Download docx - Wrap Up 1 Endokrin - DM

Transcript

WRAP UP SKENARIO 1PENGLIHATAN TERGANGGU

KELOMPOK A - 12

Ketua: Choirul Akbar1102010056Sekretaris: Ferika Pratami1102011104Anggota: Andi Eka Steffy1102011026Arib Farras Wahdan1102011043BethaNurvia1102010048Faisal Abdul Razak1102011093Hendris Citra Wahyudin1102011Jayanti Dwi Cahyani1102011129Lusy Novitasari1102011144

Skenario 1PENGLIHATAN TERGANGGUTn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu.Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya.Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun.Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin +3.Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem endokrin1.1. Insulin 1.2. Glukagon

2. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus2.1. Definisi Diabetes Mellitus2.2. Etiologi Diabetes Mellitus2.3. Epidemiologi Diabetes Mellitus2.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus2.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus2.6. Manifestasi klinik Diabetes Mellitus2.7. Diagnosis dan diagnosis banding Diabetes Mellitus2.8. Tatalaksana Diabetes Mellitus2.9. Komplikasi Diabetes Mellitus2.10. Pencegahan Diabetes Melitus2.11. Prognosis Diabetes Mellitus

3. Memahami dan menjelaskan Retinopati3.1. Definisi Retinopati3.2. Klasifikasi Retinopati3.3. Epidemiologi Retinopati3.4. Etiologi Retinopati3.5. Patofisiologi Retinopati3.6. Manifestasi klinik Retinopati3.7. Diagnosis Retinopati3.8. Tatalaksana Retinopati3.9. Pencegahan Retinopati3.10. Prognosis Retinopati

4. Memahami dan menjelaskan pengaturan gizi pada penderita Diabetes Melitus4.1. Pengaturan Kalori Makanan4.2. Komposisi Makanan

5. Memahami dan menjelaskan farmakologi Anti Diabetes Melitus

6. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut Islam

1. Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem endokrin1.1. Insulin Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Bagan 1. Proses pembentukan insulin

Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas. Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR).

Gambar 1. Mekanisme glukosa dalam menstimulasi sekresi insulin (Harrisons endocrinology,2nd ed.)

Tabel 1. Faktor dan kondisi yang meningkatkan atau mengurangi sekresi insulin (Guyton & Hall, 11th ed.)Meningkatkan sekresi insulinMenurunkan sekresi insulin

Peningkatan kadar gula darah Peningkatan kadar AL bebas dalam darah Peningkatan kadar AA darah Hormone GI (gastrin, kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory peptide) Glucagon, hormon pertumbuhan, kortisol Rangsangan parasimpatis, asetilkolin Rangsangan -adrenergik Resistensi insulin, obesitas Obat-obatan, sulfonylurea Penurunan kadar glukosa darah Puasa Somatostatin Aktivitas -adrenergik Leptin

Aksi insulinInsulin berikatan dengan subunit di reseptornya, yang akan menimbulkan autofosforilasi subunit reseptor, yang selanjutnya menginduksi aktivitas tirosin kinase. Aktivitas reseptor tirosin kinase memulai suatu rangkaian fosforilasi sel yang meningkatkan atau mengurangi aktivitas enzim, yang meliputi substrat reseptor insulin, yang memperantarai pengaruh glukosa terhadap metabolisme glukosa, lemak, dan protein. Sebagai contoh, aktivasi dari jalur phosphatidylinositol-32-kinase (PI-3-kinase) akan menstimulasi translokasi dari transporter glukosa ( GLUT 4) ke permukaan sel, yang akan membantu pemasukan glukosa ke dalam sel. Selain itu aktivasi dari reseptor insulin lainnya dapat menginduksi sintesis protein, sintesis glikogen, lipogenesis, dan regulasi dari berbagai gen pada sel yang resposif terhadap insulin.

Gambar 2. Skema reseptor insulin (Guyton and Hall, 11th ed.)

Pengangkut Glukosa (Glucose Transporter)Disingkat menjadi GLUT, dan memiliki 6 bentuk, yaitu GLUT 1, GLUT 2, GLUT 3 dst. Melaksanakan difusi pasif terfasilitasi glukosa melewati membrane plasma. Fungsi tiap GLUT berbeda-beda GLUT 1 : memindahkan glukosa menembus sawar darah dan otak GLUT 2 : memindahkan glukosa yang masuk ke ginjal dan usus ke aliran darah sekitar melalui kotranspor GLUT 3 : pengangkut utama glukosa ke dalan neuron GLUT 4 : bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh mayoritas sel tubuh, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulinGLUT 4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap glukosa dan darah, yaitu otot rangka dan sel jaringan lemak.

Gambar 3. Glucose Transporter (http://belajarbiokimia.files.wordpress.com/2013/03/diabetes_insulin.jpg)

Perangsang utama peningkatan sekresi insulin adalah peningkatan konsentrasi glukosa darah Selain konsentrasi glukosa darah, masukan lain yang mengatur sekresi insulin adalah : Peningkatan kadar asam amino darah, misalnya setelah makan makanan tinggi protein, secara langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin Hormon saluran cerna yang dikeluarkan sebagai respon terhadap adanya makanan, khususmya Glucose dependent Insulin Peptide (GIP), merangsang pankreas, mengeluarkan insulin selain memiliki efek regulatorik Sistem saraf otonom juga secara langsung mempengaruhi sekresi insulin, peningkatan parasimpatis menyebabkan peningkatan pengeluaran insulin

Gambar 4. Aksi Hormon Insulin (http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos18.gif)

EFEK INSULIN TERHADAP METABOLISME KARBOHIDRAT, LEMAK DAN PROTEINA. Efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat1. Insulin meningkatkan metabolisme dan ambilan glukosa otot

Gambar 5 . Pengaruh insulin dalam meningkatkan konsentrasi glukosa di dalam sel-sel otot (Guyton and Hall, 11th ed.)2. Insulin meningkatkan ambilan, penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh sel hati3. Insulin memacu konversi kelebihan glukosa menjadi AL dan menghambat glukoneogenesis di hati

Mekanisme yang dipakai insulin untuk menyebabkan terjadinya ambilan glukosa dan penyimpanan hati meliputi beberapa langkah :1. Menghambat fosforilase hati (enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen hati menjadi glukosa)

2. Meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase yang menyebabkan timbulnya fosforilasi awal dari glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Begitu difosforilasi, glukosa terperangkap sementara di dalam sel-sel hati, sebab glukosa yang sudah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melewati membran sel.

3. Meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen (glikogen sintetase, untuk polimerisasi unit-unit monosakarida untuk membentuk molekul glikogen)

Proses pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah :

Bagan 2. Proses pelepasan glukosa hati ke sirkulasi darah

B. Efek insulin terhadap metabolism lemakInsulin akan memacu sintesis dan penyimpanan lemak .Peran insulin dalam penyimpanan lemak di sel-sel adipose : 1. Menghambat kerja lipase peka-hormon.Hal ini akan menghambat hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan AL dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi darah akan terhambat.

2. Meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel ke dalam sel-sel lemak.Glukosa dipakai untuk membentuk -gliserol fosfat, yang akan menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida (bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel adipose)

Defisiensi insulin dapat menyebabkan :1. Terjadi lipolisis simpanan lemak dan pelepasan AL bebasTerjadi peningkatan aktivitas enzim lipase peka-hormon( di sel lemak) yang menyebabkan terhidrolisisnya trigliserida, yang akan melepaskan AL dan gliserol ke sirkulasi darah

Gambar 6 . Efek pengangkatan pankreas terhadap perkiraan konsentrasi glukosa darah, AL bebas dalam plasma dan asam asetoasetat. (Guyton and Hall. 11th ed.)

2. Meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma

C. Efek insulin terhadap metabolism protein dan pertumbuhan

1. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar AA ke dalam sel2. Insulin meningkatkan translasi RNA messenger, sehingga terbentuk protein baru3. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilih di dalam inti sel, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein4. Insulin menghambat proses katabolisme protein, sehingga mengurangi kecepatan pelepasa AA dari sel (terutama sel otot)5. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis.Hal ini terjadi dengan cara mengurangi aktivitas enzim pemacu glukoneogenesis karena zat terbanyak yang dipergunakan proses glukoneogenesis adalah AA plasma.6. Insulin bersama dengan hormone pertumbuhan secara sinergis memacu petumbuhan

Gambar 7. Efek hormone pertumbuhan, insulin, dan hormone pertumbuhan bebrsama insulin terhadap pertumbuhan pada seekor tikus yang telah depankreatisasi dan hipofisektomi ( Guyton and hall, 11th ed.)

Tidak adanya insulin, dapat menyebabkan :1. Proses penyimpanan protein terhenti 2. Katabolisme protein meningkat 3. Sistesis protein berhenti4. Konsentrasi AA dalam plasma meningkat, dan kelebihan AA akan dipergunakan dalam proses glukoneogenesis.5. Pemecahan AA akan meningkatkan ekskresi ureum dalam urin

1.2. GlukagonGlukagon, yaitu suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans sewaktu kadar glukosa darah turun, mempunyai fungsi yang bertentangan dengan insulin. Fungsi utama glukagon adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah.Efek utama glukagon terhadap metabolism glukosa adalah :1. Pemecahan glikogen hati (glikogenolisis)

Bagan 3. Glikogenolisis

2. Meningkatkan proses glukoneogenesis di hati

Efek lain glukagon :1. Mengaktifkan lipase sel lemak meningkatkan persediaan asam lemak (sumber energy tubuh )2. Menghambat penyimpanan trigliserida di hati mencegah hati membuang asam lemak dari darah dan membantu menambah jumlah persediaan asam lemak3. Dengan konsentrasi yang sangat tinggi, glucagon dapat :a. Meningkatkan kekuatan jantungb. Meningkatkan aliran darah di beberapa jaringan (terutama ginjal)c. Meningkatkan sekresi empedud. Menghambat sekresi asam lambung

Pengaturan Sekresi Glukagon1. Peningkatan glukosa darah menghambat sekresi glukagon.

Gambar 8 . Perkiraan konsentrasi glukagon dalam plasma pada berbagai kadar glukosa darah (Guyton and Hall, 11th ed.)Pada kadar hipoglikemik, konsentrasi glucagon plasma akan meningkat beberapa kali lipat, sedangkan pada keadaan hiperglikemik akan mengurangi kadar glukosa dalam plasma.2. Efek perangsangan asam aminoTingginya kadar asam amino, seperti yang terdapat di dalam darah sesudah makan protein (khususnya asam amino alanin dan arginin) akan merangsang timbulnya sekresi glukagon.Manfaat perangsangan asam amino terhadap sekresi glukagon adalah bahwa glukagon kemudian memacu konversi cepat dari asam amino menjadi glukosa, akan membuat lebih banyak glukosa yang tersedia untuk jaringan.

3. Efek perangsangan dari kerja fisikPada waktu melakukan kerja fisik yang melelahkan, konsentrasi glukagon dalam darah seringkali meningkat 4-5 kali lipat. Efek yang meguntungkan dari glukagon adalah mencegah menurunnya kadar glukosa darah. Faktor yang mungkin dapat meningkatkan sekresi glukagon sewaktu kerja fisik adalah meningkatnya kadar asam amino dalam darah. Faktor lainnya seperti rangsangan saraf autonomik pada pulau Langerhans dapat juga berperan.

PENGATURAN KADAR GLUKOSA DARAHDibawah ini berbagai mekanisme yang terjadi untuk mengatur kadar glukosa darah :

Bagan 4. Pengaturan glukosa darah oleh insulin dan glukagon

Bagan 5. Efek langsung pada hipoglikemia berat

Bagan 6. Respon pada keadaan hipoglikemia yang lama

Gambar 9. Metabolisme energi selama puasa(http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos1.jpg)

2. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus2.1. Definisi Diabetes MelitusDiabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

2.2. Klasifikasi Diabetes MellitusPerkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada konsensus diabetes melitus di Indonesia tahun 2011 membuat klasifikasi etiologis DM sebagai berikut:

Tipe 1(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) Autoimun Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi,mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulinTipe lain Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi yang jarang Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DMDiabetes melitusgestasionalDiabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal.Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan intoleransi glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat kehamilan berlangsung.Keadaan ibu dan anak pada wanita DM hamil tergantung pada berat dan lamanya perlangsungan penyakit. Priscilla White pada tahun 1959 memperkenalkan klasifikasi White yang sangat terkenal sampai saat ini. Klasifikasi ini terutama menitikberatkan pada umur saat diketahuinya DM, lamanya mengidap DM dan adanya komplikasi vaskuler khususnya retino-renal. Klasifikasi ini awalnya digunakan untuk meramalkan prognosis perinatal dan untuk menentukan penanganan obstetrinya. Karena mortalitas perinatal menurun secara tajam pada semua klasifikasi, maka sistem ini digunakan sampai sekarang terutama untuk menggambarkan dan membandingkan populasi DM hamil.Klasifikasi White menekankan bahwa kerusakan target organ khususnya mata, ginjal, jantung mempunyai akibat yang sangat berarti pada anak. Klasifikasi DMG yang direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists pada tahun 1994 adalah klasifikasi sebagai berikut :

Klasifikasi DM hamil menurut White (perubahan) :ClassOnsetFasting Plasma Glucose2-hour postprandial GlucoseTherapy

A1A2GestationalGestational< 105 mg/dL> 105 mg/dL< 120 mg/dL> 120 mg/dLDietInsullin

ClassAge of Onset (yr)Duration (yr)Vascular DiseaseTherapy

BCDFR

HOver 2010 - 19 Before 10AnyAny

Any< 1010 -1920AnyAny

AnyNoneNoneBenign RetinopathyNephropathy*Proliperative retinopathyHeartInsulinInsulinInsulinInsulinInsulin

Insulin

Selanjutnya, Pyke dari Kings College Hospital London membuat klasifikasi yang sederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga kelompok, yaitu :1. Mereka yang DM diketahui saat hamill yang identik dengan DM gestasi.2. DM pragestasi yang tanpa komplikasi atau dengan komplikasi ringan.3. DM pragestasi yang disertai denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan penyakit jantung koroner.

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:1. Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.1. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.1. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer. 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (TipeII) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes militus tipe IDDM tipe 1.

2.3. Epidemiologi Diabetes MellitusDari data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita Diabetes Mellitus di tahun 2025.Pada tahun 2030 bisa mencapai 21 juta penderita.Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat.Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia) Soegondo, Diabetes Mellitus Tipe II merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan kasus Diabetes Mellitus. Selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat,seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik, stress.Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang.Rata-rata 50% dari jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah memeriksakan ke dokter.Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes yang berobat.Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi sakit kencing manis (Diabetes Mellitus). Jumlah penderita kencing manis di Indonesia kini mencapai lima juta jiwa atau lima persen dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita Diabetes Mellitus saat ini terbesar berada di daerah perkotaan mencapai 2,8 persen dan di pedesaan baru 0,8 persen dari jumlah penduduk.Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkatpendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.Insidens DMG bervariasi antara 1,2 12%. Kepustakaan lain mengatakan 1 14%. Di Indonesia insidens DMG berkisar 1,9 -2,6%. Perbedaan insidens DMG ini terutama disebabkan oleh karena perbedaan kriteria diagnosis materi penyaringan yang diperiksa. Di Amerika Serikat insidens kira-kira 4%.Kejadian DMG juga sangat erat hubungannya dengan ras dan budaya seseorang. Contoh yang khas adalah DMG pada orang kulit putih yang berasal dari Amerika bagian barat hanya 1,5-2% sedangkan penduduk asli Amerika yang berasal dari barat daya Amerika mempunyai angka kejadian sampai 15%. Pada ras Asia, Afrika Amerika dan Spanyol insidens DMG sekitar 5-8% 7 sedangkan pada ras Kaukasia sekitar 1,5%.

2.4. Etiologi Diabetes MellitusDiabetes Tipe 1Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orang dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.

Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:1. Kerentanan genetikBerkaitan dengan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor (MHC) kelas 2 dan lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadian lingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik.1. Autoimunitas Terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta Infiltrat peradangan limfosit Terdiri atas limfosit T CD8dengan limfosit T CD4 dan makrofag dalam jumlah bervariasi. Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui pengeluaran granula sitotoksik Anggota keluarga asimtomatik dari pasien dengan DM tipe 1 membentuk autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan gejala klinis diabetes. Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita penyakit autoimun spesifik organ lain, seperti tiroiditis hasimoto, penyakit siliak, penyakit graves, penyakit addision atau anemia pernisiosa.1. Faktor lingkunganKerentanan genetik mempermudah terjadinya destruksi sel islet secara autoimun, serangan lingkungan dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel beta,virus dapat menjadi pemicu. Virus yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 adalah coxsackievirus, parotitis, campak, rubela, mononukleosis infeksiosa. Bagaimana virus berperan dalam patogenesis belum diketahui. Beberpa penelitian berpendapat bahwa virus memicu penyakit dengan mimikiri virus (virus mengeluarkan protein mirip dengan antigen) sehingga menimbulkan respon imun terhadap suatu protein virus yang memeiliki skeuensi asam amino yang sama dengan suatu protein sel beta.

Diabetes tipe 2Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini sering di temukan,tidak ada bukti bahwa mekanismeautoimun berperan, ada diabetes tipe 2 ini faktor genetik jauh lebih berperan penting dibandingkan diabetes tipe 1.

Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :a. UsiaUmumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.b. ObesitasObesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.c. Riwayat KeluargaPada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.(Robbins, 2007, hlm. 67).d. Gaya hidup (stres)Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).

Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Resiko berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40%dan 33% nya untuk anak cucunya. Transmisi genetic adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (mody), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita DM tipe 2 rasio diabetes dan non diabetes pada anak adalah1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carier) DM tipe 2.

Faktor Resiko :1. Usia dewasa tua (>45 tahun)1. Obesitas dengan BB > 120%, IMT >23 kg/m1. Penderita hipertensi > 140/90 mmHg1. Riwayat keluarga DM1. Riwayat DM pada kehamilan1. Riwayat kehamilan dengan BBL bayi > 4 kg atau bayi cacat1. Disipidemia: cholesterol HDL > 40 mg/dl dan/ trigliserida >250 mg/dl1. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) /GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu

2.5. Patofisiologi Diabetes MellitusDiabetes Tipe 1Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orng dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.

Bagan 7. Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes tipe 2

Bagan 8. Patofisiologi DM tipe 2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :1. Resistensi insulin 2. Disfungsi sel pancreasAkhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia, disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan sel pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2.Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel pancreas yang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.

Diabetes gestasional

Bagan 9. Patofisiologi diabetes gestasional

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal.Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan. Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamil meningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulin menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan Human Plasenta Laktogen (HPL) yang dihasilkan oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik. Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan.Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkan dalam pengendalian diabetes.Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat kompleks.Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilan yakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan hormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip oleh Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena rusaknya reseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkan terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dengan tes glukosa oral pada kehamilan normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon GIP ini yang mungkin berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilan merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin meningkat. Pada sebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat diatasi dengan meninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta.Pada sebagian kecil wanita hamil, kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan demikian terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.

2.6. Manifestasi klinik Diabetes Mellitus

- Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi (sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.- Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, sering merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.- Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).

Gambar10. Manifestasi klinik Diabetes klinik

2.7. Diagnosis & Diagnosis banding Diabetes MellitusDiabetes mellitus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka criteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Tabel 2. Kriteria diagnosis DM (revisi final consensus DM tipe 2 Indonesia 2011)

Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994)

Bagan 10. Cara pelaksanaan tes toleransi glukosa oral

Table 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/Dl) (Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Bagan 11. Langkah-langkah diagnostic DM dan gangguan toleransi glukosa ( Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

2.8. Tatalaksana Diabetes MellitusTujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitass hidup penyandang diabetes. Sedangkan tujuan akhir dari penatalaksanaan DM tipe 2 adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Jangka Pendek

Jangka Panjang

Menghilangkan keluhan dan tanda DM

Mempertahankan rasa nyaman

Mencapai target pengendalian glukosa darah

Mencegah & hambat progresivitas penyulit (makroangipati, mikroangio-pati dan neuropati)

Tabel 4. Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus jangka pendek dan jangka panjang

Pilar penatalaksanaan diabetes mellitus :1. Edukasi2. Terapi gizi medis3. Latihan jasmani4. Intervensi farmakologis

1. EdukasiPasien diberikan pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia

Materi edukasi tingkat awal

Materi edukasi tingkat lanjut

Materi tentang perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan Penyulit DM dan risikonya Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan OHO atau insulin serta obat-obatan lain

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia Pentingnya latihan jasmani yang teratur Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia padakehamilan) Pentingnya perawatan kaki Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Mengenal dan mencegah penyulit akut DM Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain Makan di luar rumah Rencana untuk kegiatan khusus Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM Pemeliharaan/perawatan kaki

2. Terapi gizi medisTerapi gizi medis akan dijelaskan pada learning index berikutnya.

3. Latihan jasmania. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit. b. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,berkebun harus tetap dilakukan. c. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darahd. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. e. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. f. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. g. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Tabel 5. Aktivitas Fisik Sehari-hari (Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

4. Intervensi farmakologisintervensi farmakologis akan dijelaskan pada learning index selanjutnya.

Penilaian hasil terapi

Hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan kadar glukosa darahTujuan : Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai kebutuhan 2. Pemeriksaan A1C Tes hemoglobin terglikosilasi (glikogemoglobin) untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun

3. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)Pemantauan kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Pemeriksaan kadar glukosa darah mandiri dilakukan dengan alat pengukur cara reagen kering. Secara berkala. Hasil pemantauan dengan cara reagen kering dibandingkan dengan cara konvensional.

Waktu yang dianjurkan : a. Sebelum makanb. 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa)c. Menjelang waktu tidur ( menilai risiko hipoglikemia)d. Diantara siklus tidur (menialai adanya hipoglikemia nocturnal yang kadang tanpa gejala) e. Ketika mengalami gejala hypoglycemic spellsPGDM dianjurkan pada :a. Penyandang DM yang direncanakan mendapat terapi insulin (atau pemicu sekresi insulin)b. Penyandang DM dengan terapi insulin berikut : Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah terapi Wanita yang merencanakan hamil Wanita hamil dengan hiperglikemia Kejadian hipoglikemia berulang

Tabel 6. Prosedur pemantauan (Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

4. Pemeriksaan glukosa urin Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi pada beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi.

5. Pemantauan benda keton Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah >300 mg/dL). Pada penyandang diabetes yang sedang hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah 600 mg/dl.Dehidrasi beratUremiaPasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.Penatalaksanaan HHNKPenatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.7

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.Penyebab Hipoglikemia :1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan2. Berat badan turun 3. Sesudah olah raga4. Sesudah melahirkan5. Sembuh dari sakit6. Makan obat yang mempunyai sifat serupaTanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.Tanda-tanda Hipoglikemia1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana.3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan, berdebar-debar.4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:1)Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.2)Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:Insulin reguler: 2-4 jam setelah suntikanInsulin NPH : 8-10 jam setelah suntikanP.Z.I : 18 jam setelah suntikan3)Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

2. Komplikasi Kronik Jangka PanjangA. Mikrovaskular / Neuropati-Retinopati, catarak penurunan penglihatan-Nefropati gagal ginjal-Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak-Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis-Kelainan pada kaki ulserasi, atropatiB. Makroangiopati- Pembuluh darah jantung- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal clauditio intermittent, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.- Pembuluh darah otak

2.10. Pencegahan Diabetes MelitusKalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan.Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:1. Pencegahan PrimerSemua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.2. Pencegahan SekunderMenemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapatreversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.3. Pencegahan TersierSemua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi:a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetesb. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organc. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

2.11. Prognosis Diabetes MellitusSekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.

3. Memahami dan menjelaskan Retinopati3.1. Definisi RetinopatiRetinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan

3.2. Etiologi RetinopatiFaktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah : Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri Adanya komposisi darah abnormal Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru. Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

3.3. Epidemiologi RetinopatiPenelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.

3.4. Klasifikasi RetinopatiSistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13 : Derajat 1 : tidak terdapat retinopati DM Derajat 2 : hanya terdapat mikroaneurisma Derajat 3 : Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:Venous loops Perdarahan Hard exudates Soft exudates Intraretinal Microvascular Abnormalities(IRMA) Derajat 4 :Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh: Perdarahan derajat sedang-berat Mikroaneurisma IRMA Derajat 5 : Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan viterousA. B. Gambar 11. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

3.5. Patofisiologi RetinopatiHiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oksigen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

3.6. Manifestasi klinik RetinopatiSebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM non- proliferatif.Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.

3.7. Diagnosis RetinopatiDeteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan Optical Coherence Tomography (OCT) dan Ocular Ultrasonography bila perlu.OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DMPemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kacamata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian midriatikum.Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio