37
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan perbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah satu bidang linguistik yang mempelajari tentang makna. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2). Bidang studi liguistik yang objek penelitiannya makna bahasa merupkan satu tataran linguistik. Semantik dengan objeknya yaitu makna, berada di seluruh atau disemua tataran yang bangu- membangun ini : makna berada didalam tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Semantik bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan unsur yang pg. 1

makalah semantik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah semantik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Bahasa

merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap

perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan

dikaji dengan menggunakan perbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan

yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan

salah satu bidang linguistik yang mempelajari tentang makna.

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign).

“Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada

tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang

linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.

Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti,

yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994:

2).

Bidang studi liguistik yang objek penelitiannya makna bahasa merupkan satu tataran

linguistik. Semantik dengan objeknya yaitu makna, berada di seluruh atau disemua tataran yang

bangu-membangun ini : makna berada didalam tataran fonologi, morfologi dan sintaksis.

Semantik bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan

unsur yang berada pada semua tataran itu, meski sifat kehadiranya pada tiap tataran itu tidak

sama.

Menurut Mansoer Pateda (2001:79) bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah

yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Ada

beberapa jenis makna, antara lain makna leksikal, makna gramatikal, makna denotasi, dan makna

konotasi. Selain itu, ada juga yang disebut relasi makna yaitu Relasi makna adalah hubungan

semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.

Bahasa merupakan media komunikasi yang paling efektif yang dipergunakan oleh

manusia untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Bahasa yang digunakan dalam berinteraksi

pada keseharian kita sangat bervariasi bentuknya, baik dilihat dari fungsi maupun bentuknya.

pg. 1

Page 2: makalah semantik

Tataran penggunaan bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat dalam berinteraksi tentunya

tidak lepas dari penggunaan kata atau kalimat yang bermuara pada makna, yang merupakan

ruang lingkup dari semantik.

Pada makalah ini akan dijelaskan apa sebenarnya makna sebagai objek linguistik dan

bagaimana persoalannya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ini adalah :

1. Apa pengertian Hakikat Makna?

2. Apa saja Jenis Makna?

3.  Apa saja Relasi Makna?

4.  Apa pengertian Perubahan Makna?

5.  Apa saja Medan Makna dan Komponen Makna?

1.3  Tujuan

Tujuan Makalah ini adalah :

1. Mendeskripsikan Hakikat Makna

2. Mendeskripsikan Jenis Makna

3. Mendeskripsikan Relasi Makna

4. Mendeskripsikan Perubahan Makna

5. Mendeskripsikan medan Makna dan Komponen Makna

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Makna

Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna.

Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan

bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut

selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda,

pg. 2

Page 3: makalah semantik

2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian.

Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :

1. maksud pembicara;

2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau

kelompok manusia;

3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara

ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, dan

4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah

’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut de

Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan (Perancis:

signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier).

Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari

sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi

yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-

linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa

(intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan

unsur luar-bahasa (ekstralingual).

Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bunyi yaitu [b-u-k-u] dan konsep

atau citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku. Atau kursi, makna kata kursi

adalah konsep kursi yang tersimpan dalam otak kita dan dilambangkan dengan kata k-u-r-s-i.dan

memeliki makna sebuah perabotan yang di gunakan untuk duduk. Gambar di atas menunjukkan

bahwa di antara lambang bahasa dan konsep terdapat hubungan langsung, sedangkan lambang

bahasa dengan referen atau objeknya tidak berhubungan langsung (digambarkan dengan garis

putus-putus) karena harus melalui konsep. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semantik

mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang

melambangkannya.

Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa

hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa

lain. Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup

pg. 3

Page 4: makalah semantik

dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish. Tetapi

kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga berarti

daging yang digunakan sebagai lauk.

Di dalam penggunaannya dalam penuturan yang nyata makna kata atau leksem

seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga

dari acuannya. Contohya : Dasar buaya ibunya sendiri ditipunya. Oleh karena itu, banyak pakar

mengatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada

dalam konteks kalimatnya.

Satu hal lagi yang harus diingat mengenai makna ini, karena bahasa itu bersifat arbiter,

maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbiter.

B. Jenis Makna

Jenis makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang.

Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal, makna gramatikal dan

kontekstual. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna

referensial dan nonreferensial. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata dapat

dibedakan adanya makna konotatif dan denotatif. Berdasarkan ketepatan maknanya dapat

dibedakan adanya makna istilah dan makna makna kata. Ada juga makna konseptual dan

asosiatif, makna Idiom dan Peribahasa, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna

kolokatif, makna generik, makna spesifik, dan makna tematikal.

1. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kentekstual

a. Makna leksikal (leksical me3aning, sematic meaning, external meaning) adalah makna

kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalam bentuk kompleks

(turunan) dan makna yang ada tetap seperti apa yang dapat kita lihat dalam kamus.

Contoh:

rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia

makan : mengunyah dan menelan sesuatu

b. Makna grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya sebuah kata

dalam suatu kalimat. Makna gramatikal dapat pula timbul sebagai akibat dari proses

gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Contoh:

berumah : mempunyai rumah

pg. 4

Page 5: makalah semantik

rumah-rumah : banyak rumah

rumah makan : rumah tempat makan

rumah ayah : rumah milik ayah

c. Makna kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan situasi. Makna

kontekstual disebut juga makna struktural karena proses dan satuan gramatikal itu selalu

berkenaan dengan struktur ketatabahasaan. Contoh :

Rambut di kepala nenek sudah putih.

Pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.

Pada kepala surat terdapat alamat dan nomor telponnya.

Beras kepala harganya lebih mahal

            Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan

lingkungan penggunaan bahasa itu. Sebagi contoh lagi pada kalimat tiga kali empat

berapa ? . Kalau ditanyakan pada anak SMP maka jawabnya pasti dua belas tapi lain lagi

jika ditanyakan pada tukang foto maka akan dijawab lima ratus atau dengan jawaban

yang lain.

2. Makna Referensial dan Nonreferensial

a. Referen menurut Palmer ( dalam Mansoer Pateda, 2001: 125) adalah hubungan antara

unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman

nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau

kenyataan. Referen adalah sesuatu yangditunjuk oleh suatu lambang. Makna referensial

mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda,

gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.

Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna yang

langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Dapat juga

dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat

hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang

dapat dijelaskan melalui analisis komponen. Contoh : kuda, merah dan gambar adalah

kata referensial karena ada acuannya dalm dunia nyata.

b. Sedaqngkan nonreerensial acuanya tidak menetap pada satu maujud. Dan kata- kata yang

termasuk dalam makna nonreferensial disebut kata-kata deiktik. Yang termasuk kata-kata

deiktik adalah kata-kata pronomina, seperti dia, saya, dan kamu ; kata-kata yang

pg. 5

Page 6: makalah semantik

menyatakan ruang, seperti di sini, disana, dan di situ; kata-kata yang menyatakan waktu,

seperti sekarang, besok, dan nanti; dan kata-kata penunjuk, seperti ini dan itu.

3. Makna Denotatif dan Konotatif

a. Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau

makna dasarnya. Contoh:

merah : warna seperti warna darah.

ular : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.

b. Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa

nilai rasa atau gambar tertentu.

Contoh:

Makna dasar(denotasi)            Makna tambahan(konotasi)

merah : warna …………………… berani; dilarang

ular : binatang ………………… menakutkan/ berbahaya

Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang

sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa

rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.

Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi

negatif.Contoh:

Konotasi positif          Konotasi negatif

suami istri                    laki bini

tunanetra                     buta

pria                              laki-laki.

Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-

kata yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.

4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

a. Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya makna yang sesuai dengan

referennya, dan makna yang bebas asosiasi atau hubungan apa pun. Makna konseptual

disebut juga makna denotatif, makna referensial, makna leksikal. Contoh : rumah

memiliki makna konseptual bangunan tempat manusia tinggal.

pg. 6

Page 7: makalah semantik

b. Makna asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata yang tidak sebenarnya.

Makna asosiatif adalah makna yang dimilki sebuah kata berkenaan dengan adanya

hubungan kata dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya kata bunglon berasosiasi dengan

makna orang yang tidak berpendirian tetap.

5. Makna Kata dan Makna istilah

a. Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal atau makna

denotatif. Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu

sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Misalnya kita belum

tahu makna jatuh sebelum kata itu berada pada konteksnya. Oleh karena itu makna kata

mash bersifat umum, kasar dan tidak jelas.

b. Berbeda dengan kata, istilah memiliki makna yag pasti, yang jelas, yang tidak meragukan,

meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas

konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah

hanya digunakan pada bidang keilmuan dan kegiatan tertentu. Contoh : kata tangan dan

lengan adalah sinonim. Namun kedua kata itu berbeda dibidang kedokteran. Tangan

bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tagan sedangkan lengan bermakna dari

pergelangan sampai ke pangkal bahu.

Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah, yang karena sering digunakan

lalu menjadi kosakata umum. Artinya istilah itu tidak digunakan didalam bidang keilmuannya,

tetapi telah di gunakan secara umum diluar bidangnya.

6. Makna Idiom dan Peribahasa

a. Makna idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang dari

makna konseptual dan gramatikal unsur pembentuknya. Dalam bahasa Indonesia ada dua

macam bentuk idiom yaitu (a) idiom penuh dan (b) idiom sebagian. Idiom penuh adalah

idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan

satu makna. Contoh: membanting tulang artinya bekerja keras. Idiom sebagian adalah

idiom yang di dalamnya masih terdapat unsur yang masih memiliki makna leksikal.

Contoh: koran kuning yang artinya koran yang memuat berita sensasi. Koran masih

memiliki makna leksikalnya.

pg. 7

Page 8: makalah semantik

b. Beda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak

dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna

peribahasa. Contoh: seperti anjing dengan kucing yang bermakna dua orag yang tidak

pernah akur. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya kucing dan

anjing itu jika bertemu memang selalu berkelahi.

7. Makna Stilistika, Makna Afektif, Makna Kolokatif, Makna Generik, Makna Spesifik, dan

Makna Tematikal

a. Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup beberapa

makna konseptual yang khusus atau sempit. Misalnya, sekolah dalam kalimat “Sekolah

kami menang.” Bukan saja mencakup gedungnya, melainkan guru-guru, siswa-siswa dan

pegawai tata usaha sekolah bersangkutan.

b. Makna spesifik adalah makna konseptual, khas, dan sempit. Misalnya jika berkata “ahli

bahasa”, maka yang dimaksud bukan semua ahli, melainkan seseorang yang mengahlikan

dirinya dalam bidang bahasa.

c. Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca

terhadap penggunaan bahasa. Oleh karena itu, makna afektif berhubungan dengan gaya

bahasa.

d. Makna stilistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek terutama

kepada pembaca. Makna stilistik lebih dirasakan di dalam sebuah karya sastra. Sebuah

karya sastra akan mendapat tempat tersendiri bagi kita karena kata yang digunakan

mengandung makna stalistika. Makna stalistika lebih banyak ditampilkan melalui gaya

bahasa. 

e. Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di

dalam lingkungan yang sama. Misalnya kata ikan, gurami, sayur, tomat tentunya kata-

kata tersebut akan muncul di lingkungan dapur. Ada tiga keterbatasan kata jika

dihubungkan dengan makna kolokatif, yaitu (a) makna dibatasi oleh unsur yang

membentuk kata atau hubungan kata, (b) makna dibatasi oleh tingkat kecocokan kata, (c)

makna dibatasi oleh kecepatan.

f. Makna tematikal adalah makna yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, baik

melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.

pg. 8

Page 9: makalah semantik

C.   Relasi Makna

Relasi makna adalah  hubugan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu

dengan satuan bahasa lainnya. Pada dasarnya prinsip relasi makna ada empat jenis, yaitu (1)

prinsip kontiguitas, (2) prinsip kolementasi, (3) prinsip overlaping, dan (4) inklusi.

1. Prinsip kontiguitas yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa beberapa kata dapat memiliki

makna sama atau mirip. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut

sinonimi.

2. Prinsip komplementasi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang satu

berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi

makna yang disebut antonimi.

3. Prinsip overlaping yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata memiliki makna yang

berbeda atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung makna berbeda. Prinsip

ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut homonimi dan polisemi.

4. Prinsip inklusi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup

beberapa makna kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang

disebut hiponimi.

a. Sinonim

Sinonim : hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna

antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Relasi sinonim ini bersifat dua arah,

maksudnya jika ujaran A bersinomnim dengan B maka B bersinonim dengan A.Contoh : benar =

betul, sama dengan betul = benar.

Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis adalah

a. Faktor waktu, contoh : hulubalang dan komandan

b. Faktor tempat, contoh : saya dan beta

c. Faktor keformalan, contoh : uang dan duit

d. Faktor sosial, contoh : saya dan aku

e. Faktor bidang kegiatan, contoh : matahari dan surya

f. Faktor nuansa makna, contoh : melihat, melirik, menonton

b. Antonimi

pg. 9

Page 10: makalah semantik

Istilah antonimi digunakan untuk makna yang bertentangan. Tarigan (1985: 36)

mengemukakan antonimi adalah kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau

berlawanan dengan kata lain. Verhaar (1983: 133) mengatakan: “Antonimi adalah ungkapan

(biasanya kata, tetapi dapat juga frase atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari

ungkapan alain.” Sedangkan menurut Palmer (1976: 94) antonimi sering dianggap sebgai lawan

sinonim. Secara sederhana dapat dikatakan istilah antonimi digunakan untuk menyatakan kata-

kata yang berlawanan maknanya.

Crystal (dalam Ba’dulu, 2001:25) antonimi merujuk secara kolektif kepada semua jenis

perlawanan semantis. Antonim adalah hubungan semantik dua buah satuan ujaran yang

maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan dengan ujaran yang lain.Contoh : hidup x mati

Jenis antonim :

a) Antonim yang bersifat mutlak, contoh : diam x bergerak

b) Antonim yang bersifat relatif / bergradasi, contoh : jauh x dekat

c) Antonim yang bersifat relasional, contoh : suami x istri

d) Antonim yang bersifat hierarkial, contoh : tamtama x bintara

Menurut Hurford dan Heasly (dalam Ba’dulu, 2001: 25) pandangan tradisional tentang

antonimi yang menyatakan bahwa antonimi semata-mata merupakan perlawanan arti adalah

keliru. Pandangan ini tidak memadai, karena kata-kata mungkin berlawanan dalam artinya secara

berbeda-beda, dan beberapa kata tidak mempunyai perlawanan yang nyata. Contoh: hot bukan

lawan dari cold dengan cara yang sama dengan borrow sebagai lawan dari lend. Demikian pula,

thick bukan lawan dari thin dengan cara yang sama dengan dead sebagai lawan dari live.

Sehubungan dengan hal yang telah dikemukakan di atas, Hurford dan Heasly (dalam

Ba’dulu, 2001: 25) membagi antonim ke dalam empat  jenis, yaitu:

a. Antonimi biner, adalah predikat-predikat yang muncul berpasang-pasangan, dan di

antaranya tercakup semua kemungkinan yang relevan. Jika satu predikat dapat diaplikasikan,

maka predikat lainnya tidak dapat diaplikasikan, demikian pula sebaliknya. Contoh: tua dan

muda); panjang dan pendek. Kadang-kadang dua antonim biner yang berbeda dapat

berkombinasi dalam suatu himpunan predikat untuk menghasilkan suatu kontras empat.

Contoh: laki-laki (man), anak laki-laki), perempuan), dan gadis apabila dimasukkan ke

dalam kotak-kotak berikut:

pg. 10

Page 11: makalah semantik

b. Konversi (Converses), adalah jika suatu predikat memerikan suatu hubungan yang sama

apabila kedua benda atau orang itu disebutkan dalam urutan yang berlawanan, maka kedua

predikat itu merupakan konversi antara satu dengan yang lainnya. Contoh: orang tua dan

anak adalah konversi karena X adalah orang tua dari Y (urutan yang satu) memerikan situasi

atau hubungan yang sama seperti Y adalah anak X (urutan yang berlawanan).

c. Gradabel (Gradable antonyms), adalah dua predikat merupakan antonim bertingkat jika

keduanya berada pada ujung yang berlawanan dari suatu skala nilai yang berkesinambungan,

yaitu suatu skala yang bervariasi menurut konteks pemakaian.

Contoh: tua dan anak-anak

Di antara tua dan anak-anak terdapat suatu skala nilai yang berkesinambungan, yang

dapat diberikan nama-nama seperti remaja dan dewas. Apa yang disebut tua dalam suatu

konteks, misalnya: umur orang (jompo)dalam konteks lain adalah matang ( buah-buahan)

sudah dapat dipetik. Contoh lain: tinggi dan rendah; panjang dan pendek; serta pintar dan

bodoh.Untuk mengkaji antonim-antonim bertingkat ini, kita dapat mengkombinasikannya

dengan kata sangat , sangat banyak , bagaimana , atau berapa banyak.

d. Kontradiksi, adalah suatu proposisi merupakan suatu kontaradiktori dari preposisi lain jika

tidak mungkin bagi keduanya benar pada saat yang sama dan pada peristiwa yang sama

pula. Definisi ini dapat diperluas ke kalimat. Jadi, suatu kalimat yang mengungkapkan satu

proposisi adalah kontradiktori dari suatu kalimat yang mengungkapkan proposisi yang lain

jika tidak mungkin bagi kedua proposisi itu benar pada saat yang sama dan pada peristiwa

yang sama pula. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa suatu kalimat berlawanan dengan

kalimat lain jika kalimat itu menghasilkan negasi kalimat yang lainnya. Contoh: Pak Arya

pengusaha kaya kontradiksi dengan Pak Udin petani miskin.

Selanjutnya, Verhaar (dalam Chaer, 1997: 26) membedakan antonim berdasarkan sistemnya,

yaitu:

a. Antonim antarkalimat, contoh: Dia cantik dan Dia tidak cantik.

b. Antonim antarfrase, contoh: secara teratur dan secara tidak teratur.

c. Antonim antarkata, contoh: kuat dan lemah; kencang dan lambat.

b. d.Antonim antarmorfem, contoh: thankful dan thankless (Inggris), yang berantonim

adalah morfem ful dan les.

pg. 11

Page 12: makalah semantik

Menurut Chaer (1997: 27) antonim sering juga disebut dengan istilah oposisi makna, seperti

pada uraian berikut ini:

1. Oposisi mutlak.

Kata-kata yang memiliki pertentangan makna secra mutlak termasuk dalam jenis ini.

Misalnya: hidup dengan mati. Orang yang hidup sudah pasti tidak mati, sedangkan orang yang

mati pasti tidak hidup. Contoh lain diam dan gerak. Sesuatu yang diam pasti tidak bergerak,

begitu pula sebaliknya sesuatu yang bergerak pasti tidak diam.

2. Oposisi kutub.

Ada kata-kata yang pertentangannya tidak mutla, tetapi berjenjang/bertingkat. Contoh: kata

kaya dengan miskin. Kaya dengan miskin tidak memiliki pertentangan yang mutlak. Orang yang

kaya kadangkala masih merasa miskin, sebaliknya orang yang miskin mungkin ada yang merasa

tidak miskin. Kata-kata yang beroposisi kutub umumnya berkelas kata adjektif. Contoh: cantik

dengan jelek, periangdengan pendiam, pintar dengan bodoh, dan sebagainya.

3. Oposisi hubungan.

Oposisi hubungan ditujukan untuk kata-kata yang saling berhubungan. Kehadiran suatu kata

mengakibatkan kehadiran kata yang lain. Contoh, kata penjual ada karena adanya kata pembeli.

Kata guru bersamaan hadir dengan kata murid, jika tidak ada kata guru maka tidak akan muncul

kata murid. Kata-kata tersebut timbul secara serempak dan saling melengkapi.

Kata-kata yang beroposisi hubungan ini dapat berupa kata kerja dan kata benda. Contoh

kata-kata yang berupa kata kerja antara lain adalah: pulang-pergi, maju-mundur, belajar-

mengajar, dan sebagainya. Sedangkan contoh kata yang beroposisi hubungan berupa kata benda

antara lain adalah: guru-murid, buruh-majikan, dan pimpinan-bawahan.

4. Oposisi Hierarkial.

Kata-kata yang beroposisi hierarkial adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran

(berat, panjang, dan isi), satuan hitungan, penanggalan, dan jenjang kepangkatan. Kata

centimeter dan kilometer merupakan contoh kata yang beroposisi secara hierarkial karena

keduanya berada dalam deretan ukuran panajang. Begitu pula kata sersan dengan jenderal,

karena berada dalam jenjang kepangkatan.

5. Oposisi majemuk.

pg. 12

Page 13: makalah semantik

Adalah kata-kata yang tidak hanya beroposisi dengan satu kata saja, melainkan dengan dua

buah kata atau lebih. Contoh, kata ramah dapat beroposisi dengan judes, galak, bengis, dan

kejam. Atau dapat dibuat seperti gambar dibawah ini :  

duduk   tidur berdiri         jongkok bersila tiarap

                                               

                                                                                                            

6. Oposisi inversi.

Oposisi ini terdapat pada pasangan kata seperti beberapa – semua, mungkin – wajib.

Pengujian utama dalam menetapkan oposisi ini adalah apakah kata itu mengikuti kaidah sinonimi

yang mencakup (a) penggantian suatu istilah dengan yang lain dan (b) mengubah posisi suatu

penyangkalan dalam kaitan dengan istilah berlawanan. Contoh: beberapa negara tidak

mempunyai pantai = tidak semua negara mempunyai pantai

Sedangkan Fromkin dan Rodman (dalam Tarigan, 1986:41) mengemukakan bahwa antonim-

antonim yang beraneka ragam itu dapat diklasifikasikan atas beberapa pasangan, yakni :

7. Antonim Komplementer

Antonim Komplementer, yaitu pasangan yang saling melengkapi. Yang satu tidaklah

lengkap atau tidak sempurna bila tidak dibarengi oleh yang satu lagi.Sebagai contoh, kata suami

berantonim dengan kata istri.

8. Antonim Gradabe

Suatu antonim disebut pasangan gradabel apabila penegatifan suatu kata tidaklah bersinonim

dengan kata yang lain. Ciri lain sejumlah pasangan gradabel ialah bahwa yang berciri atau

bertanda dan yang satu lagi tidak berciri atau tidak bertanda. Anggota pasangan yang tidak

berciri atau tidak bertanda itu biasanya dipakai dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada kaitannya

dengan kadar atau tingkat.Sebagai contoh dalam suasana pasar, rajin x malas, berat x ringan.

9. Antonim Relasional

Antonim relasional adalah antonim yang memperlihatkan kesimetrisan dalam makna

anggota pasangannya, karena anggota pasangan antonim itu terdapat hubungan yang erat.

pg. 13

Page 14: makalah semantik

Sebagai contoh, kata guru dan murid. Kalau si A adalah atasan si B, maka si B adalah bawahan

si A.

10. Antonim Resiprokal

Antonim resiprokal adalah antonim yang mengandung pasangan yang berlawanan atau

bertentangan dalam makna tetapi juga secara fungsional berhubungan erat, hubungan itu justru

hubungan timbal balik.

Sebagai contoh, pasangan kata, membeli >< menjual .

c. Polisemi

Polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu atau kata

yang memiliki makna yang berbeda-beda tetapi masih dalam satu aluran arti. Dalam kasus

polisemi ini, biasanya makna pertama ( yang didaftarkan kamus) adalah makna leksikal, makna

denotatif dan makna konseptualnya. Yang lainnya adalah makna yang dikembangkan

berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena

itu, makna pada polisemi masih berkaitan satu sama lain.

Contoh:

Ranbut di kepala nenek sudah putih.( Kepala yang berarti bagian tubuh yang bagian atas)

Pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.( Kepala yang menyatakan pimpinan)

d. Homonimi

Homonim adalah dua kata kebetulan bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi beda

makna.Contoh : Bisa : 1. Bisa yang berarti racun, 2. Bisa yang berarti dapat atau mampu.

Pada kasus homonimi ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofon dan

homograf.Homofon adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan

ejaanya, dengan makna yang berbeda.Contoh : 1.Bang : sebutan saudara laki-laki,

2. Bank : tempat penyimpanan dan pengkreditan uang

Homograf adalah dua kata yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya

beda.Contoh : 1. Apel : buah, 2. Apél : rapat, pertemuan.

Masalah lain dari homonimi yang cukup ruwet adalah perbedaannya dengan polisemi.

Ada cara untuk menentukan homonimi dengan polisemi. Patokan pertama adalah dua buah

bentuk ujaran atau lebih yang kebetulan sama, dan maknanya tentu berbeda, sedangkan polisemi

sebuah ujaran yag memiliki makna lebih dari satu. Makna dalam polisemi meski berbeda tetapi

pg. 14

Page 15: makalah semantik

masih dapat dilacak secara etimologi dan semantik bahwa makna itu masih mempunyai

hubungan.

e. Hiponimi

Hiponim adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran

lain.Relasi makna bersifat searah. Contoh: antara kata jeruk dengan kata buah. Disini makna kata

jeruk tercakup dalam kata buah, tetapi buah bukan hanya jeruk tapi bisa juga apel, mangga,

pepaya dan jambu.

Hipernim adalah bagian dari hiponim. Dengan kata lain jika jeruk berhiponim dengan

buah, maka buah berhipernim dengan jeruk. Ada juga yang menyebut hiponom dengan

superordinat. Sedangkan hubungan antar jeruk, apel, mangga, dan jenis buah lainnya adalah

kohiponim.

f. Ambiguiti atau Ketaksaan

Ambiguitas adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal

yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat. Umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena

bahasa tulis unsur suprasegmentalnya tidak dapat digambarkan secara akurat. Contoh: Buku

sejarah baru. Dapat diartikan (1) buku sejarah yang baru. Dapat juga bermakna (2) buku tentang

sejarah baru.

Ketaksaan dapat juga terjadi bukan karena tafsiran gramatikal yang berbeda tetapi karena

masalah homonimi, sedangkan konteksnya tidak jelas. Contoh: Kami bertemu paus. Dapat

ditafsirkan, (1) ikan paus, dan (2) pemimpin agama katolik di Roma.

Ada juga ketaksaan yang terjadi dalam bahasa lisan, meskipun intonasinya tepat.

Ketaksaan dalam bahasa lisan biasanya adalah karena ketidakcermatan dalam menyusun

kontruksi beranaforis. Contoh: Ujang dan Doni bersahabat karib. Dia sangat mencintai istrinya.

Dapat ditafsirkan (1) ujang mencintai istri ujang, (2) Ujang mencintai istri Doni, (3) Doni

mencintai istrinya, dan (4) Doni mencintai istri Ujang. Ketaksaan ini terjadi karenakata ganti dia

dan nya tidak jelas mengacu pada siapa.

g. Redundansi

Redundansi adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk

ujaran. Contoh : Hamid menggenakan topi berwarna ungu, tidak akan berbeda maknanya dengan

Hamid bertopi ungu.

pg. 15

Page 16: makalah semantik

Memang dalam ragam bahasa baku kita dituntut untuk menggunakan kata-kata secara

efisien, sehingga kata berlebihan, sepanjang tidak mengurangi atau mengganggu makna ( lebih

tepat informasi), harus dibuang, tetapi dalam analisis semantik, setiap penggunaan unsur

segmental dianggap membawa makna masing-masing.

D.  Perubahan Makna

Dalam perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna lama dan makna

baru, tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu terjadi. Dalam beberapa hal, asosiasi

bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu hanyalah

suatu wahana untuk suatu perubahan yang ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi bagaimanapun

suatu jenis asosiasi akan selalu mengalami proses. Dalam pengertian ini asosiasi dapat dianggap

sebagai suatu syarat mutlak bagi perubahan makna ( Stephen, 2007 : 263-264 ).

Dalam sejarah ilmu semantik, teori asosiasi muncul dalam dua bentuk. Beberapa dari ahli

semantik awal mengakui suatu asosiasinisme yang sederhana, mereka mencoba menjelaskan

perubahan makna sebagai hasil asosiasi antara kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri). Pada

beberapa dekade terakhir suatu pandangan yang lebih maju berdasarkan prinsip-prinsip struktural

telah meluas, perhatian telah berubah dari kata-kata tunggal menjadi satuan-satuan yang lebih

luas yaitu yang disebut “medan asosiatif” yang mencakupi kata-kata tersebut.

a. Sebab-sebab Perubahan Makna

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata. Diantaranya adalah

sebagai berikut :

1. Perkembangan dalam ilmu dan teknologi

Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai

sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah

berubah sebagai akibat dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau

sebagai akibat dalam perkembangan teknologi. Sebagai contoh perubahan makna kata

sastra dari makna tulisan sampai pada makna karya imaginatif adalah salah satu contoh

perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai

sastra menyebabkan makna kata sastra yang tadinya “bermakna buku yang baik isinya

dan baik bahasanya” menjadi berarti “karya yang bersifat imaginatif kreatif”.

2. Perkembangan sosial dan budaya

pg. 16

Page 17: makalah semantik

Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut memengaruhi

perubahan makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna

seperut atau satu kandungan. Sekarang kata saudara walaupun masih juga digunakan

dalam artian tersebut tapi juga digunakan untuk menyebut siapa saja yang dianggap

sederajat atau berstatus sosial yang sama. Hal ini terjadi pula pada hampir semua kata

atau istilah perkerabatan seperti bapak, ibu, kakak, adik . Penyebab perubahan makna ini

dimungkinkan disebabkan karena dahulu pada zaman sebelum merdeka (dan juga

beberapa tahun setelah kemerdekaan) untuk menyebut dan menyapa orang yang lebih

tinggi status sosialnya digunakan kata tuan atau nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan

dan timbulnya kesadaran bahwa sebutan tuan atau nyonya berbau kolonial sehingga kia

menggantinya dengan sebutan bapak atau ibu.

3. Perbedaan bidang pemakaian

Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam

kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam bidang lain atau menjadi

kosa kata umum. Sehingga kata-kata tersebut memiliki makna yang baru, atau makna lain

disamping makna aslinya. Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian

dengan segala macam derivasinya seperti tampak pada frase menggarap sawah, tanah

garapan dan sebagainya, kini banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna

barunya yang berarti mengerjakan seperti tampak pada frasa menggarap skripsi,

menggarap naskah drama dan lain-lain. Dari contoh yang diuraikan maka kata-kata

tersebut bisa jadi mempunyai arti yang tidak sama dengan arti dalam bidang asalnya,

hanya perlu diingat bahwa makna baru kata-kata tersebut masih ada kaitannya dengan

makna asli. Kata-kata tersebut diunakan dalam bidang lain secara metaforis atau secara

perbandingan. Kesimpulannya makna kata yang digunakan bukan dalam bidangnya itu

dan makna kata yang digunakan di dalam bidang asalnya masih berada dalam

poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau masih ada

persamaan antara makna yang satu dengan makna yang lainnya.

4. Adanya Asosiasi

Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti dibicarakan pada bagian

sebelumnya masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan

pada idang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat

pg. 17

Page 18: makalah semantik

penggunaan dalam bidang yang lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan

dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata

amplop dengan kata uang terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah. Kata amplop

berasal dari bidang administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah sampul surat.

Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat, biasa pula dimasukkan benda lain

seperti uang. Oleh karena itu dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar urusanmu cepat

selesai”. Dalam kalimat itu kata amplop bermakna uang sebab amplop yang dimaksud

bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.

5. Pertukaran Tanggapan Indra

Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara

indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya

ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat

indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Contoh lain

pada kata kasar yang seharusnya ditanggap oleh alat indera peraba yaitu kulit namun bisa

juga ditanggap oleh alat indera penglihatan mata seperti pada kalimat Tingkah lakunya

kasar. Pertukaran alat indera penanggap ini biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah

ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama dan aisthetikas artinya tampak. Dalam

pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak sekali terjadi gejala sinestesia ini.

Contoh yang lain terjadi pada beberapa frase yaitu suaranya sedap didengar, warnanya

enak dipandang, suaranya berat sekali, bentuknya manis, kedengarannya memang nikmat

dan masih banyak contoh-contoh yang lain.

6. Perbedaan Tanggapan

Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai

makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma

kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang

rendah, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa

yang tinggi atau menyenangkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini

disebut dengan istilah peyoratif sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut

ameliorative. Contoh kata bini sekarang ini dianggap peyoratif sedangkan kata istri

dianggap ameliorative. Begitupun terjadi pada kata laki dan suami, kata bang dan bung.

Nilai rasa itu kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis ada

pg. 18

Page 19: makalah semantik

kemungkinan bisa berubah. Perkembangan pandangan hidup yang biasanya sejalan

dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan terjadinya

perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya sebuah kata.

7. Adanya Penyingkatan

Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering

digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang

sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu kemudian banyak orang menggunakan

singkatannya saja daripada menggunakan bentukya secara utuh. Sebagai contoh ada yang

berkata “ ayahnya meninggal” tentu maksudnya meninggal dunia tapi hanya disebutkan

meninggal saja. Hal ini terjadi pula pada kata berpulang yang maksudnya berpulang ke

rahmatullah, ke perpus yang maksudnya ke perpustakaan, ke lab yang maksudnya ke

laboratarium dan sebagainya. Kalau disimak sebenarnya dalam kasus penyingkatan kata

ini bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap.

Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh disingkat

menjadi bentuk yang lebih pendek.

8. Proses Gramatikal

Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan

pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan

perubahan makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal

dan proses tersebut telah melahirkan makna-makna gramatikal.

9. Pengembangan Istilah

Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah

dengan memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna

baru baik dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada

kata papan yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi istilah

untuk makna perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau saripati kayu

sekarang memiliki makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.

b. Jenis Perubahan Makna

Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam

bahasa Indonesia. Berikut pemaparannya :

pg. 19

Page 20: makalah semantik

1. Perubahan Meluas

Yang dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau

leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai

factor menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi

dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama. Dan

makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada dalam lingkup

poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada kata saudara

yang dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut atau sekandungan sekarang

berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai makna lain yaitu siapa saja

yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang kata saudara bermakna siapapun orang

tersebut dapat disebut saudara.

2. Perubahan Menyempit

Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada

mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas

hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau

cendekiawan dan sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus

dari perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri,

kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana. Sebaliknya

serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi dia

akan disebut sebagai sarjana.

3. Perubahan Total

Yang dimaksud perubahan total yaitu suatu makna sebuah kata yang berubah total atau

berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki

sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya

sudah jauh sekali. Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing

sekarang digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus seperti

seni lukis, seni tari, seni suara.

4. Penghalusan (ufemia)

Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya

kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih

sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata

pg. 20

Page 21: makalah semantik

tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata

penjara diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah

pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.

5. Pengasaran (disfemia)

Pengasaran yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya

halus atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran

ini biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel.

Seperti pada kata menjebloskan untuk menggantikan kata memasukkan, kata mendepak untuk

menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.

c. Faktor yang Memudahkan Terjadinya Perubahan Makna

Dalam hubungannya dengan perubahan makna Ullmann (1972 :198-210) lewat Mansoer

Pateda menyebutkan beberapa factor yang memudahkan terjadinya perubahan makna, berikut

uraiannya :

1. Faktor Kebahasaan

Perubahan makna karena factor kebahasaan berhubungan dengan fonologi, morfologi

dan sintaksis. Misalnya kata sahaya yang pada mulanya bermakna budak tetapi karena kata

ini berubah menjadi kata saya maka makna kata saya dihubungkan dengan orang pertama

dan orang tidak menghubungkan dengan kata budak sehingga maknanya pun menjadi

berubah.

2. Faktor kesejarahan

Faktor ini dapat dirinci menjadi factor objek, faktor institusi, faktor ide, dan faktor

konsep ilmiah. Sebagai contoh factor objek, kata wanita yang sebenarnya berasal dari kata

betina. Kata betina selalu dihubungkan dengan hewan. Kata betina dalam perkembangannya

menjadi batina lalu fonem /b/ merubah menjadi /w/ sehingga menjadi wanita. Dan kata

wanita ini berpadanan dengan kata perempuan dan sekarang orang tidak lagi

menghubungkan kata wanita dengan kata hewan.

3. Faktor Sosial

Perubahan makna yang disebabkan karena faktor sosial dihubungkan dengan

perkembangan Makna kata dalam masyarakat. Misalnya kata gerombolan yang pada

mulanya bermakna orang yang berkumpul atau kerumunan orang tapi kemudian kata ini

pg. 21

Page 22: makalah semantik

tidak disukai lagi sebab selalu dihubungkan dengan pemberontak atau pengacau. Sebelum

tahun 1945 orang dapat saja berkata “ Gerombolan laki-laki menuju pasar”, tetapi setelah

tahun 1945 apalagi dengan munculnya pemberontak maka kata gerombolan enggan

digunakan bahkan ditakuti.

4. Faktor Psikologi

Faktor psikologi ini dapat dirinci lagi menjadi factor emosi dan kata-kata tabu.

Sebagai contoh dari factor tabu misalnya penggunaan kata bangsat. Dahulu makna kata

bangsat dihubungkan dengan binatang yang biasa menggigit jika kita duduk di kursi rotan

karena binatang itu hidup di sela-sela anyaman rotan. Sekatang kalau orang marah lalu

mengatakan, “ Hei bangsat, kenapa hanya duduk?” maka kata bangsat disini tidak lagi

diartikan sebagai binatang kecil tapi manusia yang malas yang kelakuannya menyakitkan

hati, sehingga ada perubahan makna pada kata tersebut.

5.  Pengaruh Bahasa Asing

Perubahan bahasa yang satu dengan yang lain tidak dapat dihindarkan. Hal itu

disebabkan oleh interaksi antara sesame bangsa. Itu sebabnya pengaruh bahasa asing

terhadap bahasa Indonesia juga tidak dapat dihindarkan. Pengaruh itu misalnya berasal dari

bahasa Inggris yaitu pada kata keran yang berasal dari bahasa Inggris crank yang kemudian

dalam bahasa Indonesia bermakna keran yang artinya pancuran air ledeng yang dapat dibuka

dan ditutup. Tetapi kalimat “ Engkau masuk departemen dan dapat membuka keran untuk

kemajuan daerah kita”. Makna keran tidak lagi katup penutup tapi lebih banyak dikaitkan

dengan anggaran.

6. Karena Kebutuhan Kata yang Baru

Telah diketahui bahwa manusia berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya.

Kebutuhan tersebut perlu nama atau kata barukarena bahasa adalah alat komunikasi.

Kadang-kadang konsep baru itu belum ada lambangnya. Dengan kata lain manusia

berhadapan dengan ketiadaan kata atau istilah baru yang mendukung pemikirannya.

Kebutuhan tersebut bukan saja kata atau istilah tersebut belum ada tapi juga orang merasa

bahwa perlu menciptakan kata atau istilah baru untuk suatu konsep hasil penemuan manusia.

Misalnya karena bangsa Indonesia merasa kurang enak menggunakan kata saudara maka

muncullah kata Anda. Kata saudara pada mulanya dihubungkan dengan orang yang sedarah

dengan kita tapi kini kata saudara digunakan untuk menyebut siapa saja.

pg. 22

Page 23: makalah semantik

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada

setiap perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah satu bidang linguistik yang

mempelajari tentang makna. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Dalam Kamus

Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :

1. maksud pembicara;

2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok

manusia;

3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan

semua hal yang ditunjukkannya,dan

4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

            Pada kajian semantik ini kita dapat mengetahui tentang hakikat makna, jenis-jenis makna

(makna leksikal, makna gramatikal dan kontekstual, makna referensial dan nonreferensial,

makna konotatif dan denotatif, makna istilah dan makna makna kata, makna konseptual dan

asosiatif, makna Idiom dan Peribahasa, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna

kolokatif, makna generik, makna spesifik, dan makna tematikal), relasi makna (sinonim,

antonimi, polisemi, homonimi, hiponimi, ambiguiti, redundansi), perubahan makna, medan

makna dan komponen makna.

3.2 Saran

Saran ini ditujukan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada

jurusan kebahasaan terutama bahasa Indonesia, hendaklah di zaman yang serba berubah ini kita

lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa

Indonesia. Kita harus melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang

terjadi perlu kita cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.

pg. 23

Page 24: makalah semantik

Daftar Pustaka

Stokhof, W. A. L. 1980. “Tata Bunyi Bahasa Indonesia”. Dewan Bahasa. Jilid 24,

Bilangan 1: 38-54

Weinrich, Uriel. 1968. Langue in contaxt. The Hangue: Mouton

Voorhove, P. 1995. Critical Survey of Studies on The Langueage of Sumatra. ‘s-

Gravenhaag : Martinus Nijhoff

1980. teori Linguistik dan Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius

Uhlenbeck, E.M. 1964. Critical Survey of Studies on The Langueage of Sumatra. ‘s-

Gravenhaag : Martinus Nijhoff

arsono. 1986. Fonemik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

blogshinyocom.blogspot.com/2009/.../makalah-semantik-2-makna.ht...

susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/semantik/

ahmadzulbahasa.blogspot.com/2010/09/tugas-makalah-semantik.htm

Pateda, Mansoer. 1996. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

pg. 24