20
Cuci Cahayanti (131611004) Mohamad Dimyati (131611017) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Kesehatan dan keselamatan kerja (k3)

Embed Size (px)

Citation preview

Cuci Cahayanti (131611004)Mohamad Dimyati

(131611017)

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Pendahuluan• Pengertian K3

Tujuan

Perundang-undangan• Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja• Undang-undang No.14 Tahun 1969 (undang-undang no. 13 tahun 2003) tentang ketenagakerjaan

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) mempunyai makna sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.

Pengertian K3

Hakikat utama dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah :

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setingitingginya,dengan demikian dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja.

2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepadameningkatnya effisiensi dan daya produktivitas factor manusia dalam produksi.

Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif, tujuan tersebut dapat dicapai karena ada korelasi di antara derajat kesehatan yang tinggi dengan produktivitas kerja, yang didasarkan oleh kenyataan-kenyataan

Tujuan

Pada prinsipnya perundang-undangan dan peraturaan kesehatan dan keselamatan kerja didasarkan pada standar umum yang menyatakan , “bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi dan produktivitas nasional atau perusahaan harus menyediakan bagi masing-masing karyawannya pekerjaan dan tempat bekerja yang bebas dari hal-hal yang diketahui dapat menyebabkan atau diduga dapat menyebabkan kematian atau cacat fisik yang serius bagi pekerjanya”.

Perundang-undangan

Undang-Undang ini menggantikan Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910. Di dalam peraturan ini tercakup tentang ketentuan dan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan bahan, produk teknis, dan alat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Tujuan umum dari dikeluarkannya undang-undang ini adalah agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja mendapat perlindungan atas keselamatannya, dan setiap sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien sehingga akan meningkatkan produksi dan produktifitas kerja.

Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :

a. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;

b. "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;

c. "pengusaha" ialah :1. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;2. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;3. orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (1) dan (2), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.

c. "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;

d. "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja;

e. "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.

Pasal 1

Hak dan kewajiban pengusaha dalam pelaksanaan K3 (Pasal 9 dan Pasal 14 UU1/1970) :

Kewajiban pengusaha :

1. Menunjukan dan menjelaskan kepada tiap pekerja baru tentang :• kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya di tempat kerjanya .• alat-alat pengamanan dan alat pelindung yang harus digunakan.• cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang akan diterima/dipindahkan.

3. Menempatkan syarat-syarat K3 yang diwajibkan ditempat kerja.

4. Memasang poster-poster K3.

5. Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala.

6. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.

Hak pengusaha :

1. Meminta pekerja untuk mentaati syarat-syarat dan petunjuk-petunjuk K3

Kewajiban pekerja :

Pasal 12

1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli K3.

2. Memakai alat pelindung diri.

3. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan.

Hak pekerja :

1. Meminta kepada pengusaha agar melaksanakan semua syarat K3 yang diwajibkan.

2. Menyatakan keberatan untuk bekerja apabila syarat-syarat K3 dan alat pelindung diri tidak memenuhi syarat.

Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, undang-undang ini diganti dengan undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. “bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 (Undang-Undang No. 13 Tahun 2003) tentang Ketenagakerjaan

PASAL 2

Pembangunan Ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila daan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PASAL 3

Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduaan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.

PASAL 4

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :

a. Memberdayakaaan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

b. Mewujdkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;

c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;

d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya;

Landasan, Asas dan Tujuan

Pasal 86

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a. keselamatan dan kesehatan kerja;

b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pasal 103

Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana:

a. Serikat pekerja/srikat buruh

b. Organisasi pengusaha

c. Lembaga kerja sama bipartit

d. Lembaga kerja sama tripartit

e. Peraturan perusahaan

f. Perjanjian kerja bersama

g. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, dan

h. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Hubungan Industrial

Pasal 104

1. Setiap pekerjaa/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh

2. dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 102, serikat pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk cara mogok

3. besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Pasal 105

1. setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha

2. ketentuaan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Organisasi Pengusaha

Pasal 106

1. setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit

2. lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan

3. susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang yang ditunjuk oleh pekerja/buruh di perusahan yang bersangkutan

4. ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan keputusan menteri

Lembaga Kerja Sama Bipartit

Pasal 107

1. lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan

2. lembaga kerja sama tripartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari :

a. lembaga kerja sama tripartit nasional, provinsi, dan kabupaten/kota

b. lembaga kerja sama tripartit sektoral nasional, provinsi, dankabupaten/kota

Lembaga Kerja Sama Tripartit

Terima Kasih