Upload
nailul-hasibuan
View
3.143
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
Tugas Mata Kuliah : Arah kecendrungan dan Isu Dalam Matematika
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd
r easoning (penalaran)
makalah
oleh:
kelompok II
1. Ahmad Rahmatika
2. Anni H.M Sitanggang
3. Febri Ronald Marpaung
4. Jasinta Tasleky
5. Nurcahaya Hutasoit
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Penalaran Matematika ...................................................4
B. Masalah-maslaah Penalaran Matematika ........................................9
C. Penalaran Induktif dan Deduktif ...................................................14
D. Rubrik dan Soal Penalaran Matematika .........................................21
BAB III KESIMPULAN .................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................25
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas jika
dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain. Karena itu kegiatan belajar dan
mengajar matematika seyogyanya tidak disamakan begitu saja dengan ilmu yang
lain, karena peserta didik yang belajar matematika itupun berbeda-beda pula
kemampuannya, maka kegiatan belajar mengajar haruslah diatur sekaligus
memperhatikan kemampuan yang belajar.
Pelajaran matematika diberikan di setiap jenjang pendidikan dengan bobot
yang kuat, menunjukkan bahwa matematika adalah salah satu pelajaran yang
mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam kondisi tersebut, seharusnya
hasil belajar matematika peserta didik menunjukkan hasil yang cukup baik, akan
tetapi hal tersebut sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi di
lapangan.
Ada banyak faktor yang mengakibatkan hasil belajar peserta didik rendah,
diantaranya perilaku-perilaku negatif siswa dalam belajar matematika yang
memungkinkan siswa tidak bergairah dalam belajar matematika. Kegiatan
pembelajaran di sekolah biasanya hanya menekankan pada transformasi informasi
faktual, guru cenderung menuliskan definisi atau teorema beserta buktinya di
papan tulis dilanjutkan contoh penerapan teorema tersebut dalam penyelesaian
soal, siswa mencatat apa yang dijelaskan guru dan contoh penyelesaian soal yang
ditulis. Selain itu, guru menuliskan soal-soal di papan tulis dan siswa diminta
mengerjakan, serta guru meminta siswa untuk menuliskan hasil pekerjaannya di
papan tulis.
4
Perbaikan hasil pembelajaran matematika perlu dilakukan melalui perbaikan
kondisi yang mendukung peningkatan kecerdasan/kemampuan peserta didik,
perubahan sikap siswa terhadap matematika serta kemampuan dan kemauan guru
dalam mengubah paradigma pendidikan. Tujuan pembelajaran matematika harus
dipahami dengan baik oleh guru sebagai agar proses pembelajaran sesuai dengan
apa yang diharapkan. Menurut Syaban “tujuan yang ingin dicapai pada
pembelajaran matematika yaitu (1) kemampuan pemecahan masalah (problem
solving); (2) kemampuan berargumentasi (reasonning); (3) Kemampuan
berkomunikasi (communication); (4) Kemampuan membuat koneksi (connection)
dan (5) Kemampuan representasi (representation)”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu penalaran?
2. Bagaimana cara mengetahui kemampuan penalaran peserta didik?
C. Tujuan Penulisan
Bertitik tolak dari permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penulisan ini
adalah untuk mengetahui kemampuan matematika apa saja yang harus dimiliki
oleh peserta didik di masa sekarang dan masa yang akan datang, khususnya
kemampuan “ Penalaran Matematika” demi tercapainya tujuan pembelajaran
matematika.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penalaran Matematika
Penalaran matematika adalah salah satu proses berfikir yang dilakukan
dengan cara menarik suatu kesimpulan dimana kesimpulan tersebut merupakan
kesimpulan yang sudah valid atau dapat dipertanggung jawabkan
(Nurahman:2011). Penalaran matematika merupakan hal yang sangat penting
untuk mengetahui dan mengerjakan permasalahan matematika. Fondasi dari
matematika adalah penalaran (reasoning). Ross (dalam Lithner, 2000) menyatakan
bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah
mengajarkan kepada siswa penalaran logika (logical reasoning). Menurut kami
logika adalah argumen-argumen, yang mempelajari metode-metode dan prinsip-
prinsip untuk menunjukkan keabsahan (sah atau tidaknya) suatu argumen,
khususnya yang dikembangkan melalui penggunaan metode-metode matematika
dan simbol-simbol matematika dengan tujuan untuk menghindari makna ganda
dari bahasa yang biasa kita gunakan sehari-hari. Bila kemampuan bernalar tidak
dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi
materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa
mengetahui maknanya. Banyak penelitian yang dilakukan para psikolog dan
pendidik berkaitan dengan penalaran. Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh
Aristotles adalah penalaran silogisme yang idenya muncul ketika orang ingin
mengetahui “apa yang terjadi dibenak” dalam memecahkan masalah yang memuat
logika. Lebih dari 2000 tahun yang lalu Aristotles mengenalkan suatu sistem
penalaran atau validasi argumen yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga
urutan argumen: sebuah premis utama (a major premise); sebuah premis minor (a
minor premise); dan sebuah kesimpulan (a conclusion). Suatu kesimpulan yang
dicapai berdasarkan penalaran silogisme dinilai “benar” atau “valid”, jika premis-
6
premisnya merupakan pernyataan yang benar dan disusun dalam bentuk yang
benar.
Aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal disebut
belajar bernalar. Beberapa contohnya adalah:
Untuk menentukan hasil 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah
dimiliki siswa yaitu 7 + 7 =14,maka siswa diharapkan dapat menyimpulkan
bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 14 + 1 atau sama dengan 15
Untuk menentukan hasil dari 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah
dimiliki yaitu 7 + 3 = 10 dan 8 = 3 + 5, para siswa diharapkan dapat
menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 7 + 3 + 5 = 10 + 5 = 15
Untuk menentukan hasil dari 6 x 7, berdasar pengetahuan yang sudah
dimiliki para siswa yaitu 5 x 7 = 35, maka para siswa diharapkan dapat
menyimpulkan 6 x 7 = 35 + 7 = 42
Untuk menentukan hasil dari 998 + 1236, para siswa dapat mengambil 2
dari 1236 untuk ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan
demikian, para siswa dapat dilatih untuk menyimpulkan bahwa 998 + 1236
sama nilainya dengan 1000 + 1234 atau sama dengan 2234. Dengan
demikian, didapat kesimpulan bahwa 998 + 1236 = 1000 + 1234 = 2234
Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 60o dan 100o maka sudut
yang ketiga adalah 180o - ( 100o + 60o) = 20o. hal ini didasarkan pada teori
matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu
segitiga adalah 180o.
Jika (x – 1) (x + 10) = 0 maka x = 1 dan x = -10
Sejalan dengan contoh-contoh diatas, telah terjadi proses penarikan
kesimpulan dari beberapa fakta yang telah diketahui siswa, seperti yang
dikemukakan oleh (Shadiq, 2004) penalaran (jalan pikiran atau reasoning)
merupakan “Proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta
atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”.
Menurut kami proses berfikir dalam penalaran itu selalu dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari guna mendapat kesimpulan yang dapat dipertangggung
7
jawabkan. Sebagai contoh, dari persamaan kuadrat 𝑥 2 + 9𝑥 − 10 = 0 yang
diketahui, dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain bahwa x = 1 atau x =
-10. Dari pengetahuan tentang besar dua sudut suatu segitiga yaitu 60o dan 100o
maka dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain bahwa besar sudut ketiga
pada segitiga itu adalah 20o. Pada intinya, penalaran merupakan suatu kegiatan,
suatu proses atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat
pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa, perlu
diketahui tingkatan kemampuan berpikir matematika. Shefer dan Foster (1997)
mengajukan tiga tingkatan kemampuan berpikir matematika, yaitu tingkatan
reproduksi, tingkatan koneksi, dan tingkatan analisis. Masing-masing tingkatan
terdiri atas komponen-komponen sebagai indikatornya, yaitu sebagai berikut:
Tingkatan I Reproduksi
Mengetahui fakta dasar
Menerapkan algoritma standar
Mengembangkan keterampilan teknis
Tingkatan II Koneksi
Mengintegrasikan informasi
Membuat koneksi dalam dan antar domain matematika
Menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah
Memecahkan masalah tidak rutin
Tingkatan III Analisis
Matematisasi situasi
Melakukan analisis
Melakukan interpretasi
Mengembangkan model dan strategi baru
Mengembangkan argumen matematika
Membuat generalisasi.
8
Menurut kami tingkatan kemampuan matematika di atas dapat digunakan
selain untuk mengevaluasi penekanan proses pembelajaran yang selama ini
dilakukan, juga menyusun instrumen (soal tes) yang dimaksudkan untuk
mengetahui tingkatan kemampuan matematika siswa. Setelah kita dapat
mengidentifikan tingkat kemampuan siswa, maka upaya-upaya meningkatkan
kemampuan berpikir matematik dapat dilakukan dengan berpedoman pada
komponen kemampuan pada tingkatan berikutnya.
Depdiknas(2002:6) menyatakan bahwa “ Materi matematika dan penalaran
matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi
matematika dipahami melalui penalaran matematika dan penalaran matematika
dipahami melalui belajar matematika “ Menurut kami memang materi itu harus
dipahami dengan penalaran matematika akan tetapi tidak semua materi harus
dihubungkan dengan penalaran matematika, selanjutnya penalaran matematika
dipahami melalui proses belajar memgajar dengan mengaitkan materi dengan
kehidupan sehari-hari.
Pola pikir yang dikembangkan dengan penalaran matematika adalah
melibatkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis serta kreatif, kemampuan dan
keterampilan bernalar dibutuhkan para siswa ketika mempelajari matematika
maupun dalam interaksi pada masyarakat langsung
Daya matematika siswa seyogyanya dapat diwujudkan dalam berbagai
dimensi supaya mampu memunculkan berbagai metode matematika yang nantinya
dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah tidak rutin dan dapat
dijadikan panduan dalam menghadapi perubahan kehidupan dalam masyarakat
yang bergantung pada kemajuan ilmu, teknologi dan informasi. Penalaran
matematika dalam sudut pandang aktivitas dinamik melibatkan keragaman mode
berpikir, dan daya matematika dipandang sebagai komponen integral dari berpikir
matematika. Khususnya berpikir matematika yang melibatkan keragaman
matematika dalam keterampilan berpikir untuk memahami ide-ide, menemukan
hubungan antar ide-ide, dan mendukung gambaran atau kesimpulan tentang ide-
ide dan hubungan-hubungannya, dan memecahkan masalah-masalah yang
melibatkan ide-ide tersebut (O’Daffer dan Thornquist). Penalaran matematika
9
memiliki peran yang amat penting dalam proses berpikir seseorang. Penalaran
matematika meliputi mengumpulkan bukti-bukti, membuat konjektur-konjektur,
menetapkan generalisasi-generalisasi, membangun argumen-argumen, dan
menentukan (dan validasi) kesimpulan-kesimpulan logis berdasar ide-ide dan
hubungan-hubungannya. Untuk mencapai daya matematika berbagai mode
penalaran matematika dilibatkan misalnya induktif (inductive), deduktif
(deducttive), bersyarat (conditional), perbandingan (proporsional), grafik
(graphical), keruangan (spatial) dan penalaran abstrak (abstract reasoning).
Peressini dan Webb (1999) di samping memandang penalaran matematika
sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful)
siswa, juga memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang
melibatkan keragaman mode berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi
dari berikut ini:
(a) suatu kecenderungan positip kepada matematika;
(b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat matematika, meliputi
konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan;
(c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis;
(d) kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan
ide-ide; dan
(e) kecakapan menerapkan pengetahuan matematika
untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin
ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999). Penalaran Matematika
yang mencakup kemampuan untuk berpikir secara logis dan sistematis
merupakan ranah kognitif matematik yang paling tinggi. Sumarno (2002)
memberikan indikator kemampuan yang termasuk pada kemampuan penalaran
matematika, yaitu sebagai berikut:
Membuat analogi dan generalisi
Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
10
Menyusun dan menguji konjektur
Memeriksa validitas argumen
Menyusun pembuktian langsung
Menyusun pembuktian tidak langsung
Memberikan contoh penyangkal
Mengikuti aturan enferensi
Menurut kami indikator diatas sangat membantu untuk meningkatkan kemampuan
penalaran peserta didik karena memilki alur yang membantu guru dalam
menyusun strategi belajar unutk siswa.
Di bawah ini akan diberikan contoh masalah dalam matematika yang
menuntut kemampuan penalaran matematika.
B. Masalah-Masalah Penalaran Matematika
a. Membuat Analogi
Contoh : Tentukan nilai dari
A = 20102009
1...
43
1
32
1
21
1
xxxx
Jawab:
Suku ke-k dari deret itu adalah )1(
1
kk
Sekarang perhatikan bahwa : 1
11
)1(
1
kkkk
Dengan demilian nilai A adalah :
A =
2010
1
2009
1
2009
1
2008
1...
4
1
3
1
3
1
2
1
2
1
1
1
= 2010
2009
2010
11
b. Menyusun dan Menguji Konjektur
Proses Induktif :
A = 1 dan B = 15 maka AB + 1 = 16 = 42
A =11 dan B = 105 maka AB + 1= 1156 = 342
11
A =111 dan B = 1005 maka AB + 1 = 111556 = 3342
Konjektur :
A =
angka2008
1...11 dan B =
angka2009
50...001
AB + 1 =
angka2007
43...33
c. Menyusun dan Menguji Konjektur
Contoh :
Misalkan A =
angka2008
1...11 dan B =
angka2009
50...001
Perlihatkan bahwa AB + 1 merupakan bilangan bentuk kuadrat
Jawab :
Proses Induktif :
A = 1 dan B = 15 maka AB + 1 = 16 = 42
A =11 dan B = 105 maka AB + 1= 1156 = 342
A =111 dan B = 1005 maka AB + 1 = 111556 = 3342
Konjektur :
A =
angka2008
1...11 dan B =
angka2009
50...001
AB + 1 =
angka2007
43...33
Bukti konjektur
Perhatikan kasus A = 111 dan B = 1005 maka AB + 1 = 111556 = 3342
3342 = (333 + 1)2
= [3(111) + 1]2
= 111 [9(111) + 6] + 1
= 111 . 1005 + 1
= AB + 1
Dengan proses mundur dengan mudah dapat ditunjukkan masalah itu.
AB + 1 = angka2008
1...11 x angka2009
50...001 + 1
12
=
angka2008
1...11 161...119
2008
angka
= 11...1161...119
2008
2
2008
angkaangka
=
2
2008
11...113
angka
=
angka2008
43...33
Masalah : Susun suatu konjektur untuk menunjukkan bahwa bilangan
angka2007
1...11 52...22
2008
angka
merupakan bentuk kuadrat
d. Memberi Penjelasan dengan Menggunakan Model
Contoh:
Panjang jalan tol Bogor – Jakarta 60 km. Pada pukul 12.00 mobil A
berangkat daripintu tol Bogor menuju Jakarta dengan kecepatan rata-rata 80
km/jam. Pada saat yang sama mobil B berangkat dari pintu tol Jakarta menuju
Bogor dengan kecepatan rata - rata 70 km/jam. Kedua mobil tersebut akan
berpapasan pada pukul . . . .
13
Jawab
Model dari masalah di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Bogor 60 km Jakarta
V0=80 km/jam P
V0=70
km/jam
x (60 – x) km
Misalkan di titik P mobil A dan mobil B berpapasan, maka
B
B
A
ABA
V
S
V
Stt
70
)60(
80
xx
kmx 32
Sehingga tA = 32/80 = 2/5 jam = 24 menit
Dengan demikian, mobil A dan mobil B berpapasan pada pukul 12.24
e. Menggunakan Pola untuk Menganalisis Situasi Matematik
Contoh:
Ucok bermain menyusun batang-batang korek api seperti tampak pada
gambar di bawah ini. Apabila susunan batang korek api yang dibuat Ucok
dilanjutkan, tentukan banyak batang korek api yang diperlukan untuk membuat
susunan ke-20.
14
f. Memeriksa Validitas Argumen
Contoh 1: Periksa setiap langkah di bawah ini
Misalkan a = b
Kalikan dengan a a2 = ab
Kurangkan dengan b2 a2 – b2 = ab – b2
Faktorkan (a + b)(a – b) = b(a – b)
Bagi dengan a – b a + b = b
Substitusi untuk a 2b = b
Bagi dengan b 2 = 1
Contoh 2: Periksa setiap langkah di bawah ini:
1)1(
1
1
1
1
1
1
1
1
1111
1 = -1
g. Melakukan Pembuktian Secara Langsung
Contoh : Misalkan a bilangan ganjil. Tunjukkan bahwa a2 bilangan ganjil.
Bukti:
a bilangan ganjil a = 2k + 1 , k bilangan bulat
a2 = (2k + 1)2 = 4k2 + 4k + 1 = 2(2k2 + k) + 1
Dengan demikian, a2 = 2p dengan p = 2k2 + k
Ini artinya, a2 merupakan bilangan ganjil.
Masalah : Perhatikan persegi di bawah ini:
15
1 cm
1 cm
1 cm 3 cm
Tunjukkan bahwa segiempat PQRS merupakan persegi, kemudian tentukan luas
daerahnya.
h. Melakukan Pembuktian Tidak Langsung
Contoh : Buktikan bahwa 2 merupakan bilangan rasional
Bukti
Andaikan 2 meruapakan bilangan raisonal, maka 2 dapat dituliskan dengan
b
a2 , a dan b bilangan bulat yang tidak memiliki faktor persekutuan. Dengan
demikian, 222
2
2
22 abab
a bilangan genap a bilangan genap .
Misalkan a = 2p dengan p bilangan bulat. Maka a2 = (2p)2 = 4p24p2 = 2b2 b2
= 2p2 b bilangan genap Dengan demikian, a dan b merupakan bilangan genap.
Ini menunjukkan bahwa a dan b memiliki faktor persekutuan 2. Hal ini
kontradiksi dengan asumsi awal. Jadi, 2 bukan bilangan rasional.
C. Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif
Penalaran dalam matematika terbagi dua yaitu penalaran induktif dan
penalaran deduktif. Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif
dan deduktif. Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu kasus
khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. Penalaran
S
P R
Q
16
deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika yang
digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan bentuknya
(format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses penarikan
kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut penalaran deduktif.
1. Penalaran induktif
Penalaran induktif menurut Shurter dan Pierce (dalam Shofiah, 2007 : 14)
penalaran induktif adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari
kasus-kasus yang bersifat khusus. Lalu menurut Suriasumantri (dalam Shofiah,
2007 :15) penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang berupa penarikan
kesimpulan yang umum atau dasar pengetahuan tentang hal-hal yang khusus.
Artinya,dari fakta-fakta yang ada dapat ditarik suatu kesimpulan. Menurut kami
Kesimpulan umum yang diperoleh melalui suatu penalaran induktif ini bukan
merupakan bukti. Hal tersebut dikarenakan aturan umum yang diperoleh dari
pemeriksaan beberapa contoh khusus yang benar, belum tentu berlaku untuk
semua kasus. Aspek dari penalaran induktif adalah analogi dan generalisasi.
Menurut Jacob (dalam Shofiah, 2007 :15), hal ini berdasarkan bahwa penalaran
induktif terbagi menjadi dua macam, yaitu generalisasi dan analogi.
Analogi adalah proses penyimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta.
Analogi dapat juga dikatakan sebagai proses membandingkan dari dua hal
yang berlainan berdasarkan kesamaannya, kemudian berdasarkan
kesamaannya itu ditarik suatu kesimpulan.
Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau
sebagian besar gejala yang diminati generalisasi mencakup ciri – ciri
esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi
dibuktikan dengan fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain.
Contoh penalaran induktif
Premis 1 : Kuda Sumba punya sebuah jantung
Premis 2 : Kuda Australia punya sebuah jantung
17
Premis 3 : Kuda Amerika punya sebuah jantung
Premis 4 : Kuda Inggris punya sebuah jantung
Konklusi : Setiap kuda punya sebuah jantung
Contoh lain penalaran induktif tunjukkan bahwa jumlah besar sudut-sudut
segitiga adalah 180o. Jika penyelesaiaannya secara penalaran induktif, maka
caranya sebagai berikut
Siswa diminta untuk:
membuat model segitiga sembarang dari kertas,
menggunting sudut-sudut segitiga tersebut,
menghimpitkan potongan sudut-sudut yang telah dipotong
Dari setiap siswa yang melakukan dengan benar kegiatan tersebut akan
mendapatkan hasil yang sama yaitu ketiga sudut segitiga tersebut jika dihimpitkan
akan membentuk satu garis lurus yang menurut pengetahuan yang sudah dipelajari
sebelumnya bahwa besarnya 1800. Kasus tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk diagram sebagai berikut:
Jumlah besar sudut segitiga ke-1 = 1800
Jumlah besar sudut segitiga ke-2 = 1800
Jumlah besar sudut segitiga ke-3 = 1800
Jumlah besar sudut segitiga ke-n = 1800
Jadi, jumlah besar
sudut setiap
segitiga adalah
1800
18
Pernyataan bahwa jumlah besar sudut setiap segitiga adalah 180o
tersebut terkategorikan bernilai benar, karena tidak ada satupun segitiga yang
jumlah besar sudut-sudutnya bukan 180o.
2. Penalaran deduktif
Penalaran deduktif Menurut Shurter dan Pierce (dalam Shofiah, 2007 :
14) Penalaran deduktif adalah cara menarik kesimpulan khusus dari hal-hal yang
bersifat umum. Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik
kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-
fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Menurut kami
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal
umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses
pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau
hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh : Masyarakat Indonesia
konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan
(khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status
social.
Contoh lain penalaran deduktif
Pernyataan generalisasi:
Pernyataan khusus:
Kesimpulan:
19
n
m
A
1 2
2 1 B
k
1 2
B
C
1 3 A
3
p q
m
n
Cara lain untuk membuktikan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu
segitiga secara deduktif yakni dengan melibatkan teori atau rumus matematika
lainnya yang sebelumnya sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga,
yaitu: “Jika dua garis sejajar dipotong garis lain, maka sudut-sudut dalam
bersebrangan adalah sama,”, seperti yang ditunjukkan gambar berikut
Pada gambar di atas ∠A1 = ∠B2 dan ∠A2 = ∠B1 karena garis m dan n
merupakan dua garis sejajar dan dipotong garis ketiga, sehingga sudut-sudut
dalam berseberangan akan sama besar, yaitu ∠A1 = ∠B2 dan ∠A2 = ∠B1.
Perhatikan ABC di bawah ini, dimana melalui titik C telah dibuat garis m yang
sejajar dengan garis n, sehingga sudut-sudut dalam berseberangan akan sama
besar, yaitu ∠A1 = ∠C1 dan ∠B3 = ∠C3
Dengan demikian berdasarkan gambar di samping,
∠A1 = ∠C1
∠B3 = ∠C3
∠C2 = ∠C2
∠A1+∠B3+∠C2 = ∠C1+∠C3+∠C2
Karena ∠C1+∠C3+∠C2 = 1800, maka:
∠A1+∠B3+∠C2 = ∠A+∠B+∠C = 1800
Contoh di atas menunjukkan bahwa pada penalaran deduktif, suatu rumus,
teorema, atau dalil tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800,
telah dibuktikan dengan menggunakan teori atau rumus sebelumnya yang sudah
dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga. Sedangkan teori maupun rumus
matematika yang digunakan sebagai dasar pembuktian tersebut telah dibuktikan
20
berdasarkan teori maupun rumus matematika sebelumnya lagi. Begitu seterusnya.
Disamping itu, pembuktian tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah
180o telah melibatkan atau menggunakan definisi yang sudah ditetapkan
sebelumnya, seperti pengertian sudut lurus besarnya 180o. prosesnya dapat
digambarkan dengan diagram berikut:
Beberapa cara pembuktian deduktif dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Pembuktian langsung
a. Aturan dasar (p q) ^ q q disebut modus ponendo ponens
merupakan tautology atau ditulis
Hipotesis (1) p q
Hipotesis (2) p
Kesimpulan q
Misalnnya, telah diketahui bahwa segitiga sama kaki, maka kedua sudut
alasnya kongruen. Bila diketahui pula bahwa segitiga itu samakaki, maka dapat
disimpulkan bahwa kedua sudut alasnya kongruen.
Penjelasan logikannya sebagai berikut.
Jumlah besar sudut suatu segitiga
adalah 180o
Pengertian pangkal
Pengertian atau definisi lainnya
Pengertian atau definisi
Sudut lurus besarnya 180o
Pengertian lain
Aksioma
Jika dua garis sejajar dipotong garis
lain maka sudut-sudut dalam
bersebrangan sama besar
Dalil atau teorema lainnya
Dalil atau teorema lainnya lagi
21
Suatu teorema menyatakan “Jika suatu segitiga itu sama kaki (p) maka
kedua sudut alasnya kongruen (q).
Simbol logikanya
Hipotesis (1) p q sebagai teorema
Hipotesis (2) p sebagai diketahui
Kesimpulan q yang menyatakan bahwa kedua sudut alasnya segitiga samakaki
kongruen.
b. Implikasi transitif (p q) ^ (p r) merupakan tautology atau ditulis:
Hipotesis (1) p q
Hipotesis (2) q r
Misalnya dibuktikan bahwa di dalam himpunan bilangan cacah,
kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil
Simbol logikannya: untuk x {𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ}, (∀𝑥) (𝑥 𝑔𝑎𝑛𝑗𝑖𝑙 x2
ganjil). Proses pembuktiannya adalah sebagai berikut:
Hipotesis (1): x ganjil ada n bilangan cacah sehingga
x = 2n + 1
Hipotesis (2) x = 2n +1 x2 = (2n+1)2
= 2(2n2+ 2n) + 1 adalah ganjil
Kesimpulan: x ganjil x2 ganjil
2. Pembuktian tidak langsung
a. Ada kalanya kita sulit membuktikan p q secara langsung. Dalam
keadaan demikian kita dapat membuktikan kontra positifnya, yaitu
membutikan kontra positifnya, yaitu membuktikan kebenaran –q -p
sebab kedua pernyataan tersebut ekuivalen atau (p q) (-q -p)
merupakan tautology
22
Misalnya, harus membuktikan proposisi berikut. Jika hasil kali dua
bilangan asla a dan b ganjil (p), maka kedua bilangan tersebut ganjil
(q) yang disimbolkan p q
Untuk membuktikan proposisi tersebut, kita dapat membuktikan kontra
positifnya yang berbunyi “Jika bilangan asli a dan b kedua-duannya
tidak ganjil (-q) maka a.b tidak ganjil (-p) yang disimbolkan (-q -p).
Andaikata salah satu dari a atau b tidak ganjil (yang berarti genap), n
bilangan asli.
a = 2n a.b = (2n)b
= 2(nb) genap (tidak ganjil)
Pembuktian dengan kontra postitif ini juga dapat diubah menjadi (p
q) ^ -q -p merupakan tautologi yang disebut modus tollendo tollens.
b. Bila kita ingin membuktikan proposisi p, maka kita pandang negasinya
p ialah -p. kita harus membuktikan, dengan –p terjadi kontradiksi,
misalnya q ^ -q salah maka pemisalan –p menjadi salah. Dengan
demikian –(-p) menjadi benar atau karena –(-p) p maka p benar.
Dengan perkataan lain, kita tunjukkan bahwa –(-q^-p) -(-q) suatu
tautologi.
D. Rubrik dan soal penalaran matematika
MENGERTI
Bukti menunjukkan siswa pada dasarnya
memiliki konsep atau ide yang ditargetkan.
BELUM MENGERTI
Siswa menunjukkan kesalahan besar, konsep
atau prosedur yang salah atau kegagalan
menangani tugas.
4
Bagus:
Pencapaian Penuh
3
Pandai:
Pencapaian Pokok
2
Kecil:
Pencapaian Sebagian
1
Tak Memuaskan:
Pencapaian sedikit
Siswa menunjukkan
penalaran yang
lengkap untuk
mendukung aturan
tertentu untuk kedua
situasi.
Siswa menunjukkan
penalaran yang
memadai untuk
mendukung
setidaknya satu aturan
atau siswa mampu
memberikan
penalaran yang
lengkap untuk
mendukung peraturan
Siswa menunjukkan
penalaran tentang
aturan-aturan melalui
kata-kata atau
instrumen tetapi
alasan lemah - tes
yang tidak memadai
berbagai situasi dan
siswa hanya memiliki
satu atau dua aturan
Siswa menunjukkan
penalaran tentang
aturan-aturan melalui
kata-kata atau
instrumen tetapi
alasannya rusak - itu
menggunakan logika
yang salah atau
pernyataan tidak
masuk akal dalam
23
tertentu untuk kedua
situasi.
khusus dan tidak
menunjukkan kedua
situasi.
konteks masalah atau
alasan hanya siswa
melalui salah satu
aturan tertentu.
Contoh Butir Soal Penalaran Matematika
Soal 1
Tentukan turunan fungsi dari f(x) = x2 + 5x – 6.
Ada dua cara penyelesaian siswa, yaitu dengan menggunakan konsep limit yang
dihafalkan atau menggunakan rumus turunan. Jika siswa menggunakan
konsep limit, ia mengingat rumus turunan fungsi,
f(x) = limℎ→0
𝑓(𝑥+ℎ)−𝑓 (𝑥)
ℎ
jika siswa menggunakan rumus turunan fungsi pangkat untuk n bilangan real,
ia mengingat: Jika f(x) = axn, dengan:
a = konstantan real tidak nol, dan
n = bilangan real.
Maka, turunan fungsi f(x), adalah: f’(x) = anxn-1
hasil dari kedua cara penyelesaian diatas adalah f’(x) = 2x+5.
Soal 2
Diketahui suku banyak f(x) = x4 + 3x3 – px2 + (p + 2)x + 3 dibagi dengan (x + 2)
mengahasilkan sisa 15. Hitunglah nilai p ?
Untuk menjawab soal tersebut siswa harus memahami algoritma teorema sisa.
Menurut teorema sisa dikatakan bahwa “jika suku banyak f(x) berderajat n dibagi
dengan (x – k) maka sisanya ditentukan oleh S = f(k).” Selanjutnya siswa
dapat menghubungkan nilai konstanta 15 dengan variable p yang dinyatakan.
Penyelesaian dari soal diatas adalah sebagai berikut:
24
f(x) = x4 + 3x3 – px2 + (p + 2)x + 3 dibagi dengan (x + 2) maka sisanya
adalah 15.
S = f(1 –2) = (-2)4+3(-2)3-p(-2)+(p+2)(-2)+3 = -6p-9, karena sisanya sama
dengan 15, maka –6p – 9 = 15, sehingga diperoleh p = –4.
Soal 3
Suatu daerah berbentuk persegi panjang. Di tengah area terdapat kolam
renang berbentuk persegi panjang dengan luas 180 m2. Selisih panjang dan
lebar kolam adalah 3 m dan lebar jalan disekeliling kolam adalah 4 m. Tentukan
luas jalan itu! Untuk menyelesaikan soal tentang aplikasi persamaan kuadrat
dalam konteks kolam renang dan jalan sebagaimana diminta dalam soal,
siswa memerlukan pemahaman konsep luas persegi panjang yang dikaitkan
dengan konsep persamaan kuadrat. Siswa diharapkan mampu memisalkan
panjang dan lebar kolam dengan menggunakan variabel tertentu, misalnya
panjang kolam dengan variabel x dan lebar kolam dengan variabel y, juga
memisalkan panjang area dengan variabel p dan lebar area dengan
variabel l, kemudian siswa dapat menghubungkan variabel x dan p serta
menghubungkan variabel y dan l, serta menghubungkan keempat variabel
tersebut untuk menentukan luas jalan yang ditanyakan. Hubungan variabel-
variabel tersebut adalah :
x.y = 180 ……….(1)
x – y = 3, atau x = y + 3 ………(2)
siswa dapat mensubstitusikan pers. (2) ke pers. (1) sehingga terbentuk:
(y + 3)y = 180 atau y2 + 3y – 180 = 0 → (y + 15)(y – 12) = 0
Nilai y yang memenuhi adalah 12, sehingga x = 15.
Selanjutnya nilai y dan x disubstitusikan pada hubungan p = (x + 4) dan
25
l = y + 4 sehingga diperoleh p = 19 dan l = 16 Luas Jalan adalah = pl – xy = (19)(16) – (180) = 124 m2
Soal 4
Sebuah bilangan berupa pecahan, jika pembilangnya ditambah 2, maka nilai
pecahan itu menjadi dan jika penyebutnya dikurangi 5, maka nilai pecahan
itu menjadi . Tentukan jumlah nilai pembilang dan penyebut bilangan pecahan
tersebut!
Penyelesaian soal dapat dilakukan siswa dengan cara :
1. Memisalkan bilangan pecahan tersebut dengan 𝑥
𝑦
Jika pembilang ditambah 2 dan nilainya menjadi 1
4, dapat ditulis 𝑥+2
𝑦 = 1
4 diperoleh
4x – y + 8 = 0 atau y = 4x + 8 ……….(1)
Jika penyebutnya ditambah 5 maka nilai pecahan tersebut menjadi 1
5, sehingga
dapat dinyatakan 𝑥
𝑦−5 = 1
5, diperoleh 5x – y +5 = 0 .........(2).
2. Substitusi pers. (1) ke pers. (2) atau dengan cara eliminasi, maka diperoleh x = 3 ; y = 20.
Maka diperoleh hasil penjumlahan pembilang dan penyebut adalah x + y =23. Soal 5
Tinjau persamaan kuadrat yang berbentuk x2
+ bx + c = 0. Berapa
banyakkah persamaan demikian yang memiliki akar-akar real jika koefisien b
dan c hanya boleh dipilih dari himpunan {1, 2, 3, 4, 5, 6}.
Supaya system persamaan x2
+ bx + c = 0 memiliki akar-akar real,
diskriminannya haruslah tidak negative. Dengan demikian, b2 – 4ac ≥ 0. Karena
a = 1 maka, b2 – 4c ≥0 . Kita cacah bilangan-bilangan b dan c dalam
himpunan {1, 2, 3, 4, 5, 6} yang memenuhi hubungan tersebut.
Untuk c = 1 haruslah b2
≥ 4, sehingga b salah satu dari 2, 3, 4, 5, atau 6.
Untuk c = 2, nilai b adalah 3, 4, 5, atau 6.
Untuk nilai c = 3 dan c = 4, nilai b salah satu dari 4, 5, atau 6.
Untuk c = 5 dan 6, nilai b 5 atau 6. Jadi, banyaknya persamaan yang
memenuhi persyaratan yang diberikan adalah 5 + 4 + 3 + 3 + 2 + 2 = 19.
26
BAB III
KESIMPULAN
1. Penalaran adalah suatu proses berfikir untuk mengambil suatu kesimpulan
berdasarkan pemahaman atau pengetahuan yang telah difahami atau
diketahui dimana kesimpulan yang diketahui dapat dipertanggung
jawabkan.
2. Indikator Penalaran
a. Membuat analogi dan generalisasi
b. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
c. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi
matematika
d. Menyusun dan menguji konjektur
e. Memeriksa validitas argumen
f. Menyusun pembuktian langsung
g. Menyusun pembuktian tidak langsung
h. Memberikan contoh penyangkal
i. Mengikuti aturan enferensi
3. Jenis Penalaran
a. Penalaran deduktif merupakan penalaran yang berlangsung dari hal-hal
yang umum (generalisasi) ke hal-hal yang khusus
b. Penalaran Indutif merupakan penalaran yang berlangsung dari hal-hal
yang Khusus ke hal-hal yang umum
27
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Matematika.
Fajar. Shadiq. 2004, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi,
Widyaiswara PPPG Matematika Yogyakarta
Http/radar.ee.itb.ac.id/suksmono/lectures/el 2009/ppt/penalaran matematika/pdf
Http/file.upi.edu/D/FMIPA/Jur/Pend. Matematia/kusnaidi/Penalaran Matematika
smp/pdf
Http/educ2. Hku.ak/download 15 oktober 2010
Lither.k.2000. Mathematical Reasoning in task solving/educational studies in
mathematics 41 : 165- 190. 2000. Netherland: kluwer Academic Publisher. \
Marsigit, 2006. Matematika SMP Kelas VII. Jakarta: Yudistira.
Nurahman, Iman.. (2011). “Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Accelerated
Instruction (TAI) Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa SMP”. Pasundan Journal of Mathematics Education Jurnal. 1,
(1), 96-130.
Shofiah,S.M. (2007). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan
Konstruktivisme dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Suherman, Erman, dkk (2001). Strategi Pembelajran Matematika Kontemporer.
Bandung : JICA - UPI