16
FILOSOFI PENEREJEMAHAN Agung Prasetyo

Filosofi Penerejemahan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Filosofi Penerejemahan

FILOSOFI PENEREJEMAHANAgung Prasetyo

Page 2: Filosofi Penerejemahan

BACKGROUNDPendekatan filosofis pada penerjemahan

bertujuan untuk mengungkap esensi tindak translasi. Filosofis modern berusaha dikenalkan oleh beberapa ahli seperti

George Steniner yang menguji teori penafsiran makna,

Ezra Pound terkait kekuatan bahasa (language energy)

Walter Benjamin tentang tugas penerjemah terkati kemurnian teks

Derrida tentang hubungan keterkaitan penerjemahan dekonstruksi (metode pembacaan teks)

Page 3: Filosofi Penerejemahan

STEINER: TEORI HERMENEUTICSteiner mendifinisikan Pendekatan Hermeneuitic

(hermeneutic approach) adalah teori penafsiran makna yaitu dengan melakukan investigasi makna untuk pemahaman teks lisan atau tulisan. Teori ini digunakan untuk mengdiaknosa proses pemahaman makna dan arti yang tepat

Steniner telah memfokuskan pada fungsi psikologi dan intelektual penerjemahan

Konsep penerjemahan bukan sebagai ilmu tetapi sebagai seni yang pasti (an exact art)

Hermeutic motion teridiri dari empat bagian yaitu (1) initiative trust; (2) aggression (or penetration); (3) incorporation (or embodiment); and (4) compensation (or restitution).

Page 4: Filosofi Penerejemahan

STEINER: TEORI HERMENEUTIC1. Initiative trust (kepercayaan inisiatif), Langkah

pertama dalam penerjemahan adalah ‘investment of belief’ yaitu yakin dan percaya bahwa ST (source text) dapat dipahami. Seperti halnya pada penerjemahan ST diasumsikan sebagai sesuatu yang nyata dan dapat diterjemahkan. Pada tahap ini tidak memperhatikan rima dan kata non komunikatif yang mungkin saja tidak terjemahkan. Tahap ini mengandung dua resiko. Kata terjemahan bisa berarti memiliki arti segalanya

(mencakup banyak arti) seperti terjemahan Alkitab pada abad pertengahan untuk dapat menyampaikan semua pesan secara keseluruhan.

Kata terjemahan bisa berarti tidak memiliki arti karena bentuk dan arti sangat berkaitan erat sehingga kata tidak diterjemahkan.

Page 5: Filosofi Penerejemahan

2. Aggression (agresi/ penetrasi), Langkah kedua, Penerjemahan mengambi makna inti (extract) dari ST. Dengan penetrasi atau menemukan makna agar dapat dipahami (dibaca) oleh pembaca target.

3. Incorporartion, bahasa sumber yang telah diambil intinya kemudian di bawa ke target laguage (TL) yang memiliki kata atau istilah dan makna sendiri. Pada tahap ini terjadi dua kutub yang berbeda antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Terdapat kemungkinan terjadi ketidaksaaman budaya bahkan membutuhkan usaha yang sangat keras untuk menerjemahkan, maka diperlukan kreatfitas untuk memproduksi bahasa target. Juga perlu diperhatikan pula terjadinya bahaya ketidakseimbangan makna.

4. Compensastion (Kompensasi), Timbal balik dari inti penerjemahan terhadap budaya target yang tidak bertentang dengan dengan ST. Bisa saja teks hilang atau ditambahkan sebagai konskekuensi transfer.

Page 6: Filosofi Penerejemahan

EZRA POUND: ENERGI BAHASAPound berusaha menemukan energi bahasa

dengan menguji, meneliti, mencermati kualitas ekpresi bahasa.

Mencermati energi bahasa melalui kejelasan rima, suara, dan bentuk terjemahan.

Pound melakukan ekperimen dan explorasi puisi untuk memberikan inspirasi pada penerjemah yang lainya dengan melihat ide pada karya sastra

Penerjemahan didiskripsikan sebagai alat dalam perjuangan budaya (Gentzler 2001: 28). Melalui kritik terjemahan dan bentuk terjemahan yang kreatif juga mempengaruhi hasilnya pada karya sastra.

Page 7: Filosofi Penerejemahan

WALTER BENJAMIN: TUGAS PENERJEMAH Penerjemahan yang sebenarnya bersifat

transparan, tidak menutup - nutupi, menampilkan bahasa yang murni agar makna tersampaikan sepenuhnya.

Terjemahan yang baik harus bisa mengekspresikan hubungan antara dua bahasa, sehingga ditemukan keseraisan dari perbedaan bahasa.

Diperlukan kreativitas dan pengembangan penerjemahan untuk berkontribusi pada dua bahasa tersebut. Pada akhirnya hasil terjemahan dapat mencapai semua aspek termasuk unsur sintak, kata, dan kalimat sebagai element utama pada penerjemahan.

Page 8: Filosofi Penerejemahan

DERRIDA: DESCONSTRUCTION Deconstuction merupakan tindakan apa yang

dilakukan terhadap bahasa, pengalaman, dan norma kemungkinan pada komunikasi manusia (Cristopher Norris)

Dekonstruksi membongkar beberapa asumsi kunci ilmu bahasa, dimulai dari divisi yang jelas yang dicetuskan oleh Saussure tentang tertanda dan penanda dan konsep yang mendefinisikan, menangkap, dan menyetabilkan makna

Derrida menyimpukan dekonstruksi adalah tindakan subjek yang membongkar suatu objek yang tersusun dari berbagai unsur yang memang layak dibongkar.

Page 9: Filosofi Penerejemahan

Terkait penerjemahan, Derrida meragukan teori Jakobson tentang pembagian 3 jenis penerjemahan yaitu interlingual, intralingual, dan intersemiotik.

Derrida menunjukkan ketidaklogisan definisi Jakobson tentang penerjemahan interlingual

Derrida beursaha untuk mengimplementasikan penerjemahan sebagai konsep dan praktek yang merefleksikan hasil teori- teori dan penerjemah untuk memproduksi sintak, leksikon, dan tipografi ke dalam bentuk bahasa Inggris (Venuti in Derrida: 2001: 174-200)

Page 10: Filosofi Penerejemahan

Strategi foreignisasi dapat dijadikan contoh dengan beberapa cara sebagai berikut: Perubahan tanda baca, menghilangkan huruf

miring, menambahkan tanda kurung, dan tanda kutip pada isitilah teknis yang penting

Menambhkan akhiran, métaphorique a menjadi metaphorrather dari metaphorics

Hilangnya presisi dalam terjemahan dari istilah linguistik dan filsafat : effet, valeur dan articulationare diberikan sebagai fenomena, dan gagasan bersama;

Perubahan urutan sintaksis dan diskursif; Kegagalan untuk menciptakan peran kata:

terjemahan lebih pada metafora

Page 11: Filosofi Penerejemahan

STUDY KASUS 1 Puisi ini disebut Beowulf (puisi epic) yang

diterjemahkan dari Anglo-saxion (bahsa Inggris kuno yang berasal dari Jerman) dan Scandinavia

mencoba untuk menerjemahkan puisi berdasarkan strategi penerjemahanya hermeouic dari Steiner

Dengan pendekatan hermonic motion dari Steiner untuk memahami arti pada karya puisi aslinya sebagai langkah pertama. Walaupun puisi ini berasal dari luar, Heaney meruba keras dan mencoba menerjemahkan.

Strategi penerjemahan juga untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan pondasi penerjemahan dengan biografi dan bahasa sebagai salah satu cara puisi Irlandia mencakupi istlah terkait sejarah yang komplek terhadap kekuasaan, koloni, resistensi, integrasi, dan antagonisme

Page 12: Filosofi Penerejemahan

DISKUSI PADA STUDI KASUS 1Pada kasus studi petama ini berusaha untuk melihat sejauh

mana pendekatan filosofis digunakan dalam praktek penerjemahan modern. Heaney menunjukan indikasi cara mencari bahasa dan mempertanyakan bhasa pada awal penerjemahan, memainkan integral dalam membangun Beowulf (puisi epic) modern.

Penerjemahan dengan sengaja menghubungkan budaya masa lalu (anglo-saxion dan scandinavian) dan budaya dan bahasa yang dibahas, Irlandia, bahasa penerjemahan mengangkat antara bahasa dulu dan sekarang, mentransfer mitos ke dalam bahasa yang umum mengkacaukan gagasan yang dulu telah ada, dengan memurnikannya dengan teori hermeunutic sebagai terdapat pendapat yang ada pada teori paska kolonial. Berdasarkan teori interpretasi berusaha untuk menjelaskan kedekatan antara praktek dam penerjemahan karya sastra modern.

Page 13: Filosofi Penerejemahan

STUDY KASUS 2 Text pada studi kasus ini merupakan short story

berjudul Nineve karya pengarang Argentina diterjemahan Hector Lebertella. Isinya merupakan cerita tentang arkeolog Britis, Henry Rawlinson. Libertella menggunakan ilustrasi, perntanyaan, dan menggali sang arkeolog dengan berusaha untuk memahami inspeksinya

Hal ini menarik untuk melihat sejauh mana pendekatan yang diadopsi oleh Derrida dan Lewis terkait teks tersebut. Tema inti cerpen ini adalah harapan dan kebohogan yang disampaikan dalam permainan kata dan kata yang membingungkan.

Page 14: Filosofi Penerejemahan

Strategi penerjemahan yang digunakan mirip dengan Lewis ‘abusive fidelity’ yaitu berusaha untuk mencipatakan energi bahasa sumber dengan experimen yang melibatkan resiko dan pertentangan dengan norma pada bahsa target.

Hal ini penting karena penerjemahan tidak bentuk kata tetapi juga pengetahui esensinya. Fokus penerjemahan harus memahami tema inti yang menentukan keseluruhan teks. Diperlukanya kreativitas dalam membentuk atau mendeskonstruksi dalam bahasa target.

Penerjemahan yang lebih diperhalus tanpa menutup – menutupi teks asli walaupun pembaca akan kaget dengan hadirnya unsur spanyol.

Penerjemahan Nieve tidak termasuk dalam penerbitkan di UK karena penerjemahanya tidak dapat dipahami oleh target pembaca.

Page 15: Filosofi Penerejemahan

CONCLUSIONSteiner mengacu pada tradisi hemeneutik German

dalam After Babel (1975) yaitu penerjemahan berdasarkan interpretasi makna terutama dalam teks sastra.

Dalam penerjemahan Ezra Pound menekankan energi bahasa terjemahan,

Walter Menjamin tugas penerjemah harus singkat dan indah terkait kemurnian bahasa melalui penerjemahan literal. Sedangkan deskonstruksi

Derrida kepastian yang dipegangan penerjemahan termasuk pertentengan antara bahasa sumber dan bahasa target sebagai stabilitas simbol linguistik.

Semua teori ini tentang prinsip penerjemahan dan meningkatan kajian penerjemahan.

Page 16: Filosofi Penerejemahan