkaitan dengan eksklusivitas Kebun Raya Bogor ini saya melihat bahwa

anggapan warga Bogor ini ada benarnya juga. Jika dilihat secara berkeliling,

hampir 90% batas kebun raya adalah pagar tinggi yang seolah „melepaskan‟

kebun raya ini dari Kota Bogor tempat dimana dia berdiri. Akibat keberadaan

pagar yang tinggi ini menjadikan hampir semua muka kebun raya dianggap

sebagai bagian belakang. Wajar jika banyak warga Bogor menganggap Kebun

Raya Bogor adalah sesuatu yang eksklusif.

Selain itu, kegiatan yang berada di sekitar Kebun Raya Bogor ini juga

menyebabkan „lepasnya‟ Kebun Raya Bogor ini dari konteks Kota Bogor.

Kegiatan yang ada di sekitar Kebun Raya Bogor seolah tidak mendukung

keberadaan kebun raya ini. Kegiatan-kegiatan ini justru ikut menekan keberadaan

Kebun Raya Bogor dengan dampak-dampak negatif yang dihasilkannya.

Page 78: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

65

Universitas Indonesia

Kedua hal yang dibahas tersebut nampaknya menarik untuk diangkat sebagai

permasalahan yang akan coba diselesaikan dengan perancangan kota sebagai

respon terhadap permasalahan tersebut.

4.1.2. RTRW Kota Bogor 2031

Peran dan fungsi Kota Bogor sendiri dipengaruhi oleh arahan kebijakan penataan

ruang yang tertuang pada RTRWN, RTRW Jawa Barat, Perpres

Jabodetabekpunjur, dan RTRW Kabupaten Bogor sebagai wilayah tetangga. Dari

arahan kebijakan tersebut, dapat dirumuskan visi pembangunan Kota Bogor yaitu

„Kota jasa yang nyaman dengan masyarakat madani dan pemerintahan

amanah‟ dan tujuan penataan ruang adalah „Mewujudkan tata ruang

berwawasan lingkungan yang mendukung visi kota‟. Penyusunan visi

pembangunan dan tujuan penataan ruang tersebut bertujuan untuk merumuskan

motif perancangan kota yang nantinya menjadi dasar penyusunan model

perancangan Kota Bogor. Motif perancangan Kota Bogor adalah sebagai berikut:

Kota yang nyaman sebagai tempat tinggal (comfortable)

Kota yang menarik dan produktif (attractive)

Kota berwawasan lingkungan (green city)

Selain itu, dengan mempertimbangkan perkembangan kota-kota pada wilayah

Jabodetabek dan dengan melihat potensi yang dimiliki oleh Kota Bogor sendiri,

maka dirumuskan fungsi unggulan Kota Bogor yaitu sebagai kota jasa,

pariwisata, perdagangan, dan perumahan. Fungsi jasa yang ada di Kota Bogor

diantaranya adalah sebagai daerah pendidikan, pusat penelitian, akomodasi,

konvensi dan sarana kesehatan. Fungsi pariwisata meliputi wisata kuliner, belanja,

rekreasi, kebudayaan, dan spiritual. Fungsi perdagangan dapat dijumpai dengan

adanya sentra agribisnis, otomotif, dan elektronik. Sedangkan fungsi perumahan

diwujudkan dengan perumahan dengan KDB rendah dan saat ini sudah

berkembang ke arah hunian vertikal seperti rumah susun.

Page 79: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

66

Universitas Indonesia

4.2. Tinjauan Kebun Raya Bogor

4.2.1. Sejarah Kebun Raya Bogor

Menurut sejarahnya, Kebun Raya Bogor merupakan bagian dari monumen Batu

Tulis yang didirikan oleh Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) dari Kerajaan

Pajajaran tahun 1474-1513 dan saat itu dinamakan Samida (hutan buatan atau

taman buatan). Tujuan pembuatannya untuk keperluan menjaga kelestarian

lingkungan serta tempat untuk memelihara benih-benih kayu yang langka. Di

samping samida yang terletak di Kota Bogor ini, dibuat pula samida yang serupa

di perbatasan antara Cianjur dengan Bogor yang disebut Hutan Ciung Wanara.

Sejarah Kebun Raya Bogor berlanjut ketika tahun 1811 terjadi perang Napoleon

di Eropa, terjadi kekalahan Belanda oleh Inggris sehingga daerah kekuasaan

Belanda di Indonesia yang dulu bernama Hindia Belanda atau Nederlandsch

Indie, direbut oleh Inggris. Lalu setelah Napoleon jatuh (1815/1816) para

pemimpin negara di Eropa membuat perjanjian, antara lain tentang pembagian

wilayah kekuasaan. Pada tahun 1816 Inggris menggembalikan kekuasaan

Indonesia ke tangan Belanda.

Setelah kembali ke tangan Belanda, pemerintah Belanda mengirim utusan ke

Hindia Belanda untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan

botani. Untuk ini dikirimlah C.Th.Elout, A.A Boykens, G.A.G.P. Baron Van Der

Capellen, dan Dr. Casper Goerge Carl Reinwardt selaku penasehat ke Indonesia.

Pada tanggal 18 Mei 1817, dilakukan pemancangan patok pertama yang menandai

berdirinya Kebun Raya yang diberi nama 'Slands Plantentiun te Buitenzorg'.

Berdirinya Kebun Raya ini menandai tegaknya kekuasaan Belanda dengan

dimulainya kegiatan ilmu pengetahun Biologi, terutama bidang botani di

Indonesia secara terorganisasi.

Page 80: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

67

Universitas Indonesia

4.2.2. Kebun Raya Bogor Saat Ini

Dalam perkembangannya hingga sekarang, Kebun Raya Bogor lama kelamaan

semakin kehilangan pesonanya bagi warga Bogor. Kebanyakan warga Bogor

menganggap Kebun Raya Bogor sebagai sesuatu yang take-it-for-granted, sesuatu

yang merupakan pemberian. Hal inilah yang perlu dikritisi, karena mengingat

sejarahnya, keberadaan dan perkembangan Kota Bogor hingga semaju saat ini

merupakan salah satu sumbangsih Kebun Raya Bogor. Mungkin bila kita

bandingkan dengan Mesir yang merupakan hadiah dari Sungai Nil, maka boleh

saja kita menyebutkan bahwa Bogor adalah hadiah dari Kebun Raya Bogor.

Keberadaan Kebun Raya Bogor yang tepat berada di pusat Kota Bogor tidak dapat

memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat Bogor. Kebun raya

Bogor ini seolah tampil eksklusif dan tidak terhubung dengan lingkungan

sekitarnya. Jika kita melihat Kebun Raya Bogor dari arah luar, kita akan melihat

sosok kebun raya yang rimbun dengan beraneka ragam pepohonan, kontras

dengan lingkungan di luar kebun raya yang berupa bangunan-bangunan baru yang

saat ini telah berkembang tanpa kendali meninggalkan ciri khas arsitekturnya.

Selain itu, pemisahan kebun raya dan daerah sekitarnya yang menggunakan pagar

pembatas yang melebihi batas penglihatan manusia (eye-level) semakin

memisahkan Kebun Raya Bogor dan kehidupan warga Bogor. Pemisahan dan

eksklusifitas Kebun Raya Bogor tersebut yang membuat apresiasi masyarakat

Bogor terhadap kebun rayanya semakin menurun. Bagaimana bisa mengapresiasi

jika mereka tidak dapat merasakannya dalam kehidupan sehari-hari.

“Kebun Raya Bogor is an isolated island surrounded by sea of city but it

supposed to act like tea bag when dipped in hotwater – the character of

the garden influences it‟s surroundings..” –Avianti Armand

Page 81: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

68

Universitas Indonesia

Page 82: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

69

Universitas Indonesia

4.2.3. Kondisi di Dalam Kebun Raya Bogor

Gambar 21 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor

Gambar 22 Suasana di taman teratai Kebun Raya

Gambar 23 Suasana di dalam Kebun Raya Bogor

Gambar 24 Suasana lapangan di depan Kafe

Dedaunan di dalam Kebun Raya Bogor

Gambar 25 View ke Istana Bogor dari dalam KRB

Gambar 26 Suasana taman bunga di KRB

Gambar 27 Bunga Bangkai, salah satu ciri khas

Kebun Raya Bogor

Gambar 28 Warga yang berekreasi di pinggir danau

Page 83: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

70

Universitas Indonesia

4.2.4. Kondisi di Sekitar Kebun Raya Bogor

Gambar 29 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor

Gambar 30 Gedung LIPI Jl. Ir. H. Juanda

Gambar 31 Pintu masuk II Kebun Raya Bogor

Gambar 32 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor

Gambar 33 Museum Zoologi Bogor

Gambar 34 Trotoar sebagai tempat mangkal delman

Gambar 35 Trotoar di sekitar Kebun Raya Bogor

Gambar 36 Suasana di depan pintu masuk Kebun

Raya Bogor

Page 84: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

71

Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN

Pelestarian lingkungan alam harus dimulai dengan adanya perubahan perilaku

manusia. Perubahan perilaku ini terkait dengan adanya modifikasi gaya hidup

masyarakat yang kini sangat dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi terutama bidang

marketing.

Cara-cara marketing yang dapat mendorong terjadinya perubahan gaya hidup

masyarakat dapat diangkat sebagai sebuah cara pandang baru terkait upaya

penumbuhan kesadaran terhadap pelestarian lingkungan. Salah satunya adalah

dengan cara mempelajari konsep experience economy yang kini telah banyak

diadopsi oleh perusahaan-perusahaan dengan brand yang sukses di bidang

pemasaran.

Penerapan experience ke dalam kehidupan masyarakat salah satunya melalui

penerapan urban farming. Kegiatan berkebun yang menjadi inti dari urban

farming ini akan diperkuat sense of experience-nya dengan menerapkan prinsip-

prinsip experience design. Perpaduan dua konsep ini yaitu experience dan urban

farming akan melahirkan konsep baru dengan nama Experience Farming.

Penerapan experience farming ke dalam sebuah kawasan harus memahami

terlebih dahulu kebudayaan dan meaning yang dianut oleh masyarakat setempat.

Misalnya penerapan experience farming yang bertempat di kawasan Paledang,

Bogor ini terlihat sesuai karena karakter kawasan ini yang memiliki budaya

pekarangan yang masih kuat terbukti dengan masih banyaknya pekarangan pada

rumah-rumah di kawasan ini. Selain itu, bentang alam dan topografi kawasan juga

mendukung penerapan experience dalam penataan ruang kota.

Pada akhirnya, penerapan experience farming ini secara regional juga diharapkan

dapat berkontribusi positif terhadap keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai

manifestasi kehadiran alam di tengah Kota Bogor. Hal ini juga diharapkan dapat

meningkatkan kualitas hidup masyarakat Bogor agar dapat mencapai kualitas

hidup yang lebih baik.

Page 85: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

72

Universitas Indonesia

Daftar Pustaka

Bailey, Liberty Hyde & Bailey, Ethel Z. (1978). Hortus Third. New York:

Macmillan.

Ebenezer Howard. (1902). Garden Cities of Tomorrow. London: Faber and Faber.

Diller, S., Shedroff, N., & Rhea D. (2006). Making Meaning: How successful

business deliver meaningful customer experiences. Berkeley, Calif: New Riders.

Gehl, Jan. (1971). Life Between Buildings: Using Public Space. Skive:

Arikitektens Forlag.

Huxley, Anthony (ed. in chief) (1992). “The New Royal Horticultural Society

Dictionary of Gardening”. London: Macmillan.

Keraf, A. Sonny. 2002. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Kompas.

Lim, CJ and Ed Liu. (2010). Smartcities+eco-warriors. New York: Routledge

Lynch, Kevin. (1960). The Image of the City. The MIT Press.

Maas, Winy. 2011. Hungry City. The Why Factory. < www.thewhyfactory.com>

Mougeot, L. J. A. (2000). Urban agriculture: Definition, presence, potential and

risks in Bakker et al (2000).

McDonough, William and Michael braungart. (2002). Cradle to Cradle:

Remaking the Way We Make Things. New York: North Point Press.

Nas, Peter J.M.And Pratiwo. Java and De Groote Postweg, La GrandeRoute, the

Great Mail Road, Jalan Raya Pos. http://www.kitlv-journals.nl

Oldenburg, Ray. (1999). The Great Good Place: Cafe, coffee shops, bookstores,

bars, hair salons, and the other great hangouts at the heart of a community. New

York: Marlowe & Company.

Philips, T. (2003). The Nature of Ornament: A summary Treatise. Architectural

Review, Vol. CCXIII, No. 1274.

Pine, B. Joseph and James H, Gilmore. (1999). The Experience Economy: Work is

Theatre & Every Business a Stage. Harvard Business School Press.

Schwartz, Martha. 2011. Ecological Urbanism and the Landscape. In Ecological

Urbanism by Mohsen Mostafavi.

Shedroff, Nathan. (2009). Experience Design 1.1.

Smit, J., A. Ratta, and J. Nasr. (1996). Urban agriculture: food, jobs, and

sustainable cities. United Nations Development Programme. New York.

Steel, Carolyn. (2009). Hungry City: How Food Shapes Our Lives. Random

House.

Sundbo, Jon & Darmer, Per. (2008). Creating Experiences in the Experience

Economy. UK: Edward Elgar Publishing Limited.

Page 86: Penataan Kembali Kawasan Paledang-Bogor dengan Pendekatan Experience Farming

73

Universitas Indonesia

Viljoen, Andre (ed). (2005). CPULs Continuous Productive Urban Landscapes:

Designing Urban Agriculture for Sustainable Cities. London: Architectural Press.

Websites

Website Pemerintah Kota Bogor. <www.kotabogor.go.id >

Botanical Garden Conservation International http://www.bgci.org

Experience Design Websites www.nathan.com

http://www.pub.gov.sg

http://www.millennium.gov.uk/