Transcript
Page 1: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae, Aspergillus oryzae,

Xanthomonas campestris dan Bacillus natto

Jumlah inokulum dari 1 ose Saccharomyces cerevisiae, Aspergillus oryzae,

Xanthomonas campestris, dan Bacillus natto dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan

tabel 1 Xanthomonas campestris mempunyai jumlah inokulum terbesar yaitu

sebanyak 4,9 x 107 dan A. oryzae mempunyai inokulum terkecil yaitu 4,3 x 102.

Tabel 1. Jumlah Inokulum Awal Mikroorganisme

Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae, Aspergillus oryzae,

Xanthomonas campestris, dan Bacillus natto hasil penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 8 yang diperoleh berdasarkan nilai Optical Density (OD) yang didapatkan.

Setiap mikroorganisme mempunyai fase pertumbuhannnya dan nilai absorbansi

berbeda yang cukup signifikan. Nilai absorbansi ini merepresentasikan jumlah sel

mikroorganisme (Benson, 2001). Semakin tinggi jumlah sel mikroorganisme yang

diperoleh semakin banyak jumlah beta-glukan yang didapat (Goldmann, 2008).

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel,

sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimianya

(Reed dan Rehm, 1983). Kecepatan pertumbuhan merefleksikan

perkembangbiakan mikroorganisme yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi

Mikroorganisme Jumlah inokulum (cfu/ml)

S. cerevisiae 1,28 x 107

X. campestris 4,9 x 107

B. natto 7,0 x 106

A. oryzae 4,3 x 102

Page 2: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

32

biomassa karena konsumsi substrat. Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk

berupa metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani, 1994).

Gambar 8. Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme

Ketika mikroorganisme dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula

akan mengalami fase adaptasi atau fase lag untuk menyesuaikan dengan kondisi

lingkungan di sekitarnya (Middelbeek et al., 1992; Mangunwidjaja dan Suryani,

1994). Pada fase ini peningkatan sel belum tampak dan melibatkan sintesis

komponen struktur sel. Berdasarkan gambar 8, lamanya fase adaptasi dari setiap

mikroorganimse berbeda.

S. cerevisiae mengalami fase adaptasi sampai jam 72 dengan adanya

kenaikan dan penurunan nilai kerapatan optik dapat disebabkan adanya perbedaan

tekanan osmotik antara cairan di dalam S. cerevisiae dengan suspensi media.

Menurut Tortora et al (2002), bila khamir berada pada larutan yang hipertonis (kaya

akan solute) maka akan terjadi plasmolisis yaitu cairan di dalam sel akan keluar dari

dalam sel menembus membran plasma menuju ke cairan yang memiliki kadar

solute lebih tinggi sehingga sel akan mati. X. campestris juga mengalami fase

adaptasi sampai jam 72 namun tidak ada penurunan nilai kerapatan optik selama

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

0 24 48 72 96 120

Ab

sorb

ansi

(6

00

nm

)

Jam

S. cerevisiae X. campestris B. natto A. oryzae

Page 3: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

33

fase ini. B. natto mengalami fase lag tersingkat yaitu sampai jam 24. Sedangkan

kapang A. oryzae juga mengalami fase lag sampai jam 72.

Perbedaan waktu fase lag secara umum ditentukan oleh jumlah sel yang

diinokulasikan, kondisi fisiologis dan morfologis yang sesuai serta media kultivasi

yang dibutuhkan (Scragg, 1991; Middelbeek et al., 1992; Fardiaz, 1987). Faktor

lainnya fase lag tergantung pada ukuran dan fase inokulum awal yang diinokulasi,

ketika inokulum yang diambil dari fase stasioner, maka fase lag yang dialami akan

lebih lama (Maier, 2009). Fase lag umumnya berbeda dengan bakteri, khamir dan

kapang. Bakteri mengalami fase lag yang lebih cepat dibandingkan dengan khamir

dan kapang yang dapat disebabkan oleh waktu membelah dirinya yang lebih cepat

yaitu sekitar 20 menit, khamir sekitar 90 menit dan kapang bisa sampai 8 jam

(Wibowo, 2016 ).

S. cerevisiae dan A. oryzae mengalami fase lag yang cukup lama dapat

diseebabkan inokulum S. cerevisiae dan A. oryzae sebelumnya ditumbuhkan di

Potato Dextrose Agar (PDA) yang terdiri dari dextrose dan potato extract yang

selanjutnya ditumbuhkan di YG Broth yang terdiri dari glukosa, K2HPO4, KH2PO4,

MgSO4, yeast Extract dan NH4Cl. Sedangkan bakteri ditumbuhkan di Nutrient

Agar(NA) yang terdiri dari Peptone, yeast extract dan NaCl dimana medium ini

mempunyai komponen yang lebih serupa dengan medium barunya. Hal ini dapat

menyebabkan bakteri lebih cepat menyesuaikan diri di lingkungan barunya.

Hamdiyati (2014) mengatakan jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama

seperti medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu

adaptasi. Tetapi jika nutrien yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru

Page 4: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

34

berbeda dengan sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa

enzim-enzim.

A. oryzae mempunyai nilai kerapatan optik terkecil karena mempunyai

jumlah inokulum terkecil (dari Tabel 1). Jumlah inokulum yang sedikit akan

membuat fase adaptasi yang lebih lama. Disisi lain fase lag akan lebih cepat jika

jumlah inokulum awalnya lebih banyak. Akibatnya populasi sel akan mencapai fase

eksponensial dengan sangat cepat (Asaduzzaman, 2007). Jumlah populasi sel akhir

yang lebih banyak akan berpengaruh pada jumlah β-glukan yang diproduksi.

B. natto mengalami fase lag tercepat dapat dikarenakan pertumbuhan

optimum untuk B. natto adalah 20 jam sehingga setelah jam 20 B. natto akan

mengalami fase stasioner (Tuan, 2015). Menurut Ruissen (1993), kurva

pertumbuhan X. campestris terus mengalami kenaikan sampai di jam 60, sehingga

sel X. campestris masih dapat naik setelah jam 60.

S. cerevisiae, X. campestris dan A. oryzae selanjutnya mengalami fase

logaritmik (log) atau pertumbuhan eksponensial pada jam 96 dimana terjadi

peningkatan sel secara pesat. Sedangkan B. natto mengalami fase ini di jam 24.

Pada fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstan mengikuti kurva log.

Kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya

seperti pH dan kandungan nutrien, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan

kelembaban udara. Pada fase ini mikroba membutuhkan energi lebih banyak dari

pada fase lainnya. Fase ini merupakan fase yang paling sensitif terhadap keadaan

lingkungan. Pada akhir fase logaritmik, kecepatan pertumbuhan populasi menurun

dikarenakan nutrien di dalam medium sudah berkurang serta ada hasil metabolisme

Page 5: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

35

yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

2014).

Waktu terjadinya fase log dipengaruhi oleh fase sebelumnya. Fase lag

adalah fase dimana bakteri mempersiapkan untuk fase eksponensial (Rolfe et al,

2012) sehingga secara tidak langsung semakin lama fase lag akan semakin lama

terjadinya fase log. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan adalah

kondisi lingkungan mediumnya seperti suhu, waktu inkubasi, kandungan substrat

dan pH (Fardiaz, 1993). Setiap kultur diinkubasikan pada suhu 30oC di medium

yang konsentrasi substratnya sama. Suhu ini merupakan suhu yang cukup optimal

untuk semua kultur. S. cerevisiae tumbuh optimum di suhu ini, namun fase log baru

dialami dijam 96 dapat diakibatkan karena fase lag yang dialami cukup lama. S.

cerevisiae baru sesuai lingkungan barunya dan dapat memproduksi asam dengan

optimal untuk pertumbuhannya. Pada jam ini juga terjadi fase logaritmik pada X.

campestris, fase ini baru terjadi dapat disebabkan karena suhu optimum untuk X.

campestris adalah 26oC (ATCC, 2018). Lima et al (1997) dan Rajeshwarl et al

(1995) juga mengatakan pertumbuhan X. campestris mencapai fase stasioner

setelah jam 72. B. natto memasuki fase logaritmik di jam 24. Britannica (2019)

mengatakan bakteri Bacillus mempunyai karakter dengan kecepatan pembelahan

diri dengan cepat dan didapatkan fase logaritmik umumnya di jam 18-24.

A. oryzae mempunyai jumlah inokulum awal yang paling sedikit

dibandingkan dengan mikroorganisme lainnya. Hal ini menyebabkan

pertumbuhannnya menjadi lambat dan baru memasuki fase logaritimiknya di jam

96 (Asaduzzaman, 2007). Shah et al (2014) juga mengatakan kondisi optimum

fermentasi A. oryzae didapatkan di jam 72. Selain itu A. oryzae dapat memproduksi

Page 6: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

36

enzim α-amilase yang digunakan untuk pertumbuhannya. Puri (2013) mengatakan

α–amilase dapat diproduksi maksimal di jam 120. Suhu optimum A. oryzae untuk

memproduski α-amilase yang merupakan enzim yang berkaitan untuk

pertumbuhannya adalah 45oC (Sivaramakrishnan et al, 2006).

Setelah fase logartimik, mikroorganisme akan memasuki fase stasioner dan

kematian. Fase stasioner dialami oleh S. cerevisiae di jam 120 dan B. natto di jam

24 dimana fase ini akan terjadi laju pertumbuhan bakteri sama dengan laju

kematiannya, sehingga jumlah bakteri keseluruhan akan tetap. Keseimbangan

jumlah keseluruhan bakteri ini terjadi karena adanya pengurangan derajat

pembelahan sel (Volk dan Wheeler, 1993). Nilai kerapatan optik B. natto setelah

jam 24 mengalami penurunan dan kenaikan. Hal ini dapat dikarenakan suhu

inokulasi B. natto membutuhkan temperatur yang cukup tinggi yaitu sekitar 50oC.

Didalam suhu ini B. natto dapat memperbanyak sebanyak 109–1010 cfu per gram

(Nout, 2015).

X. campestris dan A. oryzae memasuki fase kematian pada jam 120 dimana

terjadi penurunan jumlah sel karena beberapa nutrien di dalam medium sudah habis

dan energi cadangan di dalam sel habis. Kecepatan kematian bergantung pada

kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis mikroba. Selain itu dapat diakibatkan adanya

akumulasi produk toksik sehingga mengganggu pembelahan hasil fermentasi yang

bersifat racun bagi mikroorganisme (Kavanagh, 2005). Di jam ini enzim A. oryzae

yang diproduksi akan berkurang karena kekurangan nutrien dan akumulasi senyawa

beracun (Shafique, 2009).

Fase logaritmik merupakan fase optimum dalam memproduksi ß-glukan

pada khamir dan kapang seperti S. cerevisiae dan A. oryzae (Lipke, 1998). Hal ini

Page 7: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

37

terjadi karena pada fase logaritmik jumlah S. cerevisiae dan A. oryzae yang

dihasilkan tinggi sehingga dapat memproduksi ß-glukan dalam jumlah yang tinggi

pula. Semakin banyak jumlah S.cerevisiae dan A. oryzae diartikan semakin banyak

jumlah ß-glukan yang diproduksi (Kusmiati, 2009) yang disebabkan β-glukan pada

S.cerevisiae dan A. oryzae ditemukan di dinding selnya.

Bakteri mempunyai fase optimum yang berbeda untuk memproduksi β-

glukan. Sintesis β-glukan di bakteri terjadi selama fase post-stationer ketika

nitrogen mulai habis atau media fermentasi mengandung sumber karbon berlebih

(Phillips dan Lawford 1983; Lawford dan Rousseau 1992; Lee 2002). Sehingga

produksi β-glukan dari X. campestris dan B. natto lebih optimum pada jam 120.

Meskipun begitu ekstraksi β-glukan dari dinding sel .cerevisiae dan A. Oryzae akan

didapat meskipun sel mati maupun hidup (Zhu et al., 2016). Oleh karena itu

ekstraksi dilakukan pada jam 120 untuk memperoleh bobot β-glukan maksimum.

5.2. Kadar Glukosa pada Media Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae,

Aspergillus oryzae, Xanthomonas campestris dan Bacillus natto

Glukosa merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme.

Glukosa yang dikonsumsi oleh mikroorganisme akan dikonversi menjadi metabolit

seperti asam dan karbohidrat sederhana (Said, 1987). Khamir dan kapang akan

menggunakan glukosa sebagai penyusun dinding selnya yang terdiri dari β-glukan

(Appeldoorn,2002 ; Beauvais et al, 2001). Metabolisme pembentukan beta-glukan

pada bakteri juga sangat bergantung pada kandungan glukosa (Zekovic et al, 2005)

Kadar glukosa dalam medium setiap kultur selama 120 jam dapat dilihat di Gambar

9.

Page 8: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

38

Berdasarkan Gambar 9, kadar glukosa S. cerevisiae mengalami

penurunan sampai di jam 72. Glukosa sebagai sumber karbon utama diserap melalui

proses transfer aktif yang kemudian dimetabolisme untuk menghasilkan energi dan

mensintesis bahan pembentuk sel, serta sintesis metabolit (Priest dan Campbell,

1996). Penurunan kadar glukosa dalam medium mengindikasikan adanya

penyerapan glukosa oleh S. cerevisiae untuk metabolisme dan pembentukan

makromolekul seperti β-glukan (Thontowi, 2007). Kadar glukosa di jam 72 juga

mencapai titik terendah karena semakin besar konsumsi gula yang ditandai dengan

penurunan konsentrasi gula yang signifikan, maka pertumbuhan sel juga semakin

tinggi yang ditandai dengan nilai OD yang meningkat secara signifikan (Wardani,

2013). Nutrien lain seperti nitrogen digunakan untuk sintesis protein di dalam sel.

Protein yang terbentuk dapat merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan

β-glukan (Thontowi, 2007)

0

500

1000

1500

2000

2500

0 24 48 72 96 120

Kad

ar G

luko

sa (

pp

m)

Jam

S. cerevisiae X. campestris B. natto A. oryzae

Gambar 9. Kadar glukosa pada medium

Page 9: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

39

Kenaikan kadar glukosa setelah jam ini dapat disebabkan S. cerevisiae

memasuki fase kriptik , dimana fase ini terjadi setelah fase stasioner dan terjadi lisis

pada sel yang telah mati, menyebabkan keluarnya isi sel. Isi sel yang lisis dapat

menjadi nutrisi bagi sebagian sel yang masih hidup sehingga memungkinkan

terjadinya pertumbuhan baru (Wibowo, 2016). Nutrisi ini mungkin dapat berupa

gula sehingga kadar glukosa dalam medium naik kembali.

A. oryzae mengalami penurunan glukosa terbesar dibandingkan dengan

mikroorganisme lainnya. Hal ini berarti A. oryzae sangat bergantung pada sumber

karbon untuk pertumbuhannya. Beauvais et al (1993, 2001) mengatakan β-1,3-

glukan dari Aspergillus Fumigatus disintesis oleh kompleks glukan yang terikat

membran plasma, yang menggunakan UDP-glukosa sebagai substrat dan

mengekstraksi rantai β-1,3-glukan linear melalui membran ke dalam ruang

periplasmik. β-glukan merupakan komponen yang ditemukan di dinding sel

Aspergillus sehingga banyaknya sel akan mempengaruhi jumlah β-glukan akhir

(Ishibashi et al, 2010).

Yuliana (2008) mengatakan semakin tinggi laju pertumbuhan bakteri maka

semakin rendah gula reduksi yang tersisa. Sumber karbon yang paling optimum

untuk X. campestris adalah sukrosa, yang diikuti oleh glukosa, piruvat dan

frukotosa. Karbon akan berdisimilasi melaui glikolisis dan membentuk gula-gula

nukleotida dan mendukung pertumbuhan yang baik serta menghasilkan

eksopolisakarida dalam jumlah yang tinggi (Lin & Tseng, 1979). Hal ini dapat

dilihat dari fase logaritmik X. campestris di jam 96 dengan kadar glukosa

mediumnya yang rendah. Setelah jam 96, kadar glukosa X. campestris terjadi

sedikit kenaikan yang dapat disebabkan X. campestris metabolit lain seperti xanthan.

Page 10: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

40

Xanthan merupakan senyawa polisakarida yang disintensis oleh X. campestris

melalui jalur Entner-Doudoroff dengan memanfaatkan glukosa. Jalur ini

mengkatabolis glukosa menjadi asam 2-keto-3-dioksi-6-fosfoglukonat, lalu diubah

menjadi fosfoenopiruvat dan asam piruvat menggunakan enzim dari X. campestris

(Hsu & Martin, 2003 ; Lu et al, 2009). Senyawa ini selanjutnya akan dimanfaatkan

untuk membentuk xanthan. Sehingga total gula dalam medium naik kembali.

Kadar glukosa B. natto mengalami penurunan sampai ke jam di jam 24.

Setelah jam ini kadar glukosa tidak terlalu berubah. Jam 24 merupakan jam

terjadinya fase logaritmik, sehingga setelah jam ini B. natto sudah tidak ada

pertumbuhan dan kadar glukosa menjadi tetap. Glukosa disintesis oleh bakteri

untuk dijadikan metabolit sekunder berupa β-glukan (Dhivya,2014). Selain itu Tuan

et al, (2015) mengatakan Bacillus subtilis memanfaatkan glukosa untuk

memproduksi asam asetat dan membangun pembentukan sel dan mengambil bagian

dalam metabolisme zat.

Selain daripada glukosa, Yeast Extract merupakan sumber nitrogen yang

dimanfaatkan oleh X. campestris untuk pertumbuhan serta produksi

eksopolisakarida diantaranya xanthan (Lo et al, 1997). Kondisi nitrogen yang

sedikit akan mendukung pembentukan metabolit-metabolit seperti xanthan (De

Yust & Vermeire, 1994). Membatasi jumlah nitrogen adalah cara paling efisien

untuk mendorong biosintesis β-glukan dan akan hanya diproduksi ketika kadar

nitrogen dalam medium mencapai nilai rendah (Lee, 1997). Lalu Gummadi (2015)

mengatakan dalam kondisi nitrogen yang tinggi β-glukan yang diproduksi hanya

sedikit dan nilai biomassanya yang tinggi. Faktor lain seperti MgSO4 dibutuhkan

untuk mendukung pertumbuhan dan produksi eksopolisakarida (Ashour, 2000).

Page 11: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

41

5.3. Derajat Keasaman pada Media Pertumbuhan Saccharomyces

cerevisiae, Aspergillus oryzae, Xanthomonas campestris dan Bacillus natto

Derajat keasaman atau pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dalam produksi β-glukan karena berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan sel

maupun pembentukan β-glukan (Saudagar, 2004). Glukosa yang dikonsumsi oleh

mikroorganisme akan dikonversi menjadi metabolit seperti asam dan karbohidrat

sederhana (Said, 1987). pH mempunyai peranan penting dalam proses perbanyakan

massa sel mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan produksi β-glukan

(Zhu et al, 2016). Beberapa studi mengatakan pH optimal produksi β-glukan untuk

bakteri di pH 5,5-7,0. (Lee et al. ,1999 ; Kalyanasundaram et al. 1980). Kadar pH

hasil fermentasi selama 120 jam oleh setiap mikroorganisme dapat dilihat di

Gambar 10.

Penurunan nilai pH pada S. cerevisiae disebabkan karena dalam keadaan

aerobik S. cerevisiae akan mengubah glukosa menjadi asam organik yang akan

membuat media fermentasi ke kondisi asam (Williamson, 1980). Menurut Reed dan

Peppler (1993), asam-asam yang terbentuk seperti asam asetat, asam piruvat, dan

asam laktat dapat menurunkan pH, sedangkan asam-asam lainnya seperti asam

butirat dan asam lemak lainnya hanya sedikit berpengaruh dalam penurunan pH

cairan.

Page 12: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

42

Kecenderungan media fermentasi semakin asam disebabkan amonia

yang digunakan sel khamir sebagai sumber nitrogen diubah menjadi NH4+.

Molekul NH4+ akan menggabungkan diri ke dalam sel sebagai R-NH3. Dalam

proses ini H+ ditinggalkan dalam media, sehingga semakin lama waktu fermentasi

semakin rendah pH media (Judoamidjojo dkk.,1989).

Setelah jam 72, pH medium S. cerevisiae cenderung naik yang dapat

disebabkan oleh keadaan oksigen didalam medium sangat sedikit dan S. cerevisiae

memasuki kondisi anaerobik dimana asam piruvat yang diproduksi sebelumnya

akan diubah menjadi etanol dan karbondioksida (Nelson, 2005). Etanol yang

diproduksi bersifat basa yaitu 7,33 sehingga kadar pH medium menjadi naik

(Anonim, 2000).

Bakteri X. campestris mengalami penurunan pH terbesar dibandingkan

dengan mikroorganisme lainnya. pH terendah didapatkan di jam ke 72 yaitu sebesar

3,61. D.J Robeson (1985) mengatakan X. campestris dapat memproduksi asam-

asam karboksilat dengan memanfaatkan glukosa seperti asam tiglik, asam

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

7.5

0 24 48 72 96 120

pH

Jam

S. cerevisiae X. campestris B. natto A. oryzae

Gambar 10. Kadar pH media dari Setiap Mikroorganisme

Page 13: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

43

phenilacetik, asam isovalerik, 3-metiltiopropionik dan asam trans-3-metiltiakrilat

yang diproduksi sampai di jam 72. Produksi asam ini ditandai oleh penurunan kadar

glukosa medium yang terus menurun sampai jam 96 dan residu glukosanya tersisa

263 ppm. Namun X. campestris akan tumbuh optimum di pH 6.0-7.5 (Esalhado et

al, 1995), sehingga pH kadar medium perlu dikontrol agar beta-glukan yang

diperoleh dapat optimal.

B. natto mengalami penurunan pH sampai di jam 48. Tuan et al, (2015)

mengatakan Bacillus subtilis memanfaatkan glukosa untuk memproduksi asam

asetat. Selain asam asetat, hasil metabolit dari B. natto berupa zat lendir berwarna

putih yang merupakan hasil pembentukan asam poli- γ-glutamat selama fermentasi

(Hu et al., 2010 ; Ho et al., 2006 ). Kenaikan pH kembali setelah jam 48 terjadi

dapat dikarenakan oleh fermentasi yang berkepanjangan. Hal ini dapat membuat

kenaikan konsentrasi amonia dalam medium (Guo, 2015). Nitrogen organik lebih

mudah dimanfaatkan oleh bakteri untuk meningkatkan metabolisme enzimnya.

Selain itu sumber kalsium seperti NH4Cl merupakan faktor pendorong untuk

pembentukan enzim dan nutrisi lainnya melibatkan reaksi biokimia sel bakteri.

(Kwon et al, 2011 ; Cho et al, 2010). Adanya sedikit kenaikan pH dapat disebabkan

B. subtillis natto dapat memproduksi poliamin yang merupakan senyawa yang

pHnya mendekati netral (Kim, 2012 ; Karsten, 2005).

Lee et al (2016) mengatakan gula yang dikonsumsi oleh A. oryzae akan

menyebabkan produksi asam amino dan asam organik selama fermentasi terutama

asam sitrat dan asam glukonat, mempengaruhi keasaman lingkungan medium dan

membuat pH turun. A. oryzae dapat mentolerir kondisi asam dan bisa hidup dalam

pH rentang 3-7. Namun pH yang optimum untuk pembentukan enzim terdapat di

Page 14: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

44

pH 7. Pada pH yang lebih rendah atau lebih tingi akan mempengaruhi stabilitas

enzim ekstraseluler dan menyebabkan denaturasi yang cepat (Sindhu et al, 1986).

Metabolit lain yang dibuat oleh A. oryzae berupa asam koji (Terabayashi et al,

2010).

Kenaikan pH kembali setelah jam 72 dapat disebabkan gula dalam substrat

dipecah menjadi gula-gula sederhana dengan bantuan enzim α-amilase sehingga

terbentuknya gula alkohol (Baek et al, 2010). Gula akohol yang terbentuk membuat

kadar glukosa pada medium dan pH naik kembali. Yeast extract merupakan sumber

nitrogen organik yang cocok digunakan untuk memproduksi enzim α-amilase.

Metabolit primer yang diproduksi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhannya yang

dipengaruhi oleh nutrien yang tersedia (Shah, 2014).

Metabolisme sekunder pada A. oryzae menggunakan senyawa asam untuk

menekan jalur metabolisme. Metabolit ini akan memberikan A. oryzae kemampuan

untuk memodifikasi diri mereka sendiri sesuai dengan lingkungan mereka saat ini

- mereka dapat meningkatkan atau menurunkan efisiensi metabolisme yang optimal.

Hal ini membuat A. oryzae mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan

(Brown, 1996).

5.4. Produksi β-glukan dari Saccharomyces cerevisiae, Aspergillus oryzae,

Xanthomonas campestris, dan Bacillus natto

Tabel 2. Hasil Jumlah Massa Sel dan Massa ß- Glukan dari Setiap Mikroorganisme

Mikroorganisme Berat β glukan (mg) Berat biomassa sel (mg)

Saccharomyces

Cerevisiae 3,945 29,445

Xanthomonas

Campestris 0,785 4,445

Bacillus Natto 1,345 6,6

Aspergillus Oryzae 82,5 590,65

Page 15: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

45

Hasil fermentasi berupa massa sel dan massa ß-glukan dari Saccharomyces

cerevisiae, Aspergillus oryzae, Xanthomonas campestris, dan Bacillus natto dapat

dilihat pada tabel 2. A. oryzae memperoleh jumlah β-glukan dan biomassa sel

terbesar yaitu 82,5 mg dan 590,65 mg secara berturut. dan X. campestris

memperoleh jumlah biomassa dan berat β-glukan terkecil yaitu 0,785 mg dan 4,445

mg secara berturut.

Jumlah β-glukan terbesar yang didapat pada A. oryzae dapat disebabkan

karena mempunyai β-glukan ikatan (1-3) dan (1-6), yang diperoleh dinding sel baik

pada konidia maupun miseliumnya (Beauvais, 2014). Sedangkan pada X.

campestris dan B. natto didapatkan hanya dari metabolit sekundernya dan S.

cerevisiae dari dinding selnya (Dhivya, 2014). A. oryzae mengonsumsi glukosa

terbesar dibandingkan dengan mikroorganisme lainnya. Glukosa dikonversi

menjadi asam organik dan disintesis untuk dinding selnya (Lee, 2016 & Farkas,

1979). Namun pH pada media tumbuhnya tidak terjadi penurunan secara signifikan

sehingga sebagian besar glukosanya dimanfaatkan untuk pembentukan dinding

selnya.

Selain itu ukuran miselium dan konidia A. oryzae lebih besar dibandingkan

dari sel S. cerevisiae. A.oryzae mempunyai partikel sebesar 37.6 Megabases (Mb)

mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan genus Aspergillus

lainnya (Machida, 2008). Xanthomonas mempunyai ukuran partikel lebar 0,4 – 1,0

µmdan panjangnya sebesar 1,2 – 3,0 µm. S. cerevisiae mempunyai ukuran partikel

sebesar 5-6 µm dan besar genomnya sekitar 12 Mb. Sedangkan Bacillus biasanya

berbentuk batang, dengan panjang sekitar 4-10 μm dan diameter 0,25-1,0 μm, (Yu

et al, 2014) dengan ukuran genom 4,1-Mb (Tan, 2016).

Page 16: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

46

Berdasarkan gambar 10, A. oryzae mengkonversi glukosa dengan cepat dan

sebagian besar dari glukosa yang dikonversi untuk membentuk dinding sel

miselium dan konidianya. Pada Aspergillus, β-1,3-glukan disintesis oleh kompleks

glukan sintase plasma membran-terikat, yang menggunakan uridin difosfat (UDP)

-glucose sebagai donor-substrat dan ekstrusi rantai β-1,3-glukan melalui membran

ke ruang periplasmik (Beauvais et al., 2001).

Metabolisme pembentukan ß-glukan adalah dengan adanya glukosa yang

diubah menjadi glukosa -6- fosfat dimana kemudian adanya enzim

phosphoglucomutase diperoleh glukosa-1-fosfat dan diurai menjadi UDP- Glukosa

yang merupakan komponen penyusun dinding sel khamir. Salah satu penyusun

dinding sel tersebut adalah ß-glukan (Appeldoorn, 2002). Sedangkan pada bakteri

Uridin difosfat (UDP) glukosa dan Uridin monofosfat (UMP) dapat menjadi

prekursor dalam produksi glukan. Penurunan pH dapat meningkatkan konsentrasi

enzim intra-seluler seperti β-1,3-glukanase, Uridin Trifosfat (UTP) glukosa-1-

fosfat uridilitransferase dan fosfoglukosamutase yang merupakan enzim yang

terlibat dalam metabolisme dan sinstesis β-glukan (Dhivya et al, 2014).

Dalam proses pembentukan dinding sel fungi dipengaruhi oleh unsur

nitrogen yang diperoleh dari media fermentasi dalam bentuk asam amino maupun

peptida yang dapat menjadi pendukung dalam metabolisme pertumbuhan rantai

penyusun dinding sel (Walker, 2016). Bakteri menghasilkan metabolit sekunder

dengan mengkonversi glukosa menjadi β-glukan dan pada S. cerevisiae dan A.

oryzae ditemukan didinding selnya (Zeković et al, 2005). Dengan demikian,

semakin tinggi kandungan glukosa akan semakin tinggi nutrisi yang tersedia untuk

pertumbuhan sel dan produk akhir β-glukan.

Page 17: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

47

Biomassa sel yang didapat kemudian dilakukan autolisis sel atau

pemecahan sel guna memperoleh ß-glukan (Pengkumsri, 2016). Bakteri

menghasilkan metabolit selama fermentasi, Meskipun jumlah biomassa sel tinggi

namun β-glukan yang didapat dari biomassa sel belum tentu sebanding dengan

biomassanya karena β-glukan yang didapat dari bakteri merupakan hasil metabolit

sekunder sedangkan kapang dan khamir hanya sebagian dari dinding selnya

(Dhivya et al, 2014 ; Lipke, 1998 ; Beauvais et al, 2014). Sehingga biomassa sel

hanya terdiri dari sebagian kecil β-glukan yang selanjutnya perlu dilakukan

ekstraksi lanjutan untuk mengetahui yield atau persentase β-glukan yang didapat

dari biomassa selnya (Young, 2004).

Hasil massa ß-glukan dan massa sel yang diperoleh dapat digunakan

untuk mencari persentase/yield ß-glukan yang dihasilkan berdasarkan massa sel

yang diperoleh. Persentase ß-glukan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11.

Persentase tertinggi ada pada persentase ß-glukan dihasilkan oleh B.

natto yaitu 20,37%. Hal ini dapat dikarenakan metabolit sekunder yang dihasilkan

13.40

17.66

20.38

13.97

0

5

10

15

20

25

Saccharomyces

cerevisiae

Xanthomonas

campestris

Bacillus natto Aspergillus oryzae

Yie

ld (

%)

Mikroorganisme

Gambar 11. Yield β-glucan Dari Setiap Mikroorganisme

Page 18: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

48

oleh B. natto berupa β-1,3 glukan yang tidak larut air (Gummadi, 2015). Sedangkan

X. campestris menghasilkan metabolit sekunder terbesar berupa xanthan gum yang

merupakan polisakarida dibandingkan dengan β-1,2 glukan (Robeson, 1985).

B. natto mempunyai nilai OD yang lebih besar dibandingakan dengan X.

campestris, sehingga jumlah beta-glukan yang didapat sedikit lebih besar

dibandingkan dengan X. campestris. Selain dari jumlah populasi, B. natto

mempunyai nilai yield yang lebih tinggi dibandingkan dengan X. campestris dapat

disebabkan karena X. campestris baru memasuki fase stasioner di jam 120, dimana

di jam ini dilakukan ekstraksi dan X. campestris baru menghasilkan metabolit-

metabolit sekunder di fase ini. Sedangkan pada B. natto memasuki fase logaritimik

di jam 24 dan setelah jam ini nutrien di kultur B. natto sudah mengalami penurunan

dan dimanfaatkan oleh B. natto untuk memproduksi metabolit sekunder berupa β-

glukan. Sehingga B. natto lebih mempunyai waktu untuk memproduksi β-glukan

dibandingkan dengan X. campestris.

Bakteri B. natto dan X. campestris mempunyai nilai kerapatan optik yang

jauh lebih kecil dibandingkan dengan khamir S. cerevisiae dan kapang A. oryzae

yang berarti jumlah populasinya yang tidak banyak, namun bakteri B. natto dan X.

campestris mempunyai nilai yield yang lebih tinggi dibandingkan dengan khamir S.

cerevisiae maupun kapang A. oryzae. Maka bakteri ini tidak bergantung penuh pada

jumlah populasinya, melainkan pada metabolit sekunder yang dihasilkan. Sehingga

optimalisasi untuk produksi metabolit sekundernya lebih penting dibandingkan dari

jumlah populasinya untuk membuat β-glukan.

A. oryzae mempunyai jumlah populasi tertinggi dibandingkan dengan

mikroorganisme lainnya, yang diikuti oleh S. cerevisiae. Namun kedua

Page 19: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

49

mikroorganisme ini mempunyai nilai yield yang rendah. Berdasarkan gambar 11,

yield yang dihasilkan oleh A. oryzae didapat sekitar 13.96% dan S. cerevisiae

didapat 13.39%. Lalu berdasarkan gambar 8 nilai kerapatan optik di jam 120 A.

oryzae didapatkan hanya 0.1246 dan S. cerevisiae mencapai nilai kerapatan optik

sebesar 1.0841. Hal ini dapat terjadi karena ikatan β-glukan yang didapat pada

dinding sel S. cerevisiae jauh lebih besar dibandingkan di dinding sel A. oryzae.

Kapteyn (1996) mengatakan setengah lebih dinding sel S. cerevisiae terdiri dari β-

1,3-glukan (50-55%) dan β-1,6-glukan (5-10%). Sedangkan A. oryzae hanya

mempunyai β-1,3-glukan sekitar 20-35% dan β-1,6-glukan sekitar 4% (Beavuais,

2014). Oleh karena itu khamir dan kapang sangat bergantung terhadap jumlah

populasinya, karena β-glukannya ditemukan di dinding selnya.

Yield β-glukan yang dihasilkan oleh bakteri secara umum seperti

Agrobacterium didapatkan sekitar 6-7% (Kalyanasundaram, et al, 2012). Khamir

yang umum digunakan yaitu S. cerevisiae dapat memperoleh yield beta-glukan

sekitar 6-12% (Suphantharika et al, 2003 ; Khalel, 2002; Zechner-Krpanet et al

2010). Lalu kapang Aspergillus niger dapat memperoleh yield sebesar 9-11%

(Paulraj, 2012).

Namun β-glukan yang didapat di penelitian ini masih tidak murni

sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk pemurniannya. β-glukan yang

tidak murni dapat mempengaruhi sifat fisika-kimianya dan mempersulit

kemampuannya untuk larut dalam air yang nantinya dapat tidak cocok untuk

industri pangan (Jamas et al, 1991).

Page 20: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

50

5.5. Mikrostruktur β-Glukan dengan Scanning Electron Microscope

Hasil pengujian mikrostrukstur dengan menggunakan Scanning Electron

Microscope (SEM) yang dapat dilihat pada Gambar 12. Berdasarkan penampilan

panorama sampel menunjukkan β-glukan yang diekstrak memiliki distribusi ukuran

partikel yang tidak teratur dan lebih kecil.

Adanya perbedaan struktur antara sampel dapat terjadi karena dari setiap

mikroorganisme mempunyai ikatan β-glukan yang berbeda. (Zhu, du & Xu, 2016).

Berdasarkan gambar 12, Pada perbesaran 30x ukuran partikel β-glukan rata-rata

dari S. cerevisiae didapatkan sebesar 500 μm, 1300 μm dari A. oryzae , 550 μm dari

X. campestris, dan 400 μm dari B. natto, sedangkan untuk pengukuran globular ß-

glukan diperoleh perbesaran yang berbeda dari tiap medium fermentasi. Globular

ß-glukan S. cerevisiae memiliki diameter sebesar 500 μm yang diukur pada

perbesaran 250x. Globular ß-glukan A. oryzae diperoleh diameter sebesar 1400 μm

dengan menggunakan perbesaran 70x. ß-glukan X. campestris diperoleh globular

dengan diameter 305 μm pada perbesaran 400x. dan ß-glukan B. natto diperoleh

globular dengan diameter 600 μm pada perbesaran 200x. A. oryzae mempunyai

ukuran sel yang lebih besar disebabkan karena bentuk dari selnya yang terdiri dari

miselium dan spora, Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang

dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5-10 μm, dibandingkan dengan sel bakteri

yang biasanya (Coyne dan Mark, 1999). Sedangkan Dwidjoseputro (2005)

mengatakan ukuran sel khamir mempunyai lebarnya berkisar antara 1-5 μm dan

panjangnya berkisar dari 5-30 μm atau lebih.

Page 21: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

51

D

Gambar 12. Hasil Scanning Electron Microscope ß-glukan S. cerevisiae

(A&B), A. oryzae (C&D), X. campestris (E&F), B. Natto (G&H) dan

komersil dari barley (I&J) yang diperoleh Limberger-Bayer (2014)

A B

C

F E

H G

J I

Page 22: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

52

Perbedaan ukuran partikel ini akan berpengaruh terhadap aktivitas

biologisnya. Wang (2017) dan Methacanon (2011) mengatakan mikrostruktur

terkecil diartikan memiliki kelarutan tertinggi sehingga dihasilkan aktivitas biologis

yang tinggi. ß-glukan dari X. campestris memiliki ukuran mikrostruktur terkecil

yang iikuti oleh S. cerevisiae lalu B. natto dan aktifitas biologis terendah terdapat

pada A. oryzae.

Hasil tersebut memperlihatkan bahwa diameter ß-glukan dari tiap medium

fermentasi memiliki ukuran yang berbeda, dimana globular ß-glukan komersil

memiliki diameter 5 μm hingga 100 μm perbedaan ini dapat terjadi dikarenakan

perbedaan substrat yang digunakan untuk memproduksi ß-glukan serta perbedaan

kemurnian (Hunter et al, 2002; Piotrowska, 2015).

Keempat mikroorganisme meskipun mempunyai ukuran partikel dan bentuk

yang berbeda, mereka mempunyai kesamaan yaitu penampilannya yang seperti

bunga karang, berpori dan teksturnya yang kasar serta struktur dinding selnya tidak

terlihat. β-glukan komersil (I&J) mempunyai tekstur yang serupa, cluster yang

lebih homogen serta bentuknya lebih bulat dan spongy (Limberger-bayer, 2014).

Singh (2018), Vasanthan and Temelli (2008) dan Liu et al (2015) juga

menunjukkan mikrostruktur β-glukan yang diekstraksi dengan asam basa

mempunyai karakteristik yang serupa dengan apa yang didapat. Partikel yang

berpori dapat disebabkan oleh pengeringan seperti spray atau freeze drying. Salah

satu manfaat partikel yang berpori adalah peningkatan atau memperkaya β-glukan

dengan obat seperti nano-drug precipitate atau nanocrystals (Upadhyay et al, 2017).

Pada pengamatan tiap globular dihasilkan karakteristik yang serupa antar

masing – masing ß-glukan, namun jika dilihat secara meluas bentuk dari partikel

Page 23: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

53

masing – masing ß-glukan memiliki ukuran yang berbeda – beda. Perbedaan ini

juga ditunjukkan dari penggunaan perbesaran yang berbeda untuk tiap ß-glukan dari

masing – masing media fermentasi. Perbedaan ukuran mikrostruktur dari tiap ß-

glukan ini dikarenakan adanya perbedaan ikatan antar mikroorgansime (Uscanga,

2003).

Jumlah unsur karbon dan nitrogen yang berbeda pada setiap

mikroorganisme akan mempengaruhi pembentukan ukuran komponen dinding sel,

terutama terbentuknya ß-glukan (Parrou, 1999). Semakin tinggi ketersediaan unsur

karbon dan nitrogen pada media fermentasi yang digunakan maka semakin besar

ukuran partikel dari ß-glukan yang dihasilkan (Lipke, 1998). Konversi glukosa dan

nitrogen akan berbeda sehingga ukuran partikel dapat bervariasi karena setiap

mikroorganisme mempunyai proses metabolisme yang berbeda.

Page 24: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan ...media.unpad.ac.id/thesis/240210/2014/240210140078_5_8469.pdf35 yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Hamdiyati,

54

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

S. cerevisiae, X. campestris, B. natto dan A. oryzae dapat tumbuh

dan memproduksi β-glukan di media cair selama 120 jam dengan total

populasi di nilai kerapatan optik (0,1246-1,0841). Produksi β-glukan

tertinggi didapat dari A. oryzae yaitu sebesar 82,5 miligram dengan total

populasi A. oryzae di nilai kerapatan optik 0,1246, kadar glukosa akhir 769

ppm dan kadar pH medium akhir 6,67. Lalu produsen paling efektif dalam

menghasilkan β-glukan adalah B. natto yang menghasilkan yield sebesar

20,38 %.

6.2. Saran

ß-glukan yang dihasilkan dapat dikaji lebih lanjut sebagai bahan

tambahan makanan yang memiliki sifat fungsional. Pengujian lebih lanjut

mengenai kemurnian, struktur dan karakteristik ß-glukan secara lengkap

juga perlu dilakukan.


Recommended