"Minangkabau" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain dari Minangkabau, lihat Minangkabau (disambiguasi) . Minangkabau Jumlah populasi kurang lebih 8 juta di Indonesia (2010) [rujukan? ] Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan Sumatera Barat , Indonesia : 4.264.000. Jabotabek , Indonesia : 890.000. Riau , Indonesia : 624.000. Jambi , Indonesia : 495.000. Aceh , Indonesia : 448.000. Sumatera Utara , Indonesia : 345.000. Kepulauan Riau , Indonesia : 156.000. Bengkulu , Indonesia : 73.000. Sumatera Selatan , Indonesia : 70.000. Negeri Sembilan , Malaysia : 450.000 [1] . Bahasa bahasa Minang , bahasa Indonesia danbahasa Melayu . Agama Islam . Kelompok etnis terdekat Melayu . Minangkabau atau lebih singkatnya Minang adalah kelompok etnik Nusantara yangberbahasa dan menjunjung adat Minangkabau . Wilayah penganut kebudayaannya meliputiSumatera Barat , separuh daratan Riau , bagian utara Bengkulu , bagian barat Jambi , bagian selatan Sumatera Utara , barat daya Aceh , dan juga Negeri Sembilan di Malaysia . [2] Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang . Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak (bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri). [3]
1. "Minangkabau" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain
dari Minangkabau, lihat Minangkabau (disambiguasi). Minangkabau
Jumlah populasi kurang lebih 8 juta di Indonesia (2010)[rujukan?]
Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan Sumatera Barat,
Indonesia: 4.264.000. Jabotabek, Indonesia: 890.000. Riau,
Indonesia: 624.000. Jambi, Indonesia: 495.000. Aceh, Indonesia:
448.000. Sumatera Utara, Indonesia: 345.000. Kepulauan Riau,
Indonesia: 156.000. Bengkulu, Indonesia: 73.000. Sumatera Selatan,
Indonesia: 70.000. Negeri Sembilan, Malaysia: 450.000[1]. Bahasa
bahasa Minang, bahasa Indonesia danbahasa Melayu. Agama Islam.
Kelompok etnis terdekat Melayu. Minangkabau atau lebih singkatnya
Minang adalah kelompok etnik Nusantara yangberbahasa dan menjunjung
adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputiSumatera
Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat
Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga
Negeri Sembilan di Malaysia.[2] Dalam percakapan awam, orang Minang
seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama
ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun,
masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan
urang awak (bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri). [3]
Menurut A.A. Navis, Minangkabau lebih kepada kultur etnis dari
suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki,[4]
serta menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem
kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal,[5] walaupun
budayanya juga sangat kuat diwarnai
2. ajaran agama Islam, sedangkan Thomas Stamford Raffles,
setelah melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat
kedudukanKerajaan Pagaruyung, menyatakan bahwa Minangkabau adalah
sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kemudian penduduknya
tersebar luas di Kepulauan Timur. [6] Saat ini masyarakat Minang
merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. [7][8]
Selain itu, etnik ini juga telah menerapkan sistem proto-demokrasi
sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan
hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau
tertuang singkat dalam pernyataan Adat basandi syara', syara'
basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan
Al-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.[9] Orang
Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai
profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat
dari tradisi tua Kerajaan Melayu danSriwijaya yang gemar berdagang
dan dinamis.[10] Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota
masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada
umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung,
Pekanbaru, Medan, Batam,Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah
Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan,
Malaysia dan Singapura. Masyarakat Minang memiliki masakan khas
yang populer dengan sebutan masakan Padang, dan sangat digemari di
Indonesia bahkan sampai mancanegara.[11] Daftar isi [sembunyikan] 1
Etimologi 2 Asal-usul 3 Agama 4 Adat dan budaya o 4.1 Matrilineal o
4.2 Bahasa o 4.3 Kesenian o 4.4 Olahraga o 4.5 Rumah adat o 4.6
Perkawinan o 4.7 Masakan khas 5 Sosial kemasyarakatan
3. o 5.1 Persukuan o 5.2 Nagari o 5.3 Penghulu o 5.4 Kerajaan 6
Minangkabau perantauan o 6.1 Jumlah perantau o 6.2 Gelombang rantau
o 6.3 Perantauan intelektual o 6.4 Sebab merantau 6.4.2 Faktor
ekonomi o 6.4.1 Faktor budaya 6.4.3 Faktor perang 6.5 Merantau
dalam sastra 7 Orang Minangkabau dan kiprahnya 8 Lihat pula 9
Catatan kaki 10 Literatur 11 Pranala luar [sunting]Etimologi
4. Peta yang menunjukan wilayah persebaran kelompok etnik
Minangkabau dipulau Sumatera. Nama Minangkabau berasal dari dua
kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatulegenda khas
Minang yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada
suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai
Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk
mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu
kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor
kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat
menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau
pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu
menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau
itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga
mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu
menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau,[12]
yang berasal dari ucapan 'Manang kabau' (artinya menang kerbau).
Kisah tambo ini juga dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan
juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang
sebelumnya bernama Periaman(Pariaman) menggunakan nama tersebut.
[13] Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk
menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di
kecamatanSungayang, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.
Dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagarakretagama[14] tahun
1365 M, juga telah ada menyebutkan nama Minangkabwa sebagai salah
satu dari negeri Melayu yang ditaklukannya. Sedangkan nama "Minang"
(kerajaan Minanga) itu sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti
Kedukan Bukit tahun 682 Masehi dan berbahasa Sansekerta. Dalam
prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya yang
bernama Dapunta Hyang bertolak dari "Minnga" ....[15] Beberapa ahli
yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4
(...minnga) dan ke-5 (tmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga
menjadi minngatmvan dan diterjemahkan dengan makna sungai kembar.
Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu)
dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan
Sungai Kampar Kanan.[16] Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis,
yang membuktikan bahwa "tmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu",
karena kata temu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti
peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya. [17] Oleh karena itu kata
Minangaberdiri sendiri dan identik dengan penyebutan Minang itu
sendiri.
5. Bendera atau marawa yang digunakan suku-suku Minangkabau.
[sunting]Asal-usul Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tambo
Minangkabau dan Tombo Lubuk Jambi Dari tambo yang diterima secara
turun temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari
keturunan Iskandar Zulkarnain. Walau tambo tersebut tidak tersusun
secara sistematis dan lebih kepada legenda berbanding fakta serta
cendrung kepada sebuah karya sastra yang sudah menjadi milik
masyarakat banyak.[4] Masyarakat Minang merupakan bagian dari
masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari
daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun
yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah
timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke
dataran tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang
Minangkabau.[18] Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk
semacam konfederasi yang dikenal dengan nama luhak, yang
selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak nan Tigo, yang terdiri
dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Datar.[5] Pada
masa pemerintahan Hindia-Belanda, daerah luhak ini menjadi daerah
teritorial pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh
seorangresiden dan oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama
Tuan Luhak.[4] Sementara seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau menyebar ke kawasan
darek yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi
kawasan rantau. Konsep rantau bagi masyarakat Minang merupakan
suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau
juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan
perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan Rantau nan duo
terbagi atas Rantau di Hilia (kawasan pesisir timur) dan Rantau di
Mudiak (kawasan pesisir barat). Pada awalnya penyebutan orang
Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke19,
penyebutan Minang dan Melayumulai dibedakan melihat budaya
matrilineal yang tetap bertahan berbanding patrilineal yang dianut
oleh masyarakat Melayu umumnya.[19]Kemudian pengelompokan ini terus
berlangsung demi kepentingan sensus penduduk maupun politik.
[sunting]Agama Sebuah masjid di kecamatan Pangkalan Koto Baru,
kabupaten Lima Puluh Kotadengan arsitektur khas Minangkabau sekitar
tahun 1900-an. Masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama
Islam, jika ada masyarakatnya keluar dari agama islam (murtad),
secara langsung yang bersangkutan juga dianggap keluar dari
masyarakat Minang, dalam istilahnya disebut "dibuang sepanjang
adat". Agama Islam diperkirakan masuk melalui kawasan pesisir
timur, walaupun ada anggapan dari pesisir barat, terutama pada
kawasan Pariaman, namun kawasan Arcat (Aru dan Rokan) serta
Inderagiri yang berada pada pesisir timur juga telah menjadi
kawasan pelabuhan Minangkabau, dan Sungai Kampar maupun Batang
Kuantan berhulu pada kawasan pedalaman Minangkabau. Sebagaimana
pepatah yang ada di masyarakat, Adat manurun, Syara' mandaki (Adat
diturunkan dari pedalaman ke pesisir, sementara agama (Islam)
datang dari pesisir
6. ke pedalaman),[20] serta hal ini juga dikaitkan dengan
penyebutan Orang Siak merujuk kepada orangorang yang ahli dan tekun
dalam agama Islam, masih tetap digunakan di dataran tinggi
Minangkabau. Sebelum Islam diterima secara luas, masyarakat ini
dari beberapa bukti arkeologis menunjukan pernah memeluk agama
Buddha terutama pada masa kerajaan Sriwijaya, Dharmasraya, sampai
pada masamasa pemerintahan Adityawarman dan anaknya Ananggawarman.
Kemudian perubahan struktur kerajaan dengan munculnya Kerajaan
Pagaruyung yang telah mengadopsi Islam dalam sistem
pemerintahannya, walau sampai abad ke-16, Suma Oriental masih
menyebutkan dari 3 raja Minangkabau hanya satu yang telah memeluk
Islam. Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari
Mekkah sekitar tahun 1803,[21] memainkan peranan penting dalam
penegakanhukum Islam di pedalaman Minangkabau. Walau di saat
bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat yang masih
terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari konflik ini muncul
Perang Padri sebelum akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa Adat
berazaskan Al-Qur'an.[22] [sunting]Adat dan budaya Randai, sebuah
pertunjukan kesenian tradisional Minangkabau yang dimainkan secara
berkelompok. Artikel utama untuk bagian ini adalah: Adat
Minangkabau dan Budaya Minangkabau Menurut tambo, sistem adat
Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara,Datuk
Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketumanggungan. Datuk Perpatih
mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang demokratis, sedangkan
Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang
aristokratis. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal
dengankelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem
masyarakat Minangkabau. Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga
pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat
istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak,
yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya saling
melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam
masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan
masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara
mufakat.[23] [sunting]Matrilineal Matrilineal merupakan salah satu
aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat
dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai
pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk
kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu). Sedangkan ayah
mereka disebut oleh masyarakat dengan namaSumando (ipar) dan
diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga. Kaum perempuan di
Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki
dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan
keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum
lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak(paman atau saudara dari
pihak ibu), dan penghulu (kepala suku). Pengaruh yang besar
tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh
Rumah nan Gadang (pilar utama rumah).[24] Walau kekuasaan sangat
dipengaruhi
7. oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari
keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas
atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.
[sunting]Bahasa Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bahasa
Minangkabau Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang
bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai
hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang
menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian
dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk
tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa
ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada
juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa
proto-Melayu. [25][26] Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa
Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek
bergantung kepada daerahnya masing-masing. [27][28]
[sunting]Kesenian Sebuah pertunjukan kesenian talempong, salah satu
alat musik pukul tradisional Minangkabau. Masyarakat Minangkabau
memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian
yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di
antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahanmerupakan
tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang
ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja
sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan
gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak
tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh
talempong dan saluang. Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu
seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang
sejak lama. Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek
yang disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian
atau disebut juga dengan sijobang,[29] dalam randai ini juga
terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario.[30] Di samping
itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga
genre seni berkata-kata, yaitupasambahan (persembahan), indang, dan
salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih
mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan
aphorisme. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk
mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata
dan kontak fisik.[31] [sunting]Olahraga Pacuan kuda merupakan olah
raga berkuda yang telah lama ada di nagari-nagari Minang, dan
sampai saat ini masih diselenggarakan oleh masyarakatnya, serta
menjadi perlombaan tahunan yang dilaksanakan pada kawasan yang
memiliki lapangan pacuan kuda. Beberapa pertandingan tradisional
lainnya yang masih dilestarikan dan menjadi hiburan bagi masyarakat
Minang antara lain lomba Pacu jawi dan Pacu itik. [sunting]Rumah
adat Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rumah Gadang
8. Rumah Gadang di nagari Pandai Sikekdengan dua buah Rangkiang
di depannya. Rumah adat Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang,
yang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk
dalam suku tersebut secara turun temurun.[32] Rumah Gadang ini
dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian
muka dan belakang. [33] Umumnya berbahan kayu, dan sepintas
kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas,
menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong[34] dan
dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng.
Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang
jadi penghuni rumah gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang
sudah beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota
kaum belum menikah, biasanya tidur di surau. Surau biasanya
dibangun tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut, selain
berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat
tinggal lelaki dewasa namun belum menikah. Pakaian adat yang
dikenakan oleh pengantin Minangkabau. Pakaian perempuan Minang
dalam pesta adat atau perkawinan. Selain itu dalam budaya
Minangkabau, tidak semua kawasan boleh didirikan Rumah Gadang,
hanya pada kawasan yang telah berstatus nagari saja, rumah adat ini
boleh ditegakkan. [sunting]Perkawinan Dalam adat budaya
Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting
dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat
berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut
keturunan. Bagi lelaki Minang, perkawinan juga menjadi proses untuk
masuk lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya. Sedangkan
bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses dalam
penambahan anggota di komunitas rumah gadangmereka. Dalam prosesi
perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai
beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang
(meminang), manjapuik marapulai(menjemput pengantin pria), sampai
basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul
kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka
kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa
dilakukan di Mesjid, sebelum kedua pengantin bersanding di
pelaminan. Pada nagaritertentu setelah ijab kabul di depan penghulu
atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai
panggilan penganti nama kecilnya. [35] Kemudian masyarakat sekitar
akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar panggilan
tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi (sayyidi)
di kawasan pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah,
pemberian gelar ini tidak berlaku. [sunting]Masakan khas
9. Artikel utama untuk bagian ini adalah: Masakan Padang
Masyarakat Minang juga dikenal akan aneka masakannya, dengan
citarasa yang pedas, serta dapat ditemukan hampir di seluruh
Nusantara, bahkan sampai ke luar negeri. Walau masakan ini kadang
lebih dikenal dengan nama Masakan Padang, meskipun begitu
sebenarnya dikenal sebagai masakan etnik Minang secara umum.
Rendang salah satu masakan tradisional masyarakat Minang, pada
tahun 2011 dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam
daftarWorlds 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia)
yang digelar oleh CNN International.[36] [sunting]Sosial
kemasyarakatan [sunting]Persukuan Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar suku Minangkabau Suku dalam tatanan Masyarakat
Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus
tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata
suku dalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu per-empat, sehingga
jika dikaitkan dengan pendirian suatu nagari di Minangkabau, dapat
dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku
yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku dalam
tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak
ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang
sama. [5] Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis
dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah
keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya
itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta
milik bersama dari seluruh anggota kaumkeluarga. Harta pusaka tidak
dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta
pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota
kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang
mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat
digadaikan. Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga
yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang
paling kecil setelahsapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik
(perut) biasanya tinggal pada sebuah rumah gadang secara
bersama-sama.[37] Pakaian khas suku Minangkabau di tahun 1900-an.
[sunting]Nagari Artikel utama untuk bagian ini adalah: Nagari
Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan
daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada
kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di
sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai
tipikaladat yang berbeda. Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan
yang terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari
tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN).
Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah
keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu
dihasilkan.
10. Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat
Minangkabau adalah terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari,
kaum-keluarga, dan individu untuk mendapatkan status dan prestise.
[38] Oleh karenanya setiap kepala kaum akan berlomba-lomba
meningkatkan prestise kaum-keluarganya dengan mencari kekayaan
(berdagang) serta menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling
tinggi. Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah
dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang
itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi
Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam
sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari
struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang
menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian
berkembang menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk
minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan
tersebut. [5] Selanjutnya sebagai pusat administrasi nagari
tersebut dibangunlah sebuah Balai Adat sekaligus sebagai tempat
pertemuan dalam mengambil keputusan bersama para penghulu di nagari
tersebut. [sunting]Penghulu Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Penghulu dan Datuk di Minangkabau Penghulu atau biasa yang digelari
dengan datuk, merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat oleh
anggota keluarga untuk mengatur semua permasalahan kaum. Penghulu
biasanya seorang laki-laki yang terpilih di antara anggota kaum
laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga akan memilih seorang
laki-laki yang pandai berbicara, bijaksana, dan memahami adat,
untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia bertanggung
jawab mengurusi semua harta pusaka kaum, membimbing kemenakan,
serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap penghulu
berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-rapat
nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai
sama. Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan
dan konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah
keluarga posisi kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau
sebaliknya, anggota kaum yang semakin sedikit jumlahnya, cenderung
akan menggabungkan gelar kepenghuluannya kepada keluarga lainnya
yang sesuku. [39] Hal ini mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah
penghulu dalam suatu nagari. Memiliki penghulu yang mewakili suara
kaum dalam rapat nagari, merupakan suatu prestise dan harga diri.
Sehingga setiap kaum akan berusaha sekuatnya memiliki penghulu
sendiri. Kaum-keluarga yang gelar kepenghuluannya sudah lama
terlipat, akan berusaha membangkitkan kembali posisinya dengan
mencari kekayaan untuk "membeli" gelar penghulunya yang telah lama
terbenam. Bertegak penghulu memakan biaya cukup besar, sehingga
tekanan untuk menegakkan penghulu selalu muncul dari keluarga
kaya.[40] [sunting]Kerajaan Istana Pagaruyung sebuah legitimasi
institusi kerajaan Minangkabau. Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Kerajaan Melayu, Dharmasraya, dan Kerajaan Pagaruyung Dalam
laporan de Stuers[41] kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan
bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu
kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang raja. Tetapi yang
ada adalah nagari-nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan
polis-polis pada
11. masa Yunani kuno.[42] Namun dari beberapa prasasti yang
ditemukan pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari tambo yang
ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam
suatu sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi
pulau Sumatera dan bahkan sampai Semenanjung Malaya. Beberapa
kerajaaan yang ada di wilayah Minangkabau antara lain Kerajaan
Dharmasraya, Kerajaan Pagaruyung, dan Kerajaan Inderapura. Sistem
kerajaan ini masih dijumpai di Negeri Sembilan, salah satu kawasan
dengan komunitas masyarakat Minang yang signifikan di Semenanjung
Malaya. [sunting]Minangkabau perantauan Minangkabau perantauan
merupakan istilah untuk orang Minang yang hidup di luar kampung
halamannya. Merantau merupakan proses interaksi masyarakat
Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini merupakan sebuah
petualangan pengalaman dan geografis, dengan meninggalkan kampung
halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Keluarga yang telah
lama memiliki tradisi merantau, biasanya mempunyai saudara di
hampir semua kota utama di Indonesia dan Malaysia. Keluarga yang
paling kuat dalam mengembangkan tradisi merantau biasanya datang
dari keluarga pedagang-pengrajin dan penuntut ilmu agama.[43] Para
perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun,
baik sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar
masyarakat Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal
untuk mencapai kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak
hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga
prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.
Dari pencarian yang diperoleh, para perantau biasanya mengirimkan
sebagian hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian diinvestasikan
dalam usaha keluarga, yakni dengan memperluas kepemilikan sawah,
memegang kendali pengolahan lahan, atau menjemput sawah-sawah yang
tergadai. Uang dari para perantau biasanya juga dipergunakan untuk
memperbaiki sarana-sarana nagari, seperti mesjid, jalan, ataupun
pematang sawah. [sunting]Jumlah perantau Etos merantau orang
Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di
Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan olehMochtar Naim,
pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang Minang yang berdomisili
di luar Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 1971jumlah itu
meningkat menjadi 44 %. [44] Berdasarkan sensus tahun 2010, etnis
Minang yang tinggal di Sumatera Barat berjumlah 4,2 juta jiwa,
dengan perkiraan hampir separuh orang Minang berada di perantauan.
Mobilitas migrasi orang Minangkabau dengan proporsi besar terjadi
dalam rentang antara tahun 1958 sampai tahun 1978, dimana lebih 80
% perantau yang tinggal di kawasan rantau telah meninggalkan
kampung halamannya setelah masa kolonial Belanda.[45] Melihat data
tersebut, maka terdapat perubahan cukup besar pada etos merantau
orang Minangkabau dibanding suku lainnya di Indonesia. Sebab
menurut sensus tahun 1930, perantau Minangkabau hanya sebesar 10,5
% dibawah orang Bawean (35,9 %), Batak (14,3 %), dan Banjar (14,2
%). Namun tidak terdapat angka pasti mengenai jumlah orang Minang
di perantauan. Angka-angka yang ditampilkan dalam perhitungan,
biasanya hanya memasukkan para perantau kelahiran Sumatera Barat.
Namun belum mencakup keturunan-keturunan Minang yang telah beberapa
generasi menetap di perantauan.
12. Para perantau Minang, hampir keseluruhannya berada di
kota-kota besar Indonesia dan Malaysia. Di beberapa perkotaan,
jumlah mereka cukup signifikan dan bahkan menjadi pihak mayoritas.
Di Pekanbaru, perantau Minang berjumlah 37,7% dari seluruh penduduk
kota, dan menjadi etnis terbesar di kota tersebut.[46] Jumlah ini
telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 1971 yang
mencapai 65%.[47] Di kota-kota lainnya, dimana jumlah orang
Minangkabau mencapai 10% atau lebih dari keseluruhan penduduk kota
tersebut ialahTakengon (25,9%), Sigli (25,4%), Tanjung Pinang
(20%), Binjai (16,6), Sibolga (16,6%), Sabang (15,9%), Gunungsitoli
(14,5%), Tanjung Balai(13,9%), Medan (13,5%), Padang Sidempuan
(13,3%), Palembang (10%), dan Jakarta (10%).[48] [sunting]Gelombang
rantau Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama.
Sejarah mencatat migrasi pertama terjadi pada abad ke-7, di mana
banyak pedagang-pedagang emas yang berasal dari pedalaman
Minangkabau melakukan perdagangan di muara Jambi, dan terlibat
dalam pembentukan Kerajaan Malayu.[49] Migrasi besar-besaran
terjadi pada abad ke-14, dimana banyak keluarga Minang yang
berpindah ke pesisir timur Sumatera. Mereka mendirikan
koloni-koloni dagang di Batubara, Pelalawan, hingga melintasi selat
ke Penang dan Negeri Sembilan, Malaysia. Bersamaan dengan gelombang
migrasi ke arah timur, juga terjadi perpindahan masyarakat Minang
ke pesisir barat Sumatera. Di sepanjang pesisir ini perantau Minang
banyak bermukim di Meulaboh, Aceh tempat keturunan Minang dikenal
dengan sebutanAneuk Jamee; Barus, Natal, hingga Bengkulu.[50]
Setelah Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511,
banyak keluarga Minangkabau yang berpindah ke Sulawesi Selatan.
Mereka menjadi pendukung kerajaan Gowa, sebagai pedagang dan
administratur kerajaan. Datuk Makotta bersama istrinya Tuan Sitti,
sebagai cikal bakal keluarga Minangkabau di Sulawesi. [51]
Gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-18, yaitu ketika
Minangkabau mendapatkan hak istimewa untuk mendiami kawasan
Kerajaan Siak. Pada masa penjajahan Hindia-Belanda, migrasi
besar-besaran kembali terjadi pada tahun 1920, ketika perkebunan
tembakau di Deli Serdang, Sumatera Timur mulai dibuka. Pada masa
kemerdekaan, Minang perantauan banyak mendiami kota-kota besar di
Jawa, pada tahun 1961 jumlah perantau Minang terutama di kota
Jakarta meningkat 18,7 kali dibandingkan dengan tingkat pertambahan
penduduk kota itu yang hanya 3,7 kali,[52] dan pada tahun 1971
etnis ini diperkirakan telah berjumlah sekitar 10 % dari jumlah
penduduk Jakarta waktu itu.[53] Kini Minang perantauan hampir
tersebar di seluruh dunia. Masjid Tuo Kayu Jao di kecamatanGunung
Talang, kabupaten Solok yang didirikan sekitar abad ke-16.
[sunting]Perantauan intelektual Pada akhir abad ke-18, banyak
pelajar Minang yang merantau ke Mekkah untuk mendalami agama Islam,
di antaranya Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik. Setibanya
di tanah air, mereka menjadi penyokong kuat gerakan Paderi dan
menyebarluaskan pemikiran Islam yang murni di seluruh Minangkabau
dan Mandailing. Gelombang kedua perantauan ke Timur Tengah terjadi
pada awal abad ke-20, yang dimotori oleh Abdul Karim Amrullah,
Tahir Jalaluddin, Muhammad Jamil Jambek, danAhmad Khatib
Al-Minangkabawi. Selain ke Timur Tengah, pelajar Minangkabau juga
banyak yang merantau ke Eropa. Mereka antara lain Abdoel Rivai,
Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Roestam Effendi, dan Nazir
Pamuntjak. Intelektual
13. lain, Tan Malaka, hidup mengembara di delapan negara Eropa
dan Asia, membangun jaringan pergerakan kemerdekaan Asia. Semua
pelajar Minang tersebut, yang merantau ke Eropa sejak akhir abad
ke-19, menjadi pejuang kemerdekaan dan pendiri Republik Indonesia.
[54] [sunting]Sebab merantau [sunting]Faktor budaya Ada banyak
penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya ialah
sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan harta
pusaka dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam
hal ini cukup kecil. Selain itu, setelah masa akil baligh para
pemuda tidak lagi dapat tidur di rumah orang tuanya, karena rumah
hanya diperuntukkan untuk kaum perempuan beserta suaminya, dan
anak-anak. Para perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya
akan menceritakan pengalaman merantau kepada anak-anak kampung.
Daya tarik kehidupan para perantau inilah yang sangat berpengaruh
di kalangan masyarakat Minangkabau sedari kecil. Siapa pun yang
tidak pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan selalu
diperolok-olok oleh teman-temannya. [39] Hal inilah yang
menyebabkan kaum pria Minang memilih untuk merantau. Kini wanita
Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan
ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang, meniti karier dan
melanjutkan pendidikan. Menurut Rudolf Mrazek, sosiolog Belanda,
dua tipologi budaya Minang, yakni dinamisme dan antiparokialisme
melahirkan jiwa merdeka, kosmopolitan, egaliter, dan berpandangan
luas, hal ini menyebabkan tertanamnya budaya merantau pada
masyarakat Minangkabau. [55]Semangat untuk mengubah nasib dengan
mengejar ilmu dan kekayaan, serta pepatah Minang yang mengatakan
Karatau madang dahulu, babuah babungo alun, marantau bujang dahulu,
di rumah paguno balun (lebih baik pergi merantau karena dikampung
belum berguna) mengakibatkan pemuda Minang untuk pergi merantau
sedari muda. Salah satu motif tenun songketMinangkabau khas nagari
Pandai Sikek. [sunting]Faktor ekonomi Artikel utama untuk bagian
ini adalah: Pedagang Minangkabau Penjelasan lain adalah pertumbuhan
penduduk yang tidak diiringi dengan bertambahnya sumber daya alam
yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan perkebunan, sumber
utama tempat mereka hidup dapat menghidupi keluarga, maka kini
hasil sumber daya alam yang menjadi penghasilan utama mereka itu
tak cukup lagi memberi hasil untuk memenuhi kebutuhan bersama,
karena harus dibagi dengan beberapa keluarga. Selain itu adalah
tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukanya daerah perkebunan dan
pertambangan. Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang
Minang pergi merantau mengadu nasib di negeri orang. Untuk
kedatangan pertamanya ke tanah rantau, biasanya para perantau
menetap terlebih dahulu di rumah dunsanak yang dianggap sebagai
induk semang. Para perantau baru ini biasanya berprofesi sebagai
pedagang kecil. Selain itu, perekonomian masyarakat Minangkabau
sejak dahulunya telah ditopang oleh kemampuan berdagang, terutama
untuk mendistribusikan hasil bumi mereka. Kawasan pedalaman
Minangkabau, secara geologis memiliki cadangan bahan baku terutama
emas, tembaga, timah, seng, merkuri, danbesi,
14. semua bahan tersebut telah mampu diolah oleh mereka. [56]
Sehingga julukan suvarnadvipa(pulau emas) yang muncul pada cerita
legenda di India sebelum Masehi, kemungkinan dirujuk untuk pulau
Sumatera karena hal ini.[57] Pedagang dari Arab pada abad ke-9,
telah melaporkan bahwa masyarakat di pulau Sumatera telah
menggunakan sejumlah emas dalam perdagangannya. Kemudian
dilanjutkan pada abad ke-13 diketahui ada raja di Sumatera yang
menggunakan mahkota dari emas. Tom Piressekitar abad ke-16
menyebutkan, bahwa emas yang diperdagangangkan di Malaka, Panchur
(Barus), Tico (Tiku) dan Priaman (Pariaman), berasal dari kawasan
pedalaman Minangkabau. Disebutkan juga kawasan Indragiri pada
sehiliran Batang Kuantan di pesisir timur Sumatera, merupakan pusat
pelabuhan dari raja Minangkabau.[58] Dalam prasasti yang
ditinggalkan oleh Adityawarman disebut bahwa dia adalah penguasa
bumi emas. Hal inilah menjadi salah satu penyebab, mendorong
Belanda membangun pelabuhan di Padang[59] dan sampai pada abad
ke-17 Belanda masih menyebut yang menguasai emas kepada raja
Pagaruyung. [60] Kemudian meminta Thomas Diaz untuk menyelidiki hal
tersebut, dari laporannya dia memasuki pedalaman Minangkabau dari
pesisir timur Sumatera dan dia berhasil menjumpai salah seorang
raja Minangkabau waktu itu (Rajo Buo), dan raja itu menyebutkan
bahwa salah satu pekerjaan masyarakatnya adalah pendulang emas.[61]
Sementara itu dari catatan para geologi Belanda, pada sehiliran
Batanghari dijumpai 42 tempat bekas penambangan emas dengan
kedalaman mencapai 60 m serta di Kerinci waktu itu, mereka masih
menjumpai para pendulang emas.[62] Sampai abad ke-19, legenda akan
kandungan emas pedalaman Minangkabau, masih mendorong Raffles untuk
membuktikannya, sehingga dia tercatat sebagai orang Eropa pertama
yang berhasil mencapai Pagaruyung melalui pesisir barat
Sumatera.[63] [sunting]Faktor perang Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Perang Padri dan Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia Tuanku Imam Bonjol, salah seorang pemimpin Perang Padri,
yang diilustrasikan olehde Stuers. Beberapa peperangan juga
menimbulkan gelombang perpindahan masyarakat Minangkabau terutama
dari daerah konflik, setelah perang Padri,[22] muncul pemberontakan
di Batipuh menentang tanam paksa Belanda, disusul pemberontakan
Siti Manggopoh menentang Belasting dan pemberontakan komunis
tahun1926-1927.[64] Setelah kemerdekaan muncul PRRI yang juga
menyebabkan timbulnya eksodus besar-besaran masyarakat Minangkabau
ke daerah lain. [53] Dari beberapa perlawanan dan peperangan ini,
memperlihatkan karakter masyarakat Minang yang tidak menyukai
penindasan. Mereka akan melakukan perlawanan dengan kekuatan fisik,
namun jika tidak mampu mereka lebih memilih pergi meninggalkan
kampung halaman (merantau). Orang Sakai berdasarkan cerita turun
temurun dari para tetuanya menyebutkan bahwa mereka berasal dari
Pagaruyung. [65] Orang Kubu menyebut bahwa orang dari Pagaruyung
adalah saudara mereka. Kemungkinan masyarakat terasing ini termasuk
masyarakat Minang yang melakukan resistansi dengan meninggalkan
kampung halaman mereka karena tidak mau menerima perubahan yang
terjadi di negeri mereka. De Stuers sebelumnya juga melaporkan
bahwa masyarakat Padangsche Bovenlanden sangat berbeda dengan
masyarakat di Jawa, di Pagaruyung ia menyaksikan masyarakat
setempat begitu percaya diri dan tidak minder dengan orang Eropa.
Ia merasakan sendiri, penduduk lokal lalu lalang begitu saja
dihadapannya tanpa ia mendapatkan perlakuan
15. istimewa, malah ada penduduk lokal meminta rokoknya, serta
meminta ia menyulutkan api untuk rokok tersebut.[41]
[sunting]Merantau dalam sastra Fenomena merantau dalam masyarakat
Minangkabau, ternyata sering menjadi sumber inspirasi bagi para
pekerja seni, terutama sastrawan.Hamka, dalam novelnya Merantau ke
Deli, bercerita tentang pengalaman hidup perantau Minang yang pergi
ke Deli dan menikah dengan perempuan Jawa. Novelnya yang lain
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck juga bercerita tentang kisah anak
perantau Minang yang pulang kampung. Di kampung, ia menghadapi
kendala oleh masyarakat adat Minang yang merupakan induk bakonya
sendiri. Selain novel karya Hamka, novel karya Marah Rusli, Siti
Nurbaya dan Salah Asuhannya Abdul Muis juga menceritakan kisah
perantau Minang. Dalam novel-novel tersebut, dikisahkan mengenai
persinggungan pemuda perantau Minang dengan adat budaya Barat.
Novel Negeri 5 Menara karyaAhmad Fuadi, mengisahkan perantau Minang
yang belajar di pesantren Jawa dan akhirnya menjadi orang yang
berhasil. Dalam bentuk yang berbeda, lewat karyanya yang berjudul
Kemarau, A.A Navis mengajak masyarakat Minang untuk membangun
kampung halamannya yang banyak di tinggal pergi merantau. Novel
yang bercerita tentang perantau Minang tersebut, biasanya berisi
kritik sosial dari penulis kepada adat budaya Minang yang kolot dan
tertinggal. Selain dalam bentuk novel, kisah perantau Minang juga
dikisahkan dalam film Merantau karya sutradara Inggris, Gareth
Evans. [sunting]Orang Minangkabau dan kiprahnya Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Daftar tokoh Minangkabau Imam Bonjol, Mohammad
Hatta, Sjahrirdan Fahmi Idris. Orang Minang terkenal sebagai
kelompok yang terpelajar, oleh sebab itu pula mereka menyebar di
seluruh Indonesia bahkan manca-negara dalam berbagai macam profesi
dan keahlian, antara lain sebagai politisi, penulis, ulama,
pengajar, jurnalis, dan pedagang. Berdasarkan jumlah populasi yang
relatif kecil (2,7% dari penduduk Indonesia), Minangkabau merupakan
salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian.[45] Majalah
Tempo dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh
penting Indonesia di abad ke-20 merupakan orang Minang. [66] 3 dari
4 orang pendiri Republik Indonesia adalah putra-putra
Minangkabau.[67][68] Keberhasilan dan kesuksesan orang Minang
banyak diraih ketika berada di perantauan. Sejak dulu mereka telah
pergi merantau ke berbagai daerah di Jawa, Sulawesi, semenanjung
Malaysia, Thailand, Brunei, hingga Philipina. Di tahun 1390, Raja
Bagindo mendirikan Kesultanan Sulu di Filipina selatan.[69] Pada
abad ke-14 orang Minang melakukan migrasi ke Negeri Sembilan,
Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri baru tersebut dari
kalangan mereka. Raja Melewar merupakan raja pertama Negeri
Sembilan yang diangkat pada tahun 1773. Di akhir abad ke-16, ulama
Minangkabau Dato Ri Bandang, Dato Ri Patimang, dan Dato Ri Tiro,
menyebarkan Islam di Indonesia timur dan mengislamkan kerajaan
Gowa. Setelah huru-hara pada Kesultanan Johor, pada tahun 1723
putraPagaruyung yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I yang
sebelumnya juga merupakan Sultan Johor mendirikan Kerajaan Siak di
daratan Riau.[70]
16. Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di Kairo dan
Mekkah memengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam
modern Sumatera Thawalib dan Diniyah Putri banyak melahirkan
aktivis yang banyak berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain
A.R Sutan Mansur, Siradjuddin Abbas, dan Djamaluddin Tamin. Pada
periode 1920 - 1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir
dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan
kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 Tan Malaka terpilih menjadi wakil
Komunis Internasional untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang
lainnya Muhammad Yamin, menjadi pelopor Sumpah Pemuda yang
mempersatukan seluruh rakyat Hindia-Belanda. Di dalam Volksraad,
politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain
Jahja Datoek Kajo, Agus Salim, dan Abdul Muis. Tokoh Minang
lainnyaMohammad Hatta, menjadi ko-proklamator kemerdekaan
Indonesia. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk
sebagai perdana menteri (Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, Abdul
Halim, Muhammad Natsir), seorang sebagai presiden (Assaat), seorang
sebagai wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan
parlemen (Chaerul Saleh), dan puluhan yang menjadi menteri, di
antara yang cukup terkenal ialah Azwar Anas, Fahmi Idris, dan Emil
Salim. Emil bahkan menjadi orang Indonesia terlama yang duduk di
kementerian RI. Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis
Jawa, yang selalu memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan
Indonesia. Selain di pemerintahan, di masa Demokrasi liberal
parlemen Indonesia didominasi oleh politisi Minang. Mereka
tergabung kedalam aneka macam partai dan ideologi, islamis,
nasionalis, komunis, dan sosialis. Di samping menjabat gubernur
provinsi Sumatera Tengah/Sumatera Barat, orang-orang Minangkabau
juga duduk sebagai gubernur provinsi lain di Indonesia. Mereka
adalah Datuk Djamin (Jawa Barat), Daan Jahja (Jakarta), Muhammad
Djosan dan Muhammad Padang (Maluku), Anwar Datuk Madjo Basa Nan
Kuniang dan Moenafri (Sulawesi Tengah), Adenan Kapau Gani (Sumatera
Selatan), Eni Karim (Sumatera Utara), serta Djamin Datuk Bagindo
(Jambi).[71] Beberapa partai politik Indonesia didirikan oleh
politisi Minang. PARI dan Murba didirikan oleh Tan Malaka, Partai
Sosialis Indonesia oleh Sutan Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad
Hatta, Masyumi oleh Mohammad Natsir, Perti oleh Sulaiman ar-Rasuli,
dan Permi oleh Rasuna Said. Selain mendirikan partai politik,
politisi Minang juga banyak menghasilkan buku-buku yang menjadi
bacaan wajib para aktifis pergerakan. Buku-buku bacaan utama itu
antara lain, Naar de Republiek Indonesia, Madilog, dan Massa Actie
karya Tan Malaka, Alam Pikiran Yunani dan Demokrasi Kita karya
Hatta, Fiqhud Dakwah dan Capita Selecta karya Natsir, serta
Perjuangan Kita karya Sutan Sjahrir. Penulis Minang banyak
memengaruhi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Mereka
mengembangkan bahasa melalui berbagai macam karya tulis dan
keahlian. Marah Rusli, Abdul Muis, Idrus, Hamka, dan A.A Navis
berkarya melalui penulisan novel. Nur Sutan Iskandar novelis Minang
lainnya, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling
produktif. Chairil Anwar dan Taufik Ismail berkarya lewat penulisan
puisi. Serta Sutan Takdir Alisjahbana, novelis sekaligus ahli tata
bahasa, melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga bisa
menjadi bahasa persatuan nasional. Novelnovel karya sastrawan
Minang seperti Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck, Layar Terkembang, dan Robohnya Surau Kami telah menjadi
bahan bacaan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia.
Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak
pula dilakukan oleh jurnalis Minang. Mereka antara lain Djamaluddin
Adinegoro, Rosihan Anwar, dan Ani Idrus. Di samping Abdul
17. Rivai yang dijuluki sebagai Perintis Pers Indonesia, Rohana
Kudus yang menerbitakan Sunting Melayu, menjadi wartawan sekaligus
pemilik koran wanita pertama di Indonesia. Tuanku Abdul Rahman,
salah seorang tokoh Minang yang berpengaruh di kawasan rantau. Di
Indonesia dan Malaysia, disamping orang Tionghoa, orang Minang juga
terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses
berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan,
pendidikan, dan rumah sakit. Di antara figur pengusaha sukses
adalah, Abdul Latief (pemilik TV One),Basrizal Koto (pemilik
peternakan sapi terbesar di Asia Tenggara), Hasyim Ning (pengusaha
perakitan mobil pertama di Indonesia), dan Tunku Tan Sri Abdullah
(pemilik Melewar Corporation Malaysia). Banyak pula orang Minang
yang sukses di dunia hiburan, baik sebagai sutradara, produser,
penyanyi, maupun artis. Sebagai sutradara dan produser ada Usmar
Ismail, Asrul Sani, Djamaludin Malik, dan Arizal. Arizal bahkan
menjadi sutradara dan produser film yang paling banyak menghasilkan
karya. Sekurang-kurangnya 52 film dan 8 sinetron dalam 1.196
episode telah dihasilkannya. Film-film karya sineas Minang, seperti
Lewat Djam Malam, Gita Cinta dari SMA, Naga Bonar, Pintar Pintar
Bodoh, dan Maju Kena Mundur Kena, menjadi film terbaik yang banyak
digemari penonton. Pemeran dan penyanyi Minang yang terkenal
beberapa di antaranya adalah Ade Irawan, Dorce Gamalama,Eva Arnaz,
Nirina Zubir, dan Titi Sjuman. Pekerja seni lainnya, ratu kuis Ani
Sumadi, menjadi pelopor dunia perkuisan di Indonesia. Karya-karya
beliau seperti kuis Berpacu Dalam Melodi, Gita Remaja, Siapa Dia,
danTak Tik Boom menjadi salah satu acara favorit keluarga
Indonesia. Di samping mereka, Soekarno M. Noerbeserta putranya Rano
Karno, mungkin menjadi pekerja hiburan paling sukses di Indonesia,
baik sebagai aktor maupun sutradara film. Pada tahun 1993, Karno's
Film perusahaan film milik keluarga Soekarno, memproduksi film seri
dengan peringkat tertinggi sepanjang sejarah perfilman Indonesia,
Si Doel Anak Sekolahan. Di luar negeri, orang Minangkabau juga
dikenal kontribusinya. Di Malaysia dan Singapura, antara lain
Tuanku Abdul Rahman (Yang Dipertuan Agung pertama Malaysia), Yusof
bin Ishak (presiden pertama Singapura), Zubir Said (komposer lagu
kebangsaan Singapura Majulah Singapura), Sheikh Muszaphar Shukor
(astronot pertama Malaysia), Tahir Jalaluddin Al-Azhari, dan Adnan
bin Saidi. Di negeri Belanda,Roestam Effendi yang mewakili Partai
Komunis Belanda, menjadi satu-satunya orang Indonesia yang pernah
duduk sebagai anggota parlemen. [72] Di Arab Saudi, hanya Ahmad
Khatib AlMinangkabawi, orang non-Arab yang pernah menjadi imam
besar Masjidil Haram,Mekkah. [sunting]Lihat pula Gempa bumi
Sumatera Barat 2009 Yang Di-Pertuan Besar Negeri Sembilan
[sunting]Catatan 1. kaki ^ Sumber statistik rasmi Malaysia,
Departemen Statistik Malaysia, diakses pada 22 Juli 2011
18. 2. ^ Josselin de Jong, P.E. de, (1960), Minangkabau and
Negeri Sembilan: Socio-Political Structure in Indonesia, Jakarta:
Bhartara 3. ^ Kingsbury, D., Aveling, H., (2003), Autonomy and
disintegration in Indonesia, Routledge, ISBN 0415-29737-0 4. ^ a b
c Navis, A.A., (1984), Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan
Kebudayaan Minangkabau, Jakarta: PT. Grafiti Pers. 5. ^ a b c d
Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), Tambo Minangkabau
dan Adatnya, Jakarta: Balai Pustaka. 6. ^ Reid, Anthony (2001).
"Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern
Identities". Journal of Southeast Asian Studies 32 (3): 295313.
doi:10.1017/S0022463401000157. 7. ^ Evers, Hans-Dieter, Korff,
Rdiger, (2000), Southeast Asian Urbanism, LIT Verlag Mnster, Ed.2nd
, hlm.188, ISBN 3-8258-4021-2 8. ^ Ong, Aihwa, Peletz, Michael G.,
(1995), Bewitching women, pious men: gender and body politics in
Southeast Asia, University of California Press, hlm. 51, ISBN
0-520-08861-1 9. ^ Jones, Gavin W., Chee, Heng Leng, and Mohamad,
Maznah, (2009), Muslim-Non-Muslim Marriage: Political and Cultural
Contestations in Southeast Asia, Chaptep 6: Not Muslim, Not
Minangkabau, Interreligious Marriage and its Culture Impact in
Minangkabau Society by Mina Elvira, Institute of Southeast Asian
Studies, ISBN 978-981-230-874-0 10. ^ Graves, Elizabeth E. (25
November 1981). The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule
Nineteenth Century. Itacha, NY: Cornell Modern Indonesia Project
#60. hlm. 1. 11. ^ Ramli, Andriati, (2008), Masakan Padang: Populer
& Lezat, Niaga Swadaya, ISBN 978-9791477-09-3. 12. ^ Djamaris,
Edwar, (1991), Tambo Minangkabau, Jakarta: Balai Pustaka. 13. ^
Hill, A. H., (1960), Hikayat Raja-Raja Pasai, Royal Asiatic Society
of Great Britain and Ireland, London. Library, MBRAS. 14. ^
Brandes, J.L.A., (1902), Ngarakrtgama; Lofdicht van Prapanjtja op
koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige
daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te
Tjakranagara op Lombok.
19. 15. ^ Cds, George, (1930), Les inscriptions malaises de
rivijaya,BEFEO 16. ^ Purbatjaraka, R.M. Ngabehi, (1952), Riwajat
Indonesia, I, Djakarta: Jajasan Pembangunan. 17. ^ Casparis, J.G.
de, (1956), Prasasti Indonesia II, Dinas Purbakala Republik
Indonesia, Bandung: Masa Baru. 18. ^ Graves (1981), p. 4. 19. ^
Andaya, L.Y., (2008), Leaves of the same tree: trade and ethnicity
in the Straits of Melaka, University of Hawaii Press, ISBN
0824831896 20. ^ Abdullah, Taufik, (1966), Adat and Islam: An
Examination of Conflict in Minangkabau, Indonesia, (2) 2: 124.
doi:10.2307/3350753. 21. ^ Azra, Azyumardi, (2004), The origins of
Islamic reformism in Southeast Asia: networks of MalayIndonesian
and Middle Eastern 'Ulam' in the seventeenth and eighteenth
centuries, University of Hawaii Press, ISBN 0-8248-2848-8. 22. ^ a
b Nain, Sjafnir Aboe, (2004), Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB),
transl., Padang: PPIM. 23. ^ Westenenk, L. C. (1918). De
Minangkabausche Nagari. Weltevreden: Visser. hlm. 59. 24. ^ Koning,
Juliette, (2000), Women and households in Indonesia: cultural
notions and social practices, Routledge, ISBN 0700711562. 25. ^
Simanjuntak, Mengantar, (1982), Aspek bahasa dan pengajaran,
Sarjana Enterprise. 26. ^ Garry, J., Carl R., Rubino, G., (2001),
Facts about the world's languages: an encyclopedia of the world's
major languages, past and present, H.W. Wilson, ISBN 0-8242-0970-2.
27. ^ Medan, Tamsin, (1985), Bahasa Minangkabau dialek Kubuang Tigo
Baleh, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 28. ^ Nadra, (2006), Rekonstruksi bahasa
Minangkabau, Andalas University Press, ISBN 979-336455-6. 29. ^
Phillips, Nigel, (1981), Sijobang: sung narrative poetry of West
Sumatra, Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-23737-6. 30. ^
Pauka K., (1998), Theater and martial arts in West Sumatra: Randai
and silek of the Minangkabau, Ohio University Press, ISBN
978-0-89680-205-6.
20. 31. ^ Suryadi (2010), Masa Depan Seni Bersilat Lidah
Minangkabau, Padang Ekspres. 32. ^ Graves, Elizabeth E., (2007),
Asal-usul elite Minangkabau modern: respons terhadap kolonial
Belanda abad XIX/XX, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, ISBN
978-979-461-661-1. 33. ^ Azinar Sayuti, Rifai Abu, (1985), Sistem
ekonomi tradisional sebagai perwujudan tanggapan aktif manusia
terhadap lingkungan daerah Sumatera Barat, hlm. 202, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaan Daerah. 34. ^ Navis, A.A., Cerita Rakyat dari Sumatera
Barat 3, Grasindo, ISBN 979-759-551-X. 35. ^ Idris, Soewardi
(2004). Sekitar Adat Minangkabau. Jakarta: Kulik-Kulik Alang,
Himpunan EksSiswa SMP Negeri Solok Masa Revolusi, 1946-1949,. 36. ^
Worlds 50 Most Delicious Foods by CNN GO. 37. ^ de Jong, P.E de
Josselin (25 November 1960). Minangkabau and Negeri Sembilan:
SocioPolitical structure in Indonesia. Djakarta: Bhartara. hlm. 10.
38. ^ Graves (1981), p. 11. 39. ^ a b Stibbe (25 November 1869).
Het Soekoebestuur in de Padangsche Bovenlanden. hlm. 33. 40. ^
Graves (1981), p. 25. 41. ^ a b Laporan kepada Gubernur Jendral, 30
Agustus 1825,Exhibitum, 24 Agustus 1826, No. 41. 42. ^ Bonner,
Robert Johnson (1933). Aspects of Athenian democracy Vol 11.
University of California Press. hlm. 25-86. 43. ^ Graves (1981), p.
40. 44. ^ Naim, Mochtar. Merantau, Minangkabau Voluntary Migration,
University of Singapore. 45. ^ a b Kato, Tsuyoshi (2005). Adat
Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah. PT Balai
Pustaka. ISBN 979-690-360-1. 46. ^
[http://bappeda.pekanbaru.go.id/artikel/1/peran-budaya-melayu-dan-kewirausahaan/page/2/
Pera n Budaya Melayu dan Kewirausahaan. Bappeda Kota Pekanbaru 47.
^ Barbara Watson Andaya, Recreating a Vision. Daratan and Kepulauan
in Historical Context, 1997, p.503
21. 48. ^ Naim, Mochtar. Merantau, Minangkabau Voluntary
Migration, University of Singapore. 49. ^ Munoz, Paul Michel (25
November 2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and
the Malay Peninsula. 50. ^ Dobbin, Christine. Gejolak Ekonomi,
Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784 1847. 51. ^
Melayu-Bugis-Melayu dalam Arus Balik Sejarah, www.rajaalihaji.com,
24 Desember 2008, diakses pada 22 Juli 2011 52. ^ Castles, Lance
(1967). Religion, politics, and economic behaviour in Java: the
Kudus cigarette industry. Yale University. ^ a b Syamdani, (2009),
PRRI, pemberontakan atau bukan, Media Pressindo, ISBN 978-979-788-
53. 032-3. 54. ^ Poeze, Harry A. In het Land van de Overheerser:
Indonesir in Nederland 1600-1950. 55. ^ Prof. Dr. H. Ahmad Syafii
Ma'arif, Satu Nomor Contoh Produk Tradisi Merantau, Antara Sumbar,
5 November 2008, diakses pada 22 Juli 2011 56. ^ Bemmelen Van R.W.,
(1970), The Geology of Indonesia, The Haque. 57. ^ Wheatley P.,
(1961), The Golden Khersonese, Kuala lumpur, pp.177-184 58. ^
Cortesao A., (1944), The Suma Oriental of Tome Pires,
London:Hakluyt Society. 59. ^ Marsden W., (1811), The History of
Sumatra, London 60. ^ NA, VOC 1277, Mission to Pagaruyung, fols.
1027r-v 61. ^ Haan, F. de, (1896), Naar midden Sumatra in 1684,
Batavia-'s Hage, Albrecht & Co.-M. Nijhoff. 40p. 8vo wrs.
Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 39 62.
^ Tobler A., (1911), Djambi-Verslag, Jaarboek van het Minjwezen in
Nedelandsch Oost-Indie: Verhandelingen, XLVII/3. 63. ^ Raffles,
Sophia, (1830), Memoir of the life and public services of Sir
Thomas Stamford Raffles, London: J. Murray. 64. ^ Kahin, Audrey
R.,(2005), Dari pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan
politik Indonesia, 1926-1998, Yayasan Obor Indonesia, ISBN
978-979-461-519-5.
22. 65. ^ Suparlan, Parsudi (1995). hlm. 73. 66. ^ Majalah
Tempo Edisi Khusus Tahun 2000, Desember 1999. 67. ^ Tim Wartawan
Tempo, "4 Serangkai Pendiri Republik", Kepustakaan Populer
Gramedia, Jakarta (2010) 68. ^ Empat Pendiri Republik Indonesia
adalah Soekarno, Hatta, Sutan Sjahrir, dan Tan Malaka 69. ^ Naim,
Mochtar. Merantau. 70. ^ Sejarah Kerajaan Siak Sejarah Kerajaan
Siak, diakses pada 22 Juli 2011 71. ^ Budaya Merantau Orang Minang
(1) Kalaulah di Bulan Ada Kehidupan, Pos Metro Padang, 10 Oktober
2008, diakses pada 24 Juli 2011[pranala nonaktif] 72. ^ Mengenang
Sastrawan Rustam Effendi, Tempo Interaktif, 2 Juni 1979, diakses
pada 22 Juli 2011 [sunting]Literatur (Jerman) Astrid Kaiser: Mdchen
und Jungen in einer matrilinearen Kultur. Interaktionen und
Wertvorstellungen bei Grundschulkindern im Hochland der Minangkabau
auf Sumatra. Kovac, Hamburg 1996 ISBN 3-86064-419-X (Jerman) Ute
Marie Metje: Die starken Frauen. Gesprche ber
Geschlechterbeziehungen bei den Minangkabau in Indonesien. Campus,
Frankfurt am Main und New York 1995, ISBN 3-59335409-8 (Jerman)
Dieter Weigel: Reisemosaik bei den Minangkabau. Sumatra. Heiteres,
Ernstes, Alltgliches, Unglaubliches. Jahn und Ernst, Hamburg 1998,
ISBN 3-89407-208-3 (Erlebnisbericht) A.A. Navis, Curaian Adat
Minangkabau [sunting]Pranala luar RantauNet Mailing List Komunitas
Minangkabau (Urang Awak) yang pertama dan terbesar di Internet
(sejak 1993). Cimbuak.net Komunitas virtual masyarakat Minangkabau
di dunia maya. Kaskus Regional Minang Online Komunitas masyarakat
Minangkabau di dunia maya. (Indonesia) MinangForum.Com Forum
komunitas masyarakat Minangkabau. Wikimedia Commons memiliki
23. kategori mengenai Orang Minang (Indonesia) Pelaminan Minang
Mengupas sedikit mengenai adat istiadat dan sejarah masyarakat
Minangkabau dan merupakan salah satu pelestari perkawinan adat
minangkabau asli.