110
HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG OLEH: DR. H. AMIN PURNAWAN,SH., SP.N.,M.HUM. Universitas Islam Sultan Agung Program Magister (S-2) Kenotariatan (M.Kn) 2014/2015

HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG OLEH:DR. H. AMIN PURNAWAN,SH., SP.N.,M.HUM.

Universitas Islam Sultan AgungProgram Magister (S-2) Kenotariatan (M.Kn)2014/2015

Page 2: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

MEMAHAMI PERPAJAKAN Perpajakan itu rumit

1. Luasnya Cakupan Ilmu Perpajakan2. Peraturan Perpajakan selalu Berubah3. Praktik Bisnis berkembang Pesat

4. Kesan kesewenangan Aparat Pajak belum hilang

5. Ketakutan WP mengurus Masalah Pajak

Page 3: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Memahami Perpajakan Secara Efektif

1. Melalui Konsep-konsep Dasar Perpajakan

2. Mengembangkan Konsep Dasar Perpajakan

3. Mengenal dan Memahami Istilah-istilah Penting Perpajakan

Page 4: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Strategi Pemahaman Perpajakan

1. Model Strategi Pemahaman Perpajakan2. Penerapan Perpajakan dalam Praktik3. Memahami Perundang-undangan

Perpajakan

Page 5: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Istilah-istilah Perpajakan1. Sistem administrasi perpajakan modern:

kelembagaan, peraturan, teknologi informasi2. E-Registration, E-Filing, E-SPT3. Perencanaan Perpajakan4. Penghindaran pajak (tax avoidance)5. Penggelapan pajak (tax evasion)6. Perjanjian Penghindaraan Pajak Berganda

(P3B)7. Pengampunan pajak (tax amnesty), sunset

policy

Page 6: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Definisi Pajak Pengertian Pajak:

Iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena undang-undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk, serta digunakan untuk membiayai belanja umum.

Page 7: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP, Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Page 8: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Definisi Hukum Pajak Rochmat Soemitro mengatakan bahwa pajak

dilihat dari segi hukum dapat didefinisikan sebagai perikatan yang timbul karena undang-undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat (taatbestand) yang ditentukan dalam undang-undang, untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada negara (masyarakat) yang dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

Page 9: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Karakteristik/Ciri Pajak Pajak dipungut berdasar undang-undang; Terhadap pembayaran pajak, tidak ada Tegenprestasi yang

dapat ditunjukkan secara langsung; Pemungutannya dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah, karena itu ada istilah pajak pusat dan pajak daerah;

Hasil dari uang pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya dipergunakan untuk public investment;

Disamping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukkan dana dari rakyat ke dalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga mempunyai fungsi yang lain yakni fungsi mengatur (fungsi regulerend).

Page 10: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Falsafah dan Dasar Hukum Pajak Pasal 23 A UUD 1945 merupakan dasar hukum, dan dasar

falsafah pemungutan pajak di Indonesia. Sebagai dasar hukum, ia menjadi sumber hukum pembentukan Undang-undang perpajakan. Sedangkan sebagai dasar falsafah ia mengharuskan pemerintah untuk meminta persetujuan terlebih dahulu dari rakyat melalui wakilnya di DPR. Sebab bagaimanapun pajak merupakan beban, karena ia akan mengurangi penghasilan dan kekayaan rakyat.

Hal tersebut senafas dengan falsafah pajak di Inggris yang mengatakan: “No taxation without Representation”, sedangkan falsafah pajak di Amerika mengatakan: “Taxation without Representation is Robery”.

Page 11: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Ajaran Timbulnya Hutang Pajak Ajaran Hutang Pajak Material mengatakan bahwa

hutang pajak (perikatan pajak) timbul karena UU pada saat dipenuhi Tatbestand (kejadian, keadaan, peristiwa). Jadi menurut teori ini, apabila Tatbestand itu sudah dipenuhi, maka dengan sendirinya timbul hutang pajak, walaupun belum ada surat ketetapan pajak.

Sedangkan Ajaran Hutang Pajak Formal, mengatakan bahwa hutang pajak baru timbul pada saat dikeluarkan surat ketetapan pajak (SKP). Jadi selama belum ada SKP, belum ada hutang pajak walaupun Tatbestand sudah dipenuhi.

Page 12: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Jenis-jenis/Penggolongan Pajaka. Dari segi administratif yuridis

Pajak dari sisi ini akan menghasilkan pajak langsung dan pajak tidak langsung. 1) Pajak langsung apabila dipungut secara periodik yaitu dipungut secara berulang-ulang, dan beban pajak tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, contoh Pajak Penghasilan (PPh). 2) Pajak tidak langsung dipungut secara insidental, pihak wajib pajak dapat mengalihkan beban pajaknya kepada pihak lain, contoh Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Page 13: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

b. Berdasarkan titik tolak pungutannya1) Pajak subyektif adalah pajak yang

pengenaannya berpangkal pada diri orang/badan yang dikenai pajak (wajib pajak), contoh PPh.

2) Pajak obyektif yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal pada obyek yang dikenai pajak, dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subyeknya, contoh Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Page 14: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

c. Berdasarkan sifatnya1) Pajak yang bersifat pribadi (persoonlijk), yakni

pajak yang dalam penetapannya memperhatikan keadaan dari diri wajib pajak, seperti status kawin/belum, besarnya tanggungan, dan sebagainya sehingga kemampuan membayar (ability to pay) diperhatikan, contohnya PPh.

2) Pajak yang bersifat kebendaan (Zakelijk), adalah pajak yang dipungut tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contoh Bea Materai, PPN dan PPnBM.

Page 15: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

d. Berdasarkan kewenangan pemungutnya1) Pajak Pusat, yakni pajak yang kewenangan pemungutannya berada

pada pemerintah pusat, misalnya: PPh, PPN dan PPnBM, Bea Materai dan cukai.

2) Pajak Daerah, kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah daerah, baik pemerintah propinsi maupun kota/kabupaten. Jenis pajak propinsi terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Sedangkan Pajak Kabupaten/kota terdiri atas: PBB, Pajak Hotel, Restoran, Hiburan, Reklame, Penerangan Jalan, Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, serta Pajak Parkir.

Disamping pajak daerah ini, juga dikenal apa yang dinamakan sebagai retribusi daerah yang dibagi kedalam tiga golongan, yakni retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.

Page 16: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Sistematika Hukum Pajak Hukum Pajak Material memuat norma-

norma yang menerangkan mengenai:- Keadaan, perbuatan-perbuatan dan

peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenai pajak (obyek pajak) dan disebut juga tatbestand;

- Siapa-siapa yang harus dikenai pajak (subyek pajak/ wajib pajak/ penanggung pajak); dan

- Berapa tarif/besarnya pajak

Page 17: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Sedangkan Hukum Pajak Formal adalah serangkaian norma yang mengatur mengenai cara untuk menjelmakan Hukum Pajak Material menjadi suatu kenyataan. Agar Hukum Pajak Material dapat berlaku efektif, maka Hukum Pajak Formal ini harus ada yang mengatur antara lain mengenai:

- Pendaftaran obyek pajak dan wajib pajak;- Pemungutan pajak;- Penyetoran pajak;- Pengajuan keberatan;- Permohonan banding;- Permohonan pengurangan dan penundaan pembayaran.

Page 18: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Teori Pungutan Pajak Teori pungutan pajak berguna untuk memberi

dasar menyatakan keadilan (justification) kepada hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya, yakni antara lain:

a. Teori Asuransib. Teori Kepentingan (Benefit Approach Theory)c. Teori Daya Pikul (Ability to Pay Approach

Theory)d. Teori Baktie. Teori Asas Daya Beli

Page 19: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Fungsi Pajak Fungsi anggaran (budgeter)

Pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukkan dana yang sebesar-besarnya ke dalam kas negara. Dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen untuk menarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke dalam kas negara. Dana dari pajak itulah yang kemudian digunakan sebagai penopang bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan.

Fungsi mengatur (regulerend)Pajak digunakan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki pemerintah. Oleh karenanya, fungsi mengatur ini menggunakan pajak untuk dapat mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah. Contoh untuk mendorong investasi dengan tax holiday, pemungutan cukai minuman keras, dan cukai rokok.

Disamping itu menurut Miyasto ada fungsi tambahan dari pajak yakni pemerataan pendapatan secara tidak langsung melalui penerapan tarif pajak progresif.

Page 20: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Asas-asas Hukum Pajak1. Asas Pengenaan Pajak Asas negara tempat tinggal (domisili)

Asas ini mengandung makna, bahwa negara di mana seseorang bertempat tinggal, tanpa memandang kewarganegaraannya, mempunyai hak untuk mengenakan pajak terhadap orang tersebut dari semua pendapatan yang diperoleh dengan tak menghiraukan dimana pendapatan itu diperoleh (world wide income).

Asas negara asal (sumber)Asas ini mendasarkan pemajakan pada tempat di mana sumber itu berada. Negara di mana sumber itu berada mempunyai wewenang untuk mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu.

Asas kebangsaan (nasionalitas)Asas ini mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status kewarganegaraannya. Jadi, pemajakan dilakukan oleh negara asal wajib pajak.

Page 21: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

2. Asas pelaksanaan pemungutan pajak Asas yuridis

Menurut asas ini, hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas baik untuk negara (fiskus) maupun warganya (wajib pajak). Oleh karenanya, mengenai pajak di negara hukum segala sesuatunya harus ditetapkan dalam undang-undang.

Asas ekonomisPemungutan pajak harus diusahakan jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan, dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.

Asas FinansialAgar hasil dari pemungutan pajak yang diperoleh besar, maka biaya pemungutannya harus sekecil-kecinya.

Page 22: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Asas Kesederhanaan (simplicity)Aturan-aturan pajak harus dibuat secara sederhana sehingga mudah dimengerti baik oleh fiskus maupun wajib pajak. Sebab jika aturan pajak rumit disamping akan menyulitkan bagi pelaksana perpajakan juga dapat ditafsirkan ganda sehingga menimbulkan adanya celah (loopholes).

Asas KeadilanAlokasi beban pajak pada berbagai golongan masyarakat harus mencerminkan keadilan. Ada dua kriteria yang lazim digunakan yakni kemampuan membayar dari wajib pajak (ability to pay), dan prinsip manfaat (benefit principle).

Page 23: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

3. Asas-asas Pemungutan Pajak menurut Adam Smith Asas Equality, dalam asas ini ditekankan pentingnya keseimbangan berdasarkan

kemampuan masing-masing subjek pajak. Yang dimaksud dengan keseimbangan atas kemampuan subjek pajak adalah hendaknya dalam pemungutan pajak tidak ada diskriminasi diantara sesama Wajib Pajak. Pemungutan pajak yang dilakukan terhadap semua subyek pajak harus sesuai dengan batas kemampuan masing-masing, sehingga dalam asas equality ini setiap orang yang mempunyai kondisi yang sama harus dikenai pajak yang sama pula. Dalam sejarah perjalanannya- setelah wafatnya Adam Smith – asas ini kemudian menjadi inspirasi bagi para pemerhati pajak selanjutnya, yang lebih menitikberatkan pada segi keadilan. Akibatnya Maxims pertama Adam Smith menjadi unsur dalam asas keadilan yang muncul pada era berikutnya.

Asas Certainty, dalam asas ini ditekankan pentingnya kepastian mengenai pemungutan pajak yaitu: kepastian mengenai hukum yang mengaturnya, kepastian mengenai subyek pajak, kepastian mengenai obyek pajak, dan kepastian mengenai tata cara pemungutannya. Kepastian ini menjamin setiap orang untuk tidak ragu-ragu menjalankan kewajiban membayar pajak, karena segala sesuatunya sudah jelas. Seperti halnya dengan Maxim kedua pada era berikutnya memberikan inspirasi bagi lahirnya asas yuridis;

Page 24: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Asas Convenience of Payment, dalam asas ini ditekankan pentingnya saat dan waktu yang tepat bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sangat bijaksana jika potongan pajak dilakukan pada saat WP menerima penghasilannya dan yang sudah memenuhi syarat obyektifnya (yaitu: suatu syarat dimana WP mempunyai penghasilan diatas penghasilan minimumnya). Maxim yang ketiga ini, seperti halnya dengan maxim kedua dan ketiga diatas, merupakan inspirasi dari asas ekonomis.

Page 25: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Asas Efficiency, dalam asas ini ditekankan pentingnya efisiensi pemungutan pajak, artinya biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dari jumlah pajak yang dipungut. Dalam asas ini diberi pengertian bahwa pemungutan pajak sebaiknya memperhatikan mekanisme yang dapat mendatangkan pemasukan pajak yang sebesar-besarnya dan biaya yang sekecil-kecilnya. Seperti halnya dengan maxim-maxim sebelumnya, maxim yang keempat ini menjadi inspirasi bagi asas finansial.

Page 26: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Sistem Pemungutan Pajak1. Official Assessment System

Sistem ini memberikan kewenangan kepada fiskus untuk menetapkan dan menagih utang pajak. Ciri dari sistem ini adalah:

a. kewenangan menetapkan besarnya pajak ada pada fiskus

b. Fiskus aktifc. Wajib pajak pasif

Page 27: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

2. Self Assessment SystemSistem ini memberikan kewenangan kepada wajib pajak untuk menghitung, dan menyetorkan sendiri kewajiban pajaknya. Ciri dari sistem ini adalah:

a. kewenagan menetapkan besarnya pajak pada wajib pajak

b. Fiskus hanya berfungsi sebagai fasilitator

c. wajib pajak aktif.

Page 28: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

3. With Holding SystemSistem ini memberi kewenangan kepada pihak ketiga untuk menghitung dan menyetorkan kewajiban pajak dari wajib pajak/penanggung pajak. Ciri dari sistem ini adalah:

a. kewenangan menetapkan ada pada pihak ketiga

b. Fiskus hanya berfungsi sebagai fasilitator

Page 29: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Tax Reform Pembaruan perpajakan (tax reform) di

Indonesia dilakukan sejak tahun 1983 dengan tujuan menyesuaikan dasar filosofi pajak, modernisasi hukum pajak, dan tekad kemandirian dalam pembiayaan pembangunan.

Page 30: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Tarif Pajak1. Tarif tetap Tarif tetap adalah suatu tarif yang berupa suatu jumlah tertentu

yang sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah dasar pajak (tax base). Contoh tarif bea materai.

2. Tarif proporsional (sebanding) Tarif ini merupakan sebuah persentase tunggal yang dikenakan

terhadap semua objek pajak berapa pun nilainya. Contoh tarif PPN 10%.

3. Tarif progresif (persentase meningkat) Tarif ini berupa persentase yang meningkat seiring dengan

meningkatnya jumlah yang dikenai pajak. Contoh tarif PPh.4. Tarif degresif (persentase menurun) Tarif ini berupa persentase yang menurun seiring dengan

meningkatnya jumlah yang dikenai pajak.

Page 31: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Pajak Internasional1. Pengertian Mengenai pengertian dari Hukum Pajak Internasional

menurut PJA Adriani mengatakan bahwa hukum pajak internasional adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan soal penyedotan daya beli itu di masing-masing negara.

Sedangkan Rochmat Soemitro memberikan pengertian Hukum Pajak Internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri dari kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan prinsip/kebiasaan yang diterima negara-negara berkaitan dengan perpajakan, dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing baik mengenai subyeknya maupun obyeknya.

Page 32: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

2. Pajak Ganda Internasional Ada beberapa unsur dari suatu pajak

ganda internasional yaitu:a. Ada pajak dari dua negara atau lebih

yang saling menindih;b. subyek pajak memikul beban pajak

yang lebih besar;c. pengenaan pajak atas obyek dan

subyek yang sama

Page 33: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Untuk penghindaran pajak ganda itu dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:

a. Cara unilateral (sepihak), dimana dilakukan dengan memasukkan dalam undang-undang pajak nasional ketentuan yang dapat menghindarkan pajak ganda.

b. Cara bilateral (timbal balik dua negara), menyepakati untuk menghindari pajak ganda internasional.

c. Cara multilateral, dimana sejumlah negara menandatangani traktat yang isinya menyepakati untuk menghindari pajak ganda internasional.

Page 34: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

d. Melalui kebiasaan internasional, pada umumnya dianut kebiasaan bahwa negara sumber diberikan hak untuk memungut pajak, sementara negara domisili dan negara kebangsaan melepaskan haknya.

Page 35: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Beberapa Pengertian Dalam KUP

Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah Pabean.

Page 36: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 beserta perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Page 37: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)a. Pengertian NPWP adalah suatu sarana dalam administrasi

perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri dan identitas Wajib Pajak.

b. Fungsi NPWP1). Sarana dalam administrasi Perpajakan;2). Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.3).Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.

Page 38: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

c. Pencantuman NPWPNPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan, antara lain pada:1). Formulir pajak yang dipergunakan wajib pajak

2). Surat menyurat dalam hubungan perpajakan3). Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi NPWP.

Page 39: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

SSP (Surat Setoran Pajak) SSP adalah surat yang oleh Wajib Pajak

digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan menteri keuangan. SSP terdiri dari SSP-Masa dan SSP-tahunan.

Page 40: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

SPT adalah Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, obyek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT terdiri dari SPT-Masa dan SPT-Tahunan.

Page 41: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Dalam hal terjadi ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP, maka fiscus dapat menerbitkan SKP. Dalam hal SKP tersebut oleh wajib pajak dinyatakan tidak benar maka bisa diajukan keberatan kepada Ditjen pajak dan terhadap keputusan keberatan apabila belum puas wajib pajak bisa mengajukan banding ke pengadilan pajak. Demikian pula bila WP merasa dirugikan oleh penanggung pajak bisa mengajukan gugatan.

Page 42: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

POKOK-POKOK PENGATURAN UU PDRD

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui dan mengesahkan UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), sebagai pengganti dari UU No. 18/ 1997 dan UU No. 34/ 2000 pada tanggal 18 Agustus 2009.

Pengesahan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) ini sangat strategis dan mendasar di bidang desentralisasi fiskal, karena terdapat perubahan kebijakan yang cukup fundamental dalam penataan kembali hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah. Undang-undang yang baru ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.

Page 43: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Isi Pokok Perubahan Isi pokok perubahan UU No. 34 Tahun 2000

adalah dua hal, yaitu : (a) Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak perlu mendapat pengesahan Pemerintah Pusat, dan (b) Pemda diberi kebebasan untuk membuat pajak dan retribusi diluar dari yang secara eksplisit tercantum dalam UU 34 tahun 2000, PP 65 dan PP 66 tahun 2001.

UU No. 28 Tahun 2009 : (a) Perda PDRD perlu pengesahan Pemerintah Pusat (pengawasan preventif dan korektif), (b) Close list

Page 44: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Latar Belakang Revisi UU PDRD Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan

desentralisasi fiskal, maka Pemda diberikan kewenangan untuk menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa pajak daerah, retribusi daerah, hasil usaha BUMD dan pendapatan asli daerah lainnya.

Keseriusan untuk mendorong Pemda dalam menggali PAD ditunjukkan dengan telah direvisinya UU No. 18/ 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan UU No. 34/ 2000 dan aturan pelaksanaannya berupa PP No. 65/ 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66/ 2001 tentang Retribusi Daerah dengan UU No. 28/ 2009.

Page 45: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

TUJUAN UU PDRD1. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah

dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

2. Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah.

3. Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

Page 46: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

PRINSIP PENGATURAN PDRD1. Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah

tidakterlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional.

2. Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam Undang-undang (Closed-List).

3. Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam Undang-undang.

4. Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah.

5. Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secarapreventif dan korektif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak danretribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadiPerda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi.

Page 47: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

MATERI YANG DIATUR UU PDRD

1. Penambahan jenis pajak daerah

Terdapat penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis pajak provinsi dan 3 jenis pajak kabupaten/kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota.

Jenis pajak provinsi yang baru adalah Pajak Rokok, sedangkan 3 jenis pajak kabupaten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. Sebagai catatan, untuk kabupaten/kota ada penambahan 1 jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang sebelumnya merupakan pajak provinsi.

Page 48: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

a. Pajak RokokPajak Rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hasilpenerimaan Pajak Rokok tersebut sebesar 70% dibagihasilkan kepadakabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Walaupun pajak ini merupakanjenis pajak baru, namun diperkirakan pengenaan Pajak Rokok tidak terlalumembebani masyarakat karena rokok bukan merupakan barang kebutuhanpokok dan bahkan pada tingkat tertentu konsumsinya perlu dikendalikan. Dipihak lain, pengenaan pajak ini tidak terlalu berdampak pada industri rokokkarena beban Pajak Rokok akan disesuaikan dengan kebijakan strategis dibidang cukai nasional dan besarannya disesuaikan dengan daya pikul industrirokok mengikuti natural growth (pertumbuhan alamiah) dari industri tersebut.Selain itu, penerimaan Pajak Rokok dialokasikan minimal 50% untuk mendanaipelayanan kesehatan (pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana danprasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadaibagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahayamerokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok) sertapenegakan hukum (pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok).

Page 49: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

b. PBB Perdesaan dan PerkotaanSelama ini PBB merupakan pajak pusat, namun hampir seluruh penerimaannya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB sektor perdesaan dan perkotaan dialihkanmenjadi pajak daerah. Sedangkan PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih merupakan pajak pusat. Dengan dijadikannya PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka penerimaan jenis pajakini akan diperhitungkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD).

Page 50: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

c. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)Selama ini BPHTB merupakan pajak pusat, namun seluruh hasilnya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangandaerah, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah. Penetapan BPHTB sebagai pajak daerah akan meningkatkan PAD.

Page 51: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

d. Pajak Sarang Burung WaletPajak Sarang Burung Walet merupakan jenis pajak daerah baru, yang dapat dipungut oleh daerah untuk memperoleh manfaat ekonomis dari keberadaan dan perkembangan sarang burung walet di wilayahnya. Bagi daerah yang memilikipotensi sarang burung walet yang besar akan dapat meningkatkan PAD.

Page 52: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

2. Penambahan Jenis Retribusi DaerahTerdapat penambahan 4 jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi Tera/ Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Dengan penambahan ini, secara keseluruhanterdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

Page 53: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

a. Retribusi Tera/Tera UlangPengenaan Retribusi Tera/Tera Ulang dimaksudkan untuk membiayai fungsi pengendalian terhadap penggunaan alat ukur, takar, timbang, danperlengkapannya oleh masyarakat. Dengan pengendalian tersebut, alat ukur,takar, dan timbang akan berfungsi dengan baik, sehingga penggunaannya tidak merugikan masyarakat.

Page 54: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

b. Retribusi Pengendalian Menara TelekomunikasiPengenaan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi ditujukan untuk meningkatkan pelayanan dan pengendalian daerah terhadap pembangunan dan pemeliharaan menara telekomunikasi. Dengan pengendalian ini, keberadaan menara telekomunikasi akan memenuhi aspek tata ruang, keamanan dan keselamatan, keindahan dan sekaligus memberikan kepastian bagi pengusaha.Untuk menjamin agar pungutan daerah tidak berlebihan, tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak melampaui 2% dari Nilai Jual Objek Pajak PBB menara telekomunikasi.

Page 55: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

c. Retribusi Pelayanan PendidikanPengenaan retribusi pelayanan pendidikan dimaksudkan agar pelayanan pendidikan, di luar pendidikan dasar dan menengah, seperti pendidikan dan pelatihan untuk keahlian khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan pungutan dan hasilnya digunakan untuk membiayai kesinambungan dan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dimaksud.

Page 56: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

d. Retribusi Izin Usaha PerikananPengenaan Retribusi Izin Usaha Perikanan tidak akan memberikan beban tambahan bagi masyarakat, karena selama ini jenis retribusi tersebut telah dipungut oleh sejumlah daerah sesuai dengan kewenangannya. Sebagaimana halnya dengan jenis retribusi lainnya, pemungutan Retribusi Izin Usaha Perikanan dimaksudkan agar pelayanan dan pengendalian kegiatan di bidang perikanan dapat terlaksana secara terus menerus dengan kualitas yang lebih baik.

Page 57: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

3. Perluasan Basis Pajak DaerahPerluasan basis pajak daerah, antara lain adalah:

a. PKB dan BBNKB, termasuk kendaraan pemerintah

b. Pajak Hotel, mencakup seluruh persewaan di hotel, dan

c. Pajak Restoran, termasuk katering/jasa boga.

Page 58: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

4. Perluasan Basis Retribusi DaerahPerluasan basis retribusi daerah dilakukan dengan mengoptimalkan pengenaanRetribusi Izin Gangguan, sehingga mencakup berbagai retribusi yang berkaitan dengan lingkungan yang selama ini telah dipungut, seperti Retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair, Retribusi AMDAL, serta Retribusi Pemeriksaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

Page 59: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

5. Kenaikan Tarif Maksimum Pajak DaerahUntuk memberi ruang gerak bagi daerah mengatur sistem perpajakannya dalamrangka peningkatan pendapatan dan peningkatan kualitas pelayanan, penghematan energi, dan pelestarian/perbaikan lingkungan, tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah dinaikkan, antara lain:

a. Tarif maksimum Pajak Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%. Khusus untuk kendaraan pribadi dapat diterapkan tarif progresif.b. Tarif maksimum Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 10% menjadi 20%.c. Tarif maksimum Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%. Khusus untuk kendaraan angkutan umum, tarif dapat ditetapkan lebih rendah.d. Tarif maksimum Pajak Parkir, dinaikkan dari 20% menjadi 30%.e. Tarif maksimum Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (sebelumnya Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C), dinaikkan dari 20% menjadi 25%.

Page 60: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

6. Bagi Hasil Pajak ProvinsiDalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam membiayai fungsi pelayanan kepada masyarakat, pajak provinsi dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dengan proporsi sebagai berikut:No. Jenis Pajak Provinsi Kab/Kota1 Pajak Kendaraan Bermotor 70% 30%2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 70% 30%3 Pajak Bahan Bakar Kend. Bermotor 30% 70%4 Pajak Air Permukaan 50% 50%5 Pajak Rokok 30% 70%

Page 61: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

7. EarmarkingUntuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus dansekaligus menciptakan good governance dan clean government, penerimaanbeberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan (di-earmark) untuk mendanaipembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati olehpembayar pajak dan seluruh masyarakat. Pengaturan earmarking tersebut adalah:a. 10% dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor wajib dialokasikan untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan, serta peningkatan sarana transportasi umum.b. 50% dari penerimaan pajak rokok dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.c. Sebagian penerimaan pajak penerangan jalan digunakan untuk penyediaan penerangan jalan.

Page 62: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Definisi Pajak Daerah Pajak-pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah (Propinsi, Kabupaten, Kota) yang diatur berdasarkan peraturan daerah masing-masing, dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Dasar Hukum UU No. 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah dengan UU No. 34/2000 dan terakhir UU No. 28/2009.

Page 63: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Kriteria Pajak Daerah Kriteria pajak daerah dan pajak pusat tidak

jauh berbeda yang membedakan adalah pihak pemungutnya.

Kriteria pajak daerah secara khusus: 1. Pajak yang dipungut pemda berdasarkan

pengaturan dari daerah sendiri 2. Pajak yg dipungut berdasarkan peraturan

pemerintah pusat, tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemda

Page 64: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Lanjutan... 3. Pajak yang ditetapkan dan atau

dipungut oleh pemda 4. Pajak yang dipungut dan

diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemda.(Davey, 1988)

Page 65: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Jenis-Jenis Pajak Daerah Pajak Propinsi: a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok

Page 66: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Lanjut... Pajak Kabupaten/Kota

a. Pajak Hotelb. Pajak Restoranc. Pajak Hiburand. Pajak Reklamee. Pajak Penerangan Jalanf. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuang. Pajak Parkir

Page 67: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

h. Pajak Air Tanahi. Pajak Sarang Burung Waletj. PBB Perdesaan dan Perkotaank. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Page 68: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Asas Pemungutan Pajak Adam Smith (The Wealth of Nations)

Smith’s Cannon atau The Four Maxims:a. Equality, kesamaan dalam beban pajak

sesuai kemampuan WPb. Certaninty, jelas, tegas, dan pastic. Convenience, tidak menekan WP,

nyaman, senang hati, relad. Efficiency, biaya pemungutan tidak lebih

besar dari jumlah penerimaan pajaknya

Page 69: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Dasar Pemungutan Pajak Merupakan bentuk operasional dari

pengakuan dan pengukuran keadaan objek pajak atau stelsel.

a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)b. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)c. Stelsel Campuran

Page 70: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Retribusi Daerah

Dasar hukum UU No. 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34/2000 dan terakhir dengan UU No.28/ 2009.

Page 71: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Kriteria Retribusi Daerah Secara teoretis pengertian pajak dan

retribusi mudah dibedakan, namun dalam prakteknya tidak demikian.Pajak memberi kontribusi atas jasa-jasa pelayanan Pemerintah, tetapi pembayarnya tidak menerima kontraprestasi langsung yang dapat dinikmati secara individual.Retribusi pembayarnya menerima kontraprestasi langsung berupa jasa-jasa pelayanan yang disediakan untuk itu.

Page 72: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Jenis dan fungsi pelayanan apa saja yang bisa dibiayai dari pajak atau retribusi?

Apakah sumber pajak atau sumber retribusi hanya cocok untuk suatu fungsi tertentu?

Apa yang membedakan suatu jasa yang dibiayai oleh pajak dan dibiayai oleh retribusi?

Page 73: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Barang Publik dan Barang Privat Jenis barang menurut public sector

economic yaitu:a. Public goods (barang publik)

Suatu jasa yang memberi keuntungan secara kolektif dan tidak diskriminatif

b. Privat goods (barang privat)Suatu jasa yang memberi keuntungan pribadi

Page 74: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Jasa Pelayanan atas Pemakai Langsung

Dikenakan retribusi atas pemakai langsung (baik dengan atau tanpa subsidi), al.:

a. Jasa pemenuhan air bersihb. Jasa angkutan umumc. Jasa Pos dan telepond. Gas dan listrike. Penghuni perumahan pemerintahf. Beberapa bentuk biaya masuk atas

penggunaan fasilitas-fasilitas tertentu milik Pemkot.

Page 75: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Pengembalian atas Biaya Langsung Jasa umum yang pengelenggaraannya

menjadi tugas atau kewenangan Pemerintah, misalnya:

a. Pendidikanb. Jalan raya (dan infrastruktur yang berkaitan)c. Pelayanan kesehatand. Pengairane. Kesehatan lingkunganf. Pelayanan pemadam kebakaran

Page 76: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Pendekatan Pembebanan Retribusi Dasar pembebanan retribusi adalah cost

recovery, melalui kebijakan yang diputuskan pemda, dapat kurang atau lebih dari full cost-nya

Page 77: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Teori Kenaikan Tarif Kenaikan tarif pajak, dan retribusi

mempunyai tujuan agar pelayanan kepada masyarakat dapat dipertahankan kualitasnya bahkan ditingkatkan.

Pelayanan membutuhkan biaya, biaya setiap tahun meningkat karena adanya inflasi

Kenaikan biaya pelayanan harus berdasarkan inflasi yang ada

Inflasi adalah tingkat kenaikan harga-harga pada umumnya. (Hamrolie Harun, 2007)

Page 78: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Desentralisasi Fiskal Taxing Power Sharing Proses desentralisasi politik (devolusi),

seharusnya diiringi desentralisasi otoritas fiskal

Page 79: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Keadilan Beban PajakSecara tinjauan ekonomi terdapat dua prinsip untuk mengukur keadilan distribusi beban pajak dikaitkan dengan tingkat penghasilan: Pertama, benefit principle

berhubungan dengan seberapa besar manfaat yang diperoleh seseorang dari negara.

Kedua ability to pay principle, dimana beban pajak dikaitkan dengan kemampuan ekonomi pembayar pajak.

Page 80: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Pajak dalam Perspektif Islam Hakikat harta Pajak dan Zakat

Page 81: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Realitas Perpajakan1. Pajak secara riil akan mengurangi uang Wajib Pajak (WP)

yang dapat dibelanjakan (disposable income).

2. Ketentuan tentang tarif atau besaran pajak pada umumnya sangat menarik perhatian WP, karena tarif adalah variabel yang memberikan pengaruh pada kesejahteraan para WP.

3. Aparatur perpajakan dalam setting peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia diberikan otoritas (kewenangan) yang sangat besar sehingga melahirkan konstruksi keterhubungan yang sub-ordinatif.

Page 82: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Menguatnya otoritas aparatur perpajakan memiliki keterkaitan yang erat dengan maraknya kejahatan dalam bidang perpajakan.

Semakin besar otoritas kewenangan yang dimilki, akan semakin besar peluang terbuka untuk melakukan kejahatan.

Lord Acton melukiskan keterhubungan antara otoritas (kewenangan) dan perilaku koruptif dalam rumusan: “power tend to corrupt, absolute power (tend) corrupt absolutely”.

Page 83: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Menurut Tjiptardjo: komposisi penerimaan pajak saat ini belum mencapai tahapan ideal, sebab 70% penerimaan PPh masih berbasis PPh wajib pajak badan.

Padahal, di negara maju, sebagian besar penerimaan PPh didominasi PPh wajib pajak orang pribadi.

Page 84: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Perubahan yang paling menarik perhatian adalah perubahan tarif pajak bagi WP Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Di dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 1 (b), tarif bagi WP Badan dan BUT ditetapkan sebagai tarif tunggal (flat rate)

Terdapat benturan antara asas

kesederhanaan pemungutan pajak (simplicity) dengan asas keadilan (justice).

Page 85: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Sistem pemajakan atas Perseroan dan Orang Pribadi sebagai pemegang sahamnya, menimbulkan pajak ganda (double taxation). Fenomena ini menimbulkan beban kumulatif bagi korporasi

Kewenangan Ditjen Pajak yang terlalu luas di bidang perumusan peraturan pajak, pemungutan pajak, dan penegakan hukum pajak menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak dalam menyelesaikan keberatan pajak

Page 86: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Perubahan Cara Pandang Jean Bodin: negara berdaulat seharusnya memperoleh

pendapatan dari kekayaan yang dimilikinya. Thomas Hobbes: pajak adalah sumber penerimaan

utama negara. Ketika suatu negara tidak dapat mendanai fasilitas umum maka itu berarti negara tersebut tidak mempergunakan fasilitas tersebut dengan sebaik-baiknya.

Adam Smith: Pajak seharusnya menjadi sumber utama penerimaan negara. Hukum pajak menyediakan instrumen khusus bagi negara agar dapat memaksa warga negaranya untuk membayar pajak, namun demikian sifat pemaksaan pajak harus dibagi secara adil sebagai beban pajak.

Page 87: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Fungsi Pengaturan/Regulerend Fungsi pengaturan dapat diartikan sebagai upaya

pemerintah mendorong kegiatan perekonomian dan memberikan keadilan kepada masyarakat. Fungsi pengaturan sangat penting dalam:

menciptakan iklim usaha dan daya saing. Apabila sistem pajak yang berlaku banyak membebani dunia usaha, hal tersebut akan melemahkan daya saing dan akan mengurangi minat para investor.

Pemerintah dituntut dapat menetapkan tarif pajak dan objek pajak serta pemberian insentif yang tepat sasaran untuk mendorong industri prioritas, termasuk industri kecil dan menengah.

Page 88: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Kelemahan pemungutan PPh badan antara lain:1. Pemusatan kewenangan (otoritas) Direktorat Jenderal

Pajak (DJP) yang terlampau luas meliputi perumusan peraturan, pemungutan, dan penegakan hukum pajak menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak (WP);

2. Tidak ada pihak ketiga yang memutus berkaitan dengan keberatan yang diajukan WP memungkinkan timbulnya kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) yang terbukti merebak dengan munculnya fenomena makelar kasus (markus) pajak akhir-akhir ini;

Page 89: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

3. Penerapan sistem tarif tunggal (flat rate) bagi wajib pajak badan kurang mencerminkan rasa keadilan dan menimbulkan ketidakadilan beban pajak;

4. Pemajakan terhadap penghasilan korporasi dan dividen menimbulkan pajak ganda (double tax) yang mengakibatkan beban pajak yang berat (overtaxes).

Page 90: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Penurunan Tarif PPh Penurunan tarif akan menyebabkan penurunan

penerimaan pajak, namun hal tersebut dibutuhkan guna mendorong tarif pajak yang kompetitif dan komitmen pada harmonisasi pajak

Pajak yang kompetitif diberlakukan oleh banyak negara guna menarik investor asing dan diharapkan akan meningkatkan penerimaan pajak

Berdasarkan praktik di berbagai negara, khususnya penurunan tarif pajak penghasilan badan justru meningkatkan pemasukan pajak

Page 91: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Rekonstruksi Politik Hukum Pajak1. Diperlukan penataan ulang

politik hukum PPh Badan yang dapat dilakukan melalui perubahan UU PPh khususnya berkaitan dengan penetapan tarif tunggal menjadi tarif progresif,

2. Pemerataan beban pajak melalui optimalisasi pemungutan pajak WP Orang Pribadi,

Page 92: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

3. Mendorong industri kreatif (economic based knowledge),

4. Mendorong kinerja BUMN, 5. Meningkatkan sumber penerimaan

APBN di luar pajak seperti pemanfaatan secara optimal kekayaan alam Indonesia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Page 93: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Perubahan Paradigma PerpajakanPARADIGMA LAMA PARADIGMA BARUbeban kuantitatif kewajiban partisipatif (kualitatif)Kurang bersahabat dengan korporasi

Lebih bersahabat dengan korporasi (business friendly)

Fiskus sebagai “Penguasa” Fiskus sebagai “Pelayan”Lebih menekankan fungsi budgeter

Keseimbangan antara fungsi budgeter dan regulerend

Kedudukan Fiskus dan WP tidak setara (superioritas negara vs inferioritas rakyat)

Kedudukan Fiskus dan WP setara

Kurang berorientasi pada pemenuhan hak-hak tax payer

Lebih berorientasi pada keseimbangan hak dan kewajiban

Filosofi pajak terlepas/kering dari spirit moral-spiritual

Filosofi pajak diberi ruh dengan paradigma moral-spiritual

Page 94: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

ASPEK PERPAJAKAN NOTARIS / PPAT

Seorang Notaris tentunya telah memiliki NPWP, tentunya telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki Usaha dan Pekerjaan Bebas, dengan jenis usaha Jasa Notaris. Informasi status terdaftarnya jenis usaha Notaris, serta kewajiban perpajakan apa yang harus di penuhi dapat dilihat pada Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang diberikan oleh pihak KPP bersamaan dengan Kartu NPWP, pada saat mendaftarkan langsung ke KPP yang bersangkutan.

Page 95: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Umumnya kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh seorang notaris adalah:1. PPh Pasal 25 (yaitu angsuran PPh kita selama tahun

berjalan; untuk saat ini adalah tahun 2015; yang nantinya pada saat pelaporan SPT Tahunan Tahun 2015, akan dikreditkan sebagai kredit pajak (mengurangi PPh Terutang atas penghasilan setahun kita). PPh Pasal 25 ini harus kita setor dan laporkan setiap bulan dengan ketentuan paling lambat disetorkan adalah pada tanggal 15 bulan berikutnya dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Misalkan untuk PPh Pasal 25 bulan Agustus 2015, maka paling lambat disetor tanggal 15 September 2015 dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 September 2015.

Page 96: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Besarnya PPh Pasal 25 ini biasanya dihitung sebesar 1/12 dari PPh terutang yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Tahun sebelumnya (dalam kondisi normal, namun masih banyak metode penentu besarnya PPh Pasal 25 dan tidak saya bahas di sini).

Page 97: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

2. Kewajiban lainnya yang harus dipenuhi adalah SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan formulir (Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Form 1770) yang telah di peroleh.

SPT Tahunan ini dilaporkan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Jadi misalkan untuk melaporkan pajak tahun 2015 ini, maka SPT Tahunan Paling lambat harus dilaporkan tanggal 31 Maret 2016.

Page 98: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Dalam menentukan penghasilan neto yang menjadi objek pajak dalam pelaporan SPT Tahunan ini, dapat menggunakan Metode Pencatatan (syaratnya adalah bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mendapatkan omzet/peredaran usaha bruto setahunnya di bawah Rp 1,8 milyar). Dalam metode ini, cukup melakukan pencatatan atas seluruh pendapatan (mis: Jasa Notaris) yang di peroleh setiap harinya.

Page 99: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Dari total Omzet setahun ini, untuk mendapatkan penghasilan neto, cukup mengalikan dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan kode 82910 (Nomor urut 141) dan sesuaikan dengan lokasi usaha untuk jasa notaris ini adalah sebesar 55% utk wilayah 10 Ibu Kota Propinsi Utama, 50% untuk Kota kota lainnya (tabel ini dapat di ketahui pada Tabel Norma Penghitungan Penghasilan Neto). Hasil perkalian ini akan diperoleh Penghasilan Neto yang setelah dikurangi dengan PTKP, akan diperoleh Penghasilan kena Pajak dan tinggal dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17.

Page 100: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

3. Masih ada kewajiban lainnya yang harus dipenuhi yaitu PPh Pasal 21 masa (yaitu pemotongan pajak atas karyawannya) serta kemungkinan harus memungut PPN jika telah mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

http://sidab21.blogspot.com/2011/10/aspek-perpajakan-notaris-ppat.html,diakses

2-8-2015

Page 101: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

NOTARIS sebagai PENGUSAHA KENA PAJAK?

Yang dimaksud Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam UU No 42 Thn 2009 ttg Perubahan ketiga UU No 8 Tahun 1983 ttg PPN dan PPnBM (UUPPN), adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.

Page 102: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Untuk mengetahui sebuah barang atau jasa dapat dikenakan PPN, maka dapat dilihat ketentuan dalam ketentuan Pasal 4A ayat (3) UUPPN jo. Pasal 5 PP 144 Thn 2000 tentang Jenis Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, yang disebut juga Negative List, sebagai berikut:

Page 103: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:a. jasa pelayanan kesehatan medis;b. jasa pelayanan sosial;c. jasa pengiriman surat dengan perangko;d. jasa keuangan;e. jasa asuransi;f. jasa keagamaan;g. jasa pendidikan;h. jasa kesenian dan hiburan;i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yangmenjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;k. jasa tenaga kerja;l. jasa perhotelan;m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;n. Jasa penyediaan tempat parkir;o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; danq. Jasa boga atau katering.

Page 104: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Dari ketentuan tersebut, jasa di bidang kenotariatan tidak termasuk dalam jenis jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan PPnBM. Oleh karena itu jasa kenotariatan adalah jasa yang terutang PPN, sehingga notaris masuk ke dalam golongan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib memungut 10% PPN atas jasa yang diberikan.

Page 105: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Bagaimana Memperoleh Status PKP?

Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, Pasal 1 menyebutkan “Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Page 106: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Sedangkan yang dimaksud jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya (Pasal 1 ayat 2).

Page 107: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Artinya, seorang notaris masih belum wajib menjadi PKP jika peredaran usahanya selama 1 tahun masih di bawah Rp 600 juta. Namun, notaris tersebut tetap dapat mengajukan dirinya sebagai PKP. Hal ini biasanya dilakukan notaris tersebut untuk menyeimbangkan pengenaan potongan pajak penghasilan atas jasa notaris yang dilakukan oleh klien.

Page 108: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Untuk menjadi PKP, maka seorang notaris harus memiliki NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak terlebih dahulu. NPWP ini nantinya menjadi Nomor Pokok PKP notaris yang bersangkutan yaitu dengan mendapat selembar Surat NPPKP yang diterbitkan oleh KPP Pratama tempat notaris tersebut terdaftar.

Page 109: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Apa yang harus dilakukan setelah menjadi PKP?

Setelah menjadi PKP, seorang notaris wajib untuk melaksanakan pula kewajiban pelaporan SPT Masa PPN setiap bulan. Penyampaian SPT Masa PPN dilakukan paling lambat tanggal 20 setiap bulannya. SPT wajib diisi dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor tempat dimana notaris tersebut terdaftar.

Page 110: HUKUM PAJAK, KEPAILITAN DAN LELANG Oleh:Dr. H. Amin Purnawan,SH., Sp.N.,M.Hum

Bagaimana Cara Menghitung/Menerapkan PPN tersebut?

Cara menghitung PPN atas Jasa yang diterima oleh seorang notaris dari kliennya dapat dicontohkan sebagai berikut:

Notaris Alliecya, SH, MKn pada bulan Agustus 2011 mendapat honor 100jt dari PT Singa Lembu Industri atas jasanya di bulan Maret 2011. Ia wajib memungut tambahan Rp 10jt atas jasa tersebut kepada PT SLI. Sehingga PT SLI membayar Rp 110jt, dan memperoleh faktur pajak yang diterbitkan oleh notaris Alliecya. Atas PPN ini Notaris Alliecya wajib menyetorkan ke bank dan melaporkannya ke kantor pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah diterimanya pembayaran.