16
Gender Perspektif Sosial, Budaya dan Agama Oleh : Nailiamani

Gender perspektif sosial, budaya dan agama

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Gender Perspektif Sosial, Budaya dan Agama

Oleh :Nailiamani

Perspektif Sosial Banyak ilmuan sosial tidak meletakkan

disposisi biologis sebagai penyebab dari perbedaan gender. Namun, mereka menyatakan bahwa perbedaan ini terutama berkaitan dengan pengalaman-pengalaman sosial

Alice Eagly (2000, 2001) mengajukan teori peran sosial (social role theory), yang menyatakan bahwa perbedaan gender terutama diakibatkan oleh perbedaan yang ekstrem antara perempuan dan laki-laki (Santrock, 2007)

a. Pengaruh Orang Tua Orang tua, misalnya melalui tindakanya, dapat

mempengaruhi perkembangan gender anak-anak dan remaja (Maccoby, McHale dkk, dalam Santrock, 2007). Keluarga dengan anak perempuan remaja melaporkan bahwa mereka mengalami lebih banyak konflik mengenai seks, pilihan kawan, dan penentuan jam malam, dibandingkan keluarga yang memiliki anak remaja laki-laki (Papini & Sebby, dalam Santrock 2007).

Teori kognisi sosial mengenai gender (social cognitive theory of gender) menekankan bahwa perkembangan gender anak-anak dan remaja dipengaruhi oleh pengamatan dan imitasi mereka terhadap perilaku gender orang lain, maupun hadiah dan hukuman yang dialami apabila mereka menampilkan perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan gendernya (Santrock, 2007).

b. Saudara Kandung Saudara kandung juga memainkan peranan

dalam sosialisasi gender (Galambos dalam Santrock, 2007). Sebuah studi mengungkapkan bahwa dalam jangka waktu dua tahun di masa remaja awal, saudara kandung menjadi lebih menyerupai saudara kandung yang lebih tua dalam hal peran-gender dan aktivitas waktu luang (McHale dkk., dalam Santrock, 2007).

c. Kawan Sebaya Orang tua memberikan model yang pertama dalam perilaku

gender, namun tidak lama kemudian, kawan sebaya juga berespons dan memberikan model perilaku maskulin dan feminim (Rubin dkk., dalam Sntrock 2007). Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak memperlihatkan preferensi yang jelas terhadap kawan-kawan yang berjenis kelamin sama (Maccoby, dalam Santrock, 2007).

Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa gender berperan penting dalam kelompok kawan-kawan sebaya dan persahabatan (Leman, dkk dalam Santrock, 2007). Bukti yang berkaitan dengan kelompok kawan sebaya berfokus pada ukuran kelompok dan interaksi di antara kelompok sesama jenis (Maccoby, dalam Santrock, 2007).

A. Ukuran Kelompok. Sejak usia 5 tahun, dibanding perempuan, laki-laki cenderung lebih banyak berinteraksi dengan kelompok yang lebih besar. Laki-laki cenderung lebih berpartisipasi dalam permainan dan olahraga yang terorganisasi dibandingkan perempuan.

B. Interaksi dalam kelompok sesama jenis kelamin. Dibandingkan perempuan, laki-laki cenderung lebih terlibat dalam kompetisi, konflik, memperlihatkan egonya, mengambil resiko, dan menginginkan dominasi. Sebaliknya, perempuan cenderung lebih terlibat dalam “percakapan yang bersifat kolaboratif”, di mana mereka saling berbicara dan bertindak.

 

d. Sekolah dan Guru Terdapat kekuatiran bahwa sekolah dan guru-

guru memiliki bias terhadap laki-laki dan perempuan (Koch, dalam Santrock, 2007).

e. Pengaruh Media Massa Pesan mengenai peran gender yang

disampaikan melalui media massa juga berpengaruh penting terhadap perkembangan gender remaja (Comstock & Scharrer; Galambos, dalam Santrock 2007).

Perspektif Budaya Susan A. Basow pernah mengadakan penelitian

lintasbudaya tentang peranan seksual. Penelitian itu dilakukan terhadap penduduk kepulauan Fiji yang terdari dari suku-suku bangsa Melansia, India, Eropa, dan Cina. Berdasarkan penelitiannya diketahui bahwa dalam masyarakat yang perawatan dan pengasuhan anak-anak hanya semata-mata tanggung jawab wanita dan kekuatan fisik sangat menentukan dalam kehidupan perekonomian, maka perbedaan peran gender adalah paling tajam (Basow dalam Sarwono, 2006).

T.M Hartnagel dalam penelitiannya yang beskala nasional di AS (dalam Sarwono, 2006) membuktikan bahwa modernisasi mempunyai pengaruh langsung pada meningkatnya keterlibatan wanita dalam tindakan kriminal. Dalam bentuknya yang kurang ekstrim, dalam pergaulan sehari-hari, Hass telah membuktikan melalui penelitian sosil-linguistiknya di AS. Menurut penelitiannya, penggunaan kata-kata jorok pada anak perempuan tidak berbeda jauh frekuensinya daripada anak laki-laki (T.B Jay dalam Sarwono, 2006).

Bagi sebagian besar anak muda yang berasal dari etnis minoritas, khususnya para imigran, kawan sebaya yang berasal dari kelompok etnisnya sendiri penting dalam memberikan rasa persaudaraan di antara budaya mayoritas. Kelompok kawan sebaya dapat membentuk kelompok oposisi terhadap kelompok mayoritas dan memberikan dukungan yng adaptif yang dapat mengurangi perasaan terisolasi (Santrock, 2007).

Di beberapa negara, orang dewasa cenderung membatasi pergaulan remaja dengan kawan-kawan sebayanya. Sebagai contoh, di beberapa daerah di perkampungan negara India dan negara-negara Arab, peluang untuk menjalin relasi dengan kawan-kawan sebaya di masa remaja sangat dibatasi, khususnya bagi remaja perempuan (Brown & Larson dalam Santrock, 2007).

Peran gender terus mendominasi budaya di berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Sebagai contoh, dalam negara-negara di mana agama islam dominan, laki-laki diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan perempuan diwajibkan untuk merawat keluarga dan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga (Dickersheid dkk, dalam Santrock, 2007).

Perspektif Agama Ulama islam mengajarkan bahwa hubungan antara

laki-laki dan perempuan harus dilaksanakan dengan hati-hati. Ada batasan yang jelas yang harus diperhatikan. Untuk mendidik hal itu, anak secara berangsur-angsur harus dididik sesuai dengan usianya, yang meliputi (Hasan, 2006):

Usia Pemisahan (Sinn At-Tamyizz) Tahap ini berlangsung sekitar usia 7 – 10 tahun.

Pada tahap ini, kesadaran akan lawan jenis mulai terlihat. Anak-anak tidak boleh melihat bagian-bagian tertentu yang bersifat pribadi. Anak mulai dilatih untuk membersihan diri, baik untuk persiapan shalat, maupun kebersihan diri lainnya.

Usia Pubertas (Sinn Al-Murahaqah) Tahap ini terjadi sekitar 10 – 14 tahun. Pada saat ini

terjadi perubahan-perubahan fisik. Anak dilatih untuk mengendalikan hasrat seksualnya, menjaga pandangan dan menjaga auratnya agar tetap tertutup. Mereka juga harus mendapatkan penjelasan tentang apa yang halal dan apa yang haram.

Usia Pendewasaan (Sinn Al-Bulugh) Periode ini berlangsung pada usia sekitar 13 – 16

tahun. Anak-anak mulai beralih menjadi dewasa, sehingga ia mulai harus diajarkan etika tingkah laku seksual dalam persiapan menuju jenjang pernikahan. Setiap orang harus mulai mengetahui kewajiban dan hak sebagai suami istri.

Dalam islam, peran laki-laki dan perempuan diakui, perbedaan derajat mereka lebih ditentukan oleh derajat takwa yang dimiliki oleh masing-masing.

Alquran menyatakan bahwa masing-masing jenis kelamin memiliki peran sesuai dengan jenis kelaminnya (QS Al-Nisa (4):32). Setiap peran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun, setiap amal adalah penting dan memiliki nilai setara. Semua amal akan dibalas sesuai dengan perbuatannya. Hanya ketakwaanlah yang secara esensial membedakan derajat sesesorang (Hasan, 2006).