21
KATA PENGANTAR Puji syukur kami sampaikan atas karunia Allah Swt., yang telah memberikan kami semangat untuk menyelesaikan tugas, melalui tugas ini menjadi cara efektif untuk memacu mahasiswa mencari hal-hal yang berhubungan dengan suatu materi sehingga nantinya mahasiswa dapat memahami kaidah-kaidah pembelajaran tersebut lebih dalam sebelum pembelajaran itu dibahas. Dengan adanya tugas, mahasiswa juga diharapkan dapat menghindari kesalahan-kesalahan berbahasa. Selama ini, tidak dipungkiri mahasiswa masih banyak yang membuat kesalahan pada penggunaan ejaan, kata, kalimat yang tidak efektif terutama dalam bahasa tulisan, yaitu apabila membuat makalah, skripsi dan lain-lain. Jadi, dengan selesainya tugas ini diharapkan dapat meningkatkan taraf pengetahuan mahasiswa dalam bidang bahasa Indonesia khususnya mata kuliah Semantik mengenai pembahasan Pemakaian Bahasa. Penulis sadar bahwasanya isi dari tugas ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari para pembaca serta dosen mata kuliah Semantik. Semoga tugas ini bermanfaat. Medan, Oktober 2012 Kelompok 7

Makalah semantik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah semantik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan atas karunia Allah Swt., yang telah memberikan

kami semangat untuk menyelesaikan tugas, melalui tugas ini menjadi cara efektif

untuk memacu mahasiswa mencari hal-hal yang berhubungan dengan suatu materi

sehingga nantinya mahasiswa dapat memahami kaidah-kaidah pembelajaran tersebut

lebih dalam sebelum pembelajaran itu dibahas.

Dengan adanya tugas, mahasiswa juga diharapkan dapat menghindari

kesalahan-kesalahan berbahasa. Selama ini, tidak dipungkiri mahasiswa masih

banyak yang membuat kesalahan pada penggunaan ejaan, kata, kalimat yang tidak

efektif terutama dalam bahasa tulisan, yaitu apabila membuat makalah, skripsi dan

lain-lain.

Jadi, dengan selesainya tugas ini diharapkan dapat meningkatkan taraf

pengetahuan mahasiswa dalam bidang bahasa Indonesia khususnya mata kuliah

Semantik mengenai pembahasan Pemakaian Bahasa. Penulis sadar bahwasanya isi

dari tugas ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

saran dan kritik membangun dari para pembaca serta dosen mata kuliah Semantik.

Semoga tugas ini bermanfaat.

Medan, Oktober 2012

Kelompok 7

 

Page 2: Makalah semantik

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................!

DAFTAR ISI...................................................................................................... !!

BAB I................................................................................................................

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG............................................................................    

B. RUMUSAN MASALAH........................................................................

C. TUJUAN MASALAH............................................................................

                      

BAB II

PEMBAHASAN

A. JENIS-JENID MAKNA

B. RELASI MAKNA..................................................................................

C. PERUBAHAN MAKNA........................................................................

BAB III..............................................................................................................

KESIMPULAN ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................

Page 3: Makalah semantik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai sumber yang didapat untuk menamakna jenis tipe makna,

sesungguhnya jenis atau tipe makna itu memang dapat dibedakan berdasarkan

beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dapat

dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal berdasarkan adanya makna

referensial dan nonreferensial dan adanya makna denotatif dan konotatif, makna kata

dan makna istilah, makna konseptual dan makna asosiatif, makna idiomatikal dan

peribahasa, makna kias, dan makna lokusi, ilokusi, perlokusi.

Setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, sering kita temui adanya hubungan

pemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya

dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan atau relasi pemaknaan ini

mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonim),

kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas). Ketercakupan makna (hiponimi),

kelainan makna (homonimi), kelebihan makna(redundansi), dan sebagainya.

Pada pembicaraan terdahulu, sudah disebutkan bahwa makna sebuah kata

secara sinkronis tidak akan berubah. Pernyataan ini menyiratkan juga pengertian

bahwa secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah, maka secara

diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Pernyataan bahwa sebuah kata secara

sinkronis dapat berubah menyiratkan pula pengertian bahwa tidak setiap kata

maknanya harus atau akan berubah secara diakronis. Banyak kata yang maknanya

sejak dulu sampai sekarang tidak pernah berubah. Malah jumlahnya mungkin lebih

banyak daripada yang berubah atau pernah berubah. Sebab-sebab perubahan itu,

serta wujud atau macam-macam perubahannya yaitu, perkembangan dalam ilmu dan

teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya

asosiasi, pertukaran tangkapan indra, perbedaan tanggapan, adanya peningkataan,

proses gramatikal, perkembangan istilah. Terdapat juga jenis perubahaan mengenai

ada perubahan yang maknanya halus, perubahan maknanya kasar, adanya

Page 4: Makalah semantik

perubahan yang maknanya meluas, menyempit, dan ada pula perubahan yang

maknanya total. Hal-hal di atas, merupakan pembahasan yang akan kami sampaikan

pada isi makalah ini.

B.     Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penyelesaian masalah di atas kami membuat beberapa

rumusan masalah.

a. Apa yang dimaksud dengan jenis-jenis makna?

b. Apa-apa saja yang merupakan bagian dari jenis-jenis makna?

c. Apa yang dimaksud dengan relasi makna?

d. Apa-apa saja yang merupakan bagian dari relasi makna?

e. Apa yang dimaksud perubahan makna?

f. Apa-apa saja yang merupakan bagian dari perubahan makna?

C.    Tujuan Penulisan

Adapun hal-hal yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah:

a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan jenis makna dan bagian-bagiannya.

b. Mengetahui apa yang dimaksud dengan relasi makna dan bagian-bagiannya.

c. Mengetahui apa yang dimaksud dengan perubahan makna dan bagian-bagiannya.

BAB II

Pemakaian Bahasa Jenis Makna, Relasi Makna, dan Perubahan Makna

A.     Jenis Makna

Bahasa pada dasarnya digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan

dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa pun sangat bermacam-macam

bila dilihat dari beberapa kriteria dan sudut pandang. Jenis makna itu sendiri menurut

Chaer (2009:59) dalam buku “Pengantar Semantik Bahasa Indonesia”, dibagi menjadi

tujuh jenis makna, di antaranya:

Page 5: Makalah semantik

1. Berdasarkan jenis semantiknya dibedakan menjadi makna leksikal dan makna

gramatikal.

2. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi

makna referensial dan makna nonreferensial.

3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dibedakan

menjadi makna denotasi dan makna konotasi.

4. Berdasarkan ketepatan maknanya dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah

atau makna umum dan makna khusus.

5. Berdasarkan ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata

dengan makna kata lain dibagi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.

6. Berdasarkan bisa atau tidaknya diramalkan atau ditelusuri, baik secara leksikal

maupun gramatikal dibagi menjadi makna idiomatikal dan peribahasa.

7. Berdasarkan kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari

makna sebenarnya disebut makna kias.

Berikut ini akan dibahas tentang jenis-jenis makna lebih terperinci:

1.      Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

1)   Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa

konteks apapun, adapun contohnya yaitu :

a.    Bulpoin : Sejenis alat tulis yang terbuat dari plastik dan menggunakan tinta.

b.    Kerbau : Sejenis binatang berkaki empat yang biasa digunakan untuk membajak.

c.    Buku : Sejenis barang yang digunakan untuk media tulis, terbuat dari kertas.

2)   Makna gramatikal adalah makna yang baru ada kalau terjadi proses gramatikal

seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi, adapun contohnya yaitu :

a.    Bersepeda : Mengendarai sepeda.

b.    Berseragam : Memakai seragam

c.    Berjanji : Melakukan atau mengucap janji

2.      Makna Referensial dan Makna Nonreferensial

1)   Makna Referensial : Makna yang mempunyai referen atau acuan .

Contoh : baju, kain, buku

Page 6: Makalah semantik

2)   Makna Nonreferensial : Makna yang tidak mempunyai referen.

Contoh : dan, atau, tetapi

3.      Makna Denotatif dan Makna Konotatif

1)   Makna Denotatif dalah makna asli, makna asal , makna sebenarnya yang dimiliki

leksem.

Contoh : kurus, gemuk, kuda.

2)   Makna Konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang

berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang mengunakan makna tersebut.

Contoh : babi, anjing, sapi.

4.      Makna Istilah dan Makna Kata

1)   Makna Istilah adalah makna yang baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada

dalam suatu konteks kalimat atau konteks situasinya.

Contoh : diagnosis, sinonim, embrio

2)   Makna Kata adalah makna yang pasti, jelas, tidak meragukan meskipun tanpa

konteks kalimat.

Contoh : batu, sepatu, tali

5.      Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

1)   Makna Konseptual adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan

dengan adanya hubungan kata tersebut dengan konsep. Makna konseptual itu adalah

makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan

makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Jadi, sebenarnya makna

konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif.

Contohnya : kata kursi memiliki makna konseptual ’sebuah tempat yang digunakan

untuk duduk’, kata amplop memliki makna ’sampul surat’.

2)   Makna Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan

dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.

Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan perlambangan yang digunakan oleh

suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain yang mempunyai

Page 7: Makalah semantik

kemiripan dengan sifat, keadaan atau ciri yang ada pada konsep asal kata atau

leksem tersebut.

Contoh: kata kursi berasosiasi dengan ’kekuasaan’; kata amplop berasosiasi dengan

’uang suap’.

Menurut Leech (dalam Chaer 2009:72), menyatakan makna asosiatif dibagi

menjadi lima macam, antara lain:

a)      Makna konotatif

Makna konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat

sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan.

b)      Makna stilistik

Makna stilistika ini berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan

adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat.

c)      Makna afektif

Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap

lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan

d)     Makna refleksi

Makna refleksi adalah makna yang muncul oleh penutur pada saat merespon apa

yang dia lihat.

e)      Makna kolokatif

Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang

dimliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut

hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya.

6.      Makna Idiom dan Makna Peribahasa

1)   Makna Idiom adalah makna yang tidak dapat “diramalkan” dari makna unsur-

unsurnya baik secara leksikal maupun gramatikal. Idiom dibedakan menjadi dua yaitu,

idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya

sudah melebur menjadi satu kesatuan sehingga makna yang dimiliki berasal dari

seluruh kesatuan itu. Contohnya: banting tulang artinya ’bekerja keras’, meja hijau

artinya ’pengadilan’. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu

Page 8: Makalah semantik

unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Contoh: daftar hitam artinya

’daftar yang berisi nama-nama orang yang dicurigai atau dianggap bersalah’.

2)   Makna Peribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari

makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna

sebagai peribahasa.

Contohnya: besar pasak dari pada tiang artinya ‘besar pengeluaran dari pada

pendapatan’. Makna pribahasa ini bersifat memperbandingkan atau

mengumpamakan, maka bisanya juga disebut dengan nama perumpamaan. Kata

yang sering digunakan dalam peribahasa yaitu kata seperti, bagai, bak, laksana,

umpama, tetapi ada juga peribahasa yang tidak menggunakan kata-kata tersebut

namun kesan peribahasanya tetap tampak.

7.      Makna Kias

1)   Makna Kias adalah makna kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya,

yaitu oposisi dari makna sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa yang

tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, konseptual, denotatif) disebut arti

kiasan. Contohnya: putri malam artinya bulan ataupun raja siang artinya matahari.

B.      Relasi Makna

Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa

yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa ini dapat berupa kata, frase,

kalimat, dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan,

ketercakupan, kegandaan atau kelebihan makna. Chaer (2009:83) hubungan atau

relasi kemaknaan menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna

(antonim), kegandaan makna (polisemi), ketercakupan makna (hiponim), dan

sebagainya. Berikut ini akan dibicarakan masalah tersebut satu per satu.

1.    Sinonim

Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan kesamaan

makna dan bersifat dua arah. Sinonimi atau yang sering disebut dengan sinonimi

adalah hubungan semantik yang menyatakan kesamaan antara satu satuan ujaran

Page 9: Makalah semantik

dengan satuan ujaran lainnya. Misalnya, antara kata betul dengan kata benar; antara

kata hamil dan frase duduk perut. Relasi ini bersifat dua arah (Chaer, 2009: 83). Chaer

(2009:86), ketidaksamaan makna yang bersinonim disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain:

a)        Faktor waktu. Umpamanya kata hulubalang yang bersifat klasik dengan kata

komandan yang tidak cocok untuk konteks klasik.

b)        Faktor tempat atau wilayah. Misalnya kata saya yang bisa digunakan di mana saja,

sedangkan beta hanya cocok digunakan untuk wilayah Indonesia bagian timur.

c)        Faktor sosial. Umpamanya kata saya yang dapat digunakan oleh siapa saja dan

kepada siapa saja, sedangkan kata aku hanya digunakan terhadap orang yang

sebaya, yang dianggap akrab, atau kepada yang lebih muda atau lebih rendah

kedudukan sosialnya.

d)       Faktor bidang kegiatan. Misalnya, kata matahari yang biasa digunakan dalam

kegiatan apa saja, sedangkan kata surya hanya cocok digunakan pada ragam khusus

terutama sastra.

e)        Faktor nuansa makna. Misalnya kata-kata melihat, melirik, menonton, meninjau

yang masing-masing memiliki makna yang tidak sama.

2.    Antonim

Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua ujaran yang

menyatakan kebalikan. Misalnya kata hidup berlawanan dengan kata mati. Antonimi

adalah ungkapan kata yang mempunyai makna yang berlawanan dari makna

ungkapan lain (Verhaar dalam Chaer 2009:89). Contoh antonimi, mudah dan sukar;

tinggi dan rendah; lebar dan sempit; besar dan kecil. Hubungan ini mempunyai

hubungan timbal balik. Dilihat dari sifat hubungannya, antonim dibagi menjadi:

a)        Antonim yang bersifat mutlak. Umpamanya, kata hidup berantonim secara mutlak

dengan kata mati.

b)        Antonim yang bersifat relatif atau bergradasi. Umpamanya kata besar dan kecil

berantonim secara relatif.

c)        Antonim yang bersifat rasional. Umpamanya kata membeli dan menjual, karena

munculnya yang satu harus disertai dengan yang lain.

Page 10: Makalah semantik

d)       Antonim yang bersifat hierarkial. Umpamanya kata tamtama dan bintara berantonim

berantonim secara hierarkial karena kedua satuan ujaran yang berantonim itu berada

dalam satu garis jenjang.

e)        Antonim majemuk adalah satuan ujaran yang memiliki pasangan antonim lebih dari

satu. Umpamanya dengan kata berdiri dapat berantonim dengan kata duduk, tidur,

tiarap, jongkok, dan bersila.

3.    Polisemi

Polisemi adalah kata atau satuan ujaran yang mempunyai makna lebih dari

satu. Umpamanya, kata kepala yang setidaknya mempunyai makna (1) bagian tubuh

manusia, sesuai dalam kalimat Kepalanya luka kena pecahan kaca, (2) ketua atau

pimpinan, seperti dalam kalimat Kepala kantor itu bukan paman saya. Polisemi adalah

kata yang mengandung makna lebih dari satu atau ganda. Karena kegandaan makna

seperti itulah maka pendengar atau pembaca ragu-ragu menafsirkan makna kata yang

didengar atau dibacanya. Polisemi terjadi karena kecepatan melafalkan kata, faktor

gramatikal, faktor leksikal, faktor pengaruh bahasa asing, faktor pemakai bahasa yang

ingin menghemat penggunaan kata, dan faktor pada bahasa itu sendiri yang terbuka

untuk menerima perubahan baik perubahan bentuk maupun perubahan makna

(Pateda, 2001: 214).

4.      Homonimi

Verhaar dalam Chaer (2009:94) memberi definisi homonimi adalah dua buah

kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama; maknanya tentu saja

berbeda karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.

Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna ‘inai’ dan kata pacar yang bermakna

‘kekasih’. Pada kasus homonimi ini ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu

homofoni dan homografi. Homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua

satuan ujaran tanpa memperhatikan ejaan. Contoh yang ada hanyalah kata bank

‘lembaga ‘keuangan’ dengan kata bang yang bermakna ‘kakak laki-laki’. Homografi

adalah mengacu pada bentuk ujaran yang sama ejaannya tetapi ucapan dan

maknanya tidak sama. Contohnya kata teras yang maknanya ‘inti’ dan kata teras yang

maknanya ‘bagian serambi rumah’. Perbedaan polisemi dan homonimi adalah kalau

polisemi merupakan bentuk ujaran yang maknanya lebih dari satu, sedangkan

Page 11: Makalah semantik

homonimi bentuk ujaran yang “kebetulan” bentuknya sama, namun maknanya

berbeda.

5.      Hiponimi

Hiponim adalah kata khusus sedangkan hipernim adalah kata umum. Verhaar

dalam Chaer (2009:99) menyatakan hiponim ialah ungkapan berupa kata, tetapi

kiranya dapat juga frase atau kalimat yang maknanya dianggap merupakan bagian

dari makna suatu ungkapan lain. Contohnya kata burung merupakan hipernim,

sedangkan hiponimnya adalah merpati, tekukur, perkutut, balam, dan kepodang.

Chaer (2009:100) mengatakan bahwa hiponimi adalah hubungan semantik antara

sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain.

Misalnya kata merpati dan kata burung. Relasi hiponimi bersifat searah, bukan dua

arah, sebab jika merpati berhiponim dengan burung, maka burung bukan berhiponim

dengan merpati, melainkan berhipernim.

6.      Ambiguiti Atau Ketaksaan

Ambiguiti atau ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna

akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya, bentuk buku sejarah baru dapat

ditafsirkan maknanya menjadi (1) buku sejarah itu baru terbit, atau (2) buku itu

memuat sejarah zaman baru, Chaer (2009:104). Homonimi adalah dua buah bentuk

atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, sedangkan ambiguiti adalah sebuah

bentuk dengan dua tafsiran makna atau lebih.

Pateda membagi ambiguitas menjadi 3 menurut tingkatannya, yaitu ambiguitas

pada tingkat fonetik, ambiguitas pada tingkat gramatikal, dan ambiguitas pada tingkat

leksikal (Pateda, 2001: 202). Ambiguitas pada tingkat fonetik timbul akibat

membaurnya bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan. Kadang-kadang karena kata-kata

yang membentuk kalimat diujarkan secara cepat, orang menjadi ragu-ragu tentang

makna kalimat yang diujarkan. Misalnya, seseorang mengujarkan /kera apa/, apakah

yang dimaksud kera apa, atau kerap apa.

7.        Redundansi

Redundansi adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam

suatu bentuk ujaran. Umpamanya kalimat Bola itu ditendang oleh Dika tidak akan

Page 12: Makalah semantik

berbeda maknanya bila dikatakan Bola itu ditendang Dika. Penggunaan kata oleh

inilah yang dianggap redundansi.

Istilah redundansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan

unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. Misalnya kalimat Bola itu ditendang oleh

Dika tidak akan berbeda maknanya bila dikatakan Bola itu ditendang Dika (Chaer,

2009: 105).

C.     Perubahan Makna

Dalam perkembangan penggunaannya, kata sering mengalami perubahan

makna. Menurut Chaer (2009: 131-139) perubahan tersebut terjadi karena

perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya,

perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indera,

perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan

istilah. Hal yang sama dan mendukung pernyataan Chaer mengenai terjadinya

perubahan makna, disampaikan oleh Pateda (2001: 168-183), perubahan makna

karena dipengaruhi dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia, akibat perubahan

lingkungan, pertukaran tanggapan indera, perubahan makna akibat gabungan leksem

atau kata, perubahan makna akibat tanggapan pemakaian bahasa, akibat asosiasi,

dan perubahan makna akibat perubahan bentuk.

Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka akan kami sajikan bermacam-macam

jenis perubahan makna menurut Chaer (2009:140-144) yaitu: menyempit, meluas,

perubahan total, penghalusan (eufemia), dan pengasaran. Untuk lebih jelasnya,

perhatikan penjelasan dibawah ini :

Macam-macam Perubahan Makna

1.    Makna Menyempit/ Spesialisasi

Kata yang tergolong ke dalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal

penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat ini

hanya terbatas untuk satu keadaan saja.

Page 13: Makalah semantik

Contoh :

Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalam arti luas atau umum, namun

sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu pula kata

sarjana, yang dahulu merupakan sebutan untuk orang yang pandai, berilmu tinggi,

namun sekarang bermakna “lulusan dari perguruan tinggi”).

2.    Makna Meluas/ Generalisasi

Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.

Contoh :

Petani dulu dipakai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya

dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang

lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele merupakan

bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.

3.    Makna Perubahan Total

Yang dimaksud perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah

kata dan makna asalnya. Memang ada sangkut paut antara makna asal, tetapi

hubungannya sudah jauh sekali dari makna asal.

Contoh :

Kata ceramah, pada mulanya berarti cerewet, atau banyak cakap-cakap. Tetapi kini

makna ceramah berbeda, karena ceramah itu berarti pidato atau memberikan uraian

di depan orang.

4.    Makna Penghalusan (eufemia)

Mengenai penghalusan makna, kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya

kata-kata atau bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih

sopan daripada yang akan digantikannya.

Contoh :

Page 14: Makalah semantik

Kata penjara atau bui, diganti dengan kata yang lebih halus yaitu Lembaga

Pemasyarakatan. Kata korupsi, diganti dengan kata menyalahgunakan jabatan, dan

sebagainya.

5.    Makna Pengasaran (disfemia)

Kebalikan dari penghalusan adalah pengasaran, yaitu usaha untuk menggantikan

kata yang maknanya halus atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar.

Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan oleh orang yang jengkel atau

tidak ramah.

Contoh : Kata masuk kotak, dipakai untuk mengganti kata kalah. Kata mencaplok,

dipakai untuk mengganti kata mengambil, dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan kami dapat disimpulkan bahwa dalam pemakaian bahasa

ada terdapat jenis-jenis makna, relasi makna, dan perubahan makna. Di bagian

pembahasan sudah jelas kami sajikan apa itu jenis-jenis makna, relasi makna dan

perubahan makna. Jenis makna dapat dibagi menjadi tujuh jenis makna, di antaranya:

1. Berdasarkan jenis semantiknya dibedakan menjadi makna leksikal dan makna

gramatikal.

2. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi

makna referensial dan makna nonreferensial.

3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dibedakan

menjadi makna denotasi dan makna konotasi.

4. Berdasarkan ketepatan maknanya dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah

atau makna umum dan makna khusus.

Page 15: Makalah semantik

5. Berdasarkan ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata

dengan makna kata lain dibagi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.

6. Berdasarkan bisa atau tidaknya diramalkan atau ditelusuri, baik secara leksikal

maupun gramatikal dibagi menjadi makna idiomatikal dan peribahasa.

7. Berdasarkan kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari

makna sebenarnya disebut makna kias.

Relasi makna dapat dibedakan atas sinonim, antonim, plisemi, homonimi, hiponimi,

ambiguiti atau ketaksaan, redundansi, dan idiom. Sedangkan pada perubahan makna

yaitu : menyempit/ spesialisasi, meluas/ generalisasi, perubahan total, penghalusan/

eufemia, dan pengasaran/ disfemia.

Daftar Bacaan

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta