Transcript
Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

UNIVERSITAS INDONESIA

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM

PENGAWASAN KEGIATAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

TESIS

FIRMAN KUSBIANTO

1106030864

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA HUKUM EKONOMI

JAKARTA

JANUARI 2013

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM

PENGAWASAN KEGIATAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Hukum

FIRMAN KUSBIANTO

1106030864

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA HUKUM EKONOMI

JAKARTA

JANUARI 2013

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

iii

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

iv

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

v

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

vi

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Firman Kusbianto

Program Studi : Hukum Ekonomi

Judul : Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam

Pengawasan Kegiatan Sektor Jasa Keuangan

Tesis ini membahas secara komprehensif aspek yang bersifat esensial yaitu

independensi, yang dimiliki suatu otoritas yang berwenang penuh atas pengaturan

dan pengawasan sektor finansial di Indonesia, yaitu Otoritas Jasa Keuangan

(OJK). Alasan pentingnya independensi tersebut adalah agar OJK dapat

melaksanakan tugas dan fungsinya dalam melakukan pengawasan di sektor jasa

keuangan secara optimal dan efektif. Independensi diperlukan agar OJK dapat

melindungi diri khususnya dari intervensi industri jasa keuangan yang diawasinya

maupun dari campur tangan politik. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap regulasi

dan pengawasan yang dilakukan OJK benar-benar bersifat objektif, tanpa

dipengaruhi intervensi dari pihak manapun dan untuk mencegah potensi benturan

kepentingan antara para pelaku yang saling berinteraksi di sektor jasa finansial.

Sifat independen tersebut harus diwujudkan karena concern dan tujuan utama

pembentukan OJK sebagai lembaga/otoritas pengatur dan pengawas adalah

menyangkut kepercayaan masyarakat bagi sektor finansial dan pencapaian tujuan

stabilitas keuangan

Kata kunci:

Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa Keuangan, Independensi

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

vii

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Firman Kusbianto

Study Program : Economic Law

Title : The Independence of ―Otoritas Jasa Keuangan‖ in

Supervision Activities of The Financial Services Sector

This thesis addresses comprehensively an essential aspect, independence, of a

fully competent authority overseeing the regulation and supervision of the

financial sector in Indonesia, namely the Financial Services Authority (otoritas

jasa keuangan / OJK). The underlying reason of the importance of OJK‘s

independence is for OJK to perform their duties and functions in supervising the

financial services sector in Indonesia in the best possible and most effective

manner. This element of independence is imperative for OJK to shield itself from

third party intervention operating in the financial services industry to which it

supervises, as well as from political interference. It is intended that every

regulation issued and supervision carried out by OJK are truly objective,

independent of intervention from any third party, and to prevent potential conflicts

of interest between the actors that interact in the financial services sector. Such

element of independence must be maintained to address the main concern and

objective of OJK‘s establishment, as the regulatory and supervisory authority,

which revolves around the public confidence in the financial sector and the

achievement of financial stability.

Keywords : independence, Supervision, Financial Sector, Financial Service

Authority

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

viii

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum

Jurusan Hukum Ekonomi pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini,

sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya

mengucapkan terima kasih kepada:

1) Bapak Dr. Zulkarnain Sitompul, S.H., LL.M. selaku dosen pembimbing

tesis yang telah memberikan masukkan, sehingga penulisan tesis ini

selesai;

2) Ibu Prof. Dr.Rosa Agustina, S.H., M.H. dan Dr. Tri Hayati SH, MH selaku

dosen penguji dalam sidang akhir penulis;

3) Seluruh dosen pengajar pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis;

4) Seluruh Staf Sekretariat Program Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia yang telah memberikan bantuannya kepada penulis

baik selama masa kuliah maupun dalam penulisan tesis ini;

5) Orangtua tercinta, Bapak Didit Kusherman, S.H., M.M. dan Ibu Jetty

Likur, S.E. yang tiada lelah selalu menginspirasi dan memberi semangat

kepada penulis;

6) Saudara kandung dari penulis, Aditya Ikhsan dan Irfandi Budiman yang

menemani penulis setiap saat dalam suka dan duka;

7) Rekan kerja penulis dari Kantor Hukum Irianto Subiakto & Partners, dan

kepada Pak Irianto Subiakto, S.H., LL.M. yang telah memberikan izin

dalam hari-hari kerja dan mendukung penulis menyelesaikan tesis;

8) Teman-teman dari Angkatan 2011 Hukum Ekonomi Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas yang menemani hari-hari penulis berkuliah di

kampus salemba;

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

ix

Universitas Indonesia

9) Sahabat-sahabat penulis dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Program Sarjana Angkatan 2006, yang tiada henti membuat penulis tetap

riang dan gembira dengan segala canda dan tawa dalam momen-momen

persahabatan;

10) Alexis (ale), sahabat yang selalu menemani penulis berolahraga setiap hari

dan membantu penulis menjaga kesehatannya;

11) Sara Bareilles dan Ingrid Michaelson, melalui karya lagu-lagunya yang

indah telah membantu penulis untuk lebih fokus mengerjakan tesis;

12) Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah

memberikan bantuan dalam penyelesaian studi pada Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat

bagi pengembangan ilmu hukum.

Jakarta, 1 Januari 2013

Penulis

Firman Kusbianto

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

x

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... . iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ….. v

ABSTRAK .…………………………………… …………….......... vi

KATA PENGANTAR…………………………………................... viii

DAFTAR ISI ……………………………………………………..... x

Bab I. Pendahuluan....................................................................... 1

A. Latar Belakang…………………..……………………… 1

B. Pokok Permasalahan......................................................... 13

C. Tujuan Penulisan.............................................................. 14

1. Tujuan Umum............................................................ 14

2. Tujuan Khusus........................................................... 14

3. Kerangka Teori........................................................... 15

D. Metode Penelitian............................................................ 21

1. Tipologi Penelitian..................................................... 21

2. Jenis Data................................................................... 22

3. Metode Analisis Data................................................. 22

E. Sistematika Penulisan...................................................... 23

Bab II. Independensi Otoritas Pengawas Jasa Keuangan............. 24

A. Otoritas Independen…………………………………….. 24

B. Otoritas Independen dalam Pengawasan Kegiatan

di Sektor Jasa Keuangan................................................... 31

C. Indikator dan Ukuran Independensi Otoritas

Pengawas Jasa Keuangan ……………………………....... 37

1. Fungsi Pengaturan/Regulatory Independence………… 37

2. Fungsi Pengawasan/Supervisory Independence………. 40

3. Aspek Kelembagaan/Institutional Independence……... 42

4. Aspek Anggaran/Budgetary Independence………….... 43

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

xi

Universitas Indonesia

D. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari Intervensi Politik

dan Industri Jasa Keuangan………………………………. 48

1. Independensi Otoritas Jasa Keuangan

dari Intervensi Politik………………………………… 49

2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan

dari Intervensi Industri Jasa Keuangan………………. 50

E. Aspek Akuntabilitas dan Transparansi

Otoritas Independen dalam Pengawasan

Kegiatan Sektor Jasa Keuangan…….................................. 55

1. Akuntabilitas…………………………………………. 55

2. Transparansi……………………………….…………. 63

Bab III. Status, Kedudukan dan Struktur Kelembagaan

Otoritas Jasa Keuangan…………………………………… 66

A. Landasan Hukum Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan… 66

B. Status dan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan…………... 69

C. Struktur Kelembagaan dan Anggaran…………………….. 70

1. Dewan Komisioner……………………………………. 70

2. Anggaran…………………………………………….... 76

D. Tujuan…………………………………………………….. 77

E. Fungsi, Tugas dan Kewenangan………………………….. 79

F. Hubungan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan

dengan Lembaga Terkait di Bidang Jasa Keuangan……… 81

G. Akuntabilitas dan Transparansi Otoritas Jasa Keuangan…. 84

Bab IV. Independensi Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas

Sektor Jasa Keuangan ………………................................ 87

A. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari

Aspek Fungsi Pengaturan/Regulatory Independence……. 87

1. Independensi OJK Terkait Fungsi Pengaturan

Pengawasan di bidang Perbankan............................... 91

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

xii

Universitas Indonesia

2. Independensi OJK Terkait Tugas Menetapkan

Dan Melaksanakan Kebijakan Kestabilan

Sistem Keuangan…………………………………….. 92

B. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari

Aspek Fungsi Pengawasan/Supervisory Independenc..... 96

1. Independensi OJK Terkait Koordinasi

Fungsi Pengawasan

dengan Lembaga Lain........................................................ 100

C. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari

Aspek Kelembagaan/InstitutionalIndependence……….. 105

1. Independensi OJK terkait Keanggotaan

Dewan Komisioner Ex-Officio dari

Bank Sentral dan Pemerintah....................................... 109

2. Independensi OJK Terkait Fungsi Penyidikan

di Sektor Jasa Keuangan ............................................... 112

D. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari

AspekAnggaran/Budgetary Independence…………….... 114

E. Aspek Akuntabilitas dan Transparansi OJK…………… 118

Bab V. Penutup...................................................................................... 124

A. Kesimpulan.......................................................................….. 124

B. Saran.................................................................................….. 126

Daftar Pustaka....................................................................................... 128

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu lembaga/institusi yang memiliki otoritas sebagai pengatur dan

pengawas sektor jasa finansial tentunya harus memiliki independensi didalam

melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan otoritas tersebut mempunyai fungsi

mengawasi suatu sistem yang terdiri dari kegiatan dan transaksi jasa keuangan

oleh entitas-entitas bisnis yang dapat berpotensi terjadinya benturan kepentingan

serta berpotensi mempengaruhi ataupun dipengaruhi kepentingan pihak-pihak

tertentu, termasuk juga dalam hal ini pihak pemerintah. Untuk itu, dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya, lembaga pengatur dan pengawas sektor

jasa keuangan harus independen atau bebas dari intervensi pihak-pihak

berkepentingan, yang tentunya dalam koridor hukum yang juga menjamin bahwa

independensi tersebut dapat dimintakan pertanggung-jawabannya. Penelitian ini

akan mencoba melakukan pembahasan secara komprehensif terhadap aspek yang

bersifat esensial yaitu independensi, yang dimiliki suatu otoritas yang berwenang

penuh atas pengaturan dan pengawasan sektor finansial di Indonesia, Otoritas Jasa

Keuangan yang selanjutnya disingkat dengan OJK.

Secara umum dapat dikatakan bahwa keberadaan suatu otoritas

independen adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi keefektifan sistem

pengawasan di sektor jasa keuangan. Argumen ini terkait dengan

fungsi/kemampuan otoritas tersebut untuk melindungi diri dari intervensi pasar

keuangan yang diawasinya maupun dari campur tangan politik, yang mana hal ini

diperlukan agar otoritas tersebut dapat mengembangkan fungsi dan tugasnya,

mewujudkan transparansi dan pencapaian tujuan stabilitas keuangan.1 Namun

perlu juga diperhatikan, berkaitan dengan hal independensi ini, terdapat

pertanyaan yang cukup menarik untuk diperdebatkan dan dikaji, yaitu apakah

konsep suatu otoritas yang independen adalah selalu baik dan akan selalu efektif.

Lebih lanjut, apakah sudah merupakan suatu keharusan bahwa otoritas finansial

1 Steven Seelig and Alicia Novoa, Governance Practices at Financial Regulatory and

Supervisory Agencies. IMF Working Paper Monetary and Capital Markets Department

WP/09/135, July 2009, page 10.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

2

Universitas Indonesia

tersebut mendapatkan independensi secara absolut/mutlak. Kenneth Kaoma

Mwenda, dalam kajiannya menjelaskan bahwa di negara yang sedang berkembang

dari ―command economy‖, dimana pasar keuangan beserta instrumennya masih

terbilang lemah, adalah terkadang masih diperlukan campur tangan pemerintah

dalam hal-hal yang bersifat strategis, misalnya pada saat munculnya ancaman

yang berpotensi meruntuhkan suatu perusahaan yang cukup vital posisinya.2

Sebaliknya, di negara yang sudah cukup maju dan modern pasar beserta

instrumennya, sektor finansial justru akan mendapatkan manfaat dari absennya

intervensi pemerintah. Keberadaan infrastruktur yang kuat dan jaminan kerangka

regulasi hukum, termasuk kultur bisnis yang sehat di mana hak-hak kontrakual

pelaku usaha dapat ditegakkan dengan efektif, mengindikasikan intervensi negara

melalui pemerintah tidaklah diperlukan agar pasar keuangan berfungsi secara

efisien. Namun pada akhirnya diakui bahwa semakin banyak perkembangan bukti

dan fakta yang menunjukkan bahwa otoritas yang independen di sektor keuangan,

akan lebih mampu menghasilkan regulasi yang lebih efektif, membuat operasi di

dalam pasar menjadi lebih efisien dan yang paling penting, menciptakan sistem

dan fungsi pengawasan yang lebih baik dibanpdingkan pada saat berada di bawah

lembaga pemerintahan/kementerian.3

Selanjutnya, terdapat dua alasan utama yang membuat kajian terkait

independensi otoritas pengaturan dan pengawasan finansial menjadi penting.

Pertama, di hampir semua krisis sistemik yang terjadi pada sektor finansial pada

tahun 1990an, penyebabnya adalah dikarenakan kurangnya independensi otoritas

pengawasan dari pengaruh politik yang mana telah dibuktikan menjadi faktor

utama yang memperparah krisis ekonomi suatu negara. Korea saat krisis tahun

1997, merupakan salah satu contoh akibat dari tidak independennya pengawasan

sektor finansial di negara tersebut, yang mana pengawasan bank khusus dan

lembaga keuangan nonbank berada di bawah kewenangan langsung dari

2 Kenneth Kaoma Mwenda, Legal Aspects Of Financial Services Regulation And The

Concept Of A Unified Regulator, The World Bank-Law, Justice, And development Series, 2006,

page 31

3 Marc Quintyn and Michael W. Taylor, Should Financial Sector Regulators Be

Independent?, IMF Economic issues no. 32, International Monetary Fund March 8, 2004, page 6

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

3

Universitas Indonesia

Kementrian Keuangan dan Ekonomi.4 Salah satu contoh lainnya, yaitu di Jepang,

lemahnya independensi dalam fungsi pengawasan sektor finansial yang dilakukan

oleh Kementerian Keuangan, diyakini telah berkontribusi terhadap rapuhnya

sektor finansial.5 Kekuasaan Kementerian Keuangan di Jepang saat itu (pada

tahun 1995) sangat luas, yaitu terkait perencanaan keuangan, kekuasaan legislatif,

inspeksi keuangan dan pemeriksaan/pengawasan lembaga keuangan, sehingga

menyebabkan kerentanan terjadinya korupsi oleh pejabat kementerian dan untuk

mengatasi masalah tersebut pada bulan Juni 1998, pemerintah Jepang

mengeluarkan fungsi pengawas lembaga keuangan dari Kementerian dan

dialihkan kepada Financial Supervisory Authority (FSA), lembaga independen

yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi lembaga keuangan

seperti perbankan, pasar modal dan asuransi.6 Ruth De Krivoy dalam kajiannya

mengenai krisis di Venezuela 1994, menjelaskan bahwa peraturan yang tidak

efektif dan lemahnya pengawasan serta campur tangan politik sebagai faktor

utama yang menyebabkan melemahnya bank dalam krisis. Dalam penelitiannya di

masa krisis tersebut, ia berpendapat bahwa pembuat undang-undang harus

memberikan pengaturan terhadap otoritas pengawas agar independen, dan

memberinya dukungan politik yang cukup untuk memungkinkan mereka untuk

melaksanakan tugas-tugas mereka.7

Alasan kedua, adalah terkait semakin populernya diskusi-diskusi tentang

model ataupun tipe yang paling sesuai pada otoritas pengaturan dan pengawasan

4 Perlu diketahui, pengawasan nonbank yang dilakukan oleh suatu kementerian umumnya

diakui lemah dan, selain itu, berpotensi menciptakan kondisi arbitrasi peraturan dan manajemen

risiko yang lemah, khususnya terkait trust bisnis di bank komersial dan merchant bank, yang mana

merupakan faktor yang berkontribusi pada krisis Asia di tahun 1997. Selain itu, lembaga pengawas

juga memiliki kewenangan untuk memberi kemudahan-kemudahan dalam suatu aturan/regulasi,

yang mengakibatkan semakin tidak efektifnya penegakan hukum. Lihat Lindgren, Carl-Johan,

Tomas J.T. Balino, Charles Enoch, Anne-Marie Gulde, Marc Quintyn, and Leslie Teo, 1999,

"Financial Sector Crisis and Restructuring: Lessons From Asia," International Monetary Fund

Occasional Paper No. 188.

5 Peter Hatcher, The Ministry: How Japan's Most Powerful Institution Endangers World

Markets (Boston: Harvard Business School Press), 1998.

6 Takeo Hoshi and Takatoshi Ito, Financial Regulation in Japan: A Fifth Year Review of

the Financial Services Agency, 2002 Revised 2003, hal.1-2.

7 Ruth de Krivoy, Collapse: The Venezuelan Banking Crisis of 1994, (Washington, DC:

Group of Thirty, 2000), p. 207

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

4

Universitas Indonesia

sektor finansial, termasuk juga struktur organisasinya. Hal ini juga tentunya

merupakan sebagai reaksi atas meningkatnya tren dalam

mengintegrasikan/menyatukan sistem pengawasan di sektor finansial atau terpisah

dari bank sentral.8 Lebih lanjut, diskusi ini akan menimbulkan perdebatan

seberapa besarkah tingkatan independensi yang dibutuhkan untuk lembaga

pengawasan baru yang terpisah dari bank sentral tersebut. Hal ini sebagai respon

dari argumen bahwa jika pengawasan perbankan masih berada dalam kewenangan

bank sentral, tentunya sudah mendapatkan legitimasi dan kredibilitas dari

berbagai pihak terkait independensinya.9

Kemudian secara khusus ada dua perdebatan utama mengenai kajian

independensi dari pengatur dan pengawas. Pertama, adalah perdebatan terkait

seberapa jauh tingkat substansial/otonomi independensi yang dibutuhkan oleh

otoritas pengatur dan pengawas untuk memenuhi mandat mereka dan membantu

untuk mencapai dan menjaga stabilitas sektor keuangan. Independensi dalam hal

ini misalnya independensi sebagai regulator/Regulatory Independence, adalah

mengacu pada seberapa jauh tingkat kewenangan suatu otoritas untuk men‖set-

up‖ suatu regulasi/aturan terhadap sektor yang diawasainya, secara

otonom/mandiri, yang tentunya dalam batasan-batasan hokum yang berlaku.

Kedua, adalah perdebatan terkait fungsi utama otoritas pengawas yang merupakan

8 Selama bertahun-tahun, di banyak negara, kewenangan pengaturan dan pengawasan

lembaga-lembaga keuangan berada pada lembaga-lembaga khusus yang memiliki tanggung jawab

yang berbeda dan terpisah pada sektor perbankan, sekuritas, dan/atau asuransi. Akan tetapi, ada

kecenderungan dari beberapa negara untuk merestrukturisasi fungsi pengawasan keuangan dalam

beberapa tahun terakhir, dan khususnya lembaga pengawasan terpadu yaitu, satu lembaga yang

mengawasi dua atau lebih bidang sektor keuangan. Setelah terjadi krisis moneter sekitar tahun

1990-an, sejumlah negara telah mengintegrasikan fungsi pengawasan menjadi pengawas tunggal.

Lihat, Kenneth K Mwenda, and Alex Fleming, International developments in the organizational

structure of financial services supervision. A paper presented at a seminar hosted by the World

Bank Financial Sector Vice-Presidency on September 20th, 2001 (World Bank: Washington DC).

Diunduh dari situs www.worldbank.org

9 Di bidang kebijakan moneter, pendelegasian dalam pelaksanaan dan implementasi untuk

mengatur instrumen moneter kepada independensi bank sentral secara luas telah menjadi

kesepahaman berbagai pihak. Lihat Phoebus Athanassiou, Financial Sector Supervisors‘

Accountability: A European Perspective, Legal Working Paper Series European Central Bank, No

12 / August 2011 page 5. Adapun perlu diketahui bahwa konsep formal indepedensi, pada

awalnya dikembangkan dalam kajian literatur terhadap bank sentral, yang mana secara esensial

independensi bank sentral terdiri dari 2 element, yaitu political independence dan economic

independence. Lihat Fabrizio Gilardi and Martino Maggetti, ―The independence of regulatory

authorities‖, published in Levi-Faur, David (ed.) (2010), Handbook of Regulation, Cheltenham,

Edward Elgar.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

5

Universitas Indonesia

pelengkap untuk independensi bank sentral dalam rangka mencapai dan

mempertahankan tujuan stabilitas moneter dan keuangan. Fungsi independensi

otoritas pengawas finansial juga bisa dianalogikan atau dipersamakan dengan

pentingnya independensi dari bank sentral dalam mencapai tujuannya yaitu

kestabilan sistem moneter. Marc Quintin dan M Taylor dalam kajiannya

mengatakan bahwa independensi dari kedua lembaga (otoritas jasa keuangan dan

bank sentral) akan saling memperkuat satu sama lain dalam mencapai keseluruhan

tujuan stabilitas keuangan.10

Adapun institusi yang independen memiliki dua aspek, yaitu—independen

dari campur tangan politik dan independen dari industri finansial yang diawasi itu

sendiri. Dalam mengkaji independensi otoritas pengatur dan pengawas yang bebas

dari campur tangan politik, perlu dibedakan makna antara independensi tujuan

(yang mengacu pada tujuan dibentuknya institusi pengawas oleh legislator) dan

independensi instrumen (yang mengacu pada perumusan aktual dan pelaksanaan

praktek pengawasan dan peraturan yang diserahkan kepada kebijaksanaan pejabat

pelaksana otoritas pengawas).11

Peran yang tepat bagi para politisi/legislator

dalam hal ini adalah untuk mengatur dan menentukan tujuan peraturan dan

pengawasan, namun otoritas regulator harus diberikan otonomi untuk menentukan

bagaimana mereka harus mencapai tujuannya. Sedangkan dalam aspek

independensi dari industri finansial, seperti halnya tekanan yang bersifat politis,

suatu kelompok industri juga dapat memainkan peran dalam melemahkan

keefektifan suatu regulasi. Stigler (1971), melalui suatu artikel yang memberikan

analogi tentang ―principal-agent‖12

, menjelaskan bahwa birokrasi lebih sering

mementingkan kepentingan dari suatu kelompok industri yang teroganisir

dibandingkan delegasi politik ataupun kepentingan masyarakat. Sehingga pada

akhirnya otoritas pengawas sering membuat suatu peraturan yang diformulasikan

dengan tujuan meminimalisi beban industri, yang pada akhirnya akan

10

Marc Quintyn and Michael W. Taylor, Regulatory and Supervisory Independence and

Financial Stability, IMF Working Paper WP/02/46.

11 Stanley Fischer, 1995, Central Bank Independence Revisited, American Economic

Review, Papers and Proocedings, May Vol 85, page 201-205,.

12 George J.Stigler, 1971. The Theory of Economic Regulation. Bell Journal of

Economics and Management Science, Vol 6 No.2.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

6

Universitas Indonesia

mengorbankan kepentingan masyarakat/konsumen. Mencapai kedua tipe

independensi tersebut, baik dari aspek politik maupun industri adalah suatu hal

yang bersifat esensial.

Selanjutnya beralih ke pembahasan dalam tataran global, aspek

independensi dari lembaga pengatur dan pengawasan sector jasa keuangan telah

menjadi prinsip utama yang dikemukakan oleh organisasi-organisasi internasional

yang bertugas membuat standar internasional di masing-masing industri jasa

keuangan, seperti Basel Core Principle13

di bidang perbankan dan International

Organization of Securities Commissions(IOSCO) Objective and Principle14

untuk

bidang pasar modal. Pada umumnya organisasi pembuat standar internasional

(standar setter) tersebut menyatakan perlunya secara operasional lembaga

pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan memiliki independensi. Oleh karena

itu, independensi harus dijadikan salah satu asas pokok di dalam pembentukan

otoritas pelaksana fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan

sehingga tujuan untuk menciptakan suatu kegiatan dan transaksi ekonomi dalam

sistem keuangan yang efisien, transparan dan akuntabel dapat dicapai.

Dalam penelitian ini, pengkajian pengaturan dan pengawasan

penyelenggaraan jasa keuangan tentu juga tidak akan lepas dari

hubungan/keterkaitan antara stabilitas sistem keuangan dengan sistem

perekonomian secara luas15

. Sistem keuangan pada hakekatnya merupakan suatu

13

Basel Committeeon Banking Supervision, Consultative Document Core Principles for

Effective Banking Supervision Issued, Bank for International Settlements 2011. The Core

Principles No. 2 is Independence, accountability, resourcing and legal protection forsupervisors:

The supervisor possesses operational independence, transparent processes, sound governance and

adequate resources, and is accountable for the discharge of its duties.The legal framework for

banking supervision includes legal protection for the supervisor.

14 Objective and Principle of International Organization of Securities Commissions

(IOSCO), Financial Regulation and Supervision, June 2010, mensyaratkan dengan tegas perlunya

independensi lembaga pengawas Pasar Modal. Dalam teks aslinya di point Principles Relating to

the Regulator menyatakan bahwa,―The Regulator should be operationally independent and

accountable in the exercise of its functions and powers‖. Diunduh dari

http://www.iosco.org/library/pubdocs/pdf/IOSCOPD323.pdf

15 Crockett, A, dalam ―Why Financial Stability a Goal of Public Policy‖ (1997)

menyatakan sejak beberapa tahun terakhir, istilah financial stability mengacu kepada kestabilan

institusi keuangan dan kestabilan pasar-pasar yang tergabung dalam pasar keuangan. Bandingkan

dengan Marcflame, Gubernur Reserve Bank Australia dalam ―Financial Stability‖. (1990) yang

mengemukakan bahwa ―financial stability is avoidance of crisis‖, artinya stabilitas keuangan

adalah upaya untuk menghindari terjadinya krisis. Jadi secara umum, stabilitas sistem keuangan

adalah ketahanan sistem keuangan terhadap guncangan perekonomian, sehingga fungsi

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

7

Universitas Indonesia

sub-sistem dari sektor perekonomian di suatu negara yang bersifat sangat vital

seiring dengan perannya dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan di

masyarakat. Peranan penting sistem keuangan dapat dijelaskan terkait fungsi

intermediasi lembaga-lembaga keuangan dalam menghimpun dana dari pihak

yang memiliki kelebihan dana dan menyalurkannya ke pihak yang membutuhkan

dana agar terjadi keseimbangan antar sektor perekonomian dan memastikan roda

perekonomian tetap berputar. Di satu sisi walaupun peranan lembaga keuangan

sangat besar mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional, tetapi di sisi lain

justru keberadaan lembaga keuangan tersebut dapat menjadi ancaman yang sangat

serius terhadap perekonomian. Kegagalan atau kecurangan yang dilakukan satu

lembaga keuangan saja, misalnya satu perusahaan perbankan, satu perusahaan

sekuritas atau satu perusahaan asuransi yang mengalami masalah akan dapat

berdampak sistimik terhadap lembaga keuangan lainnya. Hal ini tidak lain karena

dewasa ini sistem keuangan telah berkembang secara struktural, kompleks,

terintegrasi dan terkait erat satu sama lain dari segi dimensi industri maupun

secara geographis.16

Pada era globalisasi sekarang ini, tingginya tingkat persaingan antar

lembaga keuangan dan kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi informasi

mendorong institusi keuangan untuk terus melakukan inovasi-inovasi produk.17

intermediasi, sistem pembayaran dan penyebaran risiko tetap berjalan dengan semestinya. Lihat

Prof. DR. Anwar Nasution, ―Stabilitas Sistem Keuangan : Urgensi, Impllkasi Hukum, Dan

Agenda Kedepan‖, Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang

diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional - Departemen Kehakiman dan Hak Asasi

Manusia Rl. tanggal 14-18 Juli 2003 di Denpasar.

16 Hal ini sangat erat kaitannya dengan isu transformasi di sector jasa keuangan modern.

H. Onno Ruding menangkap gejala terjadinya transformasi pada industri jasa keuangan modern

yang dimulai pada tahun 1990-an. Salah satu aspek yang beliau anggap penting dalam mendorong

terjadinya transformasi tersebut, yaitu Trend Konsolidasi di bidang jasa keuangan. Setidaknya ada

5 motif yang menyebabkan para pemain industri jasa keuangan melakukan konsolidasi yaitu:

Kebutuhan modal dasar yang besar, Pertumbuhan pengguna jasa keuangan, Pengembangan

infrastruktur perusahaan, Peningkatan kualitas, dan faktor efektifitas. Adapun motif khusunsya

yaitu akan semakin variatif produk dan jasa keuangan yang dapat ditawarkan ke konsumen, serta

alasan diversifikasi usaha agar tidak terjadi penumpukan resiko. Lihat H Onno Ruding, ―The

transformation of the financial services industry‖, Occasional Paper No 2, Financial Stability

Institute, March 2002.

17 Produk-produk yang dihasilkan lembaga-lembaga keuangan saat ini sudah sedemikian

menyatunya sehinga sulit menentukan apakah suatu produk keuangan tertentu dihasilkan oleh

industri perbankan atau produk perusahaan sekuritas atau industry asuransi. Hal ini sering dikenal

dengan istilah Produk hybrid yaitu produk yang merupakan perpaduan antara produk perbankan,

asuransi atau pasar modal. Contoh produk hybrid yang baru dikenal di Indonesia yaitu

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

8

Universitas Indonesia

Namun di lain sisi hal ini terkadang melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku

dikarenakan desakan kompetisi bisnis yang semakin ketat. Pelanggaran potensial

yang sering terjadi dalam hal ini seperti misalnya laporan yang tidak transparan,

insider trading, dan pencucian uang. Di samping itu, masih banyak permasalahan

lain sebagai akibat dari aktifitas yang bersifat lintas sektoral di sektor jasa

keuangan, yang antara lain meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya

perlindungan konsumen jasa keuangan, perkembangan jaringan konglomerasi

dalam kepemilikan industri jasa keuangan, serta makin maraknya praktik-praktik

arbitrase peraturan (regulatory arbitrage) oleh entitas bisnis jasa keuangan.18

Belajar dari pengalaman Indonesia sebelumnya, khususnya pada saat stabilitas

keuangan terguncang, tentunya permasalahan-permasalahan tersebut haruslah

mendapat perhatian yang lebih serius dalam menghadapinya.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, agar kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,

haruslah juga diikuti dengan suatu sistem pengaturan dan pengawasan19

yang baik

dan taat hukum. Di Indonesia, setelah disahkan dan diundangkan pada tanggal 22

November 2011, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan (UU OJK), akan terjadi transformasi yang menyeluruh dan

sistematis dalam sistem pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, yaitu

pengalihan fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut kepada Otoritas Jasa

Keuangan (selanjutnya akan disingkat dengan OJK), sebuah lembaga independen

bancassurance yang memiliki dua pengertian yaitu: Pertama, a bank that can offer banking,

insurance lending and investmen produk to customer. Kedua, a French term referring to the

selling of insurance throught a bank's established distribution channel. Lihat Prof. Dr. Bismar

Nasution, SH, LLM, ―Pasal 34 Undang-Undang Tentang Bank Indonesia dan Dampaknya Pada

Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan Stabilitas

Keuangan‖, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September

2010, hal. 14.

18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan (UU OJK), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253, Penjelasan Umum Paragraf 3 dan 4.

19 Secara teoritis, sasaran pokok dari pengaturan dan pengawasan sektor finansial adalah

untuk mendorong keamanan dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan melalui evaluasi dan

pemantauan yang berkesinambungan termasuk penilaian terhadap manajemen risiko, kondisi

keuangan dan kepatuhan terhadap undang-undang dan regulasi. Lihat Sukarela Batunangar, Jaring

Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: Buletin Hukum

Perbankan dan Kesentralan Volume 4 Nomor 3, Desember 2006), hal. 2.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

9

Universitas Indonesia

yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang untuk melakukan pengaturan,

pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan terhadap industri jasa keuangan di

Indonesia. Dengan demikian seluruh kegiatan jasa keuangan sektor perbankan,

pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa

keuangan lainnya ada dalam kewenangan OJK.20

Banyak yang menilai bahwa, secara kelembagaan, institusi OJK

merupakan suatu lembaga ―superbody‖. Selain karena tugas dan wewenangnya

yang sangat luas, sifat ―superbody‖ OJK tercermin pada jumlah lembaga jasa

keuangan yang bakal diawasinya, yakni sekitar 2.608 lembaga jasa keuangan dan

642 mutual funds. Selain itu, OJK nantinya akan mengelola dana yang terbilang

besar yakni sekitar Rp 7.500 triliun atau setara dengan produk domestik bruto

(PDB) Indonesia.21

Hal ini tentu bukanlah hal yang mudah dilakukan apalagi

untuk sebuah lembaga yang masih ―hijau‖ dan secara empiris konsep lembaga

sejenis OJK masih belum terbukti keberhasilannya di Negara-negara maju

sekalipun.22

Sejalan dari fungsi dan kewenangannya yang bersifat ―superbody‖

tersebut, penulis menilai OJK sebagai lembaga pengawas baru yang akan

mempunyai tugas dan beban strategis kelembagaan yang berat, jelas perlu

memiliki sifat independensi yang tinggi. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap

regulasi dan pengawasan yang dilakukan OJK benar-benar bersifat objektif, tanpa

dipengaruhi intervensi dari pihak manapun dan untuk mencegah benturan

kepentingan antara berbagai faktor yang berinteraksi di pasar. Sifat independen

tersebut harus diwujudkan karena concern dan tujuan utama pembentukan OJK

sebagai lembaga/otoritas pengatur dan pengawas adalah menyangkut kepercayaan

masyarakat bagi sektor finansial.23

20

Pasal 1 UU OJK

21 Guntur Subagja, Berharap pada Lembaga ‗Super‘,

http://www.investor.co.id/home/berharap-pada-lembaga-super/25318, Rabu, 30 November 2011

22 Bank Indonesia, Era Baru Transformasi Bank Sentral, (Jakarta: Media Indonesia

Publishing), 2010, hal 199.

23 Peran pengaturan dan Pengawasan yang dilakukan oleh OJK harus diarahkan untuk

menciptakan efisiensi, persaingan yang sehat, perlindungan konsumen, serta mekanisme pasar

yang sehat. Untuk itu, pengaturan dan pengawasan harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan

dan tranparansi yang harus diterapkan sedemikian rupa untuk menciptakan suatu aktifitas dan

transaksi ekonomi yang teratur, efisien dan produktif, dan menjamin adanya perlindungan nasabah

dan masyarakat. Lihat Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

10

Universitas Indonesia

Adapun aspek independensi OJK dalam peraturan perundang-undangan

Indonesia yaitu dalam UU OJK tercantum dengan jelas dan tegas, yaitu OJK

dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi

independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi dan kewajaran

(fairness)24

. Kemudian, secara kelembagaan OJK berada di luar Pemerintah, yang

dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah25

. Di Pasal

2 ayat (2) UU OJK juga menegaskan bahwa OJK merupakan lembaga yang

independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur

tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK.

Asas independensi secara lebih tegas dituangkan dalam Penjelasan Umum UU

OJK yang menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas dan wewenangnya

berlandaskan antara lain asas independensi yaitu independen dalam pengambilan

keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku.26

Dalam kenyataanya, walaupun telah dinyatakan secara tegas dalam

peraturan perundang-undangan, independensi OJK sendiri masih diragukan dan

diperdebatkan oleh para pengamat ekonomi.27

Isu utama independensi OJK

tersebut adalah misalnya terkait dengan pimpinan/dewan komisioner ojk baik dari

segi komposisi maupun proses pemilihannya. Dari segi proses pemilihan, seleksi

tersebut dilakukan oleh panitia seleksi yang berasal antara lain dari unsur

Pemerintah maupun unsur Bank Indonesia28

, sehingga menimbulkan

Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2010,

hal 5.

24 PenjelasanUmum Paragraf 9 UU OJK

25 Penjelasan Umum Paragraf 10 UU OJK

26 Penjelasan Umum Paragraf 14 UU OJK

27 Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy dan Umar Juoro (Center Indonesia for

Development and Studies) berpendapat, poin krusial dari terpilihnya para Dewan Komisioner OJK

adalah independensi dari institusi pengawasan keuangan itu sendiri. Pasalnya, mayoritas orang

yang terpilih di OJK berasal dari BI dan Kementerian Keuangan. Kondisi ini membuat OJK

independensinya kurang, dan apalagi nantinya sifat keputusannya bersifat kolegial. Lihat Latief

―Independensi OJK Dipertanyakan‖, Kompas.com, Kamis, 26 Juli 2012,

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/26/04354490/Independensi.OJK.Dipertanyakan,

28 Panitia Seleksi dibentuk dengan Keputusan Presiden, beranggotakan 9 (sembilan)

orang yang terdiri atas unsur Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat. Lihat Pasal 11 ayat (2)

dan (3) UU OJK.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

11

Universitas Indonesia

kekhawatiran bahwa anggota dewan komisioner OJK yang terpilih nantinya

merupakan hasil negosiasi politik yang akan membawa kepentingan tertentu.

Selain itu, terkait dengan komposisi Dewan Komisioner OJK tersebut menjadi

dipertanyakan karena terdapat unsur ex-officio29

yang berasal dari Bank Indonesia

dan Kementerian Keuangan dalam susunan Dewan Komisioner OJK30

, sehingga

hal ini tentu akan mengakibatkan OJK tidak terbebas sepenuhnya dari pengaruh

maupun intervensi lembaga lain, khususnya dalam hal ini Bank Indonesia maupun

Pemerintah.31

Kemudian isu yang menarik selanjutnya untuk dikaji yang masih dalam

koridor pembahasan terkait aspek independensi OJK adalah masalah anggaran

operasional OJK. Hal ini dikarenakan masih banyak kalangan khususnya dari

industri perbankan itu sendiri, menilai anggaran OJK yang dipungut dari lembaga-

lembaga keuangan diawasainya adalah tidak sesuai dan akan membebani

masyarakat.32

Sebelumnya, Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA)

juga menolak pembayaran iuran untuk kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK),

dengan alasan pungutan itu bisa mengganggu independensi dan objektivitas OJK

dalam mengaudit lembaga perbankan, dan oleh sebab itu sebaiknya anggaran OJK

diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).33

Memang dalam

UU OJK sendiri diatur bahwa, anggaran OJK dapat bersumber dari APBN

29

Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan

kewenangannya pada lembaga lain (Pasal 1 angka 20 UU OJK). Di dalam struktur Dewan

Komisioner OJK, pejabat ex officionya adalah Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati sebagai

ex officio dari pemerintah dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah sebagai ex officio dari BI.

30 Dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya, OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner

yang terdiri atas 9 (sembilan) anggota Komisioner yang terdiri atas 7 (tujuh) anggota yang dipilih

oleh DPR berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden, dan 2 (dua) anggota ex-officio

dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan pejabat

setingkat eselon I Kementerian Keuangan. Lihat Pasal 10 UU OJK

31 Dalam penjelasan umum UU OJK, dijelaskan bahwa keberadaan ex-officio

dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal,

moneter, dan sektor jasa keuangan.

32 Fitri Novia Heriani, Perbankan Masih Keberatan Soal Iuran OJK, Hukum Online.com,

29 Mei 2012 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fc4b6962c107/perbankan-masih-

keberatan-soal-iuran-ojk

33 Ester Meryana, Himbara Keberatan Pungutan OJK, Kompas.com, 29 Mei 2012,

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/05/29/19042581/Himbara.Keberatan.Pungutan.OJK

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

12

Universitas Indonesia

dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.34

Namun di sisi lain perlu dicermati bahwa, apabila anggaran OJK sepenuhnya

dibebankan dari APBN, maka dapat dikatakan pula bahwa OJK merupakan

bagian dari pemerintahan karena pada hakekatnya APBN disusun sesuai dengan

kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam

menghimpun pendapatan negara.35

Atas hal tersebut, OJK dikhawatirkan juga

akan rentan terhadap tekanan politik dari Pemerintah mengingat kegiatan OJK

dibiayai oleh APBN tersebut.36

Dengan demikian, dikhawatirkan OJK akan

kehilangan kemandiriannya sebagai suatu insitusi dan tentu akan menggangu

pelaksanaan Independensi dari OJK.

Dalam penelitian ini, terdapat empat dimensi/instrumen untuk mengukur

independensi suatu otoritas pengatur dan pengatur kegiatan dalam penyelengaraan

jasa keuangan, yaitu aspek fungsi pengaturan, aspek fungsi pengawasan, aspek

kelembagaan, dan aspek keuangan atau anggaran. Aspek fungsi pengaturan,

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah aspek yang menjelaskan

level/tingkatan otonomi dari institusi regulator dalam membuat ―aturan main‖ di

sektor jasa keuangan. Aspek fungsi pengawasan, yaitu terkait fungsi pengawasan

suatu otoritas dalam penyelenggaraan sektor finansial, yang dapat dikatakan

sebagai elemen yang sangat penting dan krusial. Hal ini dikarenakan sektor

finansial merupakan sektor yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas,

yang mana merupakan hakikat dan prinsip dari lembaga finansial sebagai

intermediasi. Aspek kelembagaan, pembahasan terkait status dari otoritas

34

Pasal 34 ayat (2) UU OJK

35 Sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(UUKN), APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh

DPR. APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara dan

kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dengan berpedoman kepada rencana kerja

Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Lihat Pasal 12 UU tentang

Keuangan Negara

36 Hal ini senada dengan Ketua Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) OJK

Ahmad Fuad Rachmany yang menyatakan ―Ada dua alasan lembaga itu tak menggunakan

anggaran negara.‖ Pertama, menjaga independensi OJK, belajar dari pengalaman beberapa

lembaga negara yang mengalami ancaman pengurangan anggaran operasional karena bertindak

tidak sesuai harapan pemegang otoritas anggaran. Kedua, menghilangkan beban pajak masyarakat

yang sama sekali tidak menikmati hasil industri keuangan. Fuad Rahmany,Operasional OJK Tidak

Gunakan APBN, Hukum Online.com, 05 July 2010,

http://beta.hukumonline.com/berita/baca/lt4c31b77d51cac/operasional-ojk-tidak-gunakan-apbn

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

13

Universitas Indonesia

pengawasan yang berada di luar cabang eksekutif maupun legislatif dari

pemerintahan. Dan terakhir, aspek anggaran, yang menjelaskan bahwa otoritas

pengawas seharusnya tidak boleh mendapat tekanan politis dalam hal

penganggaran. Analisis pengukuran independensi inilah yang menarik perhatian

penulis untuk diajukan sebagai materi utama penelitian tesis ini, agar selanjutnya

didapatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap OJK khususnya aspek

independensinya dalam penyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan

terhadap kegiatan di sektor jasa keuangan.

B. Pokok Permasalahan

Penelitian selalu dimulai dengan problem atau seperangkat isu yang

disebut sebagai ―forshadowed problems‖, dimana problem ini menggelitik

keingintahuan peneliti dan ―mengganggunya‖ dengan berbagai pertanyaan.37

Selain itu tujuan dibuatnya pertanyaan penelitian adalah untuk menjelaskan,

memahami, mendalami suatu proses dan menggambarkan pengalaman.38

Adapun

rumusan permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah status, kedudukan dan struktur kelembagaan Otoritas

Jasa Keuangan?

2. Mengapa Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki independensi dalam

menjalankan fungsinya sebagai pengawas sektor jasa keuangan?

3. Bagaimanakah penilaian independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam

pelaksanaan tugas dan kewenangannya berdasarkan peraturan

perundang-undangan di indonesia?

37

Hammersley, Martyn & Paul Atkinson. 1997.Ethnography. Principle in Practice. 2nd

edition. New York: Routledge dalam Sulistyowati Irianto & Shidarta, Metode Penelitian Hukum:

Konstelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009, hal 301.

38 John W Creswell, Research Design, Qualitative and Quantitative Approaches, London:

Sage Publication, 1994 dalam Sulistyowati Irianto & Shidarta, Metode Penelitian Hukum:

Konstelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009, hal 303.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

14

Universitas Indonesia

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan penelitian secara umum dan tujuan

khusus, adapun tujuan tersebut yaitu:

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memberikan

pemahaman secara umum tentang prinsip-prinsip dan teori indenpendensial suatu

otoritas yang berwenang penuh dalam penyelenggaraan sistem pengaturan dan

pengawasan sektor jasa keuangan, khususnya dalam hal ini adalah terkait aspek

hukum independensi Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui status, kedudukan dan struktur kelembagaan otoritas

jasa keuangan otoritas sebagai pengatur dan pengawas kegiatan di

sektor jasa keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan

di indonesia.

2. Mengetahui prinsip dan teori independensi dari otoritas pengatur

dan pengawas sektor jasa keuangan

3. Mengetahui analisa pengukuran aspek independensi dari otoritas

jasa keuangan dalam menjalankan fungsinya sebagai pengatur dan

pengawas kegiatan di sektor jasa keuangan berdasarkan peraturan

perundang-undangan di indonesia

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

15

Universitas Indonesia

D. Kerangka Teori

Berbicara mengenai otoritas regulator (ataupun supervisor) independen,

adalah bukanlah yang mudah dalam hal memberikan definisi secara umum, hal ini

dikarenakan terkait desain institusi, fungsi, status, kewenangan yang

didelegasikan serta juga aspek pengawasan institusi, yang bervariasi di beberapa

negara, bahkan di satu negara dalam ranah/domain yang berbeda. Namun

demikian, otoritas regulator yang independen dapat diklasifikasi menjadi dua

kelompok utama, yaitu institusi yang meregulasi penyelenggaraan suatu pasar

ekonomi dengan berprinsip utama pada teori pasar, dan institusi pembuat regulasi

dengan tujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat (publik).39

Pada institusi

yang pertama, kewenagan untuk meregulasi timbul dalam suatu kepentingan

untuk mencegah ―unfair competition‖, mengontrol harga, dan terkadang institusi

ini pun mengatur aspek ―sosial‖ atau aspek distributif dari suatu pasar ekonomi.

Contoh institusi ini adalah Lembaga Pengawas Persaingan Usaha, Lembaga

Pengatur Finansial dan sebagainya. Di sisi lain, institusi yang kedua, mempunyai

tanggung jawab untuk mengedepankan tujuan ―kepentingan publik‖ di luar

kompetisi pasar. Tugas institusi ini antara lain seperti, membuat suatu standar,

mencegah peredaran barang yang tidak resmi, masalah keselamatan (seperti isu

pekerjaan atau makanan), dan aspek keadilan rasial-gender. Contohnya adalah

Lembaga Pengawas Makanan dan Obat-Obatan. Menurut penelitian oleh

Thacther, institusi yang bertipe market regulation agencies lebih berkembang

secara luas dibandingkan institusi public interest regulators, dan menikmati

kewenangan dan independensi yang lebih tegas dan kuat dari pemerintah.

Di dalam penelitian ini, Insitusi Regulator Independen secara khusus

didefinisikan sebagai institusi yang memiliki tugas dan kewenangannya yang

mandiri di ranah hukum publik, yang mana juga mempunyai struktur organisasi

yang terpisah dari kementrian atau pemerintah. Dan oleh sebab itu, institusi yang

merupakan suatu unit organisasi dari kementerian, organ langsung dari

pemerintahan ataupun suatu unit birokrasi kepemerintahan, tidaklah

39

Mark Thatcher, 2002. ―Delegation to Independent Regulatory Agencies:

Pressures,Functions and Contextual Mediation.‖ West European Politics, vol. 25(1), page 125-

147.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

16

Universitas Indonesia

diperhitungkan sebagai Institusi Regulator Independen dalam penelitan ini,

dikarenakan institusi tersebut pada hakekatnya menjalankan kekuasaan

pemerintah/eksekutif.

Secara teoritis, tesis ini menggunakan pendekatan kerangka konsep hukum

yang dikembangkan oleh Montesquiue, yaitu teori pemisahan

kekuasaan/separation of powers. Menurut Montesquieu, kekuasaan negara dibagi

dalam tiga kekuasaan. Tiap-tiap kekuasaan mempunyai kewenangan sendiri,

kekuasaan yang satu terpisah dengan yang lainnya dan kekuasaan tersebut tidak

berada dalam satu tangan yang sama.40

Ajaran pemisahan kekuasaan

(Montequieu), menurut Bagir Manan, berintikan pada independensi masing-

masing alat kelengkapan negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Montequieu

berpendapat, setiap percampuran kekuasaan (di satu tangan) antara legislatif,

eksekutif, dan yudikatif (seluruh atau dua diantaranya), dipastikan akan

menimbulkan kekuasaan atau pemerintahan yang sewenang-wenang dan untuk

mencegahnya, badan (alat kelengkapan) organisasi negara harus dipisahkan satu

sama lain.41

Teori separation of powers Montesquieu kemudian mengalami

perkembangan dan kritikan. Menurut Mac Iver dan H.J. Laski pemisahan

kekuasaan secara mutlak dari kekuasaan negara seperti yang digambarkan oleh

Montesquieu tidak mungkin dilakukan.42

Pemisahan kegiatan legislatif, eksekutif,

dan yudikatif tidak dapat dipisahkan secara tajam yang satu dengan yang lainnya.

Menurut E. Utrecht, pemisahan mutlak yang dikemukakan oleh Montesquieu

mengakibatkan adanya badan kenegaraan yang tidak dapat ditempatkan di bawah

40

Sebagaimana dinyatakan oleh Montesquieu berikut, When the legislative and executive

powers are united in the same person, or in the same magistrate, there can be no liberty; because

apprehensions may arise; lest the same monarch or senate should enact tyranical laws, to execute

them in tyranical manner. (Apabila kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif menyatu dalam

satu tangan, maka tidak ada kebebasan; karena timbul keprihatinan, kalau raja atau majelis

mengundangkan hukum-hukum zalim, untuk dilaksanakan dengan cara yang zalim). Lihat

Montesquieu, De L`Esprit Des Lois, (Paris: G.Truc ed. 1949), hlm. 162.

41 Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), (Yogyakarta: FH UII

Press, 2005), hlm. 120-121

42 ―The absolute separation of powers prescribed by Motesquieu is obviously impossible‖

dalam Robert M. Maclver, The Modern State, (Oxford: Oxford University Press, 1950), hlm. 371;

Harold J Laski, A Grammar of Politics, (London: George Allen and Unwir LTD, 1960), hlm. 2.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

17

Universitas Indonesia

pengawasan suatu badan kenegaraan lainnya. Ketiadaan pengawasan ini

mengakibatkan terbukanya kemungkinan suatu badan kenegaraan melampaui

batas kekuasaannya.43

Menurut Miriam Budiardjo, hal itu terjadi karena pada abad

ke-20 negara mengalami perkembangan sehingga kehidupan ekonomi dan sosial

menjadi sangat kompleks serta badan eksekutif mengatur hampir seluruh

kehidupan masyarakat. Hal ini mengakibatkan teori trias politica tidak dapat

dipertahankan lagi.44

Selain itu, dewasa ini hampir semua negara modern mempunyai tujuan

untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya yang berkonsep negara

kesejahteraan (Welfare State). Untuk mencapai tujuan tersebut negara dituntut

menjalankan fungsi secara tepat, cepat dan komprehensif dari semua lembaga

negara yang ada. Dengan kata lain, persoalan yang dihadapi oleh negara semakin

kompleks dan rumit sehingga penanganannya tidak dapat dimonopoli dan

diselesaikan secara otonom oleh lembaga negara tertentu saja, melainkan perlu

adanya kerja sama antar lembaga negara yang ada. Oleh karena itu, pemisahan

kekuasaan secara mutlak ke dalam tiga cabang kekuasaan sudah tidak relevan lagi

dalam perkembangan teori hukum tata negara.45

Dalam pada itu, menurut Jimly

Asshiddiqie perkembangan kelembagaan negara secara teori dan pemikiran

berkembang sangat pesat. Jimly Asshiddiqie berpendapat keadaan dan kebutuhan

yang nyata, baik karena faktor-faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya di

tengah dinamika gelombang pengaruh globalisme versus lokalisme yang semakin

komplek mengakibatkan variasi struktur dan fungsi organisasi dan institusi-

institusi kenegaraan semakin berkembang.46

Selain pemikiran tersebut perkembangan fungsi-fungsi kekuasaan negara

juga dipengaruhi oleh terjadinya transisi demokrasi, yang mengakibatkan

43

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cet. 4., (1960), hlm 17-

24.

44 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet. 22, (Jakarta: PT. Gramedia, 2001),

hlm. 155

45 Pemisahan kekuasaan secara tajam tidak begitu diperlukan lagi, karena yang

memerintah dalam negara bukan lagi raja-raja yang absolut seperti dulu. Lihat Andi Mustari Pide,

Pengantar Hukum Tata Negara, cet. 1, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 54

46 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm. 1.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

18

Universitas Indonesia

terjadinya berbagai kesulitan ekonomi, dikarenakan terjadinya aneka perubahan

sosial dan ekonomi. Negara yang mengalami perubahan sosial dan ekonomi

memaksa banyak negara melakukan eksperimentasi kelembagaan (institutional

experimentation) yang memiliki tujuan untuk menerapkan prinsip efesiensi

sebanyak mungkin sehingga pelayanan umum (public services) dapat benar-benar

terjamin efektif. Sebagai tuntutan perkembangan yang semakin kompleks dan

rumit, organisasi-organisasi kekuasaan yang birokratis, sentralistis dan

terkonsentrasi tidak dapat lagi diandalkan. Salah satu akibatnya ialah fungsi-

fungsi kekuasaan yang biasanya melekat pada fungsi lembaga eksekutif, legislatif

dan bahkan yudisial, dialihkan menjadi fungsi organ tersendiri yang bersifat

independen.47

Sehingga, dimungkinkan adanya suatu organ negara yang

mempunyai fungsi campuran, masing-masing bersifat independen (independent

bodies) atau quasi independen.

Beberapa ahli yang mengelompokkan lembaga independen ini dalam

domain atau ranah kekuasaan eksekutif atau mengelompokkannya secara

tersendiri sebagai the fourth branch of the government atau oleh para ahli

ketatanegaraan di Belanda disebut dengan De Vierde Macht.48

Tidak hanya di

Belanda, di Amerika Serikat juga muncul kekuasaan lain disamping kekuasaan

legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan tersebut adalah independent

agencies. Kekusaan independen ini muncul dilatarbelakangi oleh pertumbuhan

yang luar biasa pada lembaga-lembaga pemerintahan dengan kekuasaan regulasi

47

Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman sekarang berkembang pula adanya

pengaturan kelembagaan pemerintah yang bersifat independen, seperti bank sentral, organisasi

tentara dan kejaksaan. Independensi lembaga atau organ-organ tersebut dianggap penting untuk

menjamin demokrasi. Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,

(Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm. 156

48 Dengan meneliti hukum tatanegara negara Belanda, Crince le Roy menyimpulkan

terdapat kekuasaan lain di samping tiga kekuasaan menurut Montesquieu. Kekuasaan tersebut

diberi istilah De Vierde Macht. Akan tetapi, kekuasaan ke-empat tersebut bukan hanya pegawai

negeri, dalam suatu negara munculnya kekuaaan lainnya berkaitan dengan kenyataan dalam

masyaratakat suatu negera. Crince le Roy menyebutkan kekuasaan lainnya yakni komisi-komisi

Independen, pers, aparat kepegawaian, kekuasaan-kekuasaan pengawasan, komisi- komisi

pelayaan masyarakat, rakyat yang memiliki hak pilih, kelompok- kelompok penekan dan partai-

partai politik. Lihat Crince le Roy, Kekuasaan ke-empat Pengenalan Ulang, diterjemahkan oleh

Soehardjo, (Semarang: 1981), hlm. 21

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

19

Universitas Indonesia

yang luas di AS terjadi pada abad ke-20.49

Pertumbuhan ini telah menimbulkan

banyak masalah kebijakan dan koordinasi di pemerintahan. Perkembangan ini

pada akhirnya mendorong terbentuknya lembaga-lembaga independen yang juga

dikenal sebagai ―The Fourth Branch of The Government‖, bertindak tanpa

tanggung-jawab dan tidak dikoordinir oleh Presiden. Keberadaan dan status dari

lembaga-lembaga independen dengan kekuasaan regulasi yang luas akan sangat

dapat digabungkan dengan prinsip-prinsip pemisahan cabang-cabang kekuasaan

negara. Selain itu, dalam hal lembaga-lembaga independen, dibentuk setiap

kekuasaan harus mampu melaksanakan sistem checks and balances dari

kekuasaan lainnya dalam mengontrol tindakan lembaga. Dan oleh sebab itu

kekuasaan lembaga independen memainkan satu peranan penting dalam sistem

checks and balances antara tiga cabang kekuasaan asli.

Selain itu juga dalam tesis ini, teori hukum yang dipergunakan untuk

menganalisis aspek independensi dari otoritas regulator adalah principal-Agent

Theory50

. Menurut teori ini, alasan dasar pendelegasian kewenangan dari suatu

principal kepada agent adalah bersifat fungsional, seperti misalnya pendelegasian

dari pemegang saham kepada manajemen, negara kepada organisasi internasional,

atau legislatif kepada institusi regulator. Hal ini dilakukan karena diyakini

pendelegasian tersebut dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam jangka

49

Keberadaan independent agencies di AS sebenarnya telah ada di AS lebih dari seratus

tahun. Misalnya, Komisi Perdagangan Internasional (ICC), yang mempunyai tugas untuk

meregulasi perkereta-apian, didirikan tahun 1887. Komisi Perdagangan Federal (FTC) dibentuk

tahun 1914 dan mengikuti model ICC karena kekuasaan dan kewenangan yang independent seperti

ICC. Akan tetapi, pada awal abad ke-duapuluh perkebangannya semakin meningkat. Lihat Saskia

Lavrijssen, An Analysis of The Constitutional Position of The US Independent Agemcies, (1

Januari 2008), terdapat di situs <http://www.

tilburguniversity.nl/tilec/publications/discussionpapers/2004-001.pdf

50 Kajian awal dari pendekatan teori principal-agent dapat ditemukan dalam tulisan Berle

and Means (1932), yang meneliti proses pendelegasian dalam level sebuah perusahaan. Mereka

mengkaji bagaimana pemegang saham suatu perusahaan memberikan delegasi kepada pihak di

luar manajemen perusahaan dan bagaimana pemisahan kepemilikan dalam kontrol perusahaan

menghasilkan pengaruh dari pendelegasian tersebut. Selain itu, mereka menemukan terkait bahwa

perbedaan dalam pembentukan institusi dapat memberikan hasil yang efisien. Lihat A. Berle and

G. Means, 1932. The Modern Corporation and Private Property. New York: Macmillan. Setelah

Berle dan Means, Stephen Ross merupakan pemikir pertama dalam memberikan kajian tentang

urgensi principal-agent theory, karena ia menjelaskan hubungan antara principal dan agents

sebagai hubungan di antara dua pihak atau lebih, satu sebagai agents bertindak dan sebagai

perwakilan pihak yang lain, yang mana disebut sebagai principal, di dalam suatu domain/ranah

khusus dari situasi pemecahan masalah. Lihat Stephen Ross, 1973. ―The Economic Theory of

Agency: The Principal‘s Problem.‖American Economic Review, vol. 63(2), pp.134.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

20

Universitas Indonesia

panjang.51

Pendekatan teori principal-agent mengasumsikan bahwa pejabat

terpilih (legislator) mendelegasikan beberapa kekuasaan mereka kepada suatu

institusi regulator untuk membuat kebijakan publik, hal ini didasarkan dari

anggapan bahwa akan didapat benefit yang lebih besar daripada cost yang

dikeluarkan untuk pendelegasian tersebut.52

Delegasi ini dilakukan karena juga

diyakini bahwa institusi tersebut dapat menjalankan fungsi yang berguna bagi

pejabat terpilih (legislator) dalam berurusan dengan berbagai tekanan dan

masalah.53

Maka oleh sebab itu, pembentukan dan desain institusi regulator

dipandang hanya terkait masalah institusional, yaitu pejabat terpilih (principal)

mendelegasikan wewenang kepada institusi regulator (agent) dan mereka memilih

institusi dalam bentuk formal (secara khusus terdapat unsur didelegasikannya

kekuasaan dan juga kontrol pengawasan dari pemberi pihak delegasi) yang

meminimalkan institusi itu mengalami kerugian yang timbul dari suatu kelalaian.

Dapat disimpulkan bahwa secara umum, model principal-agents memberikan

analisis terhadap hubungan antara principal (pemberi delegasi) dan agents

(penerima delegasi), alasan dan tujuan dari delegasi, mengkaji jumlah diskresi

yang harus diberikan kepada agent dan juga sama halnya terhadap mekanisme

kontrol pengawasan yang dibatasi kepada agent oleh principal yang bertujuan

untuk mendapatkan manfaat yang diharapkan pendelegasian.

51

Mark A. Pollack, 1997, ―Delegation, Agency, and Agenda Setting in the

EuropeanCommunity‖, International Organization, vol. 51(1), pp. 99-134.

52 Penting untuk dicatat bahwa suatu pendelegasian mengakibatkan manfaat dan juga

biaya bagi pihak yang memberikan delegasi. Kerugian yang timbul dari hal ini sering disebut

dengan istilah ‗agency costs‘ or ‗agency losses‘ yang mana disebabkan oleh pengaturan agents

yang bertindak atas pihak principal, dan oleh sebab itu mekanisme control terhadap agents

dimaksudkan untuk menimilasir hal tersebut. Lihat Jonas Tallberg, 2002. ―Delegation to

Supranational Institutions: Why, How, and with What Consequences?‖ West European Politics,

vol. 25(1), pp. 23-46

53 G. Majone, 1999. ―The Regulatory State and Its Legitimacy Problems‖ West European

Politics, vol. 22(1), pp. 1-24.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

21

Universitas Indonesia

E. Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu usaha pencarian jawaban yang benar, sebuah kata

istilah dalam bahasa Indonesia yang dipakai sebagai kata terjemahan apa yang di

dalam Inggris disebut Research.54

Bermakna sebagai pencarian, penelitian adalah

suatu kegiatan bersengaja dan bertujuan serta pula berprosedur alias bermetode.55

Metode Penelitian pada hakikatnya memberikan pedoman, cara-cara mempelajari,

menganalisa dan memahami kejadian-kejadian dalam penelitian.56

Penelitian yang

dilakukan oleh penulis merupakan penelitian hukum karena didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.57

Lebih

lanjut, penelitian hukum dalam tesis ini merupakan penelitian hukum yang

bertipe non doktrinal, yaitu penelitian berupa studi-studi empiris untuk

menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses

bekerjanya hukum di dalam masyarakat.58

Dan kajian ilmu hukum yang

digunakan penulis adalah kajian ilmu hukum normatif59

, dikarenakan bahan

penelitian yang digunakan penulis adalah bahan-bahan kepustakaan ilmu hukum.

1) Tipologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu memberikan

gambaran secara umum yang dapat ditangkap oleh panca indera atau

menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau

kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala.60

54

Sulistyowati Irianto & Shidarta, Metode Penelitian Hukum ―konstelasi dan Refleksi‖,

(Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2009), hal. 96

55 Ibid.

56 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3 (Jakarta: Penerbit UI-Pres,

1986), hal.6.

57

Ibid, hal. 43

58 Sutandyo Wignjosoebroto, tth,‖, Apakah Sesungguhnya Penelitian itu?‖, Kertas Kerja,

(Surabaya : Univ. Airlangga, 1986), hlm. 2

59

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta : Rajawali Press, 1990), hal. 15

60 Sri Mamudji et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, ( Jakarta : Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 4.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

22

Universitas Indonesia

Kaitannya dengan penelitian ini, gambaran secara umum adalah mengenai

bagaimana aspek hukum independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam

penyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di

sektor jasa keuangan. Selain itu, penelitian ini juga termasuk penelitian

murni yaitu penelitian ini bertujuan mengembangkan pengetahuan.61

2) Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier sebagai

berikut.62

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat berupa peraturan perundang-undangan

Indonesia, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

b. Bahan hukum sekunder, yatu bahan hukum yang erat kaitannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa,

memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer, yang antara

lain adalah teori para sarjana, buku, penelusuran internet, artikel

ilmiah, jurnal, tesis, surat kabar, dan makalah.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan

sekunder, misalnya kamus.

3) Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu mendalami

makna dibalik realitas atau tindakan atau data yang diperoleh dan yang diteliti

atau dipelajari sebagai objek penelitian yang utuh.63

Dalam penelitian ini apa yang

telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dipelajari secara lebih

mendalam khususnya mengenai aspek hukum independensi otoritas jasa keuangan

61

Ibid., hal. 5.

62 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal. 32.

63 Sri Mamudji et.al., Op. Cit., hal. 67.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

23

Universitas Indonesia

dalam penyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di

sektor jasa keuangan.

F. Sistematika Penulisan

Dalam Bab I, yaitu Bab Pendahuluan penelitian, akan dipaparkan

mengenai latar belakang dipilihnya topik penelitian tesis ini. Lebih lanjut, yaitu

aspek-aspek dari Independensi Lembaga Pengatur dan Pengawas Jasa Keuangan

atau Otoritas Jasa Keuangan yang menarik untuk dikaji lebih mendalam. Selain

itu dalam bab ini juga akan dijelaskan terkait teori hukum yang digunakan penulis

dalam melakukan penelitian ini, juga metode penelitiannya.

Kemudian di dalam Bab II, yaitu Bab Teori Penelitian, penulis akan

menjabarkan Teori dan Prinsip Independensial Otoritas Pengatur dan Pengawas

Jasa Keuangan dari referensi-referensi yang telah penulis kaji. Dari referensi dan

literatur ilmiah ini, penulis kemudian mendapatkan dimensi dan prinsip

independensial suatu lembaga/otoritas pengatur dan pengawas jasa keuangan.

Kemudian juga, tentu aspek Independensi tidak akan lengkap dengan isu yang

cukup menjadi perdebatan di kalangan akademis maupun praktisi yaitu aspek

Independensi dari Intervensi Politik dan Industri Jasa Keuangan.

Dalam Bab III, akan dibahas mengenai bagian isi dari penelitian, yaitu

Status, Kedudukan dan Struktur Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan. Penting

untuk dibahas secara mendetil khususnya dari peraturan perundang-undangan

berlaku terkait Landasan Hukum Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan. Status

dan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam struktur ketatanegaraan dan juga

tidak kalah pentingnya adalah Hubungan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan

dengan Lembaga Terkait di Bidang Jasa Keuangan.

Dalam Bab IV, yaitu Bab Analisa Penelitian, penulis akan memberikan

analisa dari fakta-fakta dan teori yang telah penulis paparkan di bab-bab

sebelumnya. Maka dalam bab ini dapat dikatakan merupakan inti dari pemikiran

penulis atas AspekIndependesi Otoritas Jasa Keuangan dalam Penyelenggaraan

Sistem Pengaturan Dan Pengawasan Terhadap Kegiatan di Sektor Jasa Keuangan

Indonesia

Dalam Bab V, yaitu Bab Penutup, akan berisi kesimpulan dan saran dari

penulisan tesis ini.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

24

Universitas Indonesia

BAB II

INDEPENDENSI OTORITAS PENGATUR DAN PENGAWAS

KEGIATAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

A. Otoritas Independen

Untuk memulai bab ini, perlu terlebih dahulu dipahami berbagai definisi

Independen dari sumber-sumber referensi yang penulis teliti. Istilah Independen

dalam bahasa inggris ditulis dengan kata independent yang mempunyai pengertian

yaitu not governed by another, not requiring or relying on something or

somebody else, not easily influenced.64

Kemudian independen dalam Black‘s Law

Dictionary diartikan sebagai suatu kondisi yang terbebas dari ketergantungan,

terbebas dari kontrol modifikasi atau pembatasan dari pihak lain.65

Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Independen adalah mandiri yang mempunyai pengertian

bebas dari ketergantungan pada orang lain.66

Jadi secara umum, independensi

dapat didefinisikan sebagai kebebasan dari pengaruh instruksi/pengarahan, atau

kontrol dari pihak/pihak-pihak lain.

Menurut literatur-literatur hukum yang berkembang dewasa ini, secara

umum dalam mendefinisikan Otoritas Independen, dapat menggunakan salah satu

ciri yang penting, yaitu suatu lembaga yang dipimpin oleh seseorang yang tidak

dapat diberhentikan langsung (bahkan oleh Presiden sekalipun) dan hanya dapat

diberhentikan oleh suatu alasan yang valid dan substansial/good cause67

. Senada

64

Webster‘s Vest Pocket Dictionary, Merriam Webster Inc, Publisher Springfield,

Massachussets, USA, 1989.

65 ―Independent : not dependent, not subject to control, restriction, modification or

limitation from a given outside source‖. Henry Campbell Black, M.A, Black‘s Law Dictionary,

Sixth Edition, (St. Paul Minn, West Publishing Co, USA), 1997, hlm. 472.

66 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Republik Indonesia, dikutip darihttp://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/

67 Jacob E. Gersen, Designing Agencies, in Research Handbook On PublicChoice And

Public Law, (Daniel A. Farber & Joseph O‘Connell eds.), 2010, page 333, 347 (―Independence is

a legal term of art in public law, referring to agencies headed by officials that thePresident may

not remove without cause‖). Lihat juga Marshall J. Breger & Gary J. Edles,Established

byPractice: The Theory and Operation of Independent Federal Agencies, 52 Administrative Law

Review, 2000, page 1111,1138 (―The critical element of independence is the protection—

conferred explicitly by statute or reasonably implied—against removal except ‗for cause.‘‖). Lihat

juga Lisa Schultz Bressman & Robert B. Thompson, The Future of Agency Independence, 63

Vanderbilt Law Review, 2010, page 599, 610 (―What gives agencies their independence or what

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

25

Universitas Indonesia

dengan definisi tersebut, William F. Fox Jr., juga menyatakan bahwa suatu

otoritas adalah independen bila dinyatakan secara tegas oleh kongres dalam

undang-undang otoritas yang bersangkutan atau, bila Presiden dibatasi untuk tidak

secara bebas memutuskan (discretionary decision) pemberhentian sang pimpinan

otoritas.68

Pakar ketatanegaraan Indonesia, Jimly Asshiddiqie memberikan

pengertian Otoritas Independen atau -dalam bahasanya- yaitu ―Komisi Negara

Independen‖ sebagai suatu organ negara (state organs) yang diidealkan

independen dan karenanya berada di luar cabang kekuasaan eksekutif, legislatif

maupun yudikatif, namun justru mempunyai fungsi campur dari ketiganya.69

William F. Funk dan Richard H. Seamon menambahkan bahwa sifat independen

dari otoritas tercermin dari: (1) kepemimpinan yang kolektif, bukan seorang

pimpinan; (2) kepemimpinan tidak dikuasai/mayoritas berasal dari partai politik

tertentu; dan (3) masa jabatan para pemimpin komisi tidak habis secara

bersamaan, tetapi bergantian (staggered terms).70

Dalam kajian para ahli dan akademis di Amerika (khususnya di bidang

hukumadministrasi negara), sering mendefinisikan otoritas independen dengan

pengertian, yaitu suatu lembaga pemerintahan yang -tidak dibentuk oleh rakyat

dan tidak juga dijalankan oleh pejabat yang terpilih-, yang mana lembaga ini

menjalankan otoritas sebagai regulator kebijakan-kebijakan di bidang-bidang

khusus71

. Di luar Amerika, kriteria untuk menentukan suatu lembaga independen

adalah semakin bervariasi, misalnya di negara-negara Eropa yang mempunyai

karakter otoritas independen sebagai suatu lembaga yang mempunyai posisi di

otherwise distinguishes them from their executive-branch counterparts [is that] the President

lacks authority to remove their heads from office except for cause.‖).

68 William F. Fox Jr, Understanding Administrative Law (Danvers: Lexis Publishing),

2000, hal. 56.

69 Jimly Asshidiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat

UUd 1945, makalah dalam seminar pembangunan hukum nasional VIII, Denpasar 14-18 Juli

2003.

70 William F. Funk dan Richard H.Seamon, Administrative Law: Examples &

Explanations, (New York, Aspen. Publishers, Inc) 2001, page 23-34.

71 Mark Thatcher & Alec Stone Sweet,Theory and Practice of Delegation to Non-

Majoritarian Institutions, 25 West European Politic, 2002, page 1, 2 (―an independent agency is a

government body ―neither directly elected by the people, nor directly managed by elected

officials.‖)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

26

Universitas Indonesia

luar struktur hieraki dari kekuasaan eksekutif. 72

Atas dasar bebarapa alasan-

alasan tersebut, kajian dan studi akademis telah mengalami pergeseran dari single

criteria dalam menentukan independensi, menjadi analisis-analisis yang lebih

komprehensif dan mendalam pada kondisi-kondisi kelembagaan suatu otoritas

independen tersebut.73

Namun dalam tingkatan yang paling minim, suatu otoritas

dapat dikatakan independen secara formal, ketika otoritas tersebut dapat

menjalankan kewenangannya tanpa kontrol/pengarahan dari pejabat pemerintah

terpilih seperti presiden, kementerian atau perdana menteri.74

Dengan demikian,

dapat juga disimpulkan bahwa otoritas independen adalah suatu entitas

administratif yang beroperasi di luar hierarki dari badan kepemerintahan pusat.

Telah dijelaskan bahwa sifat dan karakteristik dari otoritas independen

akan berbeda-beda di setiap negara atau dapat juga dikatakan bahwa setiap negara

mempunyai legal definition dan doktrin sendiri atas otoritas independen dan

penyebutan istilah otoritas independen sangat bervariasi seperti misalnya,

‗autonomous regulatory agencies‘, ‗semi-independentregulators‘, ‗independent

regulatory agencies‘, ‗impartial regulatory agencies‘‗independent regulatory

commission‘dan sebagainya.75

Namun demikian, secara umum dapat ditemukan

persamaaan ciri yang signifikan diantara otoritas independens tersebut. Pertama,

mereka memiliki fungsi dan kewenangan sebagai regulator di bidang-bidang

72

Martin Shapiro, A Comparison Of U.S. And European Independent Agencies,

Comparative Administrative Law, (Susan Rose-­‐Ackerman And Peter L. Lindseth, eds), 2010,

page 293, 279 (―To operationalize Agency independence, Jurisdictions around the world have

followed different approaches. While U.S. Law has Focused on the Appointment and removal

process for agency heads, European countries have emphasized the position of these agencies

outside the traditional executive body hierarchy―).

73 Fabrizio Gilardi,The Formal Independence of Regulators: A Comparison of 17

Countries and 7 Sectors, 11 Swiss Political Science Review, 2005, page 140 (―[I]t can be

considered that formal independence depends on the status of the head of the regulator and of its

management board, on the relationship with government and parliament, on financial autonomy,

andon the extent of regulatory powers.‖).

74 Aalt Willem Heringa & Luc Verhey, Independent Agencies and PoliticalControl,

Agencies In European And Comparative Perspective, (Tom Zwart &Luc Verhey eds.), 2003, page

156, (―Agencies are independent if they are not subordinate to the responsible minister.‖).

75 Ümit Sönmez, Independent Regulatory Agencies: The World Experience And The

Turkish Case, A Thesis Submitted To The Graduate School Of Social Sciences Of Middle East

Technical University, 2004, Page 8.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

27

Universitas Indonesia

khusus perekomian atau bidang sosial.76

Selain itu, kewenangan adjudikatif, yang

memungkinkan mereka untuk menyelesaikan sengketa dan mengeluarkan

keputusan melalui proses hearing atau proses yang setipe dengan persidangan.77

Sebagian besar otoritas independen juga memiliki fungsi dan kewenangan atas

kebijakan publik atau regulasi-regulasi yang secara hukum mengikat masyarakat

dan sektor privat, yang mana implementasi dan kekuatan hukumnya tidaklah

berbeda daripada sistem peraturan perundang-undangan umum (UU, PP, atau

Permen).78

Kemudian, otoritas independen di di negara-negara maju pada

umumnya telah memiliki kewenangan dalam hal menyelidiki dan mengadili

terhadap pelanggaran aturan dan regulasi mereka.79

Berbicara tentang independensi dalam perspektif operasional, intitusi ini

mempunyai kelebihan-kelebihan yang cukup penting yaitu, dalam hal

pengembangan skill dan keahlian, dikarenakan mereka dapat memfokuskan waktu

dan tenaga mereka untuk memahami bidang yang ditanganinya dan berusaha

untuk tetap menjaga kepentingan publik terhadap semakin meningkatnya

76

Stéphane Jacobzone, Designing Independent And Accountable Regulatory Authorities

For High Quality Regulation, Proceedings of an Expert Meeting in London, Prepared By

Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD), United Kingdom, 10-11

January 2005, page 72 (―Independent Regulators have been established when setting up new

marketoriented regulatory arrangements for utility sectors with network characteristics, such as

telecommunications, financial services, or for the social and environmental arena‖.

77 Kirti Datla and Richard L. Revesz, Deconstructing Independent Agencies (And

Executive Agencies), New York University Public Law and Legal Theory Working Papers. Paper

350, page 39. (The fact that Indpendent agencies are authorized to proceed through adjudication

has beennoted for decades. Yet, scholars persist in associating the authority to adjudicate with

independent agency status. Agencies engage in around 500,000 informal adjudications, of which

at least at least several hundred formal adjudications per year.)

78 Martino Maggetti, The Role of Independent Regulatory Agencies in Policy-Making: a

Comparative Analysis of Six Decision-Making Processes in the Netherlands, Sweden and

Switzerland, Paper prepared for: The Fourth ECPR General Conference, Pisa, Italy, 6-8th

September 2007, page 3. (The term of Independent Regulatory Agency ―decision-making process‖

illustrates the whole process of adopting/revising a new law (in the domain of the related RA),

from the agenda setting to the policy implementation).

79 Otoritas Independen di sektor finansial di negara-negara maju pada umumnya telah

memiliki fungsi dan kewenangan investigasi dan kewenangan untuk mengenakan sanksi

administratif, Lihat Julia Black and Stéphane Jacobzone, Tools For Regulatory Quality And

Financial Sector Regulation: A Cross-Country Perspective, OECD Working Papers on Public

Governance No. 16, 2009, page 24. Table 3: Comparison of formal function of independent

Financial Sector Regulator in USA, Canada, United, Kingdom, Australia& France

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

28

Universitas Indonesia

permasalahan kompleks di kehidupan yang semakin mengglobal.80

Dalam hal

keahlian/experitise ini, diyakini merupakan alasan klasik yang mendasari

dibutuhkan otoritas independen.81

Hal ini sejalan dengan pemikiran akademis di

bidang hukum administrasi James Landis yang menyatakan dalam kajiannya,

―With the rise of regulation, the need for expertness became dominant‖.82

Dengan

hadirnya otoritas independen ini diharapkan dalam menjalankan fungsinya yang

dipengaruhi oleh informasi-informasi ekonomi yang valid dan bukan oleh unsur-

unsur yang bersifat politis. Sudah tentu, adalah hal yang mustahil menghapus

unsur politis dan political judgement dalam operasional otoritas ini, apalagi ketika

otoritas independen telah dilengkapi dengan kewenangan diskresional. Namun

yang menjadi penting adalah bagaimana membuat unsur politis lebih diminimkan

dan mengedepankan keahlian dalam hal pembuatan keputusan otoritas.83

Lebih lanjut, dalam konteks birokrasi, birokrat/pejabat otoritas independen

pada umumnya cenderung tidak dapat dipengaruhi dengan mudah oleh politik

dibandingkan pejabat/politisi terpilih, yang mana harus sering mencari dukungan

politik untuk mendapatkan suara/vote agar terpilih kembali.84

Terbebas dari

kendala tersebut membuat birokrat independen dapat memprioritaskan kebijakan-

kebijakan jangka panjang dibandingkan tujuan-tujuan jangka pendek yang sering

80

StavrosGadinis, From Independence to Politics in Financial Regulation (August 27,

2012). California Law Review, Forthcoming; UC Berkeley Public Law Research Paper No.

2137215, page 1. (‖independent bureaucrats develop expertise by investing the time and energy to

build up know-how and by striving to identify and promote the public interest in an increasingly

complicated world‖)

81 Bressman & Thompson, Op.Cit.,, at 612 (―Independence was traditionally justified,

particularlyduring the New Deal era, as promoting expertise.‖); Lihat juga Neal Devins & David

E. Lewis, Not-So Independent Agencies: Party Polarization and the Limits of Institutional Design,

88 Boston University Law Review, 2008, at page 463(―Commission expertise is the traditional,

‗good government‘ justification for Congress‘s choice to create independent agencies.‖).

82 Charles H. Koch Jr., James Landis: The Administrative Process, Faculty Publications

College of William & Mary Law School, 48 Administrative Law Review, 1996, at page 427.

83 David E. Lewis, The Adverse Consequences of thePolitics of Agency Design for

Presidential Management in the United States: The RelativeDurability of Insulated Agencies,

British Journal of Political Science 34, 2004, page 377.(―finding that agencies insulated from

presidential control are more durable than other agencies‖).

84 Bressman & Thompson, Op.Cit., at page 599, 612 (―Proponents of agency

independence believe in the need to build an administration staffed by expert career bureaucrats,

rather than opportunistic political appointees. The see value in nurturing civil servants with deep

knowledge of their policy fields.‖).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

29

Universitas Indonesia

dilakukan oleh pejabat politik. Birokrat independen tersebut dapat dengan leluasa

merencanakan dan menjalankan parameter-parameter yang dibutuhkan dalam hal

mencapai kestabilan kebijakan, yang bertujuan pada kemajuan dunia bisnis dan

pertumbuhan ekonomi. Para politisi, sebaliknya, tidak mempunyai pemahaman

yang mendalam terkait bidang-bidang khusus ini, dan tentunya akan menemui

kesulitan untuk menjalankan disiplin ilmu yang sangat beragam ini.85

Sejalan dengan pendapat para ahli dan akademisi yang menyatakan

pentingnya presentasi dari lembaga/otoritas Independen dalam tata

kepemerintahan negara modern, namun juga tak kalah pentingnya bahwa secara

rasional pembentukan suatu lembaga independen tersebut adalah untuk menjamin

pembangunan sektor ekonomi akan terlindungi dari kepentingan politis jangka

pendek dan juga kepentingan-kepentingan tertentu dari sektor privat.86

Dari

perspektif kepemerintahan publik, regulator adalah ―suatu agency‖, yang

dipercayakan dengan kekuasaan/kewenangan yang signifikan sebagai otoritas

pengatur, dan diberikan independensi dalam tingkatan tertentu untuk proses

pengambilan keputusan mereka. Agencies dalam hal ini merupakan representasi

dari suatu bentuk desentralisasi dalam kepemerintahan, dengan model organisasi

modern, yang juga sering dikaitkan dengan konsep organisasi ―The New Public

Management‖ (NPM).87

Oleh sebab itu, sementara otoritas/agencies yang masih

bersifat konvensional tetap diharuskan bertanggung jawab kepada eksekutif

(bahkan walaupun mereka telah diberi otonomi dalam beroperasional dan

merancang anggaran), namun tetap saja otoritas independenlah yang sering

dirancang untuk dijamin kemandiriannya secara signifikan.

85

Jeffrey S. Banks & Barry R. Weingast, The Political Control of Bureaucracies under

Asymmetric Information, 36 American Journal of Political Science,1992, page 509.

86 Stéphane Jacobzone, Op Cit., Designing Independent And Accountable Regulatory

Authorities For High Quality Regulation, page 72.

87 Kempe Ronald Hope, ―The New Public Management: Context and Practice in Africa.‖

International Public Management Journal, vol. 4, 2001, page 122-126. (Hope has made a study on

NPM reforms used for the transformation of public sector management.Interestingly, he defined

delegation is the transfer of specific authority and decision-making powers to organizations that

are outside the regular bureaucratic structure and that are only indirectly controlled by a

government, such as regional development corporations, and semiautonomous agencies.

Delegation is seen as a way of offering public goods and services through a more business-like

organizational structure that makes use of managerial accounting techniques normally associated

with the private enterprise.)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

30

Universitas Indonesia

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa terkait teori ―agent-principal‖,

otoritas independen dalam menjalankan tugas dan fungsinya berasal dari

pendelegasian kekuasaan oleh legislator melalui perundang-undangan, atau dapat

dikatakan bahwa otoritas independen bertindak sebagai "agent", bertindak untuk

dan atas nama dari legislator yang dalam hal ini disebut dengan―principal‖.

Diskusi dan kajian terkait isu pendelegasi kekuasan ini telah menjadi pembahasan

yang terfokus dalam bidang ilmu ekonomi dan sama halnya dengan di bidang

ilmu politik88

. Konsep pendelegasian kewenangan kepada suatu otoritas untuk

melakukan regulasi/pengaturan, telah menjadi praktik umum di beberapa negara

selama beberapa dekade.89

Alasan utamanya adalah jumlah aktifitas yang terlibat

dalam pengaturan dan pengawasan kegiatan di sektor ekonomi, dan ditambah

dengan semakin kompleksitas dari aktifitas tersebut. Delegasi tersebut terdiri dari

dua bentuk. Pendekatan tipe pertama, delegasi untuk Lembaga Kepemerintahan,

Kementerian khusus, Otoritas Lokal, atau lembaga resmi lain, yang mana telah

menjadi praktik umum di kebanyakan negara selama beberapa dekade.

Pendekatan tipe kedua, yaitu mendelegasikan kekuasaan pengaturan kepada suatu

lembaga independen adalah tipe yang populer belakang ini, walaupun diakui

belum dapat dikatakan telah menyebar luas dan diterima seluruhnya. Tipe ini

secara teoritis menawarkan kelebihan yaitu dari terlindung dari potensi intervensi

pasar dan campur tangan politik. Selain itu juga meningkatkan transparansi,

stabilitas dan keahlian dalam proses pengaturan dan pengawasan, terutama untuk

penanganan yang diperlukan untuk situasi yang kompleks seperti masa krisis.

88

David Sappington, "Incentives in Principal-Agent Relationships", Journal of Economic

Perspectives, 5(2), 1991, page 45-66.

89 Marc Quintyn & Michael W. Taylor, Regulatory and SupervisoryIndependence and

Financial Stability (Int‘l Monetary Fund, Working Paper No. 02/46,2002,, page 9.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

31

Universitas Indonesia

B. Otoritas Independen dalam Penyelenggaraan Kegiatan di Sektor Jasa

Keuangan

Diskusi tentang independensi, khususnya terkait otoritas penyelenggara

kegiatan sektor jasa keuangan, dapat dikatakan terhitung masih relatif baru.

Diskusi terkait independensi lembaga pengawas sektor finansial tersebut dimulai

dan terinspirasi oleh literatur dan referensi-referensi terkait Independensi dalam

lembaga Bank Sentral.90

Selain itu, semakin populernya diskusi-diskusi terkait

model yang paling sesuai pada otoritas pengaturan dan pengawasan, termasuk

juga struktur organisasinya, dikarenakan juga meningkatnya kajian terkait

pengintegrasian/penyatuan sistem pengawasan di sektor finansial atau terpisah

dari bank sentral.91

Lebih lanjut, diskusi ini akan menimbulkan perdebatan

seberapa besarkah tingkatan independensi yang dibutuhkan untuk lembaga

pengawasan baru yang terpisah dari bank sentral tersebut. Hal ini sebagai respon

dari argumen bahwa dalam fungsi pengawasan perbankan yang masih kurang

mendapat perhatian yang lebih dalam hal tingkat independesialitas, dibandingkan

fungsi menjaga kestabilan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral.92

Di sekitar awal 1990-an, hampir semua negara-negara barat yang

diprakarsai oleh Amerika Serikat, telah memperkuat independensi dari otoritas

90

Lastra (1996) dan Goodhart (1998) melalui kajiannya terhadap independensi di

kelembagaan Bank Sentral, dapat dikatakan merupakan akademisi pertama yang menekankan

diperlukannya prinsip Independensi di dalam pengaturan dan pengawasan di sektor finansial (non

monetary task).Lihat Rosa Maria Lastra, Central Banking and Banking Regulation, (London: LSE,

Financial Markets Group), 1996.; Lihat juga Charles Goodhart (ed) ‗The Emerging Framework of

Financial Regulation‘, a collection of compiled by the Financial Markets Group of the London

School of Economics (London: Central Banking Publications), 1998.

91 Donato Masciandaro, Marc Quintyn, andMichael Taylor,Financial Supervisory

Independence andAccountability – Exploring theDeterminants, IMF Working Paper WP/08/147,

2008, page 3 (―The public discussions regarding the establishment of the Financial Services

Authority (FSA) in the United Kingdom and the Australian Prudential Regulations Authority

(APRA) in Australia in the second half of the 1990s were the first ones that made explicit mention

of independence and accountability issues‖)

92 Eva Hüpkes, Marc Quintyn, and Michael W. Taylor,―The Accountability of Financial

SectorSupervisors: Principles and Practice‘, IMF Working Papers, No 05/51, March 2005, page

9. (―Referring to Lastra‘s observation that several central banks (e.g., Banque de France, Bank of

Spain) were granted a higher degree of independence for attaining their monetary policy

objectives than for their banking supervisory tasks‖).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

32

Universitas Indonesia

regulator khususnya di sektor financial.93

Negara-negara eropa dengan tekanan

dari regulasi di wilayah Uni Eropa kemudian juga mengenalkan konsep otoritas

independen regulator ini di reformasi sektor finansial dari sekitar pertengahan

tahun 1980an.94

Di Jepang, walaupun Pemerintah Pusat tetap mempertahankan

kewenangannya untuk mengintervensi pengawasan di sekor finansial namun

jarang bahkan tidak pernah menggunakan kewenangan tersebut.95

Kemudian

negara-negara yang pernah mengalami krisis financial yang cukup akut pada

tahun 1990an, seperti Indonesia, Mexico dan Korea, merespon hal ini dengan

juga memperkuat independensi dari lembaga regulator mereka.96

Dan pada tahun

sekitar 2008, sebagian besar negara di dunia telah mengadopsi suatu bentuk

lembaga independen ke dalam otoritas pengawasan sektor keuangan mereka.97

Selain dari pengaturan dalam hukum domestik di atas, dalam tataran

global organisasi-organisasi internasional yang aktif dalam kajian dan diskusi

tentang reformasi di bidang sektor finansial terus memberikan rekomendasi-

rekomendasi terkait otoritas independen. Sebagai contoh, misalnya IMF terus

aktif dalam menyampaikan pentingnya independensi dalam pengawasan sektor

93

Stavros Gadinis, Op.Cit., page 9 (―Independent agencies are The foundational element

of U.S. financial regulation. The Federal Reserve System, The FDIC, The SEC, and The CFTC

were inforced with strong guarantees of independence from the executive‖).

94 Fabrizio Gilardi, The Institutional Foundations of Regulatory Capitalism: The

Diffusion ofIndependent Regulatory Agencies in Western Europe, Annals of the American

Academy of Political and Social Science 598, 2005, page 84, 85. (―[Independent Regulatory

Agencies] have a longtradition in the United States, but in Europe they are a relatively recent

institutionalinnovation. . . . The number of IRAs has sharply increased since the mid-1980s.‖).

95 Stavros Gadinis & Howell Jackson, Markets as Regulators: A Survey, 80 Southern

California Law Review,2007, page 1307. (―Japan Financial Services Agency (JFSA) position in

the Japanese government structure is under the Prime Minister's Cabinet, some of its rules take

the form of an Ordinance of the Cabinet Office, which requires the Prime Minister's approval. In

practice, the Prime Minister has very rarely, if ever, exercised any powers to intervene in the

regulation of the securities markets. The availability of a direct channel for government

intervention at the highest level, however, may prove influential in its own right under certain

circumstances.‖)

96 Marc Quintyn, Silvia Ramirez & Michael W. Taylor, The Fear of Freedom: Politicians

and the Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, 37 Int‘l Monetary

FundWorking Paper No. 07/05, 2007, at page 21.

97 Steven Seelig & Alicia Novoa, Governance Practices at Financial Regulatory and

Supervisory Agencies, Int‘l Monetary Fund, Working Paper No. 09/135, 2008, page 6–7.

(presenting a survey of 103 countriesdemonstrating that 75 percent of the sample space had

ensured operational independenceto their financial regulators).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

33

Universitas Indonesia

keuangan, dengan argumentasi bahwa intervensi dari kekuasaan politik di krisis

keuangan hanya membuat keadaan menjadi lebih buruk.98

Sampai pada sekitar

akhir tahun 2000an, IMF terus melakukakan pemantauan terhadap situasi

reformasi regulasi di sektor keuangan dan terus mempertegas pentingnya otoritas

independen. Dalam catatannya, IMF menyimpulkan terdapat tingginya variasi

dalam struktur kelembagaan di otoritas independen di berbagai negara di belahan

dunia. Variasi tersebut misalnya terkait dengan tingkat kewenangan hukum yang

diberikan kepada anggota otoritas, kebijakan terkait anggaran atau independensi

sumber pendanaan (misalnya besarnya biaya iuran dari Industri yang diawasi),

dan kriteria-kriteria dalam pengangkatan dan pemberhentian kepegawaian otoritas

independen.99

Selanjutnya berdasarkan berbagai standar dan norma yang diakui secara

internasional (seperti misalnya Basel Core Principles for Effective Banking

Supervision (BCP), The IAIS - Insurance Core Principles and The IOSCO -

Objectives and Principles of Securities Regulation), independensi dalam

pengawasan dapat didefinisikan sebagai situasi di mana otoritas pengawas mampu

melaksanakan keputusan dan kekuasaannya secara independen terhadap

penegakan kebijakan prudential dan/atau melakukan pengaturan dunia bisnis,

tanpa dipengaruhi oleh pihak yang diawasi, Pemerintah, Parlemen, atau pihak-

pihak lain yang berkepentingan.100

Namun juga perlu diperhatikan

bahwa,independensi pengawasan sektor keuangan berbeda dari independensi

98

Quintyn & Taylor, Op Cit., Regulatory and SupervisoryIndependence and Financial

Stability, page 7. (―making the case for the independence of financial regulators‖).

99 Ibid at page 23 (showing that ―about 78 percent of the countries surveyed have

putlegal immunity for all supervisory staff in the law[,] . . . in 16 countries, the [regulatoryagency]

can now issue binding regulations, while in another 12 countries, they can issues[sic] guidelines

with a more or less binding character[, and] in 22 countries, the[regulatory agency] is 100

percent funded outside the government budget‖).

100 Bank for International Settlements 2012.Basel Committee on Banking Supervision,

Core Principles for Effective Banking Supervision, September 2012. (Principle 2 – Independence,

accountability, resourcing and legal protection for supervisors: ―The legal framework for banking

supervision includes legal protection for the supervisor‖). Selain itu, dalamObjective and

Principleof International Organization of Securities Commissions(IOSCO), Financial Regulation

and Supervision, June 2010,mensyaratkan dengan tegas perlunya independensi lembaga pengawas

Pasar Modal. Dalam teks aslinya di point Principles Relating to the Regulator menyatakan bahwa,

The Regulator should be operationally independent and accountable in the exercise of its

functions and powers. Diunduh dari http://www.iosco.org/library/pubdocs/pdf/IOSCOPD323.pdf.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

34

Universitas Indonesia

bank sentral dalam menjaga kebijakan moneter, dalam arti bahwa di sektor

finansial, pemerintah (biasanya Menteri Keuangan) secara politis tetap

bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dikarenakan

kegagalan satu atau lebih lembaga keuangan, pasar atau infrastruktur dapat

memiliki implikasi serius terhadap ekonomi masyarakat luas. Konsekuensinya,

otoritas pengawas harus mempunyai tugas dan fungsi dengan jelas dan harus ada

pendelegasian kewenangan secara explisit melalui suatu proses legislasi.

Parlemen dan pemerintah tidak boleh secara langsung mengontrol otoritas

pengawas dan mengintervensi aktivitasnya setiap saat. Independensi dalam hal ini

haruslah seimbang dengan proses akuntabilitas yang transparan. Namun demikian,

negara tetap harus mempunyai mekanisme kontrol seperti memberikan perwakilan

pemerintah yang secara aktif berpartisipasi dalam manajemen di otoritas

pengawas. Kontrol mereka harus diberikan pembatasan-pembatasan yang tegas

seperti menggariskan kerangka hukum, menentukan tujuan strategi jangka

panjang, pengawasan kinerja, dengan kondisi bahwa hal ini dilakukan dengan

terbuka dan transparan.101

Terdapat dua alasan dalam hal penyerahan tugas pengaturan dan

pengawasan sektor finansial kepada suatu insitusi independen. Pertama adalah

terkait masalah keahlian/expertise, hal ini diperlukan karena sektor finansial

membutuhkan pemahaman dan keahlian teknis yang sangat mendetail. Pegawai

dari otoritas ini adalah spesialis-spesialis yang tahu bagaimana keuangan pasar

bekerja dan familiar dengan dunia bisnis, tipe-tipe transaksi, mekanisme

pelaksanaan, dan mengetahui catatan-catatan prosedural dari lembaga-lembaga

jasa keuangan yang besar. Dalam hal regulasi di sektor keuangan, birokrat/pejabat

ahli akan dapat lebih memahami kondisi keuangan lembaga yang rentan beserta

akibatnya untuk para pihak-pihak terkait. Di saat krisis, ketika waktu berjalan

dengan sangat singkat, independen birokrat ini dapat memahami secara cepat,

menganalisa informasi dan bereaksi dengan tepat terhadap situasi yang

berkembang. Terkadang, di dalam konteks tugas mereka dalam menangani situasi

101

Jacques de Larosière, The High-Level Group on supervision in EU, Report, Brussels

25 February 2009, page 47. (―National authorities influence should be limited to the possibility of

amending the legal framework, imposing long-run strategic goals, and monitoring performance,

on the condition that this is done in an open and transparent manner‖.)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

35

Universitas Indonesia

krisis, birokrat independen dapat menggunakan komunikasi langsung dengan

direksi/manager dari lembaga jasa keuangan, yang membantu mereka untuk

menemukan solusi-solusi yang inovatif, seperti misalnya merger dengan lembaga

keuangan lain, ketika krisis terjadi.102

Alasan yang kedua adalah selain dalam kelebihan di masalah keahlian

tersebut, otoritas independen juga dapat menjamin kestabilan dalam hal kebijakan

jangka panjang. Menurut kalangan para akademisi, paradigma dalam mendukung

terbentuknya otoritas independen ini, adalah merupakan aliran/school of thought

dari kebijakan di sektor moneter yang dijalankan oleh Bank Sentral. Independensi

Bank Sentral dalam hal ini oleh para ahli dan akademisi dianggap telah dengan

baik memprioritaskan tugasnya dalam mencapai tingkat inflasi yang rendah dan

mampu untuk menstimulasi faktor-faktor ekonomi dalam jangka pendek, untuk

mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimal dalam jangka panjang.103

Hal ini

dapat dibuktikan dari beberapa literatur yang menunjukkan bahwa negara yang

memperkuat independensi Bank Sentral mereka, dapat mencapai tingkat inflasi

yang rendah dan juga tingkat pertumbuhan dan investasi yang maksimal.104

Oleh

karena demikian, bahwa secara teoritis dan empiris bahwa otoritas independen di

sektor moneter seperti bank sentral dapat mengurangi ketidakpastian dan

mencapai kestabilan yang baik, para ahli juga kemudian mengaplikasikan konsep

ini di sektor-sektor yang berbeda selain moneter. Stabilitas dalam regulasi dan

kebijakan adalah hal yang penting khususnya terhadap investor swasta, terutama

dalam hal di mana model bisnis mereka terikat kerangka peraturan

102

Bressman & Thompson, Op Cit., at page 614 (―This ability, an expertise of asort, is

perhaps most essential for financial policy,specifically securities regulation,where the SEC

regularly interacts with the stock exchanges and other groups relevant tothe regulation of broker-

dealers and accountants.‖)

103 Kenneth Rogoff, The Optimal Degree of Commitment to anIntermediate Monetary

Target, 100 Quarterly Journal of Economics, November 1985,page 1169.(―Society cansometimes

make itself better off by appointing a central banker who does not share the social objective

function, but instead places ‗too large‘ a weight on inflation-rate stabilization relative to

employment stabilization.‖)

104 Alex Cukierman, Central Bank Independence and Monetary Policy making

Institutions – Past, Present and Future, 24 European Journal of Political Economy, December

2008, page 722, 728. (finding that ―the variabilities of both real and nominal rates of interest are

lower, and that the average real return to depositors is higher, in countries [where central banks

have] higher levels of actual independence‖).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

36

Universitas Indonesia

tertentu/spesifik. Investor swasta tentu akan menghindari bahwa manipulasi

negara dalam hal peraturan dan kebijakan yang tentu akan mempengaruhi

bussiness profit mereka kedepannya. 105

Oleh sebab itu, untuk mencegah hal ini,

negara dapat menciptakan suatu mekanisme untuk mengedepankan komitmen

dalam kestabilan hukum dan kebijakan secara jangka panjang, yaitu melalui

otoritas independen.106

Hal ini sebagai argumen bahwa kestabilan dalam

kebijakan peraturan sangat penting bagi lembaga jasa keuangan/investor, karena

sektor finansial adalah ―heavily regulated area of business activity‖ dan

perubahan yang seketika dalam kebijakan peraturan ini akan memakan biaya yang

besar kepada dunia industri.

105

Douglass C. North & Barry R. Weingast, Constitutions and Commitment: The

Evolution of Institutions Governing Public Choice in Seventeenth-Century England, 49 The

Journal of Economic History, 1989, page 803, 808 (―Our view also implies that the development

of free markets must be accompanied by some credible restrictions on the state‘s ability

tomanipulate economic rules to the advantage of itself and its constituents. Successful economic

performance, therefore, must be accompanied by institutions that limit economic intervention and

allow private rights and markets to prevail in large segmentsof the economy‖).

106 Witold Jerzy Henisz, Political Institutions and Policy Volatility, Economics and

PoliticsWiley Blackwell, vol. 16(1), 2004, page 1, 2.(―demonstrating‖ a strong relationship

between political institutions that provide checks and balances that limit the discretion of political

actors and policyvolatility in a broad sample of countries, time periods, and

macroeconomicenvironments‖).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

37

Universitas Indonesia

C. Indikator dan Ukuran Independensi Otoritas Pengatur dan Pengawas

Jasa Keuangan

Dalam mengkaji Independensi dari otoritas pengatur dan pengawas, perlu

dibedakan makna antara independensi tujuan/goal independence (yang mengacu

pada tujuan mandat dari legislator/parlemen kepada otoritas pengawas) dan

independensi instrument/instrument independence (yang mengacu pada

perumusan pelaksanaan praktek pengawasan dan pengaturan yang diserahkan

kepada kebijaksanaan pejabat spesialis/otoritas regulator).107

Peran yang tepat

bagi para parlemen adalah untuk mengatur dan menentukan tujuan dari

dibentuknya otoritas pengaturan dan pengawasan/goal independence, namun

otoritas regulator harus diberikan otonomi untuk menentukan bagaimana mereka

harus mencapai tujuan dan juga aspek akuntabilitas dalam hal

pertanggungjawabannya jika mereka gagal untuk mencapainya/instrument

independence

Dalam mengkaji instrument independence dan goal independence dari

otoritas regulator dan supervisor jasa keuangan, dapat dilakukan

identifikasi/pengukuran melalui empat dimensi independensi, yaitu aspek

pengaturan, pengawasan, kelembagaan, dan anggaran.108

Dua hal yang pertama

adalah ditandai sebagai fungsi inti dari aspek independensi otoritas pengatur dan

pengawas jasa keuangan, sedangkan dua hal yang terakhir sebagai fungsi

pendukung, sangat penting untuk mendukung pelaksanaan fungsi inti.

1. Independensi dalam Fungsi sebagai Regulator/Regulatory

Independence

Independensi dalam kaitannya, fungsi otoritas independen sebagai

pembuat regulasi/regulator adalah mengacu pada seberapa jauh tingkat

kewenangan suatu otoritas independen tersebut untuk men ‖set-up‖ suatu

regulasi/aturan (yang bersifat prudensial) terhadap sektor yang diawasainya,

107

Stanley Fischer, Central Bank Independence Revisited, American Economic Review,

Papers and Proocedings, Vol 85, May 1995, page 201-205.

108 Quintyn & Taylor, Op Cit., Regulatory and SupervisoryIndependence and Financial

Stability, page 13. (Independence: Its four Dimension).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

38

Universitas Indonesia

secara otonom/mandiri, yang tentunya dalam batasan-batasan hukum yang

berlaku.109

Selain poin utama tersebut di atas, sebagai tambahan bahwa

diperlukannya independensi dalam fungsi sebagai regulator secara umum adalah

terkait kelebihan-kelebihan utama otoritas tersebut, seperti ―fast action‖ ketika

diperlukan, stabilitas kebijakan serta skill dan keahlian yang khusus dalam proses

pelaksanan tugas. Independensi sebagai regulator, juga tak dapat dipungkiri harus

dipenuhi seiring semakin mengglobalnya sektor finansial dewasa ini. Otoritas

regulator dalam hal ini harus berada dalam posisi yang kuat agar dapat

mengadaptasi regulasi secara cepat dan fleksibel yang mengacu pada

―internasional best practice‖

Sangat penting bagi otoritas pengatur dan pengawas di sektor finansial ini

untuk memiliki independensi dalam membuat regulasi-regulasi hukum khususnya

terkait prinsip prudensial (prinsip kehati-hatian). Regulasi terkait prinsip

prudensial ini menjadi penting karena mencakup aturan-aturan umum yaitu dalam

hal stabilitas industri keuangan beserta aktifitas-aktifitasnya di dalamnya (seperti

ketentuan persyaratan modal, kualitas aset, persyaratan dalam kualitas senior

manajemen) dan aturan-aturan yang bersifat khusus, yaitu merupakan pengaturan

atas sifat khusus dari lembaga jasa keuangan sebagai finansial intermediation

(seperti capital adequacy ratio, pembatasan dalam transaksi-transaksi yang

bersifat off-balance sheet activities, pembatasan kredit dalam hal Rasio exposure

single borrower, pembatasan pemberian kredit kepada individu/kelompok usaha

yang terkait dengan bank (connected lending), pembatasan dalam manajemen

risiko nilai tukar valas (foreign exposure) dan aturan dalam pengklasifikasian

kredit. Hal-hal diatas merupakan regulasi yang penting/fundamental dalam proses

penyelenggaraan pengawasan dan berimplikasi secara luas dalam kestabilan

sistem perbankan. Maka sebab itu dari perspektif regulatory independence,

otoritas regulator harus memiliki tingkatan otonomi yang tinggi dalam

109

Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 8.(Prudential rules differ

from two other categories of regulations that govern banking: economic regulations,encompassing

controls over pricing, profits, entry, and exit; and information regulations, governing

theinformation that needs to be provided to the public at large and to the supervisors. These two

types of rules tendnot to be subject to frequent amendations and could, therefore, be left to the

lawmakers following a consultationprocess with the supervisors.)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

39

Universitas Indonesia

menetapkan aturan-aturan terkait prinsip prudensial, yang mana hal ini merupakan

faktor penting untuk memastikan sektor finansial dapat berjalan sesuai dengan

―internasional best standartand practices‖.

Meskipun prinsip dari otonomi dalam aspek pengaturan ini sudah diterima

secara luas, namun pada kenyataannya sulit untuk diterapkan secara penuh dan

pengalaman menunjukkan bahwa prinsip ini di beberapa negara ternyata sangat

dipengaruhi juga oleh sistem hukum yang diterapkan di suatu negara, sehingga

dapat berimplikasi terhadap ketidakstabilan sektor keuangan.110

Di beberapa

negara, berdasar dari sistem hukum yang dianut, Undang-undang/Legislasi yang

disahkan cenderung terlalu mendetil sehingga hanya menyisakan sedikit ruang

untuk peraturan-peraturan pelaksanaanya. Dibawah sistem ini, ruang untuk

regulatory independence yang seharusnya dimiliki oleh otoritas pengatur dan

pengawas adalah sangat terbatas. Secara maksimal, otoritas pengatur dan

pengawas hanya diberikan kewenangan untuk membuat suatu tata pedoman (yang

tidak mengikat) atau suatu klarifikasi. Dan untuk dapat membuat suatu

peraturan/regulasi, otoritas tersebut harus membutuhkan suatu legislasi/undang-

undang baru atau revisinya. Kendala utamanya dalam sistem hukum ini,

amandemen ataupun suatu revisi legislasi terkadang membutuhkan waktu yang

panjang karena proses politik. Dan dalam menghadapi perkembangan dan

perubahan perekonomian yang serba cepat dan tanggap, seperti sektor perbankan

dan finansial, sistem ini tentu akan merugikan. Sedangkan pada negara dengan

sistem dan tradisi hukum yang berbeda, legislasi/perundang-undangan dibiarkan

hanya mengatur secara umum, menyisakan ruang yang besar untuk iniasiatif

regulator dalam tingkat teknis dan implementasi. Di bawah sistem ini, regulatory

independence mendapat porsi tingkatan yang lebih tinggi karena otoritas pengatur

memiliki kewenangan untuk membuat peraturan teknis dengan cara yang cepat

dan, oleh karena itu, tetap dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan pasar.

110

Quintyn &Taylor, Op Cit., Regulatory and Supervisory Independence and Financial

Stability, page 14 (Relation Between Legal System and Regulatory Independence)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

40

Universitas Indonesia

2. Independensi dalam Fungsi sebagai Pengawas/Supervisory

Independence

Fungsi pengawasan dalam penyelenggaraan sektor finansial adalah dapat

dikatakan sebagai elemen yang sangat penting dan krusial. Hal ini dikarenakan

sektor finansial merupakan sektor yang berhubungan langsunng dengan

masyarakat luas, yang mana merupakan hakikat dan prinsip dari lembaga finansial

sebagai intermediasi. On-site inspections and off-site monitoring, pengaturan

sanksi, and penegakan hukum—termasuk pencabutan izin/lisensi—adalah

alat/instrumen dari lembaga pengawas untuk memastikan kestabilan dari sistem

keuangan.

Kendati memang independen pengawasan mempunyai peran yang vital

dalam stabilitas sektor finansial, namun juga sangat sulit untuk menegakkan

sekaligus menjamin sistem pengawasan dibandingkan dimensi-dimensi yang lain

dari independensi. Hal ini dikarenakan, untuk mewujudkan sistem pengawasan

yang efektif, biasanya fungsi ini dijalankan secara tidak terlihat. Tapi di lain sisi,

hal ini justru mengakibatkan rentannya gangguan campur tangan pihak lain, baik

dari politik maupun industri yang diawasi. Campur tangan politik dan industri itu

sendiri, bisa dilakukan dengan berbagai bentuk, dan sering dilakukan dengan cara

yang kompleks, sehingga membuat sulitnya mewujudkan perlindungan kepada

lembaga pengawas dari segala bentuk campur tangan. Selain itu juga dapat terjadi

campur tangan dari pemerintah, yang seringkali dilakukan dengan cara

memberikan suatu kelonggaran, misalkan membiarkan suatu entitas bisnis untuk

tidak dijatuhi hukuman, tidak ditegakkannya sanksi— yang sering terjadi di

beberapa negara. Dalam beberapa kasus tertentu, hal ini akan memperpanjang

umur perusahaan tersebut walaupun ia insolvent (dan akan berakibat kepada

kompetisi yang tidak sehat dan biaya yang lebih tinggi bagi para pembayar pajak

di tingkat berikutnya), yang mana di sisi lain tentu hal ini akan berimplikasi

kepada stabilitas sektor tersbeut dan pada akhirnya berujung kepada masalah yang

sistemik.

Memastikan independensi dalam fungsi pengawasan, seperti

pemberlakuan dan penegakan sanksi, adalah hal yang sulit, meskipun efektivitas

aspek pengawasan jelas penting untuk kredibilitas dari proses pengawasan. Dan

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

41

Universitas Indonesia

untuk memperkuat supervisory independence dalam aspek ini, salah satu yang

paling penting adalah bahwa otoritas pengawas harus mendapatkan kepastian

perlindungan hukum/legal indemnities dalam pelaksanaan tugas-tugas mereka.

Adalah fakta bahwa keputusan hukum otoritas akan mempengaruhi akan

mempengaruhi kapasitas perusahaan atau industri untuk memperoleh penghasilan

bisnis. Biasanya keputusan hukum otoritas akan menguntungkan satu pihak dan

merugikan pihak lain. Konsekuensinya adalah pihak yang dirugikan akan

menuntut ganti rugi secara hukum di mana mereka yakin bahwa keputusan

otoritas telah mengihlangkan hak-hak mereka. Bagi otoritas pengatur dan

pengawas, adalah penting untuk mendapatkan perlindungan hukum dari kerugian

yang mungkin timbul akibat tindakan yang diambil, sepanjang tindakan tersebut

dikarenakan kepentingan nasional atau berdasarkan niat baik atau sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Tanpa

perlindungan tersebut akan sangat sulit untuk pengawas dalam menentuka

tindakan/keputusan dan tentunya akan sangat sulit untuk mendapatkan staf

pengawas yang berkualitas mengingat mereka harus menanggung resiko

pekerjaan yang sangat tinggi.111

Di banyak negara, pengawas masih ditemui

sering dituntut secara pribadi atas tindakan mereka. Tidak adanya jaminan

perlindungan hukum yang baik dapat berimplikasi pada paralyzing effect dalam

fungsi pengawasan. Salah satu solusinya adalah jaminan perlindungan hukum

terhadap otoritas pengawas ini harus dituangkan dengan tegas dalam perundang-

undangan.

Salah satu cara lain untuk memperkuat supervisory independence adalah

misalnya pemberian tingkatan upah/gaji yang tepat kepada pegawai pengawas --

sebagai upaya untuk menarik kualitas individu pengawas yang baik, yang lebih

confidence dalam bertugas dan tidak rentan terhadap sikap koruptif. Selain itu,

dalam hal terdapat keberatan atau gugatan balik kepada pegawai pengawas,

sebaiknya hanya dapat dilakukan melalu forum dewan peradilan yang khusus

(spesialist tribunals), yang dapat menjamin perlindungan terhadap

111

Darmin Nasution, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi, Penerbit

Buku Kompas, Februari 2004, hal 469-520.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

42

Universitas Indonesia

keberatan/gugatan dari entitas bisnis yang diawasi, atau kasus yang sengajakan

diajukan untuk mengganggu otoritas pengawas (vexatious case).

3. Independensi dalam Aspek Kelembagaan/Institutional Independence

Independensi dalam aspek kelembagaan mengacu pada status otoritas

sebagai sebuah institusi yang terpisah dari cabang eksekutif dan legislatif. Sebuah

lembaga yang merupakan bagian dari cabang eksekutif misalnya, seperti menteri

kementerian, biasanya minim independensi. Berikut ini adalah tiga unsur-unsur

penting Institutional Independence:

a. Persyaratan dalam penunjukkan dan penarikan pejabat level senior.

Independensi lebih terjamin jika ada aturan yang jelas pada perekrutan

dan pemecatan, yang mana harus berhubungan dengan kompetensi dan

keahliannya dalam bidangnya. Di bawah aturan seperti ini, pegawai

regulator akan mendapatkan kejelasan dari masa jabatan,

memungkinkan mereka untuk bekerja tanpa takut akan pemecatan

yang tidak wajar oleh pemerintah di kemudian hari. Idealnya, baik

legislatif dan eksekutif harus terlibat dalam proses pemilihan pegawai

senior.

b. Tata struktural dari otoritas. Keanggotaan komisi yang bersifat kolektif

(multi member comission) membantu memastikan konsistensi dan

keberlanjutan pengambilan keputusan dari waktu ke waktu dan

cenderung tidak mudah terpengaruh oleh pandangan individual.

c. Keterbukaan dan transparansi dalam pengambilan keputusan. Memang

tak dapat dipungkiri bahwa banyak keputusan otoritasyang berisikan

isu-isu komersial yang sensitif dan sulit untuk tidak diungkapkan ke

masyarakat. Namun harus juga disadari bahwa setiap proses

pengambilan keputusan harus dilakukan dengan prinsip keterbukaan,

dan memungkinkan baik masyarakat dan industri untuk dapat meneliti

kebijakan dan regulasi tersebut, yang mana hal ini dapat meminimilasi

risiko intervensi politik.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

43

Universitas Indonesia

4. Independensi secara dalam aspek anggaran/Budgetary Independence

Independensi dalam aspek anggaran mengacu pada kemampuan dari

otoritas pengawas untuk menentukan besar anggaran mereka sendiri dan sumber

alokasi anggaran, serta prioritas dalam menggunakan anggaran tersebut. Otoritas

pengawas yang mempunyai tingkat independensi yang tinggi dalam aspek

budgetary independence akan lebih tangguh dalam menghadapi pengaruh politik

(yang dapat mengintervensi melalui supresi anggaran) agar dapat bergerak cepat

dalam kebutuhan yang mendesak di sektor finansial dan memastikan sistem

penggajian mereka akan cukup menarik dalam merekrut staf yang kompeten.

Otoritas pengawas yang dibiayai melalui suatu kementerian yang

mempunyai pelaksanaan fungsinya sendiri, ataupun melalui pemberian dari

anggaran pemerintah, dapat dikatakan cenderung terbuka dan lemah dari berbagai

bentuk intervensi politik. Hal ini dapat dijelaskan ketika otoritas pengawas

tersebut dianggap secara politik lebih ketat pada jaringan pelaku usaha tertentu,

pemerintah dapat mengintervensi dengan menahan atau mengurangi anggaran

yang diberikan. Lebih lanjut, dapat juga terjadi anggaran otoritas pengawas

dipotong oleh Pemerintah dengan dalih kebijakan fiskal yang mendesak, yang

mana perlu menjadi catatan situasi ini biasanya datang bersamaan dengan

permasalahan perbankan yang membutuhkan atensi lebih dari aspek pengawasan.

Jika, dengan alasan apapun, bahwa pendanaan otoritas pengawas diharuskan

bersumber dari anggaran Pemerintah, akan lebih baik jika rencana anggaran

pengawasan harus dibuat dan diputuskan oleh otoritas pengawas, tentunya

berdasarkan kriteria objektif yang terkait dengan perkembangan di pasar

keuangan.

Adapun anggaran otoritas yang bersumber dari industri bisnis yang

diawasi mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan pemberian

anggaran dari pemerintah, seperti misalnya mengurangi lingkup dari campur

tangan politis dan tingkat kebebasan yang lebih tinggi untuk otoritas menentukan

anggarannya sendiri menyesuaikan dengan kebutuhan dan prioritasnya. Namun

perlu juga disadari hal ini memiliki risiko jika iuran/fee dari dunia industri yang

belum terstruktur dengan stabil, dapat berimplikasi pada ketergantungan yang

tinggi terhadap industri dan dapat berakibat melemahkan kemandirian otoritas

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

44

Universitas Indonesia

pengawas. Untuk mencegah ―industry capture‖ dan memastikan iuran yang

ditetapkan adalah wajar, di beberapa negara tingkat iuran ini ditentukan bersama

oleh otoritas pengawas dan pemerintah. Anggaran otoritas pengawas dengan fee-

based system juga rentan terhadap risiko sumber pendanaan otoritas akan sangat

terbatas khususnya ketika industri yang diawasi mengalami kelesuan.

Berdasarkan dari aspek operasional independensi suatu otoritas, Quintyn,

Ramirez & Taylor mengidentifikasi 17 (tujuh belas) tipe/kriteria pengukuran

independensi yang ditarik dari empat indikator diatas.112

Banyaknya jumlah

kriteria tersebut lebih banyak dari independensi bank sentral pada umumnya. Hal

ini dikarenakan tingkatan tugas yang lebih tinggi dalam hal kompleksitas regulasi

perbankan, dan khususnya pengawasan, dibandingkan dengan tugas dalam

kebijakan moneter. Nilai 0 dalam pengukuran ini mengindikasikan bahwa nilai

kriteria yang tidak mencerminkan independensi. Nilai 2 mengindikasikan bahwa

kriteria otoritas tersebut sudah sepenuhnya independen. Nilai 1 berarti bahwa

otoritas tersebut hampir dapat mencapai independensi secara penuh. Sedangkan

nilai -1, mengindikasikan bahwa kriteria tersebut merupakan contoh dari ―bad

practices‖ dari aspek indipendensi suatu otoritas pengaturan dan pengawasan

sektor jasa keuangan.

Kriteria Penilaian -1 0 1 2

Independensi

1. Independensi Kelembagaan

Apakah Otoritas mempunyai dasar hukum (undang-undang,

peraturan, dll)?

Tidak Ya

Apakah hukum/UU menyatakan otoritas tersebut independen? Tidak Ya

Bagaimana prosedur pengangkatan pimpinan dan pejabat

tinggi?

Oleh

Pemerintah

Oleh Kepala Negara

berdasar dari usulan

pemerintah/

perdana menteri

Oleh Parlemen

berdasar dari

usulan

pemerintah

Apakah badan pembuat keputusan adalah dewan atau kepala

pimpinan (single person)?

Hanya Kepala

Pimpinan

Kolegial dan

Kolektif

112

Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 39. (Appendix ii.

Criteria for the index on independence and accountability for financial sector supervisor)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

45

Universitas Indonesia

Siapa yang mempunyai ―legal imdemnities‖/perlindungan

hukumatas tindakan yang dilakukan dengan itikad baik?

Tidak siapapun

di otoritas

Hanya

PejabatTinggi

Semua Pegawai

Apakah ada Anggota Parlemen/legislator yang menduduki

sebagai anggota dewan pengendali kebijakan otoritas?

Ya Tidak

Apakah ada Pejabat Pemerintah yang menduduki sebagai

anggota dewan pengendali kebijakan otoritas?

Ya Tidak

Apakah UU memberikan Pemerintah/Kementerian Keuangan

kekuasaan pengawasan/kontrol terhadap otoritas?

Ya Tidak

Apakah UU menmpunyai definisi yang jelas terhadap

pemberhentian Pimpinan otoritas?

Tidak ada Ada, tapi tidak

secara spesifik Ya

2. Independensi Regulator

Dapatkah otoritas secara otonom mengeluarkan regulasi

(prudensial) hukum yang mengikat kepada sektor yang

diawasi?

Tidak Tidak, tapi dapat

mengeluarkan

peraturan pedoman

yang tidak

mengikat

Ya

3. Independensi Supervisor

Apakah otoritas mempunyai kewenangan untuk memberikan

dan mencabut lisensi (izin)?

Tidak punya Setelahberkonsulta

si dengan

Pemerintah atau

otoritas lain

Ya

Apakah otoritas mempunyai kewenangan untuk memberikan

pengaturan dan penegakkan sanksi kepada industri yang

diawasi?

No Ya

4. Independensi Anggaran

Bagaimanakah pendanaan anggaran otoritas? Hanya melalui

anggaran dari

pemerintah

Perpaduan formula

iuran industry dan

anggaran bank

sentral, yang

disertai anggaran

pemerintah

Melalui iuran

industri, melalui

anggaran bank

sentral, atau

perpaduan antara

keduanya, tetapi

tidak ada

anggaran dari

pemerintah

Adakah kewajiban otoritas untuk melaporkan anggaran

kepada pemerintah untuk disetujui (termasuk persetujuan

tentang struktur anggaran)?

Ya Terpisah, seperti

misalnya dalam

hal struktur

anggaran

Tidak

Apakah otoritas mempunyai kewenangan untuk

menentukan sistem penggajian pegawai?

Tidak Ya

Apakah Otoritas mempunyai kewenangan untuk melakukan

perekrutan pegawai?

Tidak Ya

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

46

Universitas Indonesia

Sementara itu, Darmin Nasution dalam kajiannya tentang konsep

pembentukan OJK di Indonesia mengusulkan beberapa ukuran-ukuran terkait

independensi OJK, yaitu sebagai berikut:113

a) OJK harus berdiri sebagai badan independen secara hukum untuk

menegaskan kewenangan dan tanggung jawabnya sesuai ketentuan

dalam undang-undang pembentukannya.

b) Presiden dapat memberikan arahan kepada OJK setelah berkonsultasi

dengan OJK sepanjang menyangkut kepentingan nasional; arahan ini

hanya berupa kebijakan umum, secara tertulis dan dimuat dalam

Berita Negara Republik Indonesia

c) Pegawai OJK harus memiliki kekebalan terhadap tuntutan perdata

dalam menjalankan tugasnya apabila pelaksanaan tugas tersebut

dilakukan dengan itikad baik

d) OJK sendiri harus terlindungi dari tuntutan perdata apabila

pelaksanaannya telah bertindak dengan itikad baik sesuai kewenangan

yang dimiliki lembaga ini

e) Pimpinan (dewan komisioner) hanya dapat diberhentikan dari

jabatannya dalam kondisi sebagai berikut:

- Berhenti secara otomatis apabila telah mendapatkan vonis pidana

atau bangkrut

- Presiden dapat memberhentikan dengan alasan ketidakmampuan

mereka secara fisik atau mental

f) Pihak lain dilarang untuk mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi

keputusan atau tindakan OJK. Para penyelenggara OJK harus

diarahkan untuk mengabaikan pengaruh tersebut. Hal ini tidak

dimaksudkan untuk mencegah berkonsultasi secara normal atau

melayani pengaduan dari pihak-pihak lain

113

Darmin Nasution, Op.Cit, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi

Apakah otoritas mempunyai kewenangan untuk

menentukan struktur organisasi internal?

Tidak Ya

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

47

Universitas Indonesia

g) Independensi adalah suatu konsep yang diartikan dan

diimplementasikan yang dapat berbeda pada negara dan kebudayaan

yang berbeda. Hal tersebut disebabkan karena kondisi dan konteks

yang berbeda antara satu negara dengan negara lain tergantung kultur

pengaturan yang ada dan obyektif yang diharapkan

h) Sehubungan dengan independensi ini, untuk meningkatkan

keefektifan pengaturan dan pengawasan sebagai jaminan untuk

mencapai tujuan-tujuan pengaturannya sebagaimana diamanatkan di

dalam Undang-undang tentang OJK, maka OJK harus:

Bekerja secara profesional dan memiliki integritas yang baik;

Membuat pengaturan dengan berdasarkan pada kriteria yang

obyektif;

Bekerja secara bebas dari pengaruh pihak lain dengan cara

menghilangkan pengaruh-pengaruh yang tidak relevan

semaksimal mungkin.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

48

Universitas Indonesia

D. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari Intervensi Politik dan

Industri Jasa Keuangan

Pada umumnya para ahli sepakat bahwa Independensi terdiri dari dua

intrepetasi, yaitu independensi dari aspek politik dan intervensi dari industri jasa

keuangan yang diawasi. independensi dalam aspek politik terjadi ketika

politisi/parlemen cenderung ingin mempengaruhi otoritas pengatur dan pengawas,

agar mereka menghindari langkah-langkah yang terlalu tegas terhadap bank lemah

(misalnya melikuidasi bank) yang dapat berimplikasi negatif pada

konstituen/voter mereka. Para depositor yang dalam hal ini voter dari para politisi

tersebut tentu akan meminta pertolongan/bantuan dari politisi yang terpilih untuk

membantu mereka agar otoritas pengawas tidak melakukan langkah-langkah

kebijakan yang dapat membahayakan dana mereka. Sudah tentu intervensi yang

bersifat politis ini sangat berbahaya, karena parlemen akan menggunakan

pengaruhnya yang cenderung bersifat jangka pendek dan bertentangan dengan

long-run purposes of an economy. Tentu hal ini harus dapat dihindari oleh otoritas

pengawas, karena argumen dari independensi otoritas pengatur dan pengawas

sektor menjamin adalah untuk menjamin stabilitas keuangan. Sedangkan dalam

aspek independensi dari industri finansial yang diawasi, adalah terkait motivasi

para pelaku bisnis yang mempengaruhi otoritas pengatur dan pengawas agar

melindungi kepentingan mereka dari pada kepentingan publik/masyarakat. Seperti

halnya tekanan yang bersifat politis, suatu kelompok industri juga dapat

memainkan peran dalam melemahkan keefektifan suatu regulasi. Stigler (1971),

melalui suatu artikel yang memberikan analogi tentang ―principal-agent‖114

,

menjelaskan bahwa birokrasi lebih sering mementingkan kepentingan dari suatu

kelompok industri yang teroganisir dibandingkan delegasi politik ataupun

kepentingan publik/masyarakat. Sehingga pada akhirnya otoritas pengawas sering

membuat suatu peraturan yang diformulasikan dengan tujuan meminimalisi beban

industri, yang pada akhirnya akan mengorbankan kepentingan

masyarakat/konsumen. Oleh sebab itu, mencapai kedua tipe independensi

114

George J.Stigler,The Theory of Economic Regulation. Bell Journal of Economics and

Management Science, Vol 6 No.2, 1971.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

49

Universitas Indonesia

tersebut, baik dari aspek politik maupun industri adalah suatu hal yang bersifat

esensial bagi penyelenggaraan kegiatan jasa keuangan.

1. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari Intervensi Politik

Sebelumnya telah dijelaskan beberapa aspek intervensi politik dari

penyelenggaraan dan pengaturan sektor finansial yang dijalankan oleh otoritas

independen, seperti misalnya dalam aspek ―agent-principal‖, otoritas Independen

dalam menjalankan tugas dan fungsinya berasal dari pendelegasian kekuasaan

oleh legislator melalui perundang-undangan. Dalam konsep tersebut otoritas

digambarkan akan sangat rentan dari pengaruh politis dari parlemen atau

legislator yang cenderung akan lebih mementingkan short-term goal prioritize

dalam mempengaruhi kebijakan dan regulasi yang dibuat oleh otoritas. Hal ini

terjadi karena tentunya politisi akan mencari cara agar mereka dapat terpilih

kembali ke dalam parlemen, yang mana hal ini biasanya didapat dari dukungan

private business entity yang membantu mereka dalam hal pendanaan dan politic

campaign. Sebagai contoh intervensi politik adalah parlemen yang mempunyai

fungsi sebagai legislator tersebut hanya akan memberikan kekuasaan/wewenang

yang tidak penuh/terbatas, yang membuat otoritas independen ini akan

membutuhkan dukungan para politisi agar kebijakan-kebijakannya dapat tercapai.

Atau contoh selanjutnya, politisi tersebut akan membatasi anggaran dari otoritas

tersebut.

Beberapa ahli berpendapat bahwa, tujuan utama dibentuknya otoritas

independen adalah untuk melindungi atau menjamin pelaksanaan fungsi dan

tujuan otoritas tersebut dari tekanan-tekanan yang bersifat politis.115

Sejalan

dengan hal tersebut, Breger & Edles (2000) mengatakan bahwa, otoritas tersebut

adalah lembaga yang independen/bebas dari political will yang dijalankan oleh

cabang eksekutif.116

Devins & Lewis (2008), otoritas independen lebih disukai

115

Paul R. Verkuil, The Purposes and Limits of Independent Agencies, Duke Law

Journal, 1988, page 259–60. (the characteristics of independent agencies are ―designed to isolate

those decisionmakers from politics‖).

116 Breger & Edles, Op Cit., page 1111, 1113. (They are ‗independent‘ of the political will

exemplified by the executive branch, yet they are also multimember organizations, a fact that tends

toward accommodation of diverse or extreme views through the compromise inherent in the

process of collegial decisionmaking.)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

50

Universitas Indonesia

untuk menjalankan fungsi eksekutif di pemerintahan karena sifat ―political

insulation‖, yang dimaksudkan otoritas dapat memfasilitasi sektor disiplin/ranah

nonpolitik dimana para profesional otoritas dapat menerapkan pengetahuan

mereka untuk masalah-masalah kebijakan yang kompleks.117

Levinson & Pildes

(2006), juga menyatakan bahwa otoritas independen dibentuk untuk membatasi

political power parlemen yang berpotensi mengontrol suatu sektor secara

berlebihan.118

Namun di sisi lain intervensi politik terhadap otoritas terlihat

negatif, namun hal ini cenderung menimbulkan perdebatan. Dalam konteks checks

& balances, dijelaskan bahwa political pressure sebenarnya juga merupakan

perwujudan aspek akuntabilitas dalam proses berdemokrasi, yang mana hal ini

adalah merupakan karakter dari suatu negara demokrasi modern.119

2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari Intervensi Industri Jasa

Keuangan

Dalam penyelenggaraan suatu pengaturan dan pengawasan di sektor

finansial sering terjadi suatu situasi atau keadaan dimana regulasi-regulasi yang

diterbitkan oleh otoritas akan terpengaruh atau diintervensi oleh kelompok

industri bisnis, yang mana hal ini dilakukan agar regulasi atau kebijakan dalam

sector finansial tersebut lebih mengedepankan kepentingan bisnis mereka,

fenomena ini sering disebut dengan istilah ―Industry Capture‖ atau ―Regulatory

Capture‖.120

Fenomena ini menurut para praktisi hukum, akademisi, legislator

117

Devins & Lewis, Op Cit., page 463.(―Independent agencies are preferred to executive

agencies because long commissioner tenure, staggered terms, and political insulation are intended

to facilitate a nonpolitical environment where regulatory experts can apply their knowledge to

complex policy problems‖).

118 Daryl J. Levinson & Richard H. Pildes, Separation of Parties, Not Powers, 119

Harvard Law Review, 2006, page 2376–77.(―These institutions were conceived as means to limit

the sphere over which partisan political power could exert control‖).

119 Rachel E. Barkow, Insulating Agencies: Avoiding Capture Through Institutional

Design, Texas Law Review, Vol. 89, NYU School of Law, Public Law Research Paper No. 10-82,

2010, page 19. (After all, one person‘s political pressureis another person‘s democratic

accountability. What policy makers whoseek insulation want to avoid are particular pitfalls of

politicization, such aspressures that prioritize narrow short-term interests at the expense of

longtermpublic welfare).

120 Rachel E. Barkow, Op Cit., page 21. (Capture, for the purposes of agency design, may

be defined as responsiveness to the desiresof the industry or groups being regulated). Lihat Roger

G. Noll, Reforming Regulation: An Evaluation of the Ash Council Proposals,(Washington DC:

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

51

Universitas Indonesia

dan bahkan juga oleh anggota otoritas, bahwa sudah merupakan sesuatu yang

lazim ketika pengambilan keputusan otoritas dalam menerbitkan regulasi, sering

menerbitkan kebijakan-kebijakan yang lebih memprioritskan kepentingan dunia

industry yang diawasi.121

Menurut ahli Amanda Rose dalam penelitiannya di

Pasar Modal Amerika (U.S. Securities and Exchange Commission), fenomena

Industry Capture hampir selalu terjadi di penyelenggaraan pengaturan dan

pengawasan yang dilakukan oleh otoritas.122

Bahkan walaupun otoritas dalam

pelaksanaan awalnya terlihat menjanjikan dengan independensi dan regulasi yang

kuat, namun pada perjalanannya tetap saja otoritas akan lebih cenderung

mempunyai ketergantungan terhadap industri yang mereka awasi.123

Menurut

Barkow (2010), akan sulit untuk memastikan ketika keputusan otoritas tersebut

apakah dalam pengaruh tekanan dari grup industri atau sebaliknya sebagai

pelaksanaan dari keputusan otoritas sebagai lembaga yang independen.124

Fenomena Industry Capture dapat dijelaskan melalui beberapa alasan.

Pertama, Industri Jasa Keuangan yang diawasi pada umumnya adalah pelaku

usaha yang well-financed and well-organized, khususnya ketika dibandingkan dan

berhadapan dengan kepentingan public dan kelompok masyarakat pada

The Brookings Institution), 1971, page 99–100. (explaining that capture happens most often when

an agency assigns undue weight to theinterests of the regulated industries as against those of the

public); Lihat juga Steven P. Croley, Theories ofRegulation: Incorporating the Administrative

Process, 98 Columbia Law Review, 1998, page 1, 5. (describing gthe concept of agency capture

as an essential component of the public-choice theory of regulatoryprocess, which maintains that

agencies cater to the regulatory needs of well-organized interest groups).

121Richard B. Stewart, The Reformation of American Administrative Law, 88 Harvard

Law Review, 1975, at page 1713. (Stewart has observed, ―[i]t has become widely accepted, not

only by public interest lawyers, but by academic critics, legislators, judges, and even by some

agency members, that the comparative overrepresentation of regulated or client interests in the

process of agency decision results in a persistent policy bias in favor of these interests.)

122 Untuk melihat beberapa kajian tentang Industri Capture di SEC, Lihat Amanda M.

Rose, The Multienforcer Approach to Securities Fraud Deterrence: A Critical Analysis, 158

University of Pennsylvania Law Review, 2010, page 2209 footnote.88

123 Thomas W. Merrill, Capture Theory and the Courts: 1967-1983, 72 Chicago-Kent

Law Review #4 (1997), page 1060

124 Rachel E. Barkow, Op Cit., page 23, (To be sure, it is sometimes hard to identify when

an agency decision is the product of undue interest group pressure as opposed to an exercise of

the agency‘s independent judgment).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

52

Universitas Indonesia

umumnya.125

Selain itu juga, dunia industri mempunyai kompetensi dan kapasitas

yang lebih baik dalam memonitor otoritas secara ketat, dan menchallenge

keputusan/kebijakan otoritas yang dapat berpengaruh negative kepada mereka.126

Di lain sisi, tentunya otoritas akan lebih memilih untuk tidak dihadapkan dengan

situasi legal challenges tersebut, dan oleh sebab itu mereka akan lebih bekerja

sama dengan kepentingan dunia industri tersebut daripada menentang mereka.

Walaupun memang terdapat beberapa kelompok penting dan berpengaruh yang

berusaha untuk merepresentasikan kepentingan publik, namun pada umumnya

kelompok ini tidak mempunyai pendanaan dan sumber daya yang kuat dan

memadai. Dengan keadaan demikian, kelompok ini tidak dapat memonitor dan

menentang aturan-aturan dan kebijakan otoritas yang berpotensi negative kepada

publik, dan tentunya tidak dapat mengerahkan kekuatan dan sumber daya mereka

di bandingkan ketika representasi dunia industry saat mereka melakukan suatu

challenge kepada otortias.127

Faktor kedua yang membuat entitas industri bisnis dapat menggunakan

pengaruhnya terhadap otoritas pengawas adalah terkait keunggulan

informasi/information advantage yang mereka miliki. Suatu otoritas agar dapat

meregulasi industri dengan efektif, tentunya perlu untuk mengetahui how the

industry works dan kapabalitas dari masing-masing entitas industri tersebut.

Namun pada praktiknya informasi-informasi tersebut biasanya dikontrol secara

eksklusif dan tertutup oleh entitas bisnis tersebut.128

Selain itu, ―agency capture‖

125

George J.Stigler, Op Cit., at 12. (―Well-organized and tightly knit constituencies will

inevitably have an organizational advantage over a dispersed public when it comes to providing

―the two things that a [political] party needs: votes and resources.‖)

126 Nicholas Bagley & Richard L. Revesz,Centralized Oversight Of The Regulatory State,

106 Columbia Law Review, 2006, at 1298 (―[I]ndustry will have an advantage in monitoring

agencies and insetting off [fire] alarms when its interests are threatened.‖). Lihat juga Croley, Op

Cit., at page 126. (summarizing studies showing that regulated interests participate to a much

greater extent thanpublic interest groups)

127 Scott R. Furlong & Cornelius M. Kerwin, Interest Group Participation in Rule

Making: A Decade of Change, 15 Journal of Public Administration Research and Theory 353,

2005, at page 361. (finding that businessesare participating twice as much as public interest

groups); Lihat juga Mark Seidenfeld, Bending the Rules: FlexibleRegulation and Constraints on

Agency Discretion, 51 Administrative Law Review, 1999, at page 464 (―A regulated entity

frequently is a large corporation with resources to appeal agency decisions at everylevel.‖).

128 Mark Seidenfeld, ibid, at page 464. (―They (regulated industry), often have

information without which a regulatory agency cannot do its job‖).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

53

Universitas Indonesia

diperburuk dari kenyataan bahwa kelompok industri memiliki pengaruh yang

cukup kuatdalam hal lobi dan kampanye politis, yang mana hal ini berpengaruh

kepada parlemen yang akan melakukan pengawasan yang eksesif/berlebihan

kepada kebijakan yang dikeluarkan oleh komite/komisioner otoritas. Keadaan

demikian akan berdampak negatif kepada aspek pengambilan keputusan otoritas

dan lebih lanjut akan memperlambat agenda dan program kebijakan otoritas.129

Para ahli sejak lama telah mengkhawatirkan pengaruh dari kelompok industri

yang memiliki kekuatan ekonomi dan sumber daya yang besar akan dapat

―mengcapture‖ para pembuat kebijakan untuk membuat regulasi yang

menguntungkan mereka.130

Beberapa ahli bahkan mengatakan bahwa para pelaku

industri mempunyai motivasi untuk melakukan penyuapan atau suatu

pembayaran atas hasil kerugian yang mereka prediksi akan terjadi jika rencana

kebijakan yang terlalu ketat/merugikan diterapkan oleh otoritas.131

Adapun beberapa kalangan mengutarakan argumen lain terkait faktor-

faktor yang mendukung terjadinya ―industry capture‖. Salah satunya adalah

terkait isu keahlian/expertise dari para profesional yang berada di otoritas.

Walaupun di satu sisi expertise dari para profesional ini merupakan suatu hal yang

positif dalam operasional otoritas, namun di lain sisi hal ini justru akan lebih

menguntungkan para entitas industri itu sendiri, dimana para profesional yang

berlatar berlakang karir di dunia industri tersebut akan berbagi pengetahuannya

dalam konteks industri worldview/sudut pandang industri dan dalam

mengeluarkan regulasi tentu akan berdasarkan perspektif dunia industri, fenomena

ini sering disebut dengan istilah ―revolving-door phenomenon‖.132

Selain itu

129

R. DeShazo & Jody Freeman, The Congressional Competition to Control Delegated

Power, 81 Texas Law Review 1443, 2003, at page 1489–90 (explaining that an oversight

committee‘s actions ―can obstruct and delay the agency‘s agenda‖ and influence its decisions);

130 Sam Peltzman, Toward a More General Theory of Regulation, The Journal of Law and

Economics University of Chicago Press Journals (19:2), 1976, at page 211. (Peltzman presented

politicians astrading the loss of votes arising out of industry favors with political gains associated

withgreater financial support from this industry.)

131 Stavros Gadinis, Op.Cit., page 17. (industry players have an incentive to offer to

regulators bribes or other payoffs up to the level of losses they expect from the implementation of

a tight regulatory proposal)

132 Sebagai bahan bacaan untuk isu revolving door tersebut, dapat dibaca kajian dari

Project On Government Oversight (POGO) terhadap fenomena Revolving Door yang terjadi di

Komisi Pasar Modal Amerika (SEC), dalam kajian yang berjudul Revolving Regulators: SEC

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

54

Universitas Indonesia

dalam konsep revolving door phenomenon ini, industri capture sering terjadi

karena otoritas akan terus berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan industri

bisnis, dengan harapan ke depannya agar pegawai otoritas tersebut dapat

bergabung kembali ke dalam manajamen entitas bisnis di saat masa kerja mereka

di otoritas telah berakhir.133

Dengan demikian, otoritas tidak akan berusaha

membuat suatu regulasi yang akan dianggap memberatkan entitas industri atau

heavy hand regulatory.

Faces Ethics Challenges with Revolving Door, May 2011, diunduh dari

http://www.pogo.org/pogo-files/reports/financial-oversight/revolving-regulators/fo-fra-

20110513.html, lihat pada bagian Executive Summary, yang menjelaskan kritik terkait anggota

komisi SEC yang meninggalkan SEC dan bergabung ke private bussiness entities yang diawasi

oleh SEC dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, (―Several critics, including Members

of Congress, have said the SEC‘s integrity has been undermined by the ―revolving door‖—where

former SEC employees go to work for entities overseen by the Commission. The revolving door

also operates in the opposite direction, where individuals come from entities regulated by the SEC

to work for the Commission. The general concern is that a conflict of interest could bias SEC

oversight and undermine public confidence in the SEC‘s work.)

133 Rachel E. Barkow, Insulating Agencies: Avoiding Capture Through Institutional

Design, Texas Law Review, Vol. 89, 2010, NYU School of Law, Public Law Research Paper No.

10-82, page 23. (Problems might arise when agency officials are considering leaving the agency,

tempted by higher compensation in private firms. With their next move in mind, agency officials

might display a more favorable stance towards those they see as their future employers).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

55

Universitas Indonesia

E. Aspek Akuntabilitas dan Transparansi Otoritas Independen dalam

Penyelenggaraan Kegiatan Sektor Jasa Keuangan

1. Akuntabilitas

Akuntabilitas, telah menjadi kajian yang menarik para sarjana dan menjadi

central point agenda dunia.134

Ketertarikan intelektual terhadap akuntabilitas

bukan saja disebabkan akuntabilitas telah menjadi eloborasi intelektual dalam

literatur di bidang administrasi publik serta menjadi karakter dan prinsip good

governance, tetapi juga menjadi dasar yang fundamental dari prinsip-prinsip

masyarakat yang demokratis.135

Akuntabilitas dapat diartikan sebagai suatu

mekanisme dan bentuk pertanggungjawaban suatu otoritas terhadap tugas yang

menjadi kewajibannya. Sedangkan menurut The Oxford Advace Learner‘s

Dictionary yang dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara (2000) akuntabilitas

diartikan sebagai ―required or expected to give an explanation for one‟s action‖.

Akuntabilitas diperlukan atau diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa

yang telah dilakukan. Dengan demikian akuntabilitas merupakan kewajiban untuk

memberikan pertanggungjawaban dan menerangkan kinerja atas tindakan

seseorang/badanhukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki

hak dan kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.136

Selanjutnya, Kinney dan Howard (1979) dalam Fernanda (2002)

mendefinisikan akuntabilitas adalah sesuatu keadaan dimana seseorang yang

memiliki dan menggunakan sesuatu kewenangan tertentu diharapkan dapat

dikendalikan dan pada kenyataannya memang terbatasi ruang lingkup penggunaan

kekuasaan dan kewenangannya itu oleh instrumen pengendalian eksternal,

termasuk oleh sistem nilai internal yang berlaku dalam institusi yang

bersangkutan.137

Sedangkan Chandler dan Plano (1982) mengartikan akuntabilitas

134

Mark Bovens, Analyzing and Assessing Accountability: A Conceptual Framework,

European Law Journal, 13 (4), 2007, page 447-468

135 Peter May, Regulatory regimes and accountability, Regulation & Governance, (2007)

1, page 8–26

136 Lembaga Administrasi Negara RI, Akuntabilitas dan Good Governance, Modul

Sosialisasi Sistem AKIP, Jakarta, 2000

137 Fernada, D. 2002. ―Sistem Perencanaan dan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah

Daerah‖ Journal Desentralisasi Volume 1 Nomor2061, Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah,

LAN, Jakarta.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

56

Universitas Indonesia

sebagai ―refers to the instituation of checks and balances in an administrative

system‖, akuntabilitas yang merujuk pada institusi tentang ―checks and balances‖

dalam sistem administrasi.138

Selanjutnya, Jabra dan Dwivedi (1989)139

mengemukakan

bahwa:―Accountability is the foundamental prequisite for preventing the abuse of

delegated power and for ensuring instead that power is directed toward the

achievement of broadly accepted national goal with the greatest possible degree

of efficiency, effectiveness, probity, and produce‖. Lebih lanjut mereka

menjelaskan bahwa akuntabilitas merupakan pondasi bagi proses

penyelenggaraan pemerintahan, dan efektivitas proses itu tergantung pada

bagaimana mereka yang berwenang mempertanggungjawabkan dalam memenuhi

tanggung jawab mereka secara konstitusional dan legal. Pertanggungjawaban

adalah merupakan prasyarat pokok untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan

kekuasaan yang didelegasikan dan sekaligus untuk memastikan bahwa kekuasaan

itu diarahkan menuju pencapaian tujuan organisasidengan derajat efisiensi,

efektivitas, kejujuran dan kebijaksanaan.

Aspek akuntabilitas tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan tugas dan

fungsi yang dijalankan oleh otoritas independen. Independensi yang tidak disertai

dengan akuntabilitas akan menjadi suatu absolutisme, dan berpotensi terjadinya

suatu abuse of power, benturan kepentingan, fraud ataupun penyimpangan

lainnya. Menurut pendapat Rizal Ramli dalam mengkomentari akuntabilitas dari

otoritas independen seperti Bank Indonesia, bahwa independensi yang tidak

disertai dengan akuntabilitas akan menjadikan lembaga tersebut menjadi seperti

―negara di dalam negara‖.140

Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan

Darmin Nasution, bahwa independensi tidak sama dengan bebas. Meskipun OJK

harus independen agar dapat beroperasi secara efektif, OJK juga harus akuntabel

terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, pelaku sektor jasa

138

Chandler, Ralph C. and Jack C Plano. The Public Administration Dictionary. New

York: Wiley, 1982.

139 Jabbra, J. G. dan Dwidevi, O. P, Public Service Accountability, Connecticut :

Kumairan Press, Inc. 1989.

140 Rizal Ramli, "Negara dalam Negara" Bila BI Tanpa Akuntabilitas, Gatra.com, 20

November 2000, http://arsip.gatra.com//2000-11-26/artikel.php?id=1472

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

57

Universitas Indonesia

keuangan, dan masyarakat.141

Oleh sebab itu, indenpendensi harus ditegakkan

sebagai satu sisi koin mata uang yang disertai akuntabilitas pada sisi lainnya.

Lebih lanjut menurut Darmin bahwa esensi dari kombinasi independensi dan

akuntabilitas OJK secara konsep harus diupayakan seefektif mungkin untuk dapat

dilaksanakan dengan ketegasan-ketegasan sebagai berikut:142

OJK harus memiliki wewenang untuk menyusun, melaksanakan

dan menegakkan kebijakan perundang-undangan dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan

OJK harus melaporkan keputusan-keputusan dan kegiatan-

kegiatannya kepada stakeholder-nya yaitu pemerintah, lembaga

keuangan yang diawasi dan publik

OJK harus memiliki ukuran kinerja yang dapat dinilai

OJK harus melakukan dengar pendapat dengan pihak-pihak yang

berkaitan dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Walaupun independensi diakui sebagai supplementary aspect dari

independensi suatu otoritas independen, namun juga ternyata beberapa ahli

berpendapat bahwa terdapat suatu konsep trade-off antara aspek independensi dan

akuntabilitas. Artinya, suatu hal yang menyebabkan peningkatan independensi

akan menyebabkan penurunan akuntabilitas, dan demikian pula sebaliknya.143

Konsep ini dapat dijelaskan melalui pendekatan teori yang bersifat konvensional

terkait hubungan kontraktual antara agent-principal. Otoritas independen

141

Darmin Nasution, Op.Cit., Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi

142 Ibid

143 Hüpkes, Quintyn, andTaylor,―The Accountability of Financial Sector Supervisors:

Principles and Practice‘, Op. Cit, page 4. (―The independence-accountability interaction seems to

be clouded by several misconceptions, culminating in the often-heard statement that there is a

―trade-off‖ between the two concepts‖). Lihat juga, pernyataan Meyer terkait isu hubungan ―trade

off‖ independensi dan akuntabilitas di Bank Sentral, Laurence H. Meyer, ―The Politics of

Monetary Policy: Balancing Independence and Accountability‖, Remarks by Governor Laurence

H. Meyer At the University of Wisconsin, LaCrosse, Wisconsin, October 24, 2000. (―source of

accountability is through the reappointment process. If terms are short and especially if the

Chairman and other voting members can be reappointed for additional terms, more control can be

exercised through the appointment process, and committee members can more easily be held

accountable for their policy votes. This is a clear example of the trade-off between independence

(facilitated by long terms without the possibility of reappointment) and accountability (facilitated

by short terms with opportunities for reappointment‖)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

58

Universitas Indonesia

terkadang dihadapkan dengan masalah dilematis, yaitu untuk memastikan

terlaksananya tugas dan pekerjaannya yang diberikan secara kontraktual -secara

mandiri dan independen-, atau dibutuhkan suatu lembaga atau badan lain dengan

melakukan pengawasan terhadap otoritas independen tersebut. Permasalahannya

adalah banyak yang berpendapat ketika otoritas independen diawasi atau dikontrol

oleh badan lain untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, otoritas tersebut dapat

dikatakan tidak lagi murni independen. Dan untuk menjawab misconception

dalam isu trade off independensi-akuntabilitas, perlu untuk dipahami bahwa

akuntabilitas pada dasarnya tidak dapat dipersamakan pengertiannya dengan

kontrol, dan independensi tidak pernah identik dengan kemandirian secara

absolut.144

Menurut Hüpkes, Quintyn, dan Taylor, aspek akuntabilitas terhadap

otoritas independen pengatur dan pengawas jasa keuangan mempunyai fungsi dan

tujuan, yaitu sebagai berikut:145

a) Memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat

b) Menjaga dan meningkatkan legitimasi

c) Meningkatkan manajemen/governance operasional dari otoritas

d) Meningkatkan perfomance dari otoritas

Terdapat beberapa cara untuk mengukur akuntabilitas sebagai mekanisme

untuk menyeimbangkan aspek independensi suatu otoritas, diantaranya adalah

melalui aspek akuntabilitas kelembagaan, aspek regulator, supervisor dan aspek

anggaran.146

Dalam aspek akuntabilitas secara kelembagaan adalah terkait

mekanisme yang jelas mengenai hubungan antara otoritas independen dengan

144

Giandomenico Majone, 1994, ―Independence vs. Accountability? Non-Majoritarian

Institutions and Democratic Government in Europe.‖ European University Institute Working

Papers No. 94/3.(―accountability, as opposed to control from one point in the system,aims for the

establishment of a network of complementary and overlapping checkingmechanisms‖). Lihat juga

Terry Moe, ―Interests, Institutions, and Positive Theory: the Politics of the NLBR,‖ Studies in

American Political Development, Vol 2, 1987, page 236–99. (―Accountability is established

through a combination of controlinstruments in such a way that ―no one controls the independent

agency, yet the agency is‗under control‘‖)

145 Hüpkes, Quintyn, andTaylor,―The Accountability of Financial Sector Supervisors:

Principles and Practice‘, Op. Cit, page 5

146 Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 11-15, ―Section: The

Dimensions of Accountability‖

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

59

Universitas Indonesia

cabang legislatif maupun eksekutif. Hubungan otoritas independen dengan

legislatif biasanya adalah terkait kewajiban laporan pertanggungjawaban otoritas

kepada legislatif (biasanya berbentuk komisi parlemen), sedangkan hubungan

dengan eksekutif/pemerintah, adalah terkait dengan bentuk komunikasi/koordinasi

yang mana hal ini dibutuhkan karena pemerintah (khususnya melalui kementrian

keuangan) mempunyai peran yang sentral dalam hal manajemen krisis keuangan.

Di beberapa negara, akuntabilitas oleh eksekutif biasanya diwujudkan melalui

penempatan perwakilan pemerintah di dewan pengurus otoritas. Namun demikian,

perwakilan pemerintah tersebut seharusnya ditempatkan dalam bagian non-

eksekutif yang tidak bersentuhan dengan fungsi kebijakan otoritas untuk tetap

menjaga independensi dari otoritas.

Akuntabilitas otoritas independen sebagai regulator yang mempunyai

kewenangan untuk membuat kebijakan regulasi di bidang pengaturan dan

pengawasan jasa keuangan, yang mana regulasi tersebut berimplikasi ke para

stackholder, seperti akuntabilitas kepada legislastif dalam hal laporan terkait

kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas, atau kepada industri yang diawasi yang

biasanya melalui suatu forum atau proses dialog agar otoritas dapat mengeluarkan

kebijakan yang lebih efektif dan menimilasir biaya tinggi. Akuntabilitas dalam

aspek fungsi otoritas sebagai supervisor (pengawas), adalah terkait proses hukum

yang dapat ditempuh individu ataupun institusi terhadap keputusan atau kebijakan

otoritas yang dinilai tidak sesuai, atau dikenal dengan istilah judicial review.147

Sedangkan aspek akuntabilitas anggaran, adalah instrumen yang penting terkait

presentasi/laporan keuangan, yang menampilkan pengeluaran/biaya reguler dari

operasional otoritas. Akan tetapi perlu dicatat bahwa aspek anggaran ini tidak

dapat melemahkan independensi otoritas, dan untuk itu akuntabilitas secara

finansial biasanya dibatasi pada waktu anggaran berakhir/ex post budgetary.

Dalam laporan tersebut yang biasanya diperiksa oleh independen auditor,

dilakukan pengecekan dan pemeriksaan apakah manajemen finansial otoritas yang

dilakukan otoritas telah sesuai dan baik.

147

Istilah judicial review disini terbatas kepada review/peninjauan terhadap legalitas

untuk memastikan bahwa keputusan otoritas yang bersifat diskresi tidak dijalankan dengan itikad

buruk atau untuk tujuan yang tidak sesuai, Lihat Hüpkes, Eva H.G., 2000, The Legal Aspects of

Bank Insolvency (The Hague: Kluwer Law International).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

60

Universitas Indonesia

Berdasarkan kajian Quintyn, Ramirez & Taylor, dapat diidentifikasi

beberapa tipe/kriteria pengukuran akuntabilitas yang ditarik dari empat indikator

diatas. Nilai 0 dalam pengukuran ini mengindikasikan nilai kriteria yang tidak

mencerminkan akuntabel. Nilai 2 mengindikasikan bahwa kriteria otoritas

tersebut sudah sepenuhnya akuntabel. Nilai 1 berarti bahwa otoritas tersebut

hampir dapat mencapai akuntabilitas secara penuh. Sedangkan nilai -1,

mengindikasian bahwa kriteria tersebut merupakan contoh dari ―bad practices‖

dari aspek akuntabilitas suatu otoritas pengaturan dan pengawasan sektor jasa

keuangan.148

Kriteria -1 0 1 2

Akuntabilitas

Akuntasbilitas kepada Legilastor

Apakah ada kewajiban otoritas secara hukum atau melalui

UU untuk menyajikan laporan tahunan kepada legislative?

Tidak Ya

Apakah hukum/UU memberikan kemungkinan diadakannya

pertemuan/rapat bersama komisi legislator(quarterly, …)?

Tidak Ya

Apakah kewajiban akuntabilitas kepada legislator

didelegasikan/diwakilkan oleh Kementerian Keuangan

(bukan perwakilan dari otoritas)?

Ya Tidak

Akuntabilitas kepada Eksekutif

Apakah ada kewajiban otoritas secara hukum atau melalui

UU untuk menyajikan laporan tahunan kepada eksekutif?

Tidak Ya

Apakah hukum/UU memberikan kemungkinan diadakannya

pertemuan/rapat bersama Kementerian Keuangan(quarterly..)

…)

Tidak Ya

Akuntabilitas dalam proses adjudikatif

Apakah entitas bisnis yang diawasi mempunyai hak untuk

melakukan keberatan atas keputusan otoritas ke pengadilan?

Tidak Ya

Apakah terdapat perbedaan proses judisial dalam menangani

keberatan kepada otoritas?

Tidak Ya

Apakah terdapat hakim yang bersifat khusus untuk

menangani keberatan tersebut?

Tidak Ya

Apakah terdapat sanksi terhadap proses pengawasan yang

melanggar aturan?

Tidak Ya

Akuntabilitas Anggaran

148

Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 39. (Appendix ii.

Criteria for the index on independence and accountability for financial sector supervisor)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

61

Universitas Indonesia

Apakah terdapat proses dimana agency melaporkan dan

mendiskusikan anggarannya (ex post budget)?

Tidak Ya

Aspek lain

Apakah terdapat proses konsultasi secara formal dengan

industri sebelum diberlakukannya regulasi baru?

Tidak Ya

Apakah terdapat proses audit di internal otoritas?

Tidak Ya

Apakah terdapat proses audit di luar (eksternal) otoritas? Tidak Ya

Selain itu, Darmin Nasution berpendapat bahwa dalam rangka

akuntabilitasnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mampu melakukan hal-hal

sebagai berikut:149

Membuat dan menyampaikan laporan kegiatan (tahunan) kepada

Presiden, DPR dan Publik. Laporan tahunan tersebut harus

menggambarkan kebijakan OJK dan kegiatannya dalam

pencapaian tujuan-tujuan OJK

Laporan posisi keuangan (tahunan) kepada masyarakat jasa

keuangan, yang disusun berdasarkan standar akutansi keuangan

yang diaudit oleh BPK. Laporan keuangan OJK (yang telah diudit)

harus dipublikasikan

OJK dapat diaudit secara khusus oleh BPK atas permintaan

Presiden, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan kinerjanya

OJK harus secara rutin melakukan forum konsultasi dengan DPR

untuk memberikan informasi dan penjelasan mengenai kebijakan

dan operasi, dengan tetap menjaga independensinya; dan

Berkaitan dengan perumusan kebijakan, OJK harus memelihara

akuntabilitasnya dengan selalu menginformasikan kepada

pemerintah, Bank Indonesia, industri dan masyarakat sebelum

membuat kebijakan yang signifikan. Regulasi yang ditetapkan

harus disampaikan terlebih dahulu kepada publik untuk

mendapatkan pendapat mereka, setidaknya selama dua bulan

sebelum regulasi tersebut diberlakukan

149

Darmin Nasution, Op.Cit, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

62

Universitas Indonesia

Kemudian berkaitan dengan akuntabilitas kepada publik dan Industri Jasa

Keuangan, ukuran-ukuran akuntabilitas spesifik berikut dapat diterapkan:

OJK sebaiknya memiliki komite ahli yang berasal dari spesialis

industri yang terdiri dari perwakilan konsumen dan industri jasa

keuangan

OJK harus mengadakan pertemuan tahunan dengan pelaku pasar

jasa keuangan untuk mereview perkembangan pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan dan memberikan kesempatan kepada industri

untuk bertanya dan mendiskusikan masalah-masalah yang dianggap

penting

OJK harus bersedia membagi informasi secara aktif kepada Bank

Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Departemen

Keuangan, untuk memastikan bahwa lembaga-lembaga ini selalu

bekerja sama dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan

OJK juga harus bertanggung jawab kepada industri yang dibinanya

dan kepada masyarakat pada umumnya. Beberapa akuntabilitas ini

tercantum dalam proses laporan tahunan dan juga melalui

ketentuan konsultasi dengar pendapat.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

63

Universitas Indonesia

2. Transparansi

Istilah transparansi dalam dalam kamus diartikan dengan banyak

pengertian seperti ―mudah dimengerti secara jelas sehingga kebenaran dibaliknya

mudah kelihatan‖150

, atau ―sesuatu yang tidak mengandung kesalahan atau

keraguan‖151

, atau dalam kaitannya dengan perspektif korporasi, transparansi juga

dapat didefinisikan sebagai ―keterbukaan dalam melaksanakan proses

pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil

dan relevan mengenai perusahaan.‖152

Menurut kajian Asian Development Bank,

Transparansi merujuk pada ketersediaan informasi pada masyarakat umum dan

kejelasan (clarity) tentang peraturan, undang-undang, dan keputusan otoritas,

yang mana mempunyai dua indikator yaitu pertama, akses pada informasi yang

akurat dan tepat waktu (accurate & timely) tentang kebijakan ekonomi dan

pemerintahan yang sangat penting bagi pengambilan keputusan ekonomi oleh

para pelaku swasta, dimana data tersebut harus bebas didapat dan siap tersedia

(freely & readily available); kedua, aturan dan prosedur yang ―simple,

straightforward and easy to apply‖ untuk mengurangi perbedaan dalam

interpretasi.153

Transaparansi dapat dikatakan merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari akuntabilitas, karena transparansi merupakan elemen akuntablilitas yang

sangat penting.154

Apa pun yang menjadi dasar pemikiran dan rencana yang

terkait pertanggungjawaban demokratis, sifat itu akan terbatas bila tanpa

transparansi.155

Tanpa transparansi, setiap kegiatan atau kebijakan otoritas yang

150

The Oxford Senior Dictionary, Compiled by Joyce M. Hawkins, Oxford University

Press, 1982, page 686.

151 The Advanced Learners‘s Dictionary of Current English, Second Edition, A.S.

Hornby, E.V. Gatenby, H. Wakefield, London. Oxford University Press, Nineteenth Impression

1973, page 1074

152 Pasal 3 butir a Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tentang

Penerapan Praktik Good Governance pada BUMN

153 Asian Development Bank, ―Governance :Sound Development Management‖, 1999,

hal 7 -13)

154 Eijffinger, Sylvester C W & Marco Hoeberichts, "Central Bank Accountability and

Transparency: Theory and Some Evidence," International Finance, Wiley Blackwell, vol. 5(1), ,

2002, pages 75

155 Ibid

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

64

Universitas Indonesia

direncanakan atau sudah disetujui tidak akan diketahui oleh masyarakat, karena

tidak ada diskusi untuk menguji perlu dan tidaknya suatu kebijakan. Selain itu,

cara terbaik untuk memastikan mekanisme akuntabilitas terhadap otoritas tidak

melemahkan indepensinya adalah dengan berlandaskan prinsip-prinsip

transparansi.156

Hal ini mendorong keterbukaan dan meningkatkan fungsi

pelayanan publik, yang juga meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada

otoritas. Transparansi dapat diwujudkan melalui berbagai tipe publikasi, seperti

website otoritas, laporan tentang pelaksanaan praktik pengawasan dan kebijakan

yang penting, laporan tahunan, press conference dan lain sebagainya.

Dapat diidentifikasi beberapa tipe/kriteria pengukuran transparansi suatu

otoritas independen dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kajian Quintyn,

Ramirez & Taylor. Nilai 0 dalam pengukuran ini mengindikasikan nilai kriteria

yang tidak mencerminkan otoritas yang transparan. Nilai 2 mengindikasikan

bahwa kriteria otoritas tersebut sudah sepenuhnya transparan. Nilai 1 berarti

bahwa otoritas tersebut hampir dapat mencapai transparansi secara penuh.

Sedangkan nilai -1, mengindikasian bahwa kriteria tersebut merupakan contoh

dari ―bad practices‖ dari aspek transparansi suatu otoritas pengaturan dan

pengawasan sektor jasa keuangan.157

Transparansi -1 0 1 2

Apakah ada pengumuman/pemberitahuan terkait

kebijakan dan keputusan otoritas? (misalnya melalui

website? )

Tidak Ya

Apakah otoritas telah memberikan pernyataan di awal

tentang ―mission statement‖ yang akan dicapai?

Tidak Ya

Apakah otoritas menyediakan laporan tahunan kepada

masyarakat pada umumnya?

Tidak Ya

Apakah publik diberikan suatu kesempatan melalui

suatu forum untuk memberikan pertanyaan tentang

transparansi otoritas?

Tidak Ya

156

Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 11

157 Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 39. (Appendix ii.

Criteria for the index on independence and accountability for financial sector supervisor)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

65

Universitas Indonesia

Apakah ada dewan atau komisi yang mewadahi

keluhan-keluhan konsumen?

Tidak Badan lain di

luar otoritas

Ya

Menurut Darmin Nasution, semakin besar level kebebasan yang dimiliki

OJK, semakin besar pulan level rentang tanggung jawabnya, dan oleh sebab itu,

OJK harus dibangun untuk selalu transparan dengan kewajiban-kewajiban sebagai

berikut:158

Wajib membuat laporan operasional dan keuangan yang terbuka ke

publik

Wajib mengundang pihak-pihak terkait khusus pihak yang diatur

apabila mengeluarkan dan menerapkan pengaturannya, dan bahkan

harus bersedia menarik keputusannya apabila terbukti merugikan

pihak-pihak lain

Wajib menerima masukan atau pandangan dari masyarakat dalam

rangka meningkatkan kinerjanya

Wajib diaudit oleh BPK dan serta menyampaikan laporan

kegiatannya kepada Presiden dan DPR.

158

Darmin Nasution, Op.Cit., Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

66

Universitas Indonesia

BAB III

STATUS, KEDUDUKAN DAN STRUKTUR KELEMBAGAAN OTORITAS

JASA KEUANGAN DI INDONESIA

A. Landasan Hukum Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Sebelumnya, perlu kita tarik ke belakang bagaimana latar belakang OJK

terbentuk. Ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan

perbankan telah dimunculkan sejak diundangkannya UU No. 23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut, disebutkan secara tegas bahwa tugas

mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan

yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang. Ketentuan selanjutnya

disebutkan dalam pasal 34 ayat (2) UU No.23 tahun 1999 bahwa pembentukan

lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002.

Inilah yang kemudian menjadi landasan utama bagi pembentukan suatu lembaga

independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan atau yang sekarang disebut

dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

1. Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor

jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

2. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1

akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002

Dalam penjelasan Pasal 34 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa

Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan

terhadap Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang

meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan

pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana

masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan

kedudukannya berada diluar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan

kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam

melaksanakan tugasnya, lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi

dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang akan diatur

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

67

Universitas Indonesia

dalam undang-undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga

pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan

pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia

dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang

diperlukan. Adapun tugas mengatur akan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia.

Dalam perjalanannya, meskipun pembentukan OJK diamanatkan oleh

UUBI tahun 1999, nyatanya sampai dengan 2002 draf pembentukan OJK belum

ada. Kemudian dalam perkembangannya lebih lanjut, setelah disahkannya

amandemen UUBI yaitu UU No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU

No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, dalam pasal Pasal 34 UU tersebut,

Pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawasan sektor Jasa Keuangan

selambat-lambatnya akhir Desember 2010.

Pasal 34 UU No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 1999

Tentang Bank Indonesia

1. Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor

jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

2. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.

Dalam penjelasan UU Amandemen BI ini, bunyi penjelasan pasal 34 ayat

(1) hampir sama dengan UU BI sebelum amandemen. Namun jika sebelumnya di

ayat (2) tidak penjelasan, di UU amandemen (2004), dalam penjelasannya

berbunyi yaitu, Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada

lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan secara bertahap setelah

dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia,

struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan

pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat.

Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi

untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank

Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah

mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada

bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

68

Universitas Indonesia

mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan

fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan

Gubernur BundesBank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU

(kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai

konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank. Di

Jerman, pengawasan industri perbankan dilakukan oleh suatu badan khusus yaitu

Bundesaufiscuhtsamt fur da kreditwesen. Pada waktu RUU tersebut diajukan

muncul penolakan yang kuat oleh kalangan DPR dan Bank Indonesia. Sebagai

kompromi maka disepakati bahwa lembaga yang akan menggantikan Bank

Indonesia dalam mengawasi bank tersebut juga bertugas mengawasi lembaga

keuangan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlihat bahwa pemisahan

fungsi pengawasan tersebut adalah memangkas kewenangan bank sentral.159

Kemudian dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan, yaitu dalam bagian penjelasan umum disebutkan bahwa

pembentukan OJK dimaksudkan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang

lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem

keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.

Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut

harus dilakukan secara terintegrasi. Hal ini juga sebagai akibat terjadinya proses

globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi

informasi serta inovasi finansial yang telah menciptakan sistem keuangan yang

sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam

hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan

yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan

(konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi

antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan

lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard,

belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya

stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan

lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi.

159

Zulkarnain Sitompul, ―Menyambut Khadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)‖, Pilars

No.02/Th. VII/12-18 Januari 2004. hal. 1.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

69

Universitas Indonesia

B. Status dan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pengertian Otoritas Jasa Keuangan

(OJK), adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,

yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.

Lebih lanjut dalam pasal 2 ayat (2) UU OJK menegaskan bahwa OJK merupakan

lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas

dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam UU OJK. Asas independensi secara lebih tegas dituangkan dalam

Penjelasan Umum UU OJK yang menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas

dan wewenangnya berlandaskan antara lain asas independensi yaitu independen

dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK,

dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian juga dalam Penjelasan Umum UU OJK, diatur mengenai

Independensi OJK secara kelembagaan/institusional, yaitu Otoritas Jasa Keuangan

berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak

menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, hal tersebut tidak menutup

kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya

Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki

relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal

dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur

dari kedua otoritas yaitu dalam hal ini otortias fiskal pada Kementerian Keuangan

dan Otoritas Moneter pada Bank Indonesia,tersebut secara Ex-officio. Keberadaan

Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi

kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-

officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional

dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan

koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara

stabilitas sistem keuangan. Untuk mewujudkan koordinasi, kerja sama, dan

harmonisasi kebijakan yang baik, Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

70

Universitas Indonesia

bagian dari sistem penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara

baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya.

Dalam Pasal 3 UU OJK, menjelaskan bahwa OJK berkedudukan di ibu

kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat mempunyai kantor di dalam

dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk sesuai

dengan kebutuhan.

C. Struktur Kelembagaan dan Anggaran

1. Dewan Komisioner

Pembentukan OJK secara filosofis bertujuan agar OJK secara struktural

memiliki unsur check and balances.160

Hal ini diwujudkan dengan melakukan

pemisahan yang jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan OJK.

Fungsi pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner sedangkan fungsi

pengawasan dilakukan masing-masing oleh Pengawas Perbankan, Pengawas Pasar

Modal dan Pengawas Industri Keuangan Non Bank atau dapat disebut dengan

istilah Kepala Eksekutif. Dewan Komisioner sebagai organ tertinggi dalam OJK

selain menjalankan fungsi pengaturan, juga berperan untuk memastikan masing-

masing Pengawas/Kepala Eksekutif melaksanakan tugasnya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemisahan fungsi antara Dewan

Komisioner dan tiga Pengawas/Kepala Eksekutif ini dimaksudkan untuk:161

1) Menciptakan ketegasan pemisahan antara tanggung jawab regulator

(Dewan Komisioner) dengan tanggung jawab supervisor (Kepala

Eksekutif masing-masing Pengawas);

2) Menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak

agartidak terjadi penyalahgunaan kewenangan;

3) Mendorong terjadinya pembagian kerja (division of labor) sehingga

terciptaprofesionalisme dari spesialisasi di masing-masing fungsi

pengaturan danpengawasan.

160

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa

Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 2010, hal. 3.

161 Ibid

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

71

Universitas Indonesia

Dalam naskah akademis RUU OJK dijelaskan terkait pentingnya dibentuk

OJK sebagai unified supervisor authority, yaitu suatu sistem pengaturan dan

pengawasan yang terintegrasi didalam suatu lembaga tunggal, adalah karena

pengawasan terhadap sektor jasa keuangan, yaitu Perbankan, Pasar Modal dan

Industri Keuangan Non Bank perlu dilakukan secara terpisah karena adanya

perbedaan karakteristik dari masing-masing industri jasa keuangan tersebut.

Dengan adanya pemisahan pengawasan atas masing-masing industri jasa

keuangan tersebut, diharapkan dapat terciptanya spesialisasi dalam pengawasan,

pengembangan metode pengawasan yang tepat, serta mengurangi luasnya rentang

kendali pengawasan agar proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan atas

keputusan tersebut menjadi lebih efisien dan efektif. Selain itu juga, fungsi

pengaturan dan pengawasan yang tidak terintegrasi cenderung dapat

mengakibatkan tidak terdeteksinya risiko finansial dari kegiatan yang berada

diwilayah abu-abu (grey area) dalam grup konglomerasi oleh otoritas pengawas

sehingga dapat membahayakan tingkat sistem keuangan.162

Konsep pemisahan fungsi pengawasan ini pada hakikatnya muncul sebagai

upaya atau solusi untuk menghindari benturan kepentingan yang muncul dari

adanya penggabungan 2 (dua) fungsi yang berbeda didalam satu lembaga, dimana

hal ini merupakan suatu kenyataan dan pengalaman yang terjadi di beberapa

negara selama ini, misalnya pengaturan dan pengawasan perbankan dilaksanakan

oleh bank sentral yang sekaligus berperan sebagai otoritas moneter. Dengan

kekuasaan sebagai otoritas moneter, serta pada saat yang sama memegang otoritas

pengawasan bank, Bank Sentral dikhawatirkan akan memiliki kewenangan yang

sedemikian besar yang berpotensi pada sulit terdeteksinya penyalahgunaan

kewenangan. Selain itu, benturan kepentingan juga menyebabkan berkurangnya

efektifitas fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan yang seharusnya lebih

162

Sebagai ilustrasi, kekisruhan Bank Century diantaranya diakibatkan oleh terputusnya

koordinasi pengawasan produk non-bank yang dipasarkan melalui jejaring pemasaran bank. Hal

ini terkait dengan produk reksadana Antaboga (PT. Antaboga Delta Securities) yang diterbitkan

oleh pemilik Bank Century (Robert Tantular), yang telah dinyatakan ilegal oleh Bappepam- LK,

namun tetap dipasarkan oleh Bank Century dan lepas dari pengawasan BI. Jika OJK sebagai

lembaga regulasi dan pengawas industri keuangan satu atap telah terbentuk, aspek putusnya

informasi, sebagai salah satu dimensi penyebab kasus Bank Century, dapat diantisipasi lebih dini

(Basuki, 2010). Lihat Orin Basuki, OJK Ditengah Perebutan Kewenangan, Kompas.com, 26

Agustus 2010

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

72

Universitas Indonesia

menekankan pada pendekatan prudensial. Penggunaan instrumen-instrumen

moneter berupa bantuan likuiditas untuk menyehatkan kondisi keuangan dari

bank-bank yang diawasi cenderung lebih dipilih oleh bank sentral daripada

menggunakan pengaturan dan pengawasan yang mengedepankan peraturan dan

kehati-hatian (prudential regulation). Hal ini dilakukan karena bank sentral ingin

menutupi potensi kegagalannya dalam melakukan fungsi pengawasannya terhadap

bank yang bersangkutan yang kemudian mendorong digunakannya instrumen

moneter (lender of last resort) yang pada dasarnya tidak menyelesaikan inti

kelemahan bank sebagai akibat pelanggaran terhadap prudential regulation.163

Kembali ke dalam pembahasan tentang struktur kelembagaan OJK, yaitu

terkait Dewan Komisioner OJK yang merupakan pimpinan dalam pelaksanaan

tugas dan kewenangan OJK. Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK

yang bersifat kolektif dan kolegial, yang beranggotakan 9 (sembilan) orang.

Bersifat kolektif mengandung makna bahwa pada setiap proses pengambilan

keputusan dewan komisioner melakukannya secara bersama-sama. Sedangkan

bersifat kolegial berarti bahwa setiap pengambilan keputusan dewan komisioner

dilaksanakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat dengan berasaskan

kesetaraan dan kekeluargaan di antara anggota.Sebagai pimpinan tertinggi OJK,

Dewan Komisioner bertindak sebagai pejabat yang mewakili negara dalam rangka

pelaksanaan kerja sama dengan otoritas lembaga pengawas lembaga jasa

keuangan di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional

lainnya di sektor jasa keuangan. Pasal 10 ayat 4 mengatur bahwa 9 anggota DK

ini terdiri atas:

163

Adanya benturan kepentingan antara bank sentral sebagai otoritas moneter dan bank

sentral sebagai pengawas perbankan tersebutl perlu dihindari dengan cara memisahkan fungsi

pengawasan bank dari bank sentral yang fungsi utamanya adalah otoritas moneter. ‗Bagaimana

mungkin BI yang gagal mengawasi bank, lalu dia sendiri yang mencoba menutupi kesalahannya

dengan menyelamatkan bank itu‘.Hal ini lebih lanjut dikritisi oleh Peneliti Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Eko Nugroho, bahwa konflik kepentingan telah merambah

pada praktek-praktek pemihakan kebijakan seperti halnya kebijakan menurunkan syarat rasio

kecukupan modal (CAR) secara mendadak oleh Bank Indonesia, dari 8 % menjadi 0% ketika

mengetahui Bank Century sedang mengalami kesulitan. Lihat Koran Jakarta, Pengawasan Bank:

Fungsi Regulator Harus Dipisahkan Dari Supervisi-Urgensi Ojk Terkikis Krisis, 13 Februari

2010, hal 9, http://issuu.com/koran_jakarta/docs/edisi_599_-

_13_februari_2010?mode=window&pageNumber=1

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

73

Universitas Indonesia

a. seorang Ketua merangkap anggota;

b. seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;

c. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;

d. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;

e. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun,

Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap

anggota;

f. seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota;

g. seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Kosumen;

h. seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota

Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan

i. seorang anggota Ex-officio dari Kementrian Keuangan yang merupakan

pejabat setingkat eselon I.

Wakil Ketua

sebagai Ketua

Komite Etik

merangkap

anggota

Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan

Ketua Dewan

Audit

merangkap

anggota

Anggota

Ex-officio

dari

Kemenkeu

Ketua

merangkap

anggota

Anggota yang

membidangi

edukasi dan

perlindungan

Konsumen

Anggota

Ex-officio

dari BI

Kepala Eksekutif

Pengawas

Perbankan

merangkap

anggota

Kepala Eksekutif

Pengawas Pasar

Modal merangkap

anggota

Kepala Eksekutif Pengawas

Perasuransian, Dana Pensiun,

Lembaga Pembiayaan, dan

Lembaga Jasa Keuangan

Lainnya merangkap anggota

Non

eksek

utif

Eksek

utif

Deputi Kepala

Eksekutif

Direktur

Internal Audit &

Manajemen Resiko

Deputi Kepala

Eksekutif

Direktur

Internal Audit &

Manajemen Resiko

Deputi Kepala

Eksekutif

Direktur

Internal Audit &

Manajemen Resiko

Sekertaris

OJK

Direktur

Komite Etik

Dewan Audit

Komite

Edukasi Dan

Perlindungan

Konsumen

Staf Ahli

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

74

Universitas Indonesia

Tata cara pemilihan Dewan Komisioner OJK diatur dalam pasal 11 dan 12

UU OJK. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memilih kesembilan calon

anggotanya yang sebelumnya telah diajukan oleh Presiden. Calon anggota dewan

komisioner yang diajukan presiden diseleksi melalui Panitia Seleksi yang

beranggotakan sembilan orang dan terdiri atas unsur-unsur pemerintah, Bank

Indonesia dan masyarakat. Masyarakat dalam keanggotaan ini mewakili unsur

akademi, masyarakat industri perbankan, pasar modal dan industri keuangan non

bank. Proses pemilihan anggota Dewan Komisioner diawali dengan seleksi

administratif oleh Panitia Seleksi, termasuk menjaring masukan dari masyarakat.

Selanjutnya, Panitia Seleksi menyampaikan 21 calon anggota Dewan Komisioner

kepada Presiden. Setelah menerima calon dari panitia seleksi, Presiden akan

memilih 14 orang calon untuk disampaikan kepada DPR RI, dan dua orang calon

diantaranya diusulkan Presiden untuk dipilih DPR sebagai Ketua Dewan

Komisioner. Setelah itu, DPR akan memilih satu orang calon sebagai Ketua

Dewan Komisioner. Selanjutnya, terhadap 13 orang calon lainnya, DPR akan

memilih enam diantaranya sebagai anggota Dewan Komisioner untuk ditetapkan

Presiden bersama dengan anggota Dewan Komisioner yang merupakan ex-officio

Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

Dalam hal tata cara pemberhentiannya, para anggota DK ini tidak dapat

diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila yang

bersangkutan (Pasal 17 ayat 1):

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri;

c. masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali;

d. berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau

diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanalan tugas lebih dari 6

(enam) bulan berturut-turut;

e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari

3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan;

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

75

Universitas Indonesia

f. tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia bagi anggota

Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h;

g. tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan

bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian

Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf i;

h. memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dan / atau semenda

dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang

mengundurkan diri dari jabatannya;

i. melanggar kode etik; atau

j. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16 dan melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

Untuk meningkatkan independensi DK OJK, Undang-undang OJK

mengatur beberapa larangan yang harus dipatuhi DK OJK sebagaimana diatur di

dalam Pasal 22 dan Pasal 23, antara lain: larangan memiliki benturan kepentingan

di Lembaga Jasa Keuangan yang diawasi oleh OJK dan larangan menjadi anggota

partai politik. Setiap orang perseorangan yang menjabat atau pernah menjabat

sebagai anggota DK, pejabat atau pegawai OJK dituntut untuk menjaga

kerahasiaan informasi, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan

wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau diwajibkan oleh undang-undang

(Pasal 33 ayat 1).

Struktur governance OJK menurut Mas Achmad Daniri, Ketua Komite

Nasional Kebijakan Governance, bisa dikatakan unik.164

Hal ini karena secara

struktural memiliki dua lapis kewenangan, yakni membuat kebijakan dan

pengaturan di satu sisi maupun kewenangan perizinan dan pengawasan di sisi

yang lain, meski berada pada satu lembaga (two tiers in one body). Tugas sebagai

pembuat kebijakan dan pengaturan dilakukan oleh dewan komisioner, sedangkan

tugas perizinan dan pengawasan dilakukan oleh masing-masing Kepala Eksekutif

Perbankan, Pasar Modal, dan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB). Dengan

kata lain, masing-masing kepala eksekutif secara independen memiliki

164

Mas Achmad Daniri, Indahnya Sistem Governance OJK, Bisnis Indonesia Bisnis.com,

Senin, 25 Juni 2012

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

76

Universitas Indonesia

kewenangan dalam menjalankan fungsi pengawasan. Namun dalam membangun

kebijakan dan pengaturan dilakukan di tingkat dewan komisioner secara

terintegrasi. Dewan komisioner juga melakukan pengawasan terhadap kegiatan

pengawasan para kepala eksekutif, namun hanya sebatas untuk tujuan evaluasi

dan perbaikan kebijakan dan penyusunan peraturan. Dalam pelaksanaan fungsi

pengawasan dewan komisioner tidak boleh melakukan intervensi. Masing-masing

Ketua Eksekutif Perbankan, Pasar Modal dan LKNB, juga merangkap sebagai

anggota komisioner. Dengan demikian dalam setiap proses penyusunan kebijakan

maupun peraturan OJK, setiap ketua eksekutif dapat memberikan masukan yang

berasal dari kajian masalah dan kebutuhan pengaturan di lapangan.

2. Anggaran

Pengaturan tentang anggaran OJK diatur pada Pasal 34 s.d Pasal 37 UU

OJK. Pasal 34 UU OJK mengatur bahwa anggaran OJK bersumber dari:

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); dan/atau

2. Pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa

keuangan,yaitu Lembaga Jasa Keuangan dan/atau orang perseorangan atau

badan hukum yang melakukan kegiatan disektor jasa keuangan.

Selain itu, untuk mendukung kegiatan operasional OJK, Pemerintah dapat

melakukan penempatan dana awal ke OJK. Anggaran OJK tersebut nantinya

digunakan untuk membiayai kegiatan sebagai berikut:

1. Kegiatan operasional, mencakup kegiatan penyelenggaraan fungsi, tugas

dan wewenang OJK, antara lain pengaturan, pengawasan, penegakan

hukum, edukasi dan perlindungan konsumen;

2. Kegiatan administratif, mencakup kegiatan perkantoran, remunerasi,

pendidikan dan pelatihan, pengembangan organisasi dan sumber daya

manusia;

3. Kegiatan pengadaan aset, mencakup aset lancer dan aset non lancar antara

lain persediaan, gedung, peralatan dan mesin, kendaraan, perlengkapan

kantor, serta infrastruktur teknologi informasi.

4. Kegiatan pendukung lainnya.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

77

Universitas Indonesia

D. Tujuan

Maksud dan tujuan dari pembentukan Otoritas jasa Keuangan menurut

beberapa ahli/ pakar perbankan, adalah sebagai berikut :165

a. Menkeu Agus Martowardojo: Pembentukan OJK diperlukan guna

mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain,

pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi

sektor keuangan di Indonesia.

b. Fuad Rahmany: menyatakan bahwa OJK akan menghilangkan

penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung

muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat

terpisah.

c. Darmin Nasution: OJK adalah untuk mencari efisiensi di sektor

perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu

perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan

dukungan dari sektor keuangan.

d. Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad: terdapat empat pilar sektor

keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan

yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap

lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik.

Ketiga, lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan

sewaktu-waktu dankeempat transparansi yang harus dijaga.

Secara lebih lanjut Darmin Nasution menjelaskan bahwa pembentukan

OJK yang akan menyatukan pengawasan dan pengaturan semua sektor jasa

keuangan akan memberikan tujuan sebagai berikut:166

1. Lebih menyelaraskan cakupan dan kedalaman semua regulasi yang selama

ini dipraktikkan di sektor jasa keuangan, termasuk dalam rangka

pengelolaan struktur konglomerasi Industri keuangan yang ada di

165

Siti Sundari Arie, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Pusat Penelitian

dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian

Hukum dan HAM RI 2011, hal 44

166 Darmin Nasution, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi, Penerbit

Buku Kompas, Februari 2004, hal 469-520.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

78

Universitas Indonesia

Indonesia. Penyatuan ini ditujukan untuk memberikan ruang gerak yang

lebih optimal bagi institusi pengatur dan pengawas tersebut dalam rangka

memelihara, membenahi dan memperkuat kebijakan-kebijakannya, serta

untuk mengefektifkan law enforcement, untuk pemeliharaan disiplin pasar

dan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan

2. Untuk menyeimbangkan penerapan ketentuan terhadap semua sektor

utama pada industri jasa keuangan, yang sekaligus merupakan peluang

yang berharga untuk membentuk budaya yang baru bagi regulator untuk

mengawasi sekotr jasa keuangan.

3. Diharapkan akan lebih memungkin untuk menghasilkan pengaturan-

pengaturan yang terkonsolidasi sesuai dengan harapan-harapan

masyarakat, sebagai modal awal menumbuhkan kembali kepercayaan

publik terhadap sistem keuangan di Indonesia. Hal ini tentu merupakan

kesempatan baru tidak hanya untuk pembentukan kepercayaan diri secara

domestik, juga lebih dari itu, untuk kepercayaan diri dunia internasional

dan untuk memacu perbaikan kegiatan-kegiatan bagi sektor riil

Adapun dalam Pasal 4 UU OJK, disebutkan bahwa OJK dibentuk dengan

tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel;

b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan

dan stabil; dan

c. Mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

79

Universitas Indonesia

E. Fungsi, Tugas dan Kewenangan

Fungsi OJK ditegaskan dalam Pasal 5 yang menyebutkan bahwa OJK

berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi

terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Tugas OJK sesuai

dengan Pasal 6 UU OJK yaitu melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan

terhadap:

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Kemudian dalam pasal 7,8 dan 9 UU OJK, diatur mengenai kewenangan

OJK dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, yaitu:

1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan

Bank yang meliputi :

Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran

dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya

manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin

usaha bank

Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk

hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa

Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal

minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap

simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan

kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit

(credit testing); dan standar akuntansi bank

Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,

meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal

nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan

terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

80

Universitas Indonesia

2. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang

meliputi :

Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK

Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis

terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter

pada Lembaga Jasa Keuangan;

Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,

memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan.

3. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang

meliputi :

Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa

keuangan;

Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh

Kepala Eksekutif;

Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,

pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana

dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan;

Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau

pihak tertentu;

Melakukan penunjukan pengelola statuter;

Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan; dan

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

81

Universitas Indonesia

Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan,

efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan

melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan

pembubaran dan penetapan lain.

F. Hubungan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga

Terkait di Bidang Jasa Keuangan

Apabila dicermati lebih mendalam, hubungan atau koordinasi OJK dengan

lembaga negara lainnya dapat dilihat dari segi pelaksanaan tugas sebagai

berikut167

:

a. Tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, yang akan terkait

dengan lembaga:

a. Bank Indonesia;

b. LPS.

b. Tugas penyidikan, yang akan terkait dengan lembaga:

a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari instansi lain;

b. Kejaksaan;

c. Kepolisian;

d. Pengadilan.

c. Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, yang akan terkait dengan:

a. Menteri Keuangan;

b. Gubernur Bank Indonesia;

c. Ketua Dewan Komisioner LPS.

Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank

Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan, yang

antara lain:

a. kewajiban pemenuhan modal minimum bank;

b. sistem informasi perbankan yang terpadu;

167

Fransiska Ari Indrawati, Mencermati Celah Independensi OJKDalam UU OJK,

Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan, Volume 10, Nomor 1, Januari - April 2012.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

82

Universitas Indonesia

c. kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana

valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;

d. produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;

e. penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically

important bank;

f. data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan

informasi.

Kemudian lebih lanjut, dalam hubungan kelembagaan antara OJK dengan

Bank Indonesia dijelaskan bahwa Bank Indonesia dalam hal melaksanakan fungsi,

tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu,

Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut

dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK,

namun dalam melakukan pemeriksaannya Bank Indonesia tidak dapat

memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank. Sedangkan dalam

hubungan koordinasi dan kerjasama OJK dengan Lembaga Penjamin Simpanan,

OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank

bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK, dan dalam hal OJK

mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi

kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia

untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia.

Selain itu Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap

bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi

terlebih dahulu dengan OJK.

Dengan demikian dalam tugas pengaturan dan pengawasan Perbankan ada

pembagian kewenangan antara Bank Indonesia, OJK dan LPS. Tugas pengaturan

dan pengawasan perbankan ada pada OJK, namun ada beberapa pengaturan yang

harus dikoordinasi antara OJK dan Bank Indonesia (Pasal 39 UU OJK).

Pemberian dan pencabutan izin usaha perbankan oleh OJK (Pasal 9 UU OJK).

Pemeriksaan dan pengawasan khusus oleh Bank Indonesia. Penyehatan bank

gagal oleh LPS (Pasal 41 dan 42 UU OJK) dan sanksi administratif oleh OJK.

Selain itu, terkait hubungan kelembagaan OJK khususnya terkait dengan

tugasnya sebagai bagian dari fungsi stabilitas sistem keuangan, diatur dalam UU

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

83

Universitas Indonesia

OJK melalui pasal 44-46, yaitu mengenai protokol koordinasi di antara otoritas

keuangan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dengan membentuk Forum

Koordinasi Stabilitas Sektor Keuangan (FKSSK) dengan Menteri Keuangan

sebagai anggota merangkap koordinator serta anggota lainnya adalah Gubernur

Bank Indonesia, Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner

Lembaga Penjamin Simpanan. Bahkan FKSSK juga memiliki kewenangan untuk

membuat kebijakan untuk pencegahan ataupun menangani krisis. Adapun

gambaran lembaga-lembaga yang terkait dengan fungsi menjaga kestabilan sistem

keuangan dapat dijelaskan melalui grafik di bawah ini:

Sumber : Syahrir Sabirin, ―Peran Bank Indonesia dalam Financial Stability‖,

makalah disampaikan pada Seminar mengenai Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta,

27 Februari 2002, hal. 8, dalamZulkarnain Sitompul, ―Perlindungan Dana

Nasabah Bank,‖ Disertasi, (Jakarta : Fakultas Hukum UI, 2002), hal

Financial

Authorities

Fungsi

Lembaga

Keuangan PERBANKAN

(Bank Umum dan BPR, Baik

Konvensional maupun Syariah)

LEMBAGA KEUANGAN NON BANK (Asuransi, lembaga jasa pembiayaan, dana

pensiun)

PASAR MODAL

BI

Pengaturan dan

pengawasan secara

makro dalam angka:

- Stabilitas Moneter

- Stabilitas

Keuangan

- Sistem

Pembayaran

LLR untuk:

- Liquidity

- mismatch

OJK

Perizinan, pengaturan

dan pengawasan

tehadap individu,

lembaga keuangan

dan pasar modal

(micro prudential)

Individual Resolution

LPS Pemerintah

Systemic

Resolution

Deposit

Protection/guarantee

Individual Resolution

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

84

Universitas Indonesia

G. Akuntabilitas dan Transparansi Otoritas Jasa Keuangan

Dalam Penjelasan Umum UU OJK, ditegaskan bahwas OJK dalam

melaksanakan tugasnyas harus berlandaskan asas akuntabilitas, yakni asas yang

menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan

penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan

kepada publik. Prinsip Transparansi OJK juga dijelaskan di UU OJK yaitu terkait

asas keterbukaan OJK, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan

perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk

rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

Lebih lanjut, ketentuan mengenai akuntabilitas dan trasnparansi OJK

secara jelas diatur dalam Pasal 38 UU OJK yang menyebutkan beberapa

kewajiban OJK agar dapat menjalankan tugasnya dengan kredibel, akuntabel dan

transparan, yaitu sebagai berikut :

1. OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan

keuangan semesteran dan tahunan.

2. OJK wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan

kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan. Laporan kegiatan yang

disusun OJK dalam hal ini adalah memuat:

a. pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada periode sebelumnya.

b. rencana kebijakan, penetapan sasaran dan langkah-langkah

pelaksanaan tugas dan wewenang OJK untuk periode yang akan

datang.

3. Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan, OJK

wajib menyampaikan laporan.

4. Periode laporan keuangan OJK adalah tanggal 1 Januari sampai

dengan 31 Desember.

5. OJK wajib menyampaikan laporan kegiatan triwulanan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada

masyarakat.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

85

Universitas Indonesia

6. Laporan kegiatan tahunan OJK disampaikan kepada Presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat. Penyampaian laporan OJK kepada

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat disini dimaksudkan untuk

menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja OJK selama tahun

berjalan

7. Untuk penyusunan laporan keuangan OJK, Dewan Komisioner

menetapkan standar dan kebijakan akuntansi OJK. Penyusunan

standar dan kebijakan akuntansi oleh OJK dilakukan dengan

memperhatikan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

8. Laporan keuangan tahunan OJK diaudit oleh Badan Pemeriksa

Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan

Pemeriksa Keuangan.

9. OJK wajib mengumumkan laporan tahunan OJK kepada publik

melalui media cetak dan media elektronik.

Dalam hal akuntabilitas terkait aspek anggaran OJK, diatur dalam UU

OJK pasal 36 bahwa untuk penyusunan dan penetapan anggaran, OJK harus

terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ―Dewan

Perwakilan Rakyat‖ disini menurut penjelasannya adalah alat kelengkapan Dewan

Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan, atau komisi DPR

yang menbidangi masalah keuangan dan perbankan.

Selain itu, akuntabilitas OJK kepada masyarakat juga tercermin dalam

perspektif perlindungan konsumen dan masyarakat, yang mana diatur dalam pasal

28, bahwa OJK berwenang untuk memberikan informasi dan edukasi kepada

masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya.

Dalam pasal 29 masih terkait masalah perlidungan konsumen dan masyarakat,

OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi:

a) menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan

Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;

b) membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di

Lembaga Jasa Keuangan; dan

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

86

Universitas Indonesia

c) memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh

pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan di sektor jasa keuangan.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

87

Universitas Indonesia

BAB IV

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS

SEKTOR JASA KEUANGAN

Sebagaimana telah dipaparkan di bab sebelumnya bahwa terdapat

beberapa cara untuk mengetahui tingkat independensi dari otoritas pengatur dan

pengawas sektor jasa keuangan. Salah satunya adalah dengan menganalisis

indikator/ukuran independensi yang seharusnya dimiliki oleh otoritas pengatur

dan pengawas sektor jasa keuangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Sebagaimana dijelaskan oleh Quintyn dan Taylor bahwa dapat dilakukan

identifikasi/pengukuran tingkat independensi tersebut melalui empat dimensi,

yaitu aspek Fungsi Pengaturan/Regulatory Independence, Fungsi

Pengawasan/Supervisory Independence, Kelembagaan/Institusional

Independence, dan Anggaran/Budgetary Independence.168

A. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari Aspek Fungsi

Pengaturan/Regulatory Independence

Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas independen

yang mempunyai fungsi regulatif /regulator adalah dapat diukur mengacu pada

seberapa jauh tingkat kewenangan OJK untuk men ‖set-up‖ suatu regulasi/aturan

(yang bersifat prudensial) terhadap sektor yang diawasainya, secara

otonom/mandiri, yang tentunya dalam batasan-batasan hukum yang berlaku.169

Independensi OJK sebagai regulator, harus dipenuhi seiring semakin

mengglobalnya sektor finansial dewasa ini, yang mana dalam hal ini OJK harus

berada dalam posisi yang kuat agar dapat mengadaptasi regulasi secara cepat dan

168

Quintyn & Taylor, Op Cit., Regulatory and SupervisoryIndependence and Financial

Stability, page 13. (Independence: Its four Dimension).

169 Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 8.(Prudential rules differ

from two other categories of regulations that govern banking: economic regulations,encompassing

controls over pricing, profits, entry, and exit; and information regulations, governing

theinformation that needs to be provided to the public at large and to the supervisors. These two

types of rules tendnot to be subject to frequent amendations and could, therefore, be left to the

lawmakers following a consultationprocess with the supervisors.)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

88

Universitas Indonesia

fleksibel yang mengacu pada ―internasional best practice‖. Regulasi terkait

prinsip prudensial ini menjadi penting karena mencakup aturan-aturan umum

yaitu dalam hal stabilitas industri keuangan beserta aktifitas-aktifitasnya di

dalamnya (seperti ketentuan persyaratan modal, kualitas aset, persyaratan dalam

kualitas senior manajemen, dst) dan aturan-aturan yang bersifat khusus, yaitu

merupakan pengaturan atas sifat khusus dari lembaga jasa keuangan sebagai

finansial intermediation (seperti capital adequacy ratio, pembatasan dalam

transaksi-transaksi yang bersifat off-balance sheet activities, pembatasan kredit

dalam hal rasio exposure single borrower, pembatasan pemberian kredit kepada

individu/kelompok usaha yang terkait dengan bank (connected lending),

pembatasan dalam manajemen risiko nilai tukar valas (foreign exposure) dan

aturan dalam pengklasifikasian kredit). Hal-hal diatas merupakan regulasi yang

penting/fundamental dalam proses penyelenggaraan pengawasan dan

berimplikasi secara luas dalam kestabilan sistem keuangan. Maka sebab itu dari

perspektif regulatory independence, OJK harus memiliki tingkatan otonomi yang

tinggi dalam menetapkan aturan-aturan terkait prinsip prudensial, yang mana hal

ini merupakan faktor penting untuk memastikan sektor finansial dapat berjalan

dengan lancar dan stabil.

OJK sebagai lembaga regulator yang independen di sektor jasa keuangan

Indonesia, harus mempunyai kewenagan secara mandiri untuk mengeluarkan

regulasi hukum yang mengikat kepada sektor yang diawasi/industri jasa

keuangan. Perlu diperhatikan bahwa regulasi ini harus bisa mengikat secara

hukum agar mencerminkan nilai independensi yang penuh, dan tidak hanya

berlaku sebagai peraturan pedoman yang tidak mengikat secara hukum kepada

sektor industri jasa keuangan. Hal tersebut merupakan kriteria independensi yang

harus dimiliki oleh otoritas jasa keuangan agar dapat dikatakan memiliki

independensi secara penuh dalam aspek fungsi pengaturan atau regulatory.

Setelah memahami indikator dan ukuran kriteria independensi OJK dalam

fungsinya sebagai regulator di sektor jasa keuangan, dapat ditelaah bagaimana

nilai independensi OJK di Indonesia dalam melaksanakan tugas dan

kewenangannya melalui peraturan perundang-undangan tentang pengaturan dan

pengawasan sektor jasa keuangan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 21

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

89

Universitas Indonesia

tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). Dalam UU OJK

pengaturan mengenai independensi OJK sebagai lembaga regulator dinyatakan

dalam pasal 7 dan 8 UU OJK. Dalam pasal 7 huruf c UU OJK diatur secara

khusus tentang kewenangan OJK sebagai regulator untuk mengeluarkan regulasi

terkait prinsip prudensial di bidang perbankan yaitu kewenangan dalam

pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, yang meliputi

manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian

uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan. Selain itu,

Independensi OJK secara umum sebagai lembaga regulator yang berwenang di

bidang sektor jasa keuangan tercermin melalui pasal 8 UU OJK, yaitu

kewenangan dalam:

a) Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

b) Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

c) Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK

d) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis

terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

e) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola

statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

f) Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,

memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

g) Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

90

Universitas Indonesia

Dapat diperhatikan analisis kriteria independensi dari Quintyn, Ramirez &

Taylor yang telah penulis kaitkan dengan pengaturan kewenangan OJK sebagai

regulator industri jasa keuangan di Indonesia sebagaimana diatur di dalam UU 21

Tahun 2011 tentang OJK melalui tabel dibawah ini:

Kriteria Independensi Fungsi

Pengaturan Otoritas Jasa Keuangan170

Nilai Independensi Otoritas Jasa Keuangan Pengaturan Aspek

Independensi OJK sebagai

Regulator di Indonesia

(UU OJK 21 Tahun 2011)

Tidak

Independen

Independen, tidak

secara penuh

Independen

penuh

Dapatkah otoritas secara otonom

mengeluarkan regulasi (prudensial)

hukum yang mengikat kepada sektor

yang diawasi?

Tidak Tidak, tapi dapat

mengeluarkan

peraturan pedoman

yang tidak mengikat

Ya OJK mempunyai wewenang

untuk meregulasi industri

jasa keuangan di Indonesia

yang mengikat secara hukum.

(pasal 7 dan 8 UU OJK)

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan tugas

dan kewenangannya sebagai otoritas regulator di sector jasa keuangan, OJK telah

memenuhi nilai independensi secara penuh, karena memang OJK diberikan oleh

Undang-undang, independensi yang cukup tegas dalam melakukan fungsi

regulatornya secara otonom/mandiri dengan wewenang untuk mengeluarkan

regulasi/peraturan yang mengikat secara hukum kepada industry keuangan di

Indonesia. Ketentuan Pasal 7 dan 8 UU OJK ini menunjukkan bahwa OJK bebas

menentukan cara dan pelaksanaan dari instrumen kebijakan yang ditetapkannya

yang dianggap penting untuk mencapai tujuannya.

170

Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 39. (Appendix ii.

Criteria for the index on independence and accountability for financial sector supervisor)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

91

Universitas Indonesia

1. Independensi OJK Terkait Fungsi Pengaturan Pengawasan di

bidang Perbankan

Walaupun secara umum menurut ketentuan diatas OJK memiliki

independensi secara penuh sebagai regulator di sektor jasa keuangan, akan tetapi

perlu menjadi catatan bahwa di dalam hal tertentu, yaitu dalam penyusunan

pengaturan terkait pengawasan di bidang perbankan, OJK harus membagi

beberapa kewenangannya atau berkoordinasi bersama dengan Bank Indonesia.

Adapun beberapa aspek pengaturan pengawasan perbankan yang harus dilakukan

koordinasi oleh OJK bersama dengan BI diatur dalam pasal 39 UU OJK yang

terdiri dari 5 aspek yaitu kewajiban pemenuhan modal minimum bank; sistem

informasi perbankan yang terpadu; kebijakan penerimaan dana dari luar negeri,

penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri; produk

perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya; penentuan institusi

bank yang masuk kategori systemically important bank; dan data lain yang

dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. Pengaturan semacam

inisebenarnyadapat menimbulkanpertanyaan terhadap independensi OJK

secarainstitusi/kelembagaan dalam melaksanakan tugasdan kewenangannya

sebagai regulator, khususnya dalam sectorperbankan karena masih terdapat

hubungan yangerat antara OJK terhadap Bank Indonesia.

Menurut penulis, sebenarnya hubungan koordinasi antara OJK dan BI

khususnya dalam hal pengaturan terkait pengawasan di bidang perbankan tidak

dapat dihindari mengingat peran dan tugas BI selaku otoritas moneter akan selalu

bersinggungan dengan OJK selaku regulator di bidang jasa keuangan. Koordinasi

OJK dengan BI antara lain diperlukan untuk mendukung kebijakan moneter yang

mencakup operasi pasar terbuka, giro wajib minimum, sistem pembayaran, dan

fasilitas likuiditas. Oleh sebab itu sebenarnya, dalam hal ini pengaturan

pengawasan perbankan yang harus dikoordinasikan oleh BI dan OJK adalah

merupakan pengaturan pengawasan perbankan yang bersifat makroprudensial

yang dampat berdampak atau berpengaruh kepada kestabilan moneter secara

keseluruhan yang merupakan tugas utama BI. Dalam UU OJK pun sebenarnya

juga telah dijelaskan bahwa tidak semua tugas pengaturan perbankan dapat

menjadi kewenangan oleh OJK, dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) dikatakan

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

92

Universitas Indonesia

bahwa Tugas Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi bank yang

dialihkan ke OJK adalah tugas pengaturan dan pengawasan yang berkaitan dengan

microprudential, dan Bank Indonesia tetap memiliki tugas pengaturan perbankan

terkait macroprudential. Oleh sebab itu dalam hal tertentu khususnya berkaitan

dengan pengaturan pengawasan perbankan yang bersifat makropudensial dan

dapat berdampak kepada kestabilan moneter secara keseluruhan, memang tidak

dapat dihindarkan pembagian kewenangan atau terjadinya koordinasi antara BI

dan OJK sebagaimana terhadap aspek-aspek yang diatur dalam pasal 39 UU OJK.

Dan dalam hal kewajiban koordinasi dengan BI, menurut penulis sepenuhnya

tidak akan mengganggu independensi OJK sebagai regulator, karena memang

pada hakekatnya karakteristik dalam suatu sistem keuangan memang

mengharuskan terjadinya interaksi yang erat antara otoritas moneter dan otoritas

jasa keuangan. Lagipula, kewenangan dalam pengaturan terhadap perbankan yang

bersifat individual, langsung, regular/day to day basis, atau regulasi yang bersifat

microprudential tetap sepenuhnya menjadi kewenangan OJK. Kewenangan dalam

regulasi microprudential sebagaimana diatur dalam pasal 7 OJK yang meliputi

kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank inilah yang

menurut penulis merupakan aspek regulasi yang bersifat esensial dalam hal

pengawasan terhadap perbankan nasional.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

93

Universitas Indonesia

2. Independensi OJK Terkait Tugas Menetapkan Dan Melaksanakan

Kebijakan Kestabilan Sistem Keuangan

UU OJK mengamanatkan bahwa OJK bersama-sama dengan Menteri

Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk saling

mendukung pelaksanaan fungsi, tugas, danwewenang masing-masing dalam

rangka menjaga stabilitas sistem keuangan. Dan dalam UU OJK tersebut, yaitu

pada pasal 44-46 juga dijelaskan terkait protokol koordinasi diantara lembaga-

lembaga tersebut yang menjadi landasan hukum dalam rangkapencegahan dan

penanganan krisis keuangan. Protokol tersebut mencakup pembentukan Forum

Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKKSK) yang beranggotakan Menteri

Keuangan selaku koordinator, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan

Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan

Simpanan,yang akan senantiasa melakukan koordinasi baik dalam kondisi normal

maupun tidak normal ataukrisis.

Forum ini antara lain berfungsi untuk melakukan evaluasi regular kondisi

stabilitas sistem keuangan termasuk menetapkan kondisi dalam krisis serta

pengambilan kebijakan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. Masing-

masing institusi akan mengemukakan kondisi terkini yang menjadi wewenangnya

termasuk rekomendasi kebijakan terkait pencegahan maupun penangangan krisis.

Menurut Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal,171

peningkatan

koordinasi melalui peran dan fungsi FKSSK diharapkan memperbaiki protokol

manajemen krisis di tengah volatilitas ekonomi global. Hal ini agar terwujudnya

kepastian kondisi sistem keuangan secara nasional, bukan parsial dari lembaga

tertentu saja. Kepastian kondisi krisis, tentu akan diberikan sesuai data akurat

hasil kajian FKSSK dan hal ini juga berarti dalam hal terjadi krisis, akan ada

upaya pencegahan untuk menjaga stabilitas surat utang, APBN, cadangan devisa,

dan nilai tukar.

Ditengah ancaman krisis global, tantangan penyempurnaan tata kelola

dalam pencegahan dan penanganan krisis harus disadari merupakan suatu hal

yang bersifat urgent. Oleh sebab itu semua pemangku kepentingan dari pengelola

171

Bisnis Indonesia,Krisis Finansial: Peran FKSSK Perlu Dioptimalkan,

http://www.bisnis.com/articles/krisis-finansial-peran-fkssk-perlu-dioptimalkan, 08 Juni 2012,

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

94

Universitas Indonesia

stabilitas sistem keuangan, dalam hal ini termasuk OJK harus dapat bersinergi

dengan lembaga terkait lainnya dan bekerja sama agar stabilitas sistem keuangan

tetap terjaga. Hal ini menjadi penting, karena dengan sistem keuangan yang

semakin terintegrasi, tanggung jawab atas ketahanan sistem keuangan tidak hanya

berada pada satu otoritas atau bersifat sektoral, akan tetapi sangat terkait antara

otoritas satu dengan lainnya. Belajar dari pengalaman kasus Century, yang mana

hampir saja mendatangkan krisis ekonomi nasional, adalah akibat kurangnya

koordinasi otoritas dan juga belum matangnya infrastruktur dalam hal penanganan

krisis, sehingga polemik dan masalah yang bersifat ekonomi maupun politik terus

bergejolak di masyarakat. Bahkan hingga saat ini, proses hukum atas

bailout/Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) tidak juga kunjung selesai.

Oleh sebab itu, pihak-pihak terkait dalam FKSSK harus tetap bersinergi dalam

pengaturan sistem keuangan, termasuk menyangkut Crisis Protocol Management.

Tentunya kesadaran sinergi dan koordinasi antara para lembaga terkait di

dalam FKKSK adalah sesuatu yang penting, dan bukanlah bertujuan untuk

mengganggu tugas dan kewenangan masing-masing lembaga dalam menjalankan

fungsinya. Menurut Muliaman Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, bahwa

koordinasi melalui FKSSK adalah solusi di masa transisi jika terjadi krisis,

sembari menunggu lahirnya UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan.172

Artinya,

disadari bahwa koordinasi itu baik, dalam keadaan normal maupun distress. Dan

yang menjadi penting adalah pengaturan mekanisme atau protokol koordinasi itu

jelas dan tegas melalui UU OJK. Dalam kondisi normal, forum ini saling

memberikan rekomendasi untuk memelihara stabilitas sistem keuangan, saling

bertukar informasi, dan melakukan pertemuan paling sedikit tiga bulan sekali.

Sementara dalam kondisi krisis, tiap anggota forum dapat mengambil inisiatif

untuk pertemuan. Pertemuan tersebut dimaksud untuk mengambil keputusan

dalam rangka mengantisipasi dan mencegah kemungkinan terjadinya krisis serta

menangani dampak krisis. Jika forum memutuskan telah terjadi krisis dan

diperlukan penanganan melalui fasilitas pendanaan yang ada di BI atau di LPS,

172

Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Menambal Lubang Regulasi,

http://www.stabilitas.co.id/view_articles.php?article_id=892&article_type=0&article_category=16

&md=f71e43c83c0f53e3c94811a43354c4e1, 05 Agustus 2012

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

95

Universitas Indonesia

maka keputusan forum bersifat final dan mengikat setiap lembaga. Lebih lanjut

bila penanganannya melalui APBN, DPR mulai terlibat dan diberikan waktu 1x24

jam agar DPR memutuskan apakah setuju atau menolak keputusan forum.

Selain itu, menurut kajian dari Group of Thirty173

, suatu badan

internasional yang sering melakukan diskusi atas isu ekonomi internasional dan

kajian moneter, juga menyarankan bahwa untuk menjaga kestabilan sistem

keuangan, di setiap negara penting untuk dibentuk suatu badan atau forum

koordinasi atas otoritas-otoritas terkait agar tetap menjaga ketahanan sistem

keuangan baik di saat normal maupun di saat krisis. Berdasarkan penjelasan di

atas, menurut penulis terkait tugas OJK dalam menjaga stabilitas sistem keuangan

melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), jelas tidak akan

mengurangi atau mengganggu independensi OJK. Sebaliknya justru dengan

kehadiran FKSSK ini, akan membantu dan memudah OJK dalam menjalankan

fungsinya agar sektor keuangan tetap berjalan dengan aman dan tidak rentan

terhadap krisis ekonomi.

173

Group of Thirty, The structure of Financial Supervision Approaches and Challenges

in a Global Marketplace, Washington, DC 2008 Page 15 (To facilitate coordination, most

jurisdictions create special coordinating bodies. Such a coordinating body, often called a

Financial Stability Committee, can comprise the heads or senior officials of the regulatory

agencies, the central bank, and the finance ministry. This type of institution can prove useful in

normal times, and especially important during times of crisis, when the linkages and lines of

communication already in place can be activated without delay. This type of structure is often

underpinned by Memoranda of Understanding (MOUs) among various agencies and can be

supplemented by cross-membership of boards by principals in the agencies. Such structures aimed

at facilitating coordination and information sharing are important, but many of them have yet to

be tested by the collapse of a systemically important financial institution).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

96

Universitas Indonesia

B. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari Aspek Fungsi

Pengawasan/Supervisory Independence

Memastikan independensi dalam fungsi pengawasan, seperti

pemberlakuan dan penegakan sanksi, adalah suatu hal yang esensial agar tercapai

efektivitas dan juga kredibilitas dari proses pengawasan sektor jasa keuangan.174

Dan untuk memperkuat supervisory independence dalam aspek ini, salah satu

yang penting untuk diperhatikan adalah otoritas pengawas dan para pegawainya

harus mendapatkan kepastian perlindungan hukum/legal indemnities dalam

pelaksanaan tugas-tugas mereka sepanjang tindakan tersebut dikarenakan

kepentingan nasional atau berdasarkan niat baik atau sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Tanpa perlindungan

tersebut akan sangat sulit untuk pengawas dalam menentukan tindakan/keputusan

dan tentunya akan sangat sulit untuk mendapatkan staf pengawas yang berkualitas

mengingat mereka harus menanggung resiko pekerjaan yang sangat tinggi.175

Tidak adanya jaminan perlindungan hukum yang baik dapat berimplikasi pada

paralyzing effect dalam fungsi pengawasan.Salah satu solusinya adalah jaminan

perlindungan hukum terhadap otoritas pengawas ini harus dituangkan dengan

tegas dalam perundang-undangan.

Adapun dalam pengaturannnya di Indonesia, terkait independensi OJK

dalam hal fungsi pengawasan, telah diatur secara tegas dalam Pasal 9 UU OJK,

yang mempunyai ketentuan bahwaterkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan

(Bank dan Non-Bank), OJK mempunyai kewenangan, yaitu :

a) Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan

jasa keuangan;

b) Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh

Kepala Eksekutif;

c) Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,

pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana

174

Quintyn & Taylor, Op Cit., Regulatory and SupervisoryIndependence and Financial

Stability, page 13. (Independence: Its four Dimension).

175 Darmin Nasution, Op.Cit, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

97

Universitas Indonesia

dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan;

d) Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan

dan/atau pihak tertentu;

e) Melakukan penunjukan pengelola statuter;

f) Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

g) Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan; dan

h) Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang

perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda

terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan,

persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

Setelah diketahui terkait indenpendensi OJK dalam fungsi pengawasan

sector keuangan melalui UU OJK, dapat dikaitkan kemudian pengaturan tersebut

dengan beberapa kriteria independensi pengawasan/supervisor yang ditawarkan

oleh Quintyn, Ramirez & Taylor.Hal ini dimaksudkan agar dapat ditemukan

seberapa tinggi nilai/tingkat Independensi OJK khususnya dalam hal pelaksanaan

fungsi pengawasan. Adapun analisis keterkaitannya dapat lebih jelas dipaparkan

melalui tabel dibawah ini:

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

98

Universitas Indonesia

Kriteria Independensi Fungsi

Pengawasan Otoritas Jasa

Keuangan176

Nilai Independensi Otoritas Jasa Keuangan Pengaturan Aspek Independensi

OJK sebagai Supervisor di

Indonesia

(UU OJK 21 Tahun 2011)

Tidak

Independen

Independen, tidak

secara penuh

Independen

penuh

Apakah otoritas mempunyai

kewenangan untuk memberikan dan

mencabut lisensi (izin)?

Tidak punya Setelah berkonsultasi

dengan Pemerintah

atau otoritas lain

Ya Untuk melaksanakan tugas

pengawasan, OJK mempunyai

wewenang untuk, memberikan

dan/atau mencabut: izin usaha, izin

orang perseorangan, efektifnya

pernyataan pendaftaran, surat

tanda terdaftar, persetujuan

melakukan kegiatan usaha,

pengesahan, persetujuan atau

penetapan pembubaran dan

penetapan lain. (Pasal 9 huruf h)

Apakah otoritas mempunyai

kewenangan untuk memberikan

pengaturan dan penegakkan sanksi

kepada industri yang diawasi?

Tidak Ya Untuk melaksanakan tugas

pengawasan, OJK mempunyai

wewenang, menetapkan sanksi

administratif terhadap pihak yang

melakukan pelanggaran terhadap

peraturan perundang-undangan di

sektor jasa keuangan (Pasal 9

huruf g)

Siapa yang mempunyai ―legal

imdemnities‖/perlindungan hukum

atas tindakan yang dilakukan dengan

itikad baik?

Tidak

siapapun di

otoritas

Hanya Pejabat

Tinggi

Semua

Pegawai

Tidak ada pengaturan tentang

kriteria ini di UU OJK

Dapat diperhatikan dalam tabel diatas bahwa, dari tiga kriteria yang

seharusnya dimiliki oleh OJK untuk memenuhi independensinya di bidang

pengawasan, ternyata melalui pengaturan di UU OJK, hanya dapat dipenuhi dua

kriteria independensi.Kriteria yang tidak dapat dipenuhi oleh OJK dalam

independensi fungsi sebagai lembaga pengawas adalah terkait ―legal

indemnities‖. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa aspek

perlindungan hukum, adalah aspek independensi yang cukup penting.Bahkan

menurut Darmin Nasution, banyak ahli yang melupakan pentingnya pengaturan

perlindungan hukum di peraturan perundangan-undangan di beberapa negara. Hal

ini sangat dapat berimplikasi negative terhadap efektifas tugas pengawasan yang

176

Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 39. (Appendix ii.

Criteria for the index on independence and accountability for financial sector supervisor)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

99

Universitas Indonesia

dilakukan oleh staf pengawas, atau dalam hal ini Staf OJK. Selain itu, isu legal

indemnities/perlindungan hukum ini telah menjadi concern di dunia perbankan

internasional, yang mana telah disepakati bersama bahwa prinsip ini harus

dipenuhi untuk keefektifan pengawasan perbankan.177

Sebagai catatan juga, bahwa sebelum OJK terbentuk, yaitu ketika fungsi

pengawasan perbankan masih berada pada kewenangan Bank Indonesia, isu legal

indemnities/perlindungan hukum telah menjadi diskusi penting di internal

pengawas Bank Indonesia. Deputi Gubernur pada saat itu, Budi Rochadi

mengatakan pihaknya mengalami kegamangan karena keterbatasan aspek

perlindungan hukum. Padahal, BI merupakan ujung tombak di sisi pengawasan

untuk memastikan penyehatan bank. Dia mencontohkan, pihaknya sering dituntut

atas tindakan pengawasan terhadap bank. Ini terjadi saat ada bank bermasalah dan

biasanya proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap

pemilik dan pengurus bank, pelaporan tipibank, serta pengenaan sanksi atau denda

yang dilakukan oleh BI menjadi polemik178

. Bank Indonesia (BI) menilai,

penegasan atas perlindungan hukum terhadap para pengawas bank sudah

mendesak untuk dilakukan. Di negara lain penegasan atas perlindungan hukum

terhadap pengawas bank sudah lebih jelas. Oleh sebab itu aspek perlindungan

hukum sudah harus masuk ke dalam pengaturan perundang-undangan di bidang

perbankan Indonesia.179

177

Bank for International Settlements 2012.Basel Committee on Banking Supervision,

Core Principles for Effective Banking Supervision, September 2012. (Principle 2 – Independence,

accountability, resourcing and legal protection for supervisors: ―The legal framework for banking

supervision includes legal protection for the supervisor‖)

178 Wahyu Satriani Ari Wulan, Soal Pengawasan Bank, Gamang, BI minta Perlindungan

Hukum, Kompas.com, Selasa, 02 Februari 2010,

http://nasional.kompas.com/read/2010/02/02/16344284/Gamang..BI.minta.Perlindungan.Hukum,

179 Ruisa Khoiriyah, Perlindungan Hukum Pengawas Bank Bi: Perlindungan Hukum

Terhadap Pengawas Bank Mendesak Dilakukan, Kontan.co.id, Selasa, 02 Februari 2010,

http://keuangan.kontan.co.id/news/bi-perlindungan-hukum-terhadap-pengawas-bank-mendesak-

dilakukan,

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

100

Universitas Indonesia

1. Independensi OJK Terkait Koordinasi Fungsi Pengawasan dengan

Lembaga Lain

Dalam aspek fungsi pengawasan OJK ini, sebagaimana diatur dalam UU

OJK yaitu di pasal 40, 41, 42 dan 43, OJK juga diwajibkan untuk dapat

berkoordinasi dengan lembaga lain yaitu Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin

Simpanan (LPS) dalam tugas pengawasan di bidang perbankan. Dalam ketentuan

tersebut diatur bahwa, BI dan LPS juga sebenarnya memiliki tugas pengawasan

yaitu pemeriksaan terhadap perbankan di Indonesia. Selain itu diantara ketiga

lembaga tersebut harus saling dapat memberikan informasi-informasi terkait

pengawasan perbankan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga sesuai

dengan kewenangannya masing-masing. Oleh sebab itu dalam pasal 43 UU OJK

beserta penjelasannya diatur bahwa, OJK, BI dan LPS wajib membangun dan

memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.

Memang jika dilihat pengaturan pasal-pasal tersebut secara singkat, dapat

mengindikasikan bahwa independensi OJK sebagai pengawas di bidang jasa

keuangan khususnya di bidang perbankan akan bergantung dengan lembaga lain,

yaitu BI dan LPS, dan cenderung akan dapat mengurangi kemandirian OJK

karena harus melakukan koordinasi-koordinasi seperti pertukaran informasi setiap

saat (timely basis) dengan kedua lembaga tersebut. Hal ini didasarkan bahwa pada

pengalaman dan kenyataannya bahwa koordinasi antara beberapa lembaga sulit

dilaksanakan karena kecenderungan egoisentris institusional, yang mana biasanya

institusi dimaksud akan selalu lebih mementingkan pada tugas pokok masing-

masing lembaga tanpa mempertimbangkan hubungan kelembagaan dengan

institusi lainnya.180

180

Sebagai contoh konflik koordinasi adalah terkait hubungan antara departemen

keuangan dan bank sentral, yanghampir di seluruh dunia terjadi persaingan danketegangan, karena

mereka mengelola bidang yangsama. Selain itu juga, sebuah studimenunjukkan bahwa ketegangan

antara Departemen Keuangan dan Bank Indonesia kelihatan sangat jelas ketika berurusan dengan

kebijakan utang dan regulasi lembaga keuangan. Lihat Coleman, W.D., 1996, ―Financial Services,

Globalization and Domestic Policy Change,‖ hal. 67, Macmillan Press Ltd, London dalam

Lukman Hakim dkk, 2003, ―Studi Dasar-Dasar Ekonomi Politik OJK,‖ Lembaga Studi

Pengembangan Etika Usaha Indonesia (LSPEUI) Jakarta dan PPSK BI

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

101

Universitas Indonesia

Dalam hal terkait koordinasi pengawasan antara OJK dengan BI181

,

memang sudah sewajarnya dibutuhkan, karena dalam hal risiko pengelolaan

krisis, BI yang mempunyai peran dan fungsi sebagai lender of the last resort

(LOLR), yaitu BI sebagai pemberi pinjaman kepada bank dalam keadaan yang

memaksa untuk menjaga likuiditas dari bank tersebut. Peran BI sebagai LOLR

tersebut dijelaskan pada Pasal 11 UUBI yang memungkinkan Bank Indonesia

membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank. Adapun

keadaan memaksa yang dimaksud adalah sebagaimana diatur dalam pasal 37 dan

pasal 37 huruf (a) UU Perbankan yang dapat berupa:

a) Hal-hal yang membahayakan kelangsungan usaha bank yang

bersangkutan;

b) Hal-hal yang membahayakan sistem perbankan; dan

c) terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional.

Untuk menunjang fungsi LOLR-nya tersebut sudah tentu BI akan

membutuhkan informasi mendalam mengenai lembaga keuangan untuk

menjalankan perannya sebagai LOLR. Oleh sebab itu hal ini harus diakomodir

melalui UU OJK yaitu melalui ketentuan pasal 41 ayat (2), yaitu bahwa dalam

hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau

kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke BI

untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan BI. Dalam UU

OJK, yaitu pada pasal 40 ayat (1) UU OJK juga diatur bahwa BI masih

mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank

yang memerlukan pengawasan khusus, namun juga pengawasan tersebut harus

181

Meskipun baik BI maupun OJK memiliki kewenangan pemeriksaan bank, namun

terdapat perbedaan perspektif atas pemeriksaan yang dilakukan oleh kedua otoritas tersebut.

Selaku otoritas mikroprudensial, pemeriksaan lembaga keuangan oleh OJK ditujukan untuk

menilai tingkat kesehatan, risiko yang dihadapi, dan upaya mitigasi yang dilakukan oleh individu

institusi keuangan sehingga masyarakat selaku pengguna jasa keuangan aman terlindungi.

Sementara itu, pemeriksaan bank oleh Bank Indonesia dilakukan dalam kerangka memantau

Stabilitas Sistem Keuangan secara keseluruhan antara lain untuk memperkuat hasil surveillance

sekaligus mendapatkan fakta kondisi terkini terkait perilaku, eksposur risiko (antara lain risiko

pasar, likuiditas, pasar, dan kredit), strategi bisnis dan ketahanan. Dengan perbedaan tujuan ini,

fungsi pemeriksaan yang dilakukan oleh kedua otoritas juga berbeda, yaitu pemeriksaan dilakukan

oleh BI berdasarkan kebutuhan tertentu (based on request), sementara OJK melakukan

pemeriksaan secara rutin. Lihat Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan ( No. 18, Maret

2012), Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Grup Stabilitas Sitem Keuangan, hlm

98.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

102

Universitas Indonesia

tetap dikoordinasikan dengan OJK yaitu dengan cara menyampaikan

pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu. Dan pemeriksaan tersebut juga

dibatasi, bahwa BI tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan

bank karena pemeriksaan atas tingkat kesehatan bank adalah pengawasan yang

bersifat microprudential dan sepenuhnya merupakan kewenangan dari OJK.

Sementara itu, terkait koordinasi pengawasan OJK dengan LPS, adalah

juga sehubungan dengan fungsi LPS sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU no 24

tahun 2004 tentang LPS, yaitu LPS mempunyai 2 (dua) fungsi utama,yaitu selain

sebagai penjamin simpanan nasabah bank (deposit insurance corporation) dan

LPS juga turut aktif berperan dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai

kewenangannya. Dalam menjalankan fungsinya LPS turut pula merumuskan,

menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal (bank

resolution) yang tidak berdampak sistemik dan melaksanakan penanganan bank

gagal yang berdampak sistemik. Jadi secara garis besar LPS memiliki dua tugas

utama yaitu sebagai penjamin dana nasabah penyimpan bank dan sebagai

likuidator bank gagal. Pasal 21 ayat (1) dan (2) UU LPS, mengatur bahwa LPS

menerima pemberitahuan dari Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) mengenai

bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan sebagaimana dimaksud

dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. Kemudian LPS

melakukan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik setelah LPP

atau Komite Koordinasi menyerahkan penyelesaiannya kepada LPS. LPP dalam

maksud ketentuan tersebut tentu saja adalah Otoritas Jasa Keuangan. Ketentuan

tentang pemberian informasi dari OJK ke LPS tentang bank bermasalah yang

sedang dalam penyehatan tersebut hampir sejalan dan mempunyai persamaan

pengaturan tentang koordinasi OJK dan LPS sebagaimana diatur di pasal 41 ayat

(1) UU OJK. Selain itu juga, menurut pasal 41 ayat (2) UU OJK, LPS dapat

melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan

wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. Ketentuan

tersebut juga tidak jauh berbeda dengan ketentuan pasal 14 ayat (4) UU LPS,

yaitu tentang pemeriksaan langsung pada bank dilakukan oleh LPP atas

permintaan LPS. Oleh sebab itu, menurut penulis dalam hal koordinasi antara

OJK dan LPS terkait fungsi pengawasan OJK, tidaklah akan mengganggu

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

103

Universitas Indonesia

independensi OJK. Hal ini karena memang sudah menjadi tugas dan fungsi LPS

untuk turut menjaga stabilitas sistem keuangan sesuai dengan kewenangan-

kewenangan yang telah diberikan kepadanya sebagaimana diatur oleh UU 24

tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

Atas hal kewajiban koordinasi diantara ketiga lembaga ini, yaitu OJK, BI

dan LPS, UU OJK melalui pasal 43, juga memerintahkan agar ketiga lembaga

tersebut membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara

terintegrasi. Sarana pertukaran informasi tersebut harus saling terhubung satu

sama lain, sehingga setiap institusi dapat saling bertukar informasi dan mengakses

informasi perbankan yang dibutuhkan setiap saat (timely basis). Informasi tersebut

meliputi informasi umum dan khusus tentang bank, laporan keuangan bank,

laporan hasil pemeriksaan bank yang dilakukan oleh BI, LPS atau oleh OJK, dan

informasi lain dengan tetap menjaga dan mempertimbangkan kerahasiaan

informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut

penulis maka sudah sewajarnya terdapat suatu sistem pertukaran informasi

(Information Sharing System), diantara ketiga lembaga tersebut dan tentu saja

tanpa harus menurunkan aspek independensi masing-masing lembaga. Sasaran

utamanya adalah tentu saja agar masing-masing lembaga dapat melaksanakan

tugas dan fungsinya secara maksimal, hal ini mengingat objek yang menjadi

tujuan pencapaian tugas ketiga lembaga tersebut adalah sangat erat dan saling

terkait, yaitu sistem keuangan nasional yang semakin terintegrasi. Hal ini juga

sejalan dengan prinsip-prinsip pengawasan perbankan yang diterbitkan oleh Basel

Comittee,182

yang mana menjelaskan bahwa kerjasama dan pertukaran informasi

yang sesuai diantara otoritas publik termasuk dalam hal ini pengawas bank, bank

sentral, otoritas penjamin simpanan dan lembaga regulator lain dapat dengan

signifikan berkontribusi pada peningakatan efektifitas lembaga-lembaga tersebut

dalam menjalankan tugasnya.

182

Basel Committee on Banking Supervision, Principles For Enhancing Corporate

Governance October 2010, Bank for International Settlements, Page 32 (Supervisors should

cooperate with other relevant supervisors in other jurisdictions regarding the supervision of

corporate governance policies and practices. . Cooperation and appropriate information-sharing

among relevant public authorities, including bank supervisors, central banks, deposit insurance

agencies and other regulators, not only for issues related to corporate governance but also more

broadly, can significantly contribute to the effectiveness of these authorities in their respective

roles)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

104

Universitas Indonesia

Selain itu juga seperti diketahui dalam ruang lingkup pengawasan sektor

keuangan, bahwa sebelum OJK terbentuk, selama ini BI dan Bapepam-LK

melakukan pola pengawasan yang terpisah, berjalan sendiri-sendiri di rel masing-

masing dan cenderung mementingkan kepentingan kelembagaan masing-masing.

Oleh sebab itu dengan hadirnya OJK, pengawasan yang bersifat sektoral tersebut

akan sedapat mungkin dihindari melalui mekanisme koordinasi dan sistem

informasi yang terintegrasi. Pengawasan di perbankan, pasar modal dan lembaga

keuangan non-bank perlu berjalan seiring, terintegrasi di bawah koordinasi satu

tangan. Terbentuknya sistem pengawasan yang terintegrasi akan menghilangkan

egoisme sektoral dan mengedepankan kepentingan bersama melalui koordinasi

yang lebih baik. Sistem pengawasan seperti ini akan menciptakan pola

pengawasan yang saling mengisi antar sektor di jasa keuangan, ada koordinasi dan

kerjasama yang lebih baik dalam pola pengawasan. Koordinasi itu dilakukan

mulai dari tahap perencanaan, pembuatan kebijakan, mekanisme pengawasan

hingga pelaksanaannya di lapangan. Hal ini juga akan mencegah terjadinya

tumpang tindih (overlapping) peraturan untuk satu obyek yang sama.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

105

Universitas Indonesia

C. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari Aspek

Kelembagaan/Institutional Independence

Independensi dalam aspek kelembagaan suatu otoritas di sektor jasa

keuangan, pada hakikatnya adalah mengacu pada status kelembagaan otoritas

tersebut sebagai sebuah institusi yang bersifat mandiri/independen, yang terpisah

dari cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Oleh sebab itu terkait

dengan aspek ini, OJK dalam harus berdiri sebagai suatu badan independen secara

hukum untuk menegaskan kewenangan dan tanggung jawabnya sesuai ketentuan

dalam undang-undang pembentukannya.183

Sebagaimana yang dijelaskan oleh

Quintyn dan Taylor bahwa dalam aspek kelembagaan, setidaknya terdapat dua

unsur penting untuk menjamin independensi otoritas dalam menjalankan

fungsinya184

, yaitu aspek pertama, independensi dalam hal persyaratan yang tegas

dan jelas dalam penunjukkan dan penarikan pimpinan/pejabat level senior, yang

bertujuan agar pegawai otoritas mempunyai kejelasan masa jabatan dan

memungkinkan mereka untuk bekerja tanpa takut akan pemecatan yang tidak

wajar oleh pemerintah di kemudian hari. Pejabat tinggi (dewan komisioner)

otoritas pada prinsipnya hanya dapat diberhentikan dari jabatannya dengan alasan

yang substansial/wajar(good cause)185

, seperti apabila telah mendapatkan vonis

pidana atau bangkrut, atau presiden dapat memberhentikan dengan alasan

ketidakmampuan mereka secara fisik atau mental.186

Aspek yang kedua,

Independensi dalam hal tata struktural dari otoritas jasa keuangan, yaitu

keanggotaan komisioner yang bersifat kolektif (multi member comission) agar

membantu memastikan konsistensi dan keberlanjutan pengambilan keputusan

otoritas dari waktu ke waktu dan cenderung tidak mudah terpengaruh oleh

pandangan individual.

183

Darmin Nasution, Op.Cit, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi.

184 Quintyn & Taylor, Op Cit., Regulatory and Supervisory Independence and Financial

Stability, page 13. (Independence: Its four Dimension).

185 Untuk pembahasan mengenai konsep good cause dalam pemberhentian pimpinan

otoritas independen dapat dilihat di footnote no empat pada bab dua.

186 Darmin Nasution, Op.Cit, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

106

Universitas Indonesia

Menurut Undang-undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, dalam pasal 2

ayat (2) telah ditegaskan mengenasi status independensi kelembagaan OJK, yaitu

lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas

dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam UU OJK. Kemudian juga dalam Penjelasan Umum UU OJK, lebih

ditekankan lagi mengenai status independensi OJK khususnya berkaitan dengan

hubungan dengan pemerintah, yang berbunyi bahwa Otoritas Jasa Keuangan

berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak

menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Adapun juga OJK diharuskan dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas, yang salah

satunya adalah asas independensi yaitu independen dalam pengambilan keputusan

dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian berkaitan dengan independensi kelembagaan yaitu dalam hal

tata cara pemberhentian pimpinan, UU OJK mengatur bahwa pimpinan atau

dalam hal ini para anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum

masa jabatannya berakhir, kecuali memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang

ditentukan oleh dalam pasal 17 ayat (1) UU OJK. Terkait dengan tata struktural

OJK, Pasal 10 ayat (2) UU OJK, mengatur bahwa pimpinan OJK tidak bertipe

single person namun multi member yaitu sejumlah 9 anggota yang bersifat

kolektif dan kolegial. Bersifat kolektif mengandung makna bahwa pada setiap

proses pengambilan keputusan dewan komisioner melakukannya secara bersama-

sama. Sedangkan bersifat kolegial berarti bahwa setiap pengambilan keputusan

dewan komisioner dilaksanakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat dengan

berasaskan kesetaraan dan kekeluargaan di antara anggota. Setiap anggota Dewan

Komisioner OJK dalam hal ini memiliki hak suara yang sama.

Secara lebih lengkap, mengenai aspek independensi kelembagaan beserta

kriteria-kriterianya yang seharusnya dimiliki oleh otoritas pengatur dan pengawas

sektor jasa keuangan, sebagaimana yang diajukan oleh Quintyn & Taylor, yang

telah penulis analisis dikaitkan dengan pengaturan independensi kelembagaan

OJK di Indonesia melalui UU OJK, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

107

Universitas Indonesia

Kriteria Independensi

Kelembagaan Otoritas Jasa

Keuangan187

Nilai Independensi Otoritas Jasa Keuangan

Pengaturan Aspek Independensi

Kelembagaan OJK di Indonesia

(UU OJK 21 Tahun 2011)

Tidak

Independen

Independen,

Tidak Secara

Penuh

Independen

Penuh

Apakah Otoritas mempunyai dasar

hukum (undang-undang, peraturan,

dll)?

Tidak Ya Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas

Jasa Keuangan, LN 111, TLN 5253.

Apakah hukum/UU menyatakan

otoritas tersebut independen? Tidak Ya Status OJK adalah lembaga yang

independen dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya, bebas dari campur

tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal

yang secara tegas diatur dalam Undang-

Undang. (Pasal 2 ayat (2))

Bagaimana prosedur pengangkatan

pimpinan dan pejabat tinggi otoritas? Oleh

Pemerintah

Oleh Kepala

Negara berdasar

dari usulan

pemerintah/

perdana menteri

Oleh

Parlemen

berdasar dari

usulan

pemerintah

Anggota Dewan Komisioner OJK

dipilih oleh DPR berdasarkan calon

anggota yang diusulkan oleh Presiden.

(Pasal 11 ayat (1))

Apakah badan pembuat keputusan

adalah dewan atau kepala pimpinan

(single person)?

Hanya

Kepala

Pimpinan

Kolegial dan

Kolektif

Dewan Komisioner adalah pimpinan

tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan

kolegial, yang beranggotakan 9

(sembilan) orang. (Pasal 10 ayat (1) dan

(2))

Apakah ada Anggota

Parlemen/legislator yang menduduki

sebagai anggota dewan pengendali

kebijakan otoritas?

Ya Tidak Anggota Dewan Komisioner OJK

dilarang menjadi pengurus partai politik;

(Pasal 22 huruf c)

187

Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 39. (Appendix ii.

Criteria for the index on independence and accountability for financial sector supervisor)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

108

Universitas Indonesia

Apakah ada Pejabat Pemerintah

yang menduduki sebagai anggota

dewan pengendali kebijakan

otoritas?

Ya Tidak Anggota Dewan Komisioner OJK

dilarang menduduki jabatan pada

lembaga lain, kecuali dalam rangka

pelaksanaan fungsi, tugas, dan

wewenang OJK dan/atau penugasan

berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan. (Pasal 22 huruf

(d);

Susunan Dewan Komisioner mempunyai

seorang anggota Ex-officio dari

Kementerian Keuangan yang merupakan

pejabat setingkat eselon I Kementerian

Keuangan.Keberadaan Ex-officio ini

dimaksudkan dalam rangka koordinasi,

kerja sama, dan harmonisasi kebijakan

di bidang fiskal, moneter, dan sektor

jasa keuangan (Pasal 10 ayat (4) huruf i

dan Penjelasan Umum)

Apakah UU memberikan

Pemerintah/Kementerian Keuangan

kekuasaan pengawasan/kontrol

terhadap otoritas?

Ya Tidak Secara kelembagaan, Otoritas Jasa

Keuangan berada di luar Pemerintah,

yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa

Keuangan tidak menjadi bagian dari

kekuasaan Pemerintah. (Penjelasan

Umum)

Apakah UU mempunyai definisi

yang jelas terhadap pemberhentian

Pimpinan otoritas?

Tidak ada Ada, tapi tidak

secara spesifik

Ya Anggota Dewan Komisioner tidak dapat

diberhentikan sebelum masa jabatannya

berakhir, kecuali apabila memenuhi

alasan-alasan yang ditentukan UU (Pasal

17 ayat (1))

Berdasarkan table di atas, dapat dilihat bahwa sebenarnya OJK di

Indonesia hampir secara keseluruhan dapat memenuhi nilai independensi penuh

dalam hal pelaksanaan tugas dan wewenangnya berdasarkan pengaturan di UU 21

tahun 2011 tentang OJK. Namun juga, dapat kita cermati bahwa terhadap kriteria

independensi di atas khususnya terkait poin Pejabat Pemerintah yang menduduki

sebagai anggota dewan pengendali kebijakan otoritas, OJK ternyata tidak

memenuhi nilai independensi yang penuh dalam kriteria tersebut. Hal ini

disebabkan ternyata masih ada unsur pejabat pemerintah di dalam susunan dewan

pengendali kebijakan atau pimpinan OJK, yaitu unsur ex-officio yang merupakan

pejabat dari pemerintahan atau dalam hal ini Kementerian Keuangan.

Seperti diketahui, susunan anggota DK OJK terdiri dari; seorang Ketua

merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap

anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota,

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

109

Universitas Indonesia

seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga

Pembiayaan dan Lembaga Keuangan Lainnya merangkap anggota. Kemudian,

seorang Ketua Dewan Audit Merangkap anggota, seorang anggota yang

membidangi edukasi dan perlindungan konsumen, seorang anggota ex officio dari

Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia,

seorang anggota ex officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat

setingkat eselon I Kementerian Keuangan. Namun adanya unsur ex officio dari

Kemenkeu dan BI dalam Dewan Komisaris OJK ini kemudian dikhawatirkan

akan mempengaruhi pelaksanaan independensi OJK, karena pada hakikatnya OJK

adalah lembaga independen yang seharusnya mandiri dan bebas dari segala

campur tangan pihak/lembaga lain, termasuk juga dalam hal ini Pemerintah

maupun Bank Indonesia.

1. Independensi OJK terkait Keanggotaan Dewan Komisioner Ex-

Officio dari Bank Sentral dan Pemerintah

Menjawab perdebatan terkait masalah intervensi pemerintah dan BI

tersebut, dalam UU OJK,diatur mengenai pentingnya posisi ex-officio dari

Pemerintah dan BI di dalam struktur kelembagaan OJK. Dalam penjelasan umum

UU OJK dinyatakan bahwa keberadaan ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka

koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan

sektor jasa keuangan. Keberadaan ex-officio juga diperlukan guna memastikan

terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan

kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam

rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Untuk mewujudkan

koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan yang baik, Otoritas Jasa

Keuangan harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan

pemerintahan yang berinteraksi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan

pemerintahan lainnya

Sejalan dengan hal tersebut, menanggapi isu intervensi dalam struktur

pimpinan OJK, Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo menepis

kekhawatiran bahwa anggota DK OJK ex officio akan mengganggu independensi

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

110

Universitas Indonesia

dan intervensi dalam melaksanakan tugasnya.188

Dengan pertimbangan bahwa

secara proporsi, anggota DK OJK ex-officio tersebut masih jauh dibanding

anggota Dewan Komisioner lainnya. Selain itu, anggota DK OJK juga telah

memiliki tata aturan yang jelas serta rumusan dan penetapan kebijakan yang

bersifat kolektif kolegial. Pemerintah juga menilai pemberian hak suara/voting

right bagi anggota DK OJK ex officio Kemenkeu dan BI diperlukan mengingat

Kemenkeu adalah wakil pemerintah dalam berbagai kerja sama internasional.

Menurutnya sedikitnya terdapat tiga latar belakang yang menjadi pemikiran

Pemerintah terkait pentingnya Keterwakilan Kemenkeu dan BI dalam dalam

keanggotaan Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu

diantaranya:

1. Anggota ex officio Dewan Komisioner OJK diharapkan akan dapat

mendukung kesamaan irama bagi Kementerian Keuangan, BI dan OJK

dalam merancang dan menerapkan kebijakan di sektor keuangan.

Kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan pengaturan sektor keuangan

sudah sepatutnya selalu seiring dalam mengelola, mengatur, dan

mengawasi keseluruhan aktivitas perekonomian nasional, terutama pada

sektor keuangan. Sehingga diharapakan dapat menjadi jembatan bagi

Kemenkeu, BI dan OJK

2. Keterwakilan Kemenkeu dalam DK OJK adalah untuk mengkoordinasikan

serta memonitor informasi terkini, memahami serta mendeteksi

kecenderungan terkait peluang dan ancaman atas industri jasa keuangan

secara berkesinambungan. Selain itu, agar dapat mengantisipasi,

merumuskan dan menerapkan kebijakan antara Kemenkeu, BI dan OJK.

3. Selain itu, koordinasi diantara tiga lembaga ini sangat diperlukan agar

dapat mengantisipasi, merumuskan dan menerapkan kebijakan antara

Kemenkeu, BI dan OJK. Hal ini dilakukan dengan koordinasi antara

lembaga tersebut yang diwujudkan melalui keterwakilan Pemerintah dan

BI dalam keanggotaan DK OJK.

188

Kementerian Keuangan, Pentingnya Keterwakilan Kemenkeu dan BI dalam DK OJK,

Berita Kemenkeu,

http://www.depkeu.go.id/ind/Read/?type=ixNews&id=19821&thn=2011&name=br_260511_5.ht

m, tanggal 26 Mei 2011.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

111

Universitas Indonesia

Sejalan dengan pernyataan Menteri Keuangan di atas, banyak pakar di

bidang perbankan juga memahami adanya keterwakilan pemerintah di dalam

structural Otoritas Jasa keuangan. Argumennya adalah, bahwa independensi

pengawasan sektor keuangan berbeda dari independensi bank sentral dalam

menjaga kebijakan moneter, dalam arti bahwa di sektor finansial, pemerintah

(biasanya Menteri Keuangan) secara politis tetap bertanggung jawab untuk

menjaga stabilitas sistem keuangan, dikarenakan kegagalan satu atau lebih

lembaga keuangan, pasar atau infrastruktur dapat memiliki implikasi serius

terhadap ekonomi masyarakat luas. Oleh sebab itu, negara tetap harus mempunyai

mekanisme kontrol seperti memberikan perwakilan pemerintah yang secara aktif

berpartisipasi dalam manajemen di otoritas pengawas.189

Selain itu juga

koordinasi OJK dengan pemerintah menurut Quintyn & Taylor adalah memang

dibutuhkan, hal ini karena pemerintah (khususnya melalui kementrian keuangan)

mempunyai peran yang sentral dalam hal manajemen krisis keuangan. Di

beberapa negara, hal ini biasanya diwujudkan melalui penempatan perwakilan

pemerintah di dewan pengurus otoritas jasa keuangan. Namun demikian,

perwakilan pemerintah tersebut seharusnya ditempatkan dalam bagian non-

eksekutif yang tidak bersentuhan dengan fungsi kebijakan otoritas untuk tetap

menjaga independensi dari otoritas.190

Berdasarkan argument-argumen tersebut di

atas, penulis sependapat terkait pentingnya posisi exofficio di dalam struktur

kelembagaan OJK, dan hal ini seharusnya tidak dimaknai sebagai bentuk

intervensi namun sebagai bentuk koordinasi agar penyelenggaraan kegiatan di

sector jasa keuangan dapat berjalan lancar dan efektif. Oleh sebab itu, terkait

aspek independensi kelembagaan OJK di Indonesia, menurut penulis OJK sudah

mempunyai nilai independensi yang penuh dalam pelaksanaan tugas dan

wewenangnya.

189

Jacques de Larosière, The High-Level Group on supervision in EU, Report, Brussels

25 February 2009, page 47. (―National authorities influence should be limited to the possibility of

amending the legal framework, imposing long-run strategic goals, and monitoring performance,

on the condition that this is done in an open and transparent manner‖.)

190 Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 11-15, ―Section: The

Dimensions of Accountability‖

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

112

Universitas Indonesia

2. Independensi OJK Terkait Fungsi Penyidikan di Sektor Jasa

Keuangan

Tugas penyidikan yang dilakukan oleh OJK diatur dalam Pasal 49 s.d

Pasal 51 UU OJK. Dalam pelaksanaan tugas penyidikan tersebut, Pegawai Negeri

yang telah diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dapat

melakukan kewenangan penyidikan dalam UU OJK. Pasal 49 ayat (3) huruf i UU

OJK lebih lanjut mengatur bahwa PPNS di sektor jasa keuangan berwenang

meminta bantuan aparat penegak hukum lain dalam hal ini Kejaksaan, Kepolisian

dan Pengadilan. Dalam hal ini, yang perlu mendapatkan perhatian adalah Pasal 51

UU OJK yang menyebutkan bahwa PPNS yang dipekerjakan di OJK hanya dapat

ditarik dengan pemberitahuan paling singkat 6 (enam) bulan sebelum penarikan

dan tidak sedang menangani perkara. Hal ini dapat diartikan bahwa dimungkinkan

adanya PPNS yang merupakan penugasan dari instansi lain misalnya penyidik

dari Kepolisian Negara RI atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan (disingkat Bapepam-LK) yang dipekerjakan di OJK.

Pengaturan tentang kewenangan penyidikan OJK tersebut cenderung agak

lemah dan kurang independen, jika dibandingkan pengaturan penyidikan pada

Bapepam-LK (pada saat belum dibubarkan), pelaksanaan tugas penyidikannya

diatur secara independen, dalam artian terbebas dari campur tangan pihak lain.

Dalam pasal 101 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, diatur

bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Bapepam-LK, penyidik hanya dibatasi

dari lingkungan Bapepam-LK. Lebih lanjut diatur bahwa dalam rangka

pelaksanaan kewenangan penyidikan tersebut Bapepam-LK dapat meminta

bantuan dari aparat penegak hukum lainnya misalnya Kepolisian Republik

Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan

Agung. Dari pengaturan tersebut, dapat diartikan bahwa penyidikan yang

dilakukan oleh penyidik lain sifatnya berupa ―bantuan‖ tanpa harus dipekerjakan

atau menjadi bagian dari Bapepam-LK.

Dengan adanya penugasan bersifat sementara dan adhoc dari instansi lain

tersebut, tugas penyidikan menjadi tidak murni dilakukan oleh OJK karena

adanya campur tangan dari instansi/lembaga lain mengingat pejabatnya

dipekerjakan di OJK. Adanya campur tangan lembaga lain tersebut sudah tentu

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

113

Universitas Indonesia

dapat berpotensi mengganggu independensi OJK dalam melalukan tugasnya

dalam penyidikan tindak pidana di sektor keuangan. Dengan kata lain, OJK secara

kelembagaan pegawainya sendiri tidak dapat ditugasi sebagai penyidik, dan akan

sangat bergantung kepada lembaga lain yang dalam hal ini adalah Kejaksaan,

Kepolisian dan Pengadilan atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Bappepam

LK sendiri, sebenarnya sudah tidak dapat dipekerjakan sebagai penyidik

walaupun telah diangkat atau dipekerjakan di OJK. Hal ini karena setelah

Bapepam-LK bubar, jika para pegawai Bapepam tersebut pindah dan memilih

bergabung dengan OJK, tentu status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari para

pegawai tersebut akan hilang, sehingga tidak lagi dapat menjalankan tugas

sebagai penyidik sebagaimana pasal 49 ayat (1) UU OJK. Oleh sebab itu, menurut

Muliaman Hadad, hal tersebut cukup mengganggu tugas penyidikan OJK,

mengingat dalam Undang-Undang (UU) disebutkan bahwa yang menjadi penyidik

harus dari kepolisian dan PNS.191

Sebagai contoh praktek nyata terkait

ketidakmandirian suatu lembaga apabila penyidiknya bergantung pada instansi

lain, dalam beberapa waktu lalu masih hangat pemberitaan konflik kepentingan

antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI (POLRI), yang

mana atas peristiwa tersebut POLRI menarik besar-besaran penyidinya dari

lembaga KPK.192

Pada akhirnya karena konflik tersebut, KPK sangat terhambat

dan kesulitan dalam menyelesaikan perkara korupsi karena penyidik aktif di

lembaganya hanya tersisa sedikit setelah dilakukan penarikan tersebut. Kejadian

tersebut dapat berpotensi akan terulang ke depannya pada OJK, jika permasalahan

personil penyidik ini tidak dicari solusi pemecahannya.193

191

Jurnas.Com, Pegawai Berstatus Non-PNS: OJK Terancam Tak Bisa Lakukan

Penyidikan,

http://www.jurnas.com/news/71973/Pegawai_Berstatus_NonPNS,_OJK_Terancam_Tak_Bisa_La

kukan_Penyidikan/1/Ekonomi, 24 September 2012.

192 Dian Maharani, Polri Tarik Penyidik KPK :Tak Wajar, Penarikan 20 Penyidik Polri

dari KPK, Kompas.com, 15 September 2012, berita diunduh dari

http://nasional.kompas.com/read/2012/09/15/1445577/Tak.Wajar.Penarikan.20.Penyidik.Polri.dari

.KPK

193 Terhadap permasalahan ini bisa juga dijawab dengan solusi ―Penyidik Independen‖

dari pegawai internal OJK. Hal ini juga sedang dalam proses di KPK dan juga sedang dikaji oleh

DPR terkait legalitas atas ―Penyidik Independen‖ tersebut. Lihat Sandro Gatra, Komisi III Kaji

Penyidik Independen KPK, Kompas.Com,Senin, 17 September 2012,

(http://nasional.kompas.com/read/2012/09/17/18233417/Komisi.III.Kaji.Penyidik.Independen.KP

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

114

Universitas Indonesia

D. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari Aspek

Anggaran/Budgetary Independence

Independensi dalam aspek anggaran adalah mengacu pada kemampuan

dari otoritas pengawas untuk menentukan besar anggaran mereka sendiri dan

sumber alokasi anggaran, serta prioritas dalam menggunakan anggaran tersebut.

Otoritas pengawas yang mempunyai tingkat independensi yang tinggi dalam

aspek budgetary independence akan lebih tangguh dalam menghadapi pengaruh

politik agar dapat bergerak cepat dalam kebutuhan yang mendesak di sektor

finansial dan memastikan sistem penggajian mereka akan cukup menarik dalam

merekrut staff yang kompeten.

Otoritas pengawas yang dibiayai melalui pemberian dari anggaran

pemerintah, dapat dikatakan cenderung terbuka dan lemah dari berbagai bentuk

intervensi politik. Hal ini dapat dijelaskan ketika otoritas pengawas tersebut

dianggap secara politik lebih ketat pada jaringan pelaku usaha tertentu,

pemerintah dapat mengintervensi dengan menahan atau mengurangi anggaran

yang diberikan.Lebih lanjut, dapat juga terjadi anggaran otoritas pengawas

dipotong oleh Pemerintah dengan dalih kebijakan fiskal yang mendesak.Adapun

di lain sisi, anggaran otoritas yang bersumber dari industri bisnis yang diawasi

mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan pemberian anggaran dari

pemerintah, seperti misalnya mengurangi lingkup dari campur tangan politis dan

tingkat kebebasan yang lebih tinggi untuk otoritas menentukan anggarannya

sendiri menyesuaikan dengan kebutuhan dan prioritasnya. Namun perlu juga

disadari hal ini memiliki risiko jika iuran/fee dari dunia industri belum terstruktur

dengan jelas, yang dapat berimplikasi pada ketergantungan yang tinggi terhadap

industri dan dapat berakibat melemahkan kemandirian otoritas pengawas.

Dalam UU OJK diatur bahwa, anggaran OJK dapat bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau pungutan dari pihak

yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Selain itu, untuk mendukung

kegiatan operasional OJK, pemerintah dapat melakukan penempatan dana awal ke

OJK. Selain itu diatur juga bahwa untuk penetapan anggaran, OJK terlebih dahulu

K) ; Lihat juga B Kunto Wibisono, Pakar: Kpk Perlu Rekrut Penyidik Independen, Antara

News.com, 20 September 2012, (http://www.antaranews.com/berita/334180/pakar-kpk-perlu-

rekrut-penyidik-independen)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

115

Universitas Indonesia

meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan adanya pengaturan

anggaran OJK yang demikian, maka dapat diartikan bahwa pelaksanaan tugas dan

wewenang OJK bergantung kepada APBN yang disetujui oleh DPR dan/atau

Pihak (lembaga keuagan) yang diawasi oleh OJK, serta Pemerintah. Lebih lanjut

diatur pada penjelasan pasal 34 ayat (2), bahwa pembiayaan kegiatan OJK

sewajarnya didanai secara mandiri yang pendanaannya bersumber dari pungutan

kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Penetapan

besaran pungutan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan

pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan serta kebutuhan

pendanaan OJK. Namun, pembiayaan OJK yang bersumber dari APBN tetap

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan OJK pada saat pungutan dari pihak yang

melakukan kegiatan di industri jasa keuangan belum dapat mendanai seluruh

kegiatan operasional secara mandiri, antara lain seperti pada masa awal

pembentukan OJK.

Kriteria Independensi Anggaran

Otoritas Jasa Keuangan

Nilai Independensi Otoritas Jasa Keuangan

Pengaturan Aspek

Independensi Kelembagaan

OJK di Indonesia

(UU OJK 21 Tahun 2011)

Tidak Independen

Independen,

Tidak Secara

Penuh

Independen

Penuh

Bagaimanakah pendanaan anggaran

otoritas?

Hanya melalui

anggaran dari

pemerintah

Perpaduan

iuran industri

dan anggaran

bank sentral

yang disertai

anggaran

pemerintah

Melalui iuran

industri, melalui

anggaran bank

sentral, atau

perpaduan antara

keduanya, tetapi

tidak ada

anggaran dari

pemerintah

Anggaran OJK bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara dan/atau

pungutan dari pihak yang

melakukan kegiatan di sektor

jasa keuangan

Kewajiban otoritas untuk melaporkan

anggaran kepada pemerintah untuk

disetujui (termasuk persetujuan

tentang struktur anggaran)

Ya Terpisah,

seperti

misalnya dalam

hal struktur

anggaran

Tidak Untuk penetapan anggaran, OJK

terlebih dahulu meminta

persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat. (Pasal 36)

Apakah otoritas mempunyai

kewenangan untuk menentukan sistem

penggajian pegawai

Tidak Ya Dewan Komisioner menyusun

dan menetapkan rencana kerja

dan anggaran OJK.

(Pasal 34 ayat (1))

Apakah Otoritas mempunyai

kewenangan untuk melakukan

perekrutan pegawai

Tidak Ya Dewan Komisioner mengangkat

dan memberhentikan pejabat dan

pegawai OJK (Pasal 27 ayat (1))

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

116

Universitas Indonesia

Secara garis besar, pada table di atas terlihat bahwa OJK telah memenuhi

aspek independensi secara anggaran dalam pengaturannya di UU. Namun masih

terdapat beberapa hal yang menarik untuk diperdebatkan yaitu mengenai sumber

anggaran seperti apakah yang mampu menjamin independensi OJK di satu sisi,

namun juga tidak membebankan masyarakat industry di sisi lainnya. Pada kriteria

yang diajukan di table bahwa sebenarnya anggaran OJK yang independen adalah

lepas dari anggaran pemerintah atau APBN. Namun ternyata hal ini sulit

dilakukan khususnya pada lembaga yang baru terbentuk, yang tentunya

membutuhkan anggaran yang besar untuk membangun OJK dengan struktur

kelembagaan yang kuat. Selain itu argumen ini diperkuat juga dengan struktur

industri bisnis yang harus melakukan adaptasi dan transisi model pengawasan

yang baru. Sehingga sesuai dengan penjelasan dari UU OJK, penulis sependapat

bahwa adalah hal yang wajar bagi OJK untuk mendapatkan dana dari pemerintah

melalui APBN sebagai anggaran pada masa awal pembentukan OJK. Oleh sebab

itu, dalam aspek anggaran ini, menurut penulis pengaturan UU OJK sudah tepat

dan dapat menjamin independensi OJK.

Namun hal yang perlu dicermati lebih lanjut adalah apabila anggaran OJK

sepenuhnya berasal dari APBN dan seterusnya di tahun anggaran berikutnya, hal

ini tentu akan menggangu pelaksanaan independensi dari OJK. Apabila anggaran

OJK berasal dari APBN, maka dapat dikatakan pula bahwa OJK merupakan

bagian dari pemerintahan karena pada hakekatnya APBN disusun sesuai dengan

kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam

menghimpun pendapatan negara.194

OJK dikhawatirkan juga akan rentan terhadap

194

Sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(UUKN), APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh

DPR. APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara dan

kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dengan berpedoman kepada rencana kerja

Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Lihat Pasal 12 UU tentang

Keuangan Negara

Apakah otoritas mempunyai

kewenangan untuk menentukan

struktur organisasi internal

Tidak Ya Untuk mendukung kelancaran

pelaksanaan fungsi, tugas dan

wewenang OJK, Dewan

Komisioner membentuk

organisasi (Pasal 26 ayat (1)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

117

Universitas Indonesia

tekanan politik dari pemerintah mengingat kegiatan OJK dibiayai oleh APBN

tersebut. Dengan demikian, dikhawatirkan OJK akan kehilangan kemandiriannya

sebagai suatu insitusi apabila secara permanen mendapatkan sumber pendaanaan

dari APBN. Oleh sebab itu, apabila secara struktural OJK telah kuat dan juga

industri jasa keuangan telah mampu mendanai kegiatan operasionalnya secara

mandiri, tentunya OJK sewajarnya tidak dapat lagi mengandalkan sumber

pendanaan dari APBN, dan untuk menjamin independensinya harus melakukan

pungutan/iuran kepada masyarakat industry jasa keuangan.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

118

Universitas Indonesia

E. Aspek Akuntabilitas dan Transparansi OJK

Aspek akuntabilitas tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan tugas dan

fungsi yang dijalankan oleh otoritas independen. Independensi yang tidak disertai

dengan akuntabilitas akan menjadi suatu absolutisme, dan berpotensi terjadinya

suatuabuse of power, benturan kepentingan, fraud ataupun penyimpangan lainnya.

Menurut pendapat Rizal Ramli dalam mengkomentari akuntabilitas dari otoritas

independen seperti Bank Indonesia, bahwa independensi yang tidak disertai

dengan akuntabilitas akan menjadikan lembaga tersebut menjadi seperti ―negara

di dalam negara‖.195

Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan Darmin

Nasution, bahwa Independensi tidak sama dengan bebas. Meskipun OJK harus

independen agar dapat beroperasi secara efektif, OJK juga harus akuntabel

terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, pelaku sektor jasa

keuangan, dan masyarakat.196

Oleh sebab itu, indenpendensi OJK harus

ditegakkan sebagai satu sisi koin mata uang yang disertai akuntabilitas pada sisi

lainnya.

Sementari dari aspek transaparansi, dapat dikatakan merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari akuntabilitas, karena transparansi merupakan elemen

akuntablilitas yang sangat penting.197

Apa pun yang menjadi dasar pemikiran dan

rencana yang terkait pertanggungjawaban demokratis, sifat itu akan terbatas bila

tanpa transparansi.198

Tanpa transparansi, setiap kegiatan atau kebijakan otoritas

jasa keuangan yang direncanakan atau sudah disetujui tidak akan diketahui oleh

masyarakat, karena tidak ada diskusi untuk menguji perlu dan tidaknya suatu

kebijakan tersebut. Selain itu, cara terbaik untuk memastikan mekanisme

akuntabilitas terhadap otoritas tidak melemahkan indepensinya adalah dengan

195

Rizal Ramli,"Negara dalam Negara" Bila BI Tanpa Akuntabilitas, Gatra.com, 20

November 2000, http://arsip.gatra.com//2000-11-26/artikel.php?id=1472

196 Darmin Nasution, Op.Cit, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi.

197 Eijffinger, Sylvester C W & Marco Hoeberichts, "Central Bank Accountability and

Transparency: Theory and Some Evidence," International Finance, Wiley Blackwell, vol. 5(1), ,

2002, pages 75

198 Ibid

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

119

Universitas Indonesia

berlandaskan prinsip-prinsip transparansi.199

Hal ini mendorong keterbukaan dan

meningkatkan fungsi pelayanan publik, yang juga meningkatkan kepercayaan

masyarakat kepada otoritas. Transparansi otoritas jasa keuangan dalam hal ini,

dapat diwujudkan melalui berbagai tipe publikasi, seperti website otoritas, laporan

tentang pelaksanaan praktik pengawasan dan kebijakan yang penting, laporan

tahunan, press conference dan lain sebagainya.

Dalam Penjelasan Umum UU OJK, ditegaskan bahwas OJK dalam

melaksanakan tugasnyas harus berlandaskan asas akuntabilitas, yakni asas yang

menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan

penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan

kepada public. Prinsip Transparansi OJK juga dijelaskan di UU OJK yaitu terkait

asas keterbukaan OJK, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan OJK, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi

pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut, ketentuan

mengenai akuntabilitas dan trasnparansi OJK secara jelas diatur dalam Pasal 38

UU OJK yang menyebutkan beberapa kewajiban OJK agar dapat menjalankan

tugasnya dengan kredibel, akuntabel dan transparan, yaitu sebagai berikut:

1. OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan

keuangan semesteran dan tahunan.

2. OJK wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan

kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan. Laporan kegiatan yang

disusun OJK dalam hal ini adalah memuat:

a. pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada periode sebelumnya.

b. rencana kebijakan, penetapan sasaran dan langkah-langkah

pelaksanaan tugas dan wewenang OJK untuk periode yang akan

datang.

3. Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan, OJK

wajib menyampaikan laporan.

199

Quintyn, Ramirez & Taylor, Op Cit., The Fear of Freedom: Politicians and the

Independence and Accountability of Financial Sector Regulators, at page 11

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

120

Universitas Indonesia

4. Periode laporan keuangan OJK adalah tanggal 1 Januari sampai

dengan 31 Desember.

5. OJK wajib menyampaikan laporan kegiatan triwulanan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada

masyarakat.

6. Laporan kegiatan tahunan OJK disampaikan kepada Presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat. Penyampaian laporan OJK kepada

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat disini dimaksudkan untuk

menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja OJK selama tahun

berjalan

7. Untuk penyusunan laporan keuangan OJK, Dewan Komisioner

menetapkan standar dan kebijakan akuntansi OJK. Penyusunan

standar dan kebijakan akuntansi oleh OJK dilakukan dengan

memperhatikan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

8. Laporan keuangan tahunan OJK diaudit oleh Badan Pemeriksa

Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan

Pemeriksa Keuangan.

9. OJK wajib mengumumkan laporan tahunan OJK kepada publik

melalui media cetak dan media elektronik.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

121

Universitas Indonesia

Kriteria Akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan Nilai Akuntabilitas

Otoritas Jasa Keuangan

Pengaturan Aspek Akuntabilitas OJK di

Indonesia

(UU OJK 21 Tahun 2011)

Tidak

Akuntabel

Akuntabel

1. Akuntabilitas

Akuntabilitas kepada Legilastor

Apakah ada kewajiban otoritas secara hukum atau

melalui UU untuk menyajikan laporan tahunan kepada

legislative?

Tidak Ya OJK wajib menyusun laporan kegiatan

tahunan dan disampaikan kepada DPR

(pasal 38 ayat (6))

Apakah hukum/UU memberikan kemungkinan

diadakannya pertemuan/rapat bersama komisi

legislator (quarterly, …)?

Tidak Ya OJK wajib menyampaikan laporan kegiatan

triwulanan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban

kepada masyarakat. (pasal 38 ayat (5))

Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat

memerlukan penjelasan, OJK wajib

menyampaikan laporan. (pasal 38 ayat (3))

Apakah kewajiban pelaporan/akuntabilitas kepada

legislator didelegasikan/diwakilkan kepada

Kementerian Keuangan (bukan perwakilan dari

otoritas)?

Ya Tidak Tidak ada ketentuan dalan UU yang

mewajibkan pelaporan kegiatan ataupun

keuangan OJK diwakilkan oleh Kementerian

Keuangan

Akuntabilitas kepada Eksekutif

Apakah ada kewajiban otoritas secara hukum atau

melalui UU untuk menyajikan laporan tahunan kepada

eksekutif?

Tidak Ya OJK wajib menyusun laporan kegiatan

tahunan dan disampaikan kepada Presiden

(pasal 38 ayat (6))

Apakah hukum/UU memberikan kemungkinan

diadakannya pertemuan/rapat bersama Kementerian

Keuangan(quarterly, …)?

Tidak Ya Rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3

(tiga) bulan, dalam rangka Forum

Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan

bersama Menteri Keuangan, Gubernur BI,

dan DK LPS. (pasal 45 ayat (1) huruf b)

Akuntabilitas dalam proses adjudikasi

Apakah entitas bisnis yang diawasi mempunyai hak

untuk melakukan keberatan atas keputusan otoritas ke

pengadilan?

Tidak Ya Tidak diatur

Apakah terdapat perbedaan proses judisial dalam

menangani keberatan kepada otoritas?

Tidak Ya Tidak diatur

Apakah terdapat hakim yang bersifat khusus untuk

menangani keberatan tersebut?

Tidak Ya Tidak diatur

Apakah terdapat sanksi terhadap proses pengawasan

yang melanggar aturan?

Tidak Ya Tidak diatur

Akuntabilitas Anggaran

Apakah terdapat proses dimana agency melaporkan

dan mendiskusikan anggarannya (ex post budget)?

Tidak Ya Untuk penetapan anggaran, OJK terlebih

dahulu meminta persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat. (Pasal 36)

Aspek Akuntabilitas lainnya

Apakah terdapat proses konsultasi secara formal

dengan industri sebelum diberlakukannya regulasi

baru?

Tidak Ya Tidak diatur

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

122

Universitas Indonesia

Dalam analisis table di atas, pengaturan akuntabilitas dan transparansi

OJK dalam UU secara keseluruhan telah memenuhi nilai OJK yang akuntabel dan

juga transparan. Namun hal yang perlu ditelaah lebih lanjut adalah terkait aspek

akuntabilitas OJK dalam hal proses adjudikasi, yang mana dalam UU OJK tidak

diatur sama sekali di dalamnya mengenai hal tersebut. Masalah proses adjudikasi

terhadap otoritas ini sebenarnya adalah merupakan aspek yang cukup penting.

Apakah terdapat proses audit di internal otoritas?

Tidak Ya Dewan Audit adalah organ pendukung

Dewan Komisioner yang bertugas

melakukan evaluasi atas pelaksanaan tugas

OJK serta menyusun standar audit dan

manajemen risiko OJK. (Pasal 1 ayat (22))

Apakah terdapat proses audit di luar (eksternal)

otoritas?

Tidak Ya Laporan keuangan tahunan OJK diaudit

oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau

Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh

Badan Pemeriksa Keuangan. (Pasal 38 ayat

(8))

Kriteria Transparansi Otoritas Jasa Keuangan Nilai Transparansi Otoritas

Jasa Keuangan

Pengaturan Aspek Transparansi OJK di

Indonesia

(UU OJK 21 Tahun 2011)

Tidak

Transparan

Transaparan

2. Prinsip Transparansi

Apakah ada pengumuman/pemberitahuan terkait

kebijakan dan keputusan otoritas? (misalnya melalui

website? )

Tidak Ya Tidak diatur di UU, namun OJK

mempunyai website, yaitu

http://www.ojk.go.id/, dan telah

mengumumkan beberapa peraturan dan

kebijakan OJK

Apakah otoritas telah memberikan pernyataan di awal

tentang ―mission statement‖ yang akan dicapai?

Tidak Ya Tidak diatur di UU, tapi OJK telah

mengumumkan visi & misi melalui website

Apakah otoritas menyediakan laporan tahunan kepada

masyarakat pada umumnya?

Tidak Ya OJK wajib mengumumkan laporan tahunan

OJK kepada publik melalui media cetak dan

media elektronik. (Pasal 38 ayat (9))

Apakah publik diberikan suatu kesempatan melalui

suatu forum untuk memberikan pertanyaan tentang

transparansi otoritas?

Tidak Ya Tidak diatur

Apakah ada dewan atau komisi yang mewadahi

keluhan-keluhan konsumen?

Tidak Ya OJK melakukan pelayanan pengaduan

Konsumen yaitu, menyiapkan perangkat

yang memadai untuk pelayanan pengaduan

Konsumen; Membuat mekanisme

pengaduan Konsumen; dan memfasilitasi

penyelesaian pengaduan Konsumen.

(Pasal 29)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

123

Universitas Indonesia

Menurut Quintyn & Taylor,200

dalam hal terdapat keberatan atau gugatan balik

kepada pegawai pengawas, sebaiknya hanya dapat dilakukan melalui forum

dewan peradilan yang khusus (spesialist tribunals), yang dapat menjamin

perlindungan terhadap keberatan/gugatan dari entitas bisnis yang diawasi, atau

kasus yang sengajakan diajukan untuk mengganggu otoritas pengawas (vexatious

case).

Secara keseluruhan, setelah menganalisis aspek independensi,

akuntabilitas dan transparansi Otoritas Jasa Keuangan melalui pengaturan di

Undang-Undang No 21 tahun 2011, penulis berpendapat bahwa dalam

pelaksanaan tugas dan fungsi pada penyelenggaraan kegiatan di sektor jasa

keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dapat dikatakan telah memenuhi kriteri-kriteria

sebagai lembaga yang independen, akuntabel dan transparan.

200

Quintyn & Taylor, Op Cit., Regulatory and SupervisoryIndependence and Financial

Stability, page 13. (Independence: Its four Dimension).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

124

Universitas Indonesia

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka

dalam penelitian tesis ini penulis mempunyai kesimpulan, antara lain :

1. Status kelembagaan/institusional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah

lembaga independen yang berada di luar Pemerintah, yang mempunyai

makna bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan

Pemerintah/eksekutif. Namun demikian pada hakikatnya OJK merupakan

otoritas pengatur dan pengawas di sektor jasa keuangan yang memiliki

relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas

fiskal dan otoritas moneter. Oleh karena itu untuk kelancaran pelaksanaan

tugas, OJK memerlukan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas

tersebut yaitu pejabat Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia secara

ex-officio di dalam keanggotaan Pimpinan/Dewan Komisioner OJK.

Dalam kegiatan operasionalnya OJK juga diwajibkan untuk saling

berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga seperti Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS) serta Penegak Hukum Kepolisian dan

Kejaksaan dalam hal melaksakan tugas dan fungsi penyidikan. Selain itu

OJK juga bagian dari Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan

(FKSSK) yang bertugas menjaga stabilitas sistem keuangan., bersama

dengan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan

Komisioner LPS.

2. Alasan pentingnya pemberian independensi kepada OJK adalah agar OJK

dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam melakukan pengawasan di

sektor jasa keuangan secara optimal dan efektif. Independensi diperlukan

agar OJK dapat melindungi diri khususnya dari intervensi industri jasa

keuangan yang diawasinya maupun dari campur tangan politik. Hal

tersebut dimaksudkan agar setiap regulasi dan pengawasan yang dilakukan

OJK benar-benar bersifat objektif, tanpa dipengaruhi intervensi dari pihak

manapun dan untuk mencegah benturan kepentingan antara berbagai

faktor yang berinteraksi di pasar. Sifat independen tersebut harus

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

125

Universitas Indonesia

diwujudkan karena concern dan tujuan utama pembentukan OJK sebagai

lembaga/otoritas pengatur dan pengawas adalah menyangkut kepercayaan

masyarakat bagi sektor finansial dan pencapaian tujuan stabilitas

keuangan. Pengalaman di beberapa negara juga menunjukkan bahwa

lemahnya independensi dari otoritas pengawas sektor jasa keuangan

merupakan faktor utama penyebab terjadinya krisis ekonomi sistemik,

seperti misalnya krisis yang melanda negara-negara Asia pada dekade

1990an dan krisis di Venezuela.

3. Pengukuran indepedensi OJK dalam pelaksanaan tugas dan

kewenangannya sebagai penyelenggara kegiatan sector jasa keuangan

dapat dinilai melalui beberapa aspek, yaitu aspek fungsi

pengaturan/regulatory independence, aspek fungsi

pengawasan/supervisory independence, aspek kelembagaan/insitusional

independence dan aspek anggaran/budgetary independence, serta termasuk

juga aspek akuntabilitas dan transparansi OJK. Penilaian independensi

tersebut dapat dilihat melalui pengaturan/landasan hukum tentang OJK,

yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan. Menurut penulis dalam pengaturan terkait independensi OJK

yang terdapat dalam UU OJK, sebenarnya sudah menggambarkan suatu

nilai independensi yang penuh/fully independence dalam pelaksanaan

tugas dan kewenangannya. Walaupun memang, dalam beberapa tugas

tertentu, misalnya dalam pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan di

bidang perbankan, tugas penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan

dan tugas menjaga stabilitas sistem keuangan dalam FKSSK, terdapat

pengaturan yang mewajibkan OJK untuk selalu tetap berkoordinasi dan

bekerja sama dengan instansi/otoritas lain yang terkait. Namun pengaturan

tentang koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga lain tersebut

sebenarnya tidak serta merta menjadikan OJK menjadi institusi yang tidak

independen/mandiri mengingat kewenangan-kewenangan sebagai

pengawas sektor jasa keuangan yang telah diatur secara tegas oleh UU

OJK sepenuhnya masih tetap berada pada OJK. Selain itu juga, patut

diketahui bahwa dewasa ini karakteristik sistem keuangan yang semakin

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

126

Universitas Indonesia

terintegrasi dan semakin tingginya persaingan global, kebutuhan OJK

untuk berkoordinasi, bekerja sama dan mengharmonisasikan kebijakan

serta bertukar informasi melalui sistem yang terintegrasi dengan lembaga

terkait adalah suatu hal yang sangat penting agar stabilitas sistem

keuangan dapat terjaga dan juga memastikan terpeliharanya kepentingan

nasional.

B. Saran

1. Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan, tugas dan

kewenangan antara lembaga-lembaga terkait di sector jasa keuangan,

yaitu OJK, Kemenkeu, BI dan LPS perlu dibuat pengaturan lanjutan yang

berisfat teknis mengenai protokol koordinasi dengan didasari prinsip

indepedensi, tranparansi dan akuntabel, yang mengatur secara tegas dan

konprehensif tugas dan tanggung jawab masing-masing lembaga. Hal ini

juga untuk memperjelas tugas, fungsi dan tanggung jawab pihak-pihak

yang duduk dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan

(FKKSK) dalam mengambil kebijakan terhadap bank apabila terjadi krisis.

Protokol koordinasi tersebut dapat dituangkan melalui suatu Memorandum

of Understanding (MOU) yang mengatur tentang operasional tugas

masing-masing lembaga.

2. Agar independensi OJK dapat tetap terjaga khususnya dalam hal

pelaksanaan tugas pengawasan/pemeriksaan, penting untuk diatur

mengenai aspek perlindungan hukum (legal protection) bagi pegawai

pengawas OJK dan dituangkan ke dalam peraturan hukum, misalnya

Peraturan OJK. Hal ini bertujuan agar ke depannya dalam pelaksanaan

tugas pengawasan, para pegawai OJK lebih percaya diri untuk melakukan

tindakan hukum. Selain itu juga penting untuk dibentuk suatu peradilan

khusus (specialist tribunal) di lingkungan OJK, sebagai bentuk

akuntabilitas yang bersifat ajudikatif. Peradilan khusus ini bisa mencontoh

di instansi otoritas lain seperti misalnya di peradilan pajak atau peradilan

di lingkungan KPPU.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

127

Universitas Indonesia

3. Mengacu dari ketentuan perundang-undangan, OJK secara kelembagaan

pegawainya sendiri tidak dapat ditugasi sebagai penyidik, dan akan sangat

bergantung kepada lembaga lain yang dalam hal ini adalah Kejaksaan,

Kepolisian dan Pengadilan atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil. Maka agar

Independensi OJK dalam hal pelaksanaan tugas penyidikan terhadap

tindak pidana di bidang sector jasa keuangan tetap terjaga dan OJK dalam

perjalanannya saat melakukan penanganan kasus tidak kekurangan tenaga

penyidik, penulis memberikan saran agar kewenangan untuk memulai

dan/atau menghentikan penyidikan merupakan kewenangan OJK/penyidik

yang ditugaskan di OJK. Sehingga dalam hal pimpinan OJK tidak

menyetujui penghentian penyidikan suatu kasus, pimpinan instansi asal

penyidik tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan penghentian

penyidikan kasus tersebut.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

128

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Andi Mustari Pide, Pengantar Hukum Tata Negara, cet. 1, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 1999)

Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), (Yogyakarta: FH

UII Press, 2005)

Bank Indonesia, Era Baru Transformasi Bank Sentral, (Jakarta: Media Indonesia

Publishing), 2010

Charles Goodhart (ed) ‗The Emerging Framework of Financial Regulation‘, a

collection of compiled by the Financial Markets Group of the London

School of Economics (London: Central Banking Publications), 1998.

Crince le Roy, Kekuasaan ke-empat Pengenalan Ulang, diterjemahkan oleh

Soehardjo, (Semarang: 1981)

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cet. 4., (1960)

Harold J Laski, A Grammar of Politics, (London: George Allen and Unwir LTD,

1960)

Henry Campbell Black, Black‘s Law Dictionary, 6th Edition, (St. Paul Minn:

West Publishing Co), 1997

Jabbra, J. G. dan Dwidevi, O. P. Public ServiceAccountability, Connecticut :

Kumairan Press, Inc. 1989

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

129

Universitas Indonesia

Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, (Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,

2006)

_____________, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sekjen

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006)

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet. 22, (Jakarta: PT. Gramedia,

2001)

Montesquieu, De L`Esprit Des Lois, (Paris: G.Truc ed. 1949), hlm. 162.

Robert M. Maclver, The Modern State, (Oxford: Oxford University Press, 1950)

Roger G. Noll, Reforming Regulation: An Evaluation of the Ash Council

Proposals,(Washington DC: The Brookings Institution),1971.

Rosa Maria Lastra, Central Banking and Banking Regulation, (London: LSE,

Financial Markets Group), 1996.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3 (Jakarta: Penerbit UI-

Pres, 1986)

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta : Rajawali Press, 1990)

Sri Mamudji et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, ( Jakarta : Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005)

Sulistyowati Irianto & Shidarta, Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan

Refleksi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

130

Universitas Indonesia

Sutandyo Wignjosoebroto, tth,‖, Apakah Sesungguhnya Penelitian itu?‖, Kertas

Kerja, (Surabaya : Univ. Airlangga, 1986)

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa

Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

(OJK). 2010

ARTIKEL &JURNAL

A. Berle and G. Means, 1932. The Modern Corporation and Private Property.

New York: Macmillan.

Aalt Willem Heringa & Luc Verhey, Independent Agencies and PoliticalControl,

Agencies In European And Comparative Perspective, (Tom Zwart &Luc

Verhey eds.), 2003.

Alex Cukierman, Central Bank Independence and Monetary

PolicymakingInstitutions – Past, Present and Future, 24 European Journal

of Political Economy, December 2008.

Amanda M. Rose, TheMultienforcer Approach to Securities Fraud Deterrence: A

Critical Analysis, 158 University of Pennsylvania Law Review, 2010.

Anwar Nasution, ―Stabilitas Sistem Keuangan : Urgensi, Impllkasi Hukum, Dan

Agenda Kedepan‖, Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum

Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum

Nasional - Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Rl. tanggal

14-18 Juli 2003 di Denpasar.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

131

Universitas Indonesia

Asian Development Bank, ―Governance :Sound Development Management‖,

1999

Bank for International Settlements 2012.Basel Committee on Banking

Supervision, Core Principles for Effective Banking Supervision,

September 2012.

Bismar Nasution, ―Pasal 34 Undang-Undang Tentang Bank Indonesia dan

Dampaknya Pada Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Di Bidang

Moneter, Sistem Pembayaran dan Stabilitas Keuangan‖, Buletin Hukum

Perbankan Dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010

Charles H. Koch Jr., James Landis: The Administrative Process, Faculty

Publications College of William & Mary Law School, 48 Administrative

Law Review, 1996.

Darmin Nasution, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi,

Penerbit Buku Kompas, Februari 2004

Daryl J. Levinson & Richard H. Pildes, Separation of Parties, Not Powers, 119

Harvard Law Review, 2006

David E. Lewis, The Adverse Consequences of thePolitics of Agency Design for

Presidential Management in the United States: The RelativeDurability of

Insulated Agencies, British Journal of Political Science 34, 2004.

David Sappington, "Incentives in Principal-Agent Relationships", Journal of

EconomicPerspectives, 5(2), 1991.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

132

Universitas Indonesia

Donato Masciandaro, Marc Quintyn, andMichael Taylor,Financial Supervisory

Independence andAccountability – Exploring theDeterminants, IMF

Working Paper WP/08/147, 2008.

Douglass C. North & Barry R. Weingast, Constitutions and Commitment:The

Evolution of Institutions Governing Public Choice in Seventeenth-Century

England,49 The Journal of Economic History, 1989.

Eijffinger, Sylvester C W & Marco Hoeberichts, "Central Bank Accountability

and Transparency: Theory and Some Evidence," International Finance,

Wiley Blackwell, vol. 5(1), , 2002, pages 75

Eva Hüpkes, Marc Quintyn, andMichael W. Taylor,―The Accountability of

Financial SectorSupervisors: Principles and Practice‘, IMF Working

Papers, No 05/51, March 2005.

H Onno Ruding, ―The Transformation Of The Financial Services Industry‖,

Occasional Paper No 2, Financial Stability Institute, March 2002.

Fabrizio Gilardi, The Institutional Foundations of Regulatory Capitalism:The

Diffusion ofIndependent Regulatory Agencies in Western Europe, Annals

of the American Academy of Political and Social Science 598, 2005

____________,The Formal Independence of Regulators: A Comparison of 17

Countries and 7 Sectors, 11 Swiss Political Science Review, 2005.

Fabrizio Gilardi and Martino Maggetti, ―The independence of regulatory

authorities‖, published in Levi-Faur, David (ed.) (2010), Handbook of

Regulation, Cheltenham, Edward Elgar.

Fernada, D. 2002. ―Sistem Perencanaan dan Akuntabilitas KinerjaPemerintah

Daerah‖ Journal Desentralisasi Volume 1 Nomor2061, Pusat Kajian

Kinerja Otonomi Daerah, LAN, Jakarta.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

133

Universitas Indonesia

Fransiska Ari Indrawati, Mencermati Celah Independensi OJK Dalam UU OJK,

Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan, Volume 10, Nomor 1,

Januari - April 2012.

George J.Stigler,The Theory of Economic Regulation. Bell Journal of Economics

and Management Science, Vol 6 No.2, 1971.

GiandomenicoMajone, 1994, ―Independence vs. Accountability? Non-

Majoritarian Institutions andDemocratic Government in Europe.‖

European University Institute Working PapersNo. 94/3.

____________________, 1999,―The Regulatory State and Its Legitimacy

Problems.‖ West European Politics, vol. 22(1), pp. 1-24.

Hüpkes, Eva H.G., 2000, The Legal Aspects of Bank Insolvency (The Hague:

Kluwer Law International).

International Organization of Securities Commissions(IOSCO), Objective and

Principleof Financial Regulation and Supervision, June 2010.

Jacob E. Gersen, Designing Agencies, in Research Handbook On PublicChoice

And Public Law, (Daniel A. Farber & Joseph O‘Connell eds.), 2010.

Jacques de Larosière, The High-Level Group on supervision in EU, Report,

Brussels 25 February 2009.

Jeffrey S. Banks & Barry R. Weingast, The Political Control of Bureaucracies

under Asymmetric Information, 36 American Journal of Political

Science,1992.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

134

Universitas Indonesia

Jimly Asshidiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan

Keempat UUd 1945, makalah dalam seminar pembangunan hukum

nasional VIII, Denpasar 14-18 Juli 2003.

Jonas Tallberg, 2002. ―Delegation to Supranational Institutions: Why, How, and

with What Consequences?‖ West European Politics, vol. 25(1)

Julia Black and Stéphane Jacobzone, Tools For Regulatory Quality And Financial

Sector Regulation: A Cross-Country Perspective, OECD Working Papers

on Public Governance No. 16, 2009

Kempe Ronald Hope, ―The New Public Management: Context and Practice in

Africa.‖International Public Management Journal, vol. 4, 2001.

Kenneth K. Mwenda, Legal Aspects Of Financial Services Regulation And The

Concept Of A Unified Regulator, The World Bank- Law, Justice,

Anddevelopment Series, 2006,

Kenneth K. Mwenda and Alex Fleming, International developments in the

organizational structure of financial services supervision. A paper

presented at a seminar hosted by the World Bank Financial Sector Vice-

Presidency on September 20th, 2001 (World Bank: Washington DC).

Diunduh dari situs www.worldbank.org

Kenneth Rogoff, The Optimal Degree of Commitment to an Intermediate

Monetary Target, 100 Quarterly Journal of Economics, November 1985.

Kirti Datla and Richard L. Revesz, Deconstructing Independent Agencies (And

Executive Agencies), New York University Public Law and Legal Theory

Working Papers. Paper 350.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

135

Universitas Indonesia

Laurence H. Meyer , ―The Politics of Monetary Policy: Balancing Independence

and Accountability‖, Remarks by Governor Laurence H. Meyer At the

University of Wisconsin, LaCrosse, Wisconsin, October 24, 2000.

Lembaga Administrasi Negara RI,Akuntabilitas dan GoodGovernance, Modul

Sosialisasi Sistem AKIP, Jakarta, 2000

Lindgren, Carl-Johan, Tomas J.T. Balino, Charles Enoch, Anne-Marie Gulde,

Marc Quintyn, and Leslie Teo (1999), "Financial Sector Crisis and

Restructuring: Lessons From Asia," International Monetary Fund

Occasional Paper No. 188

Lisa Schultz Bressman &Robert B. Thompson, The Future of Agency

Independence, 63 VanderbiltLaw Review, 2010

Marc Quintyn & Michael W. Taylor, Regulatory and SupervisoryIndependence

and Financial Stability (Int‘l Monetary Fund, Working Paper No.

02/46,2002.

_______________________________, Should Financial Sector Regulators Be

Independent?, IMF Economic issues no. 32, International Monetary Fund

March 8, 2004

Marc Quintyn, Silvia Ramirez & Michael W. Taylor, The Fear of Freedom:

Politicians and the Independence and Accountability of Financial Sector

Regulators, 37 Int‘l Monetary FundWorking Paper No. 07/05, 2007.

Mark Bovens, Analyzing and Assessing Accountability: A Conceptual

Framework,EuropeanLaw Journal, 13 (4),2007, page 447-468

Mark Seidenfeld, Bending the Rules: FlexibleRegulation and Constraints on

Agency Discretion, 51 Administrative Law Review, 1999.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

136

Universitas Indonesia

Mark Thatcher, 2002. ―Delegation to Independent Regulatory Agencies:

Pressures,Functions and Contextual Mediation.‖ West European Politics,

vol. 25(1)

Mark Thatcher & Alec Stone Sweet,Theory and Practice of Delegation to Non-

Majoritarian Institutions, 25 West European Politic, 2002.

Marshall J. Breger & Gary J. Edles,Established byPractice: The Theory and

Operation of Independent Federal Agencies, 52 Administrative Law

Review, 2000

Martin Shapiro, A Comparison Of U.S. And European Independent Agencies,

Comparative Administrative Law, (Susan Rose-­‐Ackerman And Peter L.

Lindseth, eds), 2010.

Martino Maggetti, The Role of Independent Regulatory Agencies in Policy-

Making: a Comparative Analysis of Six Decision-Making Processes in the

Netherlands, Sweden and Switzerland, Paper prepared for: The Fourth

ECPR General Conference, Pisa, Italy, 6-8th September 2007

Neal Devins & David E. Lewis, Not-So Independent Agencies: Party Polarization

and the Limits of Institutional Design, 88 Boston University Law

Review,2008.

Nicholas Bagley & Richard L. Revesz,Centralized Oversight Of The Regulatory

State, 106 Columbia Law Review, 2006.

Paul R. Verkuil, The Purposes and Limits of Independent Agencies,Duke Law

Journal, 1988.

Peter May, Regulatory regimes and accountability, Journal of Regulation &

Governance - Regul Gov , vol. 1, no. 1, (2007)

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

137

Universitas Indonesia

Peter Hatcher, The Ministry: How Japan's Most Powerful Institution Endangers

World Markets (Boston: Harvard Business School Press, 1998)

Peter S. Rose and Sylvia C. Hudgins, Bank Management and Financial Services

7thed, Newyork: McGraw Hill, 2008 dalam Dahlan Siamat, Manajemen

Lembaga Keuangan, Edisi 5, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI), 2005

Phoebus Athanassiou, Financial Sector Supervisors‘ Accountability:A European

Perspective, Legal Working Paper Series European Central Bank, No 12 /

August 2011

Project On Government Oversight (POGO), Revolving Regulators: SEC Faces

Ethics Challenges with Revolving Door, May 2011, diunduh dari

http://www.pogo.org/pogo-files/reports/financial-oversight/revolving-

regulators/fo-fra-20110513.html

R. DeShazo & Jody Freeman, The Congressional Competition to Control

Delegated Power, 81 Texas Law Review 1443, 2003.

Rachel E. Barkow, Insulating Agencies: Avoiding Capture Through Institutional

Design, Texas Law Review, Vol. 89, NYU School of Law, Public Law

Research Paper No. 10-82, 2010.

Richard B. Stewart, The Reformation of American Administrative Law, 88

Harvard Law Review, 1975.

Ruth de Krivoy, Collapse: The Venezuelan Banking Crisis of 1994, (Washington,

DC: Group of Thirty, 2000).

Sam Peltzman, Toward a More GeneralTheory of Regulation, The Journal of Law

and EconomicsUniversity of Chicago Press Journals (19:2), 1976.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

138

Universitas Indonesia

Saskia Lavrijssen, An Analysis of The Constitutional Position of The US

Independent Agemcies, (1Januari2008), terdapat di situs<http://www.

tilburguniversity.nl/tilec/publications/discussionpapers/2004-001.pdf

Scott R. Furlong & Cornelius M. Kerwin, Interest Group Participation in Rule

Making:A Decade of Change, 15 Journal of Public Administration

Research and Theory353, 2005.

Siti Sundari Arie, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan

Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI 2011.

Stanley Fischer, Central Bank Independence Revisited, American Economic

Review, Papers and Proocedings, Vol 85, May 1995.

StavrosGadinis, From Independence to Politics in Financial Regulation (August

27, 2012). California Law Review, Forthcoming; UC Berkeley Public Law

Research Paper No. 2137215.

Stavros Gadinis & Howell Jackson, Markets as Regulators: A Survey, 80

Southern California Law Review,2007.

Stéphane Jacobzone, Designing Independent And Accountable Regulatory

Authorities For High Quality Regulation, Proceedings of an Expert

Meeting in London, Prepared By Organisation For Economic Co-

Operation And Development (OECD), United Kingdom, 10-11 January

2005.

Stephen Ross, 1973. ―The Economic Theory of Agency: The Principal‘s

Problem.‖ American Economic Review, vol. 63(2), pp.134.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

139

Universitas Indonesia

Steven P. Croley, Theories ofRegulation: Incorporating the Administrative

Process, 98 Columbia Law Review, 1998.

Steven Seelig & Alicia Novoa, Governance Practices at Financial Regulatory

and Supervisory Agencies, Int‘l Monetary Fund, Working Paper No.

09/135, 2008.

Sukarela Batunangar, Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan

Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: Buletin Hukum Perbankan dan

Kesentralan Volume 4 Nomor 3, Desember 2006)

Syahrir Sabirin, ―Peran Bank Indonesia dalam Financial Stability‖, makalah

disampaikan pada Seminar mengenai Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta, 27

Februari 2002, dalam Zulkarnain Sitompul, ―Perlindungan Dana Nasabah

Bank,‖ Disertasi, (Jakarta :Fakultas Hukum UI, 2002)

Takeo Hoshi and Takatoshi Ito, Financial Regulation in Japan: A Fifth Year

Review of the Financial Services Agency, 2002 Revised 2003.

Terry Moe, ―Interests, Institutions, and Positive Theory: the Politics of the

NLBR,‖ Studies in American Political Development, Vol 2, 1987,

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa

Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

(OJK). 2010

Thomas W. Merrill, Capture Theory and the Courts: 1967-1983, 72 Chicago-

Kent Law Review #4 (1997).

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

140

Universitas Indonesia

Ümit Sönmez, Independent Regulatory Agencies: The World Experience And The

Turkish Case, A Thesis Submitted To The Graduate School Of Social

Sciences Of Middle East Technical University, 2004.

William F. Fox Jr, Understanding Administrative Law (Danvers: Lexis

Publishing), 2000.

William F. Funk dan Richard H.Seamon, Administrative Law: Examples &

Explanations, (New York, Aspen. Publishers, Inc) 2001.

Witold Jerzy Henisz, Political Institutions and Policy Volatility, Economics and

PoliticsWiley Blackwell, vol. 16(1), 2004.

Zulkarnain Sitompul, Menyambut Khadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK),

Pilars No.02/Th. VII/12-18 Januari 2004.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang

Bank Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357.

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

141

Universitas Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286

KAMUS

Chandler, Ralph C., and Jack C Plano.The Public Administration Dictionary. New

York: Wiley, 1982.

Henry Campbell Black, M.A, Black‘s Law Dictionary, Sixth Edition, (St. Paul

Minn, West Publishing Co, USA), 1997.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Republik Indonesia, dikutip darihttp://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/

The Advanced Learners‘s Dictionary of Current English, Second Edition, A.S.

Hornby, E.V. Gatenby, H. Wakefield, London. Oxford University Press,

Nineteenth Impression 1973, page 1074

The Oxford Senior Dictionary, Compiled by Joyce M. Hawkins, Oxford

University Press, 1982, page 686.

Webster‘s Vest Pocket Dictionary, Merriam Webster Inc, Publisher Springfield,

Massachussets, USA, 1989.

ARTIKEL

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

142

Universitas Indonesia

Ester Meryana, Himbara Keberatan Pungutan OJK, Kompas.com, 29 Mei 2012,

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/05/29/19042581/Himbara.K

eberatan.Pungutan.OJK

Fitri Novia Heriani, Perbankan Masih Keberatan Soal Iuran OJK, Hukum

Online.com, 29 Mei 2012

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fc4b6962c107/perbankan-

masih-keberatan-soal-iuran-ojk

Fuad Rahmany, Operasional OJK Tidak Gunakan APBN, Hukum Online.com, 05

July 2010,

http://beta.hukumonline.com/berita/baca/lt4c31b77d51cac/operasional-

ojk-tidak-gunakan-apbn

Guntur Subagja, Berharap pada Lembaga ‗Super‘,

http://www.investor.co.id/home/berharap-pada-lembaga-super/25318,

Rabu, 30 November 2011

Kementerian Keuangan, Pentingnya Keterwakilan Kemenkeu dan BI dalam DK

OJK, Berita Kemenkeu, tanggal 26 Mei 2011,

http://www.depkeu.go.id/ind/Read/?type=ixNews&id=19821&thn=2011&

name=br_260511_5.htm,

Koran Jakarta, Pengawasan Bank: Fungsi Regulator Harus Dipisahkan Dari

Supervisi-Urgensi Ojk Terkikis Krisis, 13 Februari

2010,http://issuu.com/koran_jakarta/docs/edisi_599_13_februari_2010?mo

de=window&pageNumber=1

Latief, ―Independensi OJK Dipertanyakan‖, Kompas.com, Kamis, 26 Juli 2012,

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/26/04354490/Independensi.OJK

.Dipertanyakan

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIA INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334348-T32613-Firman Kusbianto.pdf · Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Sektor Jasa

143

Universitas Indonesia

Mas Achmad Daniri, Indahnya Sistem Governance OJK, Bisnis Indonesia

Bisnis.com, Senin, 25 Juni 2012

Orin Basuki, OJK Ditengah Perebutan Kewenangan, Kompas.com, 26 Agustus

2010

Rizal Ramli,"Negara dalam Negara" Bila BI Tanpa Akuntabilitas, Gatra.com, 20

November 2000, http://arsip.gatra.com//2000-11-26/artikel.php?id=1472

Ruisa Khoiriyah, Perlindungan Hukum Pengawas Bank Bi : Perlindungan Hukum

Terhadap Pengawas Bank Mendesak Dilakukan, Kontan.co.id, Selasa, 02

Februari 2010, http://keuangan.kontan.co.id/news/bi-perlindungan-hukum-

terhadap-pengawas-bank-mendesak-dilakukan,

Wahyu Satriani Ari Wulan, Soal Pengawasan Bank, Gamang, BI minta

Perlindungan Hukum,Kompas.com,Selasa,2Februari 2010,

http://nasional.kompas.com/read/2010/02/02/16344284/Gamang..BI.minta.

Perlindungan.Hukum,

Independensi otoritas..., Firman Kusbianto, FH UI, 2013


Recommended