Vihara Tanah Putih adalah vihara yang berada dalam binaan Sangha Theravada Indonesia, dan memiliki keterkaitan pula dengan organisasi Buddhis yang memiliki hubungan moral/religius dengan Sangha Theravada Indonesia. Organisasi tersebut adalah Magabudhi (Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia), Wandani (Wanita Theravada Indonesia), dan Patria (Pemuda Theravada Indonesia). Vihara Tanah Putih berkedudukan di Ibukota Propinsi Jawa Tengah sehingga keberadaannya menjadi basis (pusat) kegiatan KBTI (Keluarga Buddhis Theravada Indonesia). Tentu, pada master plan Vihara Tanah Putih, selain mengembangkan ruang Dhammasala, pembuatan area parlor dan prasarana pendukung lain, direncanakan pula pembuatan fasilitas ruang yang mendukung kegiatan organisasi KBTI tersebut sehingga, diharapkan, Vihara dapat mengayomi seluruh lapisan masyarakat Buddha Jawa Tengah.
http://www.tanahputih.org/development-project/proposal-project.html
Sejarah Vihara Tanah Putih
Sunday, 01 February 2009 11:16
Pada tahun enam puluhan, untuk memenuhi kerinduan umat Buddha khususnya di kota Semarang,
dibutuhkan sebuah Vihara untuk tempat beribadah dengan pencapaian yang mudah. Hal tersebut
mendapat respon dari beberapa tokoh yang peduli dengan membantu mencarikan tempat untuk
keperluan tersebut. Akhirnya, dipilihlah lokasi di jalan dr. Wahidin no. 6 sebagai tempat pembinaan
umat Buddha. Tempat tersebut sejak 1 Januari 1965 resmi dipakai sebagai tempat puja bakti dengan
nama Vihara Maha Dhammaloka.
Dengan bergulirnya waktu, Vihara di jalan dr. Wahidin no. 6 dirasa sudah kurang memadai karena
bertambahnya umat yang ikut puja bakti dan perayaan keagamaan, seperti Waisak. Oleh karena itu,
beberapa tokoh Vihara mencari tempat yang lebih luas dan akhirnya memutuskan untuk menempati
lahan di jalan dr. Wahidin no. 12 pada sekitar tahun tujuh puluhan.
Dengan pembinaan yang baik dan berkesinambungan, umat Buddha yang menghadiri puja bakti
menjadi lebih banyak, sehingga ruang Dhammasala sudah tidak memadai. Oleh karena itu,
diputuskan untuk membangun Dhammasala yang lebih besar pada pertengahan tahun 70 -an.
Dhammasala yang baru ini walaupun belum selesai, sudah digunakan sebagai tempat kegiatan
keagamaan. Dan pada tanggal 23 Oktober 1976, Sangha Theravada Indonesia ( STI )
yang di prakarsai oleh 5 Bhikkhu yaitu:
Y.M. Bhante Aggabalo
Y.M. Bhante Khemasarano
Y.M. Bhante Sudhammo
Y.M. Bhante Khemiyo
Y.M. Bhante Nanavuttho
terbentuk di Dhammasala Vihara Tanah Putih (sekarang ruang serba guna) ini. Selain itu, kegiatan
Pabbajja Samanera Sementara pertama kali di Indonesia juga diadakan di Vihara Tanah Putih.
Sejalan dengan berkembangnya agama Buddha yang tercermin dari banyaknya kegiatan antara lain
puja bakti dan kegiatan keagamaan lainnya, Dhammasala yang sekarang juga sudah tidak dapat
menampung umat Buddha. Umat yang menghadiri puja bakti semakin bertambah, sehingga
mereka yang mengikuti puja bakti menjadi kurang nyaman. Oleh karena itu, pihak Vihara Tanah
Putih bermaksud memperluas tempat puja bakti serta area parkir untuk memberikan
kenyamanan bagi umat yang datang melaksanakan kegiatan keagamaan.
Semoga tujuan tulus ini mendapat dukungan yang baik juga dari kita semua dan semoga
keikutsertaan kita dalam mewujudkan Vihara Tanah Putih yang nyaman untuk kegiatan agama
Buddha membawa kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan kita beserta segenap keluarga.
PERIODE 1965 – 1970
Pada 1 Januari 1965, diadakan peresmian Vihara Maha Dhammaloka, Vihara yang terletak di
jl Dr. Wahidin No. 6 pada hari tersebut mulai digunakan puja bakti sekaliglis digunakan
sebagai tempal berdirinya organisasi Buddhis Indonesia. Vihara Maha Dhammaloka ini berada di
bawah kelolaan Yayasan Buddha Canti yang diprakarsai oleh Bp. Poa Bing Swan dan kawan-kawan.
Rupang Buddha di atas altar Dhammasala adalah persembahan dari
raja dan masyarakat Thailand, yang atas jasa mendiang Jendral
Gatot Subroto, dapat sampai ke Indonesia.
Akhir tahun 1977, Dhammasala yang baru, walaupun belum berpintu
telah digunakan sebagai tempat perayaan Kathina. Pada saat itu
perayaan kathina dihadiri YM.Bhante Sombat Pavitto,
YM.Aggabalo, YM.Khemasarano, YM.Khemiyo, YM.Pannavaro.
Vihara tanah putih sebagai pusat kegiatan agama Buddha dan
sekaligus tempat yang banyak menerima tamu kehormantan (bhikhu
dari manca negara) yang berkunjung dan membabarkan Dhamma antara lain: YM. Narada,
YM.Piyadassi, YM.Sombat. Demikian juga upacara perayaan Waisak di Vihara Tanah Putih
sejak tahun 1970-an hingga awal 1980 selalu dihadiri oleh para bhikkhu manca negara.
Dhammasala Vihara Tanah Putih pernah digunakan sebagai tempat Upasampada YM.Kuladhiro
pada bulan oktober 1979. Saat itu yang berntindak sebagai upajjhya adalah mendiang YM.Win Vijajo,
sedangkan sebagai acariya adalah YM. Suvirayan. YM. Narada Mahathera dari Vajirarama, Kolombo,
Srilangka sering berkunjung ke Vihara Tanah Putih sebagai peran serta beliau membina umat
Buddha.
Jendral Gatot Subroto
Periode 1980an
Pada tahun 1980 sejak YM.Khemasarano menetap di Vihara Tanah Putih, tercatat banyak para
bhikkhu dan samanera serta anagarika yang berdiam sementara untuk memperdalam Dhamma.
Mendiang YM.Khemasarano Thera adalah kepala Vihara Tanah Putih pada era 80-90an. Beliau telah
banyak memberikan sumbangsih untuk perkembangan vihara. Tokoh lainnya yang serta berperan
adalah mendiang Bp. KB Soetrisno, yang merupakan romo pandita yang aktif dalam membabarkan
Dhamma dan menjabat sebagai ketua yayasan Buddha Canti hingga akhir hayatnya.
Periode 1990an
Seiring dengan kemanjuan kegiatan yang dilakukan oleh Dayakasabha Vihara Tanah Putih
ditambah pula dengan kegiatan Sangha Theravada Indonesia. Vihara Tanah Putih terus mengalami
peningkatan umat baik dari segi kuantitas dan kualitas serta aktifitasnya.
Vihara Tanah Putih selalu menyelenggarakan 4 hari besar Agama Buddha, yaitu Maghapuja,
Visakhapuja, Asalapuja, Kathinapuja. Pada saat Kathinapuja Tanah Putih mengadakan
serangkaian acara dengan hikmat.
Pada era tahun 90-an tercatat beberapa kali Sangha Theravada Indonesia mengadakan pabbajja
samanera di Vihara Tanah Putih. Bahkan tercatat 7 samanera yang kemudian menjadi bhikkhu yang
hingga saat ini masih mengabdi Sangha Theravada Indonesia.
Para bhikkhu Sangha Theravada Indonesia yang menjalani pabbajja samanera di Vihara
Tanah Putih antara lain:
YM. Saddhaviro Thera
YM. Subhapanno Thera
YM. Cittanando Thera
YM. Viriyadharo Thera
YM. Candakaro Thera
YM. Dhammakaro Thera
YM. Cattamano Thera
Vihara Tanah Putih pernah digunakan untuk rapat pimpinan Sangha Theravada Indonesia
Sebagai wujud partisipasi umat Vihara Tanah Putih terhadap masyarakat pada tahun 1994,
diadakan penanaman pohon peneduh di tepi jalan, pemberian sembako kepada pasukan
kuning serta kegiatan donor darah yang berkesinambungan.
Pada tahun 2004 ketua yayasan lama, mendiang Bp.KB Soetrisno wafat. Yayasan Buddha
Canti melantik ketua yayasan baru sekaligus mengadakan restrusturisasi dengan mengikuti pola
yayasan sesuai UU Pendirian yayasan baru. Cita-cita untuk mengembangkan Vihara Tanah Putih
dengan mulai membuat master plan serta prioritas pembangunan pun mulai dicanangkan.
Kegiatan pengembangan dimulai dengan pengembangan altar dan interior Dhammasala
yang sudah dimulai sejak tahun 2004
http://tanahputih.org/sejarah.html
Dari Bandara Udara Ahmad Yani Semarang hanya memerlukan waktu 20 menit untuk tiba di Vihara Tanah Putih. Vihara ini terletak disebuah bukit sehingga setelah parkir kita akan menemukan sebuah pohon bodhi yang besar, tepat dibelakang pohon terdapat sebuah toko buddhis yang disebut dengan buddhis shop atauwww.tokobuddhist.com Tepat disebelah toko buddhis ini terdapat ruang pujabakti yang disebut dengan Ruang Metta Karuna, dimana ruang ini dulunya digunakan sebagai dhammasala dan disampingnya terdapat café yang menjual makanan dan minuman. Bila kesemarang tidak lengkap tanpa mencicipi lumpia semarang, nah coba saja cari di café ini. Dibelakang café ini terdapat sebuah ruang studio music dimana nantinya digunakan untuk rekaman guna rumah produksi dari toko buddhis yang ada didepannya.
Setelah dari sini kita menaiki anak tangga yang langsung menuju ke bangunan dhammasala. Bangunan dhammasala ini berada di atas bukit. Didalam ruang Dhammasala kita akan menemukan relief tentang kehidupan Buddha. Tepat disebelah kiri bangunan dhammasala terdapat sebuah bangunan yang disebut dengan rumah abu. Tempat ini khusus menyimpan abu jenazah dari kremasi, tidak hanya abu dari umat buddhis yang berada disini, namun dari agama lain juga ada, bahkan ada yang sudah memesan tempat walau penghuninya belum meninggal. Rumah abu ini disewakan secara bulanan, kita tidak akan menemukan kesan angker didalam rumah abu ini karena semua tertata dengan rapi dan bersih.
Dibelakang bangunan dhammasala terdapat sebuah bangunan yang berisi ruang perpustakaan, aula serba guna, ruang sekertariat, guest house. Tepat dibelakang bangunan rumah abu adalah ruang tamu bhikkhu, dan sebuah bangunan didepan ruang tamu bhikkhu adalah kuti bhikkhu dan samanera yang terdiri dari dua lantai, lantai bawah digunakan untuk sekolah minggu sedang lantai atas untuk kuti.
Suasana disini sangat rindang dan hijau terdapat sebuah taman untuk bermain anak dan setiap pagi mulai pukul 5:30 para manula memulai senam dengan sebuah tape recorder kecil mereka senam mengerakan badannya.
Vihara ini sebagai pusat kegiatan agama Buddha di Semarang dan jawa tengah pada umumnya, sekarang vihara ini sedang melakukan pengembangan pembangunan vihara, untuk info selengkapnya dapat melihat situs vihara Tanah Putih secara online. [ Benny Pangadian ]
Menuju tempat parkir
Pohon bodhi yang besar
Toko Buddhist
Toko Buddhist
Ruang Metta Karuna
I. METTA ( Sanskrit : Maitri )
Menurut definisinya, Metta secara harafiah berarti “Rasa-Persahabatan” dan menunjukkan keadaan seorang sahabat ( Mittassa bhavo metta ). Itu berarti cinta kasih seperti persaudaraan, cinta kasih yang tidak terbatas, atau perasaan-perasaan bersahabat, bebas dari nafsu-nafsu kemelekatan.
Metta mempunyai corak kemurahan hati, atau mendorong kemauan baik. Berfungsi terutama untuk kebaikan-kebaikan orang lain, dan perwujudannya adalah hati yang penuh cinta kasih dan menyingkirkan kebencian. Sebab terdekatnya adalah memandang orang lain sama dengan dirinya
sendiri. Melenyapkan itikad jahat adalah penggunaannya. Mementingkan diri sendiri atau cinta dengan rasa ke-aku-an , atau cinta kasih disertai hawa nafsu adalah penyimpangannya.
Apabila metta diterjemahkan dengan “Cinta”, itu harus dipahami dalam arti “Rasa-persahabatan”, karena cinta dalam arti yang umum adalah sama dengan istilah dalam bahasa Pali, “Raga”, juga bisa disamakan dengan kata “Lobha”, yang berarti nafsu atau nafsu kemelekatan yang jelas berlawanan dengan “Metta”.
Kata lain yang dipakai di dalam kitab-kitab suci untuk mengungkapkan keadaan batin yang luhur, “Metta” ini ; adalah “Avyapada” atau, “Avyapada Sankhappa”, tanpa kebencian, pikiran persahabatan atau pikiran benar, atau pikiran ( Sankhappa ) yang bebas dari kemauan jahat. Pikiran ini berhubungan dengan yang pertama dari tiga aspek Samma-sankhappa, unsure kedua dari Ariya-Atthangika-Magga ( Jalan Mulia Beruas Delapan ). Dalam hubungan inilah, Metta membawa pada seluruh pengakhiran dari “Dosa” ( Kebencian ), atau keadaan batin yang cenderung pada permusuhan.
Metta adalah ungkapan positif dari “A-dosa”, atau tanpa kebencian, dan merupakan lawan dari kemarahan, atau permusuhan yang dengan cara lain tidak dapat diusir. Maka Dhammapada ( syair kelima ) mengatakan :
“ Kebencian tidak akan berakhir bila dibalas dengan kebencian. Kebencian akan berakhir bila dibalas dengan cinta kasih. “
Karena itu, Metta adalah sesuatu yang mutlak untuk membersihkan batin dari kebencian dan merupakan salah satu dari sepuluh (10) Paramitha yang merupakan dasar cita-cita Bodhisatta untuk mencapai pencerahan-sempurna ( Bodhi ).
KARUNA
“Karuna”, artinya adalah “welas-asih”, yaitu perasaan-hati ( Anukampa ) yang cenderung untuk menghilangkan penderitaan makhluk-makhluk lain.
Karuna adalah kebajikan yang diperluas kepada makhluk-makhluk lain, mengharapkan agar mereka bertambah bahagia dengan melindungi mereka dari gangguan-gangguan.Coraknya adalah meringankan penderitaan dan kesengsaraan makhluk-makhluk lain, atau menahan kesakitan sendiri demik kebahagiaan mereka. Belas kasihan melihat penderitaan makhluk-makhluk lain adalah intisarinya. Perwujudannya adalah pikiran damai dan tidak mencelakakan. Menahan diri untuk tidak menyakiti adalah ekspresinya. Melihat tidak berdayanya mereka yang menderita adalah sebab terdekatnya. Menghilangkan kekejaman adalah penggunaannya, kegagalan adalah kekacauan atau menimbulkan rasa sedih.
Karuna berhubungan dengan “Avihimsa-sankhappa”, pikiran yang tanpa-kekerasan ( tidak-menyakiti ), yang merupakan aspekk dari pikiran benar ( Samma-sankhappa ) , salah satu unsure dari Ariya-Atthangika-Magga ( Jalan Ariya Beruas Delapan ), dan juga merupakan salah satu dari sifat-sifat dan pencapaian-pencapaian Agung ( Maha Karunasamapatti ) dari Sang Buddha.
http://ratnakumara.wordpress.com/buddha/samadhi/latihan-memurnikan-pikiran/brahma-vihara/
Cafe Metta Karuna
Anak tangga menuju Dhammasala
Dhammasala Maha Dhammaloka
DHAMMASALA (TEMPAT KEBAKTIAN DAN MENDENGARKAN DHAMMA)
Selain bangunan diatas, ada sebuah bangunan yg disebut Dhammasala. Bangunan ini terletak ditengah-tengah lokasi vihara, tempat ini digunakan untuk pembacaan paritta pagi (hanya setiap Vassa) dan pembacaan Paritta sore (dilakukan setiap hari), juga digunakan untuk Makan (divihara ini hanya makan sekali), serta pembabaran Dhamma (Dhammadessana). Pembabaran dhamma bertujuan untuk memberikan pengertian kepada umat tentang Buddhadhamma, kegiatan ini sering dilakukan setiap hari Uposatha, hari-hari besar maupun perayaan-perayaan yang diadakan oleh vihara. Hal ini sangat penting dilakukan karena bisa mendidik umat agar nantinya bisa menerapkan Buddhadhamma didalam kehidupan sehari-hari. Pada hari-hari tertentu, para mahasiswa dari universitas terdekat juga datang untuk memohon bimbingan dhamma dan meditasi, agar mereka bisa menjaga eksistensi Buddhadhamma secara utuh. Makna dari Buddhadhamma adalah;
1. Buddha : Ia yang sadar, ia yang mengetahui, yang memiliki kesucian, memiliki cinta kasih dan kedamaian dalam
batinNya.
2. Dhamma: Karakteristik kesucian, cinta kasih dan ketenangan yang timbul dari keutuhan moral (sila), meditasi
(Bhavana), dan kebijaksanaan (panna).
Jadi, seseorang yang akan merealisasi Buddhadhamma adalah ia yang menumbuhkembangkan nilai-nilai moral (sila), meditasi (Bhavana), dan kebijaksanaan (panna). Dengan pengabdian Lungpho Avudhapanno (AT) yang tiada henti-hentinya sehingga membawa nama harum vihara tersebut kesegenap pelosok penjuru dunia hingga kenegeri kita, Indonesia.
Dibawah system manajemen yang beliau terapkan, kelangsungan hidup vihara ini dapat berlangsung secara continue tanpa mengalami problem yang berat. Dan akhirnya penyaji mengajak para pembaca dan umat Buddha seluruhnya untuk lebih tekun melaksanakan Buddhadhamma, tidak hanya teorinya saja, demi keharuman dan kejayaan Buddhasasana didunia ini. Semoga dhamma selalu bersinar didalam hati sanubari kita semua. Semoga dhamma terus jay
http://khmand.wordpress.com/2009/04/27/menengok-keberadaan-vihara-dithailand/
Interior Maha Dhammaloka
Saat pujabhakti
Rak abu kremasi
Umat kristiani juga menyewa
Ruang Perpustakaan
Kuti
http://www.patria.or.id/multimedia/vihara/152-vihara-tanah-putih.html