448
MOONLIGHT SHADING

Moonlight shading 1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Moonlight shading 1

MOONLIGHT SHADING

Page 2: Moonlight shading 1

Part 1

Mimpi Buruk

Ini adalah takdir…..

Ini adalah kehidupan…..

Ini adalah jatidiri…..

Begitu suara itu mengatakannya. Lembut tapi sangat kuat. Malam itu sangat dingin dan diguyuri dengan hujan deras. Hujan yang membasahi semua bagian di daerah Townsville, dan aku berada di dalam ruangan yang gelap. Saat itu aku masih tujuh tahun, masih sangat kecil dan lugu. Dan dengan baju putih yang manis berhiaskan pita berwarna pink dibagian belakang dan dengan rambut kuncir kuda aku sendirian di dalam ruangan itu. Lalu terdengar lagi suara yang sama. Samar-samar. Tapi aku yakin itu suara wanita.

Moonlight Shading

2

Page 3: Moonlight shading 1

Dan aku melihat cahaya. Ada sesosok disana dan dia mengucapkan kata-kata itu lagi. Tiba-tiba angin menjadi kencang, seperti badai dan angin itu memasuki ruangan dimana aku berada.

Suara itu menghilang, angin masih berembus kencang dan aku berada di suatu tempat, tempat tinggal terakhir manusia, dan tempat paling angker sedunia ; kuburan. Banyak sekali kuburan disini. Kuburannya tidak rapi, sangat berantakkan, banyak akar-akar pohon disetiap kuburan, sepertinya tidak ada yang mengurusnya. Dan kembali suara itu terdengar. Samar-samar. Tapi semakin keras, lebih keras dan sangat keras. Dan sesosok itu mendekatiku, tak terlihat hanya berbentuk bayangan hitam yang disekelilingnya bercahaya membentuk tubuhnya yang simpal. Wanita. Itulah yang aku pikirkan.

Dan wanita itu mendekatiku, tangannya mencoba meraihku dan aku mundur sejauh mungkin. Hanya suaranya

Moonlight Shading

3

Page 4: Moonlight shading 1

yang lembut yang kudengar dan juga kata-kata yang sama. Aku ketakutan dan berusaha keras berteriak, dan teriakan keras itu membuatku menangis.

Aku terbangun. Dan berteriak, keras dan kencang. Kulihat aku sendiri, dikamar asrama. Tidak ada teman sekamarku yaitu Britany Cole. Kulihat bajuku basah karena keringat dan aku menyekanya dengan sebelah tanganku.

Aku mencoba menenangkan diri, berusaha untuk tenang. Mengambil nafas dalam-dalam lalu membuangnya dan mencoba tenang lagi. Itu adalah mimpi yang keempat kalinya dalam bulan ini. Aku mulai memimpikannya sejak sebulan yang lalu. Tepat setelah aku berusia 17 tahun – dugaanku, sejak saat itulah aku bermimpi seram. Bagiku itu mimpi buruk, karena aku selalu memimpikannya. Sama, tidak ada bedanya. Terdengar suara berisik didepan kamarku. Kudengar suara Brit memanggil namaku.

Moonlight Shading

4

Page 5: Moonlight shading 1

“Victoria, apa kau baik-baik saja?” Tanyanya cemas dari balik pintu kamarku, nyaris berteriak. Aku bangkit dan membukanya. Ruangan asrama kami luas, dan didalamnya terdapat dua kamar yang terpisah oleh ruang belajar dan ruang istirahat dengan Tv sebagai penghiburnya, kamar mandi didalam dan tentunya kami tidak dicampur dengan teman-teman pria kami.

“Yah, aku baik-baik saja.” Jawabku dengan suara setenang mungkin dan terkejut, beberapa temanku berdiri di depan pintu kamarku, berwajah pucat dan nyaris sama dengan wajahku.

“Kalian? Sedang apa?” Aku heran, panic dan suaraku serak. Kurasakan jantungku berdebar kencang. Keringat masih bercucuran.

“Kami mendengar teriakanmu, kau teriak berkali-kali. Dan itu sangat kencang.” Jawab seorang cewek berkulit hitam manis dan berambut ikal, Chloe namanya. Dan ia memelukku, memeluk

Moonlight Shading

5

Page 6: Moonlight shading 1

wajahku dengan tangannya yang hangat – karena aku merasa tubuhku sangat dingin.

“Yeah, kau tidak tahu itu?” Suara James terdengar heran. Dan semua mata memandangiku cemas.

“Sepertinya kau mimpi buruk. Mimpi apa?” James mencoba menenangkanku. James mengambilkan segelas air dan meminta aku meminumnya. Aku meminumnya, kurasa aku membutuhkannya.

“Brit, kukira kau tidak pulang. Di tempat Cher.” Ucapku mengalihkan perhatian mereka setelah aku meneguk beberapa kali.

“Ya, tadinya aku memang ingin menginap tapi aku memutuskan untuk pulang. Begitu aku berdiri didepan pintu asrama terdengar teriakanmu, lalu aku memanggil teman-teman.” Katanya datar. “Vick, apa kau yakin sudah baikan? Apa kau mau…” Ucapannya terpotong oleh aku.

Moonlight Shading

6

Page 7: Moonlight shading 1

“Sudahlah, aku baik-baik saja. Kalian pernah kan mimpi buruk. Tidak apa-apa, sungguh.” Jawabku meyakinkan mereka, walau wajah mereka sangat tidak percaya pada ucapanku.

“Baiklah kalau begitu, kalau kau butuh sesuatu kau bisa memanggil kami. Oke.” Ucap Chloe lembut.

“Thanks, Chloe.” Aku tersenyum. Semua teman-temanku akhirnya keluar. Meraka kembali kekamarnya masing-masing. Aku tidak tahu bagaimana bisa James Mchaiden, seorang pria bisa masuk ke asrama perempuan. Aku yakin, jika kepala sekolah tahu. Dia akan dikeluarkan.

Brit meminta aku merahasiakannya, karena dia yang memintanya itu karena panic mendengar aku berteriak.

Aku berusaha untuk kembali tenang. Mencoba memikirkan hal-hal lain selain mimpi buruk ini. Aku tidak ingat sudah berapa kali aku berteriak seperti tadi, dan

Moonlight Shading

7

Page 8: Moonlight shading 1

apakah itu terlalu sering mengganggu Britany? Aku tidak cukup mengingatnya.

Tapi setelah mimpi yang sama ini aku teringat dengan pengalaman burukku sepuluh tahun belakangan ini, di Townsville. Aku kembali menerawang malam itu, mengingat kisah yang sudah lama tidak teringat lagi olehku. Kenangan yang sepertinya cukup menerangkan apa yang dimaksud dalam mimpiku – mungkin. Situasi mimpiku nyaris sama dengan situasiku saat itu. Gelap dan dingin. Aku merasakan lagi ketakutan yang selama sepuluhtahun ini aku pendam dalam-dalam. Sitiuasi berbeda, tapi saat itu perasaanku sama dengan malam ini, takut, jantung berdebar dan berkeringatan. Aku tidak bisa memejamkan mata, aku keluar dari kamarku dan melihat Brit ada disana, duduk menghadap jendela dengan wajah menengadah langit – begitu terpana wajahnya – memandangi langit.

“Kau belum tidur, Vic?”

Moonlight Shading

8

Page 9: Moonlight shading 1

“Belum, kau sendiri?.” Jawabku sambil membuka pintu. Brit masih memandangi langit dari jendela kamarnya yang terbuka sebelah daun jendela saja, berwajah anak kecil dengan sinar mata yang berbinar-binar. Malam itu langit penuh bintang-bintang.

“Aku membayangkan wajahmu disana, Vic. Kau dan aku, disini New Jersy kita melewatinya. Kuliah, hang out bersama, merencanakan kuliah, memikirkan melewati hari bersama denganku...” Wajah berubah sedih sangat berharap aku tidak meninggalkannya. “Kau teman terbaikku, kau begitu berarti, jangan tinggalkan aku.” Kali ini dia memintanya.

“Brit, kita sudah membicarakannya kan. Kau tahu, aku merindukan rumah. Lagipula, ini janjiku pada ibuku. Bukankah aku akan datang ke pesta kelulusan kita? Aku akan datang.” Sergahku. Aku tahu, Brit sangat tidak senang dengan keputusanku. Tapi aku membutuhkan

Moonlight Shading

9

Page 10: Moonlight shading 1

keluargaku. Aku sangat merindukan mereka dan mereka berhutang padaku. Sesuatu yang penting.

“Yeah, aku tahu. Tapi itu artinya tetap saja kau meninggalkan aku kan?” ucapnya lirih, dalam dan penuh harapan padaku. Aku terdiam selama beberapa detik.

“Maaf, aku tidak bisa. Sudahlah. Ini sudah malam. Oh bukan, sudah pagi. Istirahatlah, ku yakin besok kau akan memerlukan tenagamu. Oke.” Jawabku santai dan kembali ke kasurku.

Aku dan Brit sudah sepuluhtahun berada di asrama sekolah, di New Jersy. Kami memang sudah bersahabat dari kecil. Tapi baru pada sekolah menengahlah kami bisa satu ruangan asrama.

Dia adalah teman sekamar yang asyik, menyenangkan dan perhatian. Aku pasti akan merindukannya. Dia berasal dari keluarga yang kaya, tapi tidak

Moonlight Shading

10

Page 11: Moonlight shading 1

bahagia. Makanya dia memilih untuk masuk ke asrama sekolah yang ada di New Jersy. Karena bosan dengan keluarganya, dia mencari ketenangan. Sudah sepuluh tahun kami menjadi sahabat, dan baru sekarang aku mengecewakannya.

Malam itu aku bisa memejamkan mata dengan tenang, tidak ada jeritan, tidak ada mimpi buruk yang sama selama satu bulan, dan tidak ada baju basah karena keringat yang mengalir deras dari tubuhku. Mimpi ini sangat menggangguku, aku tahu tentang tiap kata yang terucapkan oleh suara wanita itu, ini mengenai hidupku, dan takdirku.

Esok harinya aku masih merasa sangat tegang. Berada ditempat ramai sebenarnya sedikit menggangguku, karena banyak pasang mata memandangiku penuh heran. Setelah peristiwa semalam – teriakan dahsyat dariku yang sangat terkenal mulai tersebar di sekolah. Semua pasang mata memandangiku,

Moonlight Shading

11

Page 12: Moonlight shading 1

memperhatikanku dengan seksama dan begitu lekat.

Saat ini di sekolahku sedang sibuk mempersiapkan pesta prom. Sehingga beberapa hari belakangan ini sekolah ramai dipadati oleh siswa-siswa yang sibuk dengan dekorasi sekolah. Begitu juga dengan guru-guru di sekoalah ini. Seharusnya mereka tidak punya waktu untuk memperhatikanku.

“Brit, sedang apa kita disini?” Aku mengganggunya yang sedang membaca buku. Kami berada diperpustakaan, dan Brit begitu tenang disini.

“Well, kita berada di perpustakaan. Menurutmu kita sedang apa, Miss Victoria?” Ujarnya sedikit merendahkan suaranya dengan wajah heran dan mengangkat sebelah alisnya. Aku diam sesaat.

“Aku tidak tahu.”

“Apa?” Pekiknya. Matanya terbelalak dengan jawabanku yang sangat aneh.

Moonlight Shading

12

Page 13: Moonlight shading 1

Memang di perpustakaan pastinya aku sedang membaca tapi sekarang aku yakin aku tidak sedang membaca, malah sedang memperhatikan dengan was-was orang-orang yang memandangiku. Sepertinya teriakan semalam sangat hebat hdan benar-benar sudah tersebar luas.

“Kau sedang apa?”

“Mengamati.”

“Mengamati apa?”

“Brit, aku sudah tidak tahan. Boleh aku keluar?”

“Dengar, aku sedang mencari bahan untuk penelitianku. Kau tahu, aku sedang mengembangkan karya tulisku. Dan kau memintaku keluar?” Dia terlihat kesal dengan permintaanku. Bibirnya mengatup rapat.

“Aku saja, kau tetap disini. Aku sudah tidak tahan dengan mata-mata itu.”

Dan Brit kembali memandangi sekeliling perpustakaan sebentar. Dia

Moonlight Shading

13

Page 14: Moonlight shading 1

mengamati orang-orang yang sedang memperhatikan gerak-gerik kami. Mungkin mereka sedang menunggu aku berteriak lagi. Brit terdiam saat memandangiku lekat-lekat. Brit mengamatiku sesaat. Lalu Brit mendesah.

Aku tidak tahan, lama menunggu aksi Brit aku mulai berdiri dan meninggalkannya dan ia pun geram. Ia mengikutiku keluar dan menarik tanganku.

“Apa-apaan kau?”

“Sudah kubilang, aku tidak tahan. Sebaiknya kau kembali saja, aku membutuhkan udara segar…. Sepertinya.” Aku menarik tanganku kembali dan meninggalkan dia yang masih menatapku penuh amarah sendirian.

Dan aku menikmati kesendirianku ini, tanpa banyak pasang mata memandang dan juga perasaan yang hampir membuatku gila.

Brit kembali ke perpustakaan dan kembali membaca beberapa buku tebal

Moonlight Shading

14

Page 15: Moonlight shading 1

yang bisa memudahkannya menyelesaikan penelitiannya. Dan aku, aku hanya menelusuri jalanan ramai tapi sejuk dan menenangkan hati dan pikiranku sejenak. Aku berhenti disuatu tempat, tempat yang indah, banyak pohon yang menghiasi jalanan. Seperti taman kecil dipinggiran jalan.

Dan taman ini sangat luas, bisa digunakan untuk bermain sepak bola, ada beberapa anak kecil yang sedang bermain di taman luas ini. Dan aku hanya memandangnya penuh senyum. Pikiranku menerawang.

Pikiranku menerawang, sekilas aku membayangkan Dad dan Mom, seandainya mereka ada disini. Mendengarkan cerita tentang mimpi burukku yang sangat menggangguku.

Aku juga kembali mengingat sesuatu yang samar, sesuatu wajah yang dulu pernah begitu familier denganku. Wajah yang lembut, yang sangat manis dan pucat. Wajahnya menggambarkan

Moonlight Shading

15

Page 16: Moonlight shading 1

keadaannya saat itu, kesakitan yang teramat sangat dan ia sedikit menjerit. Wajah yang samar-samar nyaris sama dengan yang ada di mimpiku.

Aku berada di rumahku, dan itu sepuluh tahun yang lalu. Semuanya kembali pada masa sulitku itu, masa yang ingin dielakkan oleh aku dan orangtuaku namun berakhir buruk karena sekarang kenangan itu datang kembali. Menghatuiku setelah lama tertanam dalam alam bawah sadarku yang sudah lama aku lupakan selama ini, mengingatkanku lagi.

Aku tidak tahu bagaimana aku akan menemukan kenyataan ini, tentang siapa wanita yang baru pertama kali ku temui itu dan terakhir kalinya aku melihatnya merintih kesakitan. Dan mungkin semua ini ada kaitannya dengan mimpiku, karena sosok itu dengan bentuk tubuhnya yang simpal hampir mirip dengan wanita itu.

Sore sudah menjelang begitu aku tiba diruangan asrama, Brit sudah didalam. Wajahnya masih mengisyaratkan

Moonlight Shading

16

Page 17: Moonlight shading 1

kekesalan dengan sikapku tadi siang, aku hanya melihatnya sekilas lalu masuk kekamarku. Merebahkan tubuhku sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mandi dan menggantikan pakaianku dengan kaos usang dan celana panjang.

Brit masih sibuk dengan beberapa buku di meja, masih membacanya dengan seksama dan sangat serius. Hingga malam menjelang pagi akhirnya ia terlelap. Dan aku perlahan memejamkan mataku.

Siang ini James mengajak kami untuk menonton timnya bermain sepak bola. Ia sangat bersemangat siang ini, dengan teman-teman timnya James meneriaki lagu kebangsaan untuk memberinya semangat. Brit dan Chloe mengajakku untuk melihatnya dan aku menyetujuinya. Dan aku mengikut pada mereka.

Moonlight Shading

17

Page 18: Moonlight shading 1

Part 2

Perubahan Fisik

Selasa siang hari ini sangat panas, dan begitu terang aku duduk di tempat duduk penonton di lapangan football di sekolahku. Untunglah aku hanya membalutkan tubuhku dengan kaos seperempat lengan perpaduan warna biru - putih dan celana jeans yang beberapa bagiannya bolong-bolong dibagian bawah.

Aku senang duduk disini, karena aku bisa terus membaca dan mendengarkan

Moonlight Shading

18

Page 19: Moonlight shading 1

lagu di discman tanpa diganggu. Sebenarnya aku juga senang memperhatikan orang-orang yang berada di lapangan, beberapa mereka adalah pasangan, lalu para pemain football, dan pendukung dari dua kubu. Semua adalah teman sekolahku, walau aku tidak pernah benar-benar berusaha untuk akrab namun mereka sangat baik.

Aku sedang melihat bagaimana James Mchaiden sedang berlari membawa bola untuk dimasukkan ke gawang lawan. James Mchaiden sangat berbakat sekali, dia memang jagoan football di sekolahku. Banyak gadis yang sangat tergila-gila, dan sepertinya Britany cukup banyak memiliki saingan cintanya.

Dia tersenyum manis dan bahagia karena bisa memasukkan bola seorang diri. Sangat egois menurutku. Karena football dimainkan secara bertim, mengapa dia melakukannya seorang diri, tidak mengoper pada temannya malah memilih untuk bermain sendiri. Semua

Moonlight Shading

19

Page 20: Moonlight shading 1

pendukung tim James sangat girang, mereka meneriakkan nama James dan bernyanyi lagu kebangsaan mereka untuk menyemangati James. Senang sekali bisa melihat semua itu.

“Hai Miss Victoria, ayolah bergabung dengan kita. Ayo kita semangati James.” Ajak Brit – padahal dia tahu aku tidak melakukan hal-hal konyol itu, aku tidak akan berteriak untuk mendukung atau melambaikan pom-pom dengan genitnya. Brit menarik lenganku, wajahnya memohon padaku, dengan sangat.

”Tidak, aku duduk disini saja. Lagipula aku bisa melihat James dari sini. Kalian saja yang menyemangatinya.” Aku menarik lenganku dan wajahnya cemberut dengan reaksiku yang spontan itu. Wajah marahnya padaku setelah peristiwa di perpustakaan itu sudah hilang, dia tidak marah denganku lagi.

“Kau ini. Apa hebatnya buku ini? Coba ku lihat kali ini kau baca apa? Ensiklopedia?” Mataku menyipit

Moonlight Shading

20

Page 21: Moonlight shading 1

mendengar komentarnya mengenai buku yang hebat ini terlebih pertanyaannya tentang buku yang aku baca. Membuat Brit terheran-heran menatapku.

“Ada yang salah?”

“Iya, buku ini.”Katanya, sambil menunjukkan buku ku, “Buku itu jauh lebih buruk daripada buku-buku fiksi yang biasanya kau baca. Setidaknya buku itu bercerita bukan menjelaskan fenomena.” Brit terus saja menghina seperti biasa, kebiasaannya jika melihat sesuatu yang tidak disukainya dariku.

“Ensikopledia itu banyak ilmu, kan? Aku rasa bermanfaat. Dan buku fiksi biasanya, hanya hiburan bagiku. Aku senang membaca, Brit.” Jelasku, acuh. Brit menopang dagu.

“Yah, keduanya bukan jenis buku favoritku. Sudahlah, lebih baik kita bergabung dengan yang lain. Ayo.” Ajak Brit, menarik sebelah tanganku tanpa memperdulikan wajahku yang tidak

Moonlight Shading

21

Page 22: Moonlight shading 1

senang dengan sikapnya ini. Aku mendesah.

“Sudahlah, kau bermainlah. Aku akan duduk disini saja.” Aku menarik bukuku dari genggamannya, wajahnya meringis padaku.

“Baiklah kalau begitu. Aku akan turun dan berteriak mendukung James. Oh ya, kita bertemu lagi di asrama. Ok?” Ungkapnya dengan riang gembira.

Brit adalah sahabat James, mereka sudah akrab sejak pertama kali masuk asrama di sekolah menengah. Mereka juga tinggal di asrama. Brit memilih tinggal di sekolah asrama karena dia adalah korban kekerasan ayah kandungnya. Sebenarnya ibunya sudah bercerai tapi dia merasa sangat nyaman dengan tinggal di sekolah asrama, katanya karena ada aku. Dan rahasianya adalah Brit menyukai James, terlalu suka pada pria sporty ini. Hingga ia benar-benar menyukai olahraganya. Baginya hanya ada dua harta bendanya

Moonlight Shading

22

Page 23: Moonlight shading 1

yang tidak bisa digantikan uang, aku dan James.

Aku tertawa, karena dia tidak harusnya begitu memujiku. Padahal aku jarang sekali menghabiskan waktu dengannya. Aku lebih sering dikamar bermain dengan laptop, membaca buku, mendengarkan discman atau menonton televise. Kadang-kadang aku keluar asrama untuk menghibur diri.

Kalau James, dia kurang lebih hampir sama denganku. Karena kedua orangtuanya kandungnya sudah meninggal dan dia hanya tinggal dengan keluarga neneknya, dan aku tinggal dengan keluarga angkatku. Namun dia merasa tidak nyaman tinggal dengan orang-orang yang memperebutkan harta itu. Keluarga yang rumit.

Akhirnya James dan teman-teman lainnya beristirahat setelah bermain hampir satu setengah jam. Tiba-tiba James mendekatiku dan duduk disampingku. Aku

Moonlight Shading

23

Page 24: Moonlight shading 1

tetap diam, tetap tidak memperhatikan dan tetap tidak menyapa.

”Hay, apa yang kau lakukan?” Tanyanya padaku dengan membersihkan keringat ditubuhnya sambil meminum sebotol air putih.

“Membaca dan mendengarkan lagu.” Jawabku dengan cuek dan tetap tidak melihat ke arahnya.

“Kau ini, tidak sopan. Teman sedang bermain bukannya mendukung. Ya ini memang cuma permainan saja tapi seharusnya kau juga bersemangat kan? Ayolah, Vic kau harus bersenang-senang.”

Aku berdiri dan tersenyum sinis padanya, aku sudah sangat bosan mendengarkan kata-kata itu dari teman-teman sekolahku ini.

“Apa itu ajakan untuk kencan lagi? Dengar, James ini sudah yang ke limabelas kalinya kau meminta ku dan untuk ke limabelas kalinya lagi aku menolak. Terima kasih.” Jawabku dengan tenang dan sangat

Moonlight Shading

24

Page 25: Moonlight shading 1

tidak sopan. Aku mengambil tas dan memasukkan buku dan discman ku kedalamnya dan bersiap untuk pergi.

“Ayolah, Vic. Kau sudah tujuhbelas tahun sekarang, ini waktunya bersenang-senang kan? Ayolah, sekali saja. Dengan teman-teman.” Ajaknya dengan merayu padaku. Dia benar-benar bodoh, tidak tahu atau memang tidak peduli jika aku akan terus berusaha untuk menolaknya.

“Tidak, terima kasih. Aku harus beres-beres. Kau tahu kan, minggu depan aku akan pindah. Ini saatnya aku membereskan barang-barangku. Kalian saja, aku tidak apa-apa.”

“Baiklah, kau memang sangat keraskepala ya. Kalau begitu, tidak apa-apa.” Jawabnya dengan wajah kecewa. Tapi aku tidak peduli, aku terus berjalan dan meninggalkan mereka semua lalu menuju kamar asrama.

James telah mengingatkan diriku tentang usia ku sekarang. Sekarang aku

Moonlight Shading

25

Page 26: Moonlight shading 1

sudah tujuhbelas tahun, sudah memasuki usia remaja dan usia dimana aku akan mengenal diriku yang sebenarnya.

Semua berlalu begitu cepat, aku tidak tahu bagaimana aku akan mengetahui jati diriku ini. Dari seorang gadis kecil yang manis, lugu dan polos – aku tumbuh menjadi gadis remaja yang tomboy, tertutup, dan pintar. Namun, semua itu tidak membuatku tinggi hati dan aku tidak memikirkannya, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku melalui hari-hariku dengan hidup dalam angan-angan masa lalu.

Aku hanya ingat saat aku berusia tujuh tahun aku mengetahui siapa diriku sebenarnya, waktu itu aku tidak sengaja menolong temanku yang hampir saja tertabrak dijalan raya dekat sekolah. Dengan sebelah tangan yang bebas aku membuat mobil itu penyok dan rusak. Dan sebelah tanganku yang lainnya memegang erat tubuh temanku. Saat itu aku terlalu jauh darinya dan dalam hitungan detik aku sudah didekatnya dan memeluknya erat.

Moonlight Shading

26

Page 27: Moonlight shading 1

Setelah itu aku mengetahuinya semua dari kedua orangtua angkatku – yang selama tujuh tahun kukira adalah orangtua kandungku.

Dan saat itu juga aku mengetahui sesuatu yang sangat mengejutkanku. Aku memiliki darah vampire yang berasal dari kedua orangtua kandungku. Aku baru mengetahuinya bahwa orangtua yang selalu ku panggil ‘Mom’ dan ‘Dad’ itu bukanlah orangtua kandungku.

Orangtua kandungku adalah vampire dan pembasmi – yang tidak kupahami hingga sekarang, setelah aku lahir aku diberikan kepada keluarga Smith yang sekarang adalah orangtuaku. Entah aku merasa mereka memang bukan orangtuaku, tapi entah mengapa aku tidak marah, benci atau apapun. Bagiku mereka tetap orangtuaku. Sejak aku lahir hingga sekarang aku selalu bersama mereka dan aku juga sangat menyayangi mereka.

Dan wanita yang samar-samar mirip dengan sosok wanita dalam mimpiku

Moonlight Shading

27

Page 28: Moonlight shading 1

itulah yang kuketahui adalah ibu kandungku. Aku tidak tahu pasti siapa nama dan bagimana dia karena yang kuingat aku sudah di New Jersy hingga kini.

Setelah selesai berbenah – walau belum semua barang-barangku benar-benar beres. Rasa kantuk dan pegal yang teramat sangat kini menyerangku.

Tak terasa malam sudah datang, waktunya aku tidur karena seharian ini aku capek membereskan barang-barang ku. Aku tidur dikasur dekat jendela, karena sebelum tidur aku senang memandang bulan saat malam hari. Entah apa yang terjadi rasanya aku langsung terlelap begitu saja.

Malam itu sesuatu yang aneh terjadi padaku, aku merasa kedinginan, badanku mengigil dan aku membutuhkan selimut yang banyak. Aku juga mengeluarkan keringat, keringat yang deras hingga bajuku sangat basah. Aku berteriak, aku merasa kesakitan sakit sekali badanku

Moonlight Shading

28

Page 29: Moonlight shading 1

seperti ada yang menusuk-nusuk badanku. Begitu ku coba membuka mata, aku sendirian, Brit tidak pulang, dia sedang menginap lagi di asrama temannya. Aku terjatuh dari kasur dan menggenggam karpet dan tetap berteriak karena kesakitan.

Panas sekali badanku, seperti panas terbakar dan aku tidak tahan sekali. Aku mencoba bangun menuju kamar mandi tapi aku tidak bisa berdiri tegak dengan benar. Beberapa kali aku terjatuh saat mencoba untuk berdiri. Seakan aku tidak punya kaki untuk berjalan, seakan kaki yang terpasang ini hanyalah pajangan saja tidak bisa kugunakan. Aku menjerit.

Akhirnya aku kembali tergeletak dilantai dan tetap berteriak kesakitan dan juga kepanasan seperti terbakar. Sepertinya didalam tubuhku sedang terjadi sesuatu, seperti darah yang sedang mendidih atau aku tidak tahu apa itu yang jelas bagian dalam tubuhku sedang

Moonlight Shading

29

Page 30: Moonlight shading 1

bereaksi dan itu membuatku kesakitan bukan main.

Aku berharap akan ada yang mendengarkan suaraku, tapi ternyata tidak ada. Tidak ada satupun yang datang dan mendengarkan suara teriakkan ku. Tuhan, sakit sekali, apa yang terjadi.

Rasanya seperti nyawa akan dibawa dan aku akan berada di alam lain, seperti neraka. Apakah begini rasanya saat menjelang kematian? Benarkah aku akan meninggal? Tidak, ku mohon Tuhan jangan sekarang aku mohon.. Tidak disaat aku sedang penuh pertanyaan yang melanda otakku, dan tidak disaat kegalauan sedang menghampiriku. Aku masih ingin bertemu dengan orangtuaku..

Pagi itu sinar matahari menyinari semua ruang dikamarku. Aku tidak tahu apa lagi yang terjadi, saat aku terjaga aku sudah tergeletak dilantai dan mengenakan baju yang basah karena keringat dan tubuhku lemas sekali.

Moonlight Shading

30

Page 31: Moonlight shading 1

Aku langsung menuju kamar mandi, ku lihat wajahku dicermin sangat pucat, dan rambutku berantakkan. Tiba-tiba bola mataku berubah warna, aku yakin selama ini berwarna hitam sekarang berubah menjadi berwarna coklat. Aku heran, bahkan aku merasa sangat segar sekali seperti semalam aku tidak merasa kepanasan karena terbakar lagi. Aku juga merasa tubuhku begitu ringan, dan lentur.

Apa yang terjadi? Apa aku sedang mengalami perubahan fisik? Yang benar saja, tidak mungkin sampai merubah warna bola mataku. Kuputuskan untuk mandi agar aku membersihkan diriku dari baju basah dan keringat ini. Dan hari ini memilih untuk tidak mengingat apa yang terjadi padaku, abaikan saja.

Hari ini jadwalku adalah bertemu dengan orang-orang Tata Usaha, karena aku ingin menyelesaikan segala administrasi untuk bisa mengambil surat-surat kepindahanku secepatnya. Sekolah sangat ramai, memang tiga hari lagi

Moonlight Shading

31

Page 32: Moonlight shading 1

setelah hari ini akan ada upacara pelepasan murid kelas tiga, yaitu pesta prom, aku berencana untuk datang karena ini permintaan Dad dan Mom – mereka mengingankannya bahkan terlalu menginginkannya. Entah siapa biang keladinya, berita mengenai aku yang akan pindah sudah tersebar luas.

Banyak yang bertanya apakah aku tidak akan datang ke upacara? Apakah benar aku akan pindah? Benar-benar pertanyaan yang merepotkan untuk dijawab. Aku hanya menjawab dengan tersenyum, bahkan aku juga menjawab dengan satu kata seperti iya dan juga tidak.

Mereka semua sedang repot menghias semua bagian aula sekolah menjadi gedung pesta dansa. Ya temanya adalah superhero. Pesta prom ini membuat aku sedih juga, karena ini adalah pesta prom pertamaku dan juga terakhir selama aku berada di New jersy.

Moonlight Shading

32

Page 33: Moonlight shading 1

“Kudengar kau pindah? Sayang sekali.” Tanya seorang petugas Tata Usaha padaku, wanita bertubuh besar dengan wajah yang sangat tidak bersahabat menggunakan kacamat baca yang dikalungkannya. Dia sedang memasuki berkas-berkas yang harusku simpan untuk mendaftarkan di sekolah lagi yang harus di tanda tangani oleh kepala sekolah.

“Yah. Aku akan pulang ke Townsville.” Jawabku singkat dan senyum sinis merekah di wajahku. Tapi wajah itu memandangku penuh seribu tanya.

“Sayang sekali. Kau mungkin harus kembali mengulang semuanya, sayang. Baiklah, aku akan memberikan berkasmu kepada kepala sekolah agar dia bisa menanda tanganinya.”

“Apa besok aku bisa mengambilnya?” Aku menatapnya, dan berharap ia akan menjawab iya.

“Maaf, hari ini dan besok kepala sekolah tidak ada. Aku rasa kau harus

Moonlight Shading

33

Page 34: Moonlight shading 1

menundanya sampai tiga hari lagi. Aku pastikan dia akan menandatanganinya secepatnya. Bagaimana, nona?” Wajahnya tertunduk kebawah, memandangku dengan tatapan yang menyebalkan.

“Baiklah, aku akan kembali tiga hari lagi. Terima kasih. Baiklah aku akan keluar.” Aku keluar ruangan itu dan menghembuskan nafas kesal.

Aku tidak suka dengan birokrasi yang menyusahkan apalagi dengan ditambah alasan yang mematahkan harapan besar yang sudah direncanakan. Aku memandang sekeliling, banyak orang hari ini mereka sibuk mondar-mandir kesana-kemari dan menatapku seperti makhluk aneh atau alien.

Aku menuju kantin, disana ada Brit, James, Chloe dan yang lainnya yang namanya mulai ku lupakan.

“Hey Miss Victoria..” James tersenyum padaku – dan tentunya Brit ada disampingnya, terbelalak.

Moonlight Shading

34

Page 35: Moonlight shading 1

“Hay, semua.” Aku memilih duduk jauh dari tatapan ganas Brit yang mulai menggangguku. Wajahnya dingin, rahangnya mengeras menatapku, “Sedang apa?”

“Membicarakan promnite.” Jawab seseorang yang kuingat namanya Mike Lewis. Manis, putih, sporty dan tidak pelit. Dan sayangnya dia tipe playboy yang ku benci. Aku meringis.

“Wow.. Lalu?”

“Seperti biasa menebak-nebak siapa pasangan prom kita.” Mike menjawab lagi, menyeringai dan tak menggoda bagiku – senyum playboy adalah busuk.

“Kau sudah tau akan datang dengan siapa? Pasangan prom mu?” Dan semua mata memandangiku sekarang. Wajahku cemas dan bingung. Chloe tertawa renyah. James mengernyitkan dahi, Mike menopang dagunya dengan kedua tangannya menunggu jawabanku. Aku kaku.

Moonlight Shading

35

Page 36: Moonlight shading 1

“Well, masalah itu belum terpikirkan olehku. Aku sibuk berbenah, kau ada ide James?” Suaraku terdengar datar dan tenang. Bola mata James mulai berputar dan dahinya mengerut – tanda ia sedang berpikir.

“Bagaimana dengan aku? Aku belum punya pasangan? Rasanya kau punya alasan tidak menolak kali ini.” Dan neraka menantiku, Brit menatapku tajam dan wajahnya pucat. Aku menampilkan wajah yang sedang berpikir agar tidak memulai keributan yang tidak penting.

“Aku tidak tahu, mungkin akan ku pikirkan. Thanks atas usulmu.” Aku memalingkan wajahku dan mencoba untuk memilih beberapa pria dikantin.

“Kau juga bisa datang denganku, Vic?” Pria manis berkulit hitam dan sangat kuat ini tersenyum padaku. Aku ragu dengan tawarannya dan berusaha untuk bijaksana.

Moonlight Shading

36

Page 37: Moonlight shading 1

“Well,” aku mulai gugup dan bingung. “Aku benar-benar belum memikirkan apa-apa tentang prom. Maaf..” Dan kembali memberikan tanda penolakkan halus. Beberapa pria yang berada satu meja denganku merasa dirinya payah – walau sebenarnya itu berlebihan, mereka kan tidak sepayah itu – hanya saja, aku memilih tidak tertarik.

Aku meninggalkan semua kelompok anak-anak itu dan memulai kesendirianku. Memaki dalam hati dengan kebodohanku yang berkumpul sejenak dengan para pemuda liar.

Gadis remaja seperti aku yang tomboy; penyuka t-shirt, jeans dan sepatu kets, memilih untuk menghindari masalah perebutan hati dan pesona yang tidak ku sukai, dan sayangnya aku melaluinya juga. Gadis tomboy, cuek dan tidak romantic seperti aku tentu tidak menarik bagi kau Adam yang mencari teman promnya, tentu saja aku juga tidak berharap banyak. Brit

Moonlight Shading

37

Page 38: Moonlight shading 1

menghampiriku, aku tahu apa yang akan dikatakannya.

“Vicky.. Aku ingin..”

“Mengenai tawaran James? Tenang saja, aku akan menolaknya. Aku tahu, aku tahu, Brit, kau tidak usah mengkhawatirkan apa-apa. Tenang saja.” Wajahnya mulai kaget dengan kata-kataku. Aku tersenyum datar, membentuk segaris senyuman tak lebar.

“Benarkah? Aku sangat berharap dia memintaku. Tapi dia…” Brit menghentikan kalimatnya sebelum kembali sakit hati karena James mengajakku ke prom, dan aku hanya mengangkat bahuku.

“Well, apa kau sudah memintanya?”

“Tentu saja belum. Dia baru saja memintamu, dan sepertinya aku harus menunggumu menjawabnya dulu. Aku sangat terkejut tadi, kupikir dia memikirkanku.” Dan wajahnya kembali memohon, menggelengkan kepala pelan. Aku hanya menganggukkan kepala.

Moonlight Shading

38

Page 39: Moonlight shading 1

“Kalau begitu kau bisa mencobanya, aku akan menolaknya.” Secercah harapan untuknya membuat wajahnya berseri-seri.

“Eh, thanks.” Jawabnya, malu-malu.

“Tentu, Brit.” Tersenyum renyah. Tubuhnya yang ramping dan aroma parfum lavendernya telah menghilang lenyap dari sisiku, dia meninggalkanku sendirian.

Walau Brit dan James sudah bersahabat lama, Brit tidak pernah berani untuk mengutarakan isi hatinya. Selama ini ia hanya menyimpannya dan berharap James menyadarinya. Baginya menjadi pasangan James di promnite adalah langkah awalnya untuk bisa mengutarakan isi hatinya.

Setelah siang ku habiskan hanya dengan membaca dan mendengarkan music sendirian, aku kembali kekamarku. Merebahkan badanku, meletakkan kepalaku diatas bantal yang empuk, dan

Moonlight Shading

39

Page 40: Moonlight shading 1

menggulingkan tubuhku dengan guling kesayanganku.

Sebelum memutuskan untuk istirahat dan memejamkan mata kembali, aku menyempatkan untuk menelepon James dan memberitahukannya tentang penolakkan itu. Aku menimbang-nimbang ucapan yang pantas baginya, setidaknya. Suaranya sangat kecewa.

“Well, aku sudah menduganya.” Ia sedang berwajah masam – dugaanku. Baginya ini bukan yang pertama dalam setiap ajakannya untukku yang selalu berakhir penolakkan.

“Maaf, aku tidak bermaksud..”

“Tidak apa-apa. Well,” Ia kembali menahan suara kecewanya. “Kau punya pilihan lain?” Inilah yang harusnya terjadi. Aku sengaja terdiam, membuatnya menunggu dan akhirnya James mendesah.

“Entahlah, aku tidak tahu berapa banyak gadis yang belum memiliki

Moonlight Shading

40

Page 41: Moonlight shading 1

pasangan prom. Aku kan bukan pengintai, James.”

James tertawa di seberang telpon, “Yah, tentu saja, Vic.” Masih tertawa, “Bagaimana dengan Brit?”

“Brit?” Senyumku licik – tepat sekali pilihannya – gumamku, “Sepertinya ia belum punya pasangan. Kau coba saja.” Aku benar-benar berusaha agar suaraku datar dan tenang. Terdengar tawa renyah James lagi di seberang telpon.

“Baiklah.” Jawabnya, terdengar acuh – seakan James tau hanya itulah pilihannya. Dengan wajah muram – dugaanku. Hanya desahan nafasnya yang terdengar di seberang tekepon. James tampaknya benar-benar patah harapan untuk dating promnite denganku.

Ia sedikit mendesah mendengar saranku. Dan kembali menghembuskan nafasnya. Mungkin ia tidak memiliki perasaan apa-apa dengan Brit, tapi penolakkanku adalah langkah awalnya

Moonlight Shading

41

Page 42: Moonlight shading 1

agar ia bisa mengetahui perasaan Brit padanya.

“Baiklah, trims.” Dan suara kecewanya mengakhiri semua pembicaraan kami malam itu – ia menutup telepon lebih dulu dariku. Aku tidak mempermasalahkannya, yang penting aku tidak punya hutang lagi.

Hari ini, tepatnya siang tadi Brit dan beberapa teman wanitanya berbelanja. Prom tinggal menghitung hari – dan baginya mencari gaun bagus dan baru adalah kegiatan yang menyenangkan. Ia menghabiskan seharian dengan berbelanja, lengkap dari ujung kepala hingga ujung kaki, dan tak lupa untukku juga.

Aku hanya menggerutu begitu ia kembali dan menunjukkan gaun baru untukku. Tidak jelek, aku yakin dengan pilihannya. Gaun yang panjangnya hingga beberapa meter dari dengkul kakiku sangat indah. Berwarna hitam tapi berkilauan seperti manic-manik kecil yang

Moonlight Shading

42

Page 43: Moonlight shading 1

menghiasi sekitar bagian lengan dan bawah gaun. Indah. Bagus dan juga menawan. Dan tentunya aku terkesima lalu menggerutunya karena itu terlalu bagus untukku, dan ia mengomeliku separuh malamnya ini denganku.

Malam itu aku kembali memimpikan mimpi buruk itu lagi. Tetap di tempat yang sama, dengan pakaian yang sama dan juga kata-kata yang sama. Serta aku juga masih bisa melihat sosok seorang wanita dalam suara itu. Namun, yang membuat mimpi itu berbeda adalah aku melihat sosok lain. Sangat besar dan seperti pria. Aku tidak tahu pasti, karena aku tidak terlalu memperhatikannya. Sosok pria itu cepat berlalu.

Aku kembali terbangun dengan baju yang basah karena keringat, tapi aku tidak berteriak. Malam itu juga bayangan saat aku berumur tujuh tahun, saat pertama dan terakhir kalinya aku bertemu dengan ibu kandungku kembali menghiasi benakku. Saat aku melakukan sesuatu hal

Moonlight Shading

43

Page 44: Moonlight shading 1

yang tak masuk akal, saat pertama kalinya aku merasa aku berbeda dan kurasakan lagi setelah sepuluh tahun lamanya. Pikiranku kacau dengan semua bayangan masa laluku.

Aku mencoba untuk tenang sebelum akhirnya aku memutuskan untuk kembali tidur. Aku mulai memikirkan Dad dan Mom aku kembali mengingat masa indah saat ada di New Jersy ini bersama teman-temanku. Tak lama aku telah kembali terlelap, aku mulai berbaring dan memejamkan mata perlahan-lahan dan akhirnya tertidur juga.

Moonlight Shading

44

Page 45: Moonlight shading 1

Part 3

Perpisahan

Siang ini langit benar-benar cerah, setelah beberapa kali aku mengalami mimpi buruk dan juga perubahan fisik yang sangat tidak wajar aku sedikit cemas.

Sehari menjelang pesta prom aku bertingkah aneh – bukan karena grogi ini adalah prom pertamaku, tapi tingkah aneh yang membuat pasang mata akan terkesima dan terbelalak. Kadang aku berlari untuk menghampiri Brit yang

Moonlight Shading

45

Page 46: Moonlight shading 1

meninggalkan aku dengan hampir melompat.

Aku menginjakkan kaki ke tiang, lalu ke dinding dan dengan cepatnya aku berdiri didepan James dan Brit. Kedua wajah itu memandangiku penuh tanya, dan mereka melihat bagaimana gerakkan cepatku bisa sampai tepat dihadapan mereka.

“Wow, apa kau berlari, Vic?” James memandangiku dan mulai cemas dengan kondisiku.

“Tidak.”

“Lalu, barusan itu apa?”

“Well, aku hanya berjalan biasa. Aku ada disampingmu, James.” Aku menyakinkannya walau aku tahu seratus persen itu bohong.

“Tidak, kau tadi berada jauh dari kami. Dan kau sepertinya terbang, Vic?” Brit mendekatiku dengan sorot mata yang membuat bulu-bulu tanganku berdiri.

Moonlight Shading

46

Page 47: Moonlight shading 1

“Brit, aku ada dibelakangmu. Benar, dan sepertinya kau tidak memperhatikannya.”

“Benarkah?”

“Yah.”

“Sudahlah, sebaiknya kita cepat-cepat kekantin. Sepertinya aku sudah lapar.” James menarik tangan Brit dan juga lenganku. Aku menarik nafas legaku dan melangkah dengan pelan dan hati-hati.

Dihari yang sama diparkiran, saat Brit hampir saja tertabrak mobil yang hendak menyebrang menuju kafetaria sekolah. Mobil yang dikemudikan itu tidak melihat Britany yang hendak menyebrangi jalan. Jadi, begitu aku melihat dari kejauhan, aku langsung bergerak cepat seperti menjentikkan jarimu hanya sekali jentik saja dan tiba-tiba berdiri disampingnya.

Aku menarik Britany kedalam pelukanku, tubuhnya menindih tubuhku yang jatuh ke jalanan saat akhirnya aku

Moonlight Shading

47

Page 48: Moonlight shading 1

berhasil menyelamatkannya dengan ketidak seimbangan tubuhku.

Bukan kata ‘terima kasih’ yang kudapat, tapi wajah herannya yang ku terima. Semua tahu saat itu aku tidak berada di parkiran, jauh dari parkiran dan dengan hitungan detik aku sudah berada disampingnya, aku berusaha keras untuk berbohong padanya. Membuatnya yakin bahwa aku disampingnya, tapi aku yakin dia tidak akan percaya.

“Kau dimana tadi?” Desaknya.

“Aku disampingmu, Brit.”

“Tidak, kali ini aku yakin.. Vicky..” Wajahnya kembali merah panas menatapku geram.

“Brit, kau benar-benar lupa? Ayolah, kau bisa mengingatnya.” Dan ia meninggalkan aku dengan beberapa pasang mata memandangiku takut. Peristiwa sepuluh tahun silam kembali mengingatkanku, kembali hadir seolah-olah ini pertanda untukku.

Moonlight Shading

48

Page 49: Moonlight shading 1

Keesokan harinya, saat aku dan teman-temanku berada di lapangan bola untuk suatu pertandangian olehraga. Siang itu klub bola James bertanding melawan klub senior. Lapangan sangat ramai – karena kedua kubu memiliki pendukung yang banyak.

Permainan sudah dimulai beberapa menit, tapi melihat pemainnya aku merasa mereka sudah melewati permainan ini lebih dari dua jam. Tubuh yang kuat itu mulai kecapaian, nafas yang mulai terengah-engah, serta kaki yang otot-ototnya keras mulai lemas. Beberapa pemain digantikan dengan pemain cadangan lalu bermain dengan pola yang sama. Seterusnya seperti itu hingga bola terbang jauh menembus langit. Bola itu terlihat lagi tapi arahnya berubah, bola itu mengarah jalan raya melewati jaring pembatas – yang jaraknya sangat jauh.

Entah hormone apa yang mendidih dalam tubuhku yang jelas aku terlihat tidak wajar, aku mengambil bola itu

Moonlight Shading

49

Page 50: Moonlight shading 1

dengan terbang. Tubuhku ringan, aku seperti melangkah diatas awan walau itu adalah nyata tapi aku tidak berdiri, aku melayang. Terbang.

Dan aku sudah berdiri tepat ditengah jalan raya dengan memegangi bola. Beberapa mobil menekan klakson mobil mereka, dan sebuah mobil nyaris menghabisi nyawaku – mobil itu berhenti tidak jauh dari kakiku melangkah. Tubuhku gemetar dengan bola ditanganku – aku mulai panic dengan mata-mata yang sedang menatapku dari kejauhan, dan mereka mengira aku terbang.

Walau itu kenyataannya, tapi aku mulai kehilangan akal sehatku. Kakiku masih gemetar, aku masih memandang sekitar sekolah, pikiranku kabur, samar-samar dan tidak tahu harus apa. Yang terlintas hanya kembali pulang secepatnya. Air mataku membasahi wajahku, aku menangis. Dan secepat itulah aku meninggalkan sekolah.

Moonlight Shading

50

Page 51: Moonlight shading 1

Aku kembali ke kamarku, aku membereskan barang-barangku. Aku memutuskan akan pulang besok pagi. Brit menghampiriku.

“Vicky..” Teriakan itu terdengar jelas diruangan asrama kami. “Vicky, kau baik-baik saja kan? Kau sangat aneh tadi..” Wajahnya terkejut. Aku memasukkan beberapa potong pakaian yang belum ku masukkan kekoperku.

“Kau sedang apa?”

“Kau tidak lihat. Aku akan pulang.” Aku menatapnya kali ini. Dia menggeram.

“Jangan, bukankah kau janji besok akan datang ke prom? Kau janji akan datang…”

“Tidak, aku bilang aku akan datang.” Aku berteriak, bibirku terkatup rapat, wajahku tegang. Wajahnya sedih dan hampir manangis.

“Tapi.. Vicky, kumohon kau..” Ponselku bordering dan Brit melihat

Moonlight Shading

51

Page 52: Moonlight shading 1

display ponselku menampilkan ‘Mom memanggil’. Wajahnya marah menatapku.

“Kau sudah memberitahukan orangtuamu?” Aku masih membereskan baju-bajuku dan hanya memandangannya penuh penyesalan. Dia menangis. Aku memeluknya tapi ia menolaknya.

“Kau berbohong, kau ingkari janjimu padaku.”

“Kau lihatkan, apa yang baru saja terjadi? Hari ini aku tahu, semuanya mengira aku gila. Mana ada orang yang bisa terbang, hah? Tidak ada Brit.” Aku mulai memarahinya dengan kesal. Dan dia tidak mendengarkanku.

“Tapi aku tidak, aku memang tidak tahu apa yang terjadi tapi..”

“Sudahlah, itu sesuatu yang tidak bisa kau mengerti.”

“Kalau begitu jelaskan!” Brit berteriak. Aku hanya terdiam – mematikan ponselku yang masih berdering.

Moonlight Shading

52

Page 53: Moonlight shading 1

“Tidak bisa, maafkan aku..”

Wajahnya yang penuh dengan api amarah dan juga harapan kepadaku. Aku hanya bisa menggelengkan kepala, menatapnya penuh penyesalan yang sangat besar padanya. Ia dengan suara parau karena menahan air matanya yang tumpah, mengungkapkan keinginannya melihat aku tampil dengan feminim. Ia memandangi gaun yang dibelinya untukku, bola matanya berlinang dan air matanya tumpah.

“Aku dan James…” Suaranya begitu lirih ditelingaku, sangat sedih dan penuh kekecewaan. Aku sudah mengecewakannya malam ini.

“Kami akan ke prom bersama.. Kau tahu? Ia mengajakku. Dan ini sangat berarti, aku ingin melewatinya bersamamu.” Air mata itu begitu suci diwajahnya, sangat jujur dan begitu pedih untukku.

Moonlight Shading

53

Page 54: Moonlight shading 1

“Maafkan aku.. Aku benar-benar menyesal. Yah seharusnya..”

“Ku mohon..”

Suaraku tertahan – dan sepertinya suara ini tidak bisa mengeluarkan kata-kata penyesalan apapun yang sepertinya tidak bisa mengobati perih hatinya. Dan ia memalingkan wajahnya dariku.

“Vic, aku membencimu.. Kau dengar, aku membencimu..” Suara sedihnya adalah suara yang tidak ingin ku dengar. Dia meninggalkanku sendirian.

“Brit, dengarkan aku.” Dan ia membanting pintu kamarnya dengan keras. Dan air mataku pun tumpah.

Dan dengan air mata penyesalan bercampur bingung aku duduk dengan memandangi langit. Malam itu aku sendirian, Brit memilih untuk menginap diruangan asrama temannya. Aku terus saja memaki diriku, betapa bodohnya aku menunjukkan siapa diriku didepan banyak mata memandang. Aku terbang. Dan itu

Moonlight Shading

54

Page 55: Moonlight shading 1

tanpa alat apapun, aku menangkap bola dan berdiri ditengah jalan tanpa terluka sama sekali.

Aku terlelap setelah beberapa jam menangis, aku berhasil mengistirahatkan pikiran dan mataku dari kelelahan hari ini yang ingin aku lupakan. Hanya gambaran wajah kedua orangtuaku yang ada dipikiranku sekarang, berharap aku sudah berada dipelukkan mereka.

Siang itu aku memeluk Brit, erat sekali. Aku terus mengatakan maafkan aku hingga Britany untuk pertama kalinya menangis. Tentu setelah pertengkaran kami kemarin.

“Kau harus membayar mahal semua ini. Kau ingat?” Ucapnya menangis. Aku tertawa. Walau masih marah dengan kepergianku, Brit masih ingin mengantarkan kepergianku yang terburu-buru ini. Tapi aku tidak diberinya senyuman sahabat yang selalu diberikannya padaku. Aku berterimakasih

Moonlight Shading

55

Page 56: Moonlight shading 1

atas sikapnya yang sangat manis padaku, dan aku menggenggam tangannya.

“Yeah, kau bisa menagihnya nanti.” Aku kembali menata koper-koperku menuju pintu asrama. Dan Brit kembali pada kamarnya yang menyimpan gaun promku.

“Kau tahu, gaun ini sangat cantik ditubuhmu, Vic.” Suaranya parau, wajahnya sedih dan tangannya menyentuh gaun cantik, sederhana dan manis yang dipilihnya untukku.

“Maafkan aku..”

“Kau tahu? Aku benar-benar menantikannya. Bersamamu..”

“Brit, aku benar-benar…”

Brit menggelengkan kepalanya – sekilas matanya menampakkan warna merah seperti api yang berkobar. Warna kemarahan yang mendalam – dan sepertinya aku benar-benar telah melukainya.

Moonlight Shading

56

Page 57: Moonlight shading 1

“Vic, jika saja kau bisa menjelaskannya aku akan mengerti. Dan aku tidak peduli dengan pendapat mereka. Kau tahu kan?”

“Tentu saja, tapi Brit..” Suaraku tertahan ditenggorokkan, tidak bisa mengeluarkan kata-kata itu padanya. Terasa berat menceritakan apa yang terjadi terlebih mengenai siapa sahabatnya ini. Dan sepertinya ia mengerti, ia memalingkan wajah dan tangannya masih menyentuh gaun manisku.

Tak lama ibu kepala memanggilku. Taksi sudah datang. Aku keluar kamar. Memeluk ibu kepala dan beberapa guru. Brit mengantarku hingga aku naik taksi. Dia tersenyum. Manis sekali. Tak lama kemudian taksi itu sudah melaju cepat. Menghilangkan tubuhnya yang mengkilap cantik ini dari hadapan asramaku.

Rasa senang dan berdebar mulai menghantuiku. Aku selalu bertanya, sekarang bagaimana Townsville. Apa ada

Moonlight Shading

57

Page 58: Moonlight shading 1

yang berubah? Ataukah sama saja? Adrenalin ku mulai meningkat. Kurasakan diriku begitu semangat untuk segera pulang. Taksi telah tiba di bandara. Aku menurunkan barang dan mulai masuk ke ruang tunggu. Ku melihat banyak sekali orang berlalu lalang disini. Banyak yang berada di ruang tunggu, ada yang membaca koran, tidur, mengobrol dan menelepon. Aku kembali berdendang dengan discmanku.

Tak lama kemudian, waktu keberangkatanku tiba. Aku bersiap-siap mengeluarkan tiket, antri dan mulai masuk kedalam pesawat. Aku sudah menemukan tempat dudukku. dekat jendela. Aku senang. Aku berusaha membuat diriku nyaman untuk beberapa jam selama di pesawat. Akhirnya pesawat ini melaju juga setelah hampir satu jam pesawat berdiam diri. Aku telah terbang. Pesawat telah menaikkan roda-rodanya.

Aku bisa melihat New Jersy, sangat kecil. Tidak terlihat. Dan aku telah

Moonlight Shading

58

Page 59: Moonlight shading 1

meninggalkan kenangan buruk tentang jati diriku serta sahabatku yang masih menangisi kepergianku. Tak lama kemudian aku tertidur. Pulas. Dan nyenyak.

Aku tidak bermimpi tapi pikiranku melayang. Pikiranku kembali kepada tempat terindah itu. Tempat aku melewati sepuluh tahunku dengan sahabat sebaik Brit. Ditempat itu pula aku mengakhiri perpisahan ini dengan isak tangis dari sahabatku karena ulahku. Memang sangat menyakitkan ternyata – karena aku merasakannya dan aku tahu bagaimana itu bisa begitu menyakitkan bagi Brit.

Tentang kenangan terakhir yang tidak bisa kuceritakan, kenangan pahit yang telah tertanam selama sepuluh tahun lamanya yang mulai terkuak. Tidak adil aku menceritakannya dengan orang yang belum tentu bisa menerima semua ini. Yang kubutuhkan adalah rumahku, tempat dimana aku bisa bersandar, aku bisa

Moonlight Shading

59

Page 60: Moonlight shading 1

menceritakan apa yang ku alami – semuanya tak terkecuali.

Pikiran yang melayang jauh itu membuatku terbuai sesaat hingga akhirnya aku tiba di Negara Bagian Washington dengan kota kecilnya, Kota Townsville, ke rumahku tercinta.

Part 4

Moonlight Shading

60

Page 61: Moonlight shading 1

Kenyataan

Aku tiba di Port Diamond. Begitu sejuk, itulah komentar awalku tentang kota ini. Aku mengenakan kaos lengan panjang berwarna putih yang ku gulung hingga siku dan juga celana jeans tidak usang, kaos ini adalah kaos hadiah ayahku waktu aku berumur sepuluh tahun. Mom sudah menantiku, dia membawakan aku sebuah buku besar bergambar foto keluarga kami. Berwarna coklat dan berbahan kulit, terasa halus saat disentuh.

Aku memeluknya. Dia hanya tersenyum. Sesaat aku tidak ingin melepas pelukan Mom. Aku membenamkan kepalaku dalam-dalam, membiarkan Mom mengelus rambutku lembut. Mendengar detak jantungnya yang berdebar-debar.

Moonlight Shading

61

Page 62: Moonlight shading 1

“Kita pulang yah.” Bisik Mom. Lembut dan menenangkan. Aku menganggukkan kepala. Melangkah dibelakangnya dan duduk disamping kemudinya.

Tidak kulihat ayahku bersamanya, ternyata Philip, Dad ada panggilan kerja. Dia adalah Kepala Kepolisian Townsville yang sedang menangani kasus-kasus kecil yang terjadi di tengah kota kecil ini. Kota Townsville cukup dekat dengan Kota terbesar di Negara Bagian Washington, yaitu Kota Seattle.

Mom mengendarai mobil dengan kencang. Dia banyak bercerita tentang Kota Townsville. Tentang orang-orangnya yang ramah. Warga disini senang sekali mengadakan pesta untuk bersosialisasi. Kota ini memang kota kecil, tidak banyak warganya. Tapi yang kusuka adalah, kota ini penuh dengan keindahan, banyak sekali pohon dan penghijauan. Cuacanya juga sejuk, sangat nyaman sekali. Baru beberapa jam disini rasanya aku telah lama mengenal kota ini.

Moonlight Shading

62

Page 63: Moonlight shading 1

Dan yang paling penting adalah tidak adanya orang-orang New Jersy yang melihat apa yang telah ku lakukan waktu terakhir kali aku berjumpa dengan mereka. Tidak ada yang mengenaliku hingga ke pristiwa pahit yang tidak ingin ku ceritakan kepada siapapun. Hanya akan ku bagi pada keluargaku.

Tempat yang sangat nyaman, indah, mempesonaku dengan pemandangannya yang luas dan bersinar cahaya yang indah. Memang akan sangat jarang kita melihat terik siang panas ini di Kota Townsville, karena tempat ini sangat jarang sinar matahari menyinarinya. Sehingga ini membuatku begitu takjub sekali. Kami tiba dirumah.

Mom juga menceritakan tentang kehidupannya yang dilewati tanpa kehadiranku. Mereka melewati setiap hari dengan berharap suatu hari aku akan pulang, berkumpul dengan mereka dan bersama mereka. Wajahnya sangat riang, ini yang pertama bagiku, wajahnya yang

Moonlight Shading

63

Page 64: Moonlight shading 1

terakhir ia menangis waktu mengantar kepergianku dari Kota Townsville ke Negara Bagian New Jersy. Walau selama aku berada disana mereka kadang mengunjungiku.

Tidak butuh waktu lama untuk tiba dirumah dari bandara kerumahku, kami sudah berada didepan rumahku.

Aku ingat, rumah kecil yang dikelilingi pekarangan luas yang ditanami banyak sekali bunga karena ibuku sangat suka bunga. Sangat indah begitu melihatnya. Ada beberapa rumah disampingku. Terakhir kali aku datang kesini adalah waktu liburan musim panas dua tahun lalu, dan itu tidak memberikan perubahan drastic pada rumahku ini.

Dan dibelakang rumahku yang tidak besar terdapat sebuah rumah lagi. Rumah tua – yang menghadap ke arah timur, begitu sederhana dan tidak besar itu pun masih kokoh berdiri. Rumah tua ini bertingkat dua, tingkat satunya kami gunakan sebagai garasi. Dan tingkat

Moonlight Shading

64

Page 65: Moonlight shading 1

duanya hanya berupa ruangan yang cukup luas, terdapat juga beberapa perabotan rumah lainnya.

Kulihat mobil patroli sedang menuju rumahku. Itu Philip, Dad dia baru pulang dari kantornya. Dia sangat girang sekali. Dia memelukku dan juga menciumiku.

Aneh memang, tapi aku senang. Philip terlihat gagah dan tampan dengan seragamnya itu. Aku bangga. Tubuh tingginya yang menjulang, tulang pipinya yang terlihat jelas dan senyuma sinis khas polisinya. Philip Smith, ayahku.

Begitu masuk kerumah, kulihat tidak banyak yang berubah. Ruang tamu yang sangat tradisional pun masih sama, ada perapian, beberapa sofa tebal dan juga meja dengan warna yang sama yaitu coklat. Mom bilang tidak banyak yang direnovasi, hanya kamarku itu karena kamarku bocor. Aku senang. Kamar ini terlihat lebih nyaman dari yang sebelumnya. Sudah sepuluh tahun tidak berada dirumah, membuatku sangat

Moonlight Shading

65

Page 66: Moonlight shading 1

merindukan semuanya, termasuk kenangan pertama kali aku mengenal ibu kandungku.

“Dear, kamar ini masih menyimpan semuanya.” Mom memelukku erat, seperti dulu saat aku akan ke New Jersy dan saat tadi menjemputku di bandara. Kurasakan debaran jantungnya, kuat dan kencang sekali.

“Yeah, sangat bagus.” Aku duduk dipinggiran kasur dan menatap keliling kamarku. Mom menggenggam tanganku.

“Dear, aku tahu ini pasti sulit bagimu.”

“Tentu saja.”

“Kuharap kau bisa melewatinya.” Wajahnya sedih, penuh dengan kerutan-kerutan diwajahnya yang mengisyaratkan kesedihan yang mendalam seperti semua ini salahnya.

“Mom, sudahlah. Aku pulang untuk melupakannya, bukan untuk

Moonlight Shading

66

Page 67: Moonlight shading 1

membahasnya. Bisakah?” Aku memohon pada Mom. Mom hanya menganggukkan kepala lalu meninggalkan aku sendirian dikamar.

Kamar ku penuh dengan warna biru. Kasur biru muda, seprai dan selimut dengan warna yang sama biru tua. Juga ada boneka beruang lagi yang berwarna biru. Didalamnya juga ada sofa kecil yang berwarna krem, tapi tetap manis. Kamar ini memang kecil, tapi disinilah aku pernah tinggal sebelum akhirnya aku pindah ke New Jersy.

“Bagaimana New Jersy?” Dad mengagetkan aku yang sedang beres-beres. “Apa lebih indah dari Townsville?”

“Yah, memang indah. Banyak lampu yang menyinarinya jika malam tiba. Teman-teman yang asyik dan menyenangkan, kota yang ramai. Yeah, New Jersy memang bagus.” Ungkapku, acuh. Aku cuek menjawab pertanyaan Philip – Dad, mengingat terakhir aku bertemu dengannya kami bertengkar

Moonlight Shading

67

Page 68: Moonlight shading 1

hebat karena Dad tidak mengijinkan aku tetap tinggal di Townsville. Sejak itu aku dilarang keras memanggil dengan memanggil namanya.

“Terlalu liar untukku, Dad.” Imbuhku, acuh dan meneruskan membereskan barang-barangku. Dad mendekatiku, memandangiku sekilas dan menarikku dalam pelukannya. Hangat. Dad mendesis, Dad juga menggerutu tapi tidak ku hiraukan.

“Dear, kami menyayangimu. Apapun dirimu, bagi kami kau segalanya. Aku senang kau disini.” Ia memelukku dan aku memeluknya, erat dan aku tersentuh olehnya. Aneh memang rasanya, tapi ini yang aku inginkan. Merasakan kedekatan dengan orangtuaku.

Aku telah menceritakan pada Mom tentang apa yang terjadi di New Jersy, tentang kenyataan aku terbang didepan banyak pasang mata. Tentang mimpi burukku, tentang suara dan sosok wanita yang sama seperti yang pernah kulihat.

Moonlight Shading

68

Page 69: Moonlight shading 1

Mom tampak pucat namun berusaha senyum padaku saat aku menceritakan semuanya. Dan kini kulihat hal yang sama pada Dad. Pucat dan kaku. Seakan-akan Dad tahu bagaimana semua itu membuatku menderita.

Berada disamping orang-orang yang mengetahui siapa diriku – adalah sesuatu yang sangat aku butuhkan saat ini, dan hanya bisa ku dapatkan disini.

“Dengar, Dear. Kau adalah berlianku, permata hidupku dan segala-galanya bagi kami. Apapun yang telah terjadi, jangan sampai itu membuatmu berubah.” Perintah Dad. Aku meringis.

“Dad, itu tidak mungkin.” Aku melepaskan pelukan hangat yang sangat ku rindukan ini. “Aku sangat merindukan kalian, bersama kalian aku merasa nyaman dan tentram. Kalianlah yang kubutuhkan sekarang.”

Dad mencium keningku, masih memeluk tubuhku dengan kedua

Moonlight Shading

69

Page 70: Moonlight shading 1

lengannya yang kekar dan besar. Mataku berlinang air mata, dan Dad menyekanya.

“Baiklah, kau bereskan saja dulu lalu kita bisa berkumpul. Kau ingin ku bantu?”

“Tidak usah, thanks Dad.” Dad meninggalkanku yang sedang berbenah dengan barang-barangku.

Tak lama Mom memanggilku. Sepertinya ada sesuatu yang ingin ditunjukkan kepadaku. Dia membawaku ke suatu tempat. Aku dibawanya menuju rumah lain yang berada dibelakang rumahku, sedikit lebih kecil dari rumahku. Menggunakan banyak kayu dan ada jendela besar yang menarik perhatianku. Kami memasuki rumah itu, didalamnya sangat sederhana.

Rumah ini seperti ruang bawah tanah, tapi luas dan begitu terang. Tak ku sangka rumah yang baru ku masukki ini sangat bagus, begitu terbuka, terang, luas dan sederhana. Ada meja, sofa, kasur, dapur juga dan kamar mandi.

Moonlight Shading

70

Page 71: Moonlight shading 1

Aku memandangi seluruh isi dari rumah ini. Sangat sederhana, terlihat jelas ini ruangan ini pernah digunakan oleh seseorang untuk bersembunyi. Aku kagum dengan ruangan ini, hanya menggunakan bahan kayu dan berpadu dengan warna coklat ruangan ini sangat elegan. Mom memandangiku penuh senyum, dia terus melihat ekspresi senangku yang baginya itu cukup bagus.

“Disinilah ibu kandungmu, Debby tinggal disini.” Suara paraunya kini memecahkan keheningan didalam rumah ini. Aku menoleh dan sangat tercengang.

“Apa?” Ekspresi kagetku sangat terlihat jelas. Aku mendekati Mom. “Mom, kau bilang.. Ibu kandungku..” Aku terhenti sesaat hingga ibuku menimpalinya.

“Yah, dia pernah tinggal disini. Kemarilah.” Tangannya menarik lenganku dan mendudukkan ku disofa kecil yang penuh dengan debu. Mom memandangiku, ekspresi bingungnya kini membuatku takut dan merinding. Mataku pun terbelalak,

Moonlight Shading

71

Page 72: Moonlight shading 1

jantungku berdebar-debar, darah seakan mendidih didalam tubuhku.

“Maaf, selama ini aku tidak memberitahukanmu. Bahwa ibu kandungmu, yang... Pernah kau temui... Pernah tinggal disini.” Wajahnya penuh dengan penyesalan. Butir air mata siap tumpah membasahi pipinya. Alisku bertaut, mencoba mencerna dan mengerti tapi nihil.

“Bagaimana bisa, Mom?”

“Aku tahu, ini pasti terdengar tolol, tapi, Dear, percayalah. Ini nyata.” Akui Mom. Air matanya tumpah, sebelah tangannya menyeka air matanya, menatapku nanar. Dan aku, aku tergelak, tanganku bergetar, jantung lebih parah, berdebar-debar tak karuan. Pikiranku malah hilang sesaat ini.

“Jadi itu benar? Bahwa kalian orangtua angkatku?” Tanyaku, skeptic. Aku pernah diberitahu, Philip dan Sarah adalah orangtua angkatku, dan tak pernah

Moonlight Shading

72

Page 73: Moonlight shading 1

tahu siapa orangtua kandungku. Tapi aku mengabaikannya, kukira itu hanya alasan agar aku pindah ke New Jersy. Mom terkesiap.

“Yah, itu benar.” Akui Mom, sedih. Aku terkesiap.

“Ceritakan, Mom.” Kugelengkan kepalaku pelan-pelan, menelaah tapi tak dipahami. Mencoba menerima tapi sukar percaya. Tapi aku tahu, itulah faktanya. Mom memulainya. Menarik nafas dalam-dalam, berusaha tenang dan menelan ludahnya beberapa kali.

“Ibu kandungmu, Debby yang memintanya, Dear. Kami tidak bisa mengingkarinya. Debby sangat berharap kau bisa hidup dan tumbuh layaknya manusia.” Suaranya gemetaran mengucap nama itu. “Dear, disinilah ibumu bersembunyi, hidup dan juga mengawasimu. Dia hanya tinggal beberapa bulan sebelum dia akhirnya berburu untuk waktu yang lama. Setelah satu tahun lamanya dia kembali kesini.

Moonlight Shading

73

Page 74: Moonlight shading 1

Hanya untuk menemuimu.” Cerita itu dimulai dengan wajah sedih ibuku. Alisku bertaut. Berburu? Ibu kandungku adalah pemburu – tanyaku sendiri.

“Saat itu kau baru berumur lima tahun, ibumu kembali kesini. Dia tidak ingin menampakkan diri karena sejak kau lahir orangtua yang kau kenal adalah kami. Dia selalu menangis karena tidak bisa bersamamu. Dia selalu mengkhawatirkan dirimu. Semua pikirannya penuh dengan dirimu.”

“Kau tahu, setiap dia pulang berburu vampire musuhnya dia membawakanmu hadiah. Kau masih ingat hadiah-hadiah yang diberikan Philip padamu kan?” Aku menggelengkan kepala, dan tak satu katapun keluar dariku. Terasa kaku sekali lidahku. Menegang saat mendengar kata ‘vampir’ dari mulut Mom. Tapi Mom tidak memperhatikannya.

“Itu adalah hadiah darinya. Dia selalu bahagia jika melihatmu dari tempat ini. Hingga waktu terkahirnya, saat kau tahu

Moonlight Shading

74

Page 75: Moonlight shading 1

bahwa kami bukan orangtua kandungmu, yah walau nyatanya kau tidak percaya. Saat itulah... Mungkin saat yang paling buruk bagimu….” Wajahnya sedih, dan meneteskan air mata. Kedua tanganku memeluk wajahnya yang sedang menangis itu.

“Cukup mengherankan, bahwa kalian mengetahui kenyataannya tanpa sekalipun memikirkan aku.” Ucapku lirih, “Mom, aku tidak percaya kau membicarakan ini... Aku menantinya selama sepuluh tahun, dan kau baru membicarakannya sekarang? Aku bahkan tidak memiliki cukup kekuatan untuk mendengarnya sekarang.” Akui ku. Lirih dan sedih sekali, kan? Aku menggeleng lemah.

Suaraku kini melemah dan begitu lembut hingga tidak terdengar lagi. Air mataku nyaris tumpah. Mom dan Dad tahu ini salah, tapi mereka mengabaikan perasaanku.

“Dear, aku tahu itu terlalu lama. Tapi kami tidak ingin kau dalam bahaya.”

Moonlight Shading

75

Page 76: Moonlight shading 1

“Terlalu lama?” Aku mengerang. Tubuhku bangkit dari sofa tua itu, “Mom, itu sangat lama. Kau ingat bagaimana aku meminta kalian menjelaskannya tapi apa yang kalian lakukan?”

“Dear..” Wajahnya mengeluarkan air mata lagi. Suaranya parau dan tercekat.

“Yang aku tahu aku berbeda, aku bukan anak kandung kalian, dia adalah ibu kandungku. Hanya itu saja.” Ketusku. Mom menangis, “Itu pun baru kuketahui. Wanita menawan itulah ibu kandungku.”

Aku masih ingat wajahnya yang lembut dan cantik menawan itu, yang untuk pertama dan terakhir kalinya kulihat. Adalah ibu kandungku.

“Dear…”

“Kalian membawaku ke New Jersy. Dan kalian memasukkan aku ke Asrama. Dan kau tahu, selama itu aku terus menduga siapa diriku ini? Siapakah wanita itu? Ada hubungan apa dia dengan kalian? Kemana dia? Dan kau baru saja

Moonlight Shading

76

Page 77: Moonlight shading 1

memberitahukannya? Kalian bilang karena kalian tidak ingin aku dalam bahaya.” Pekkku. Aku marah dan menangis. Mom menangis hingga tubuhnya bergetar. Aku bahkan tidak rasional lagi. Mengerang dan geram.

“Dear, maafkan kami..”

“Jika saja.. Jika saja ini bukan permintaannya, kami akan memberitahukannya... Dia begitu memohon, dia meminta kami untuk merawatmu. Dia tidak ingin kau tumbuh dilingkungan yang penuh vampire yang akan mengincar nyawamu oleh vampire jahat. Setidaknya, kau memang dalam bahaya, Dear...” Suaranya semakin jelas ku dengar dan juga dengan isak tangisnya. Aku terdiam sesaat, memandangi Mom lekat-lekat.

“Dia ingin kau tumbuh dikelilingi hati manusia yang baik dan penuh kasih sayang. Menjadikanmu pembasmi yang penuh belas kasihan. Pembasmi yang murah hati.” Aku menghapus air mataku,

Moonlight Shading

77

Page 78: Moonlight shading 1

dan mulai duduk disamping ibuku lagi. Memalingkan wajahku darinya. Memandangi lurus hingga terlihat dinding crem didepanku. Pembasmi? Vampire? Berburu? Apa-apaan ini ? – lirihku, dalam hati.

“Vampir? Pembasmi? Semua hal gila itu mengalir dalam diriku? Kau serius, Mom?” tanyaku, skeptic. Mom menyeka tangisnya dengan kedua tangannya. Memandangiku sesaat dan mendesah.

“Itulah kenyataannya, Dear. Mereka memang makhluk yang ‘berbeda’.” Jelasnya dengan penekanan pada kata ‘berbeda’. Aku memalingkan wajahku, Mom bergidik.

“Tolong, Mom. Permudah saja.” Pintaku. Mom mengangguk perlahan.

“Kau bukan manusia. Kau pembasmi, seorang yang mampu membunuh vampire jahat manapun. Kaummu kuat dan hebat, terlebih lagi kau memiliki darah vampire murni, ayah kandungmu adalah vampire.”

Moonlight Shading

78

Page 79: Moonlight shading 1

Ungkap Mom. Wajahnya masih sendu memandangiku, menggenggam tanganku erat. Aku membelalakkan mataku. Ketara sekali.

“Pembasmi? Kalian pernah mengatakannya, tapi kalian belum pernah menjelaskannya padaku, Mom.” Tanyaku skeptic.

“Yah, seorang yang mampu membunuh vampire.” Ucapnya mengulang kembali. Aku terdiam, memandangi Mom lekat-lekat, “Pembasmi layaknya manusia normal. Semua yang dimilikinya hidup, normal dan sehat.”

“Pembasmi kuat, cepat dan bahkan hebat. Aku tidak tahu sejauh apa semua itu dalam kenyataannya, karena kami manusia, Dear. Dan yang kami tahu selain semua itu, bahwa kalian adalah malaikat pencabut nyawa untuk… makhluk-makhluk aneh itu.” Ungkap Mom, ragu-ragu pada kata-kata ‘makhluk-makhluk aneh itu’. Aku terkesiap.

Moonlight Shading

79

Page 80: Moonlight shading 1

Mom menceritakan, sebenarnya aku dan ibuku adalah makhluk paling hebat dalam dunia supernatural, kami memiliki kekuatan, dan aku adalah perpaduan vampire dengan darah murni seorang pembasmi. Karena itulah dalam jenis kami aku memiliki kemampuan lainnya, yaitu kami mampu mengenali vampire itu jahat atau tidak hanya dari aroma tubuhnya. Dan kami sangat berkemampuan untuk memusnahkan vampire jahat yang menyakiti manusia. Kami sangat normal dibandingkan makhluk aneh manapun.

Kami terdiam sesaat. Mencoba menelaah dan memahaminya. Mom sibuk dengan perasaan dan pikirannya sendiri. Sedih di wajahnya belum sirna. Kami terdiam sesaat.

“Bagaimana dia meninggal? Dan bahaya apa yang Mom maksud?” Aku menatapnya dalam kali ini, menyeka air matanya dari pipi putihnya. Mom terdiam selama beberapa detik.

Moonlight Shading

80

Page 81: Moonlight shading 1

“Entahlah, yang ku tahu dia tertusuk saat itu. Seluruh tubuhnya penuh dengan darah. Dia hanya bilang, seorang vampire jahat akan membakarnya. Dia tidak punya banyak waktu sebelum akhirnya kembali menemui vampire jahat itu sehingga meminta kau bertemu dengannya. Kau ingat?” Tanya Mom, “Bahayanya, ibumu takut vampire itu mengejarmu, Dear.”

Aku menggelengkan kepala lagi. Jauh dalam dunia nyata ini ternyata tersimpan kehidupan lain. Dan aku masuk kedalam golongan makhluk aneh dalam kehidupan lain itu.

“Aku ingat saat itu, wajahnya tetap tenang walau darah terus mengalir dari tubuhnya. Aroma tubuhnya juga bisa ku rasakan, sangat berbeda dengan manusia.” Akui ku. Mom mengangguk lemah, mencoba tersenyum.

“Well, dia memang berbeda.” Mom kini mulai tersenyum. “Maafkan kami, Dear… Jika saja kau tahu betapa sulitnya bagi kami merahasiakan ini selama

Moonlight Shading

81

Page 82: Moonlight shading 1

sepuluh tahun ini. Tapi kami hanya ingin kau aman selama beberapa saat. Kau harusnya tahu. Ini sangat menyiksa kami.” Keadaannya sudah normal, tidak lagi menangis dan mengeluarkan air mata. “Kau bisa ke ruangan ini kapan pun kau mau.” Ucap Mom. Aku tidak marah lagi seperti semula, aku mulai mengontrol emosiku. Bukan seratus persen salah mereka, mungkin jika aku saat itu menjadi ibu kandungku aku akan melakukan hal yang sama.

Aku berdiri, memandangi kembali ruangan itu. Aku menyentuh pinggiran kasur, dan membuka jendela yang entah sudah berapa lama tidak terbuka. Ibuku berdiri disampingku, memelukku erat dan bersama memandangi pekarangan rumah kami yang indah.

“Mom, seandainya saja aku tahu lebih awal tentangnya. Menyesal pun sekarang tidak akan berguna...” Suaraku tertahan dan tak berani ku teruskan. Mom memegangi tanganku erat.

Moonlight Shading

82

Page 83: Moonlight shading 1

“Dear, semula memang salah kami. Tidak seharusnya kami memisahkan kalian. Seandainya kami punya banyak waktu.” Ungkap Mom, “Butuh waktu bertahun-tahun bagi kami untuk hari ini. Kau mengerti, kan?”

“Tidak, bukan itu.”

“Tapi, Dear. Itulah kenyataannya. Kau pernah bertemu dengannya, melihatnya merintih kesakitan. Tapi kami tetap saja bungkam. Itu semua salah kami.” Dan air mata itu kembali membasahi wajah Mom. Aku menyekanya.

“Mom,jangan salahkan diri kalian. Baginya, kalian penyelamat. Dan ku akui, mungkin itu benar.” Aku menghapuskan air matanya yang sudah membasahi wajahnya. Dan ia tersenyum. Kami saling memandang, lama, hingga aku bisa nelihat ada dunia lain dalam mata dalam Mom.

“Matamu.. Sangat mirip dengannya. Dan senyummu, lembut dan manis seperti dia.”

Moonlight Shading

83

Page 84: Moonlight shading 1

“Benarkah?”

“Ya.”

“Kalau begitu ia tetap hidup dalam diriku. Dan aku akan selalu mengingat jelas semua kenangan itu, Mom.” Aku memeluknya, tubuhnya gemetar dan dingin. Aku hampir saja meneteskan air mata dan aku menahannya agar tidak keluar.

Kenangan pertama dan terakhir kalinya saat melihat ibu kandungku membuatku merasa sangat sedih. Sejak saat itu aku berusaha untuk tidak mengingatnya, yang ku tahu aku dipindahkan untuk melupakan semuanya hingga kenyataan kembali terkuak. Menyesal aku tidak sempat memanggilnya ‘Mom’ disaat dirinya sedang sekarat bertempur dengan maut yang akan menjemputnya dan melawan vampire jahat itu. Aku terus menatap wajahnya yang cantik itu dikamarku, terus menatapnya hingga aku tidak melupakan seperti apa wajahnya.

Moonlight Shading

84

Page 85: Moonlight shading 1

Wajahnya sangat lembut, berkulit putih, berambut panjang bergelombang dan berwarna coklat susu mengkilap indah. Aku mengira tubuhnya kecil, mungil dan begitu ringan. Senyum manisnya terlihat jelas menunjukkan rona keibuan yang begitu lembut. Bola mata berwarna biru mengkilap, berbentuk bulat dan indah. Senyumannya menampilkan gigi-giginya yang putih dan rapi. Aku tahu sekarang, hampir semua yang kumiliki ini adalah turunan langsung dari ibuku kandungku.

Dia tersenyum difoto itu, manis dan bahagia sekali. Kini aku harus benar-benar menerima seperti apa diriku, aku harus menerima bahwa diriku ini adalah setengah vampire.

Mom memberiku buku diary, yang kuketahui adalah buku diary ibu kandungku. Tulisan rapih. Aku membaca beberapa tulisannya, mencoba memahami setiap huruf yang tertulis rapih dengan pena hitamnya. Dan setelah aku membaca beberapa tulisan ibuku dibuku diarynya

Moonlight Shading

85

Page 86: Moonlight shading 1

tentang orang-orang seperti ku, aku memiliki dua kehidupan yang bisa ku lewati – istilahnya adalah pengendalian hidup, ibuku menyebutkanya – karena itulah insting kami kuat – semua anggota keluargaku, termasuk aku, jelas ibuku – setidaknya itulah kelebihan bagi keluarga kandungku. Manusia dan pembasmi.

Aku mulai merinding, buku tulis tipis bersampulkan kulit tebal berbulu tebal yang penuh dengan tulisan-tulisan ibuku untukku menerangkan tentang hal-hal yang sangat mengejutkanku. Cerita seorang pembasmi, kekuatannya, musuhnya – vampire jahat yang merajalela, segalanya yang tidak bias masuk akal logika.

Tentang bagaimana aku bisa memiliki kehidupan ganda, tentang kemampuan hebat yang ternyata akan membuat vampire manapun merinding ketakutan akan kehadiran kaum ku, serta tentang apa yang akan aku rasakan jika aku berada didekat mereka, dan juga kutukan

Moonlight Shading

86

Page 87: Moonlight shading 1

yang sebaiknya aku hindari. Tidak jatuh cinta dengan vampire.

Namun beberapa halaman khusus di tulis ibuku tentang pertemuannya dengan keluarga Smith. Saat itu ibuku, Debby, dalam keadaan sekarat. Mom menemukannya ditengah jalan menuju Pantai Glory. Wajahnya pucat dan tubuhnya berdarah. Yang mengejutkan, wanita itu hamil. Mom dan Dad merawatnya hingga akhirnya bayi itu lahir. Wanita itu, Debby, tak sadarkan diri selama beberapa hari.

Setelah akhirnya Debby sadar, ia menceritakan banyak hal yang mengejutkan. Hal-hal yang hanya perlu diketahui mereka saja. Hal-hal yang entah mengapa malah jauh mencintaiku dari sebelumnya. Mom dan Dad tersadar akan banyak keheranan yang terjadi sejak bertemu dengan Debby dan melihat proses melahirkan yang tidak normal pada manusia.

Moonlight Shading

87

Page 88: Moonlight shading 1

Debby, menjelaskan akan siapa dirinya, akan jadi apa anak kecil mungil itu kelak. Menjelaskan bagaimana merawat bayi pembasmi yang awal pertumbuhan sangat cepat daripada manusia umumnya. Dan benar, Mom dan Dad menerimanya dengan senang hati dan ikhlas. Aku tersentuh. Kurasakan sesuatu yang hangat menetes di pipiku. Hangat. Air mataku. Sejak awal Mom dan Dad sudah mencintaiku, menyayangiku dan merawatku dengan kasih sayang.

Aku membersihkan ruangan ini, entah untuk apa tapi aku ingin membuatnya sangat bersih dan tidak berdebu. Aku membayangkan ibuku, Debby berada disana tersenyum padaku dan melambaikan tangan padaku. Tapi itu hanya terjadi didalam halusinasiku saja.

Dad dan Mom menyiapkan makan malam yang sempurna. Begitu banyak makanan enak terhidang dimeja makan. Ku lihat tidak ada lagi wajah cemas, sedih, khawatir dan bingung dimeja makan. Yang

Moonlight Shading

88

Page 89: Moonlight shading 1

ada tawa canda kami, senyuman manis kami dan juga gurauan hangat mereka. Aku tidak ingin membahasnya, bagiku semua sudah jelas.

Dad terlihat mengusai dirinya. Mom bilang, Dad tidak ingin kenyataan yang terpendam dalam dirinya mencuta lagi. Itu adalah momen yang kalau bisa ingin dihapusnya, tapi Mom sadar, mereka harus memberitahukannya padaku. Mungkin, jika aku tidak setegar Mom, maka aku akan selemah Dad.

Aku pembasmi, aku berdarah vampire, bagiku itu tidak penting. Mom dan Dad menyayangiku. Menerimaku dengan segala hal ‘berbeda-ku’. Bagiku itu jauh lebih penting. Tidak melupakannya hanya saja kami memilih – itu masa lalu sekarang kami keluarga seutuhnya – dan aku sangat senang.

Mereka memintaku untuk menceritakan beberapa hal yang belum mereka ketahui, seperti keadaan asrama dan sekolahku yang beberapa bulan lalu

Moonlight Shading

89

Page 90: Moonlight shading 1

baru selesai direnovasi. Juga dengan adanya taman belakang di asrama yang cukup luas dan indah. Sudah sekitar dua tahun Mom dan Dad tidak mengunjungiku ke asrama, mereka sedang sibuk – dan aku tidak memaksakan mereka jika memang mereka tidak bisa datang ke New Jersy.

“Kami sangat senang kau bisa ada disini, Dear.” Mom memandangiku penuh bahagia. Sebelah tangannya mengusap lembut puncak telapak tanganku. Tidak tampak lagi kesedihan diwajahnya yang berbentuk hati.

“Yah, tentu saja.”

“Tapi sayang sekali, pesta promnya tidak kau lalui.” Dan wajah Dad kembali memandangiku serius. Sedikit meringis.

“Ayolah, Dad.” Rengekku. Ku pasang wajah masam kuat-kuat. Dad mendesah. Alasan ku senang tidak menghadiri promnite atau pesta-pesta resmi hanya satu. Berpenampilan wanita. Menggunakan gaun, ber-make up, tampil elegan. Aku

Moonlight Shading

90

Page 91: Moonlight shading 1

tidak masalah dengan menggunakan rok, hanya saja jika itu dibutuhkan. Tapi dalam pesat, tampil elegan dengan gaun indah berkelap-kelip adalah suka cita – dan neraka bagiku – semua orang.

“Dengar, itu adalah moment yang paling berharga Dear. Kau harusnya senang bisa melewatinya. Sayang sekali kau melewatinya, Dear..”

“Tentu, Mom. Tapi tidak dengan semua mata yang memandangiku takut.” Aku geram, wajah Mom dan Dad kembali menegang. Ku sunggingkan senyuman segaris tak bersalah.

“Sudahlah, bukankah kita berjanji tidak akan membahasnya? Lebih baik kita buat rencana malam ini. Dear, kau mau melakukan apa?” Pinta Dad. Dad menyentuh pergelangan tanganku.

Kami memutuskan untuk tidak membicarakan peristiwa yang terjadi di New Jersy, tentang kenyataan yang begitu pahit bagiku. Tentang prom nite yang tidak

Moonlight Shading

91

Page 92: Moonlight shading 1

pernah terjadi dalam hidupku juga tentang peristiwa yang mengundang puluhan pasang mata dengan tingkahku – yang bagi puluhan pasang mata itu tidak lazim terjadi.

Dad dan Mom masih berpikir untuk melakukan kegiatan lain dimalam ini, yang bisa kami lakukan bersama-sama. Sesaat aku berpikir, memutar bola mataku, mengerutkan keningku dan akhirnya mengangkat bahuku.

“Well, apa saja yang biasa kalian lakukan.”

Wajah Dad nampak bingung, bola matanya berputar sedang berpikir. Ia sekilas tampak bingung ingin melakukan apa bersamaku malam ini. Wajah tampan Dad berubah menjadi wajah tua yang penuh dengan kerutan dikeningnya. Dan Mom tersenyum girang.

“Baiklah, bagaimana dengan menonton video-video liburan musim panas.” Mom sangat girang sekali, ia

Moonlight Shading

92

Page 93: Moonlight shading 1

terkekeh saat melihat wajah Dad yang penuh kebingungan. Kedua mataku mengikuti gerak gerik Mom, memandangi wajahnya yang berseri-seri. Mom membawa semua piring kotor untuk dicuci, membiarkan air mengucur deras membasahi piring-piring kotor dan mulai membilasnya – tetap dengan wajah yang terkekeh melihat Dad kebingungan.

“Video musim panas?” Wajahku sama bingungnya dengan Dad, dan Mom semakin tertawa melihat ekspresi kami. “Apa kita punya video itu, Mom?” Kembali suaraku penasaran. Mom hanya tersenyum geli melihat aku dan Dad bingung.

Video itu telah dieditnya bersama dengan teman kerjanya yang sangat ahli dibidangnya. Beberapa video liburan musim panas kami telah dieditnya.

“Aku meminta Chris untuk membantuku.” Mom mulai mencari-cari kaset video itu. Dan wajahnya sangat sumringah begitu menemukannya, Dad hanya memandangnya dengan wajah

Moonlight Shading

93

Page 94: Moonlight shading 1

heran bercampur bingung. Lalu memasangkannya diplayer video dan mulailah semua video-video itu. Dad dan aku sudah duduk manis disofa panjang, dan Mom masih sibuk dengan video-video itu.

Aku sangat senang melewati malam pertamaku dengan keluargaku. Tawa dan canda kami berhamburan, sudah lama aku tidak merasakannya. Aku sangat terhanyut dalam suasana ini dan tidak ingin melewatkannya lagi.

Beberapa kali Dad merangkul pundakku dengan tangannya yang kekar itu. Dan juga menciumi pundak kepalaku dan mengelus lembut rambut panjangku ini. Mom juga, menggenggam tanganku, menciumi telapak tanganku.

Hal yang tidak pernah kudapatkan selama sepuluh tahun lalu, malam ini aku mendapatkannya. Dan aku benar-benar menikmatinya.

Moonlight Shading

94

Page 95: Moonlight shading 1

Di tempat yang paling aman bagiku dan juga tempat yang paling ingin ku lalui dengan orang-orang tercintaku – disinilah aku ingin menghabiskan banyak waktu dengan kasih sayang yang mereka berikan layaknya aku benar-benar anak mereka. Ini suatu anugerah yang tidak akan pernah ku sesali telah mendapatkannya.

Moonlight Shading

95

Page 96: Moonlight shading 1

Part 5

Pembunuhan

Malam itu di pusat Kota Townsville, udara begitu dingin dan sejuk. Langit pun juga mendung. Di suatu tempat, tidak jauh dari pantai Glory Beach di daerah Marine Land yang terkenal itu di Kota Townsville terdapat sebuah museum. Museum yang megah dan besar, satu-satunya di Townsville. Museum itu sudah sepi, karena sudah ditutup oleh dua orang penjaga.

Moonlight Shading

96

Page 97: Moonlight shading 1

Museum yang letaknya ditengah-tengah tapi ia lebih tepatnya menyentuh bagian daerah kota.

Dua penjaga itu sedang giliran menjaga museum dengan temannya yang tadi pagi menjaga. Suasana begitu mencengkram di tempat itu. Dua penjaga berkeliling melihat dan mengunci semua bagian yang belum dikunci. Mereka berpindah, dari lantai satu ke lantai dua dan seterusnya. Lalu salah satu penjaga merasa merinding, dia seperti mendengar suara. Samar-samar. Tapi dia yakin itu suara sesuatu benda yang sedang berjalan. Dia mencoba mencarinya ditiap lantai tapi tidak tahu dimana suara itu.

“Kenapa? Apa yang kau cari?” Tanya temannya yang heran melihat Dean seperti mencari sesuatu.

“Suara. Kau dengar suara itu?” Jawab Dean dengan yakin. Seorang temannya mencoba mendengar suara-suara aneh yang di dengar Dean. Tapi nihil.

Moonlight Shading

97

Page 98: Moonlight shading 1

“Suara apa? Aku tidak dengar. Sudahlah, kau sedang mengigau.” Jawab seorang penjaga lainnya dengan santai. Lalu suara itu mendekat, kali ini lebih kencang. Kedua penjaga itu sekarang mendengarnya. Mereka semakin ketakutan karena suara itu benar-benar mendekat. Tapi tidak tahu akan datang dari mana, karena suaranya juga berpindah-pindah.

“Halo… Siapa disana?” tanya Dean pada suara itu. Tidak ada jawaban, mereka semakin ketakutan lalu lari dan bersembunyi disuatu ruang yang gelap.

Ternyata suara itu tahu kemana mereka bersembunyi. Suara itu mendekati mereka lagi. Semakin dekat. Dan dekat sekali. Kedua penjaga itu berpegangan, mereka berdoa. Sepertinya suara itu ada di depan pintu ruangan itu. Kedua penjaga terus melangkah mundur dan akhirnya tidak bisa bergerak lagi. Pintu itu dikunci, mereka yakin sekali. Tapi tiba-tiba terbuka. Ada tiga orang yang terlihat bentuk

Moonlight Shading

98

Page 99: Moonlight shading 1

tubuhnya simpal dan langssing, wajahnya tidak terlihat jelas karena ruangan ini gelap, dan ketiganya berdiri di depan pintu. Mereka berbicara dengan bahasanya. Dengan suara yang tidak jelas dan cepat. Kedua penjaga itu tidak tahu mereka laki-laki atau perempuan.

Mereka memohon untuk tidak dibunuh, karena ketiga makhluk aneh itu mendekati mereka sehingga tidak ada jarak diantara mereka. Ya mereka berdiri didepan matanya. Dekat. Sangat dekat. Nafasnya pun terasa dingin, dan berbeda. Tiga perempuan dengan mata merah tajam dan penuh nafsu membunuh. Cantik dan seksi. Elegan dan menawan sekali.

“A… Apa mau… Ka…. Lian?” Tanya Dean dengan suaranya yang tercekat karena ketakutan. Dean mengamati ketiga makhluk cantik dan menawan dengan tubuh beku mereka didepan matanya. Tubuh mereka simpal, mulut mereka menganga lebar dan tampak sangat kehausan.

Moonlight Shading

99

Page 100: Moonlight shading 1

“Apa mau kami? Kau mau tahu?” Jawab salah satu makhluk itu.

“Kau yakin akan memberikannya?” Dia bertanya lagi. Beberapa mulai menyentuh teman Dean. Lalu Dean diam-diam mengambil kayu dan memukul kepala makhluk yang sedang berdiri didepannya. Makhluk itu mulai geram dan mencekik lehernya dengan kuku yang panjang dan tajam.

“Bex, jangan lakukan itu. Ingat dia makanan kita. Sopanlah sedikit.” Sergah temannya meminta kepada makhluk itu, Bex bersikap kasar pada mangsa mereka.

“Kapan kita akan memakan mereka. Aku sudah lapar sekali. Vix, jawablah.” Tanya makhluk yang bernama Bex itu. Matanya tajam menatap para satpam yang kini sudah tak berdaya dalam cengkraman para vampire itu.

“Secepatnya, jika malam benar-benar tiba. Kita tidak bisa memakan mereka sekarang. Kau tahu kan, kita masih

Moonlight Shading

100

Page 101: Moonlight shading 1

lemah.” Jawab Vix, santai. Matanya mengamati langit lekat-lekat.

“Yeah, Bex kali ini kau dengarkan saja apa kata Vix.” Ucap seorang teman mereka juga, namanya Kron. Dia sedang menyentuh semua bagian dari kedua penjaga dengan jarinya. Terlihat senang dan puas. Padahal kedua penjaga itu ketakutan bukan main.

“Kron, jangan lakukan itu. Berbaiklah kepada makanan kita malam ini. Sepertinya waktunya akan tiba.” Ucap Vix dengan nada suara monoton. Ketiganya kini semakin ganas dan mendekati dua penjaga itu. Mulut terbuka lebar, kedua tangan tiga makhluk cantik itu melengkung dan hendak menerkam dua penjaga, dan tatapan mata yang penuh dengan nafsu membunuh. Kedua penjaga itu ketakutan lagi dan berusaha lari. Ya mereka akhirnya bisa lari dari mereka. Mereka berlari mengelilingi gedung itu mencari tempat dan juga telepon.

Moonlight Shading

101

Page 102: Moonlight shading 1

“Makhluk apa itu? Mereka menyeramkan.” Ucap salah satu penjaga itu. “Aku tidak tahu. Mereka bukan manusia. Kanibal. Pemakan manusia. Ayo kita temukan telepon dan juga pintu keluar.” Jawab Dean sambil berlari. Ternyata makhluk itu tidak tinggal diam. Mereka sudah mengepung mereka. Di loby, kedua penjaga itu terkepung tidak bisa bergerak.

“Kalian pintar juga. Lari dari kami dan berusaha keluar.” Bex mendekati mereka. Berjalan elok dan anggun. “Yeah, tapi kalian juga bodoh. Kami tentu akan mengejar kalian.” Lanjut Bex mendekati kedua penjaga itu.

“Sudahlah, jangan bermain-main lagi. Sudah waktunya. Ayo kita makan saja mereka.” Vix memulai untuk mencengkram dan mencekik leher mereka. Lalu Kron menusukkan jari tangannya kedalam perut Dean. Dean dan temannya sudah mati. Lalu makhluk itu mulai menghisap darah. Meminum darah

Moonlight Shading

102

Page 103: Moonlight shading 1

dua penjaga tersebut tanpa sisa setetespun.

Dalam waktu sekejap tak terhitung, kedua penjaga itu sudah meninggal. Ketiga makhluk itu dengan cepat menghisab darah mereka sehingga mereka menjadi kaku dan pucat lalu meninggal.

Yang tertinggal di tubuh kedua penjaga itu adalah tubuh yang penuh luka dari jari makhluk itu dan juga bekas gigitan dari makhluk itu. Ketiga makhluk itu sudah puas, dan pergi meninggalkan museum dan mayat itu. Museum itu telah berubah menjadi museum berdarah – sejak peristiwa ini diketahui masyarakat.

Peristiwa ini menyebar sangat cepat, semua masyarakat sudah mengetahuinya dan melihat kondisi museum itu. Menyeramkan dan sangat jahat, itulah beberapa komentar dari sebagian orang yang telah melihatnya. Museum itu ditutup sementara oleh kepolisian dan pihak museum sendiri. Dad menangani kasus ini,

Moonlight Shading

103

Page 104: Moonlight shading 1

begitu berita itu tersebar Dad langsung meluncur ke museum dan memastikan mayatnya tidak disentuh siapapun.

Acara nonton kami tertunda. Mom dan Dad meyakinkanku untuk istirahat. Aku melihat wajah Dad begitu khawatir dan cemas. Seperti wajah polisi yang baru saja mendengar ada peristiwa pembunuhan besar. Dan benar, pembunuhan terjadi di sebuah museum tua yang terkenal di Kota Townville. Ku dengar ini pertama kalinya ada peristiwa naas yang menimpa Townsville. Apalagi ini peristiwa yang sangat menyeramkan.

Sebagai Kepala Kepolisian Townsville, Dad sangat bertanggungjawab dengan peritiwa ini. Memang tidak secara langsung, tapi karena itulah ia merasa sangat perlu mengambil alih sebagai polisi nomor satu di Kota Townsville.

Pesan Dad pada kami untuk mengunci semua pintu, dan juga menutup setiap jendela. Jangan keluar jika Dad belum kembali dan juga selalu siaga. Dad

Moonlight Shading

104

Page 105: Moonlight shading 1

juga meminta beberapa orang polisi penjaga untuk menjaga dirumah kami. Sekarang tubuh tinggi, wajah sangar tanpa senyum dan suara tegas khas polisi terlihat jelas diwajahnya. Sangat tegas.

Untuk beberapa hari Dad masih terus menjaga museum berdarah – sebutan yang aku beri sendiri. Museum itu masih diberi garis pembatas kepolisian, beberapa polisi, tim forensic, dan tim penyidik juga ikut memeriksanya. Peristiwa ini sangat menarik perhatian masyarakat, mereka berbondong-bondong ke museum untuk meliahat museum berdarah yang sekarang sudah melegenda.

Part 6

Pertemuan Pertama

Moonlight Shading

105

Page 106: Moonlight shading 1

Pagi itu terasa dingin. Seperti pisau yang menusuk tajam kekulitku. Ku lihat langit tidak terlalu mendung, walau sebenarnya di Kota Townsville memang jarang sekali sinar matahari menyinarinya. Aku sangat kecapean menunggu Dad pulang sehingga tidak tahu kapan Dad pulang semalam dari – museum berdarah itu.

Pagi sebelum Dad berangkat kembali ke museum, dia memberikan aku hadiah. Aku masih sat tertidur. Dan dengan tenangnya Dad membangunkan aku dengan membunyikan klaokson mobil tepat dibawah jendela kamarku.

Aku terbangun, ku lihat dia tersenyum bangga. Mobil besar atau biasa dikenal dengan sebutan Jeep berwarna hitam dan merah itu berada dipekarangan

Moonlight Shading

106

Page 107: Moonlight shading 1

rumah kami. Modelnya sangat sederhana tidak banyak hiasan atau gambar-gambar, didalamnya terdapat dua bangku depan dan satu bangku lebar dibelakang.

Warnanya sangat elegan dan mewah serta jok nya yang luas. Suaranya sangat keras sekali, hingga bisa membangunkan seluruh tetangga.

“Bagaimana? Kau suka?” Cengir Dad bangga menunjukkan mobil itu padaku. Aku masih tercengang melihat mobil Jeep dengan model tua tapi warna elegan membuatnya seperti mobil baru. Dad terlihat puas sekali dengan menunjukkan mobil itu padaku. Mobil Jeep yang paling ku inginkan selama ini. Mobil yang paling menarik perhatianku dari apapun.

“Kau membangunkan aku pagi-pagi hanya untuk ini? Dad, kau buang-buang waktu. Jika menurutmu menaiki Jeep ini lalu kau bisa menangkap pelaku kejahatan yang sedang kau cari itu, bermimpilah.” Aku mengejeknya. Dad kaget dan terdiam.

Moonlight Shading

107

Page 108: Moonlight shading 1

“Dear, ini bukan untukku. Ini untukmu. Lihatlah.” Dad memaksaku melihatnya, menarik lenganku dan mendirikan aku tepat didepan mobil Jeep itu. Padahal pagi itu aku masih menggunakan piyama. Aku terkejut. Aku melihat sekeliling mobil tersebut. Mulutku masih menganga. Dad terus mengamati, melihatku mengelilingi Jeep tua elegan itu. Seakan mengerti tatapan sekilasku padanya, Dad kembali menyengir.

“Aku membelinya dari teman sekolahku, namanya Don. Dia memperbaiki mesin dan bodynya. Aku sudah mencobanya. Sumpah, ini sangat keren sekali.” Ucapnya bahagia. Aku hanya terus menatap tak berkedip. Ku coba menyalakan, suara mesinnya sangat bagus sekali.

“Dad, ini keren sekali. Kau tahu?” Aku tetap senang dan bahagia. Sesekali aku berteriak. “Darimana kau tahu aku suka Jeep?”

Moonlight Shading

108

Page 109: Moonlight shading 1

“Mom yang mengatakannya. Ku dengar kau tertarik dengan Jeep, selama di asrama kau tidak mungkin menaikinya kan. Cobalah.” Pintanya. Dengan cepatnya aku menyalakan mesin Jeep, ku deru suara mesin hingga meraung-raung mengganggu tetanggaku. Aku mengendarai Jeep tersebut. Mencoba untuk mengendarainya mengelilingi kompleks. Keren dan hebat sekali Jeep ini. Aku benar-benar menyukainya. Ku peluk Philip erat ku cium pipinya dari dalam mobil. Dia terlihat sangat senang aku menyukai hadiah darinya.

“Ini keluaran tahun berapa?”

“Sekitar tahun 90’an sepertinya.”

“Wow, keren..”

“Kau suka, Dear?” Dad memandangiku dengan wajah yang benar-benar puas dan juga girang. Aku memberinya tawa cengiran.

“Dad, ini bagus sekali.” Ia membantuku membuka pintunya – karena

Moonlight Shading

109

Page 110: Moonlight shading 1

aku kesulitan untuk membukanya. Kulihat Dad sedikit malu saat melihat ekspresi senangku – yang seharusnya tidak ia rasakan.

“Aku suka, sangat menyukainya.”

Dan aku sangat bersemangat dengan hadiah dari Dad, hadiah yang belum pernah ku impikan tapi sangat ku inginkan. Dad memberiku cengirannya, ia sudah yakin aku benar-benar menyukainya.

“Well, Dear.. Happy birthday…” Bisiknya dengan senyum manisnya, “Maaf, seharusnya hadiah ini datang lebih awal.”

“Dad, tenanglah. Mau sekarang atau tidak aku tetap menyukainya. Thanks.” Seruku. Ini adalah hadiah ulang tahun yang paling ku suka. Sebenarnya ulang tahunku dua bulan yang lalu. Aku sekali lagi memeluknya erat sekali. Dad orang yang paling tahu bahwa aku menyayanginya, tentu saja, siapa yang bisa seperti mereka, menjaga dan merawat anak dengan status

Moonlight Shading

110

Page 111: Moonlight shading 1

‘supernatural’ dalam dirinya – itulah istilah yang ku buat sendiri.

Dad masih memelukku, pikirannya entah kemana tapi dia tahu, aku saying padanya, dan kami tahu bukan masalah lagi tentang satusku itu. Dad dia memutuskan untuk berangkat kerja. Aku melihat wajahnya kembali panic dan kaku.

“Aku harus ke museum.”

“Kau masih mengusut kasus itu, Dad?”

“Yah, dan sepertinya ini memakan waktu. Kau cepatlah bersiap-siap. Dan ingat, ini adalah hari pertamamu kembali sekolah.” Jari telunjukknya berdiri tegak didepan mataku – seolah-olah memberikan peringatan padaku yang pernah bertingkah nakal.

“Yeah, kembali sekolah.” Jawabku sedikit jengkel. Belum sempat Dad menjawab, kulihat mobil Volvo silver berhenti didepan pekarangan rumah kami. Sosok tampan dan rupawan terlihat saat

Moonlight Shading

111

Page 112: Moonlight shading 1

membuka pintu dan berjalan medekati Dad. Sesuatu seperti menusukku. Selangkah aku mundur, tepat dibelakang bahu Dad. Aku bergetar saat matanya sekilas memandangiku.

Senyumnya menawan, rambutnya pirang keemasan dan kulitnya pucat – sangat tidak biasa sekali, bagiku. Tingginya beda beberapa senti dari Dad, tegap dan ramah. Tersenyum padaku. Tatapannya dingin, matanya biru, rahangnya mengeras dan memberikan reaksi berlebihan padaku. Aku sedikit mengejang saat melihat tatapannya. Dingin dan kaku.

“Kau sudah datang, Lionel?” Tanya Dad, masih memelukku dan tersenyum ramah pada pria tampan itu. Pria itu menyeringai. Tubuh tegapnya berdiri tidak jauh dari posisi kami berpelukan.

“Yah. Apa aku terlalu cepat?” Tanyanya, lembut. Suaranya lembut dan lantang. Matanya masih mengawasiku. Aku menyeringai.

Moonlight Shading

112

Page 113: Moonlight shading 1

“Tidak. Aku baru saja akan bersiap-siap kerumahmu.” Balas Dad, masih memelukku dalam posisi miring.

“Jeep yang bagus, hah?” Tanyanya. Tidak menjawab pernyataan Dad. Wajahnya kini memandangiku, lembut tapi dalam. “Mobil yang bagus, young lady.” Godanya padaku. Aku menyeringai.

Dad melepaskan pelukannya, memandangiku tajam lalu mencium keningku dengan lembut dan akhirnya mengelus lembut rambutku.

“Well, kau bersiap-siaplah. Kau harus bersikap manis. Oke.” Pinta Dad, menyeringai.

“Dad, aku bukan anak nakal.” Jawabku sedikit mencela Dad. Dad tertawa. Melangkah mendekati pria yang dipanggil Dad Lionel tersebut. Sekilas kulihat Lionel memandangiku lalu tersenyum saat melangkah bersama Dad. Aku memasuki rumah begitu Dad berangkat dengan pria tampan itu,

Moonlight Shading

113

Page 114: Moonlight shading 1

menaiki tangga, bersiap-siap untuk berangkat dan memulai sarapan serealku dengan santai.

Hari ini adalah hari pertama ku masuk sekolah. Mom dan Dad yang mengurusnya, aku mengulang sekolah menengahku di kota tua ini. Karena Mom dan Dad ingin aku beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orangnya – yang seharusnya sangat tidak ku butuhkan.

Aku akan mulai menjalani hari-hariku sebagai siswa di Townsville Senior High School – kembali menjadi siswa – akibat pindah sekolah. Di sekolah ini aku akan memulai semuanya. Dan akan memperbaruinya tanpa ada yang mengetahui masa laluku.

Saat itu kampus sangat ramai, banyak mahasiswa berdatangan. Aku mengendarai Jeep baruku dengan kencang, ku tekan gas sehingga menimbulkan suara bising dan mengeluarkan asap mobil yang lebat hingga berasap tebal.

Moonlight Shading

114

Page 115: Moonlight shading 1

Aku agak bergaya, kumenggunakan Jeep seperti sedang akan melakukan kegiatan OffRoad. Seakan jalanan menuju sekoalhku penuh dengan jalanan bebatuan. Aku sedang memarkir Jeepku dan aku menggunakan rem dengan sangat pakem waktu memarkirnya, dan semua mata melihat kearahku. Aku yakin mereka mengira aku adalah seorang laki-laki pembalap. Begitu aku turun dari Jeepku, aku membiarkan rambut panjang berwarna coklat ku ini terurai hingga rambutku berterbangan karena angin pagi itu. Debu asap Jeep ku masih berterbangan di udara dan sedikit membuatku terbatuk.

Sekolah ini memiliki parkiran yang lumayan besar, banyak sekali mobil yang terparkir dari berbagai merk mobil. Diparkiran juga masih ada beberapa siswa yang berkumpul bersama dengan teman-temannya – dan tentunya masih memandangiku dengan penuh takjub, heran dan juga bingung.

Moonlight Shading

115

Page 116: Moonlight shading 1

Kulangkahkan kaki kuperlahan. Melihat sekeliling dan mengabaikan tatapan penuh tanya dan takjub orang-orang. Gedung tua bergaya elagan dan besar ini terlihat sangat megah. Ada beberapa bangunan sama dan megah juga tempat untuk kelas dan ruangan lainnya. Ada beberapa kantin terbuka di tiap-tiap bangunan itu. Parkian di tiap-tiap bangunan sama luas dan cukup untuk setiap kendaraan.

Langkah kakiku terhenti. Udara berubah saat aku berdiri masih di parkiran. Angin saat itu benar-benar menusuk kulitku. Seorang pria bertubuh besar dan berwajah galak sedang memperhatikanku. Aku melihatnya, hanya sekilas. Tatapan yang sangat dingin, tajam dan seakan-akan ingin menerkanku. Ku rasakan sesuatu sedang menusuk kulitku. Aku sangat kesakitan sebenarnya. Sejak melihat orang itu aku merasa gelisah. Aku berjalan masuk menuju lorong kampus dan seseorang mendekatiku.

Moonlight Shading

116

Page 117: Moonlight shading 1

“Hay, kau Victoria Smith?” Tanya gadis berambut hitam panjang dengan senyum manisnya. Wajahnya halus dan mulus sama dengan kulitnya. “Gladys Moore, kau bisa memanggilku Glad. Kau kupanggil Vic saja ya?” Tanyanya lugu. Aku tersenyum dan kusambut tangannya yang hangat. Padahal aku yakin aku sedang merasa kedinginan yang begitu luar biasa. Glad, teman pertamaku mulai mengoceh tentang sekolah baru ku.

Perempuan ini sangat modis, rambut pirang strawbery panjangnya tergerai lepas, baju putih lengan pendeknya yang tertutupi dengan rompi berwarna hitam, dan juga dengan jeans hitamnya yang membentuk paha dan kakinya. Suaranya begitu nyaring hingga setiap orang yang melewati kami pasti akan berpaling sesaat.

“Kau bisa memanggilku, Vicky. Oh ya, dimana ruang gurunya? Aku harus kesana, biasa urusan sekolah…” ucapku terpotong oleh pernyataannya yang cenderung bergosip tentang sekolah dan orang-

Moonlight Shading

117

Page 118: Moonlight shading 1

orangnya. Aku tercengang sesaat, takjub sekaligus bingung.

“…mereka semua adalah para muda-mudi yang cukup keren. Kau pasti akan betah disini. Dan, oh ya, kau harus tahu di sekolah ini banyak sekali cowok-cook tampan dan berkelas. Kurasa kau akan senang jika kau…” Glad berceloteh sendirian. Membicarakan apa yang sebenarnya tidak ku butuhkan. Gald tidak memperhatikan aku yang sebenarnya tidak senang dengan celotehnya. Aku memotong perkataannya.

“Sorry.. Dimana ruang gurunya?” Tanyaku mengulang. Mengabaikan wajahnya yang cemberut karena aku mengabaikannya pernyataan gosipnya yang sebenarnya tidak benar-benar kudengar.

“Ahh… baiklah.” Suaranya yang nyaring membuatku terkejut sesaat. Glad menarik tanganku.

Moonlight Shading

118

Page 119: Moonlight shading 1

“Oh itu ada diujung sana. Biar ku antar.” Ajak Glad padaku. Dia ramah dan baik padaku. Dia memulai pembicaraan padaku. Bertanya dimana aku tinggal dan aku dari mana asalku, dan dari pembicaraan kami itu aku tahu dia juga junior yang sekelas denganku.

Dia cukup terkenal sepertinya, karena banyak yang memanggilnya dan menyapanya dan sesekali Glad berbicara pada orang yang memanggilnya.

“Ini dia ruang gurunya. Kau tahu, kau sangat dinantikan disini. Ku dengar tadi pagi kau membawa Jeep? Benarkah? Kau akan menjadi berita besar. Bagaimana dengan wawancara? Pasti menyenangkan.” Ucapnya berbisik, matanya masih mengawasi orang-orang yang menatapku. Aku kaget dan menggelengkan kepala.

“Jangan, sepertinya aku tidak tertarik dengan berita-berita. Kau mengerti kan?”

Moonlight Shading

119

Page 120: Moonlight shading 1

“Tidak apa-apa, semua sangat menyukainya. Apalagi aksimu tadi pagi begitu terkenal. Kau membawa Jeep itu seperti seorang pembalap. Keren sekali.” Ucapnya bangga, antusias dan berteriak. Aku terdiam, cewek ini tipe penyuka banyak berbicara. Sepertinya memang reporter adalah pekerjaan yang cocok dengannya. Aku meninggalkannya, menuju ruang guru dan mulai mengurus segala keperluan administrasi. Ku lihat tubuh rampingnya melangkah jauh dari tempat kami tadi. Berjalan cepat dan melenggang seakan-akan sedang fashion show.

Siang itu aku ada jadwal pelajaran Bahasa Inggris. Aku duduk sendiri di bangku taman, udara begitu sejuk dan tenang. Keramaian membahana di tengah taman. Siswa-siswa lainnya tertawa, bercanda dan saling mengejek. Dan aku seperti biasa, mendengarkan dicsman, membaca buku dan makan makanan ringan.

Moonlight Shading

120

Page 121: Moonlight shading 1

Entah mengapa rasa gelisah mulai menusuk kulitku. Kurasakan hawa yang tadi pagi kurasakan, dingin, sakit seperti kulit ditusuk pisau dan juga gelisah. Lagi-lagi aku melihat sosok pria bertubuh besar dan berwajah jutek itu. Dia menatapku dalam, kali ini dia bersama seorang wanita. Cantik dan seksi, wanita itu berambut pirang keemasan panjang dan tergerai. Aku menduga mereka sepasang kekasih, karena mereka bergandengan tangan.

Tatapan mereka penuh dengan kengerian yang mendalam. Rasa terganggung dengan hadirnya aku.

Mereka terus menatapku tajam. Tak lama Gladys mendekatiku dengan teman-temannya yang membuyarkan perhatianku terhadap sepasang sejoli itu.

“Hay, kau sendirian?” Tanyanya basa-basi. Dan beberapa temannya memandangiku dari balik tubuhnya yang simpal dan tinggi.

Moonlight Shading

121

Page 122: Moonlight shading 1

“Yah, ada apa? Siapa mereka?”

“Mereka adalah teman-temanku, club redaksi juga. Baik kuperkenalkan. Cewek berambut cepak ini, dia Jenifer Shell, satu angkatan dengan kita.” Glad memperkenalkan. Jen begitu Glad memanggilnya, menjulurkan tangannya untuk bersalaman. Jen menyeringai.

“Hay, Vic. Kau bisa memanggilku Jen. Kau angkatan baru, kan? Kita akan selalu sekelas.” Dia manis dan terlihat begitu modis dan gayanya yang cukup tomboy.

Dengan mengenakan kaos lengan panjang berwarna biru muda, rambut cepaknya yang bermodel tidak beraturan, dan tubuhnya yang tidak gemuk tapi berisi ini berdiri dihadapanku.

“Jadi kau wanita yang sedang dibicarakan itu?” Aku memandanginya penuh tanya dan Jen mengerti artinya. Ia duduk dibalik meja yang ada dihadapanku, meletakkan beberapa buku yang

Moonlight Shading

122

Page 123: Moonlight shading 1

dibawanya dan kembali memandangiku. Nyaris melotot padaku.

“Kau tidak tahu? Aksimu tadi pagi, wow…. Keren.” Wajahnya berseri-seri penuh takjub dan bangga dengan aksiku itu – seolah ia melihatnya sendiri. Senyum puas dan bangga tampak jelas di wajahnya.

“Dengar, aku tidak bermaksud untuk pamer.”

“Yah, mungkin saja.”

“Jadi ku mohon kau tidak membahasnya lagi. Aku terganggu.”

“Hmm.. Sayang sekali kalau begitu. Setidaknya kau bisa membantu menaikkan pamor klub redaksi kami.” Jen masih terus mengoceh tentang kekesalannya padaku. Aku meringis, jengkel dan mengabaikan ocehannya.

Kulihat wajahnya tidak suka dengan permintaanku, memang aku merasakannya, semua mata

Moonlight Shading

123

Page 124: Moonlight shading 1

memandangiku dengan sangat menggangguku – mengingatkanku tentang kenangan pahit di New Jersy. Glad kembali memperkenalkan teman satu klubnya padaku. Kali ini seorang laki-laki.

“Sudahlah, Jen. Jangan bicara terlalu banyak.” Potong Glad. Melirik pria berkulit hitam di sebelahnya. Pria itu menyeringai lebar sekali, giginya putih dan bersih – baguslah.

“Lalu, pria berkulit hitam dan sangat sporty itu dia adalah Steve Harver. Pemain Football, dan dia kapten. Hati-hati dia orang yang sangat senang mencari pendukung. Kau tahu, dia calon ketua redaksi tahun ini.” Glad memperkenalkan Steve padaku. Matanya kini menatap Steve, tatapan kurang senang karena posisinya akan di gantikan.

“Glad, sudahlah kau jangan bilang begitu. Hay, aku Steve. Senang berkenalan denganmu. Kau dari New Jersy, kan? Wow, pasti menyenangkan.” Dia ramah dan sangat bersahabat. Aku tersenyum dan

Moonlight Shading

124

Page 125: Moonlight shading 1

mengenalkan diri. Tubuhnya mulai bergerak duduk disebelahku.

Terlihat jelas dari gayanya yang begitu santai dan tenang – khas cowok penyuka olahraga. Pakaiannya juga mengisyaratkan identitasnya, ia memakai kaos lengan pendek berwarna hitam yang bertuliskan kesenangannya dengan olahraga.

“Yah, New Jersy terlihat membosankan bagiku. Karena aku tidak suka berada disana.” Bantahku, acuhkan kedua matanya yang mengawasiku. Steve mengernyitkan dahinya.

“Mengapa?”

“Entahlah, aku tidak suka. Mungkin kau juga akan muak jika terlalu lama disana.” Jelasku masih menjelekkan New Jersy. Aku beralasan agar bisa segera melupakan kenangan pahit yang tidak akan ku sebut-sebut lagi. Dan Steve masih sangat antusias dengan rasa penasarannya terhadap New Jesry, aku

Moonlight Shading

125

Page 126: Moonlight shading 1

menceritakan beberapa tanpa kenangan pahit itu. Mengenai tempat-tempat yang banyak untuk bermesum ria, dimana semua pria memandang rendah seorang cewek. Aku tidak banyak berkeliaran. Hanya di asrama dan sekolah paling jauh taman terdekat yang hanya berjarak 100 meter dari sekolah.

Kami berempat banyak berbincang, tentunya tentang Townsville Senior High School, karena aku masih sangat buta sekali tentang lingkungan ini. Aku menyimak semua teman-teman baruku. Glad, tampak senang dan antusias dengan kegiatan berbicara banyak.

Kulihat pria bertubuh besar dan jutek itu dengan pacarnya yang seksi kali ini menambah temannya. Kali ini mereka bersama sepasang lagi, yang satu pria dengan berambut coklat kekuningan dengan model rambut berantakkan dibagian depan wajahnya sedikit mengembang bersama seorang wanita

Moonlight Shading

126

Page 127: Moonlight shading 1

kalem berambut coklat madu seperti kayu tapi lebih gelap lagi dan manis menatapku.

Wajah mereka sangat sempurna tampan dan cantiknya; hidung mancung, mata yang besar dan tegas, kulit yang hanya dengan melihatnya saja seperti satin dan putih, rambutnya pirang keemasan dan coklat madu, sangat berbeda sekali –wajar saja banyak yang sangat iri melihat mereka.

Aku merasakan lagi hawa dingin dan kulit terasa seperti ditusuk pisau dan rasa nyeri. Mereka benar-benar menatapku tajam. Aku mencoba mengalihkan pandanganku dari mereka.

“Vic, kau kenapa? Apa ada masalah?” Tanya Glad heran karena sikapku yang gelisah ini. Pembicaraannya terpotong dengan ulahku. Aku meliriknya.

“Glad, apa kau tahu siapa mereka?”

“Yeah, mereka Lomax bersaudara dan kekasihnya.” Jen melirik. Wajahnya tidak suka. Matanya menyipit dan

Moonlight Shading

127

Page 128: Moonlight shading 1

menghela nafas panjang. Mereka mengenakan warna baju yang senada dan satu warna. Terlihat dari jauh, baju-baju mereka sangat bermerek.

Memang gaya mereka jauh berbeda dari semua orang yang ada di sekolah ini. Mereka memiliki fashion yang sangat tinggi sekali, selera fashionnya sangat bagus. Yang harganya pun kelewat mahal bahkan untuk ukuranku pun itu masih sangat mahal. Sangat jelas kesenjangan social diantara kami dengan anak-anak keluarga Lomax – seperti cerita telenovela tentang perbedaan antara miskin dan kaya.

Aku teringat dengan pria tubuh besar yang tadi pagi hingga sekarang masih memandangiku, mengingat mobil yang mereka bawa hari ini – Porsche silver model terbaru. Jelas mereka keluarga kaya.

“Kau tahu, Lomax bersaudara itu sangat cantik dan ganteng. Ayahnya, Tuan Lomax sangat tampan. Dia seorang

Moonlight Shading

128

Page 129: Moonlight shading 1

detektif dan pengacara handal. Ibunya, wow cantik sekali. Dia seorang dokter ternama juga. Orangtua mereka sangat popular. Mereka memiliki tiga anak, dan dua calon menantu. Begitu yang ku dengar.” Jelas Jen detail. Wajahnya masih jutek tidak suka dengan Lomax bersaudara itu. Steve pun terkekeh-kekeh mendengar suara Jen yang sepertinya sedikit iri.

“Wanita yang berambut panjang bergelombang pirang keemasan dan seksi itu, dia Evelyn Lomax. Sedangkan pria bertubuh besar dan botak itu Joan Jackson, dia adalah pacar Evelyn.” Jelas Jen sekali lagi. Kembali menghela nafas panjang-panjang. Kali ini Steve memulainya.

“Yeah, mereka jarang sekali bergabung dengan kita. Kau tahu, mereka tidak suka kami mendekatinya. Mereka sangat penyendiri.” Steve ketus. Dan Jen memulai aksinya untuk menjelaskan.

“Oh ya, sepasang lagi, wanita yang berambut sebahu dengan potongan layer dan berponi coklat madu itu dan mungil,

Moonlight Shading

129

Page 130: Moonlight shading 1

dia Julia Lomax. Memang manis dan sangat lincah tapi kau harus hati-hati. Terkadang saat sedang belajar dia begitu kritis hingga guru-guru kehabisan akal. Terlalu cerdas, begitu guru-guru menilai. Kekasihnya, Lucca Ward adalah tipe pria yang kalem dan pendiam, jarang sekali kulihat dia tertawa dan berbicara pada orang lain. Tapi dia sangat santai jika kami mendekatinya.” Jelas Jen untuk terakhir kalinya. Glad memandangi mereka dengan pandangan iri bercampur jengkel karena penampilan Glad tidak bisa ditandingi oleh mereka.

“Intinya, Lomax benar-benar menjaga jarak dengan kita. Kami tidak tahu, bagaimana dengan kekasih mereka tapi yang ku dengar, mereka tinggal satu rumah.” Jelas Glad. Aku tergelak. Aku memandangi mereka satu persatu, lalu datang pria tampan berkulit putih dan menawan itu. Tubuhnya tinggi menjulang, wajahnya luar biasa sempurna tampannya, rambut coklat madu yang sangat tidak lazim dikalangan remaja ditata berdiri dan

Moonlight Shading

130

Page 131: Moonlight shading 1

bermodelkan Spike, kulitnya putih – sama dengan semua saudaranya.

“Dan... Dia siapa?” Tanyaku terbata-bata. Glad mulai salah tingkah saat melihat pria itu datang. Kuamati wajah tampan pria itu. Sesuatu mendesir dalam diriku, sesuatu berdetak saat tatapan pria itu dan aku bertaut. Dan seakan bisa merasakannya, pria itu bergeming juga.

“Itu Matthew Lomax, anak kedua Tuan Lomax. Yang kutahu dia orang yang paling anti perempuan. Kau mau dandan seperti apa pun itu, dia tidak akan melirikmu. Tidak akan.” Kudengar kekecewaannya yang mendalam.

“Apa kau pernah merasakannya?” Aku memandangi Glad serius. Dia terperanjat kaget mendengarnya.

“Kau tidak akan mau mendengarnya, Vic.” Ejek Steve dengan puas. Sebelah tangannya menyenggol tangan Glad. Aku mulai penasaran dan mulai memaksa Jen untuk bercerita. Akhirnya aku tahu, Glad

Moonlight Shading

131

Page 132: Moonlight shading 1

pernah menarik perhatian Matthew untuk meliriknya. Tapi yang terjadi adalah, tak sedetik pun, tak sedikit pun Matthew meliriknya.

Yang terjadi malah, Mattew menghindarinya saat Glad hendak mendekatinya, dan Glad mengejarnya namun Mattew telah menghilang.

Aku tertawa, sangat terbahak-bahak dan wajah Glad mulai memerah karena marah. Steve, pria yang berkulit hitam manis itu masih terkekeh-kekeh saat melihat reaksiku yang tertawa terbahak-bahak. Dan Jen, ia pun menahan tawanya dengan kedua tangannya – yang akhir tidak tahan lalu mengikutiku menertawakan Glad.

Aku, Glad, Jen dan Steve adalah siswa junior, dengan pengecualian aku mengulang kembali. Kami pada semester ini mengambil mata pelajaran yang sama. Mereka juga menceritakan bahwa Lomax tidak pernah mengikuti kegiatan apapun di sekolah.

Moonlight Shading

132

Page 133: Moonlight shading 1

“Mereka tidak pintar bergaul.” Gerutu Steve, acuh. Matanya menatapku seakan-akan dia sedang memperingatkan aku tentang keluarga Lomax.

“Yah, aku setuju. Mereka lebih senang berkoloni begitu. Memangnya kami ini virus penyakit yang berbahaya apa? Sehingga mereka harus menjauhi kami.” Sindir Jen, tampak dengan wajah jijiknya.

“Sebaiknya kau juga menghindari mereka, Vic.” Seru Steve. Mengingatkan ku. Wajahnya tampak tidak senang, “Bukan karena aku iri, jelas sekali mereka sangat aneh, kan?”

“Tentu saja. Terlalu aneh untuk manusia.” Imbuh Jen, nyengir. Glad pun tertawa.

“Apa maksud kalian?”

“Lihatlah, rambut mereka pirang keemasan dan coklat madu. Wajah mereka sangat sempurna, cantik dan tampan sekali. Tubuh mereka tinggi, ramping dan tegap. Dan sorot mata mereka, sorot mata

Moonlight Shading

133

Page 134: Moonlight shading 1

tajam yang tak bisa di artikan. Dan berwarna lain. Setahuku ada yang berwarna biru, kuning terang dan hijau.” Jelas Jen, wajahnya kini sangat serius sekali, membelalak padaku.

“Aku rasa itu hanya karena sinar matahari saja.”

“Tidak, Victoria.” Sergah Glad, “Mata mereka berbeda. Kadang mereka berwarna kuning kecoklatan, lalu berubah menjadi biru menyala atau hijau. Aku pernah melihatnya dari dekat, dekat sekali.”

“Bisa saja mereka menggunakan kontak lens.” Bantahku. Tetap menutupi kenyataan.

“Yah bisa jadi, tapi apa tidak menyakitkan jika selama satu minggu kau harus mengganti dua kali kontak lens? Satu kali pasang saja sudah nyeri.” Sergah Jen.

“Mungkin mereka lebih suka begitu.”

Moonlight Shading

134

Page 135: Moonlight shading 1

“Kau menyukai mereka?” Tanya Steve skeptis, mengejutkanku. Aku tersentak kaget.

“Dari tadi kau seperti membela mereka, Vic.”

“Tidak, aku tidak membela. Aku hanya ingin menganggapnya secara rasional. Itu saja.” Jawabku tegas, aku menatap Steve dan yang lainnya dengan sikap tegas dan memaksa.

“Rasanya aku tidak melihat keanehan dalam diri mereka. Kalian terlalu melebihkan saja.” Imbuhku, galak. Dalam hati aku berujar padahal aku tahu dengan jelas siapa mereka. Dari menyadari kehadiran mereka saja aku sudah menebak. Dingin menusuk ini karena kehadiran mereka.

Sebenarnya aku berusaha membuat kondisi senormal mungkin, aku tidak yakin bahwa mereka adalah makhluk normal, tapi tentu saja aku tidak bisa mengungkapkannya didepan mereka.

Moonlight Shading

135

Page 136: Moonlight shading 1

“Baiklah, santai saja, Vic. Aku mengerti, oke? Santailah.” Seru Steve, mengangkat kedua tangannya seperti menyerah pada sekelompok polisi yang sedang berdiri didepannya.

Steve dan Jen masih semangat menceritakan tentang keluarga Lomax. Mereka hanya datang dan kuliah lalu pulang. Tidak pernah satu kali pun ikut berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Evelyn, Joan adalah siswa senior untuk jurusan Sains. Julia dan Lucca adalah siswa junior juga namun mereka berbeda kelas dengan kami. Sedangkan, Matthew dari penjelasan beberapa orang disini aku tahu kalau kami akan sekelas karena Matthew adalah junior.

Keluarga Jen, Glad dan Steve ternyata cukup kenal dengan keluargaku. Sehingga mereka tidak merasa canggung dengan keberadaanku. Aku juga tidak terlalu heran – karena Dad adalah kepala kepolisian yang itu membuatnya terkenal. Mereka menanyaiku tentang kasus pembunuhan

Moonlight Shading

136

Page 137: Moonlight shading 1

itu – museum berdarah. Aku tidak banyak bercerita karena Dad belum mengatakan apa-apa. Kisah yang sangat menyakitkan, pembunuhan berdarah dingin yang tidak pandang bulu.

Entah mengapa aku merasa Lomax sedang melihat ke arahku, pria itu juga menatap dingin padaku. Pria yang kuketahui bernama Matthew itu menatapku tajam. Diikuti dengan anggota keluarganya, semua memandangiku dengan tatapan tanpa arti jelas. Beberapa jutek, kaku dan dingin. Dan ada juga tampak marah dan siap menerkamku.

Pikiranku terlalu penuh. Semua sosok sempurna yang kehadirannya sangat menggangguku membuatku tidak rasional. Kehadiran mereka menggangguku. Aku seperti lemah dan tak berdaya, hanya dengan sekali tatap dari tatapan mereka semua.

Aku lagi-lagi gelisah. Sangat dingin. Aku berdiri dan meninggalkan teman-teman. Aku berlari dan menuju kamar

Moonlight Shading

137

Page 138: Moonlight shading 1

mandi. Sangat tertekan sekali, hawa yang begitu dingin dan menusuk ini benar-benar menyiksaku. Aku berkali-kali memuntahkan mualku. Glad dan Jen menungguiku diluar kamar mandi, ia beberapa kali memanggilku namun aku mengabaikannya.

Setelah aku merasa mualku telah hilang aku meminta mereka untuk tidak khawatir. Dan aku berusaha untuk istirahat sejenak – duduk dibangku lorong kamar mandi dan tak lama kemudian memutuskan pulang kerumah.

Part 7

Perkenalan

Moonlight Shading

138

Page 139: Moonlight shading 1

Sore itu cuaca sangat buruk. Hujan sepertinya akan turun. Langit terlihat begitu gelap dan udara begitu dingin. Langit mengeluarkan gledeknya beberapa kali. Setelah peristiwa itu aku tidak bisa melanjutkan kegiatan di kampus. Mom baru pulang dari kantornya.

“Kau sudah pulang? Bagaimana dengan sekolah? Dear, ini hari pertamamu.” Ucapnya dengan nada kesalnya padaku. Matanya mengawasiku seksama. Dahinya berkerut.

“Mom, maafkan aku.” Aku memperhatikannya dengan penuh bimbang. “Sepertinya aku sakit.”

“Kau sakit?”

Moonlight Shading

139

Page 140: Moonlight shading 1

“Yah, tapi tidak parah. Hanya mual dan pusing.” Wajahnya masih cemas dengan melihat postur tubuhku. Mom mendekatiku, menyentuh keningku.

“Sebaiknya kau istirahat, Dear.”

Aku hanya menganggukkan kepala, dan tidak mengatakan apa-apa karena aku takut membuatnya khawatir dengan apa yang terjadi. Aku diam dan tidak cerita. Aku memilih untuk tidak menceritakan tentang kehadiran vampire yang kurasakan tadi, aku masih bimbang dengan keputusanku itu.

Aku kembali kerumah tua ibuku – sebutan baru bagi rumah itu, mencari beberapa buku yang bisa ku baca.

Dan aku menemukan buku itu. Buku tebal berwarna coklat gelap, buku yang penuh teori tentang semuanya. Dan aku juga menemukan apa yang aku cari. Perasaan gelisah, merasakan hawa dingin yang menyengat, serta gelisah akan sesuatu hal itu merupakan perasaan

Moonlight Shading

140

Page 141: Moonlight shading 1

dimana seorang penangkap vampir atau pembasmi sedang merasakan keberadaan makhluk jahat itu dan yang membuatku tercengang adalah perubahan fisik, yang pernah terjadi padaku beberapa hari lalu.

Perubahan fisik itu adalah tanda awal bagi setiap pembasmi. Dan dengan terjadinya perubahan fisik itu, maka selamanya kekuatan pembasmi menjadi permanen dalam diriku. Pembasmi muda – istilah ilmiah dalam dunia supernatural ini, adalah tingkatan aal bagi para pembasmi dan itulah yang terjadi padaku.

Pembasmi muda masih sangat membutuhkan bimbingan, pembasmi muda masih sangat lemah dan tak berdaya jika berhadapan dengan vampire. Dan setiap tahunnya – pembasmi yang telah mengalami perubahan fisik – akan selalu bertambah kuat. Aku menggelengkan kepalaku, seakan tidak percaya apa yang sebenarnya sedang aku lalui dalam hidupku.

Moonlight Shading

141

Page 142: Moonlight shading 1

Pembasmi jauh lebih kuat, cepat dan cekatan dalam menumpas musuh terlebih lagi dalam dunia supernatural. Pembasmi jauh lebih unggul. Keutamaan pembasmi – selain memiliki kelebihan yang berbeda – adalah tidak muda terluka. Artinya, luka sekecil atau bahkan sebesar apapun akan cepat sembuh. Karena daya tahan tubuh pembasmi yang jauh dari kata ‘normal’ bagi makhluk-makhluk lain.

Aku kaku, ku baca lagi dan aku terdiam. Setidaknya aku harus meyakinkan bahwa keluarga Lomax bukanlah sekumpulan vampire jahat yang akan memburu manusia. Atau bahkan memburuku juga, itu jika mereka mampu berdekatan denganku.

Itulah perasaan yang kurasakan saat melihat keluarga Lomax itu, aku bisa mengenali mereka hanya dari aroma tubuh mereka – yang kuyakini aku belum ahli dalam hal penciuman bau. Dan aku bisa saja mual jika aku terlalu sering berdekatan dengan mereka, bagi vampire

Moonlight Shading

142

Page 143: Moonlight shading 1

lainnya aku adalah ancaman terbesar mereka. Bagi mereka aku adalah malaikat pencabut nyawa yang sewaktu-waktu bisa mengambil nyawa mereka sesuka hatiku.

Sedangkan bagiku, mereka adalah malaikat pencabut nyawa juga, semakin lama aku semakin tertekan. Merasakan kehadiran mereka saja sudah menyakiti semua organ tubuhku. Apalagi aku akan sering bertemu mereka.

Dan yang paling menarik adalah tulisan ibuku di buku diarinya. Ia mengatakan tentang kenyataan yang mengagetkanku. Ia menceritakan tentang keluarganya dan juga sedikit tentang keluargaku. Ibuku menikah dengan seorang vampire – yang tidak seharusnya itu dilakukannya. Dan ia mengingatku untuk tidak melakukan hal yang sama, karena seorang pembasmi sejati harus selalu menjaga jarak dengan vampire jenis apapun. Ibuku tidak mengatakan siapa nama ayahku, seperti apa kekuatannya dan bagaimana ciri-cirinya. Ia hanya

Moonlight Shading

143

Page 144: Moonlight shading 1

mengingatkanku untuk berhati-hati dan waspada.

Buku ini menceritakan tentang sejarah hubungan vampire dan pembasminya. Berawal dari kesalahpahaman suatu kelompok vampire yang mencoba melanggar peraturan. Beberapa vampire tidak bisa menahan diri dari dahaganya yang haus akan darah manusia. Mereka mengabaikan peraturan yang telah dibuat oleh leluhur dan bangsawan vampire untuk tidak melukai manusia.

Saat itulah, kakekku William Floore dan beberapa rekannya membunuh semua vampire-vampir yang sengaja memangsa manusia. Dan sayangnya setelah peritiwa tersebut membuat keluargaku dan beberapa rekannya menjadi keluarga pembasmi – begitulah mereka menyebutnya, yang tidak disukai oleh vampire-vampir lainnya.

Saat asal mula kehadiran pembasmi inilah, yang hingga sekarang masih

Moonlight Shading

144

Page 145: Moonlight shading 1

menjadi perdepatan sengit dikalangan vampire lainnya. Terciptalah jarak yang jauh dan memisahkan antara sesama vampire. Sebenarnya keluarga pembasmi – yang sekarang benar-benar mengabdikan diri sebagai pembasmi, merupakan keluarga yang bukan sepenuhnya berdarah pembasmi murni. Beberapa pembasmi sekarang merupakan makhluk berdarah murni layaknya manusia namun pengecualian bagi keluargaku dan pembasmi lainnya yang mungkin sudah menjadikan vampire sebagai ‘keluarga’.

Namun bagi keluargaku dan rekannya bukanlah masalah, bagi mereka perubahan yang terbaik. Dan itulah yang membuat keluargaku dan beberapa keluarga lainnya yang mengabdi sebagai pembasmi tidak bisa menjalin hubungan baik dengan keluarga vampire yang lainnya.

Dalam tulisan ini juga ada pengecualian terhadap vampire yang bertobat. Memilih hidup normal dan

Moonlight Shading

145

Page 146: Moonlight shading 1

memangsa hewan liar sebagai pemuas dahaga. Tak disebukan keluarga atau golongan seperti apa mereka dalam pengecualian itu, tapi ibuku, Debby, berani bertaruh bahwa kelompok vampire ini berbuat baik selama hidup mereka.

Aku memutuskan untuk melanjutkan membaca buku ini di kamar, hujan telah mengguyuri rumahku. Aku kembali kerumahku, hujan mengguyuriku menuju rumahku – lumayan deras hujan sore ini. Dengan wajah yang pucat pasi, tidak berekpresi saat melihat ayahku pulang dari kantor polisi. Wajahnya sama pucatnya denganku.

“Dad, ada apa?” Aku sangat mengkhawatirkannya. Dia memandangku lekat-lekat. Matanya menyipit. Kami meneduhkan diri dari hujan tepat didepan pintu rumah. Dan Dad membukakan pintu, langkah kami berbarengan memasukki rumah.

“Ini karena peristiwa di Museum, aku harus kerja keras untuk menemukan

Moonlight Shading

146

Page 147: Moonlight shading 1

pelakunya.” Raut wajahnya tidak berubah, Dad memalingkan wajahnya. Aku mendengar tentang berita kematian satpam di museum yang sangat menggemparkan itu.

“Kudengar kau sakit? Apa yang terjadi, Dear?” Kini Dad menuju TV dan menyalakannya, yang ku tahu saluran yang paling digemarinya adalah berita olahraga dan berita politik.

“Well, aku hanya mual dan pusing saja.” Berusaha untuk tidak mengubah kata-kataku pada Mom. Ku lihat Mom masih asyik dengan laptopnya yang berwarna hitam itu, tulisannya sangat banyak.

Aku memulai menyiapkan makan malam. Aku mengeluarkan ikan tuna yang dibeli ibu sehari sebelum aku pulang. Aku memasaknya sebentar dan mulai menghidangkannya.

“Aromanya lezat.” Puji Mom mencium bau ikan tuna itu dan menuju ruang

Moonlight Shading

147

Page 148: Moonlight shading 1

makan. “Philip, kemarilah. Sudah waktunya makan malam.” Panggil Mom pada Dad, ku lirik Dad tidak sedikitpun bergerak. Aku dan Mom kembali menuju meja makan dan memulai makan malamnya.

“Dear, sebaiknya kau banyak istirahat. Apa kau sudah baikkan?” Dad menghampiri meja makan dan bersama-sama mengikuti acara makan malam. Aku mengernyit.

“Dad, aku baik-baik saja. Dan sepertinya aku sudah sehat.” Mom menatapku tidak percaya. Dan Dad pun melakukan hal yang sama. Dan ia pun kembali melahap makan malamnya. “Oh, baguslah.” Hanya itulah jawabanya.

Aku kembali menatap Dad, dan memulai pembicaraan mengenai kasus pembunuhan yang ramai dibicarakan. Hingga media masa berebutan mendapatkan berita paling bagus. Dan terlihat sekilas wajah Dad begitu kesal karenanya.

Moonlight Shading

148

Page 149: Moonlight shading 1

“Dad, lalu bagaimana dengan museum dan mayat itu?” Tanyaku memecahkan keheningan dirumah ini. Aku berusaha mengalihkan kekesalannya yang masih terlihat diwajahnya.

“Well, mayatnya sudah dimakamkan. Sudah tiga hari sejak peristiwa itu dan aku belum menemukan apa-apa. Museumnya ditutup untuk sementara. Kami masih memeriksa museumnya, Dear.” Suaranya yang besar itu kini bergelegar keseluruh rumah ini. Wajahnya yang penuh dengan Tanya dan kepala yang memusingkannya dengan pertanyaan tanpa jawaban. Ia menceritakan tentang kekesalannya yang terjadi dimuseum.

Beberapa media massa ingin mengambil gambar mayatnya yang belum dimakamkan, dan beberapa berusaha mengambil gambar dengan paksa. Dad mencoba menghalaunya namun para pencari berita itu terus saja memberinya tekanan dan paksaan. Hingga membuat Dad kehilangan control dengan emosinya,

Moonlight Shading

149

Page 150: Moonlight shading 1

Dad berteriak memarahi mereka dan tepatnya mengusir mereka keluar dari museum. Terjadilah peritiwa perdebatan yang menggegerkan Kota Townsville.

Dad memberikan peringatan untuk tidak sekalipun siapapun dia, dilarang keras memasuki area pembunuhan bahkan memasuki museum kecuali yang berkepentingan. Aku masih memandanginya penuh cemas, aku menggigit bibirku dan tidak mengomentari ceritanya.

“Wartawan itu membuang waktu saja.” Keluh Mom setelah mendengar cerita tentang peristiwa pertengkaran dengan media massa. Dan Dad hanya tertunduk.

“Dear, apakah ini perkerjaan vampire?” Dad mulai mempercayai kekuatanku atau mungkin berusaha mempercayainya. Aku menggelengkan kepala. Wajahnya tampak penyesalan. Aku bukan cenayang, Dad, ucapku dalam hati. Dan memang aku hanya pembasmi, yang

Moonlight Shading

150

Page 151: Moonlight shading 1

tidak mampu melihat masa depan atau masa lalu.

“Aku tidak tahu.” Aku menyesal telah mengecewakannya. “Aku harus dekat dengan makhluk itu, atau mungkin aku harus berada di TKP.” Aku mengetahuinya dari buku tebal coklat yang sudah tua itu.

“Mungkin.” Imbuhku. Dad mendesah.

Aku mulai membereskan peralatan makanku dan menyucinya. Mom masih memandangi Dad denga penh perhatian.

“Tapi Lionel bersamamu kan? Dia pasti bisa menemukan jawabannya.” Seru Mom. Aku berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka. Lionel, pria tampan nan rupawan itu disebut manis oleh Mom.

Kulirik Dad, wajahnya kembali merengang dari otot-otot yang menegang. “Yeah.. dia sangat membantu. Dia bisa ku andalkan. Lionel, sangat mengerti posisiku.”

Moonlight Shading

151

Page 152: Moonlight shading 1

Mom berdecak, “Lionel yang tampan. Lomax memang bisa kita andalkan. Keluarga yang sangat hebat.”

Aku tergelak medengarnya. Keluarga Lomax? – yang nyatanya adalah vampire – ternyata akrab dengan orangtuaku.

“Kali ini dia akan meminta putri dan pacarnya membantu selagi aku istirahat. Mereka menjaga museum.” Jelas Dad. Tubuhnya direbahkan pada sandaran kursi makan.

“Evelyn dan Joan? Mereka sepertinya berniat sama dengan Lionel.” Mom terkesan, “Aku rasa mereka seperti para selebritis yang hidup dengan segala kesempurnaan.” Sambung Mom. Kulirik, Mom menyeringai.

Aku semakin bergidik, terasa kaget mengetahui orangtuaku mengenal mereka sejauh itu. Jelas karena mereka vampire, ucapku dalam hati. Seandainya Mom dan Dad tahu, imbuhku lagi – dalam hati.

Moonlight Shading

152

Page 153: Moonlight shading 1

Aku menuju kekamar dan mengistirahatkan diri. Mengabaikan semua percakapan orangtuaku. Melupakan sekilas tentang Lomax sekeluarga. Sebelum aku naik tangga, Dad memanggilku.

“Victoria, lain kali jika kau sempat datanglah ke TKP. Tapi jangan terlalu lama, museum itu tidak ditutup untuk selamanya.” Pintanya dengan wajah memohon padaku. Aku mengangguk sekali dan meninggalkan mereka berdua saja.

Sesaat sebelum aku memutuskan untuk mandi, aku berbaring sejenak. Sepertinya sudah lama sekali aku tidak melakukan ini.

Rasa nyaman dan enaknya yang teramat sangat mulai ku nikmati. Aku menikmatinya, saat tubuhku yang pegal dan letih ini tidak bertemu dengan ranjang ini seharian rasanya sangat puas dan lega bisa sejenak bersantai sebelum bangkit untuk mandi.

Moonlight Shading

153

Page 154: Moonlight shading 1

Aku meletakkan buku tua itu dimeja sebelum memutuskan untuk mandi, karena aku juga tidak betah berlama-lama dengan badan yang lengket ini. Ku ambil alat mandi, baju dan handukku. Aku menyalakan shower, mulai menggosokkan badan dengan sabun, dan juga keramas. Selesai semuanya aku menggosok gigi ku lalu mengeringkan rambutku dengan handuk.

Pikiranku masih bingung dan penuh tanya. Mengingat orangtuaku mengenal mereka sangat dekat membuatku berpikir ulang. Tapi rasanya aku terlalu takut menyakiti mereka tentang kenyataan itu. Aku bosan berpikir keras, bosan dengan pikiran tentang vampire dan sejenisnya. Setelah itu aku kembali terbaring lemah dikasur yang empuk itu.

Aku bangun hampir telat pagi itu. Aku bergegas dengan cepat, mandi secepatnya, sarapan secukupnya dan secepatnya berangkat dengan Jeepku.

Moonlight Shading

154

Page 155: Moonlight shading 1

Jeepku melaju dengan cepat, aku menginjak gas dengan sangat kencang sehingga membuatku menghabiskan sebagian tenagaku. Aku melihat jembatan yang panjang, yang dibawahnya terdapat aliran sungai yang deras. Perjalananku sudah setengah jalan. Tidak terlalu jauh lagi jarak yang ku tempuh. Ku lirik jam yang ada di dashboard aku masih punya waktu limabelas menit lagi. Ku pacu lagi mobil Jeepku dengan cepat. Aku tiba dengan selamat, melihat bagaimana aku sangat mengebut dan terburu-buru tadi pagi tentunya aku sedikit khawatir dengan keselamatan.

Aku masuk kekelas, sekarang aku mengikuti pelajaran Sejarah dengan guru yang paling kuno yang baru ku temui selama aku hidup. Kaca mata besarnya yang menggunakan rantai dan disematkan dilehernya untuk menyangga kacamata itu dari wajahnya, serta pakaiannya yang menggunakan kemeja, dan celana yang sepertinya tidak lagi diproduksi oleh pabrik manapun, sangat kuno dan tidak menarik

Moonlight Shading

155

Page 156: Moonlight shading 1

perhatian. Mr. Venn memulainya dengan menurunkan kacamatanya sedikit untuk melihat siswanya yang akan mengikuti pelajaran ini.

Selama satu setengah jam aku harus mendengarkan semua perkataan dari Mr. Venn yang mulai membosankan dan membuatku menguap beberapa kali. Bel selesai berbunyi, aku mulai membereskan buku-buku dan bersiap untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Saat itu seseorang mendekatiku, dan mengulurkan tangannya padaku.

“Hay, kau Victoria Smith kan?” Tanyanya ramah dan dengan senyuman yang sangat manis itu, cowok itu manis, cakep dan modern. Aku tersenyum tipis dan menjawab sapaan lembut dan menerima jabatan tangannnya itu.

“Yeah, kau bisa memanggilku Vicky.” Aku kembali menarik tanganku. Kulihat Jen mendekatiku. “Vic, kau sudah kenal Adam?” Jen kini menopangkan sebelah tangannya dipinggulnya dengan

Moonlight Shading

156

Page 157: Moonlight shading 1

pandangan mengejek pada cowok itu, yang sekarang ku tahu namanya Adam.

“Well, aku sudah tahu namamu.” Aku tersenyum manis dan mengejeknya sedikit. Dia kecewa karena Jen yang memberitahukannya.

“Jen, apa-apaan tadi? Kau tahu..” Nada suaranya mulai ketus. Jen tidak menggubrisnya dan terus berjalan menuju gedung lainnya disampingku, dan aku tertawa. Adam tetap saja memanggil Jen karena marah, tapi tidak berhasil bagi Jen dia tetap saja berdiri disampingku.

“Maaf, Adam Sanders. Aku tidak tahu kau baru berkenalan dengannya. Jangan marah.” Jen kini semakin cuek dengannya. Mencoba menggodanya.

Bisa kulihat, reaksinya sangat kecewa lebih daripada sebelumnya saat kami masih diruangan tadi. Adam semakin melambatkan langkahnya, dan mulai menjauh. Glad, Jen, Steve dan aku mulai

Moonlight Shading

157

Page 158: Moonlight shading 1

melangkah menuju gedung tua yang cat didindingnya sudah mulai terkelupas.

“Kau tahu, Vic. Aku memang mengejeknya tadi.” Jen kini tertawa terbahak-bahak dan sepertinya dia menikmatinya. Aku hanya tersenyum sinis. Jen semakin puas saat melihat wajah jengkel Adam. Adam pun masih menggerutu sendirian.

“Oh ya, apa yang terjadi kemarin? Kau pulang lebih awal, Vic?” Glad menyentuh pundakku. Wajahku kembali pucat – mengingat peristiwa kemarin bukanlah sesuatu yang ku inginkan dan mungkin ini akan memperparah keadaanku.

“Well, aku sedang tidak enak badan. Sepertinya aku sakit.” Ini adalah kenyataan yang sebagian dikarenakan kehadiran vampire – yang tidak mungkin ku jelaskan kepada mereka.

“Lalu apa kau sudah baikkan?” Adam berdiri didepanku, menatapku khawatir

Moonlight Shading

158

Page 159: Moonlight shading 1

dan cemas. Dan mengabaikan Jen disampingku.

“Yeah, sudah baikkan. Sepertinya itu tidak akan mengganggu hari-hariku sekarang.”

“Baguslah.”

Dan ia pun tersenyum girang.

“Well,” Glad melirik Adam. “Adam, kau sepertinya sudah akrab dengannya? Aku belum pernah melihatmu berbicara dengan Victoria, Adam.” Nada Glad sedikit tidak suka.

Adam memberikan cengiran yang sangat manis, tatapan matanya sekilas menatapku dan Glad mulai cemas dengan raut wajahnya yang tidak suka tingkah Adam padaku. Dia menyukainya.

“Yah, aku baru saja berkenalan dengannya. Dan sepertinya kami..”

“Dengar, sekarang kita harus segera masuk kelas. Oke.” Glad menarik tanganku dan menjauhkan Adam dariku. Tangannya

Moonlight Shading

159

Page 160: Moonlight shading 1

gemetar, wajahnya kesal dan juga dia tidak tersenyum padaku.

Saat aku masih berdiri dipintu kelas untuk pelajaran Matematika, aku kembali merasakan perasaan dingin yang mencengkramku kuat. Begitu ku ihat didalam, aku melihat Matthew didalam sudah duduk manis, tegap dan tampan. Dia bergeming sedikit begitu melihat kedatanganku, tubuhnya menegang dan wajahnya kaku. Rahangnya mengeras seakan dia menahan sesuatu yang membuatnya tertekan. Semakin kumelangkah masuk, aku semakin kesakitan yang teramat sangat.

Aku memilih duduk didepan menjauhi yang lainnya, karena tubuhku juga mulai kaku karena kehadirannya. Mr. Kim memasuki ruangan, yang ku tahu dia adalah satu-satunya guru Asia yang mengajar di sekolah ini.

Saat pelajaran dimulai, aku melirik Matthew sekali. Dia juga memandangku dalam, penuh arti dan sangat tajam. Wajah

Moonlight Shading

160

Page 161: Moonlight shading 1

itu, tatapan itu, dan juga postur tubuh yang sangat sempurna itu memandangiku dari jauh membuatku sesaat begitu terpesona, vampire ini sangat curang gumamku dalam hati. Dia dengan kesempurnaannya yang lengkap itu, tetap memesonakan diriku yang sedang lemah karena kehadirannya.

Aku menciumi aroma tubuhnya, sangat bagus tidak ada aroma penjahat atau vampir lainnya. Aroma tubuh yang bisa membuatmu kecanduan terus-menerus dan menginginkannya lagi. Sama seperti saat aku mencium aroma Lionel – ayah sang vampire tampan ini. Wangi, harum dan sangat khas dan begitu menggoda. Sesaat dipelajaran itu, aku seperti orang yang mabuk.

Aku tidak bisa menahan aroma tubuhnya yang sangat bagus, aku juga tidak bisa menahan rasa dingin dan mual yang ku rasakan karena kehadirannya, kepala ku berputar, semakin kencang putarannya dan aku tergeletak dilantai.

Moonlight Shading

161

Page 162: Moonlight shading 1

Sebelum aku merapatkan mataku, ku lihat wajah Glad memanggil namaku, dia menyentuh pipiku dan berteriak minta tolong lalu aku tidak tahu lagi apa yang terjadi lagi.

Aku menciumi aroma ruangan ini, baunya seperti obat dan alat-alat kesehatan lainnya. Aku berada diruang kesehatan. Aku mulai membuka mata, melihat sekeliling ruangan dan mulai menggerakkan badan lalu mengambil posisi duduk. Aku terkejut, sosoknya yang begitu sempurna itu ada didepanku. Menatapku dalam dan tidak bergerak. Tubuhku masih kaku, dan aku masih merasa dingin walau hari itu tidak hujan, dan tidak juga cerah. Dia mendekatiku, dan itu membuatku semakin kedinginan.

“Hay Miss Victoria…” Suara lembut bak alunan lagu yang dimainkan piano dengan penuh perasaan menyapaku. Aku bergidik.

“Mau apa kau?” Aku berteriak dan meringkus memeluk kedua kaki didalam

Moonlight Shading

162

Page 163: Moonlight shading 1

selimut dan diatas kasur itu. Dia tersenyum mengejek, dan semakin mendekatiku.

“Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu.” Suaranya sangat merdu, aku kembali menikmati suaranya dan aroma tubuhnya. Postur tubuhnya mengisyaratkan ketenangan. Dia duduk diujung kasur dan mengulurkan tangannya padaku.

“Aku Matthew, dan kau Victoria kan?” Senyumnya sangat manis dan begitu menawan, gigi putihnya mengkilap bagai berlian yang harganya sangat mahal. Aku mengangguk, tidak meraih tangan yang putih dan kekar itu dan dia menarik kembali tangannya. Terlihat enggan juga untuk berjabat tangan padaku.

“Bagaimana.. Aku.. Bisa ada disini.. Denganmu?” Suara ku serak, aku tidak yakin terdengar jelas olehnya. Tapi dia tersenyum sinis sebelum menjawabnya. Aku melihat sosot matanya, tajam dan dingin, berwarna biru indah sekali.

Moonlight Shading

163

Page 164: Moonlight shading 1

“Kau lupa?” Tanyanya tanpa memalingkan wajah sekalipun dariku. Aku menganggukkan kepala lagi. Dan dia semakin tersenyum lepas, hampir tertawa malah. “Kau pingsan, sepertinya kehadiranku membuat kau mual dan kaku lalu karena kau tidak tahan hingga akhirnya kau pingsan. Aku langsung menggendongmu membawamu kesini. Dan sekarang kita membolos mata pelajaran Mr. Kim itu.” Ungkapnya tenang dan santai. Terlihat seakan-akan bukan masalah berdekatan denganku. Aku tergelak.

Dia terus memandangiku dalam, suara merdunya membuatku tidak mendengarkannya. Kini dia merubah posisi duduknya. Menjauhi hingga ke ujung kasur.

“Kau menggendongku? Yang benar saja? Tapi bagaimana…”

“Sudahlah, aku juga berusaha keras untuk menahannya. Kau bukan yang pertama untukku sebenarnya. Sudah

Moonlight Shading

164

Page 165: Moonlight shading 1

banyak yang sepertimu ku temui.” Dia berdiri dan memandangi keadaan luar dari jendela diruangan itu. Matanya tampak merah menyala dibawah sinar lampu di ruangan ini. Tubuh tingginya menegang.

“Kau tahu siapa aku? Maksudku, kalian sudah mengetahuinya dan tidak memperdulikannya?” Aku mulai berhati-hati bertanya, ku lihat reaksinya kesal dan bingung. Bola matanya memandangiku lagi dan berputar-putar lalu kembali menatapku lagi.

“Well, seluruh keluargaku juga sudah mengenalmu. Kau ingat hari kemarin?” Dia kembali duduk dikasur, agak mendekatiku lagi. Aku kembali kaku dan kedinginan dengan kehadirannya.

“Seingatku, kau tidak mengikuti kelas apapun kemarin. Dan sepertinya itu karena kau mengetahui keberadaan kami. Melihat kondisimu sekarang, aku yakin kau mengalami hal yang sama kemarin, iya kan?” Tatapan matanya yang tajam, bola matanya yang berwarna merah sangat

Moonlight Shading

165

Page 166: Moonlight shading 1

dingin padaku, serta tubuhnya yang tinggi berada dihadapanku tidak jauh. Senyumnya mengejekku. Dia bergerak semakin cepat, cepat dan kini ada dihadapanku. Aku menegang sesaat.

“Bagi kami, kau adalah malaikat pencabut nyawa, dan aku yakin kau juga merasakan hal yang sama. Tapi aku..” Dia terhenti, dan memalingkan wajahnya sesaat lalu kembali memandangiku.

“A.. Aku juga merasa begitu.” Aku terbata-bata menjawabnya. “Dan.. Aku sangat.. Kesakitan sekali..” Aku menundukkan kepala, dia bangkit dari kasur dan kini berada didepan kasur dan bersandar didinding dengan menopangkan kedua tangannya ke dadanya. Ku dengar langkah masuk keruangan ini, seorang dokter yang merawatku melihat kondisiku.

“Kau bisa beristirahat jika kondisimu masih buruk, dan kusarankan banyaklah minum vitamin. Sepertinya kondisimu lemah.” Dokter itu tersenyum manis padaku, sebelum keluar ruangan ku lihat

Moonlight Shading

166

Page 167: Moonlight shading 1

dia melirik Matthew dengan tersenyum manis dan menatapnya lembut. Terlihat jelas dokter itu tergoda dengan fisik vampire ini. Dokter itu perlahan meninggalkan ruangan ini.

Matthew tersenyum sinis lagi. Tampak bangga.

Tubuhku sedikit menegang.

Suasana hening. Ia masih berdiri di tempatnya. Dan ia masih menatapku tajam. Ruang kesehatan ini terasa sangat membosankan lebih dari biasanya ruang kesehatan. Diruangan ini, aku hanya berdua dengan seorang vampire. Dan kami tidak seharusnya melakukan ini, tapi sayangnya tubuhku belum benar-benar membaik. Aku mengacungkan jempol padanya, membantuku absen dari pelajaran matematika.

Dan ia menyadarkanku dari kebisuanku yang sedikit menyiksa. Tubuhnya tegap, matanya tajam padaku, rahangnya mengatup keras.

Moonlight Shading

167

Page 168: Moonlight shading 1

“Kami bukannya tidak memperdulikannya, tapi kami sudah terbiasa. Hanya saja, kau berbeda.” Ucapnya, tenang. Aku terkesiap, tidak ingin menyela tapi mendengarkan saja.

“Sebaiknya kita sama-sama belajar bagaimana mengendalikan diri. Kau setuju?” Imbuhnya, memberi penawaran yang tidak menggiurkan.

“Tentu, tapi bagaimana? Kau bilang aku bukan yang pertama?” Aku menatapnya jutek. Rahanganya mengeras dan giginya mengatup keras hingga terdengar olehku.

“Aku tidak terlalu yakin. Kami tidak pernah sedekat ini.” Bola matanya terbelalak dan senyumnya sinis. Tubuhku masih terus menjaga jarak dengan, masih memandanginya penuh ketegasan.

“Untuk sementara mungkin kita tidak saling berhubungan. Kita sama-sama tahu kan bahwa kedekatan kita itu akan memberikan respon yang cukup besar.

Moonlight Shading

168

Page 169: Moonlight shading 1

Kecuali…” Ia melirikku dan memalingkan wajahnya yang tampan keluar jendela. Aku bergidik.

“Kecuali apa?”

“Kau memang menginginkannya berteman denganku.” Sindirnya. Aku tercengang. Sosoknya sangat sempurna, tapi penuh dengan keangkuhan. Bagaimana bisa vampire bisa begitu angkuhnya terhadap aku, seorang pembasmi ? – batinku.

Keangkuhan tubuh, suara, dan juga keyakinannya yang besar itu membuatku jengkel. Terlalu percaya diri. Vampire yang angkuh, percaya diri dan berbahaya, itulah poin-poin yang harus ku ingat bagi satu keluarga vampire ini.

“Aku? Aku tidak tertarik untuk berteman denganmu, vampire!” gertakku. Aku mulai bangkit dari kasur, dan merapikan bajuku. Kondisi buruk aku rasakan lagi, tapi aku belajar untuk mengendalikannya dan mengabaikan

Moonlight Shading

169

Page 170: Moonlight shading 1

perasaan yang menyakitkan ini. Aku melewatinya, memandangnya sejenak dan mulai meninggalkannya sendirian. Matthew terkesiap.

“Tidak sepantasnya kalian berada di dunia ini. Ini bukan tempat kalian.” Gerutuku. Matthew geram.

“Hanya dunia ini yang aman bagi kami. Kami tidak akan melukai siapapun, termasuk manusia. Tidak satu helai rambutpun akan kami lukai mereka.” Ocehnya, “Kami tidak berbahaya.”

“Tidak ada vampire yang tidak berbahaya. Vampire tidak pernah bersikap hormat dan baik terhadap manusia.” Ketusku. Matthew tersenyum sinis.

“Lalu kau mau apa? Membunuh kami? Bisa ku jamin, kau bahkan baru mengetahui bahwa kami vampire kan? Atau sebenarnya kau baru tahu siapa dirimu sebenarnya, kan?” Ucapnya acuh. Aku menatapnya tajam.

Moonlight Shading

170

Page 171: Moonlight shading 1

“Dasar makhluk tidak tahu diri kau, vampire.” Pekikku. Matthew bergeming, tubuhnya tiba-tiba menegang.

“Lebih baik kita tidak berdekatan. Aku setuju dengan tidak berhubungan yang kau bilang tadi. Dengan memilih menjaga jarak, aku rasa itu jauh lebih baik.” Gertakku. Aku berusaha meninggalkannya. Kulihat dia sedikit geram. Wajahnya tampak murka. Dan ia menarik sebelah lenganku.

“Tapi yang tadi kau lakukan, memandangiku. Sepertinya...”

“Tidak, kau jangan salah paham.” Aku menggelengkan kepalaku. “Aku sedang tidak memandangi sosok tampanmu seperti manusia, tapi aku memandangi sosok vampire. Jika kau tidak keberatan, boleh ku minta lengan sebelahku?” Tukasku, kasar dan jutek.

“Kau harus mengendalikannya. Kau akan terbiasa jika kita sering bertemu. Itulah prinsipnya.” Tangannya dingin

Moonlight Shading

171

Page 172: Moonlight shading 1

menyentuh lenganku. Keras dan seperti mencakar lenganku. Aku menatapnya tajam.

“Well, thanks atas infonya.” Ucapku, akhirnya sedikit berbelas kasih pada vampire. “Kuperingatkan kau, aku tidak akan bersikap ramah apalagi baik terhadap vampire. Jangan berharap. Jauhilah aku, vampire.” Imbuhku, geram. Matthew menatapku lekat-lekat dan kaku. Beberapa detik kemudian dia tampak tenang.

Dan ia melepaskannya, ia sangat tenang dan masih penuh percaya diri. Aku sudah meninggalkannya sendirian, kembali menuju ruang kelas yang sudah sepi tapi masih ada beberapa temanku disana. Mereka membawakan tas dan bukuku, bersama kami menuju kafetaria, waktu makan siang dan istirahat.

Saat itulah kulihat semua keluarga Lomax di kafetaria. Mereka duduk berdekatan, saling memandang dan tidak berbicara banyak. Kuperhatikan, mereka

Moonlight Shading

172

Page 173: Moonlight shading 1

mengawasiku memperhatikan semua gerak-gerikku. Aku mulai kesakitan, aku berusaha menahannya, mengendalikannya dan mengabaikannya. Mencoba apa yang telah diberitahukan Matthew padaku. Tidak mudah tapi dia benar, aku akan terbiasa.

Mereka sesekali berbicara dengan bahasa aneh yang tidak ku mengerti. Lalu kembali lagi duduk terdiam dan memandangi bagian dalam kafetaria. Dan dengan nampan-nampan yang sebenarnya tidak mereka perlukan itu – hanya dipandangi saja oleh mata-mata indah milik mereka.

Tak lama Matthew masuk kekafetaria, menghampiri keluarganya dan kini mereka terlihat sama tidak ada yang berbeda. Bola mataku tidak bisa menghindari mereka, secara bergantian mereka menatapku terang-terangan, dan tidak terkecuali Evelyn menatapku sinis, jutek dan dingin. Tatapan yang mengisyaratkan suatu kebencian yang tertanam – itu dugaanku.

Moonlight Shading

173

Page 174: Moonlight shading 1

Aku memalingkan wajahku, ku perhatikan seisi kafetaria dan juga teman-teman yang ada di mejaku. Aku menambah teman kali ini, ada beberapa ada Jessie, Anne, Lucas dan Marco. Mereka berasal dari kelas berbeda tapi mereka adalah teman satu club, yaitu club redaksi. Glad mendekatiku dan menatapku kali ini.

“Kau tahu, Matthew menggendongmu saat kau pingsan tadi?” Bisik Glad, ingin tahu. Pertanyaan interogasi sudah dimulainya, aku terkejut mataku membesar dan aku mengepalkan telapak tanganku.

“Aku tidak tahu.” Aku tidak ingin menjelaskannya. Glad tidak puas, ia semakin menanyaiku lagi.

“Vic, ayolah. Apa yang terjadi diruang kesehatan? Apa hubunganmu dengannya? Ceritakanlah padaku.” Kini ia semakin memohon padaku agar aku mau menceritakannya, semuanya. Tapi aku tidak melakukannya, tidak semuanya ku ceritakan.

Moonlight Shading

174

Page 175: Moonlight shading 1

“Glad, dengar.” Jari telunjukku terangkat, memberi tanda peringatan padanya. “Aku pingsan, dan dia menolongku. Hanya itu. Kami memang mengobrol tapi itu hanya perkenalan kecil saja.” Dan aku memberikan tanda selesai, tidak ada cerita lagi.

Glad kecewa, dia memohon tapi tidak ku dengarkan. Wajahku beralih pada beberapa teman baruku. Mereka sangat ramah, beberapa kali mereka tersenyum padaku.

“Kau gadis pembalap itu, kan? Anak polisi Smith?” Pria bertampang ala Mexico, dengan tubuh tegap, wajah tampan, bola mata hitam gelap dan senyum yang merekah. Ia memandangiku penuh semangat. Namanya Marco Demiantry. Dan aku memberinya sebuah senyuman – yang sebenarnya bukan senyuman manis sebuah senyuman sinis.

“Yah.”

Moonlight Shading

175

Page 176: Moonlight shading 1

“Wow, kau sangat terkenal. Aksimu kemarin.”

Dan ia sangat menyukainya. Aksi yang kulakukan karena tidak sengaja itu berakhir dengan ketenaran yang berlebihan. Ia sangat bersemangat. Dan aku merasakan kepanikan.

“Trims. Tapi ku mohon, jangan dijadikan berita.”

“Tentu saja, itu sangat bagus.” Suara lembut itu memalingkan wajahku dari Marco. Gadis yang manis, kalem dan berkacamata ini membuatku sesaat mengaguminya. Tentu saja senyum manisnya. Jessie namanya, seoarang reporter – yang ku ketahui dari ejekan Jen pada Jessie Jeremy.

“Bukan, itu ide buruk.” Aku menatapnya penuh tegas, bola mataku terbelalak padanya. Tapi itu tidak membuatnya geram. Mereka semakin puas membuatku jengkel dengan

Moonlight Shading

176

Page 177: Moonlight shading 1

pemberitaan yang berlebihan yang siap mereka terbitkan.

“Aku baru saja ingin mewawancaraimu, Vicky.” Dan wajah puas Glad terlihat jelas. Begitu juga dengan anak-anak klub redaksi yang lainnya. Mereka tertawa puas, mengebaikan aku yang jelas-jelas tidak suka. Aku hanya tertunduk, lunglai dan tak berdaya.

“Tenang saja, ini tidak seburuk itu.”

Pria putih, berambut dibawah kuping, dan bertubuh kecil yang sekarang akan kuingat namanya, Lucas Miroslavic – ia menertawai ketakutanku tentang wawancara.

“Kau akan dikenal, dan tentu semua orang menginginkannya.”

“Tidak denganku.”

Kembali wajah-wajah itu menertawaiku keras, dan aku yakin keluarga Lomax mendengarnya. Memalukan. Perkenalan pertamaku

Moonlight Shading

177

Page 178: Moonlight shading 1

dengannya diakhiri dengan tawa puas teman-temanku. Aku tergelak.

“Sudahlah, kita tidak bisa memaksanya.” Suara yang bijaksana dan dewasa itu membelaku – ia ada dipihakku, itu yang aku pikirkan.

“Well, namaku Anne Hamill.” Ia menjulurkan tangannya yang putih dan halus seperti satin. Tubuhnya begitu menawan, rambut panjangnya begitu indah digerai.

“Anne, jangan membelanya.”

“Well, Marco kita tidak bisa memaksanya wawancara jika ia tidak mau. Itu prinsip pertama club redaksi, kan?”

“Tapi…”

“Sudahlah, Marco dan juga Anne. Jangan meributkan masalah ini di kafetaria, nanti saja.” Jessi melerai dua orang yang seingatku mereka masih membahas tentang aksiku tempo hari.

Moonlight Shading

178

Page 179: Moonlight shading 1

“Sebaiknya kita membahas wawancara yang mulai tertunda. Dan kau Lucas, kau deadline wawancara mengenai Mr. Doney.”

“Oh tidak.” Lucas terlihat sangat menyesal belum menyelesaikannya. Ia mengangkat kedua tangannya dengan meletakkan kedua tangannya dikepalanya. Dan sepertinya itu membuat Jessie sangat jengkel.

“Kali ini kau selamat, Vic.” Marco mengakui kekalahannya tentang perdebatan yang sangat konyol – mewawancaraiku karena aksi pamerku mengendarai Jeep tempo hari.

Bagiku ancaman terbesar saat ini adalah bersahabat dengan orang-orang dari klub redaksi. Mereka sekelompok manusia yang menyenangkan, tapi berbahaya jika saja kita menjadi objek wawancaranya. Mereka baik, menyenangkan, ramah dan juga lucu.

Moonlight Shading

179

Page 180: Moonlight shading 1

Aku beralih pada Adam, yang sejak masuk kekafetaria ini hanya terdiam karena masih marah dengan ulah Jen. Beberapa kali kulihat ia berbicara dengan Glad. Dan ia belum menyapa Jen sejak kejadian tadi.

“Adam, kau ada pelajaran Olahraga, kan?” Tanyaku dengan manis, menghiburnya. Dia kembali riang, dan mendekatiku.

“Yeah, besok.” Senyum manisnya kini mengembang diwajahnya yang putih itu.

“Baguslah, aku mungkin bisa satu tim denganmu. Ku dengar besok kita akan belajar lari bulutangkis. Pasti asyik.” Aku mulai menyenangkan bersamanya sesaat. Ku lihat seorang Glad memandangiku, sepertinya dia agak cemburu dengan sikap ramahku ini.

“Boleh, tentu saja. Aku tunggu kau besok.”

“Ok. Baiklah.” Aku mulai bangkit dan mengambil tasku begitu semua makan

Moonlight Shading

180

Page 181: Moonlight shading 1

siangku lenyap dari piring, aku berpamitan karena siang ini aku tidak ada kelas karena gurunya berhalangan hadir. Aku memlih untuk pulang secepatnya, membereskan kamar mengerjakan PR dan juga menyuci.

Aku sudah berada diparkiran, mulai mendekati mobil Jeepku dan memasukkan kunci lalu meletakkan tasku di jok dan sesaat aku terkejut. Semua keluarga Lomax ada diparkiran, semuanya memandangiku dari kejauhan. Aku mulai merinding lagi, mulai merasa kedinginan dan mual lagi.

Sosok yang sempurna itu kembali bediri dihadapanku, dengan elegan, sempurna dan sangat tampan dia menggerakkan semua bagian tubuhnya untuk mendekatiku. Aku melangkah mundur, menjaga jarak dengannya dan mulai memberikannya peringatan. Sorot matanya tajam, warna merah menyala hingga terlihat seperti kobaran api.

“Kau menceritakannya?” Suaranya merdu dan sangat menawan terdengar

Moonlight Shading

181

Page 182: Moonlight shading 1

seperti menggertakku. Aku tidak mengerti apa yang dikatakannya dan memandanginya penuh tanya.

“Apa?” Aku mulai bingung, aku menaiki bahuku memberi tanda tidak mengerti padanya. Tapi wajahnya begitu penuh dengan kekesalan padaku, menatapku tajam dan rahangnya mengatup keras.

“Kau menceritakan padanya tentang apa yang terjadi diruang kesehatan, pada temanmu itu. Gladys kan namanya?” Dia melirik ke arah Gladys, dan kembali memandangiku. Aku mengerti sekarang yang dia maksud adalah tentang penjelasanku pada Glad apa yang terjadi disana, tapi aku tidak melakukannya.

“Tidak, aku hanya bilang kau dan aku berkenalan. Itu saja, tidak lebih.” Aku membentaknya, kecewa aku dituduh melakukan apa yang tidak aku lakukan saat ini. Apalagi tentang kenyataan yang sama sekali bukan bahan pembicaraan

Moonlight Shading

182

Page 183: Moonlight shading 1

yang menyenangkan. Dia menggelengkan kepala, tidak percaya padaku.

“Bohong, dia mengira kau dan aku... Punya hubungan special?” Matanya membesar, bisa ku rasakan dia marah dan kesal. Aku mencondongkan tubuhku, mendekatinya dan menatapnya.

“Aku tidak mengatakan apa-apa. Dan aku tidak tahu kau tahu dari mana, yang jelas aku tidak pernah mengatakannya. Itu tidak mungkin ku lakukan.” Ucapku geram dan marah padanya. Aku membuka pintu Jeepku, mulai menyalakan mesin dan bersiap meninggalkannya sendirian. Sebelah tangannya menahan Jeepku yang siap melaju, terasa begitu kuat dan nyaris membuat pintu mobilku penyok. Aku terperangah.

“Sebaiknya kita memang tidak berteman.”

“Oke, aku setuju. Jauhi aku, vampire.” Pekikku, menatap matanya dengan

Moonlight Shading

183

Page 184: Moonlight shading 1

memelotot, melajukan mobil dengan sangat cepat dan terburu-buru.

Aku melihatnya dikaca spionku, tubuhnya masih tegap berdiri ditempat yang sama dan masih memandangi kepergianku. Mobilku melaju sangat cepat, bahkan terlalu cepat sehingga sekarang aku sudah keluar dari sekolah. Dengan perasaan marah dan membencinya, aku mengendarai mobil dengan kecepatan yang tinggi.

Tiba di rumah tidak membuat perasaanku hari ini membaik, aku masih memaki-maki makhluk paling sempurna yang pernah kutemui itu. Perkataannya yang tanpa bukti membuatku jengkel padanya. Berkali-kali ku hina makhluk tampan itu tanpa perasaan sekali – sangat pembasmi sekali diriku, pikirku setelah tenang.

Moonlight Shading

184

Page 185: Moonlight shading 1

Part 8

Rindu

Aku terus mengingat apa yang terjadi hari ini disekolah, aku kembali merasakan hal yang paling menyakitkan selama hidupku. Dan sepertinya aku mengkhianati perkataanku sebelumnya,

Moonlight Shading

185

Page 186: Moonlight shading 1

sekarang aku malah tergila-gila sesaat olehnya.

Dikamar ibuku ini, aku tergeletak membaringkan badan dan kepalaku dikasur. Sejenak aku menolak untuk memikirkannya, tapi bayangan wajah makhluk itu – mungkin vampire paling tampan yang pernah ku temui selalu terlintas dibenakku – yang haram bagi kaumku itu terbayang dalam benakku.

Suaranya yang merdu, lembut dan begitu mempesonakanku dan masih terdengar jelas dan tanpa cela, apalagi tatapan matanya yang tajam, berwarna merah mengkilap indah itu membuatku terpana.

Dan aku kembali mengingat geramannya yang tanpa alasan dan bukti, tentang pernyataannya yang sebenarnya tuduhan palsu yang tidak ku ketahui. Aku masih mengingatnya bagaimana ia menatapku geram, marah dan benci. Seingatku aku tidak mengatakan kami memiliki hubungan special, dan aku juga

Moonlight Shading

186

Page 187: Moonlight shading 1

tidak banyak berbicara tadi. Sepertinya ia mendapatkan informan yang tidak terpercaya.

Kebingunganku hampir membuatku gila, beberapa jam sebelumnya ia menawari pertemanan padaku, sikapnya begitu bersahabat dan mempesonaku. Lalu disaat terakhir tadi ia begitu geram dengan gossip yang mengatakan adanya hubungan special denganku. Matanya mengisyaratkan amarah yang teramat sangat padaku. Aku tidak mengerti apa yang ada dipikirannya – tentang gossip yang didapatinya dari informan yang tidak professional.

Aku mulai mengabaikan pikiranku yang melayang jauh, aku mulai melupakannya, dan kini aku kembali membersihkan kamar ibuku yang penuh dengan debu.

Aku menggantikan sepreinya, membersihkan semua perabotan dari debu, membuka jendelanya agar sinar matahari bisa masuk dan juga merapikan

Moonlight Shading

187

Page 188: Moonlight shading 1

semua barang-barang pada tempatnya. Setelah semuanya selesai, aku menyiapkan makan malam. Menu hari ini adalah salad, roti dan juga orange jus dingin. Tak lama kudengar mobil Volvo biru ibuku terdengar, dia memarkirkan mobil dibagasi dan memasuki rumah dengan terburu-buru.

“Maaf, Dear. Aku tidak bisa menepati janjiku. Siang ini terlalu banyak kerjaan.” Suaranya sangat menyesal, aku menoleh sesaat. Sebelah tangannya menggenggam banyak kertas. Sebenarnya Mom berjanji malam ini dia akan membuatkan makan malam.

“Tidak apa-apa, Mom. Aku bisa melakukannya, kau istirahat saja.” Aku kembali menyiapkan makan malam, dan meletakkannya dimeja. Mom sudah duduk dimeja makan, menatapku dan memegang tanganku.

“Bagaimana hari keduamu?”

Moonlight Shading

188

Page 189: Moonlight shading 1

“Well, baik.” Jawaban paling bohong dan paling dusta yang pernah ku katakan padanya. Aku kembali mengambil beberapa piring, sendok dan garpu dan meletakkannya dimeja.

“Apa kau sudah punya teman?”

“Iya, beberapa.” Kini aku duduk dihadapannya, mulai melahap salad dan roti dengan rakus. “Aku mengenal banyak orang beberapa hari ini. Ada Glad, Jen, Steve, Adam, Jessie, Lucas, Anne dan Marco. Mereka baik, ramah dan menyenangkan.” Ucapku tanpa senyum. Mom memandangiku. Tentu saja aku tidak menyebutkan nama keluarga vampire yang satu sekolah denganku. Walau sebenarnya aku yakin mereka mengetahuinya.

Dan Mom memberitahukanku bahwa sebagian besar dari teman-temanku adalah temannya juga. Aku tidak heran, karena tidak banyak masyarakat yang tinggal didaerah ini, dan itu adalah kemungkinan besar yang akan terjadi.

Moonlight Shading

189

Page 190: Moonlight shading 1

Keluarga Jeremy, Demiantry, Moore, Shell, Harver, Hamill, Sanders, Miroslavic – mereka adalah teman-teman Dad dan Mom yang beberapa kali sering memancing dan piknik bersama. Beberapa adalah teman semasa sekolah dulu, dan sekarangpun mereka masih menjaling tali persahabatan itu dengan erat.

Ku dengar keluarga Lomax dan keluargaku cukup dekat. Jadi berita mengenai diriku yang satu sekolah dengan anak-anak vampire itu pasti sudah diketahui orangtuaku. Dan aku tidak usah bersusah payah untuk menceritakan tentang keberadaan mereka. Mom dan Dad begitu akrab dengan keluarga vampire itu.

“Baguslah, ku harap kau betah disini. Kami senang sekali melihatmu ada disini.” Tangannya memegang tanganku, aku meresponnya dan memandanginya kembali. Tatapannya lembut dan menenangkanku. Senyumnya manis dan penuh sayang.

Moonlight Shading

190

Page 191: Moonlight shading 1

“Ada apa? Sepertinya ada masalah?”

“Yah, ini mengenai pekerjaan ayahmu. Mengenai satpam yang tewas tiba-tiba membuatnya sedikit frustasi. Seharian memeriksa tempat yang sama tapi tidak menemukan apa-apa. Aku sangat kasian padanya.” Mom kini berwajah sedih, aku sangat menyesal hari ini tidak membantu ayahku dalam pekerjaannya. Kulihat Mom berusaha tersenyum. Pekerjaan Dad mengganggu benaknya selain pekerjaannya sendiri. Aku meninggalkan Mom sendirian, aku mengatakan PR-ku banyak dan harus dikumpulkan besok.

Aku menaiki tangga terburu-buru, masuk kamar mandi, berganti pakaian dan mulai berhadapan dengan laptop biruku. Aku juga mulai menyambungkan laptopku dengan modem, menghubungkannya hingga internetnya sekarang aktif dan menunggunya untuk cepat ter-connected kan. Butuh waktu lama, aku turun ke lantai mengambil beberapa lembar roti, dan juga

Moonlight Shading

191

Page 192: Moonlight shading 1

sisa orange jusku tadi lalu kembali ke lantai dua dan mulai bermain dengan internet, tugasku dan juga membalas email dari Britany.

Emailnya cukup banyak, sudah hampir seminggu sejak kepergianku yang mendadak itu – aku tidak membuka email. Beberapa isinya menanyakan tentang kondisiku, keadaan Townsville setelah sepuluh tahun dan tentunya perasaanku. Ia juga menanyakan tentang teman baruku, pacar baru dan semuanya. Aku harus menjawabnya satu-persatu.

Setelah satu jam lamanya mengerjakan tugas dan menjawab email Britany, aku merebahkan tubuhku dikasur dan memejamkannya hingga terlelap.

Aku bermimpi. Terlihat jelas tubuh dan wajah yang paling sempurna yang pernah ku mimpikan, wajahnya tersenyum, melambaikan tangan dan mendekatiku. Sangat dekat hingga tidak ada jarak sesentipun diantara kami. Sedetik kemudian dia menghilang, cepat bagai

Moonlight Shading

192

Page 193: Moonlight shading 1

angin. Kini dia berada dibelakangku, menatapku tajam, ekspresinya berubah drastic. Wajahnya merah padam, marah dan ingin memangsaku.

Aku berlari, menghindarinya dan bersembunyi dari dirinya. Dia mengetahui keberadaanku, mengejarku dan begitu seterusnya hingga aku akhirnya menyerah. Dia tertawa terbahak-bahak dan mencengkram erat tanganku dengan kedua tangannya yang sangat kekar dan kuat itu. Sulit untukku melarikan diri darinya, dia benar-benar mencengkram tanganku kuat sekali. Kulihat giginya bertaring, tajam dan hendak memangsaku. Air liurnya pun mengalir keluar, tatapan matanya adalah tatapan mata sang predator yang siap memakan mangsanya dengan lahap. Aku berteriak, keras sekali dan saat itu juga aku tersadar.

Aku bangkit dari kasur, melihat keluar jendela, pagi sudah menjelang. Matahari telah keluar dengan cahayanya yang

Moonlight Shading

193

Page 194: Moonlight shading 1

sangat indah dipagi hari ini. Ku lihat jam, sudah waktunya aku merapikan diri dan menyiapkan sarapan. Aku menuruni tangga dan terkejut, kedua orangtuaku ada dimeja makan, mereka sedang melahap sarapan dengan sangat menggiurkanku.

Aku duduk dan mengambil segelas susu, ku teguk sedikit dan kembali menarik nafas dalam-dalam. Mereka memperhatikanku, heran dan bingung, itulah yang ku baca dari wajah yang begitu polos dan lembut khas kedua orangtuaku.

“Kau bermimpi buruk, Dear?” Suara Mom membuyarkan lamunanku sesaat. Aku menoleh dan menatapnya. Mencari kata-kata yang tepat dan bisa membuatnya tenang.

“Yeah, mimpi yang sama yang pernah ku ceritakan.” Aku berbohong, aku tidak merasa hebat jika membicarakan orang lain yang belum ku kenal baik kepada mereka.

Moonlight Shading

194

Page 195: Moonlight shading 1

“Sudahlah, kau istirahat sejenak lalu bersiap untuk sekolah.” Dad berusaha menenangkanku, “Atau kalau kau perlu istirahat…”

“Tidak, aku tidak apa-apa, Dad. Aku akan sekolah.” Sergahku, memotong pernyataannya. Dad bersiap untuk berangkat dan tersenyum padaku. Ayahku memang sudah tahu mengenai mimpi buruk yang ku alami selama di New Jersy, Mom yang memberitahukannya. Aku memanggilnya terburu-buru.

“Dad, apa.. Kalian mengenal.. Keluarga Lomax?” Suaraku begitu pelan, sangat pelan hingga aku tidak yakin terdengar oleh ayahku atau tidak. Tapi yang ku lihat, wajah Dad dan Mom saling bertemu dan memandang kemudian mereka memandangku dengan penuh tanya dan heran. Aku terkesiap.

“Well, kalian pernah membicarakannya. Waktu makan malam pertama sejak kepulanganku, kalian ingat?” Imbuhku, sedikit merendahkan

Moonlight Shading

195

Page 196: Moonlight shading 1

kepalaku agar tidak mencurigakan. Dad mengangguk pelan.

“Well, kami cukup mengenalnya.” Dad membalikkan badannya dan berdiri tegak dihadapanku. “Kami beberapa kali bertemu dan menghabiskan malam bersama-sama.”

“Dengan anak-anaknya?” Aku nyaris berteriak, dan mulai menatapnya serius. Ayahku memandangku bingung sekali lagi. Wajahnya kini mulai panic, mengira aku pasti butuh istirahat seharian.

“Tidak, maksudku tidak selalu. Tapi pernah beberapa kali anak-anaknya ikut bersama kami. Mereka keluarga yang ramah dan baik. Ada apa? Apa yang mereka lakukan padamu?” Wajah serius Dad ala polisi yang sedang menginterogasikan pelakunya terlihat jelas diwajahnya, ia sedikit panic. Sebelah tangannya bertopang dipinggangnya. Aku bingung sesaat, aku belum membuat alasan yang masuk akal untuk pertanyaan itu.

Moonlight Shading

196

Page 197: Moonlight shading 1

“Well,” kataku gugup. “Aku hanya bertanya, mereka tidak melakukan apapun. Aku satu sekolah dengan anaknya dan satu kelas dengan salah satunya, Matthew.” Jelasku dengan berusaha tenang dan santai.

“Aku baru mengenal mereka. Hanya itu saja, Dad, Mom.” Sambungku, bohong. Ku lihat Mom tidak lagi menatapku, dia bangkit membereskan semua peralatan makan dan menyucinya lalu ayahku, dia kembali bersiap-siap untuk berangkat kekantornya.

“Baiklah, aku berangkat.” Kini tubuhnya yang gagah sudah tidak menampakkan diri didalam rumah. Aku bergegas kekamar, mandi dan mengganti baju lalu turun lagi dan sarapan. Mom berencana hanya dirumah saja seharian, jadi tugas menyuci kali ini akan dikerjakannya. Aku mencium sebelah pipinya dan secepat kilat berlari menuju mobil Jeepku dan melaju cepat bak kilat disaat hujan datang.

Moonlight Shading

197

Page 198: Moonlight shading 1

Aku memarkir Jeepku jauh dari mobil keluarga Lomax, mereka sedang berdiri tidak jauh dari mobil mereka dan memandangiku seperti biasa. Ku lihat hanya ada tiga orang dari Lomax bersaudara yang berdiri didekat mobil itu, aku tidak melihat Matthew dan seseorang yang kuingat namanya adalah Lucca.

Aku kembali merasakan semua hal yang selalu ku rasakan jika melihat mereka, rasanya ingin lari dan menjauh dari mereka tidak ingin bertemu dengan mereka lagi. Adam menghampiriku, senyum manisnya kini selalu terlihat jelas diwajahnya.

“Hay..” Sapanya lembut dan melambaikan tangan padaku. Aku kembali tersenyum padanya.

“Hay.. Kau datang lebih awal?”

“Yah, ini karena pelajaran Olahraga lebih awal.” Dia tersenyum bangga. Aku tahu itu adalah kata-kata gombal yang paling basi yang pernah kudengar. Aku

Moonlight Shading

198

Page 199: Moonlight shading 1

mengajaknya langsung ke Gymnasium, dijalan setapak itu aku mulai mengenal Adam sedikit demi sedikit, dia sangat ramah dan senang bercerita. Kebanyakan alur pertanyaan berasal darinya sehingga aku tidak merasa susah berkomunikasi dengannya, kami mulai akrab dan mulai senang berbicara dengan dihiasi tawa canda kami.

“Kau mulai betah?” Tanya Adam, memandangiku lembut. Aku tergelak. Tinggi badannya lumayan jauh denganku. Sangat tegap dan menarik.

“Yeah, sepertinya aku bisa terbiasa.” Jawabku acuh. Adam menyeringai lebar. Langkah kami beriringan sama dan pelan.

“Kau pasti akan betah. Kau punya teman-teman yang menyenangkan. Kau punya tempat yang tenang. Tempat ini sangat indah, hah?”

“Mungkin.” Aku mengangkat bahuku. Kembali memandanginya. Adam menyeringai.

Moonlight Shading

199

Page 200: Moonlight shading 1

“Bagus kalau begitu. Aku bisa membantumu menyukai tempat ini.” Balasnya, tak kalah cerianya. Aku diam. Berusaha menjawab dalam hati, tidak dengan para vampire itu. Gerutuku dalam hati.

Begitu tiba di Gymnasium, kami menuju ruang ganti dan mengganti pakaian kami, saat itulah ku lihat Glad sedang menatapku, aku mencium aroma cemburu buta darinya dan Adam tidak menyadarinya.

Permainan bukutangkis pun dimulai, Adam sangat bagus untuk melakukan serve dari jarak yang tidak jauh dari net. Aku satu tim dengan Adam melawan Glad dan Steve yang kudengar, mereka sangat jago olahraga. Alur permainan mulai ramai, sering terjadi permainan yang memancing smash keras dari kami dan juga permainan yang panjang yang cukup menarik perhatian murid lainnya. Tapi yang kurasakan adalah, Glad bermain dengan emosi yang meluap-luap.

Moonlight Shading

200

Page 201: Moonlight shading 1

Wajahnya tidak sekalipun membiarkan aku lepas dari pengawasannya, hingga saat aku terpeleset dan Adam menolongku tatapan Glad sangat panas dan begitu penuh dengan api cemburu. Permainan memang sangat seru, sekarang skor kami satu sama, tapi aku harus mengakhirinya karena kondisi Glad yang tidak normal saat ini. Aku menjatuhkan diri dilapangan dan benar-benar berekspresi kelelahan dan meminta permainan dihentikan. Tidak ada yang kecewa, mereka menyetujuinya karena guru kami, Mr. Antony sudah meniupkan pluit tanda pelajaran telah usai.

Aku menghampiri Glad, setelah kami mengganti pakaian dan menuju kelas berikutnya. Dia menghindariku dan menjauh dariku, tapi aku tidak menyerah aku berhasil meraih satu lengannya.

“Glad, dengarkan aku.” Aku berteriak padanya, dia tidak memandangiku. “Glad, maafkan aku.. Aku baru tahu.” Aku

Moonlight Shading

201

Page 202: Moonlight shading 1

menunjukkan penyesalan yang besar padanya, dia menatapku. Tatapan dingin bercampur geram yang tertahan. Aku tergelak.

“Oh ya? Lalu kau senang sudah membuatku cemburu?” Dia menatapku dengan ekspresi marah. Kali ini suaranya meninggi.

“Bukan begitu…” Aku mulai gugup. “Kami hanya berteman, dan itu pun terjadi karena tidak sengaja. Lagipula dia hanya menyentuh sekali.” Aku berusaha menjelaskannya, dia menolaknya dan meninggalkan aku sendirian. Suaraku tercekak, aku gemetaran. Jen menghampiriku dan mengajakku masuk kekelas.

Sesaat aku memandangi Glad, dan dia memalingkan wajahnya dariku. Tak lama Adam datang, dia menebarkan senyum manisnya pada semua murid lainnya, dan menyapaku lembut dengan sikap ramahnya yang menyenangkan. Mr. Doney memasuki kelas dan pelajaran

Moonlight Shading

202

Page 203: Moonlight shading 1

Biologi pun dimulai, aku memandangi seluruh kelas tak ku lihat Matthew dikelas, aku berpikir dia datang terlambat tapi hingga pelajaran Mr. Doney selesai dia tidak menampakkan dirinya.

Aku berharap sama saat menuju kafetaria, aku berharap dia sedang duduk bersama dengan saudara-saudaranya dan tersenyum manis padaku namun semua itu tidak terjadi, tiga bersaudara itu memang ada dikafetaria tapi sosok sempurna itu, tampan dan gagah itu tidak ada disana, walau dia menghilang bersama dengan Lucca yang membuatku gila seharian ini hanya dirinya.

Pikiranku melayang, tidak memperhatikan Steve yang sedang bercerita kegiatan olahraganya yang dilakukannya semalam bersama dengan keluarga besarnya. Dan aku juga tidak mendengarkan beberapa anak klub redaksi yang sedang mencari berita hangat.

Moonlight Shading

203

Page 204: Moonlight shading 1

Aku juga tidak memperhatikan aksi sulap Lucas yang sebenarnya begitu menakjubkan dan hebat. Juga dengan puisi puitis karangan Marco sendiri untuk pacarnya yang hari ini berulang tahun, dan ia ingin memberinya hadiah yang paling bagus – puisi cinta. Aku memikirkan Matthew dan Glad bersamaan. Memusingkan. Pasti. Karena itu dua hal yang berbeda tapi sangat mengganggu pikiranku.

“Kau sepertinya tidak senang, Vic?” Suara Jen mengagetkanku, membuyarkan lamunanku. Dan aku masih memandanginya. Dengan dua tangan dibawah daguku.

“Yah, sepertinya begitu.”

“Ada apa?”

“Tidak ada apa-apa, aku hanya..” aku terhenti, membayangkan wajah kesal dan marah Glad saat pelajaran olahraga tadi. Adam mendekati kami. Aku terhenti dan terdiam. Jen mengamatiku seksama.

Moonlight Shading

204

Page 205: Moonlight shading 1

“Halo semua.” Senyum manis merekah diwajahnya. Wajahnya yang imut seperti bayi sedikit memberiku secercah senyum manis diwajahku.

“Sedang apa?”

“Hanya duduk saja. Oh ya, Adam dimana Glad?” Jen duduk mendekatinya. Sekilas ku lihat matanya melirik padaku, mengawasi gerakku seakan-akan akan bereraksi berlebihan. Jen berdecak saat melihat aku menatapnya sekilas.

“Sudah pulang, dia sedang malas berkumpul. Dan sepertinya ia membolos. Aku belum melihatnya tadi dikelas.” Aku memalingkan wajahku, dan tersenyum sinis sesaat. Apa yang dilakukan Glad kali ini sangat menyusahkanku, dan aku tidak tahu harus melakukan apa.

“Well, ku rasa aku tahu apa yang terjadi.” Jen memandangiku penuh dengan rasa puas dan dia sedang mengancamku. Wajahnya penuh dengan kebanggaan akan perasaanku yang tidak enak pada Glad.

Moonlight Shading

205

Page 206: Moonlight shading 1

“Apa?”

“Rahasia, Adam.” Goda Jen, “Ini hanya untuk urusan perempuan saja.”

“Sebaiknya kau tidak tertarik, Adam.” Ucapku, mengabaikan perhatian Adam dari Jen. Jen tergelak.

“Kenapa? Aku rasa aku perlu tahu..”

“Tidak, sebaiknya kau tetap tidak tahu. Hanya masalah wanita.” Jawabku, acuh dan menatap Jen tajam.

“Wow, ketua klub kita membolos? Aku rasa itu ide cerita yang bagus.” Steve tersenyum bangga seperti baru saja menemukan anak itiknya yang telah hilang beberapa hari. Aku menatapnya. Steve tidak menghiraukanku.

“Steve, sebaiknya kau tidak melakukan itu. Dan itu ide buruk yang pernah terlintas dipikiranmu.”

“Tapi itu bagus, Vic.”

Moonlight Shading

206

Page 207: Moonlight shading 1

“Yah, mungkin tapi itu sama saja kita menjelekkan teman kita, Steve.” Dan tatapanku begitu dingin padanya. Ia pun bergeming melihat reaksiku.

“Well, sepertinya sudah waktunya kita masuk kelas.” Adam memutuskan pembicaraan antara aku dan Steve yang membuatku pusing. Jen menarik lenganku dan membuatku berjalan sejajar dengannya sepanjang jalan setapak dari kafetaria menuju kelas. Sedangkan Steve berjalan beriringan dengan Adam dan Marco. Jen mulai menatapku geram, wajahnya merah dan kaku.

“Apa yang kau lakukan?” Pekiknya, geram.

“Apa?”

“Kau marah dengan Steve dan juga Adam?”

“Tidak, aku hanya tidak suka dengan perbuatan Steve. Itu saja.” Aku geram dengan tuduhannya yang tak beralasan.

Moonlight Shading

207

Page 208: Moonlight shading 1

“Ok, aku juga setuju. Tapi Adam? Seharusnya kita memberitahukannya?”

“Dengar, tidak bagus membicarakan itu dengannya. Lagipula, dia tidak menyadarinya.” Aku mendesah. Dan Jen geram.

“Tapi lebih baik dia mengetahuinya.”

“Sudahlah, sepertinya ini bukan urusan kita.”

“Sepertinya?” Suaranya hampir berteriak, dan itu membuat Adam dan Steve menghentikan langkahnya. Mereka mengamati kami curiga. Ku naikkan sebelah tanganku dan aku hanya mengangkat bahuku, dan mengatakan semua baik-baik saja – dengan kenyataan bahwa kami sedang berdebat.

“Sudahlah, jangan disini.” Aku menarik tangan Jen dan tidak melepaskannya hingga berada didalam kelas. Jen sesekali mengerang tapi cengkramanku lebih kuat darinya.

Moonlight Shading

208

Page 209: Moonlight shading 1

Pelajaran biologi siang ini sangat membosankan, seperti hidupku selama beberapa minggu tanpa kehadirannya. Sesaat aku menyadarinya aku merindukan tubuh sempurna itu, aroma tubuhnya dan juga suara lembutnya. Aku juga merindukan tatapan tajam saudaranya yang sekarang mulai terbiasa ku rasakan. Aku mulai menerka-nerka apa yang terjadi, tapi tetap saja itu tidak meyakinkanku.

Kelas berakhir, kami melanjutkan pembicaraan kami. Tubuh Jen yang tinggi dan ramping terlihat kaku dan menegang. Jen masih memandangiku dengan penuh kesal saat kami berada diparkiran. Dia tidak berbicara dan mengabaikanku.

“Dengar, Glad membolos siang ini. Dan seharusnya tadi kita membicarakannya dengan Adam.” Jen berdiri tepat dihadapanku, menatapku jahat. Kalimat pembukanya membuatku mengabaikannya. Jen mengerang.

“Kau merasa bersikap begini baik? Adam perlu tahu.” Jen semakin geram.

Moonlight Shading

209

Page 210: Moonlight shading 1

“Mungkin saja, tapi itu sama saja kita membicarakannya dibelakangnya.”

“Jadi kau akan menunggu dia? Kau mau menyelesaikannya dengan baik-baik?”

“Yah, jika perlu.”

“Oh, tidak.” Ia membelakangiku dan memandangi Adam dari kejauhan. “Kau kira itu perbuatan pahlawan? Perempuan sangat egois dan pemarah saat sedang cemburu...”

Jen masih mengoceh dengan ketidak senangannya terhadap komentarku. Aku mengabaikannya, mengamati setiap gerak-geriknya.

“Setidaknya aku bukan pengecut. Membicarakan masalah ini tanpa dia dan dibelakangnya sama saja dengan pengecut, Jen.” Jawabku ketus. Jen terbelalak. Tubuhnya kini mulai meninggalkanku. Wajahnya tampak kesal mendengar komentar terakhirku.

Moonlight Shading

210

Page 211: Moonlight shading 1

“Well, Victoria.. terserah kau mau bagaimana. Kita lihat seberapa lama kau akan betah. Aku jauh mengenal Glad dari kau, Sayang..” teriak Jen. Wajahnya masih tampak tidak puas. Aku diam. Berpikir sejenak. Dan menghela nafas pasrah.

Jen memang tidak menyukai perbuatan Glad padaku, cemburu tanpa alasan kuat dan bukti. Jen menginginkan Adam mengetahui tentang sikap Glad padaku, tapi aku tidak ingin itu terjadi. Masalah ini tidak berkaitan dengan Adam secara langsung, jadi harus ku selesaikan berdua dengan Glad.

Entah mengapa selain antara aku dan Glad – dengan pangeran charmingnya, Adam, aku merasa sesuatu yang aneh. Kosong. Sepi. Dan rindu. Aku tergelak. Perasaan rindu penuh Tanya padaku, dengan siapa? Aku terkesiap. Sosok sempurnanya melayang dalambenakku. Rindu? Pada sosok sempurnanya? Aku pasti gila – ucapku sendiri.

Moonlight Shading

211

Page 212: Moonlight shading 1

Aku sadar akan kesepian sekolah siang ini membuatku jengkel – selain masalah Glad. Ketidakhadiran Matthew, pertengkaran dengan Jen mengenai Glad dan Adam, membuatku tidak bersemangat untuk pulang lebih awal. Karena aku akan banyak melakukan beberapa hal sendirian, sebelum Dad dan Mom pulang.

Dan setelah lama melamun, aku menyadari bahwa aku sendirian, bahkan mobil saudaranya sudah tidak ada disana, sudah lenyap dan entah kapan mobil itu sudah lenyap aku semakin penasaran dengan keluarga itu.

Semua itu terjadi hingga satu minggu lamanya, Matthew menghilang dan tidak menampakkan dirinya selama itu. Kadang-kadang ‘saudaranya’ atau mungkin sejenisnya yang mungkin bukan keturunan langsung juga ikut menghilang, hingga akhirnya hanya tersisa saudara perempuannya ‘sedarahnya’ yang tidak pernah bersahabat dengan siapapun termasuk aku.

Moonlight Shading

212

Page 213: Moonlight shading 1

Dan saat itu aku tahu, aku merindukan sosok sempurna yang baru ku kenali, dan baru saja ku temui dan belum pernah berdekatan dengannya walau tahu dia tidak pernah berdekatan dengan wanita manapun. Aku mengakuinya, merindukan sosoknya, aku memang gila – gerutuku sendiri.

Aku merindukan aroma tubuhnya, suara merdunya, senyum manisnya, wajahnya yang kelewat tampan dan juga tubuhnya yang gagah itu berada di sekolah ini. Sesaat aku mengabaikan perasaan marahku akan sikap arogannya saat terakhir kami bertemu, aku terus memikirkannya dalam benakku.

Sabtu pagi ini langit tidak berawan cerah dan menyinari dan tidak juga gelap menutupi langit putih diatas. Dad dan Mom mengajakku untuk jalan-jalan. Aku menyetujuinya karena sekalipun aku belum pernah jalan-jalan dengan mereka sejak kedatanganku. Mereka mengajakku kepusat kota, disana sedang ada acara

Moonlight Shading

213

Page 214: Moonlight shading 1

perayaan bulanan untuk menyambut bulan baru. Perayaan yang tidak umum tapi sangat menarik perhatianku.

Aku mengenakan kaos putih lengan pendek yang ku tutupi dengan jaket hitam polosku juga celana jeans biru. Aku memakai sepatu kets putih yang baru saja aku beli sebelum pulang dari New Jersy. Aku begitu semangat hingga begitu turun dari tangga, sebelum menginjak anak tangga terakhir aku melompatinya. Dad terkesima.

“Wow, kau bersemangat sekali.”

“Yah.”

“Baguslah, disana sangat ramai, Dear. Dan ada beberapa teman-teman kami. Kami akan mengenalkannya padamu, dan semoga kau menyukainya..” Mom menyiapkan bekal makan siang untuk kami. Dan Dad, ia masih menonton layar tv dengan sangat serius. Matanya tidak terpejam beberapa saat.

Moonlight Shading

214

Page 215: Moonlight shading 1

“Tenang saja, aku akan bersikap baik, Dad. Lalu ada apa lagi disana?”

“Perlombaan.”

“Benarkah? Pasti seru.”

Aku tersenyum lebar, wajahku berseri-seri dan suaraku begitu riang. Dad memperhatikan setiap gerakan tubuhku. Dahinya mengerut dan ia memandangiku penuh tanya.

“Tidak ada perlombaan.” Dad hanya menatapku dengan matanya yang tegas – khas polisi dan juga suaranya yang lantang. Ia kembali menonton tv yang sedang menyiarkan pertandingan sepak bola, kegemarannya. Aku mendesah.

“Kenapa? Itu menyenangkan, Dad.”

“Dear, tidak ada perlombaan untuk kita. Kita tidak pernah melakukannya. Dan tidak ada perlombaan bagi wanita.” Mom menyentuh pundakku menenangkanku sesaat. Dan aku masih sangat jengkel.

Moonlight Shading

215

Page 216: Moonlight shading 1

“Lalu apa yang akan kita lakukan disana?”

“Hanya menonton saja. Berkumpul dengan beberapa orang. Itu saja.” Dad tidak membalikkan tubuhnya, semua tubuhnya masih memandanggi tv dengan sangat serius. Aku duduk dengan lemas dan tak berdaya. Mom masih sibuk menyiapkan bekal untuk kami. Dari tatapan matanya yang lembut aku mengerti, mereka hanya ingin mengenalkanku dengan beberapa teman mereka. Dan itu tidak menggiurkan bagiku.

“Baiklah, aku tidak akan ikut perlombaan. Tapi, kita naik Jeepku?”

Saat itulah tubuh Dad berpaling memandangiku. Matanya menyipit, dahinya mengerut, bibirnya mengerucut dan tidak mengeluarkan suara. Dan Mom, ia hanya menggigitkan bibirnya sedikit cemas dengan pendapatku. Aku meninggalkan mereka, menuju mobil Jeepku dan menyalakan mesinnya. Tidak

Moonlight Shading

216

Page 217: Moonlight shading 1

ada persetujuan dan penolakkan, aku menganggap itu tidak masalah bagi mereka.

Aku mengendarai Jeepku dengan cepat. Jalanan sangat sepi dan begitu lenggang. Tatapan mataku begitu focus memandang lurus jalanan. Dad sedikit berteriak dan menggeram. Aku merasakan ia sedikit menyesal telah menghadiahkan Jeep ini padaku. Tubuhnya begitu kaku, matanya pun terbelalak. Ia berkali-kali mengingatkanku untuk memelankan kecepatannya. Dan aku menyerah, aku menuruni kecepatan dan berjalan dengan tidak seperti balapan.

Mom menghela nafas lega, dan ia beberapa kali menegurku. Aku hanya tersenyum nyengir pada mereka. Dan Dad, ia hampir mengancamku. Bagiku aksi ini sedikit mengobati perasaanku yang tidak sedang stabil. Masih memikirkan sosok sempurna itu dan juga Glad. Ini adalah hiburan bagiku, sedikit mengobati rasa kesalku yang tertahan didalam.

Moonlight Shading

217

Page 218: Moonlight shading 1

Perjalanan kami tidak terlalu jauh, karena rumah kami sebenarnya berada diperbatasan antara pusat kota dengan daerah pendalaman.

Pusat kota sudah sangat ramai, banyak sekali orang-orang yang berdatangan. Beberapa anak kecil berlarian disekitar parkiran – mereka bermain pistol air yang dulu pernah ku mainkan juga.

Kami masih berada diparkiran Mom dan Dad memanggil nama-nama orang yang masih asing bagiku, kecuali keluarga Sanders. Aku masih didalam Jeep dan mematikan mesin lalu keluar dan memandangi orangtua Adam – yang dari caranya berpakaian dan gayanya mereka adalah orang kaya yang punya kuasa besar di daerah ini.

Orangtua Adam datang ke acara ini, tapi aku tidak melihat Adam. Mom memperkenalkan Jeremi Sanders dan Andrea Sanders, orangtua Adam padaku.

Moonlight Shading

218

Page 219: Moonlight shading 1

“Kau Victoria, kan?” Suara lantangnya begitu membahana dan mengejutkanku. Aku tersenyum, menyambut ramah tangannya yang terjulur untuk bersalaman denganku. Tangannya begitu lembut dan hangat, begitu juga dengan Andrea, suaranya begitu lembut, rambutnya panjang lurus dan hitam legam.

“Senang bertemu kalian.” Aku kembali tersenyum pada mereka. Dad dan Mom, juga keluarga Sanders mengajakku untuk masuk kedalam. Saat melangkah kedalam, ramainya acara ini membuatku girang.

Banyak sekali kios-kios kecil yang menjual berbagai barang, makanan dan juga permainan anak-anak. Dan dibagian tengahnya terdapat lahan luas seperti arena balapan. Aku terkejut begitu melihat, ini adalah arena balapan kuda. Kira-kira beberapa meter jaraknya sudah berdiri dengan tegap kuda-kuda yang gagah perkasa itu. Mereka dengan

Moonlight Shading

219

Page 220: Moonlight shading 1

pemiliknya sedang mempersiapkan diri untuk bertanding.

“Balapan ini dilakukan oleh pemuda sejati.” Jeremi Sanders menyadarkanku dari lamunanku. Ia menjelaskan beberapa peraturan mengenai perlombaan itu. Aku terkesima, ia begitu ramah dan baik padaku.

Mom, Dad dan Andera sedang membeli beberapa makanan ringan dan juga minum. Mom dan Dad membeli cukup banyak untuk kami bertiga,sedangkan Andrea hanya membeli beberapa saja. Sepertinya mereka berencana untuk piknik dengan beberapa temannya – hingga sekarang belum menampakkan diri.

“Lalu tidak ada perlombaan untuk perempuan?” Suaraku memecahkan kebisuan diantara kami. Sesaat Jeremi memandangiku penuh tanya, lalu ia kembali tersenyum. Sepertinya ia sedikit terkejut.

Moonlight Shading

220

Page 221: Moonlight shading 1

“Well, sayang. Tidak pernah ada perlombaan bagi kaum wanita. Dan itu sejak jaman romawi.” Aku jengkel mendengarnya. Tentu saja, sekarang aku mengerti mengapa Dad begitu kaget saat aku ingin mengikuti perlombaan dirumah sebelum berangkat. Mereka masih saja berpikiran kuno dengan cerita lama yang masih saja diungkit-ungkit.

“Tapi, pasti ada perlombaan lain yang bisa dilakukan oleh perempuan. Ini sudah jaman modern, tuan.”

Aku tidak mau kalah dengan kaum laki-laki yang mulai sekarang aku juluki kaum egosi sedunia – bukan, aku meralatnya dari sedunia menjadi semesta alam. Dan Jeremi tertawa.

“Wow, kau yang pertama yang menanyakannya.”

“Benarkah? Tidak ada yang memintanya sebelumnya?”

“Tidak ada. Kau yang pertama.”

Moonlight Shading

221

Page 222: Moonlight shading 1

“Menyedihkan.”

Aku tersenyum sinis, merasa kejengkelanku bertambah. Sepertinya semua kaum perempuan disini tidak menginginkan perubahan. Aku mengatakan pada Jeremi, sekarang perempuan harus bisa bersaing dan lebih maju daripada laki-laki. Aku begitu bersemangat hingga tawanya semakin keras terdengar. Dad dan Mom memandangi kami penuh tanya, mereka terheran-heran dengan apa yang kami lakukan.

Setelah acara pertama yang ditampilkan dalam perayaan ini yaitu balap kuda selesai, Mom dan Dad mengajakku berkeliling. Kios-kios itu menarik perhatianku, dan terlebih lagi kios permainan. Aku menantang Dad untuk memainkan suatu permainan yang seru – tembak air.

Jika Dad bisa menembak bola-bola kecil yang didalamnya terdapat air dan mengenai wajah seorang manusia yang

Moonlight Shading

222

Page 223: Moonlight shading 1

bersembunyi didalam patung singa yang besar dan hanya menampilkan wajahnya saja. Dad menyambutnya dengan senang hati, beberapa kali ia mencoba menembaki bola-bola itu agar bisa tepat sasaran. Tapi beberapa kali itu pun tidak membuahkan hasil, Dad tidak tepat sasaran. Ia belum menyerah dan masih mencobanya.

Aku memintanya untuk memberiku kesempatan, dan ia mengijinkanku. Aku berdiri didepan Dad, membelakanginya dan mengajarkannya cara yang benar untuk menembaki bola-bola itu agar tepat sasaran. Dad terkesima. Aku berhasil melakukannya, beberapa tembakkanku tepat sasaran – sehingga aku bisa memilih hadiah yang kusuka.

Aku memilih hadiah boneka beruang kecil yang lucu. Dilehernya terdapat pita berwarna pink dan tangannya memegangi sebuah bantal kecil yang bertuliskan ‘I Love U’. sangat lucu dan menggemaskan.

Setelah lelah bermain beberapa permainan – dan Dad tidak pernah berhasil

Moonlight Shading

223

Page 224: Moonlight shading 1

mengalahkanku, Dad dan Mom mengajakku makan siang bersama-sama teman-temannya. Ada beberapa pasangan dimeja yang ukurannya cukup besar.

Semuanya tersenyum padaku, mereka memanggil namaku dengan begitu ramah.

“Senang bertemu denganmu, Victoria.” Tatapannya sangat bersahabat, wajahnya kecil, bibirnya begitu indah dan aroma parfumnya juga menyengat. Aku mengenalinya sebagai Luisa Harver, ibu dari Steve.

“Kau sangat manis, Victoria.”

Tatapan lembut dan hangatnya membuatku begitu nyaman. Tawanya yang begitu nyaring terdengar membuat meja makan kami sangat ramai dan banyak mata memandanginya. Wanita bertubuh gemuk, rambutnya pendek dan sangat modis berpakaiannya adalah ibu dari Jenifer Shell, Meriane Shell.

Moonlight Shading

224

Page 225: Moonlight shading 1

Dan wanita yang memakai gelang dan kalung yang sangat menyolok mata disiang hari adalah ibu Gladys Moore, Gianna Moore. Tubuhnya sangat bagus dan tinggi, rambutnya pirang strawberry dan panjang tergerai. Senyumnya sama menawannya dengan Gladys.

Semuanya banyak mengajakku berbincang-bincang dengan mereka. Ada yang menanyakan tentang New Jersy, ada juga yang menanyakan perasaanku bisa pulang ke Townsville dan juga masih banyak hal lagi. Suasana makan siang hari ini begitu menyenangkan, aku melaluinya dengan orang-orang yang baru kukenali.

Aku bertemu dengan orangtua dari Adam, Glad, Jen dan juga Marco – yang tidak ditemani anak-anak mereka karena alasan lain. Beberapa tidak bisa datang karena ada acara lain. Aku sedikit menyesal tidak bisa bertemu dengan teman-teman baruku.

Setelah perayaan selesai, aku dan orangtuaku kembali menonton acara sulap

Moonlight Shading

225

Page 226: Moonlight shading 1

dan sirkus di tempat arena balap kuda tadi. Acara itu memakan waktu yang lama, hingga aku dan orangtuaku memilih duduk daripad berdiri. Beberapa teman Dad dan Mom sudah pulang – mereka mengabaikan acara terakhir yang sebenarnya sangat bagus bagiku. Dan bagi mereka itu acara yang sudah tidak jaman. Jika aku boleh jujur, ketidakikutsertaan perempuan dalam perlombaan ini adalah peraturan yang tidak masuk akal – melebihi acara sirkus dan sulap ini.

Aku masih ditemani oleh orangtua Adam, ia masih semangat menonton acara terakhir ini. Beberapa kali ku lihat ia tertawa girang dan bersorak riang setiap sang pesulap memainkan triknya. Dan melakukan hal yang sama pada para pemain sirkus.

Cerita tentang kedatangaanku pada acara perayaan Sabtu itu tersebar luas. Anak-anak redaksi – yang sekarang menjadi teman mainku, begitu antusias mendengarkan ceritaku – namun aku tidak

Moonlight Shading

226

Page 227: Moonlight shading 1

pandai bercerita dengan begitu jelasnya. Beberapa menyesali tidak datang, tapi tidak dengan Glad. Karena aku tahu apa alasannya tentang ketidakhadirannya.

“Wow, kau datang ke perayaan, Vic?” Marco berjalan mendekatiku menuju gedung tua tempat kami akan belajar biologi. Tubuhnya begitu bersemangat, tawanya begitu riang dan senyumnya selalu tersinggung diwajahnya. Aku tertawa melihatnya.

“Yah, sangat menyenangkan.”

“Tentu saja. Seandainya aku tahu kau akan datang. Aku pasti...”

“Marco, kau kan sibuk kerja.”

Adam mendekati aku dan Marco, wajahnya sangat tidak bersahabat. Ia berjalan membelakangi Marco dan mencoba untuk menyeimbangkan dirinya denganku. Tatapan matanya begitu berbeda, ia tidak tersenyum padaku.

Moonlight Shading

227

Page 228: Moonlight shading 1

“Kerja? Kalian kerja?” Tanyaku kaget pada Marco. Marco berdecak kagum pada dirinya.

“Adam, kau juga tidak datang? Aku bertemu dengan orangtuamu.” Kataku, melirik Adam. Adam memandangiku beberapa detik.

Ia hanya mengangkat alisnya, tetap memandang lurus jalanan yang sekarang penuh dengan genangan air setelah pagi ini diguyuri hujan.

“Aku dan Marco tidak datang karena kami ada kerjaan. Orangtua kami punya bisnis bersama, makanya jika weekend kami biasanya sibuk membantu.”

Dan ia menatapku, kini dengan senyuman. Begitu manis, hangat dan bersahabat. Didalam kelas – sebelum Mr. Doney masuk kekelas, Adam memintaku untuk menceritakan bagaimana acara perayaan bulan ini. Aku tidak menceritakan semuanya dengan detail, karena orangtuanya juga telah

Moonlight Shading

228

Page 229: Moonlight shading 1

menceritakan pada Adam. Aku dan Adam sangat akrab hari ini, hingga akhir pelajaran pun kami masih ngobrol banyak hal dan juga dengan tawa riang kami.

Part 9

Keakraban

Moonlight Shading

229

Page 230: Moonlight shading 1

Pagi itu ku lalui seperti biasa selama sepuluh hari lalu – setelah peristiwa mimpi burukku yang pertama tentang Matthew, aku melakukan rutinitas yang sama. Aku bangun tepat waktu, berberes diri dan berangkat sekolah hingga tiba tepat waktunya. Lalu berkumpul dengan beberapa teman-teman, mengobrol dan mendengarkan cerita mereka.

Dan seperti biasa juga, aku melaluinya dengan harapan kehadiran Matthew yang sekarang sudah sepuluh hari menghilang setelah peristiwa pingsan yang sampai sekarang masih jadi perbincangan anak-anak disekolah. Aku terhipnotis.

Dan selama itu pula, aku dan Glad belum juga berbaikan. Dia memilih tidak berteman denganku dulu, dan perlahan menghapus namaku dari daftar temannya.

Moonlight Shading

230

Page 231: Moonlight shading 1

Walau kami selalu berada ditempat yang sama, Glad memilih untuk tidak berbicara denganku dan mengobrol dengan yang lainnya.

“Hay..” Sapa lembut Jen padaku, dia memelukku hangat. Aku hanya membalasnya dengan senyuman, dan menerima pelukannya. Jen sudah menganggap obrolan kami hanya ‘godip belaka’ – pilihan yang bijaksana dengan tidak lagi dibesar-besarkan. Dia melirik Glad sesaat.

“Dia belum berbicara padamu?” Tanyanya berbisik padaku. Tubuhnya bersandar padaku.

Aku menggelengkan kepala dan kembali memandangi mobil-mobil diparkiran. Jen mengamatiku, “Apa yang kau lihat? Kau menunggu Matthew?” Raut wajahnya tenang tapi penuh dengan makna yang tidak ku mengerti, dia tersenyum sinis padaku.

Moonlight Shading

231

Page 232: Moonlight shading 1

“Tidak, aku hanya sedang mengalihkan perhatianku dari Glad.” Aku sedikit berbohong saat itu, tapi dia tahu.

“Sudahlah, kau tahu kau sedang tidak memikirkan Glad kan? Sepertinya kau merindukan Matt?” Kali ini dia menatapku, berharap aku menjawab iya namun aku hanya terdiam.

Dan ia pun semakin yakin. “Jadi benar, berita tentang kalian?” Suaranya mulai terdengar oleh murid lainnya, dan sekarang aku sedang dipandangi oleh mata-mata yang menanyakan hal yang sama dengan Jen. Aku memberinya isyarat diam dan memelankan suaranya. Jen tertawa geli. Marco mendekatinya, dan aku mengabaikannya. Dan Jen, dia tetap tertawa.

“Apa-apaan kau? Mereka mendengarnya,kan? Sudahlah.” Aku menghindarinya dan menjauh dari kumpulan anak-anak, Jen mengikutiku.

Moonlight Shading

232

Page 233: Moonlight shading 1

“Kau benar-benar berharap dia akan datang? Aku rasa dia akan datang. Kau sangat menanti kehadirannya, kan?” Jen mulai bertaruh padaku. Berspekulasi sendiri. Aku menatapnya.

“Kau yakin, ini sudah sepuluh hari dan aku yakin dia tidak akan datang sekarang juga.” Dan aku terjebak dengan Jen. Sial, pekikku dalam hati.

“Baiklah, kita lihat saja. Jika aku benar, kau berhutang banyak.” Jen tersenyum puas. Dia begitu yakin dan bersemangat kali ini, sedangkan aku sungguh-sungguh berharap cemas dengan tantangan itu.

Pelajaran Biologi pun dimulai, Mr. Doney memasuki ruangan dengan gagahnya dan begitu angkuh. Dia memanggil satu persatu nama muridnya, dan saat itulah aku merasakannya, kulitku merinding, aku mulai merasa kedinginan dan bulu-bulu ditanganku mulai berdiri.

Moonlight Shading

233

Page 234: Moonlight shading 1

Saat itulah sosok sempurna itu berdiri didepan, meminta ijin untuk mengikuti pelajaran dan Mr. Doney mengijinkannya, dia berjalan menuju mejaku dan akhirnya aku dan dia duduk satu meja dan kami adalah satu tim untuk beberapa kali tugas kelompok pelajaran ini pada semester ini. kulirik sorot matanya, tampak coklat terang kali ini, tidak ada lagi kekesalan dalam dirinya.

Aroma tubuh yang kurindui memuaskan diriku sesaat ini. Aku tergila-gila dengan wangi yang tidak bisa kugambarkan. Sangat menggiurkan dan menggodaku, sehingga aku merasakan mabuk karenanya.

Kulihat Jen tersenyum puas padaku, dia mengacungkan ibu jarinya padaku lalu aku hanya menundukkan kepala. Pelajaran itu berjalan dengan sangat menyiksaku, ku lirik makhluk sempurna yang duduk disampingku ini, dia mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras dan tubuhnya menegang lalu dia mengetahui

Moonlight Shading

234

Page 235: Moonlight shading 1

kalau aku sedang memperhatikannya. Aku memalingkan wajah, tidak lagi tertarik untuk memandanginya lagi. Aku hanya bisa melakukan hal yang sama, kali ini aku tidak terlalu tersiksa, hanya saja aku membutuhkan tenaga besar untuk mengendalikannya dan menahan semua perasaan ini.

Bel selesai pun berbunyi, dan saat itu juga dia bangkit dan meninggalkan kelas dengan begitu cepat tanpa ku sadari kepergiannya. Dan Jen menghampiriku.

“Well, kau ingat tantangannya kan?” Jen benar-benar puas dengan senyumnya itu. Aku hanya menundukkan kepala, dan berjalan lemah untuk menuju kelas selanjutnya.

Sepanjang jalan setapak aku dan Jen serta beberapa murid lainnya, kami diguyuri hujan rintik-rintik yang sudah datang sejak pagi tadi. Jen mulai menanyaiku, dia memulainya dengan peristiwa pingsan yang melegenda itu, lalu bertanya apa saja yang kami lakukan,

Moonlight Shading

235

Page 236: Moonlight shading 1

hingga mempertanyakan sejauh apa hubungan kami.

“Kau lupa, Matt pernah diduga ‘gay’? semua itu benar-benar membuat situasinya kacau balau. Tapi, Matthew dan keluarganya diam-diam saja. Seperti tidak peduli dengan semua gossip mengenai mereka itu.” Dia membisikkan kata-kata itu saat pelajaran Mr. Kim sudah dimulai sepuluh menit yang lalu, sebenarnya menceritakan lebih tepat dengan cepat Jen dan saat itu aku menatap makhluk sempurna itu.

“Yah, aku ingat. Banyak yang sudah mengatakannya padaku.” Aku meliriknya lagi, kali ini Matthew tersenyum sinis dan memandangiku.

Apa? ‘gay’? dia vampire. Ketusku – dalam hati

“Kau benar-benar aneh, Vic.”

“Apanya?”

Moonlight Shading

236

Page 237: Moonlight shading 1

“Yah, berhubungan dengan seseorang yang pernah dikira dirinya ‘gay’ itu.” Jen mendesah, wajahnya dibuat khawatir karenanya dan membuatku sangat merinding mengingat gossip yang beredar mengenai Matthew. Ingin tertawa, kenyataannya bahkan tidak ada teorinya tentang vampire yang menghindari manusia tapi dipandang ‘gay’ oleh azas tak bersalahnya.

Beberapa bulan setelah Matthew sekeluarga datang, mendaftar masuk kesekolah ini. Banyak sekali gadis-gadis yang tergila-gila pada mereka, terlebih lagi Matthew. Beberapa puluh gadis mencoba untuk mengajaknya kencan, dari mengirimi surat cinta ke rumahnya dan diberikan langsung hingga mengajaknya dengan mendatangi rumahnya. Dan semuanya ditolaknya.

Dan puluhan gadis itu sangat terpukul – sehingga gossip Matthew yang tidak menyukai perempuan itu tersebar keseluruh sekolah. Dan itu tidak pernah

Moonlight Shading

237

Page 238: Moonlight shading 1

sekalipun dibantahnya – tidak juga dengan saudara-saudaranya.

Aku bergidik mendengarkan gossip murahan dari Jen, gossip yang pastinya menjatuhkan harga diri itu tidak pernah ada bukti nyata yang menegaskan tentang gossip itu. Matthew menyukai sesama jenis? Dia vampire – ungkapku dalam hati. Ingin tertawa. Gossip itu tak terdengar lagi. Aku kembali focus pada pelajaran ini.

Begitu menuju kafetaria Jen tidak henti-hentinya menanyaiku. Dan aku harus terus menerus menjelaskan padanya aku dan Matthew tidak memiliki kedekatan apapun, dan dia kecewa. Dia ingin aku bisa membuktikan bahwa Matthew tidak ‘gay’.

“Sungguh?” Wajahnya sangat kecewa. Jen tak percaya. Aku ingin sekali membuktikannya bahwa seratus persen aku benar. Aku nyaris tertawa.

“Yah, akan aku buktikan.” Aku kembali meyakinkannya. Jen masih tidak percaya. Jen tercengang.

Moonlight Shading

238

Page 239: Moonlight shading 1

“Matthew bukan ‘gay’?” Jen mengulangi kata-kata itu. Mulutnya ternganga lebar. “Tapi, selama kami mengenalnya, dia belum pernah terlihat bersama wanita. Jadi, itu jelas sekali bahwa dia…” Jen terdiam sesaat. Aku terkekeh sendiri melihat Jen.

“Percayalah.” Gumamku enteng.

“Apa ini sebagai penjelasan bahwa ada sesuatu lebih diantara kalian? Dan kau mau membantunya membersihkan berita itu?” Jen terus merong-rongiku.

“Hubungan kami hanya korban pingsan dan sang penyelamat, hanya itu.” Aku kembali meyakinkannya, “Dan tidak ada hubungannya dengan gossip itu, oke?” Imbuhku dengan nada yang kelewat normal. Kukedipkan sebelah mataku – menggoda Jen. Jen hanya bungkam saja, mengerjapkan matanya dengan cepat.

Dan saat dikafetaria itu, aku melihat Matthew memandangiku, dia tersenyum sesaat – aku mengabaikan Jen yang masih

Moonlight Shading

239

Page 240: Moonlight shading 1

jengkel karena aku menantangnya untuk membuktikan Matthew tidak ‘gay’ dengan peristiwa diruangan kesehatan keseluruh orang di sekolah.

Saat itulah aku kembali memandanginya, melihatnya dari balik rambutku yang sengaja kugerai. Dia memandangiku, dan tetap memandangiku. Aku membalikkan badanku , membelakanginya dan tidak lagi memandanginya.

Aku terkejut dengan apa yang dilakukannya hingga tidak sadar bahwa aku hampir terlambat untuk kelas bahasa inggris.

Selesai pelajaran bahasa inggris, Adam banyak bicara hari ini. Ia menceritakan tentang rencana keluarganya yang akan pergi ke pantai di daerah Marine Land. Butuh waktu lama dari rumahku menuju daerah yang sangat digemari seluruh masyarakat Townsville. Tepatnya pantai di daerah Marine Land, pantai Glory Beach berada dibelakang

Moonlight Shading

240

Page 241: Moonlight shading 1

hutan-hutan pinus dan pohon-pohon yang menjulang tinggi. Dan ia menawariku untuk ikut dengannya.

“Ikutlah, Vicky. Pasti menyenangkan.” Senyum manisnya mengembang diwajahnya – dan tentunya sorot mata Glad membuat bulu kudukku berdiri. Aku hanya mengangkat bahuku. Dan Jen kembali mendesah.

“Vicky, pantai itu sangat terkenal. Kau seharusnya menerimanya.” Ia memaksaku. Dan sepertinya Jen menyetujui rencana Adam. Jen mendaftarkan diri untuk ikut ke pantai Glory Beach bersama keluarga Adam.

“Maaf, aku tidak bisa.”

“Kenapa?”

“Ini masih minggu-minggu pertamaku dengan keluargaku, dan sepertinya aku masih ingin menikmatinya.” Nadaku santai sekali. Adam sangat kecewa mendengarnya, wajahnya kembali sedih.

Moonlight Shading

241

Page 242: Moonlight shading 1

“Bukan karena Glad, kan?” Jen berbisik padaku. Aku kaget sesaat.

“Yah, itu juga.”

“Apa?”

“Dengar, dia menatapku cemburu. Mana mungkin aku mengkhianatinya. Lagipula, aku memang tidak tertarik dengan pantai.” Aku mendesah agar suaraku tidak terdengar oleh yang lain. Jen sangat geram mengenai alasanku yang tidak ingin menyakiti Glad dibelakangnya.

“Dasar sinting kau, Vic.” Erang Jen. “Orang bodoh mana yang menganggap kau menyakiti Glad dibelakangnya, hah? Aneh.”

“Anggap saja orang itu adalah aku.” Lagi-lagi aku bersikap menyesal.

“Ugh!” Jen mengerang lagi. “Kau seperti orang yang selalu mau mengakui kesalahan orang lain. Padahal yang kau lakukan bukanlah sesuatu yang bisa

Moonlight Shading

242

Page 243: Moonlight shading 1

disebut kesalahan. Itu hanya sikap kekanak-kanakan Glad.”

Aku mendesah pelan lagi. “Soal yang terakhir itu, aku setuju.”

“Soal itu saja kau setuju.” Gerutu Jen masam.

Jen berharap aku bersikap santai dalam masalah kesalahpahamanku dengan Glad, seperti tetap normal berpergian bersama-sama teman-temanku ke pantai. Peristiwa aku dan Glad mengingatkanku pada Britany, peristiwa pasangan prom yang berakhir bahagia – walau aku tidak tahu bagaimana kelanjutan hubungan mereka.

Semua memutuskan untuk pulang, mengakhiri pembicaraan tentang pantai dan Adam menerima penolakkanku tentang pantai. Tidak dengan Jen yang masih jengkel mendengar alasanku.

Sepulangnya aku dirumah, aku dikejutkan dengan kehadiran Matthew didepan rumahku. Seingatku aku jauh

Moonlight Shading

243

Page 244: Moonlight shading 1

lebih dulu keluar dari sekolah, tapi yang lebih dulu tiba didepan rumahku adalah sosok sempurna yang mulai memabukkan diriku.

Tubuhnya yang tinggi sedang bersandar pada mobil Volvonya, dan ia juga menyilangkan kedua tangannya didadanya. Kemeja biru yang lengannya dilipat hingga batas sikunya dan juga sweter tanpa lengannya membuat ia begitu modis – layaknya model yang sedang mengiklankan produk mobil terbaru. Dan senyum manisnya tersungging dengan indahnya diwajahnya yang terlalu tampan.

Dia tersenyum puas, atau aku mengartikannya senyum menang karena datang lebih awal dariku. Untungnya rumahku sedang kosong, ibuku sedang berada di Florida karena sedang mengadakan promo tour bukunya tentang bisnis yang menjadi best seller di Townsville – itu adalah pekerjaan

Moonlight Shading

244

Page 245: Moonlight shading 1

sampingan Mom. Dia mendekatiku, dan semakin dekat.

“Siang, Miss Victoria…” Sapanya dengan suara lembutnya yang merdu dan harum. Aku terpesona sesaat, dan mulai kembali menjauhinya. Saat itulah aku sadar bahwa aku tidak merasa kesakitan seperti sebelumnya, hingga membuatku pingsan. Dia menatapku bingung. Keningnya berkerut, tubuhnya bersandar pada Jeepku.

“Kau.. Darimana kau tahu..”

“Aku kenal cukup baik dengan keluargamu.” Suara lembut itu mulai terbiasa terdengar olehku. Aku menganggukkan kepala lambat-lambat.

“Lalu, ada apa? Ayahku belum pulang.. Dan ibuku..”

“Dia sedang ada di Florida, kan? Aku tahu.”

Matthew benar-benar berbeda dari hari pertama pertemuan kami. Dan

Moonlight Shading

245

Page 246: Moonlight shading 1

semakin menggodaku – walau tahu aku akan selalu menolaknya.

“Aku kesini untuk bertemu kau, sepuluh hari tidak bertemu kan? Apa kabar?”

“Baik. Kau sendiri?” Tanyaku, ragu-ragu.

“Baik, kau tahu sendirilah, bagaimana rasanya memuaskan dahagamu.” Akui Matthew dengan seringaian lebar, tampan dan manis sekali, “Kami berburu.”

“Baguslah, rasanya pasti tidak enak menahan dahaga, kan? Tunggu dulu, bukankah kau bisa menanyaiku di sekolah?” Mataku menyipit, tanganku bersedekap. Matthew memalingkan wajahnya ke langit, lalu memandangiku lagi dengan senyum puas dan aneh yang tidak ku mengerti.

“Yah, tapi sepertinya tidak bisa. Berita mengenai kita sudah menyebar, tanpa tahu siapa yang menyebarkannya.” Ucapnya, tertawa kecil. Matthew terlihat

Moonlight Shading

246

Page 247: Moonlight shading 1

menahan tawanya sendiri, membuatku bergidik.

“Kau tahu?” Aku mulai panic. Matthew menyeringai lebar. Gigi putihnya terlihat mengkilap – walau sangat tidak mungkin walau gigi berwarna putih sekalipun. Kembali Matthew menahan tawa.

“Tentu saja, apalagi temanmu menanyakannya padamu kan? Sebenarnya masih banyak sekali yang ingin mengetahuinya, tapi mereka…” Matthew menahannya sesaat. “Mereka benar-benar mengira aku ‘gay’?” Tawanya pun tak tertahankan. Aku tercengang. Vampire bisa tertawa? – tanyaku sendiri. Terbahak-bahak malah.

“Kalau saja mereka tahu kenyataannya, pasti mereka akan kaget setengah mati. Mengira aku ‘gay’ dan mengira kita berhubungan, kurasa mereka sudah gila.” Matthew terusa saja berbicara, tertawa kecil, mengabaikan reaksiku yang kaget sekali.

Moonlight Shading

247

Page 248: Moonlight shading 1

Aku memotong pembicaraannya yang mulai membingungkan. Jari telunjukku berdiri tepat didepan hidungnya.

“Darimana kau tahu hari ini aku ditanyai oleh temanku? Apa dia menceritakannya padamu? Dan kau tahu tentang semua praduga tak bersalah mereka tapi membiarkannya. Sial!” Aku mendesah jengkel. Wajahku terasa sangat panas sekarang. Dia tersenyum santai dan hampir tertawa – dan memperlihatkan gigi putihnya yang berkelap-kelip indah seperti berlian lagi.

“Tenang, tidak ada yang memberitahukannya padaku. Tidak secara teknis, sih. Tapi mereka membicarakannya, dalam benak mereka. Dan dalam keadaan dekat atau jauh sekalipun aku bisa mendengar apapun yang mereka bicarakan dengan sangat jelas sekali. Seperti berbisik padaku secara langsung, malah.” Kali ini dia menyandarkan tubuhnya dihadapanku dengan sebelah tangannya yang berada

Moonlight Shading

248

Page 249: Moonlight shading 1

didalam saku celananya – sangat menggoda. Dan aku masih saja marah padanya.

“Maksudmu, kau bisa mendengar yang mereka bicarakan dan pikirkan secara bersamaan baik dekat ataupun jauh? Begitu?” nadaku skeptic, mulutku menganga. Matanya tidak pernah sekalipun berpaling dariku, masih memandangiku begitu lembut dan indah.

“Yah, begitulah. Tapi tidak selalu, aku harus mengenalnya dulu. Pikiran dan suara itu. Kau lupa, aku bukan manusia. Aku vampire.” Senyumnya kembali mengembang diwajahnya yang tampan dan mempesonaku saat itu. Aku tergelak. Vampire tolol yang tampan tapi sayang kau terlalu menggodaku, bisikku – dalam hati.

“Seperti kau, kau bisa hidup sebagai manusia, dan juga pembasmi. Kau bahkan bisa mengenali semua aroma tubuh manusia atau pun makhluk lainnya walau aroma itu sangat samar darimu, itu

Moonlight Shading

249

Page 250: Moonlight shading 1

kespesialanmu lainnya.” Godanya, aku terkesiap. Kagum dengan sikapnya hari ini.

Aku tersadar saat itu, dia menjelaskan beberapa hal yang sebenarnya tidak ingin aku akui – kami berbeda – dan yah kami beda. Aku mengajaknya masuk kedalam rumah, aku membuka pintu dan mengijinkannya duduk disofa coklat kesukaan ibuku. Dia memandangiku, melihat gerakan kecil yang ku buat. Aku menyalakan lampu, menutup jendela karena hari mulai petang dan menyiapkan peralatan makan malam.

“Maaf, jika kau tidak keberatan aku harus bersikap layaknya manusia, boleh?” Pintaku, Matthew terlihat memutarkan bola matanya, lalu mengangguk pelan.

“Tentu saja. Kau bisa melakukan apapun dirumahmu kan.” Matthew berseru santai sekali. Dengan cepat, aku pergi jauh darinya. Sibuk merapikan rumah, dapur, dan segala cucian di ruang menyuci.

Moonlight Shading

250

Page 251: Moonlight shading 1

Dia memperhatikanku dengan seksama. Aku membuatkan makam malam, lalu menyiapkannya dimeja dan membuat minuman hangat karena hari ini hujan turun lumayan deras tadi siang. Lalu aku kembali padanya dan berbicara padanya.

“Senang rasanya bertemu dengan orang yang bisa diajak berbicara apapun, termasuk tentang nyatanya siapa dirimu, ya kan?” Aku mulai memecahkan keheningan saat itu. Dia memutarkan bola matanya dan kembali memandangiku.

“Begitulah, bosan rasanya bercerita hanya pada keluargaku saja. Mengetahui adanya dirimu membuatku merasa lebih baik. Dan juga buruk.” Dia melihat sekeliling rumahku, dan kembali menatapku. Wajahnya tampak tenang. Tidak lagi merasakan goncangan hebat dengan hadirnya aku – pembasmi – di hadapannya.

“Apa?”

Moonlight Shading

251

Page 252: Moonlight shading 1

“Karena kau berbeda. Jelas sekali, kan?”

“Tentu saja, aku tahu artinya itu. Tapi maksudmu tadi, kau merasakan buruk?”

“Kau pembasmi, kaulah malaikat pencabut nyawa bagi kami, para vampir. Kau menyiksa kami, kau tentu mengerti, kan? Itulah bagian terburuknya.” Ungkapnya, nyengir padaku. Aku jengkel.

“Lalu bagian baiknya?”

“Kau menarik perhatianku. Kau berbeda dari jenismu.” Jawabnya, menatapku dengan mengendipkan sebelah matanya. Aku tergelak dan berdebar-debar. Kata-katanya membuatku malu dan bingung secara bersamaan.

“Kau melakukannya lagi. Kau curang sekali.”

“Apanya?”

“Beberapa minggu yang lalu, kau menawarkan pertemanan lalu kau kembali bersikap sabagai musuh padaku. Dan

Moonlight Shading

252

Page 253: Moonlight shading 1

sekarang kau bersikap sangat ramah sekali. Bahkan kau baru saja memujiku, Matthew.” Kataku, jujur. Dan rasanya kau terlalu cepat berubah, Mattew. Imbuhku – dalam hati.

Matthew tertawa. Aku mengernyit. Tawa lepasnya terdengar bak beledu, irama music nan merdu. Gigi putihnya seakan-akan berkilauan saat terlihat jika sedang tertawa.

“Karena aku tahu sesuatu yang tidak kau ketahui..”

“Apa itu?”

“Itu rahasia.” Ucapnya, lembut.

Kami terdiam. Kami berdua saling berpandangan, matanya berubah menjadi coklat terang, senyumnya mengembang diwajah sempurnanya. Tak lama berselang, matanya mengawasi seisi rumahku. Mengamatinya dengan seksama seakan-akan sedang ada maling yang menyelinap kedalam rumahku.

Moonlight Shading

253

Page 254: Moonlight shading 1

“Rumahmu hangat sekali. Ayahku bilang, Lionel dia menyukai ayahmu. Aku pernah bertemu dengannya. Sosok ayah yang sempurna. Sebagai manusia, tentunya.” Ucapnya mengejutkanku. Kali ini dia menggodaku dengan suara merdunya yang lembut itu dan giginya yang putih itu mengkilap indah membuatku terpana. Aku masih terdiam sesaat, mengabaikan sikap ramah dan mengalihkan perhatian yang diciptakannya.

“Apa?” Tanyanya ragu-ragu.

“Aku tidak suka dengan pemikiranmu, Matthew.” Jawabku jujur dengan sikap defens. Matthew tergelak.

“Tentang?”

“Entahlah, aku tidak tahu apa yang kau ketahui, tapi aku tidak ingin lebih dekat denganmu. Tidak sama sekali.” Gertakku. Matthew tenang dan terlihat cuek.

Moonlight Shading

254

Page 255: Moonlight shading 1

“Mengapa tidak? Aku rasa kita bisa berteman baik.” Sergahnya enteng.

“Well, kau dan aku, kita sama-sama berbahaya. Jadi jangan berharap dan bermimpi hubungan kita jauh lebih baik dari ini.” Bentakku. Aku menatapnya galak, wajah putih pucatnya terlihat begitu sendu dan memohon. Kami diam selama beberapa detik.

“Kau tidak senang jika… Aku mendekatimu?” Wajahnya membeku dan kaku. Aku mencoba memberinya isyarat dengan tatapan mataku, mencoba mengatakan tentang apa yang aku pikirkan.

“Kurasa kau bisa medengarnya lewat pikiranku. Jelas sekali, aku membuat pikiranku tentangmu.” Tantangku. Matthew terdiam selama dua detik. Ia mendongak dan menggelengkan kepalanya padaku. Mataku meyipit dan masih memandanginya.

Moonlight Shading

255

Page 256: Moonlight shading 1

“Aku tidak bisa membaca pikiranmu. Kau begitu kuat melebihiku. Kau jauh diatas kemampuanku.” Akui Matthew. Alisku bertaut.

“Benarkah?”

“Ya.” Matthew menjawab dengan suara getir. “Pembasmi sangat kuat. Kuat sekali. Apapun yang mampu dilakukan pembasmi, bisa dilakukan puluhan kali lipat dibandingkan makhluk apapun. Dan, vampire seperti aku tidak bisa menembus pikiran pembasmi.” Matthew menjelaskan dengan cepat, tapi terdengar jelas olehku.

“Mengapa tidak?” aku memandanginya bingung.

“Pembasmi lebih suka berpikir. Semua kesibukannya ada didalam pikirannya. Seperti dibentingi kuat-kuat. Tapi, akan beda pikirannya jika sesama pembasmi. Setahuku, begitu.” Sikap Matthew terlihat nyaman berbicara dengan santai begitu.

Moonlight Shading

256

Page 257: Moonlight shading 1

“Bakat vampire apapun yang berhubungan dengan pikiran dan mengarahkannya pada pembasmi, pasti tidak akan berfungsi. Jelas sekali.” Matthew tersenyum kecil, matanya sesekali melirikku dan berpaling memandangi bagian lain didalam rumahku.

“Bisa dimengerti olehku.” Gumamku datar.

Dan aku memalingkan wajahku sesaat memandangi seluruh isi rumahku. Ia juga melakukannya hal yang sama, masih terkesima dengan dekorasi yang begitu tradisional tapi begitu etnik diruang tamu. Aku kembali memandanginya.

Seharusnya aku dan dia tidak duduk manis dan bersebelahan begini. Dia vampire, dan aku pembasmi. Dua makhluk yang sama-sama berbahaya.

“Dengar… Tidak seharusnya kan kita melakukan ini. Aku butuh definisi darimu. Perlu banyak kejujuran darimu. Ini butuh

Moonlight Shading

257

Page 258: Moonlight shading 1

proses. Kau sulit dimengerti, Matthew. Sebagai vampir yang terlihat normal.” Aku sedikit melembut padanya. Ku lihat tatapannya tidak kaku dan dingin lagi, dia menghembuskan nafas sebelum menjawabnya.

“Memang seharusnya tidak begitu, tapi…. Kau pengecualian bagiku.” Dan dia masih terus memandangiku penuh harap. “Aku hanya ingin…. Mengenalmu.” Dan wajahnya pun terlihat lembut dimataku. Aroma tubuh yang menggiurkan, tubuh yang menjulang tinggi dan kulit putih yang halus seperti sutra membuatku terpesona dengan kesempurnaannya. Aku menggelengkan kepalaku.

“Kau tidak mengerti arti penolakkan dariku yah?” Tanyaku sinis.

“Aku mengabaikannya.” Ungkapnya enteng.

“Aneh.”

Matthew tertawa, “Tapi aku menikmatinya. Membuatmu bingung dan

Moonlight Shading

258

Page 259: Moonlight shading 1

mungkin itu akan membuatmu semakin tertarik denganku.”

Aku tergelak. Matthew menyadarinya. Matthew tampak puas sendiri, seakan semua ini terjadi sesuai dengan skenarionya. Tubuhnya berubah kaku, dan mulai berdiri.

“Maaf, aku harus pergi. Ayahmu akan pulang sebentar lagi.” Wajahnya kembali menegang. Tubuhnya bergerak menuju pintu.

“Baiklah,” Aku mendesah.

“Apa besok kita akan bertemu?”

“Mungkin.”

“Mengapa ‘mungkin’?” Wajahnya mulai was-was, ia membalikkan tubuhnya menghadapku dan tidak tersenyum sedikitpun saat aku ingin menjawabnya. Matthew mendahuluiku berbicara sebelum aku menjawab.

“Maafkan aku, sepertinya ayahmu semakin dekat. Aku pulang, dah.” Tubuh

Moonlight Shading

259

Page 260: Moonlight shading 1

itu mulai menghilang, dan sudah lenyap dari pekarangan rumahku yang luas itu. Yang tertinggal hanya aroma tubuhnya. Sebelum aku sempat berdebat kecil dengan. Dan aku menggelengkan kepala. Dasar vampire. Bisikku – dalam hati.

Dan benar saja, Dad sudah berada tepat didepan rumah setelah beberapa detik setelah Matthew pergi tadi. Ia sudah memarkirkan mobil didalam garasi dan memasuki ruangan.

Hari Rabu ini adalah hari pertama kami melewati pelajaran matematika berdua. Dan ‘mungkin’ yang kuharap adalah kenyataan kami akan bertemu ternyata terjadi juga. Hari itu Mr. Kim meminta kami untuk menjawab beberapa pertanyaan yang sangat menguras intelegensi tinggi. Dan aku membencinya.

Semua soal hanya dikerjakan oleh dua orang dan jumlahnya ada lima soal, dan sialnya serta bercampur senang aku berpasangan dengan makhluk paling sempurna, Matthew. Tubuhnya

Moonlight Shading

260

Page 261: Moonlight shading 1

menyembangiku, ia sedikit menunduk saat sedang memandangiku. Wajah putihnya yang sehalus sutra itu memandangiku begitu lekat. Tak pernah sedetikpun ia melalaikanku dari penglihatannya.

Ia duduk disampingku, memandangiku hingga aku yakin semua anak yang ada dikelas melihat kejadian ini.

“Kau siap?” Aku menundukkan kepala. Menganggukkannya dengan lambat.

“Yah, tentu.”

“Baik, pertanyaan pertama. Sepertinya ini mengenai persamaan kuadrat.” Aku membaca sekilas lalu mulai menuliskan jawaban dengan rumus-rumus yang tidak boleh salah. Dan ia masih memperhatikanku.

“Apa kau selalu melakukan ini?” Aku mendesah dan ia nampak bingung – alisnya bertaut sesaat.

“Apa?”

Moonlight Shading

261

Page 262: Moonlight shading 1

“Memandangi setiap orang yang duduk didepanmu?”

“Oh.”

Dia tersenyum dan reaksi itu semakin memperjelas kondisiku yang semakin susah karenanya.

“Tidak pernah, ini yang pertama.” Dia tetap menampilkan gigi-gigi putihnya padaku. Dan aku terpesona.

“Dan ini yang paling dekat.” Imbuhnya. Berbisik dan mencondongkan tubuhnya padaku. Aku tergelak. Menatapanya galak.

“Ini, soal kedua. Masih persamaan kuardrat.” Aku menyerahkan kertas soal padanya. Dan dengan anggun dan cepatnya ia menjawab sola itu, tanpa harus berpikir keras. Ia tertawa melihat ekspresiku dan tanpanya itu memuaskannya. Aku menundukkan wajahku.

Moonlight Shading

262

Page 263: Moonlight shading 1

“Kau tahu, Adam. Sepertinya ia sedang memperhatikan kita.” Aku melirik kebalik pundaknya, dan memang benar. Wajah Adam tidak pernah berpaling sejak aku duduk dengan Matthew dan ia memandangiku penuh cemas. Adam tanmpak gusar, memperhatikan setiap gerak-gerik kami.

“Dan sepertinya ada yang tidak suka?” Ia kembali menggodaku. Aku geram, dan mengambil kertas soal tanpa menjawab pernyataannya itu. Aku tidak merespon pernyataan itu, karena kenyataannya memang begitu adanya.

Tidak usah melirik wajah yang cemburu – yang dimaksud oleh Matthew – karena aku tahu siapa yang dimaksudnya. Glad.

“Sebaiknya kau tidak melakukannya. Hentikan!” Aku berbisik padanya dan menyerahkan kertas soal padanya. Dan ia tersenyum. Tangan-tangannya kembali bergerak anggun, cepat tapi sangat menawan.

Moonlight Shading

263

Page 264: Moonlight shading 1

Selesai pelajaran matematika – yang sekarang harus ku akui ini adalah bencana untukku, ia masih memandangiku. Tubuhnya mengikuti gerakkanku. Dengan langkah anggunnya, Matthew mengikutiku dan Jen. Aku dan Jen sedang berjalan menuju gedung tua dan akan mengikuti pelajaran olahraga. Sebelum aku benar-benar mengikuti pelajaran olahraga aku memintanya untuk menjauhiku.

Dengan wajah tampannya, tubuh tegapnya yang berdiri bak model yang sedang bergaya dengan stelan pakaian mewah disalah satu acara fashion show. Dengan menyunggingkan senyuman manisnya padaku, keyakinannya tak goyah. Dengan santai dan ramah dia memperhatikan aku mendekatinya.

“Apa?” Aku menghampirinya dengan sikap galak, dan ia pun tertawa. Dan semua pasang mata memandangiku, mereka memandangi dengan berbagai ekspresi. Ada yang senang, kesel, kecewa dan juga takjub.

Moonlight Shading

264

Page 265: Moonlight shading 1

“Kau bilang kau tidak mau berteman denganku? Kau mengabaikan penawaran persahabatan denganku.” Ia menggodaku dengan suara merdunya. Aku kembali bergidik.

Sekilas sebelum menjawab aku melirik beberapa pasang mata. Mereka mengamati kami dengan seksama dan vampire tolol nanrupawan ini mengabaikannya.

“Memang tidak.”

“Lalu?”

“Apanya?” Aku menatapnya jengkel. Matthew tertawa. Seakan inilah yang dinantikannya. Seakan aku merasa puas dan senang dengan peristiwa tadi. Seakan aku menginginkannya.

“Kau sedang berbicara denganku sekarang ini. Dan tadi di kelas, kau memandangiku. Begitu juga beberapa hari yang lalu. Kau menikmatiku saat aku berada didekatmu, kan?” Senyumnya kembali merekah puas. Aku ternganga.

Moonlight Shading

265

Page 266: Moonlight shading 1

Wajahnya tampak puas sekali, seakan-akan dia mendapatkan apa yang diinginkannya.

“Kau duduk dihadapanku, dan kita sedang mengerjakan tugas kelompok. Menurutmu apa aku perlu menutup mataku jika kau berada dihadapanku? Dan lagi, saat ini kau sedang berdiri didepanku, apa aku juga harus menutup mataku? Kau yang memulainya, itu yang harus kau ingat. Bukan aku.” Sergahku, galak. Matthew tersenyum renyah, mengabaikan apa yang aku tunjukkan padanya.

“Tidak perlu menutup matamu. Aku suka saat matamu memandangiku.” Tukasnya puas, “Dan kau boleh memandangiku sepuasnya, dan itu artinya kau menerima pertemanan ini. Sungguh aku tidak masalah jika kau benar-benar menginginkannya.” Imbuhnya, santai dan tenang. Aku hanya menggelengkan kepala dengan lambat dan dahinya mengerut. Bibirnya berbentuk kerucut – dan aku mendahuluinya berbicara.

Moonlight Shading

266

Page 267: Moonlight shading 1

“Jangan banyak berharap.” Jari telunjukku berdiri tegap didepan matanya – memberinya tanda peringatan. Ia menggelengkan kepalanya penuh bingung dan mengangkat bahunya – tanda tidak mengertinya – dengan polos.

“Kau sukar dipercaya. Apa maksudnya ini?” Tanyaku, akhirnya. Matthew diam sesaat. Mengawasiku lekat-lekat. Bibirnya mengerucut.

“Tidak berubah, sama seperti kemarin. Ingin mengenalmu.” Akui Matthew. Aku menggeleng kepala.

“Dengar, hubungan kita cukup antara vampire dan pembasmi. Itu saja. Tapi selama disekolah, ada sedikit pengecualian. Itu juga terdesak.” Aku menatapnya penuh yakin. Dan ia pun tertawa.

“Jangan pasang benteng kuat-kuat, Victoria. Kau tahu itu tidak mungkin.” Bantahnya, menggodaku. Aku tercengang. Aku memandanginya, vampire tampan ini

Moonlight Shading

267

Page 268: Moonlight shading 1

bahkan tidak terlihat menyesal atau bahkan bersalah atas apa yang sudah dikatakan dan dilakukannya padaku.

“Aku harus melakukannya. Kau susah dilarang.” Bantahku, juga.

“Kau akan tahu bahwa itu sia-sia.”

“Kita lihat saja, siapa yang menyerah lebih dulu.” Tantangku. Sudut bibirnya tertarik kebelakang, membentuk senyuman lebar dan manis. Aku bergeming.

“Baik. Aku harap itu adalah kau.” Matthew menerima tantanganku. Sikapnya yakin dan mantap sekali. Senyuman manisnya puas dan senang. Aku tercengang.

Jen memanggilku, pelajaran olahraga akan dimulai. Ia menungguku didepan pintu gymnasium. Aku meninggalkannya saat ia masih tertawa. Aku mendesah.

“Wow, kau dan dia cukup ‘dekat’?” Jen berbisik padaku, dan alisku bertaut.

Moonlight Shading

268

Page 269: Moonlight shading 1

Kembali semua pasang mata memandangiku di gymnasium. Dan dengan perasaan yang menyesal membuatku sangat minder.

“Bukan seperti itu, ia hanya..”

“’dekat’ itu artinya kalian memiliki sesuatu special. Dan apa itu salah satu alasanmu menolak ajakan ke pantai?”

“Tentu saja bukan.” Pekikku.

“Jika iya, aku tidak masalah. Pasti menyenangkan. Sangat menyenangkan jika kau bisa ‘dekat’ dengannya.”

Jen meninggalkan aku sendirian dilapangan, ia menghampiri teman-teman lainnya. Dan aku, masih terbelalak kaget.

“Aku rasa kau benar. Matthew bukan ‘gay’.” Teriak Jen. Mengedipkan sebelah matanya dan berlari kecil menuju lapangan tengah. Dengan senyum girang.

Selesai pelajaran olahraga aku dan Jen menuju kafetaria. Ia dan keluarganya sudah duduk manis didalam. Sorot

Moonlight Shading

269

Page 270: Moonlight shading 1

matanya pun masih sama saat terakhir kali kami mengobrol tadi. Jen terus menggodaku, walau ia tidak menceritakan pada yang lain, tapi perkataannya benar-benar menggangguku.

“Kau pasti sangat bangga. Bisa berbicara dengan orang yang paling anti dengan wanita. Disekolah ini.” Itulah kaliamat Jen yang paling tidak kusukai. Ia masih terobsesi dengan keinginannya – pembuktian bahwa Matthew tidak ‘gay’. Sebenarnya itu sesuatu yang sangat baik, tapi tidak seharusnya itu mengorbankan apa yang telah aku yakini. Tidak seharusnya aku yang membuktikannya sendiri.

“Kurasa semuanya sudah mengetahuinya, kau telah membuktikannya, Vic.” Seru Jen, dengan nada riang.

“Bukan begitu, Jen.” Sergahku.

“Sudahlah.” Jen terkesiap. Lalu dengan cepat mengajakku jalan dengan

Moonlight Shading

270

Page 271: Moonlight shading 1

cepat menuju kafetaria. Wajahnya tenang sekali, sedangkan aku sedikit was-was.

“Kami hanya berteman. Dan itu terlihat jelas. Baguslah jika apa yang terjadi hari ini bisa membuktikannya. Tapi ini sudah cukup.” Ucapku, berusaha meluruskan gossip yang sudah menyebar pada Jen.

“Apa salahnya kalau kalian ‘dekat’?” Jen mengamati wajahku dengan seksama, begitu jelas pengematannya membuat bulu kudukku berdiri.

Aku tidak menjawabnya, mengabaikannya dan membiarkan ia menggodaku dengan pendapatnya sendiri. Aku hanya terus diam tidak berbicara dan juga tidak menjawabnya dan ia sangat senang dengan reaksiku. Tentu apa yang aku rasakan, apa yang aku pikirkan tidak bisa dimengerti siapapun.

Saat di kafetaria, Marco dan Lucas menyindirku dengan ucapan mereka yang membuat tawa kami lepas.

Moonlight Shading

271

Page 272: Moonlight shading 1

“Vic, kau benar-benar hebat.” Lucas masih tertawa dengan aksinya yang sangat menyebalkan – ia bergaya layaknya dirinya adalah Matthew dan Marco adalah aku. Aku tertawa melihatnya karena mereka membawakannya dengan ditambah adegan-adegan lucu.

“Yah, tentu saja.” Aku memandangi Marco yang sudah duduk disebelahku, wajahnya masih penuh dengan tawa saat memandangiku. Dan aku menatapnya jutek. Sangat jutek. Jika Marco adalah vampire, pasti saat ini dia sudah mati.

“Hentikan!”

“Vicky, kau terkenal sekarang.” Jen kini mengikuti tingkah laku Lucas dan Marco. Dan aku hanya bisa memandangi mereka – dengan wajah jutek, dan tatapan mata yang sangat sinis.

“Hey, hentikan!” Dan kali ini aku memohon pada mereka. Mereka menurutinya karena keluarga Lomax memperhatikan gerak-gerik mereka.

Moonlight Shading

272

Page 273: Moonlight shading 1

Setiap pasang mata itu memandangi kami dan yang lebih buruknya mereka memandangiku begitu tajam, lekat dan sinis.

“Well, bagaimana dengan rencana ke pantai, Adam? Sabtu ini, kan?” Suara lembut Anne memecahkan kebisingan dimeja makan. Semuanya berubah menjadi was-was. Semua mata memandang Adam sekarang. Wajahnya terlihat tidak semangat seperti kemarin saat mengajakku ke pantai – dan berakhir dengan penolakkan.

“Sepertinya tidak jadi, orangtuaku sibuk.” Dan aku memandanginya dengan penuh kasihan. Sesaat aku merasakan itu adalah kesalahanku, tapi tidak semuanya karena ia berencana pergi dengan keluarganya yang sangat super sibuk – begitulah yang kudengar dari Mom dan Dad. Dan Jen mulai jengkel.

“Jadi batal?”

“Ya.”

Moonlight Shading

273

Page 274: Moonlight shading 1

Dan wajah mereka kembali muram, sedih dan kesal. Beberapa hanya memandangi Adam dan Jen. Rencana ke pantai yang sudah lama Adam susun dengan keluarganya hancur berantakkan, ia begitu semangat waktu kemarin mengajakku ikut bersamanya. Aku menggigit bibirku dan sedang berpikir apa yang seharusnya ku lakukan.

“Well,” Suaraku terdengar lemah dan gugup.

“Bagaimana jika kita semua pergi kesana? Walau orangtua Adam tidak bisa kurasa kita bisa kesana.”

Dan semua pasang mata memandangiku penuh tanya. Mereka terkejut sekaligus kaget dengan ajakkanku. Kemarin aku menolaknya dan hari ini aku yang mengajak semuanya.

“Maksudmu ke pantai?” Jen masih memandangiku tidak percaya. Ia menggelengkan kepalanya. Begitu juga

Moonlight Shading

274

Page 275: Moonlight shading 1

Steve, mulutnya ternganga lebar dengan bola mata yang terbelalak.

“Tentu saja.”

“Tapi kau bilang, kau tidak bisa.”

Adam mencondongkan badannya lebih dekat dengan meja dan memandangiku lekat. Jen pun melakukan hal yang sama, mencondongkan tubuhnya.

“Yah, memang.” Aku berusaha tenang dan yakin.

“Tapi sepertinya aku bisa bersenang-senang dengan kalian.” Marco, Lucas dan Jessie tersenyum lebar. Wajah mereka sangat berseri-seri. Dan Jen, ia masih memandangiku dengan sebelah alisnya terangkat.

“Bagaimana dengan acara keluargamu?”

“Tenang saja, beberapa hari lalu aku sudah ikut perayaan dipusat kota. Dan sepertinya kami tidak punya acara minggu ini.”

Moonlight Shading

275

Page 276: Moonlight shading 1

Marco tampak sangat ceria. Lucas lebih ekstrim lagi, ia sangat girang dan beberapa kali meneriakkan namaku dengan menggenggam erat jari-jari tangannya – seperti mengepalkan tangan yang digerakkannya diatas meja.

“Tentu saja, ayahmu pasti sibuk di museum.”

Dan itulah kenyataan yang kumaksudkan tadi. Memang sejak Dad sibuk di museum kami jarang menghabiskan malam bersama, dan sejak Mom memiliki pekerjaan sampingannya kami makin jarang berkumpul.

“Aku tidak masalah. Sepertinya menyenangkan.” Dan Lucas memberikan dua jempolnya lagi padaku, tanda bahwa ideku begitu brilian. Jessie dan Anne juga setuju, mereka memberikan dua jempol tangannya padaku dan tersenyum girang sekali. Marco lebih parah, ia mendekatiku dan menciumi pipiku dengan spontan.

Moonlight Shading

276

Page 277: Moonlight shading 1

Aku terkejut dengan aksi Marco yang sangat berlebihan, Steve hampir melakukan hal yang sama, mencoba menciumi sebelah pipiku yang tidak diciumi Marco tapi aku mengelaknya.

“Baiklah, aku ikut.” Adam memberikan lima jarinya – tanda tos khas mereka, yang baru kuketahui mereka membuatnya. Jen juga mengacungkan jarinya, dan ia memelukku erat dengan ekspresi senangnya.

“Bagus sekali idemu.”

“Trims.”

“Pasti menyenangkan.”

“Tentu saja. Aku sudah tidak sabar lagi.” Seruku, dengan nada antusias.

Jen memandangi keluarga Lomax – yang sejak tadi memperhatikan semua gerak-gerik kami dengan seksama. Aku mengerti arti tatapannya dan aku menggelengkan kepala.

“Kau bisa mengajaknya?”

Moonlight Shading

277

Page 278: Moonlight shading 1

“Maksudmu Matthew?”

Ia menganggukkan kepalanya dengan cepat. Bola matanya memandangiku dengan penuh keyakinan dan aku hanya memandanginya penuh ketidakpercayaan. Glad memandangiku, tatapan itu tidak ku mengerti. Tatapan cemburu bercampur kesal dan juga marah – aku menduganya.

“Pembuktian total.” Bisik Jen dengan tawa gelinya. Aku tergelak.

“Bodoh. Aku rasa itulah yang akan jadi nama tengahku.” Sergahku sinis. Jen mengernyit.

“Kenapa?”

“Matthew? Menurutmu, apakah akan banyak yang senang melihatnya berkumpul dengan kita ke pantai layaknya manusia normal? Aku rasa tidak. Malahan mereka pasti akan merasa risih jika melihat kehadirannya, Jen.” Nadaku sarkatis.

Moonlight Shading

278

Page 279: Moonlight shading 1

Jen semakin bingung. Dahinya berkerut. Matanya menatapku lekat-lekat. Dan aku tergelak sendiri. Aku nyaris mengungkapkan ‘kenormalan’ Matthew. Aku sadar akan kecerobohanku yang ‘nyaris’ membahayakan Matthew dan keluarganya.

“Setidaknya dia memang manusia normal, kan? Bukan ‘gay’?” Tanyanya, ragu-ragu. Aku berdecak sendiri.

Bodoh – gertakku sendiri. Dan memang aku lah yang bodoh kali ini. Aku mencoba tersenyum sendiri. Jen mengalihkan pandangannya pada Glad – yang sedang bersiap-siap merapihkan barang-barangnya diatas meja – yang tidak memperhatikan diriku.

“Glad, menurutmu bagaimana? Ini pasti seru, kan? Ikutlah.” Seru Jen, antusias. Glad menatapnya dengan tatapan sinis. Jen mengabaikannya, seakan itu tidak masalah baginya.

Moonlight Shading

279

Page 280: Moonlight shading 1

“Glad, kau bagaimana? Apa kau ikut?” Suara lembut Anne membuatnya berpaling dariku dan Jen. Ia tidak langsung menjawabnya sepertinya ia berpikir sejenak.

“Maafkan aku, sepertinya aku tidak bisa ikut.” Dan ia memberikan wajah yang penuh penyesalan. Aku merasa alasannya adalah karena adanya aku disana atau mungkin karena ini adalah ideku.

“Ayolah, ini pasti menyenangkan.”

“Maaf, Adam aku tidak bisa.” Tolak Glad.

Dan Adam kembali berwajah muram. Yang lainnya sedang mendiskusikan tentang mobil yang akan dipakai menuju pantai. Mengingat Adam mempunyai mobil Surbubannya, Marco memintanya untuk bisa dipakai. Karena dengan mobil Surbubannya yang lumayan luas, hampir semua yang ikut bisa masuk kedalamnya. Adam menganggukkan kepala, tanda ia

Moonlight Shading

280

Page 281: Moonlight shading 1

menyetujuinya dan Marco kembali riang gembira.

Aku memutuskan untuk tetap membawa Jeepku, dan Jen akan bersamaku. Terlihat selintas wajah Adam yang tidak menyukai keputusanku tapi ia tidak mempermasalahkannya. Dan begitu juga yang lain.

Selesai dengan pembicaraan tentang pantai Sabtu ini, kami memasuki kelas masing-masing. Aku, Jen, Glad dan Adam mengikuti pelajaran sejarah dan Marco dan Lucas mengikuti pelajaran olahraga. Saat melewati jalan setapak kami diguyuri rintik-rintik hujan yang sebelumnya hanya ada awan gelap mengelilingi langit tadi siang.

Glad masih diam dan dingin padaku, tidak pernah membiarkan aku untuk mendekatinya. Ia selalu berjalan bersama Adam atau Jen, tidak denganku. Aku mendesah karena sudah lama ia tidak mengobrol denganku.

Moonlight Shading

281

Page 282: Moonlight shading 1

Kadang tatapan matanya begitu dingin dan keras, aku tidak mengerti apa yang hendak dikatakannya. Dan biasanya ia hanya melewati tubuhku tanpa berpaling dan berkata apa-apa, tidak pernah sejak pertengkaran kami.

“Glad menolaknya karena ini rencanamu.” Jen membuka pembicaraan setelah pelajaran sejarah selesai. Aku melirik sekilas pada Glad, ia sedang membereskan buku-bukunya yang berantakkan dimeja. Dan aku mengangkat sebelah alisku. Terlihat jelas Glad bersikap seakan-akan aku tidak ada. Gaib. Dan tidak kenal.

“Tentu saja.” Aku berbisik saat menjawabnya – kami menuju parkiran sekarang. Tubuh Jen masih memandangi Glad saat kami berjalan tidak jauh dari Glad.

“Ya, dia benar-benar menghapus namamu dari daftar temannya.”

“Thanks.”

Moonlight Shading

282

Page 283: Moonlight shading 1

Jen tertawa melihat reaksiku, ia telah mengingatkanku tentang hal yang paling kutakuti. Ia masih tertawa saat aku berada didalam Jeep dan menyalakan mesin mobil.

“Tenang saja, ia akan kembali. Glad tipe penyayang teman.”

“Oh ya.”

“Tentu.”

“Jen, ini sudah berminggu-minggu. Dan aku tidak tahu harus berbuat apa dihadapannya. Bertemu denganku saja dia memalingkan wajahnya. Seakan-akan aku ini tidak ada.” Jen menggelengkan kepala, sejenak ia berpikir.

“Sebaiknya kau tetap saja besikap biasa. Ini hanya salah paham. Suatu saat Glad akan sadar sendiri.” Ucap Jen, santai. Dan aku mendesah, pasrah.

“Baiklah.”

“Dan jangan kau jadikan ini masalah serius.”

Moonlight Shading

283

Page 284: Moonlight shading 1

“Tentu tidak.”

Ia menjauhkan tubuhnya dari Jeepku dan melambaikan tangannya. Kulihat dari kaca spionku ia sedang bersiap-siap menyalakan mesin mobilnya sambil berbicara dengan Marco dan Lucas.

“Sabtu besok teman-teman sekolahku berencana untuk ke pantai. Apa boleh aku ikut, Dad?” Aku memecahkan kebisuan saat makan malam. Aku menunggu Dad dan Mom untuk meminta ijin, agar aku bisa pulang malam jika memang diperlukan. Mom memandangku penuh tanya dan Dad, ia mengerutkan dahinya dengan wajah yang tertunduk melihat piringnya yang penuh dengan isi makan malam.

“Siapa saja yang ikut?”

“Banyak, Adam juga ikut.” Kali ini alisnya terangkat dan wajahnya mendongak memandangiku dengan matanya yang menyipit.

Moonlight Shading

284

Page 285: Moonlight shading 1

“Baguslah, pasti menyenangkan.” Suara Mom terdengar begitu riang dan senang. Wajahnya tersenyum, lembut dan juga sangat bersahabat denganku. Ia sedang membesihkan meja dari piring-piring kotor. Dan Dad kembali menonton acara favoritnya, sepak bola.

“Baiklah, kau boleh jalan-jalan. Tapi ingat…” Tubuhnya berhadapan denganku dan jari telunjuknya berdiri tegap didepan mataku.

“Kau tidak boleh mengabaikan tugas sekolahmu.” Ucap Dad, dengan tegas.

“Tentu saja tidak.”

“Bagus kalau begitu.” Dan ia kembali menonton tv dan mengikuti acaranya dengan terlalu antusias. Baru beberapa langkah sebelum aku benar-benar meninggalkan Dad sendirian, Dad memanggilku.

“Victoria?”

“Iya, Dad?”

Moonlight Shading

285

Page 286: Moonlight shading 1

Dad diam beberapa detik, “Apa anak-anak keluarga Lomax akan ikut denganmu dan temanmu ke pantai?”

Aku tergelak. Selain bingung harus menjawab apa, aku juga bingung dengan maksud pertanyaan Dad. Aku menelan ludahku dalam-dalam, menarik nafas kuat-kuat.

“Tidak. Kenapa?”

“Mmm… Aku rasa, aku jarang mendengar mereka bermain denganmu. Katamu kau sekelas dengan Matthew, kan? Apa kau tidak berteman baik dengannya? Dengan sudara-saudaranya bagaimana?” Dad – skeptic. Matanya menyipit padaku. Aku tergelak. Rasanya hendak limbung ke lantai dengan pertanyaan – retoris, bagiku – dari Dad. Sikapku kikuk.

“Tidak, kami berteman baik, Dad. Aku bahkan.. Sempat sekelompok dengannya, Dad. Tapi, sayangnya… Matthew, dan yang lainnya, mereka… Lebih senang bermain

Moonlight Shading

286

Page 287: Moonlight shading 1

dengan… Teman yang lainnya, Dad.” Jelasku, sedikit berbohong.

Dad memperhatikanku, wajahnya mengernyit, bibirnya mengerucut, “Sayang sekali, kalian kurang akrab. Kau tahu kan Dad berteman baik dengan orangtuanya?”

“Yaps.”

“Baiklah, aku rasa cukup. Aku hanya ingin tahu saja. Thanks, Dear.” Ucap Dad, mengakhiri introgasinya padaku – akhirnya – membuatku lega.

Sebelum aku memejamkan mataku, aku menyempatkan melihat daftar email yang masuk. Bertambah banyak, dan semuanya dari Brit. Didalamnya ia banyak bercerita, tentang hubungannya dengan James yang berlanjut setelah promnite lalu, dan tentang ciuman pertamanya dengan pangeran idolanya itu. Ia menceritakan bagaimana ciuman itu terjadi secara detail – dan aku membacanya dengan ekspresi jijik sekaligus tidak suka.

Moonlight Shading

287

Page 288: Moonlight shading 1

Ia juga menceritakan tentang sekolah yang sudah memulai hari-harinya – dengan suasana yang lebih ramai, dengan banyak siswa yang berhamburan dan juga tawa riang teman-teman asramaku.

Membalas email Brit yang datang secara terus menerus menguras tenagaku malam ini. Aku menyudahinya dan memejamkan mata diatas kasurku dengan tertutupi selimut tebalku.

Pagi menjelang dengan begitu sempurna. Sinar mataharinya begitu menyengat, menyinari kamarku dan memberikan semangat untukku. Aku tidak tahu apa yang membuatku begitu semangat, bukan karena aku akan pergi ke pantai dengan teman-teman, karena aku sebenarnya tidak terlalu antusias dengan ideku sendiri. Aku merasakan sesuatu bergetar dalam diriku, semangat yang menggebu-gebu dan darah yang mendidih didalam. Aku mengetahuinya begitu turun dari tangga. Tubuhku bergidik, mataku terbelalak lebar dan mulutku ternganga.

Moonlight Shading

288

Page 289: Moonlight shading 1

Matthew duduk dengan anggun disofa coklat diruang tamu. Senyumnya mengembang manis diwajahnya, dan tatapan matanya begitu lembut, gigi putihnya pun mengkilap-kilap indah. Tubuh tingginya berdiri dan memandangiku dengan penuh takjub.

“Kau mau pergi?”

Suaranya menyadarkan aku dari lamunan akan kehadirannya dirumahku.

“Ya.”

“Kemana?”

“Pantai, Glory Beach.”

Ia memalingkan wajahnya sejenak, menundukkan kepalanya dan mendongak memandangiku lagi.

“Tentu saja, dengan yang lainnya kan?”

“Begitulah.”

Aku memandanginya sejenak. Pikiranku memulainya, beribu-ribu kali ia

Moonlight Shading

289

Page 290: Moonlight shading 1

berteriak didalam ajak dia, ayo ajak dia. Dan aku hanya menggelengkan kepala, tidak percaya aku melakukannya.

“Kalau kau mau, kau bisa ikut?”

“Tidak, aku tidak bisa ikut.”

“Lalu, ada apa kau kesini?”

“Kapan kau akan pulang?”

“Entahlah, mungkin petang. Ada apa?”

Wajahnya kembali tertunduk kelantai. Ia berkali-kali terlihat serius dan berpikir. Lalu kembali mendongakkan kepalanya.

“Well, aku harus pergi sekarang. Adam sudah dekat.”

Dan tubuh tingginya yang sangat sempurna itu melayang, ia begitu cepat melejit dan menghilang dengan Porsche silvernya. Aku kecewa, setelah mengkhianati akal sehatku dengan pikiranku yang tidak normal, aku selalu

Moonlight Shading

290

Page 291: Moonlight shading 1

menghina-hina diriku. Dan Mom mengagetkanku.

“Dear, kemana Matthew?”

“Mmm.. Dia sudah pergi.”

“Ada apa? Dia bilang ada urusan penting denganmu. Makanya ia datang pagi-pagi.”

Aku mengerutkan dahiku, berpikir sejenak. Dan suara raungan mesin Surbuban punya Adam membuatku kaget. Ia melambaikan tangannya dan menyapa lembut Mom dan Dad. Aku berpamitan dengan Mom dan Dad, lalu mengendarai Jeepku.

“Baiklah, kau jemput Jen dan aku akan menjemput yang lainnya.”

“Ok. Kita bertemu di perempatan jalan deket rumah Anne.”

Adam menganggukkan kepalanya dan mulai mengemudikan mobil Surbubannya. Dan raungan Jeepku pun meramaikan lingkungan rumahku yang

Moonlight Shading

291

Page 292: Moonlight shading 1

tampak sepi, seperti tidak ada orang yang tinggal.

Pantai itu begitu indah. Udara disini lebih dingin, angin bertiup menerpa air yang hitam. Kami berjalan dengan hati-hati, meniti karang. Suara deruan ombak, kicauan burung, membuat pantai ini sangat menarik. Ada beberapa batu driftwood yang panjang seputih tulang yang terdampar jauh kekarang. Akar-akarnya terpilin ke atas dan mengarah ke lautan, dan kami mendudukinya.

Suara riang kami merembak, begitu riang dan bebas. Anne dan Jessie, mereka berteriak ditepi pantai. Rambut mereka berterbangan, angin cukup kencang berembus. Tawa kami pun terdengar jelas, suara riang dan teriakan kami juga memecahkan keheningan dipantai.

Marco dan Lucas memilih untuk melakukan surfing. Mereka membawa beberapa peralatannya – dan membuat mobil Surbuban Adam tidak muat. Mereka sudah bersiap-siap sudah lengkap dengan

Moonlight Shading

292

Page 293: Moonlight shading 1

papan seluncurnya, baju surfingnya dan siap dengan deruan ombak.

“Well, Glad pasti menyesal tidak ikut.”

“Yeah.”

“Kau kenapa? Tidak bersemangat?”

“Benarkah?”

Aku memikirkan apa sebaiknya aku menceritakan tentang kehadiran Mattew tadi pagi atau tidak? Tapi jika aku ceritakan, Jen akan mengira memang ada hubungan special diantara kami.

“Tidak, aku sangat bersemangat.”

Kucoba untuk merekahkan senyuman, dan menatap hamparan lautan yang luas itu dengan tersenyum. Jen memandangiku dengan tidak percaya, matanya menyipit dan ia menggigit bibirnya. Adam mendekati kami, ia menyengir dan cengengesan.

Moonlight Shading

293

Page 294: Moonlight shading 1

“Kalian tidak bergabung dengan Anne, Jessie dan Steve?” Aku dan Jen serentak memandangi mereka. Steve, Jessie dan Anne sedang bermain kejar-kejaran yang tidak ku mengerti. Sepertinya mereka sedang bermain, jika ada yang salah maka mereka akan dikejar dan harus melakukan sesuatu. Tawa Jessie dan Anne sangat terdengar walau jarak kami lumayan jauh. Sesaat aku dan Jen bertatapan dan kembali menatap Adam.

“Tidak.” Kami menjawab dengan berbarengan. Dan Adam tertawa.

“Kalian ini, pasti mengira itu kekanak-kanakan?”

“Tentu saja, Tuan Sanders.”

Sindir Jen dengan wajahnya yang setengah tersenyum. Adam mendesah.

“Jadi apa yang terjadi diantara kalian dan Glad?”

Moonlight Shading

294

Page 295: Moonlight shading 1

Ia duduk diantara aku dan Jen. Memandangi kami bergantian dan mengerutkan dahinya. Aku tergelak.

“Adam, kau bilang apa?”

“Dengar, Vic. Aku melihatnya, saat ia menatap kalian kemarin. Ia tampak tidak suka sekali dengan kalian. Dan belakangan ini aku tidak melihat ia berbicara dengan kalian, kalian terlalu sering berdua.”

Penjelasan Adam yang sangat komplit membuat aku dan Jen saling berpandangan. Aku takjub, diam-diam ia memperhatikan kami. Bahkan mengenai tatapan mata Glad yang terakhir – dan tidak ingin aku ingat lagi tidak lepas dari penglihatannya.

“Adam, kau terlalu sering bergurau.”

“Tidak, aku yakin sekali.”

“Kalau begitu kau salah.”

“Benarkah?”

Moonlight Shading

295

Page 296: Moonlight shading 1

Wajahnya masih penuh dengan pertanyaan, dahinya mengerut, bibirnya mengerucut dan ia masih memandangi aku dan Jen bergantian.

“Menurutku, persahabatan tanpa masalah tentu tidak akan bertahan?”

Ia berpaling padaku, memandangiku dan mendesah.

“Wow, jelas sekali kalian sedang bertengkar.”

“Lalu apa itu masalah?”

Dan Jen membelaku. Ia berdiri tepat dihadapan Adam, sebelah tangannya bertolakpinggang dan Adam tertawa.

“Hey, hey, ada apa dengan kalian? Santai saja, aku kan cuma bertanya.”

“Dan itu mengganggu kami.”

“Sudahlah, hentikan.”

Aku meninggalkan mereka – berjalan menyelusuri pantai lebih jauh lagi. Memandangi pantai dan sekelilingnya.

Moonlight Shading

296

Page 297: Moonlight shading 1

Pantai yang dikelilingi hutan pinus, hutan yang semakin dalam semakin gelap dan menyeramkan. Didalamnya banyak binatang buas yang siap menerkam mangsanya.

Pikiranku melayang, aku membayangkan sosok sempurnanya berdiri didalam sana, tersenyum padaku, begitu indah dan mempesona. Terlihat dari kejauhan gigi putihnya, tangannya melambai-lambai padaku.

Dan Jen mengagetkanku dari lamunanku. Ia menarik tanganku dan kembali berkumpul dengan yang lainnya.

Marco dan Lucas menghampiri kami. Lucas memeluk Jen erat dan ia juga beberapa kali menggandengnya saat kami memutuskan untuk pulang. Kulihat wajah Jen berseri-seri dan ia menyambut hangat genggaman tangan Lucas.

Hari sudah sore, langit sudah mulai gelap. Acara pantai yang tidak berbekas dihatiku berakhir, setidaknya kau berusaha

Moonlight Shading

297

Page 298: Moonlight shading 1

untuk menghabiskan waktu dengan teman-temanku.

Part 10

Penolakkan

Moonlight Shading

298

Page 299: Moonlight shading 1

Aku mengantar Jen kerumahnya. Kami memandangi jalanan dengan diam dan mendengarkan lagu rock dari radioku. Jen bergoyang mengikuti gerakan lagu, beberapa kali ia mengentakkan kakinya.

“Well, Jen.” Wajahnya berpaling dan ia berhenti mengentakkan kakinya.

“Ya?”

“Sepertinya kau belum mengatakan apa-apa pada Lucas?”

“Tentang apa?”

“Kau mungkin?”

Dan ia terdiam. Ia memalingkan wajahnya keluar jendela, memandangi setiap pemandangan yang terlintas dengan Jeepku.

Ia pernah menceritakan tentang perasaannya terhadap seorang pria padaku, dan tak pernah sekalipun ia mengatakan pria itu adalah Lucas. Ia

Moonlight Shading

299

Page 300: Moonlight shading 1

kembali memandangiku, tatapannya tampak malu padaku.

“Kau tahu?”

“Tentu saja.”

“Darimana? Apa ada yang mengatakannya?”

“Memangnya kau cerita kepada siapa saja mengenai pria yang kau cintai itu selain padaku?”

Ia mengernyit, tubuhnya kaku dan aku tertawa. Kulihat wajahnya tegang. Dia kaget aku mengamati gerak-geriknya.

“Tenang saja, aku tidak cerita ke siapapun.”

“Janji?”

“Janji.”

Kami ber high-five, wajahnya kembali berseri-seri. Kini dia menyunggingkan senyuman diwajahnya yang teksturnya begitu halus dan lembut. Dan memerah beberapa kali.

Moonlight Shading

300

Page 301: Moonlight shading 1

“Dengar, aku tidak berani mengatakannya. Ia sahabatku, Vicky.”

“Apa salahnya jika kau menyukainya?”

“Tentu saja salah.”

Ia terdiam sesaat dan memandangiku lekat-lekat. Kami berhenti didepan rumah Jen. Jen menggigit bibir bawahnya.

“Aku tidak mau hubungan persahabatan kami kandas hanya karena salah satu dari kami memiliki perasaan. Aku tidak mau kehilangannya.” Lirih Jen.

“Ha.” Seruku, Jen meringis.

“Aku lebih suka begini, Vic.”

“Baiklah, tapi berani bertaruh kau pasti tidak akan tahan.” Bantahku.

Ia menggigit bibirnya, dahinya mengerut dan ia menggenggam erat kedua tangannya. Terdengar suara ibunya, Meriane Shell memanggilnya. Suaranya membuat tawa kami terhenti. Jen

Moonlight Shading

301

Page 302: Moonlight shading 1

menuruni Jeepku dan melambaikan tangan.

Tiba dirumah aku kembali dikejutkan dengan sosoknya yang berdiri begitu anggun dan mempesona.

Matthew bersandar pada Porsche silvernya, menyilangkan kedua tangannya didadanya dan tersenyum begitu melihatku. Seakan puas melihatku kembali pulang dengan tahu bahwa dirinya ada di rumahku. Tangannya yang putih melambai padaku, dan aku mengernyit.

Tubuh kami saling berhadapan, tatapannya begitu dalam memandangiku.

“Well, tadi pagi kau datang dan sore ini…. Kau datang lagi.”

Ia tertawa, bisa ku ciumi aroma tubuhnya yang wangi menggodaku. Tubuhnya tidak bergoyang saat tertawa.

“Iya, aku ada perlu denganmu.” Dahiku mengerut, aku menggigit bibirku. Matthew memandangiku puas.

Moonlight Shading

302

Page 303: Moonlight shading 1

“Jika kau tidak keberatan, aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Maukah kau?”

Mulutku ternganga, ia tertawa begitu terbahak-bahak. Tatapan matanya begitu lembut, mengabaikan reaksiku yang tidak percaya dengan ajakannya. Aku belum menjawabnya, ia menarik tanganku dan memasukkan aku kedalam Porsche silvernya.

“Kau ini sangat susah sekali dilarang yah.” Pekikku. Matthew diam. Mendudukkanku dikursi penumpang. Matthew sangat tahu apa yang diinginkannya.

“Kau memang pembangkang.” Gerutuku sendiri. Matthew hanya tersenyum saja.

Kami terdiam, ia memandangi jalan dengan tidak pernah berpaling padaku. Beberapa kali aku memalingkan wajahku dari dirinya dan menghadap kejendela.

Moonlight Shading

303

Page 304: Moonlight shading 1

“Well, jika aku boleh tahu. Kemana kau menculikku?” Tuntutku. Matthew melirikku.

Ia tertawa.

“Menculikmu?”

“Tentu saja.”

“Tenang saja, aku sudah bilang pada Philip dan Sarah.”

“Sial.” Gumamku dengan kesal. Kulihat wajahnya begitu puas dan tertawa. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang melebihi kecepatan maksimumnya hanya dengan sebelah tangannya. Sebelah tangannya lagi memegangi gigi mobil. Beberapa kali aku berteriak, tidak terbiasa dengan guncangan hebat dalam mobil dengan cara menyetir yang begitu cepat bagai petir.

Porsche silvernya berhenti disuatu tempat yang tidak kukenal, mobilnya terparkir ditempat teduh. Kami melewati

Moonlight Shading

304

Page 305: Moonlight shading 1

jalanan setapak, pager berjeruji, dan jalanan setapak itu memiliki beberapa anak tangga, kami mulai memasuki bagian depan hutan ini, terdengar kicauan burung, aroma pohon-pohon pinus yang khas dan langkah kami semakin dalam. Tempat itu gelap, angin dingin berhembus kencang, aku memasukkan kedua tanganku kedalam saku.

Aku tersentak, kami berada didalam hutan. Hutan-hutan pinus yang gelap, banyak binatang buas. Hutan pinus yang jaraknya tidak jauh dari pantai Glory Beach. Selain pinus-pinus dimana-mana, terdapat juga pohon-pohon besar yang menjulang tinggi. Pohon-pohon itu berakar panjang, sehingga setiap langkahku aku tersandung beberapa kali. Aku melihat kebelakang, mobil Porsche silvernya sudah tidak terlihat, kami sudah berada didalam hutan pinus yang gelap dan menakutkan.

“Tenang saja.”

Suaranya yang lembut memalingkan wajahku memandanginya. Ia meraih

Moonlight Shading

305

Page 306: Moonlight shading 1

tanganku dan menggenggam erat. Sentuhannya dingin, kulitnya halus dan lembut. Jari-jarinya berada disela-sela jari-jariku. Genggamannya begitu kuat – hingga aku tidak bisa melepaskannya. Satu-satunya suara didalam hutan ini hanya desahan nafasku – karena kedinginan, dan suara sepatuku. Aku menyadarinya, ia tidak sekalipun mengeluarkan suara. Langkah begitu pelan dan lincah bagaikan tarian diatas lantai dansa.

Hutan ini luas sekali. Semakin dalam masuk kedalam hutan ini, akan terlihat jalan tertutup daun-daun ribun dan jalanan bertanah subur. Begitu kami melewati jalan hutan yang gelap dan tertutui dedunan lebat, terlihat bukit luas dan lebar. Diujung bukit ada tebing tinggi dan terjal sekali. Dan dibalik tebing, diseberang sana ada desiran laut. Dalam bayanganku, dibawah tebing disana ada perairan luas dengan pasir putih.

Moonlight Shading

306

Page 307: Moonlight shading 1

Aku sadar, kami sedang melihat puncak tebing hutan yang sebenarnya berbukit-bukit dan berbatu. Bukit yang terjal terhampar luas dan besar dihadapanku – aku terkesima, begitu indah dan menakjubkan pemandangan hutan berbukit ini. Ia memandangiku, tawanya begitu lepas.

“Matthew, katakan padaku kita mau kemana?” Aku menariknya, menatap matanya dingin – sebelum pikiranku menjadi kenyataan – karena aku yakin ia akan mengajakku menaiki bukit hingga kepuncaknya.

“Kita akan ke puncak tebing ini, Victoria.” Jawabnya dengan antap.

“Untuk apa?”

Dan senyumannya semakin membuat bulu kudukku berdiri, ia mengabaikan pertanyaanku. Pandangannya mengarah pada puncak tebing diatas, sorot matanya berbeda – lebih tajam, dingin dan keras. Selanjutnya lebih menegangkan. Matthew

Moonlight Shading

307

Page 308: Moonlight shading 1

bergerak cepat dan lincah. Layaknya para penebing, yang menaiki tebing dengan berpegangan pada batu-batu, Matthew menaikinya dengan menginjak batu-batu tersebut menjadi pijakan kakinya yang bergerak lincah dan cepat dan berpindah-pindah.

Aku mengikuti gerakan cepatnya. Tercengang. Gerakanku tidak selincah dan secepat Matthew, tapi aku bisa bergerak seperti dia. Menginjak bebatuan dan berjalan cepat dengan bantuan angin. Aku merasakan terpaan angin disekitar wajahku, begitu kencang dan dingin.

Beberapa kali aku berteriak memanggil Matthew atas tindakannya yang kelewat batas. Kami berlari cepat. Matthew kini berdiri didahan pohon yang tebal dan panjang. Memperhatikanku yang mengikutinya dibelakang dengan gerakan yang tidak secepat dia. Senyum miring puasnya menyungging indah begitu tubuh kami berhadapan selama beberapa detik.

Moonlight Shading

308

Page 309: Moonlight shading 1

Kami tiba dipuncak tebing. Matthew berdiri membelakangiku dengan kedua tangannya masuk kedalam saku mantelnya. Aku menghela nafas, menarik nafas dalam-dalam, memejamkan mata sejenak dan duduk bersandar disuatu akar pohon yang besar. Untuk pertama kalinya aku menaiki tebing tanpa alat bantu apapun. Hanya berbantuan batu sebagai pijakan, angin dan gerakan tubuhku saja.

Tubuhnya berdiri tegap, menghadap cahaya matahari, ia membelakangiku. Aku bangkit dari duduk dan mendekatinya.

“Dengar, aku tidak tahu apa yang kau lakukan ini, Matthew. Jangan sekali-kali kau memintaku melakukannya lagi.” Ancamku.

“Kau ini pembasmi. Apa bergerak begitu cepat seperti tadi tidak pernah kau lakukan sebelumnya? Seakan-akan kau pelari tercepat dengan gerakan lincah. Itulah gerakan pembasmi, kaummu.” Ucapnya datar dengan senyuman miringnya.

Moonlight Shading

309

Page 310: Moonlight shading 1

“Apa?”

“Lawan aku.” Serunya tiba-tiba. Dengan sorot mata tajam, sikap yang tegang dan penuh keangkuhan. Matthew menantangku.

“Kau bicara apa sih?” sergahku dengan wajah terbingung-bingung.

“Serang aku. Lawan aku. Aku vampire, dan kau pembasmi. Seharusnya kau menyerangku. Membunuhku. Itukan yang kau mau?” Suaranya gemetaran. Sikapnya berdiri tenang dengan rahang mengatup rapat.

“Jangan menantangku. Aku tidak akan penuh rasa kasihan pada siapapun, termasuk vampire.” Gertakku. Matthew tertawa.

“Aku juga tidak minta begitu. Serang aku!” Ujarnya lagi. Dengan suara tegas dan mantap.

Belum sempat aku menjawab, Matthew tiba-tiba berdiri didepanku.

Moonlight Shading

310

Page 311: Moonlight shading 1

Gerakannya bagai angin yang berhembus cepat. Aku bahkan tidak bisa melihat gerakannya yang bergerak maju ke depan tubuhku.

“Atau aku yang akan menyerangmu, pembasmi.” Katanya. Tegas dan mantap. Dengan cepat Matthew mencoba meraihku dalam genggaman erat tangan bekunya. Dan dengan cepat juga aku bergerak menghindarinya. Aku bergerak cepat dan berdiri disisi kanannya. Matthew mencari-cari sosokku.

“Apa maumu?”

“Mauku, kau menyerangku.” Jawabnya seketika itu juga. Aku tercengang.

“Untuk apa?” Tanyaku lagi. Dan dengan cepatnya Matthew kembali mendekatiku, mencoba meraih tubuhku dan hendak mencengkram tubuhku. Aku berhasil menghindarinya lagi. Kini aku berdiri dibelakang tubuhnya.

Moonlight Shading

311

Page 312: Moonlight shading 1

“Aku ingin melihat kemampuan pembasmi muda, mungkin.” Jawabnya datar. Terdengar merendahkanku.

“Aku tidak ingin menyerang siapa-siapa.” Seruku dengan penekanan. Belum sempat menutup mulutku, Matthew berdiri didepanku. Sorot matanya tajam dan dingin. Dan seketika itu pula, tangan kanannya menyentuh leherku. Mencengkramnya erat dan kuat. Tubuhku meremang dan meringis kedinginan.

“Kalau begitu, aku yang akan menyerangmu, pembasmi.” Ucapnya dengan penuh nafsu mencekikku. Aku tidak bisa berkata apa-apa, mulutku menganga lebar, kedua tanganku mencoba melepaskan cekikan tangan kanannya dileherku, namun sulit. Cekikannya begitu keras dan erat sekali. Matthew semakin mempererat cekikannya.

Tanpa pikir panjang, dengan begitu spontan, aku menjulurkan kaki kananku dan menendang tubuh bekunya hingga terbanting ke dahan pohon yang berjarak

Moonlight Shading

312

Page 313: Moonlight shading 1

lima puluh meter dari tempat kami berdiri. Tendanganku begitu keras dan kuat. Matthew sampai terbanting dan mendarat ditanah dengan suara berdebum yang keras.

“Sialan.” Gerutuku sambil mengelus lembut leherku karena cekikannya. Saat itulah tubuh kami kembali berhadapan dan saling menyerang.

Gerakan tangan dan kakinya cepat. Dengan mudah dia berhasil terbang dan hinggap didahan pohon yang tebal dan kuat. Aku pun mengejarnya. Kami terlibat adu kekuatan diatas pohon, lalu ke tanah, balik lagi ke bukit dank e pohon. Berpindah-pindah dengan gerakan cepat dan lincah kami. Sesekali aku dan Matthew mendarat jatuh ke tanah karena tendangan kami. Aku juga berhasil membantingnya dengan posisi, kepala Matthew aku pegang dan aku angkat hingga membentur tanah dibalik punggungku. Matthew berteriak geram.

Moonlight Shading

313

Page 314: Moonlight shading 1

Kembali kami terlibat adu kekuatan. Kali ini dengan sekali tendangan, Matthew berhasil membuatku terbanting dahan pohon yang besar dan tinggi. Lalu aku tersungkur ke tanah. Dengan nafas yang cepat dan terengah-engah, aku kembali menyerangnya. Sorot mata Matthew tajam dan dingin. Gerakannya antusias dan penuh nafsu.

Aku berhasil mencekik lehernya. Tubuhnya berdiri tegap dan menatapku tajam. Tidak ada perlawanan dari Matthew. Aku masih mencengkram erat lehernya. Dan tanpa berpikir, aku melemparnya jauh hingga tersungkur ke tanah. Matthew tergeletak dan merubah posisi tergeletaknya menjadi berlutut dengan satu kakinya. Kepala Matthew mendongak padaku. Sorot matanya sekilas sinis, tajam, keras, ada binaran aneh yang indah. Lalu sorot matanya mengikuti arah sinar matahari. Dan saat itulah, sinar matahari menyentuh kulitnya.

Moonlight Shading

314

Page 315: Moonlight shading 1

Tawanya membahanakan hutan yang sepi sunyi ini, begitu keras dan menggetarkan hutan ini. Ia berdiri dihadaanpku dan aku terkejut. Tubuh putihnya berubah menjadi kilauan gradasi putih ke merah, layaknya berlian yang diterangi cahaya dan dilumuri dengan darah. Atau seperti batu Kristal putih yang dipancarkan sinar merah. Begitu indah dan berkilauan.

“Tubuhmu.” Seruku takjub.

“Ya, beginilah yang akan terjadi jika kami berada dibawah sinar matahari.” Jawabnya datar, masih memandangi sinar matahari yang menyentuh sebagian tubuhnya.

Aku melihat senyumnya yang indah, sama indahnya dengan tubuhnya yang mengkilap dibawah sinar matahari. Begitu sinarnya lenyap kilauan itu hilang, tubuhnya kembali menjadi putih selama beberapa detik. Ia bergerak dengan cepat, berpindah dari satu pohon ke pohon yang

Moonlight Shading

315

Page 316: Moonlight shading 1

lain. Tatapan matanya kembali berbeda, begitu dingin dan keras.

“Kau lihat, inilah kami.” Katanya dengan tegas. Matanya tertutup sementara.

Ia kembali melompat, kali ini ia duduk diranting pohon yang jaraknya beberapa meter dari tempatku berdiri. Ia memandangi langit, dan kembali memandangiku.

“Kami makhluk yang dikutuk. Kami makhluk yang tidak memiliki pilihan lain untuk hidup.” Ungkap Matthew. Suaranya gugup dan bergetar.

“Tapi kalian begitu indah.” Sergahku. Masih takjub.

“Indah?”

Tubuhnya berdiri dihadapanku, gerakkannya begitu cepat dan tidak terlihat dengan mata telanjang. Ia menatapku tajam, sorot matanya sarat

Moonlight Shading

316

Page 317: Moonlight shading 1

dengan ketegangan diantara kami. Bisa aku lihat sorot matanya dari dekat sekali.

“Bagimu mungkin indah, tapi tidak bagi kami. Ini seperti tanda bahwa kami makhluk jahat.” Ucapannya penuh dengan penekanan. Membuatku semua bulu-bulu dikulitku meremang.

Lalu ia menghilang lagi. Kali ini ia berdiri diatas ranting lagi, dibelakangku. Tubuhnya sepertinya begitu ringan hingga ranting itu tidak patah.

“Inilah wujud asli kami. Musuhmu. Makhluk yang harusnya kau bunuh. Makhluk yang merupakan makhluk paling jahat semesta alam.” Ucapnya dengan tegas, lagi.

Tubuhku gemetar, tanganku berkeringat, suaraku tertahan ditenggorokkan dan aku membeku memandangi aksinya yang menyeramkan tapi begitu menakjubkan. Sepertinya kilauan tadi tidak hilang sama sekali.

Moonlight Shading

317

Page 318: Moonlight shading 1

“Tidakkah kau ingin tahu, mengapa?” suaranya merendah sinis.

“Yah, aku ingin tahu. Mengapa kau lakukan ini?”

“Karena kau menyiksaku, kau malaikat pencabut nyawa kami. Kau berbahaya bagi kami. Dan kami, adalah neraka bagimu.” Jawabnya memekik tajam. Aku tergelak.

Beberapa kali aku menelan ludahku, tubuhku tidak bisa bergerak, walau aku bisa mengetahui kemana ia berpindah dari satu pohon ke pohon yang lainnya. Matanya tidak lepas menatapku tajam.

“Lalu mengapa kau tawarkan persahabatan padaku?”

“Karena kau...” Suaranya tertahan, dan ia kembali berdiri dihadapanku. Begitu sempurna, tubuhnya, suaranya, aromanya. Tatapan matanya masih sama, dingin dan keras.

Moonlight Shading

318

Page 319: Moonlight shading 1

“Karena kau… Karena kau mempesona. Kau seperti magnet dalam hidupku, kau selalu menarikku kedalam hidupmu. Kau mengganggu hidupku, pikiranku dan jiwaku. Kau bagaikan sinar rembulan yang menyinari hidupku, Victoria. Aku merasa tidak bisa jika tidak melihatmu. Tidak bisa jika tidak menciumi aromamu.” Ungkapnya, tatapannya berseri-seri, bibirnya gemetaran.

“Kau bagaikan rembulan dan aku sinarnya.” Ulangnya, lembut dan tampak memohon. Aku tergelak. Kata-katanya indah, rembulan tidak mungkin terpisah dari sinarnya, dan itu artinya kami menyatu. Ku gelengkan kepalaku, aku bukan rembulan – bantahku, dalam hati.

“Itu berlebihan.” Bantahku.

“Itu fakta.” Tukas Matthew. Aku menggelengkan kepalaku. Mendengus, kupalingkan wajahku darinya, memandangi hamparan luas tanah yang penuh dengan rumput-rumput hijau dan pohon-pohon. Kicauan burung yang

Moonlight Shading

319

Page 320: Moonlight shading 1

berdendang riang dalam hutan. Kami terdiam. Lama.

“Kalau begitu, kau makhluk paling bodoh yang pernah kutemui.” Ucapku akhirnya. Matthew mengerang.

“Itukah menurutmu?” Tanyanya sarkatis, “Bohong !” aku terbelalak selama dua detik, ku rubah raut wajahku setenang mungkin. Ku tatap dia galak.

“Dasar vampire tidak tahu diri kau. Apa yang kau harapkan dari semua ini? Kau pikir ini jalan takdir?” Dengusku. Kutatap dia galak, dengan sikap defenseku. Matthew menatapku was-was.

Matthew tertawa, “Jika takdir ada, untuk apa kau kuat-kuat membangun bentengmu sendiri, hah? Kau sendiri yang mengelak dari takdir.” Aku tergelak. Ternyata Matthew tahu apa yang menjadi masalah dalam diriku. Matthew tahu apa yang ku bangun kuat-kuat dalam diriku.

“Kalau begitu, menjauhlah. Kita sama-sama… Berbahaya! Jangan

Moonlight Shading

320

Page 321: Moonlight shading 1

menganggapku seperti itu. Lupakanlah perasaan itu, Matthew. Kau hanya tidak sadar apa yang kau ucapkan.” Suaraku meninggi dua oktaf hingga hampir berteriak, aku terus bertahan dengan apa yang menjadi keyakinanku.

Aku tidak ingin pujiannya membuatku terlena. Dan ia menegang. Kulihat dan kurasakan tubuhnya gemetar. Ia mengepalkan tangannya begitu keras.

“Sudah kucoba. Tapi apa yang terjadi? Kau tetap menghantuiku. Kau tetap berada dalam kehidupanku, menyinarinya dan terus menghiasi hidupku dengan pesonamu.” Pekik Matthew. Kami saling bertatapan. Matanya tajam, dagunya mengeras, rahangnya mengatup rapat.

Kedua tangannya mengepal – kuat-kuat, seakan siap memukul sesuatu dan menahan sesuatu. Aku menghirup udara sekuat-kuatnya. Menghembuskan nafas berkali-kali.

Moonlight Shading

321

Page 322: Moonlight shading 1

Aku meninggalkannya, langkahku begitu berat hingga rasanya aku berjalan dengan terseok-seok. Kutatap langit, sedikit mendung dan awan-awan putih menggumpal banyak. Matthew berjalan dibelakangku dengan langkah yang dipelankan, masih menatapku tajam. Langkahku terhenti, tebing ini begitu tinggi, hingga dasar tebingpun tidak terlihat. Dan membuatku meringis perih saat melihatnya dari atas.

Ia menarikku dalam pelukkannya, dan kembali membawaku berlari cepat. Ia membawaku ke balik tebing yang dihiasi pemandangan laut sejuk. Terlihat juga ada bukit-bukit yang miring dan condong pada pemandangan laut tersebut, ini terhampar luas dan indah, sinar matahari yang menyinarinya memberinya kehidupan.

Ia membawaku duduk di atas bukit yang dibawahnya terdapat aliran laut deras. Hamparan pasir putih, air laut biru dibawahku dan batu-batu besar. Ada banyak bebatuan disekitar tepi laut.

Moonlight Shading

322

Page 323: Moonlight shading 1

“Maafkan aku.” Pintanya, lagi. Suaranya lirih, wajahnya sendu dan menyesal.

“Kau membuatku takut, apa maksud semua ini?” Protesku. Aku gemetaran. Matthew tahu, dan dia berusaha menenangkanku.

Ia menghela nafas. “Katakan padaku, apa kau marah?” Aku mengernyit dahi. Wajah putih Matthew tampak cemas sekali.

“Tidak, hanya saja.. Semua itu membuatku takut. Melihat tubuhmu, melihat kau terbang, sikapmu, dan amarahmu.” Aku bahkan tidak yakin bicara dengan nada normal. Sepertinya berbisik-bisik pada semut saja. Kulihat rahangnya mengatup keras, giginya menggeretak hingga terdengar olehku. Ia mengelus lembut rambutku.

“Bahkan saat aku harus menyerangmu. Itu membuatku marah, memang. Aku tidak bermaksud

Moonlight Shading

323

Page 324: Moonlight shading 1

melukaimu, karena aku tidak pernah ingin melukaimu.” Lanjutku dengan suara gugup. Matthew memandangiku dengan lembut. Sentuhan tangannya dingin tapi menenangkanku. Aku terlena dengan sentuhan dan sosoknya didepanku ini.

“Bukan itu maksudku, aku hanya ingin kau melihatku, sosok sesungguhnya dariku. Sepertinya aku melakukan kesalahan, tadi.” Ungkapnya, sendu. “Aku hanya ingin lihat, apakah kau memang ingin membunuhku. Tapi ternyata, kau tidak ingin melakukannya. Dan aku malah takut kalau kau menginginkannya. Dengan sosok vampirku.” Lanjutnya dengan nada yang lembut dan merdu. Aku memandanginya takjub. Penuh sinaran lembut ditatapanku.

“Kau takut pada sosok itu?” Tanyaku, ingin tahu. Pelan-pelan aku menyentuh kulit dadanya.

“Terkadang, ya.”

Moonlight Shading

324

Page 325: Moonlight shading 1

“Mengapa? Kalian begitu indah, sangat sempurna. Aku menyukainya.” Ia tersenyum.

“Semua itu adalah hal-hal subjektif yang tidak bisa dipercaya keabsahannya. Mungkin tidak terlihat jelas oleh kaummu atau manusia yang lainnya, tapi kami bisa menjadi lebih buruk lagi.” Akuinya. Aku tahu, itu fakta, dan kami sama-sama tahu tentang hal itu. Itulah benteng kuat yang aku bangun kuat-kuat, tapi Matthew mengabaikannya. Demi aku? Tidak mungkin – tanyaku, dalam hati.

“Aku tidak suka membicarakan ini. Hentikan. Sudah cukup aku melihat sosok aslimu, jangan ditambah-tambah.” Elakku dengan nada sinis. Ia mendekatiku, menatap mataku yang ketakutan, nafasku terengah-engah seperti baru saja lari, dan tubuhku kedinginan. “Ini adalah hal yang paling kutakutkan jika bersamamu, dan paling tidak ingin kuingat lagi betapa menyeramkannya jika itu benar-benar terjadi. Melihat sosok pembunuhmu, sosok

Moonlight Shading

325

Page 326: Moonlight shading 1

itu menakutkan. Aku takut jika tadi kau benar-benar ingin membunuhku.” Lanjutku dengan suara tercekat. Aku tidak suka jika ia membuatku merasakan ketakutanku yang paling besar, aku tidak menyukai sikapnya yang terlalu agresif akan hal-hal yang beginya tidak penting tapi begitu penting bagiku – ketakutan akan bahayanya kami satu sama lain.

“Maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi. Sungguh.” Janjinya.

“Kalau begitu, kau tidak usah takut lagi. Aku dan keluargaku tidak akan pernah melukai kalian, siapapun itu. Kami makhluk beradab sekarang, dan kehadiranmu telah memberikan cahaya baru pada kami.” Ia menggenggam erat tanganku. Bisa kurasakan tanganku gemetaran, dingin dan kaku. Tapi ia menikmati setiap perasaanku, ia menikmati setiap rasa dan setiap kedekatan kami.

“Untuk apa kau lakukan semua ini?”

Moonlight Shading

326

Page 327: Moonlight shading 1

“Agar kau tahu perasaanku, Victoria. Perasaanku yang sesungguhnya, yang sejujurnya, padamu.” Akui Matthew. Dagunya mengeras setelah mengatakan hal itu. Aku bergidik. Sudut di bibirnya tertarik, membentuk seringaian sinis sesaat.

“Kenapa? Kau tahu bahwa semua itu pasti sangat bertolak belakang, kan?”

“Yah. Aku tahu.”

“Lalu?”

“Karena aku sangat yakin akan perasaanku padamu. Karena aku sangat tahu bagaimana hidupku berubah karena pesonamu, senyummu, suaramu, tatapanmu, aromamu. Karena kau sekarang menjadi satu-satunya yang paling berarti bagiku. Aku merasa kita sangat menyatu. Dan aku tahu, itu juga mempengaruhimu. Bisa aku rasakan, kau begitu menginginkannya juga.” Bisiknya lembut, lirih dan terdengar sangat

Moonlight Shading

327

Page 328: Moonlight shading 1

menyentuh hatiku. Aku terdiam, memandanginya lekat-lekat.

“Jangan siksa dirimu lagi, kumohon. Dengarkanlah diriku.” Bisikku, menyentuh pipinya yang dingin dengan sebelah tanganku. “Melihat tadi kita nyaris saling membunuh, aku rasa itu cukup menjadi bukti bahwa kita tidak seharusnya bersama. Kau dan aku, kita, berbahaya. Jauhilah aku.” Lanjutku dengan nada memohon.

Matthew tersenyum sinis.

“Tidak mungkin, aku tidak tersiksa, tidak sama sekali, Victoria. Percayalah.” Bantahnya. Tak pernah menyerah. “Walaupun tadi aku takut kau akan membunuhku, tapi itu tidak menyiksaku. Sungguh. “

“Jangan paksa dirimu. Kau mungkin sangat tahu bahwa aku tidak akan melakukannya. Bahwa aku memang tidak sanggup melakukannya, tapi aku takut jika suatu hari nanti, itu akan terjadi. Aku tidak

Moonlight Shading

328

Page 329: Moonlight shading 1

mau itu terjadi.” Bisikku lagi. Wajahnya berubah tegang dan kaku.

“Tidak sebaiknya kau menolakku.” Bisiknya, “Aku tidak berbahaya, Victoria. Dan kau tidak bahaya bagiku. Tidak sama sekali malahan. Benar, aku bisa menunjukkannya.”

“Baiklah, anggap kau tidak berbahaya. Tapi tetap saja aku tidak bisa mengikari janji akan kesetiaanku pada kaumku.” Tukasku, memaksakan diriku sendiri.

“Peraturan itu tidak abadi, Victoria. Semua itu bisa berubah, percayalah.” Elaknya. Tapi aku tidak yakin. Dia tidak pernah tahu bagaimana hidup menjadi pembasmi. Dia tidak pernah merasakan hidup penuh dengan suatu larangan besar. Dia tidak pernah tahu.

“Kumohon, Matthew. Semua tidak bisa ditentukan hanya dari satu sisi saja. Kau tidak bisa memaksakan kehendakmu,

Moonlight Shading

329

Page 330: Moonlight shading 1

aku hidup dengan kehidupanku sendiri.” Ucapku, masih membela diriku.

“Kau hanya tidak yakin akan perasaanmu saja. Cobalah kau pikirkan sendiri, tanyakan pada hati kecilmu. Apa yang diucapkannya.” Tuntutnya, geram. Tatapannya sangat tajam.

Kami berdua duduk dalam hening, saling berpandangan selama beberapa menit. Hembusan nafasnya terasa sejuk menyentuh kulitku, matanya indah menatapku dengan lembut, sentuhan tangannya yang dingin di wajahku terasa begitu lembut. Kami terhanyut dalam hening, terhanyut akan perasaan masing-masing.

Kami duduk berhadapan. Tubuh Matthew duduk sambil menjulurkan kedua kakinya dan disilangkan, kedua tangannya menopang tubuhnya dibelakang tubuhnya. Sedangkan aku, melipat dua kikiku, sebelah tanganku memeluk dua lututku dan tanganku yang satu lagi mencoba menggapainya.

Moonlight Shading

330

Page 331: Moonlight shading 1

Mata kami bertemu, kulihat tatapannya dalam namun hangat. Tangan kananku perlahan maju mendekati wajahnya Matthew yang diam dan memandangi gerak tanganku. Tubuhnya tetap diam saja, kedua matanya mengawasiku.

Pelan-pelan tangan kananku menyentuh keningnya, pelipisnya, matanya, hidungnya, matanya, pipinya, rahangnya, bibirnya dan dagunya. Terasa dingin, tapi kuabaikan, aku terus memuaskan tanganku menyentuhnya.

Vampire tampan, menawan, dingin dan mampu membuat hatiku selalu bergetar tampak jelas dihadapanku. Sosok tubuhnya yang tinggi, tegap, rambut dengan spike stylenya yang berterbangan karena angin membuatku terus kagum dengan mahakarya tak tercela ini. Terlebih lagi dengan sosok kilauannya yang berpendar-pendar di tubuhnya membuatnya tampak sangat sempurna

Moonlight Shading

331

Page 332: Moonlight shading 1

dan bahkan mampu membuatku tak henti-hentinya berucap kagum.

“Belum pernah kulihat ada pembasmi yang menyukai vampire seperti kau.” Ucapnya, menyadarkanku dari lamunanku.

“Kalian unik. Kilauan ditubuh kalian sangat indah. Sentuhan tangan dingin kalian pun terasa hangat bagiku. Mata kalian indah dan berwarna, walau menakutkan sebenarnya. Tapi semua itu bukan masalah. Sungguh.” Ungkapku, penuh kagum padanya. Matthew menyeringai.

“Dan bau kami?”

“Tidak enak tapi aku sudah terbiasa. Lagipula bau kita kan tidak sebusuk itu.” Ungkapku lagi, Matthew tertawa.

“Aku sudah terbiasa juga dengan baumu. Dan yang lain juga sama.”

“Sama.”

Tubuhnya kini bangkit, berubah menjadi posisi jongkok dengan tubuh yang

Moonlight Shading

332

Page 333: Moonlight shading 1

melengkung dihadapanku. Aku pun hanya memandangi sosoknya dalam dudukku. Sebelah tangannya yang bebas menyentuh daguku. Jempolnya mengelus-ngelus lembut daguku dan matanya tampak hangat memandangiku. Sudut-sudut bibirnya tertarik kebelakang membentuk senyuman.

Sinar matahari menonjol keluar. Sinarnya menyinari sebagian tubuhnya. Berkilauan merah terang lagi. Aku memandanginya kagum. Mataku berbinar-binar.

“Kau senang dengan apa yang kau lihat?” Tanya Matthew, penasaran. Aku mengangguk pelan. Kugenggam erat tangannya kuat-kuat. Bisa kucium aroma tubuhnya; wangi dan unik, hembusan nafasnya ; sejuk, segar dan terasa lembut kucium.

Bisa kulihat tatapan matanya. Sangat dekat. Dan dalam. Seakan-akan aku bisa melihat diriku didalam matanya. Kulihat diriku ada dalam matanya – mungkin – aku

Moonlight Shading

333

Page 334: Moonlight shading 1

tergambar jelas didalamnya. Aku bergidik. Tertunduk malu. Jantungku berdetak cepat. Matthew pasti bisa mendengarnya.

Aku bangkit. Tertunduk malu. Pipiku memerah – pasti – dan mungkin saja Matthew melihat itu. Aku malu. Sesuatu bukannya marah tapi malu. Dan Matthew pasti akan tertawa. Kulihat tubuhnya berdiri 50m dariku berdiri tegap, gagah dan menatapku tajam, tubuhnya kaku dan tegang.

“Kau marah?”

“Tidak.”

“Lalu?”

Aku diam. Matthew mengamatiku. Matanya mengawasi gerakanku. Aku mengernyit, berpikir – mencari-cari alasan, tepatnya – agar Matthew tidak mengira aku marah. Aku malu padanya – ucapku, dalam hati.

“Aku mau pulang.” Pintaku, akhirnya. Tidak seratus persen bohong, malah

Moonlight Shading

334

Page 335: Moonlight shading 1

kenyataannya memang benar. Lebih baik pulang daripada berbicara banyak padanya – bisa-bisa aku akan membuatnya geram dan bisa jadi kami berdebat tentang perasaan lagi. Tubuh Matthew merenggang.

“Baiklah, kita pulang.”

Kami menyelusuri hutan itu lagi, dengan langkah yang sama, dan dengan jalan yang sama. Tangannya menggenggam tanganku, begitu erat dan kuat, masih kurasakan tubuhnya gemetaran. Langkahnya begitu cepat, hingga Porsche silvernya kini telah tampak dihadapan kami. Tangannya masih menggenggam erat tanganku, tubuhku masih gemetar, kurasakan semua bagian tubuhku sesaat mati rasa, aku tidak bisa bergerak. Mataku menatapnya tajam, tidak bisa tersenyum dan juga berbicara. Ia juga menatapku tajam, penuh arti dan begitu dalam.

Ia menarikku dalam pelukkannya, tangannya kini melingkar dipinggangku,

Moonlight Shading

335

Page 336: Moonlight shading 1

sebelah tangannya mengelus punggungku dan yang sebelah lagi masih melingkari pinggangku. Pipinya menempel dikepalaku, aku masih bisa menciumi aroma tubuhnya lebih dekat.

Ia berbisik, tubuhku kaku, suaraku pun tertahan, tidak ada yang bisa aku lakukan.

“Percayalah padaku, kumohon.” Kata-kata yang dibisikkannya padaku membuat jantungku berdebar tak karuan, membuat isak tangisku siap keluar, membuat tubuhku semakin mati rasa. Ia mengantarkanku pulang, beruntung Dad dan Mom sedang tidak ada, mereka keluar sebentar bermain kerumah Sanders dan juga Harver. Ia mengantarku hingga kedepan pintu rumah, tangannya masih menggenggam tanganku. Mata kami saling bertatapan, sama-sama dalam, dingin dan keras. Sebelah tangannya yang lepas, menyentuh puncak kepalaku.

“Suatu saat benteng itu akan runtuh. Kau pasti tahu artinya itu, kan? Aku saja

Moonlight Shading

336

Page 337: Moonlight shading 1

bisa merasakannya. Hanya butuh keyakinanmu saja, Victoria.” Ucapnya. Aku mendengarkannya, tidak berusaha membantahnya. Matthew benar-benar sangat yakin pada dirinya.

Bentengku kuat, bentengku tak bisa ditepisnya, bentengku adalah diriku dan kekuatanku. Aku membentuk bentengku karena aku tidak tahu dan tidak yakin tentang perasaanku. Bukan Matthew, yah dia tahu dengan pastinya, tapi aku. Tentu saja, mengetahui diriku pembasmi dan penuh dengan peraturan, apa bisa aku hidup tenang dengan vampire? Tentu tidak.

“Istirahatlah. Hari ini aku pasti mengejutkanmu. Maafkan aku sudah menyerang dan membuatmu takut. Sungguh, maafkan aku.” Ucapnya, lirih. Matanya memandangiku lembut. Aku menyukainya.

Dan aku hanya bisa mengagukkan kepala. Tubuh kakuku bergerak pelan dan lambat. Ia menungguku masuk kedalam,

Moonlight Shading

337

Page 338: Moonlight shading 1

dan ia lenyap begitu cepat seperti waktu didalam hutan tadi.

Malam itu aku tidak bisa tidur, tubuhku masih gemetar, pikiranku masih terngiang jelas tentang sore itu. Aku mengetahui beberapa, dia bisa membaca pikiran, tapi tidak pikiranku – karena aku lebih kuat darinya. Dan dia selama menghilang, dia berburu dengan saudara laki-lakinya. Entah aku tidak takut tapi aku sangat senang dibuatnya. Dan terakhir, ia makhluk paling indah yang pernah kutemui.

Bukan karena ketampanannya yang sangat sempurna, bukan karena aroma tubuhnya yang tidak satupun parfum didunia mampu menyeimbanginya, dan bukan karena suara merdunya yang sekarang membiusku. Tapi karena tubuhnya indah, mengkilap bagai berlian, begitu mahal, begitu menarik setiap mata memandang.

Malam itu aku banyak membaca mengenai vampire, sejarahnya, siapa

Moonlight Shading

338

Page 339: Moonlight shading 1

mereka, apa kelebihannya dan semuanya. Semua teori yang tertulis ini memang dimiliki oleh semua vampire, tapi setiap vampire memiliki kelebihan tersendiri yang menjadikan mereka berbeda satu sama lainnya. Dan sama halnya dengan diriku, aku adalah jenis pembasmi yang paling tinggi dan lebih baik, dengan kelebihan dalam kaumku yang beraneka ragam.

Kami para pembasmi, bisa mengenali musuh kami hanya dengan mencium aroma tubuhnya, kami dapat membedakan aroma tubuh manusia hingga vampire karena itu adalah anugrah bagi para pembasmi. Dan kelebihan yang kumiliki adalah, bisa hidup sebagai manusia dan juga pembasmi – secara bersamaan – dengan kehidupan abadi dan penuh kekuatan ala vampire yang sebagian kecil ada dalam darahku.

Tapi dalam darahku mengalir deras darah pembasmi, manusia – darah nenekku – dan darah vampire – darah ayah kandungku. Dan sebagai pembasmi, aku

Moonlight Shading

339

Page 340: Moonlight shading 1

dituntut untuk selalu mengabdi. Aku bahkan tidak tahu apakah ini cinta? Apakah perasaanku pada Matthew tampak nyata di matanya? semuanya belum bisa kutemukan sendiri.

Vampire sekarang sudah banyak memilih untuk berburu hewan daripada menjadikan manusia sebagai mangsanya, namun masih ada beberapa vampire yang menganut paham kuno itu, seperti pelaku kejahatan yang sedang terjadi di Townsville.

Aku mulai terlelap, dan aku bermimpi. Untuk kesekian kalinya aku memimpikan Matthew, dia berada dalam mimpiku sangat sering.

Pagi itu langit mendung, hujan akan kembali menghiasi Townsville hari ini. Ku lihat mobil patroli ayah sudah tidak ada, dan sepertinya hanya ada aku sendirian, karena Mom baru akan pulang siang ini. Aku membersihkan diri dan menuruni tangga lalu memulai sarapan pagiku dan

Moonlight Shading

340

Page 341: Moonlight shading 1

dengan segera menyelesaikan sarapan pagiku.

Aku memakai baju dengan bahan yang agak tebal dan menutupinya dengan jaket hitam favoriteku. Aku menembus hujan ketika menaiki mobilku, hujan tidak terlalu deras tapi hujan juga tidak berhenti ketika aku tiba di sekolah. Saat itu aku melihat Adam, dia menunggu dikafetaria dengan teh hangat ditangannya.

“Hay, Adam.” Sapaku lembut. Dan aku mengambil segelas teh hangat yang sama dengannya. Dia memandangku kaku. “Ada apa?” Aku memandangi Adam yang mulai kaku saat ini. Dia hanya menundukkan kepalanya.

“Pagi ini sangat dingin, hah?” Ia tidak tersenyum, hanya memandangiku dengan tubuhnya yang kaku.

“Yah, tentu saja. Hujan datang dari tadi pagi. Sangat menyenangkan jika sekarang masih terbaring dikasur.” Ia tersenyum, begitu manis dan lembut.

Moonlight Shading

341

Page 342: Moonlight shading 1

Wajahnya merona, malu-malu. Aku mengernyit.

“Vicky..” Panggilnya dengan lembut. “Vicky..” Dan masih memanggilku. Aku menoleh.

“Ya, kau memanggilku?”

Dan ia terdiam, memandangi gelas kecilnya yang berisi teh hangat.

“Vic, maukah kau.. Makan malam denganku?” Dia menatapku kali ini, wajahnya serius dan begitu memohon. Aku terkejut dan bingung. Begitu bel berbunyi aku meninggalkannya lebih dulu menuju gedung Gymnasium. Dia mengikutiku, membuntutiku seperti buntut binatang. Aku menuju kamar ganti dan kembali ke lapangan, mengikuti pelajaran olahraga yang paling tidak ku sukai.

“Anak-anak...”

Suara Mr. Kemps begitu menggelegarkan ruangan Gymnasium ini. “Hari ini kita akan belajar basket..”

Moonlight Shading

342

Page 343: Moonlight shading 1

Suaranya yang lantang itu disambut suara riang dan senang teman-temanku kecuali aku. Aku menutup mulutku arapat-rapat. Satu persatu anak-anak mulai memainkan bola, awalnya kami dibagi beberapa kelompok, lalu kami saling melemparkan bola dan seseorang satunya lagi menangkapnya.

Permainan ini awalnya menyenangkan, namun begitu masuk ke bagian untuk melompat dan memasukkan bola kedalam ring sangat menyusahkanku. Beberapa kali kucoba, tak satupun bola masuk ke dalam ring. Bahkan sudah melompat tinggi sekalipun. Dan semuanya meleset jauh sekali. Ternyata, kemampuanku tidak berarti dikehidupan normalku. Mr. Kemps sangat memahamiku, dia memintaku untuk melatih tangan dan kakiku lebih kompak dulu.

Akhirnya pelajaran yang paling menyiksaku telah berakhir, aku bergegas masuk kekelas berikutnya, kelas Fisika.

Moonlight Shading

343

Page 344: Moonlight shading 1

Kulihat Matthew mengikuti pelajaran ini, dia sudah duduk dikursi dengan tegapnya dan begitu tampannya. Dia melirik kearahku, dan menarikkan kursi untukku.

Setelah peristiwa siang itu, aku berubah pikiran. Sekelompok vampire baik hati ini sekarang memikat hatiku. Matthew berhasil membuatku bersikap lunak. Sikapnya hari ini mempesona banyak orang termasuk aku. Senyum Matthew terlihat puas dan bangga. Kusunggingkan senyuman miringku padanya.

Aku terkejut, dan mulai mengalihkan perhatianku ke yang lain tapi dia sudah berada didepanku, dihadapan semua teman-temanku dia meminta aku duduk dengannya. Aku menurutinya, aku menerima kursi yang ia ambilkan untukku, dan kali ini wajah puas Jen sangat menggangguku. Matthew tertawa saat itu, dia tahu apa yang sedang dibicarakan anak-anak walau mereka berbisik sekalipun. Dia menatapku lagi dan tersenyum.

Moonlight Shading

344

Page 345: Moonlight shading 1

“Apa hari ini aku boleh bertanya?” Suaranya memecahkan keheningan diantara kami, aku memutar bola mataku dan menaikkan bahuku tanda aku tidak mengerti.

“Menurutku, untuk merasa nyaman dengan seseorang kita harus mengenalnya, iya kan?” Dia mencondongkan tubuhnya lebih dekat padaku. Sorot matanya menatapku tajam, berwarna merah menyala sekarang. Dan sedetik kemudiannya aku memundurkan tubuhku.

“Apa yang ingin kau ketahui? Lagipula..” Dia memberikan jari telunjuknya dibibirku, tersenyum sinis dan mulai mengejekku. Peristiwa sore kemarin kembali terngiang dalam benakku, kurasakan kembali tubuh yang gemetar karena ketakutan, kurasakan lagi dingin yang menyerangku disaat itu, kurasakan lagi debaran jantungku yang detaknya tidak karuan.

Moonlight Shading

345

Page 346: Moonlight shading 1

“Hanya aku yang boleh bertanya, dan kau menjawab. Oke.” Tuntutnya. Dia mengedipkan sebelah matanya padaku lalu membalikkan badan karena Mrs. Murphy sudah memulai pelajaran Fisika siang itu.

“Sial.” Desisku kesal, dan ia tertawa puas sekali. Wajahnya jelas, sangat senang.

Aku melirik Adam, dia tidak banyak mengobrol denganku hari ini, aku masih menimbang-nimbang tentang ajakannya makan malam, tapi aku tidak tertarik dengan ajakan itu. Selesai pelajaran ini, aku menghampiri Adam dan memintanya menemuiku diparkiran. Matthew masih memandangiku dan kami menuju kafetaria bersama.

Saat itulah, dikafetaria, untuk pertama kalinya aku benar-benar merasakan detak jantungku berdetak melebihi kemampuan maksimumnya, aku bergemetar dan gugup serta salah tingkah karena pandangan keluarga Lomax

Moonlight Shading

346

Page 347: Moonlight shading 1

lainnya. Tapi makhluk yang sedang berjalan denganku begitu anggunnya mengabaikannya, ia benar-benar tidak merasakan hal yang sama, langkah sangat gemulai dia melangkah dengan tenang dan lembut juga tidak memperhatikan pandangan mata didalam kafetaria.

“Sepertinya aku… Maksudku, kita menjadi pusat perhatian hari ini.” Aku membisikkan kata-kata itu agar tidak terdengar oleh beberapa pasang mata disana. Matthew memandang sekeliling sejenak lalu memandangiku lagi.

“Yeah, kau benar.” Senyum tipisnya terlihat jelas menandakan puas dan rencananya berhasil.

“Kau merencanakan ini?” Aku mulai mengerang, dan Matthew mengeraskan rahangnya. Aku berdiri dan mengambil beberapa makanan yang ku yakin, ini hanya akan habis olehku tentunya membuat situasi seakan-akan Matthew juga memakannya. Lalu aku kembali kebangku ku dan menyerahkan beberapa

Moonlight Shading

347

Page 348: Moonlight shading 1

roti dan minum diatas meja, dia hanya memandang makanan-makananku dan mengangkat sebelah alisnya dan kini aku mulai memakan roti dengan sekali gigit dan menyisakannya.

“Vampir tidak senang dengan makanan manusia, kau tahu?” Dia mencondongkan tubuhnya, dan membisikkannya padaku. Aku memandanginya sesaat.

“Tahu. Kalian kan hanya suka darah.” Bisikku. Matthew terkekeh. Dan keluarganya terlihat terganggung dengan posisi kami sekarang.

“Untung saja aku sudah memuaskan dahagaku. Baunya saja sudah sangat busuk bagi kami.” Imbuhnya. Dengan wajah jijiknya memandangi makanan yang dihadapannya – tapi tetap terlihat menawan. Aku bahkan sempat tersenyum sinis padanya.

“Kalian tampak normal bagi beberapa manusia. Rasanya tidak adil jika kau

Moonlight Shading

348

Page 349: Moonlight shading 1

mengabaikan satu sikap kalian itu.” Aku menyodorkan makanan sedikit lebih dekat dengan Matthew. Matthew kembali memandanginya jijik.

“Pembasmi muda tidak berbakat jahat sepertinya kau ini.” Gerutunya. Aku memandanginya dengan melahap roti dan minumanku. Matthew mengalihkan pandangannya kepada sekumpulan anggota keluarganya. Kulihat Julia menganggukkan kepalanya begitu juga dengan Evelyn.

“Tidak sebaiknya kita terbuka seperti ini, kan?” suaraku berubah masam.

“Ini bagus kok untuk kita.” Ucapnya santai.

Kupandangi semua anggota keluarganya satu per satu. Semua pasang mata itupun sama, memandangiku tajam.

“Kalian benar-benar vampire. Bagaimana bisa manusia tidak ada yang menyadarinya? Benar-benar tidak disangka.” Bisikku, mencodongkan

Moonlight Shading

349

Page 350: Moonlight shading 1

tubuhku padanya. Menggelengkan kepalaku.

“Kami tidak peduli dengan apa yang manusia pikirkan. Kami hanya ingin hidup damai dan tenang.” Sergahnya, tenang. Aku tergelak.

“Lalu menurutmu kemarin itu adalah sebagian sisi hidup damai dan tenangmu? Menyerang pembasmi muda dengan segala pesonamu, kau kira itu hebat. Menurutku tidak.” Aku skeptic, “Aku rasa kalian belum bisa mendefinisikian hidup tenang dan damai sebagai manusia dengan sempurna.”

“Itu adalah sikap pahlawan. Pria normal senang melakukannya, kan? Dan rasanya aku melakukannya dengan sempurna.” Matthew berusaha membuatku terpesona oleh ucapannya.

“Kau tidak bisa ditebak, Matthew.” Gerutuku kesal. Aku memang tidak bisa menebaknya. “Oh, seandainya aku yang punya kemampuan mendengar apa yang

Moonlight Shading

350

Page 351: Moonlight shading 1

orang pikirkan itu. Pasti bagus, bisa mengetahuinya dari otakmu itu, sehingga tidak membuatku pusing menebak sendiri.” Suaraku menggerutu datar.

“Bagus juga. Jadi, kau bisa percaya, bahwa dalam pikiranku ada kau.” Matthew membuatku tergelak.

“Jangan coba-coba.” Ancamku.

“Setidaknya aku akan berusaha. Aku tidak ingin merahasiakan sesuatu darimu. Aku tidak suka membohongi dirimu, jadi jelas sekali aku sangat menginginkanmu.” Lagi-lagi Matthew membuatku tercengang.

“Apa maksudmu?”

“Sesuai perjanjian, hari ini adalah milikku. Aku bertanya dan kau menjawab. Ok.” Ia menyilangkan kedua tangannya didada, memandangiku dengan tatapan mata yang tidak bisa kupahami. Aku menggigit bibirku.

“Pertama, bagaimana perasaanmu sekarang?” Aroma nafasnya tercium

Moonlight Shading

351

Page 352: Moonlight shading 1

olehku, begitu harum dan menggodaku. Aku mulai mencari jawabannya sekarang, mulai berpikir dan menjawabnya.

“Well, aku gugup.” Suara pertama yang kukeluarkan adaah suara bergetar dan emah untuk menjawab pertanyaannya. “Karena keluargamu memperhatikanku, karena teman-temanku juga memperhatikan kita. Lalu aku menyesal karena tidak membantu Dad. Itulah perasaanku saat ini. Campur aduk sekali pokoknya.” Aku kembali memakan roti-rotiku yang masih ada dalam nampan. Membuat diriku tenang. Dia masih memandangiku, dan bertanya lagi padaku.

“Lalu, mengenai kehadiran kami. Apa yang kau rasakan?”

“Saat ini, aku sudah tidak terlalu tersiksa. Ku akui, aku harus menahannya sekarang saat berhadapan denganmu. Pertemuan pertama kita.” Aku sedikit tersenyum, lalu memandangi keluarganya diseberang meja kami yang jaraknya lumayan jauh. Wajah Matthew meringis

Moonlight Shading

352

Page 353: Moonlight shading 1

melihat tatapanku pada anggota keluarganya. “Dan dengan mereka, suasana hatiku masih sama. Dingin, gelisah dan sedikit pusing.” Suaraku yang pelan membuatnya mengerti apa yang ku maksud. Dia kembali mencondongkan tubuhnya.

“Apa kau sudah pernah membunuh vampire?” Wajahnya mulai serius, dia mengeraskan rahangnya dan tubuhnya kaku. Aku masih memandanginya, dan memberinya isyarat.

“Sepertinya kita akan telat kalau masih duduk disini, ayo.” Aku mulai bangkit dari bangku dan dia mengikutiku. Dia masih memintanya,aku menjawab pertanyaannya tapi aku menolaknya.

“Jangan, jangan sekarang.” Aku marah dan menatapnya serius. “Baiklah, tapi tidak disini. Dan tidak dirumah. Kau punya tempat lain?” Aku melembutkan suaraku, dia mulai berpikir.

Moonlight Shading

353

Page 354: Moonlight shading 1

“Ada, sepulang sekolah aku akan memberitahukanmu.” Suara itu mulai menjauh dan kini sudah meninggalkanku sendirian dijalan setapak. Pelajaran bahasa inggris siang itu membosankan bagiku, kami harus membuat karangan dengan bahasa inggris resmi dan juga mengutarakan maksud dari karangan itu. Bel pulang pun berbunyi, sebelum aku pergi jauh entah kemana aku harus menjawab ajakan Adam tadi pagi.

Adam menungguku, dia bersandar pada mobil Mersedeznya yang tidak jauh dari Jeepku. Aku memandangnya sejenak baru menghampirinya, dia mulai menaikkan kepalanya yang sempat tertunduk saat menungguku.

“Hay..” Sapaku pelan dengan melambaikan tangan. Adam membalas dengan senyumannya. Sikapnya terlihat kikuk.

“Hay..” Dia masih menatapku penuh harap. Matanya berbinar, berseri-seri dan

Moonlight Shading

354

Page 355: Moonlight shading 1

ingin sekali aku menjawab ‘iya’ dengan ajakannya. Aku kembali merasa bersalah.

“Dengar, aku tidak tahu harus mengatakan apa. Yang jelas, ajakanmu itu sangat mengejutkan ku.” Aku berusaha untuk tenang dan tidak mengintimidasinya. “Aku hanya saja.. Maaf, aku tidak bisa menerimanya.” Aku melanjutkannya dengan penuh rasa bersalah. Dia menatapku lalu berpaling sebentar melihat pemandangan di parkiran dan kembali menatapku.

“Apa ini ada hubungannya dengan Matthew?” Tuduhnya. Wajahnya mendengus kesal.

“Tidak, bukan.” Aku terkejut dengan praduga tak bersalahnya itu. “Aku dan dia.. Kami... Kami hanya berteman, seperti kau dan aku.” Dia kembali menatapku begitu aku menekankan kata’teman’ padanya. Adam diam sejenak. Memainkan kunci mobilnya dan menatapku nanar.

Moonlight Shading

355

Page 356: Moonlight shading 1

“Dengar, mungkin kau bisa mengajak yang lainnya. Seseorang yang menyukaimu misalnya.” Aku mulai mengusulkannya agar dia tidak kecewa.

“Oh ya, seperti siapa? Kau sedang menjodohkanku?”

“Bukan begitu, aku tahu aku telah mengecewakanmu. Tapi ini tidak semudah yang kau bayangkan. Aku menerimamu sebagai teman, tapi tidak sebagai teman kencanku.” Ku lihat dia mengerti maksudku, penolakkan ini lebih susah daripada sebelumnya.

“Siapa yang kau usulkan?”

“Entahlah, aku hanya mengenal beberapa. Jen, Jessie, Laura.. Atau mungkin Glad.” Aku menekankan nama itu dan dia mengerti maksudku.

“Glad? Maksudmu kau…” Adam hendak mengucapkannya, dan aku memotongnya.

Moonlight Shading

356

Page 357: Moonlight shading 1

“Yah, kau bisa mencobanya. Maafkan aku, itu hanya saran yang mungkin tidak membangunmu. Sepertinya aku tidak bisa lama-lama.” Aku berhenti sesaat. “Aku pulang dulu, dan.. Terima kasih sudah mengajakku. Dah.” Aku meninggalkannya dan melambaikan tangan padanya. Adam masih berdiri mematung memandangi kepergianku dengan wajah sedihnya. Lalu kupacu Jeepku dengan cepat menyusul Matthew.

Moonlight Shading

357