26
KELOMPOK : … Sesi No : 4 (Empat) HARI KE : 3 (Tiga) WAKTU : ……. (95 menit) Sesi : Alur Pra, Pasca Pelaksanaan Pemilukada, dan Form Pemantauan Dana Politik Tujuan Sesi : 1. Peserta paham tahapan dalam pemantauan dana parpol 2. Peserta mampu mengidentifikasi sumber dana politik 3. Peserta memahami dan terampil mengisi form pemantauan pelanggaran Pemilu LANGKAH-LANGKAH FASILITASI WAKTU METODE BAHAN 1. Fasilitator membuka sesi 2. Fasilitator Mereview Materi Sebelumnya 3. Fasilitator mengantar dan menjelaskantujuan materi yang akan dibawakan sesi 4 4. Fasilitator membagi peserta 10 Menit Ceramah Ceramah Disko dan pleno (disiapkan lembar kerja) laptop, Infocus,

4. pemantauan dan pemilu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 4. pemantauan dan pemilu

KELOMPOK : … Sesi No : 4

(Empat)

HARI KE : 3 (Tiga) WAKTU : …….

(95 menit)

Sesi : Alur Pra, Pasca Pelaksanaan Pemilukada, dan Form Pemantauan Dana

Politik

Tujuan Sesi :

1. Peserta paham tahapan dalam pemantauan dana parpol

2. Peserta mampu mengidentifikasi sumber dana politik

3. Peserta memahami dan terampil mengisi form pemantauan pelanggaran Pemilu

LANGKAH-LANGKAH FASILITASI WAKTU METODE BAHAN

1. Fasilitator membuka sesi

2. Fasilitator Mereview Materi

Sebelumnya

3. Fasilitator mengantar dan

menjelaskantujuan materi yang akan

dibawakan sesi 4

4. Fasilitator membagi peserta dalam 2

(dua) Kelompok dan mengarahkan

peserta berdiskusi tentang dua hal :

Tahapan dan bentuk-bentuk

pelanggaran pelaksanaan pemilu

Identifikasi Dana Politik

(Perorangan, Kelompok atau

Perusahaan)

10

Menit

20

Menit

Ceramah

Ceramah

Disko dan pleno

(disiapkan

lembar kerja)

laptop,

Infocus,

Page 2: 4. pemantauan dan pemilu

5. Fasilitator melanjutkan dengan pleno

hasil diskusi kelompok untuk

penajaman sesi

Presentasi dan Tanya Jawab

6. Fasilitator menjelaskan tentang poin-

poin penting yang berkaitan dengan

Alur Pra dan Pasca Pelaksanaan

Pemilukada(dikaitkan dengan aturan)

7. Fasilitator mengantar proses

pemantauan Pemilukada dalam

bentuk Form pemantauan dan

melakukan tatacara pengisian form

8. Fasilitator memberikan penegasan

dan kesimpulan sesi

9. Fasilitator menutup sesi

40

Menit

10

Menit

10

Menit

5 Menit

Presentasi

Presentasi

dengan power

point (bahan

disiapkan

fasilitator)

Presentasi

Bahan Form

sudah di siapkan

dalam bentuk

power point

Ceramah

Page 3: 4. pemantauan dan pemilu

HAND OUT

Peningkatan Kapasitas Jaringan Pemantau Dalam Mendorong Kemampuan dan

Kualitas Pemantauan Independen Pada Pemilihan Walikota Makassar 2013 dan

Pemilu Legislatif 2014

SESI Tentang : Pemantauan Dana Pemilu

TOPIK Alur Pra dan Pasca Pelaksanaan Pemilukada, Dasar Hukum, Form- Form

Pemantauan Dana Politik

Page 4: 4. pemantauan dan pemilu

I. Urgensi Pemantauan Pemilukada (Pra-Tahapan)

Berdasarkan perkembangan hukum dan politik untuk mewujudkan penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang lebih efektif dan akuntabel sesuai dengan aspirasi

masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu dilakukan secara

lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Salah satu prinsip yang harus dianut dalam proses pemilukada yakni langsung. Hal ini

tidak hanya bermakna keterlibatan masyarakat secara langsung memberikan suaranya

pada saat pemberian suara pada hari pemungutan suara1, tetapi adalah keterlibatan

masyarakat secara langsung dalam setiap tahapan pemilukada semata-mata untuk

menjamin pelaksanaan pemilukada sesuai prinsip-prinsip pemilu (luber dan jurdil).

Secara hirarki perundang-undangan, konstitusi (UUD) memberikan jaminan persamaan

hak bagi masyarakat untuk turut serta dalam pemerintahan (pasal 28D ayat 3 UUD

1945). Keterlibatan ini tidak hanya dalam pengertian ikut mencalonkan diri dalam

pemilukada, tetapi juga ikut memantau pelaksanaan pemilu itu sendiri sebagai bagian

keikutsertaan masyarakat dalam proses pergantian kekuasaan pemerintahan di daerah

Patron-Client

Patronase merupakan hubungan sosial yang menempatkan individu-individu dalam

hubungan timbal balik yang tidak setara. Salah satu pihak menjadi pemilik sumber daya

(majikan), dan pihak lain menjadi anak buah yang tergantung hidupnya pada sumber

daya milik majikan. Hubungan patronase melibatkan pihak-pihak yang memberikan

sumber dayanya (patron) kepada klien yang tergantung hidupnya pada sang patron.

Pada prakteknya, hubungan patronase merupakan strategi yang efektif untuk

memobilisasi massa pemilih.

Sebagai contoh, pada saat pemilukada di Jawa Timur 2008 lalu partai-partai besar tidak

segan menggandeng beberapa kyai yang berpengaruh untuk mendongkrak perolehan

suara. Hubungan antara kyai sebagai pemilik pesantren dapat dikategorikan sebagai

patron dengan santri-santri sebagai kliennya. Permasalahan timbul ketika kyai-kyai

tersebut menginstruksikan santrinya untuk memilih calon tertentu, atau dengan kata lain

1 Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan (pasal 24 ayat 5 UU 32/2004)

Page 5: 4. pemantauan dan pemilu

memanfaatkan posisinya sebagai patron untuk memberikan referensi politik kepada

kliennya. Hal yang sama juga terjadi di Banten ketika jawara-jawara yang memiliki

ribuan anak buah dimobilisasi untuk memberikan dukungan kepada salah satu calon

gubernur.

Dewasa ini, praktek –praktek yang menggunakan ketokohan agama, jabatan, dan

lainnya masih kerap terjadi yang melanggengkan patronase proses pemilukada serta

kepemimpinan local terpilih.

State Capture

State Capture adalah korupsi yang terjadi ketika elit yang berkuasa dan atau

pengusaha besar memanipulasi pembentukan kebijakan dan aturan (termasuk undang-

undang dan peraturan ekonomi) untuk keuntungan mereka sendiri.

Pemerintah dalam arti luas yang melibatkan eksekutif, legislatif, judikatif dan sampai

batas tertentu didukung oleh sebagian media massa, lewat kolusi dengan korporasi-

korporasi besar dalam pembelian berbagai keputusan politik dan pembuatan undang-

undang oleh sektor bisnis dan penyalahgunaan wewenang dalam mendatangkan

keuntungan-keuntungan ekonomi. Dengan kata lain, sebuah korporasi atau gabungan

korporasi asing lewat pemerintah yang sedang berkuasa mampu membeli perundang-

undangan, mendiktekan kontrak karya di bidang pertambangan, dan bidang-bidang

lainnya seperti perbankan, pertanian, kehutanan, pendidikan, kesehatan, pengadaan air

dan lain sebagainya. Akibatnya pemerintah itu sendiri hanya menjadi sekedar

kepanjangan tangan kepentingan korporasi-korporasi besar. misalnya, perusahaan

milik negara dijual dengan harga rendah untuk para politisi, atau undang-undang baru

yang dirancang dalam cara mendukung pelaku ekonomi di sektor tertentu. Di

Indonesia, khususnya kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, merupakan salah

satu contoh fenomena dari "state capture corruption".Yang mana kebijakan korban

Lumpur lapindo yang alokasi di bebankan melalui anggaran negara dan daerah. Contoh

lain, Kasus pembahasan RUU Tembakau, pelelangan aset daerah misal tanah,

bangunan, infrastruktur negara, ilegal loging mobil dinas pejabat dengan harga

minimalis dibeli oleh kroni elit, yang kemudian pemerintah melakukan pengadaan baru

Page 6: 4. pemantauan dan pemilu

atau pegadaan secara besar –besaran yang menggunakan uang rakyat.

Rent Seeking

Dalam ekonomi, Rent Seeking terjadi ketika individu, organisasi atau perusahaan

berusaha memperoleh keuntungan dengan menggunakan rente ekonomi melalui

manipulasi atau eksploitasi lingkungan ekonomi maupun politik, yang melebihi

keuntungan transaksi ekonomi dan produksi yang biasa untuk meningkatkan

kesejahteraannya. Arti sederhana: terminologi rent seeking dalam institusi negara

merujuk pada perilaku pejabat publik dalam memutuskan alokasi dan pegelolaan

anggaran publik (APBN-APBD), atau kebijakan yang ditujukan untuk publik dengan

motivasi mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompok yang berimplikasi merugikan

kepentingan publik, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, misalkan

pengusaha pengempalang pajak, alokasi anggaran publik pada wiliyah eksploitasi

sumber daya alam, subsidi anggaran publik untuk mempelancar produksi eksploitasi

lingkungan, rantai panjang distribusi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Akankah

dana politik haram dan ilegal dibiarkan bergentangan dan digunakan oleh para calon

dan kompetisi pemilikada?.

UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah pada Paragraf Keenam pasal 113-114

memberikan hak kepada masyarakat untuk dapat turut serta dalam pemantauan

pemilukada sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Ruang ini harus dimanfaatkan

semaksimal mungkin untuk menjamin pelaksanaan pemilukada yang transparan dan

akuntabel.

Desentralisasi demokrasi melalui pemilukada tetap harus dipantau untuk menjamin

terselenggaranya peralihan kekuasaan di daerah secara damai, fair dan kompetitif.

Pemantauan ini penting untuk menjamin sajauhmana proses politik di tingkat lokal

bekerja secara normal. Tidak hanya pada tahapan pemilukada saja, tetapi juga harus

melihat proses tersebut jauh sebelum tahapan pemilukada dimulai.

Dalam beberapa kasus yang terjadi di daerah, misalnya di provinsi Banten.

Berdasarkan hasil pemantauan ICW pada tahun 2011 pemerintah daerah provinsi

Banten mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 340 milyar untuk hibah dan Rp. 51

milyar untuk program bantuan sosial (bansos). Hibah disalurkan kepada 221 organisasi

Page 7: 4. pemantauan dan pemilu

dan forum yang dibentuk masyarakat maupun instansi negara. sedangkan bansos

disebarkan kepada 160 lembaga.Dalam tiga tahun terakhir, perkembangan alokasi

dana hibah dan bansos Provinsi Banten terus mengalami peningkatan. Kenaikannya

sangat fantastis. Pada tahun 2009, total dana hibah dan bantuan sosial sebesar Rp. 74

milyar. Tapi pada 2011 atau menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) provinsi

meningkat menjadi Rp. 391 milyar2.

Dari penelusuran dana hibah dan bansos tersebut terindikasi merupakan bentuk

“investasi politik” kepala daerah yang menguntungkan kroninya serta menarik

dukungan publik pada pemilukada berikutnya. Hal tersebut terungkap dari penerima

dana tersebut mengalir kepada lembaga yang dipimpin oleh keluarga atau yang

memiliki afiliasi politik kepada gubernur. Selain itu juga terungkap bahwa banyak

penerima dana hibah yang fiktif dan tidak jelas.3 Realitas ini sangat mungkin terjadi di

daerah lain di Indonesia, maka penting bagi masyarakat untuk memantau sejauhmana

dana hibah dan bansos tersebut digunakan untuk kepentingan calon tertentu dalam

pemilukada.

Dalam tahapan penyelenggaraan pemilukada juga kerap terungkap praktek-praktek

pelanggaran terhadap aturan penyelenggaraan pemilukada. Hal ini dilakukan oleh

pribadi atau kelompok tertentu yang tidak terdaftar dalam tim kampanye resmi yang

dilaporkan kepada KPUD. Tim kampanye “tidak resmi” ini melakukan kegiatan yang

menguntungkan pasangan calon tertentu dengan cara-cara yang melanggar aturan

penyelenggaraan pemilukada. Misalnya melakukan black campaign, politik uang,

hingga intimidasi kepada pemilih.

Praktek semacam ini tentu tidak hanya mengganggu penyelenggaraan pemilukada

yang demokratis, tetapi juga akan berimplikasi pada keterpilihan kepala daerah yang

tidak diharapkan publik karena dipastikan tidak akan memberikan perubahan apapun

bagi kehidupan masyarakat di daerah. Kepala daerah yang terpilih melalui cara-cara

yang “diharamkan” tentu hanya akan bekerja untuk kepentingan kroni dan

kelompoknya.

2 Press Release ICW pada 29 September 20113 Ibid

Page 8: 4. pemantauan dan pemilu

Praktek – praktek diatas, menjadi penting untuk melakukan terobosan orientasi

pemantauan terkait pergerakan dana politik dalam pemilukada. Artinya orientasi

pemantauan tidak hanya dilakukan pada saat tahapan pemilukada, akan tetapi

menjadi sangat penting orientasi pemantauan lebih jauh difokuskan sebelum tahapan

pelaksanaan pemilukada, yakni minimal 1 (satu) tahun sebelum pelaksaksanaan

pemilukada dilakukan. Disinilah titik urgensi pemantauan dana politik sebagai upaya

mendorong proses dan hasil demokratisasi lokal yang berintegritas dan akuntabel.

Mengapa? Ditengarai bahwa gerak kerja mesin dana politik dan lainnya. untuk

mobilisasi pemenangan oleh para calon khususnya incumbent telah terjadi atau

diskenario (money politic, abuse of power, dana politik ilegal)) sebelum diumumkan

tahapan pemilukada oleh penyelenggara pemilukada. Praktek – praktek ini

(mempertahankan kekuasaan dan merebut kekuasaan) oleh para pakar dan pegiat anti

korupsi menyebut dengan istilah Pork Barrel, Patron Client, State Capture, dan Rent

Seeking

II. Dana Politik

a. Uang dan politik4

Politik dan uang merupakan pasangan yang sangat sulit untuk dipisahkan. Aktivitas

politik memerlukan uang (sumber daya) yang tidak sedikit, terlebih dalam

kampanye pemilu. Terdapat empat faktor dalam kampanye pemilu, yaitu kandidat,

program kerja dan isu, organisasi kampanye (mesin politik) dan sumber daya

(uang). Akan tetapi uang merupakan faktor yang sangat berpengaruh; tanpa uang

maka ketiga faktor lainnya menjadi sia-sia. Seorang pakar politik mengatakan:

“Money is not sufficient, but it is necessary for successful campaign. Money is necessary because campaigns do have impact on election results and campaign cannot be run without it” (Uang saja tidak cukup, tapi uang sangat berarti bagi keberhasilan kampanye. Uang menjadi penting karena kampanye memiliki pengaruh pada hasil pemilu dan kampanye tidak akan berjalan tanpa ada uang). (Jacobson 1980,33).

Uang adalah sumber utama bagi kekuatan politik dalam memenangkan kekuasaan

4 Modul Pelatihan “Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Partai Politik, TI Indonesia, Jakarta, 2009

Page 9: 4. pemantauan dan pemilu

atau tetap mempertahankan kekuasaan. Uang dalam politik merupakan hal yang

instrumental dan signifikansinya terletak pada bagaimana ia digunakan untuk

memperoleh pengaruh politik dan digunakan untuk mendapatkan kekuasaan.

Karena uang tidak terdistribusi dengan merata, akibatnya kekuasaan juga tidak

terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Pertanyaan penting yang harus

diajukan adalah “bagaimana dan dari siapa politisi atau partai memperoleh dana

serta bagaimana membelanjakan dana kampanyenya” 5.

Karakteristik uang memberikan kemudahan; uang dapat diubah ke berbagai

macam sumber daya dan sebaliknya, berbagai macam sumber daya dapat diubah

ke dalam uang. Uang juga dapat membeli barang, keahlian dan layanan, demikian

sebaliknya, barang-barang, layanan, dan keahlian dapat dinilai dengan sejumlah

uang. Uang memperkuat pengaruh politik bagi mereka yang memilikinya atau

mereka yang memiliki wewenang untuk mendistribusikannya.6

b. Dana Parpol dan Dana Politik7

Pada prinsipnya, persoalan keuangan selalu dapat dibedakan atas dua sisi, yaitu

penerimaan yang mencakup semua sumber pendapatan dan belanja yang

mencakup semua jenis atau pos pengeluaran. Dalam konteks pendanaan politik,

karakteristik belanja atau pengeluaran sangat ditentukan oleh karakteristik tujuan

pembelanjaan, sedangkan tujuan belanja ditentukan oleh karakteristis sistem

politik.

Di sisi belanja, dana politik biasanya dapat dibagi menjadi dua karakteristik besar,

yaitu; pengeluaran untuk membiayai aktivitas rutin partai politik (political party

finance) dan pengeluaran kampanye (campaign finance). Kedua jenis

pembelanjaan ini biasanya ditentukan oleh sistem pemilu.

Untuk sistem proporsional (party base), di mana pemilih memilih tanda gambar

partai, kecenderungan akitivitas pembiayaan terfokus pada pembiayaan partai. Ini

5 Karl-Heinz Nassmacher, Foundation for Democracy, Nomos Verlagsgesellschaft, Baden-Baden, 2001, p. 9.6 Ibid, p.9.7 Modul Pelatihan “Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Partai Politik, TI Indonesia, Jakarta, 2009

Page 10: 4. pemantauan dan pemilu

karena partai yang paling berperan atau yang akan dijual kepada pemilih. Partai

sebagai organisasi kemudian bekerja keras memenangkan suara pemilih.

Untuk sistem majoritarian (candidate base), di mana pemilih memilih kandidat,

pembiayaan lebih terfokus pada kampanye untuk masing-masing kandidat yang

dilakukan oleh kandidat sendiri atau pihak ketiga yang ditunjuk melakukan

kampanye untuk kandidat.

Pada prakteknya, khusus untuk penggunaan dana politik oleh partai politik, dana

kampanye dan dana partai biasanya terpisah dan juga dibukukan di dalam

rekening yang terpisah (Djani, Badoh (2006:15)).

Definisi atau pengertian dari dana partai atau dana kampanye sebagai dana politik,

sebenarnya dipengaruhi oleh budaya politik dan sistem politik di masing-masing

negara. Budaya politik di Amerika Utara misalnya yang terlihat lebih berorientasi

pada kandidat cenderung lebih dominan pada aktifitas kampanye kandidat

(candidate-oriented) ketimbang pada organisasi (organization-oriented) atau

orientasi partai (party-oriented).

Di negara-negara Eropa Barat, istilah dana politik seringkali digunakan sebagai

kata lain dari pendanaan partai (party financing), yang digunakan untuk membiayai

aktivitas rutin internal dari partai selama masa pemilu. Di Eropa, kampanye lebih

didominasi oleh partai, sedangkan di Amerika, terutama Amerika Utara, oleh

kandidat (Nassmacher, 2001: 11).

Sistem parlemen memberikan penekanan pada pembiayaan partai politik karena

partai memiliki peran sangat besar dalam menentukan jatuh bangunnya

pemerintahan. Partai-partai yang berkuasa di parlemen dapat berkoalisi untuk

membentuk suatu pemerintahan dan menarik dukungan sehingga menyebabkan

suatu pemerintahan jatuh dan pemilu harus diselenggarakan. Pada sistem

presidensil dimana presiden memiliki suatu jangka waktu berkuasa atau “fix term”

banyak memberikan peran bagi kandidat untuk berusaha menjaga kewibawaan

pemerintahannya sehingga dapat terpilih kembali ataupun meningkatkan dukungan

public terhadap partai pendukung. Oleh karena itu, Sistem parlemen memberi

tekanan pada pembiayaan partai politik (political party finance).

Page 11: 4. pemantauan dan pemilu

Sistem

Pemilu

Kecenderung

an

Belanja Dana Politik Praktek

Indonesia

Representasi

Proporsional

(proportional)

Partai

(Party based)

Rutin Partai

Kampanye

Partai

Pendanaan

Partai (Party –

Financing)

Pemilu Legislatif

Mayoritas –

Distrik

(Majoritarian)

Kandidat

(Candidate

based)

Kampanye

Kandidat

Pendanaan

Kampanye

(Campaign

Financing)

Pemilu Legislatif

dan Pemilu

Presiden-Wakil

Presiden,

Pemilukada

Keuangan Partai Politik diatur dalam UU no. 2 tahun 2008 jo UU no. 2 tahun 2011

tentang Partai Politik, dimana hal hal yang mengatur tentang Keuangan Partai

Politik tercantum dalam bab XV: pasal 34 sampai dengan pasal 39.

Pasal 34 dan 35 UU no.2 tahun 2008 merupakan pasal yang mengatur tentang

sumber dana keuangan Partai Politik, sementara Pasal 36 dan 37 mengatur

tentang peruntukan dari sumber penerimaan tersebut serta

pertanggungjawabannya dan pasal 38 mengatur tentang hak

masyarakat/pemilih/konstituen untuk mengetahui kinerja dan pertanggungjawaban

keuangan dari partai politik.

Keuangan Partai Politik bersumber dari:

a. Iuran anggota

b. Sumbangan yang sah menurut hukum dan

c. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.

Aturan sumber pendanaan partai politik saat ini menimbulkan beberapa tanggapan

yaitu:

Sumbangan kandidat yang besar akan tetap berada di luar koridor laporan

keuangan partai politik dan menjadi permainan elit politik

Parpol melalui elit politik akan memainkan peran penting dalam politik uang

Page 12: 4. pemantauan dan pemilu

dalam upaya memenangkan suara dan dukungan dalam pemilukada

Dalam hal penerimaan dana yang dilarang, tidak diatur tentang larangan

menerima dana yang berasal dari kejahatan/korupsi.

Tidak ada larangan tentang penerimaan dana dari departemen atau instansi

pemerintah (selain subsidi yang diatur dalam Undang Undang).

Tidak adanya pengaturan tentang larangan penerimaan dana yang berasal dari

kejahatan/korupsi mempunyai dampak bahwa kas parpol dapat menjadi tempat

pencucian uang. Dan jika merujuk kepada pasal 35 ayat 1 UU no.2 tahun 2008,

tentang tidak ada batasan besaran penerimaan sumbangan yang berasal dari

anggota parpol, maka bisa dimungkinkan jika sumber kelangsungan dan kegiatan

partai politik akan didominasi dan berasal dari hasil kontrak politik elit parpol.

III. Dana Kampanye

IV.

Transparansi dan akuntabilitas dana kampanye harus ditegakkan, yakni dengan

memantau pemasukan dan pengeluaran dana kampanye para peserta pemilu.

Berangkat dari pengalaman pemilu 2004, ada beberapa alasan mengapa

transparansi dan akuntabilitas dana kampanye sangat diragukan, yakni8:

o Banyak ditemukannya daftar penyumbang fiktif.

o Peserta pemilu tidak jujur dalam melaporkan dana kampanyenya.

o Audit laporan dana kampanye menggunakan metoda agread upon procedures,

bukan audit investigatif.

o Pengungkapan aliran dana illegal yang diterima oleh peserta pemilu sangat

terbatas.

o Tidak ada tindak-lanjut atas temuan pelanggaran dana kampanye.

o Publik kesulitan dalam mengakses laporan dana kampanye peserta pemilu.

Oleh karena itu, kegiatan pemantauan terhadap dana kampanye peserta pemilu

tidak lain bertujuan untuk meminimalkan praktek korupsi pada level politik dengan

cara mensyaratkan transparansi dan pertanggung-gugatan peserta pemilu dalam

8 Modul Pengawasan, Isu Khusus Dana Kampanye, Badan Pengawas Pemilu – Indonesia Corruption Watch, Jakarta, 2009

Page 13: 4. pemantauan dan pemilu

laporan pembelanjaan dana kampanye mereka.

Pada level yang lebih mikro, pemantauan dana kampanye oleh publik dimaksudkan

untuk9:

1. Membuat perangkat pengawasan dana kampanye yang dapat diakses dan

diterapkan oleh siapapun.

2. Membangun suatu jaringan masyarakat untuk melakukan pemantauan dalam

rangka meningkatkan kepatuhan peserta pemilu dalam melaksanakan aturan

dana kampanye.

3. Melakukan verifikasi faktual atas kebenaran laporan daftar penyumbang dana

kampanye peserta pemilu.

4. Melaporkan setiap temuan pelanggaran aturan dana kampanye kepada pihak

terkait.

5. Membangun kerjasama pemantauan dana kampanye dengan media massa.

Merujuk kepada konstitusi UUD45, penyelenggaraan pemilu terbagi kedalam 3

(tiga) bentuk pemilu yaitu:

1. Pemilu presiden dan wakil presiden (pasal 6 A ayat 1),

2. Pemilu DPR, DPD dan DPRD (pasal 19 ayat (1), pasal 22C ayat (1), dan pasal

22E ayat (2), dan

3. Pemilu kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) (pasal 18 ayat 4).

Secara Undang Undang, pengaturan pemilihan umum ke 3 (tiga) posisi diatas

diatur masing masing dalam Undang Undang yang berbeda yang mengatur pula

tentang penerimaan dana kampanye, yaitu sebagai berikut:

Kategori UU no. 42 tahun

2008 tentang

UU 10 tahun 2008

tentang Pemilihan

UU no. 32 tahun

2004 jo UU no. 12 9 Ibid

Page 14: 4. pemantauan dan pemilu

Pasal Pasal 94 – pasal

103

Pasal 129 – pasal 140 Pasal 75 - pasal 85

Sumber

Dana

a. Pasangan calon

yang

bersangkutan

b. Partai Politik/atau

gabungan partai

politik yang

mengusulkan

calon

c. Pihak lain

a. Partai Politik

b. Calon anggota

DPR,DPRD provinsi,

dan DPRD

kabupaten/kota dari

partai politik yang

bersangkutan;

c. Sumbangan yang

sah menurut hukum

dari pihak lain

a. Pasangan Calon

b. Partai politik/atau

gabungan partai

politik yang

mengusulkan

c. Sumbangan

sumbangan pihak

lain

Besaran

Sumbangan

Perseorangan:

tidak lebih dari

Rp.1.000.000.000

,00 (satu miliar

rupiah)

Kelompok,

Perusahaan,

Badan Usaha non

Pemerintah: tidak

lebih dari

Rp.5.000.000.000

,00 (lima miliar

rupiah)

DPR dan DPRD:

o Perseorangan:

tidak lebih dari

Rp.1.000.000.000,

00 (satu miliar

rupiah)

o Pihak lain

berkelompok:

tidak lebih dari

Rp.5.000.000,00

(lima miliar rupiah)

DPD:

o Perseorangan:

tidak lebih dari

Perseorangan:

tidak lebih dari

Rp.50.000.000,00

(lima puluh juta

rupiah)

Badan Hukum

Swasta: tidak

lebih dari

Rp.350.000.000,0

0 (tiga ratus lima

puluh juta rupiah)

10UU no. 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden11UU 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD12UU no. 32 tahun 2004 jo UU no. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah

Page 15: 4. pemantauan dan pemilu

Rp.250.000.00,00

(dua ratus lima

puluh juta rupiah)

o Pihak lain

berkelompok:

tidak lebih dari

Rp.500.000.000,0

0 (lima ratus juta

rupiah)

Sumbangan

Yang

Dilarang

a. Pihak asing

b. Penyumbang

yang tidak benar

atau tidak jelas

identitasnya

c. Hasil tindak

pidana dan

bertujuan

menyembunyika

n atau

menyamarkan

tindak pidana.

d. Pemerintah,

Pemerintah

Daerah atau

Badan Usaha

Milik Negara,

Badan Usaha

Milik Daerah,

atau

e. Pemerintah

Desa atau

a. Pihak asing

b. Penyumbang yang

tidak jelas

identitasnya

c. Pemerintah,

Pemerintah Daerah

atau Badan Usaha

Milik Negara, Badan

Usaha Milik Daerah,

atau

d. Pemerintah Desa

atau sebutan lain

dan Badan Usaha

Milik Desa

a. Negara asing,

lembaga

swasta asing,

lembaga

swada

masyarakat

asing dan

warga negara

asing

b. Penyumbang

atau pemberi

bantuan yang

tidak jelas

identitasnya

c. Pemerintah,

BUMN dan

BUMD

Page 16: 4. pemantauan dan pemilu

sebutan lain dan

Badan Usaha

Milik Desa

Peraturan Perundangan memang telah secara eksplisit mengatur tentang dana

kampanye pemilukada, namun dalam praktek, pelanggaran tetap kerap terjadi dan

hanya dapat terjerat sanksi pidana umum dan administrative dan atau pembatalan

pasangan calon.

Singkatnya batas waktu pembuktian pelanggaran kampanye, juga ditengarai

sebagai salah satu factor penghambat dalam penelurusan korupsi pemilukada

yang ada.

V. Urgensi Peran Serta Masyarakat Dalam Pemantauan Pemilukada

Pemilukada merupakan proses untuk melibatkan masyarakat dalam proses

pergantian (suksesi) kepala daerah/wakil kepala daerah. Salah satu prinsip yang

harus dianut dalam proses pemilukada yakni langsung. Hal ini tidak hanya

bermakna keterlibatan masyarakat secara langsung memberikan suaranya pada

saat pemberian suara pada hari pemungutan suara13, tetapi adalah keterlibatan

masyarakat secara langsung dalam setiap tahapan pemilukada semata-mata untuk

menjamin pelaksanaan pemilukada sesuai prinsip-prinsip pemilu (luber dan jurdil).

Secara hirarki perundang-undangan, konstitusi (UUD) memberikan jaminan

persamaan hak bagi masyarakat untuk turut serta dalam pemerintahan (pasal 28D

ayat 3 UUD 1945). Keterlibatan ini tidak hanya dalam pengertian ikut mencalonkan

diri dalam pemilukada, tetapi juga ikut memantau pelaksanaan pemilu itu sendiri

sebagai bagian keikutsertaan masyarakat dalam proses pergantian kekuasaan

pemerintahan di daerah.

UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah pada Paragraf Keenam pasal 113-114

memberikan hak kepada masyarakat untuk dapat turut serta dalam pemantauan

pemilukada sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Ruang ini harus

dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menjamin pelaksanaan pemilukada yang

13 Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan (pasal 24 ayat 5 UU 32/2004)

Page 17: 4. pemantauan dan pemilu

transparan dan akuntabel.

Paragraf Keenam

Pemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 113

1) Pemantauan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dilakukan

oleh pemantau pemilihan yang meliputi lembaga swadaya masyarakat, dan

badan hukum dalam negeri

2) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi

persyaratan yang meliputi:

a. bersifat independen; dan

b. mempunyai sumber dana yang jelas.

3) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus

mendaftarkan, dan memperoleh akreditasi dari KPUD.

Pasal 114

1) Pemantau pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada

KPUD paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan kepala daerah dan wakil

kepala daerah terpilih.

2) Pemantau pemilihan wajib mematuhi segala peraturan perundangundangan.

3) Pemantau pemilihan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 113 dicabut haknya sebagai pemantau pemilihan dan/atau dikenai

sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

4) Tata cara untuk menjadi pemantau pemilihan dan pemantauan pemilihan serta

pencabutan hak sebagai pemantau diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan perkembangan hukum dan politik untuk mewujudkan

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif dan akuntabel sesuai

dengan aspirasi masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

perlu dilakukan secara lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Page 18: 4. pemantauan dan pemilu

Tabel : Contoh Bentuk Peran Serta Masyarakat Dalam Pemilukada

Peran Serta Masyarakat Dalam Pemantauan Dana Kampanye

Dana kampanye menjadi salah satu item yang membutuhkan pengawasan serius

baik dari penyelenggara pemilukada maupun masyarakat. Pendanaan kampanye

seringkali menjadi pintu masuk terjadinya politik traksaksional (money politic)

hingga penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Oleh karena itu, dana

Proses/Tahapan Pasal Substansi

Syarat calon kepala

daerah

Pasal 58 huruf h UU

32/2004 jo 12/2008

Mengenal daerahnya dan dikenal

oleh masyarakat di daerahnya

Penetapan pasangan

calon oleh parpol atau

gabungan parpol

Pasal 4 UU 32/2004

jo 12/2008

Dalam proses penetapan

pasangan calon, partai politik atau

gabungan partai politik

memperhatikan pendapat dan

tanggapan masyarakat

Penetapan pasangan

calon perseorangan oleh

KPUD

Pasal 4a UU

32/2004 jo 12/2008

Dalam proses penetapan

pasangan calon perseorangan,

KPU provinsi dan/atau KPU

kabupaten/kota memperhatikan

pendapat dan tanggapan

masyarakat

Seleksi administrasi Pasal 60 ayat 1 UU

32/2004 jo 12/2008

Pasangan calon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1)

diteliti persyaratan

administrasinya

dengan melakukan klarifikasi

kepada instansi pemerintah yang

berwenang dan menerima

masukan dari masyarakat

terhadap persyaratan pasangan

calon.

Page 19: 4. pemantauan dan pemilu

kampanye menjadi bagian dari informasi yang harus dibuka ke publik dan menjadi

bagian dari informasi publik.

Keterbukaan dana kampanye dibagi atas 2 hal;

a. Keterbukaan pemasukan (sumber) dana kampanye, dan

b. Keterbukaan Penggunaan Dana Kampanye.

Keterbukaan (transparansi) merupakan salah satu asas penyelenggaraan pemilu

yang tercantum dalam pasal 2 huruf (g) UU No. 22/2007 tentang Penyelenggara

Pemilu. Hal ini penting untuk dilakukan untuk menghindari terjadinya manipulasi

sumber pendanaan yang berasal dari hasil yang tidak sah maupun manipulasi

dalam penggunaan dana kampanye. Praktek pencucian uang (money laundering)

sangat rentan terjadi dalam penyelenggaraan pemilukada jika pendanaan

kampanye tidak akuntabel dan transparan.

Secara hukum, setiap pasangan calon kepala daerah wajib menyampaikan laporan

sumbangan dana kampanye kepada KPUD sehari sebelum masa kampanye dan

sesudah masa kampanye berakhir. KPUD wajib mengumumkan melalui media

massa laporan dana sumbangan dana kampanye satu hari setelah menerima

laporan dari pasangan calon. Untuk penggunaan dana kampanye, laporan wajib

dilaporkan kepada KPUD paling lambat 3 hari setelah pemungutan suara. Laporan

tersebut oleh KPUD wajib dipelihara dan terbuka untuk umum setelah melalui audit

oleh akuntan publik.

Keterbukaan informasi merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan

akuntabiltas dan tranparansi penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good

governance). UUD 1945 memberikan jaminan bahwa setiap orang berhak untuk

berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan

lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala

jenis saluran yang tersedia14.

Page 20: 4. pemantauan dan pemilu

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) memberikan

jaminan dan akses yang cukup luas untuk memperoleh informasi publik yang

dibutuhkan. Dalam konteks transparansi pendanaan kampanye pemilukada

terdapat 2 hal yang dikategorikan sebagai bagian dari informasi publik yaitu;

1. Laporan pendanaan kampanye oleh pasangan calon kepala daerah dari partai

politik atau gabungan partai politik, termasuk calon perseorangan.

2. Laporan pendanaan kampanye yang disampaikan oleh pasangan calon kepala

daerah yang diusul baik oleh partai politik atau gabungan partai politik maupun

calon perseorangan kepada KPUD.

Partai politik dan KPUD dikategorikan sebagai badan atau institusi publik yang

wajib menyediakan informasi publik sesuai ketentuan UU KIP. Laporan pendanaan

kampanye bukanlah bagian dari informasi yang dikecualikan, karena berdasarkan

pasal 17 huruf (j) UU KIP menyatakan bahwa salah satu informasi yang

dikecualikan adalah informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-

undang. Laporan pendanaan kampanye berdasarkan pasal 83 ayat (7) dan pasal

84 ayat (6) UU 32/2004 menjelaskan secara rinci dan rigid bahwa laporan

sumbangan (pendapatan) kampanye dan laporan dana kampanye yang dilaporkan

kepada KPUD adalah informasi yang terbuka untuk umum.

Pork Barrel

Ketika perbudakan masih berlaku di Amerika Serikat, tuan-tuan pemilik kadangkala

memberikan se-barrel (gentong) daging babi (pork) sebagai hadiah untuk

diperebutkan kepada budak-budak mereka agar tetap setia. Praktek pork barrel

tidak dikenal lagi seiring dihapuskanya perbudakan di AS, namun menjelma

menjadi bentuk lain, yakni ketika konstituen diberikan imbalan oleh anggota senat

melalui dana-dana proyek di daerah pemilihannya. Pemberian imbalan ini sebagai

14 Pasal 28F UUD 1945

Page 21: 4. pemantauan dan pemilu

bentuk balas budi atas dukungan politik yang diberikan pemilihnya melalui suara

(vote) dan kontribusi kampanye lainya. Praktek ini meski dikecam publik namun

cukup efektif untuk memberikan peluang seorang anggota senat terpilih kembali di

pemilu berikutnya. Akibatnya anggota senat saling berlomba-lomba untuk

mencairkan dana pusat untuk konstituen di daerah pemilihannya. Jadi, pork barrel

menjadi sarana politik untuk mengamankan posisi seorang anggota senat untuk

terpilih kembali dimasa mendatang.

Budget untuk pork barrel dinilai pemborosan dan tidak tepat sasaran, selain itu

sering terjadi korupsi dalam pencairan dananya. Anggota senat disinyalir menerima

kickback dari proyek-proyek yang berhasil diloloskan. Ada juga yang mendapatkan

komisi dari pemerintah daerah atau calonya. Karena begitu besarnya kuasa

seorang anggota senat untuk menentukan alokasi dana pork barrel, masing-masing

perwakilan daerah akan menawarkan komisi yang tinggi demi suksesnya pencairan

dana untuk kepentingan mereka. Praktek busuk ini kemudian ditiru dan

dipraktekkan di Indonesia dengan istilah dana aspirasi. Beragam alasan yang

digunakan, mulai dari mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan

pembangunan, keprihatinan anggota DPR terhadap rakyat di daerahnya, dan

sederet pembelaan lain. Praktek pork barrel ala DPR ini sebenarnya melanggar

sejumlah Undang-Undang, diantaranya UU No. 17/2003, UU No.1/2004 dan UU

No.33/2004.

UU 17/2003 menyebutkan kekuasaan pengelolaan keuangan negara ada pada

Presiden dan dikuasakan pada Menteri, diserahkan kepada Gubernur/ Bupati /

Walikota, bukan pada DPR. UU tersebut juga telah mengubah paradigma

budgeting dari sistem lama yang berdasarkan input menjadi sistem baru yang

berdasarkan kinerja periode sebelumnya.

UU 1/2004 menyebutkan pengguna Anggaran bertanggung jawab kepada

Presiden/ Gubernur/ Bupati/ Walikota. Pengguna di sini adalah Kementerian dan

Lembaga eksekutif. DPR sebagai lembaga legislatif tidak diatur dalam UU untuk

menggunakan Anggaran.

UU 33/2004 mengenai asas dana perimbangan yang mencakup desentralisasi,

dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dana Aspirasi menafikan prinsip

Page 22: 4. pemantauan dan pemilu

desentralisasi karena alokasi anggaran dibuat oleh DPR yang ada di pusat. Hal ini

melanggar prinsip otonomi daerah di mana Pemda dan DPRD-lah yang menyusun

anggaran untuk daerahnya (APBD).

Selain melanggar hukum, Dana Aspirasi juga disinyalir tidak dapat mencapai motif

awalnya yaitu pemerataan pembangunan dan pertumbuhan daerah. Mengapa?

Karena Dana Aspirasi diberikan berdasarkan jumlah wakil rakyat per Dapil. Dapil di

Jawa lebih banyak daripada Dapil di pulau lainnya sehingga jumlah wakil rakyatnya

paling banyak. Sementara itu daerah yang miskin di Indonesia umumnya adalah

daerah-daerah terpencil dengan jumlah wakil rakyat yang relatif lebih sedikit.

Dengan demikian daerah yang miskin akan mendapatkan Dana Aspirasi dengan

jumlah yang jauh lebih rendah dibanding daerah yang relatif lebih makmur.

Sebagai contoh, DKI Jakarta yang memiliki angka kemiskinan terendah yakni 3,62

persen akan memperoleh dana aspirasi Rp 315 miliar, sementara Maluku yang

angka Kemiskinannya 28,3 persen hanya mendapat dana aspirasi Rp 90 miliar.

Jelas usulan ini bertentangan dengan logika pemerataan  yang diungkapkan DPR.

Praktek semacam dana aspirasi atau dengan sebutan lainnya masih

berlangsung di beberapa daerah yang bersumber atau dialokasikan dari APBD

yang mungkin digunakan untuk kepentingan para calon dalam memobilisasi

pemenangan perhelatan pemilukada.

IV. FORM PEMANTAUAN

Tabel Pemetaan Kasus

NoContoh

Kasus

Kajian(Pelaku, Aturan

Yang Dilanggar, dan

Siapa Yang

Diuntungkan)

Klasifikasi

Pelanggaran

Keterangan

(follow up)

ADM PU KE K

1 Fasilitas

Page 23: 4. pemantauan dan pemilu

Negara

Kasus 1

Kasus 2

2 Dana

Kampanye

Kasus 1

Kasus 2

3 Politik Uang

Kasus 1

Kasus 2

4 Money

Laundring

Kasus 1

Page 24: 4. pemantauan dan pemilu

Kasus 2

Contoh Uraian Hasil Pemantauan Dana Kampanye dari Perorangan

No Data KPU-D

Hasil

P

emanta

uan

Sumber

Informasi

Hasil

Konfirma

si

Keteranga

n

1.Nama

PenyumbangArif Kelurahan

2.Besaran/Nominal

Sumbangan

50.000.00

0

Sesuai

3.Alamat

Penyumbang

Jl

senayan

bawah

sesuai

4.Pekerjaan

PenyumbangPNS

sesuai

5.Usaha yang

Dimiliki

Warung

nasi

sesuai

6.

Latar Belakang

Penyumbang/Kel

uarganya

Anak

sekda

sesuai

7.

Hubungan

dengan peserta

Pemilu/Pelaksana

/Petugas/Penang

gung Jawab

Kampanye

Tidak ada

ada Ybs

mempunyai

hubungan

dengan….

Page 25: 4. pemantauan dan pemilu

8 Kesimpulan

Format Rekapitulasi Hasil Pengawasan Sumbangan Perorangan

No KategoriJumlah

Kejadian

Besaran/

Nominal

Sumbangan

Aturan Yang

Dilanggar

1. Penyumbang fiktif

2.

Penyumbang tidak

mempunyai kemampuan

ekonomi untuk

menyumbang

3.

Penyumbang tidak

mengakui telah

menyumbang

4.

Penyumbang mengaku

menyumbang tetapi tidak

dapat menunjukkan bukti

5.

Penyumbang menyumbang

tidak sesuai dengan

nominal yang dilaporkan

6.

Penyumbang yang

beberapa kali memberikan

sumbangan kepada peserta

pemilu yang sama

Uraian Hasil Pengawasan Dana Kampanye dari Badan Hukum

No Hal UraianHasil Keterangan

Page 26: 4. pemantauan dan pemilu

Pengawasan

1. Nama Penyumbang

2.Besaran/Nominal

Sumbangan

3. Alamat Penyumbang

4. Akta Perusahaan

5.Direktur Utara & Komisaris

Utama

6.Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP)

7.Nomor SIUP/TDP (Tanda

Daftar Perusahaan)

8.

Jenis Usaha, Klasifikasi

Golongan, dan Bidang

Usaha

9. Kemampuan Keuangan

10. Sumber Informasi

11. Hasil Konfirmasi

12. Analisis Hasil Konfirmasi

Rekapitulasi Hasil Pengawasan Sumbangan Badan Hukum

N

oKategori

Jumlah

Kejadian

Besaran/

Nominal

Sumbangan

Aturan

Yang

Dilanggar

1. Penyumbang fiktif

2. Penyumbang tidak

mempunyai kemampuan

Page 27: 4. pemantauan dan pemilu

ekonomi

untukmenyumbang

3.

Penyumbang tidak

mengakui telah

menyumbang

4.

Penyumbang mengaku

menyumbang tetapi tidak

dapat menunjukkan bukti

5.

Penyumbang menyumbang

tidak sesuai dengan

nominal yang dilaporkan

6. Penyumbang terafiliasi

7.Penyumbang

BUMN/BUMD/BUMDesa

Contoh Form Pemantauan Politik Uang

N

o

Uraian

Kasus

Pelaku Paslon Tempat,

Waktu

Peristiwa

Alat

Bukti

Analisa

Pelangga

ran

Keterangan

1

Page 28: 4. pemantauan dan pemilu

2

3

4

5

6