Transcript
Page 1: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

1

UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA MINANGKABAU

MASYARAKAT KOTO BERAPAK KECAMATAN BAYANG

KABUPATEN PESISIR SELATAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memeroleh

Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

SRI PUSPITA WILLA

NPM 11080142

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2016

Page 2: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

2

Page 3: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

3

Page 4: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

4

Page 5: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

5

ABSTRAK

Sri Puspita Willa (NPM: 11080142), Ungkapan Larangan Dalam Bahasa

Minangkabau Masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten

Pesisir Selatan. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra

Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang, 2016.

Penelitian ini dilakukan untuk melestarikan sastra sebagian lisan salah

satunya adalah ungkapan larangan agar tidak hilang dalam kehidupan masyarakat

dan masih dilestarikan dengan baik oleh masyarakat. khususnya pada masyarakat

Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Tujuan dari

penelitian ini adalah mendeskripsikan kategori, fungsi dan makna ungkapan

larangan yang terdapat di Kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang

Kabupaten Pesisir Selatan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan

metode deskriptif. Informan penelitian ini adalah tiga orang masyarakat asli nagari

Koto Berapak yang dituakan dan mengetahui seluk beluk nagari tersebut. Data

dikumpulkan melalui teknik observasi, wawancara, rekam dan pencatatan data.

Berdasarkan temuan dan pembahasan ditemukan empat puluh ungkapan

larangan pada masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir

Selatan. Penelitian ini mendeskripsikan tentang kategori, fungsi dan makna yang

ada dalam ungkapan larangan, dimana kategorinya difokuskan pada lingkaran

hidup manusia dan kategori yang ditemukan terdiri atas: (1) empat ungkapan

larangan mengenai masa lahir, satu ungkapan larangan mengenai masa bayi, dan

dua ungkapan larangan mengenai masa kanak-kanak; (2) satu ungkapan larangan

mengenai rumah dan dua puluh dua ungkapan larangan mengenai pekerjaan

rumah tangga ; (3) dua ungkapan larangan mengenai perjalanan dan

perhubungan; (4) tiga ungkapan larangan mengenai mata pencariandan hubungan

sosial; (4) empat ungkapan larangan mengenai pernikahan. Fungsi yang

ditemukan pada penelitian ini terdiri atas: (1)sebagai penebal emosi keagamaan

sebanyak tujuh data; (2) sebagai alat pendidikan anak atau remaja sebanyak

sembilan belas data; (3) sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk

terhadap gejala alam sebanyak empat belas data. Makna yang ditemukan pada

ungkapan larangan ini adalah makna kias karena pada ungkapan larangan ini

makna yang di temukan bukan makna yang sebenarnya.

i

Page 6: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

6

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“Ungkapan Larangan dalam Bahasa Minangkabau Masyarakat Koto

Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan”. Penulisan proposal

ini bertujuan untuk melengkapi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat.

Penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam

proses penyusunan proposal ini. Oleh karena itu, sebagai wujud rasa hormat

penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Zulfitriyani, S.S., M.Pd. sebagai dosen pembimbing I yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis demi

kesempurnaan skripsi ini.

2. Mila Kurnia Sari, S.S., M.Pd. sebagai pembimbing II yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam

penulisan skripsi.

3. Iswadi Bahardur, S.S., M.Pd. sebagai Ketua Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia.

4. Penasehat Akademik (PA) Lira Hayu Afdetis Mana, M.Pd yang telah

membimbing dan memberikan nasehat sejak awal penulisan skripsi ini.

ii

Page 7: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

7

5. Orang tua serta kaka yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan

6. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga bantuan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan

menjadi amal ibadah di sisi Allah Swt. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritikan

dan saran demi kesempurnaan. Akhir kata, semoga proposal ini bermanfaat bagi

pembaca.

Padang, Februari 2016

Penulis

iii

Page 8: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

8

\DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Fokus Masalah ......................................................................................... 4

C. Rumusan Masalah .................................................................................... 4

D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5

F. Batasan Istilah .......................................................................................... 5

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori ............................................................................................... 7

1. Hakikat Folklor ........................................................................................ 7

a. Pengertian Folklor ............................................................................... 7

b. Bentuk- Bentuk Folklor ....................................................................... 8

2. Hakikat Ungkapan Larangan.................................................................... 11

a. Ungkapan Larangan Sebagai Folklor Sebagian Lisan ....................... 11

b. Kategori, Fungsi Dan Makna Ungkapan Larangan............................ 12

1) Kategori Ungkapan Larangan ....................................................... 12

2) Fungsi Ungkapan Larangan ........................................................... 15

3) Makna Ungkapan Larangan........................................................... 17

B. Penelitian Relevan .......................................................................................... 18

C. Kerangka Konseptual ..................................................................................... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Dan Metode Penelitian .......................................................................... 21

B. Latar, Entri, Dan Kehadiran Peneliti .............................................................. 21

C. Informan Penelitian ........................................................................................ 23

iv

Page 9: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

9

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 24

E. Instrumen Penelitian....................................................................................... 25

F. Teknik Pengabsahan Data .............................................................................. 26

G. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Temuan Penelitian .......................................................................................... 28

B. Pembahasan .................................................................................................... 29

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................... 52

B. Saran ............................................................................................................... 53

KEPUSTAKAAN ..................................................................................................... 54

LAMPIRAN .............................................................................................................. 56

Lampiran 1 Transkripsi Rekaman Ungkapan Larangan ............................................ 56

Lampiran 2 Suntingan Teks Dan Terjemahan ........................................................... 58

Lampiran 3 Data Inventarisasi Ungkapan Larangan .................................................. 61

v

Page 10: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumatera Barat adalah suatu wilayah yang berkebudayaan Minangkabau.

Setiap daerah yang ada di Sumatera Barat memiliki beragam adat istiadat dan

suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin

berwarna dan menarik. Setiap daerah yang ada di Minangkabau memiliki adat

istiadat berbeda yang yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun

sampai sekarang ini dan menjadi ciri khas bagi daerah itu sendiri.

Namun, sekarang ini zaman semakin berkembang dan maju, ilmu

pengetahuan dan teknologi sudah menjadi kebutuhan dalam hidup manusia.

Minangkabau juga termasuk daerah yang sudah maju dan berkembang baik dalam

bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini sangat mempengaruhi

keadaan masyarakat di Minangkabau saat sekarang ini terutama bagi remaja dan

anak-anak. Kemajuan IPTEK banyak membawa dampak terhadap kehidupan

manusia. Perkembangan zaman yang semakin canggih ini juga sangat

mempengaruhi ungkapan larangan yang ada disetiap daerah di Minangkabau.

Perkembangan IPTEK membuat masyarakat berfikir lebih logis. Ungkapan

larangan adalah suatu ungkapan yang mengandung perintah yang melarang suatu

perbuatan dan larangan itu diungkapkan dengan pelbagai bentuk, antara lain

dengan bentuk imperatif jangan atau frasa ingkar tidak dibenarkan. Ungkapan

larangan merupakan bagian dari kepercayaan rakyat. Kepercayaan rakyat atau

juga disebut sebagai takhayul adalah kepercayaan yang oleh orang berpendidikan

1

Page 11: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

2

barat dianggap sederhana bahkan pandir, tidak berdasarkan logika sehingga secara

ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan

Pengaruh IPTEK sangat jelas terlihat pada masyarakat yang sudah banyak

tidak mengenal dan mengabaikan ungkapan-ungkapan yang ada dalam

masyarakat karena mereka disibukkan dengan teknologi yang semakin

berkembang dan menganggap ungkapan itu hal yang bersifat takhayul. Namun,

meskipun masyarakat tidak percaya dengan ungkapan larangan itu dan

menganggap hanya takhayul, tapi tidak sepenuhnya mereka tidak

mempercayainya dengan arti lain mereka secara tidak sadar tetap terikat oleh hal

tersebut. Misalnya seperti ungkapan larangan jan manjujuang tangan ka ateh

kapalo palupo wak (jangan letakkan tangan di atas kepala nanti kita bisa jadi

pelupa). Masyarakat modern banyak yang menganggap itu hanya takhayul namun

mereka tetap menjalaninya dengan tidak meletakkan tangan di atas kepala. Hal

ini membuktikan bahwa masyarakat masih tetap terikat oleh ungkapan larangan

yang ada dalam masyarakat

Masyarakat pada zaman sekarang sudah sangat dipengaruhi oleh kemajuan

IPTEK yang membuat mereka ketergantungan. Namun, kemajuan teknologi dan

ilmu pengetahuan yang menjadikan manusia berpikir lebih maju dan rasional itu

tetap tidak mampu mengubah kebiasaan masyarakat yang masih percaya terhadap

ungkapan yang bersifat takhayul. Masyarakat masih tetap menggunakan

ungkapan itu dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan ini tidak sepenuhnya hilang

tetapi masih aktif dipakai dalam kehidupan. Inilah yang membuat perlunya

dilakukan penelitian untuk mengungkapkan apa saja bentuk ungkapan larangan

Page 12: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

3

yang masih ada dan sering dipakai dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

Masyarakat harus paham dengan makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam

ungkapan larangan itu sendiri.

Dalam ungkapan larangan terdapat kategori atau beragam jenis bentuk.

Selain kategori juga terdapat fungsi yang dapat mengatur kehidupan masyarakat

dan memberikan pendidikan yang baik dari orangtua kepada anak-anak mereka,

agar apa yang dilakukan masih sesuai dengan aturan norma dan adat istiadat yang

ada. Setiap ungkapan larangan juga memiliki makna yang mendalam dan juga

dapat mendidik masyarakat. Para remaja dan anak-anak masih banyak yang

kurang paham dengan makna dari ungkapan yang dituturkan oleh orang tua,

sehingga banyak yang salah menafsirkan arti dari ungkapan tersebut. Bukan hanya

itu ada juga masyarakat yang tidak mengetahui fungsi dari ungkapan larangan itu

sendiri. Jadi, agar tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan sebuah ungkapan

larangan maka penelitian ini dibatasi pada kategori fungsi dan makna dalam

ungkapan larangan.

Daerah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah kenagarian Koto

Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Alasan memilih Nagari

ini karena di Koto Berapak masih banyak ungkapan larangan digunakan oleh

kaum tua untuk mendidik anak-anak mereka, walaupun masyarakat kenagarian

tersebut sudah memiliki pola pendidikan yang cukup baik ini terbukti dari

masyarakat tersebut yang yang sudah memiliki pendidikan tinggi. Selain

pendidikan tinggi daerah ini sudah maju karena teknologi sudah berkembang

pesat sehingga pengetahuan luas di luar atau informasi sudah mudah didapat.

Page 13: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

4

Salah satu bentuk ungkapan larangan yang ditemukan di ke nagarian Koto

Berapak ini adalah jan pangku pakih, mati laki.(jangan dipeluk sayur paku di

dekat ketiak nanti mati suami) Sebenarnya tidak ada hubungan antara memeluk

sayur paku dengan kematian suami. Dari ungkapan tersebut dapat dipahami

bahwa tidak boleh memeluk sayur paku agar tidak lengket aroma badan kesayur

paku karena untuk dimakan. Tujuan ungkapan tersebut menasehati. Berdasarkan

uraian di atas akan dilakukan penelitian dengan judul “Ungkapan Larangan Dalam

Bahasa Minangkabau Masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten

Pesisir Selatan: Kategori, Fungsi dan Makna”.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penelitian ini lebih difokuskan

pada ungkapan larangan yang ditinjau dari kategori, fungsi dan makna di

Kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, masalah penelitian

ini dirumuskan bagaimanakah kategori, fungsi, dan makna ungkapan larangan

yang terdapat di Kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir

Selatan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas adapun tujuan dari penelitian ini

adalah mendeskripsikan kategori, fungsi dan makna ungkapan larangan yang

terdapat di Kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir

Selatan.

Page 14: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

5

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis

maupun secara praktis

1. Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang

sastra sebagian lisan khususnya ungkapan larangan yang ada di Minangkabau

2. Praktis

a. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi yang

memberikan informasi agar pembaca lebih mengetahui folklor khususnya

ungkapan larangan

b. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memperdalam lagi pengetahuan

penulis mengenai ungkapan larangan dalam kehidupan masyarakat.

F. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan istilah-istilah yang digunakan oleh peneliti

maka dibatasi sebagai berikut.

1. Ungkapan larangan adalah suatu ungkapan yang berisi larangan, dan

nasihat yang disampaikan tidak secara langsung tetapi menggunakan

ungkapan-ungkapan yang mampu mendidik dan membuat orang takut

untuk melakukan hal-hal yang menyimpang atau menyalahi aturan.

2. Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah

kenagarian yang terletak 8 kilometer di atas permukaan laut Nagari ini

berpotensi dibidang perkebunan, peternakan, pertanian tanaman

holtikultura.

Page 15: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

6

3. Bahasa Minangkabau adalah suatu bahasa daerah yang digunakan oleh

sekelompok masyarakat atau penduduk asli Minangkabau.

Page 16: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Ungkapan larangan merupakan bagian dari folklor sebagian lisan. Teori yang

dijadikan landasan berpikir pada bab ini diantaranya adalah: (1) Hakikat folklor

(2) hakikat ungkapan larangan.

1. Hakikat Folklor

Teori yang diuraikan pada bagian ini adalah (a) pengertian foklor; (b) bentuk-

bentuk folklor.

a. Pengertian Folklor

Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan

diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional

dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)

(Danandjaya, 1991: 2). Ciri utama pengenal folklor pada umumnya. (1)

Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan; (2) Folklor bersifat

tradisional, yakni disebarkan relatif tetap atau dalam bentuk standar; (3) Folklor

ada (exist) dalam versi bahkan varian-varian yang berbeda; (4) Folklor bersifat

anonim; (5)Folklor mempunyai bentuk berumus dan berpola; (6) Mempunyai

kegunaan (function); (7) Bersifat pralogis; (8) Milik bersama; (9)Bersifat polos

dan lugu.

Danandjaya (1991: 13) menyatakan umumnya pengumpulan atau

inventarisasi folklor ada dua macam yakni; (a) pengumpulan semua judul

7

Page 17: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

8

karangan (buku dan artikel), yang pernah ditulis orang mengenai folklor

Indonesia. Kemudian diterbitkan berupa buku bibliografi folklor Indonesia (baik

yang beranotasi maupun tidak); (b) pengumpulan bahan-bahan folklor langsung

dari tutur kata orang-orang anggota kelompok yang empunya folklor dan hasilnya

kemudian diterbitkan atau diarsipkan. Metode pengumpulan yang pertama adalah

penelitian di perpustakaan (library research). Macam kedua adalah penelitian di

tempat (field research).

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa folklor adalah

sebagian kebudayaan kolektif yang diwariskan secara turun temurun dari mulut

ke telinga. Pewarisannya baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Folklor memiliki ciri pengenal

yaitu: penyebaran dan pewarisan biasanya secara lisan, bersifat tradisional,

memiliki varian berbeda (exist), bersifat anonim, berumus dan berpola, memiliki

kegunaan, bersifat pralogis, milik bersama, dan bersifat polos dan lugu.

b. Bentuk-bentuk Folklor

Bruvand (dalam Danandjaya, 1991:21,) seorang ahli folklor dari Amerika

Serikat, menggolongkan folklor ke dalam tiga kelompok besar yaitu folklor lisan,

folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan.

Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-

bentuk folklor yang termasuk kedalam kelompok besar ini antara lain: (a) Bahasa

rakyat seperti logat, julukan, pangkat, tradisional, dan titel kebangsawanan; (b)

ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan pameo; (c) pertanyaan

Page 18: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

9

tradisional seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair;

(e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat

(Danandjaya, 1991: 21-22)

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan

campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Folklor sebagian lisan ini ditambah

dengan gerak isyarat yang bermakna gaib atau mengandung asosiasi. Folklor

sebagian lisan terdiri dari kepercayaan rakyat (folk Belief), permainan rakyat,

teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, dan pesta rakyat.

Bentuk folklor sebagian lisan adalah kepercayaan rakyat dan permainan

rakyat. Kepercayaan rakyat atau seringkali disebut takhayul adalah kepercayaan

yang oleh orang berpendidikan barat dianggap sederhana bahkan pandir, tidak

berdasarkan logika sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Berhubung kata takhayul mengandung arti merendahkan atau menghina maka ahli

folklor modern lebih senang mempergunakan istilah kepercayaan rakyat (folk

belief) atau keyakinan rakyat. Ungkapan larangan merupakan bagian dari

kepercayaan rakyat menurut Koentjaraningrat (dalam Danandjaya, 1991: 154)

disebut sebagai kepercayaan rakyat karena ada hubungan asosiasi di dalamnya

yaitu persamaan wujud. Maka pada penelitian ini menggunakan ungkapan

larangan bagian dari kepercayaan rakyat.

Permainan rakyat juga merupakan bagian dari folklor sebagian lisan.

Permainan rakyat termasuk kedalam folklor karena diperolehnya melalui lisan.

Hal ini terutuama berlaku pada permainan rakyat kanak-kanak, karena permainan

ini disebarkan hampir murni melalui tradisi lisan dan banyak di antaranya

Page 19: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

10

disebarluaskan tanpa bantuan orang dewasa seperti orangtua mereka atau guru

sekolah mereka. Permainan rakyat dapat dibagi menjadi dua yakni (1) permainan

unrtuk bermain bersifat untuk mengisi waktu senggang atau rekreasi. (2)

permainan untuk bertanding memiliki lima sifat khusus yakni (a) terorganisasi,

(b) perlombaan, (c) harus dimainkan paling sedikit dua orang peserta, (d)

mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah, (e)

mempunyai peraturan permainan yang telah diterima bersama oleh para

pesertanya.

Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun

cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi

menjadi dua kelompok yaitu yang material dan yang bukan material. Bentuk-

bentuk folklor tergolong ke yang material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk

rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan

rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan

obat-obatan tradisional. Sedangkan, yang termasuk yang bukan material adalah:

gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, dan

musik rakyat.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat dilihat perbedaan antara folklor

lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. Folklor lisan adalah folklor

yang murni dalam bentuk lisan disampaikan dari mulut ke telinga tanpa perlu

adanya media tulisan, folklor sebagian lisan yaitu campuran dari unsur lisan

dengan unsur tulisan, sedangkan folklor bukan lisan yaitu folklor yang bentuknya

bukan lisan, akan tetapi lebih mengarah kepada benda, gesture, dan musik. Dari

Page 20: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

11

penjelasan di atas juga dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan bagian dari

kepercayaan rakyat (folk belief) dan juga bagian dari folklor sebagian lisan.

2. Hakikat Ungkapan Larangan

Pada bagian subbab ini teori yang akan diuraikan adalah: (a) ungkapan

larangan sebagai folklor sebagian lisan (b) kategori, fungsi, dan makna ungkapan

larangan.

a. Ungkapan Larangan sebagai Folklor Sebagian Lisan

Ungkapan (expression) adalah ”aspek fonologis atau grafemis dari unsur

bahasa yang mendukung makna” (Kridalaksana, 2008: 250). Sementara itu, dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Departemen Pendidikan Nasional,

2008: 1529) disebutkan ungkapan dapat berarti (1) apa-apa yang diungkapkan, (2)

kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus (makna

unsur-unsurnya sering kali menjadi kabur).

Larangan menurut Kridalaksana (2008: 140) adalah ”makna ujaran yang

bersifat melarang; diungkapkan dengan pelbagai bentuk, antara lain dengan

bentuk imperatif negatif jangan atau dengan frase ingkar tidak dibenarkan”.

Larangan ini sangat erat kaitannya dengan aspek kehidupan manusia yang berlaku

dalam masyarakat, seperti kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan, adat istiadat,

norma/hukum, yang didapatkan secara tradisi turun-temurun dari nenek

moyangnya.

Berdasarkan konsep ungkapan dan larangan di atas, yang dimaksud

ungkapan larangan dalam penelitian ini adalah aspek fonologis atau grafemis dari

unsur bahasa yang mendukung makna larangan. Dengan kata lain, ungkapan

Page 21: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

12

larangan maksudnya ungkapan yang mengandung larangan. Ungkapan larangan

merupakan bagian dari kepercayaan rakyat menurut Koentjaraningrat (dalam

Danandjaya, 1991: 154) disebut sebagai kepercayaan rakyat karena ada hubungan

asosiasi di dalamnya yaitu persamaan wujud.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan

bagian dari kepercayaan rakyat karena ada hubungan asosiasi di dalamnya, yaitu

persamaan wujud. larangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu

ujaran yang mengandung perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan.

Larangan itu diungkapkan dengan pelbagai bentuk, antara lain dengan bentuk

imperatif negatif jangan atau dengan frasa ingkar tidak dibenarkan.

b. Kategori, Fungsi, dan Makna Ungkapan Larangan

Pada subbab ini akan diuraikan teori mengenai kategori, fungsi, dan

makna ungkapan larangan dalam masyarakat

1) Kategori Ungkapan Larangan

Ungkapan larangan termasuk ke dalam kepercayaan rakyat atau biasa

disebut takhayul dan juga bagian dari folklor sebagian lisan. Hand (dalam

Danandjaya, 1991: 155) menggolongkan takhayul (kepercayaan rakyat) ke dalam

empat golongan besar yaitu: (1) takhayul di sekitar lingkaran hidup manusia, (2)

takhayul mengenai alam gaib, (3) takhayul mengenai terciptanya alam semesta

dan dunia, (4) jenis takhayul lainnya.

Kategori pertama takhayul disekitar lingkungan hidup manusia terbagi

menjadi tujuh kategori; (a) Lahir, masa bayi, dan masa kanak-kanak. Misalnya

contoh dari kategori ini, di Minangkabau wanita yang sedang mengandung tidak

Page 22: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

13

boleh duduk di depan pintu karena dapat mempersulit kelahiran. (b) Tubuh

manusia dan obat-obatan rakyat misalnya pada orang Indonesia bagian tubuh yang

harus dilindungi adalah kepala karena di situ terletak tenaga hidupnya. (c) Rumah

dan pekerjaan rumah tangga umpamanya bagi orang Minangkabau tidak

diperbolehkan memasak dengan kayu yang berduri dapat membuat badan menjadi

bengkak-bengkak. (d) Mata pencaharian dan hubungan sosial misalnya bagi orang

Jawa Timur, jika ada tamu yang terlalu lama bertamu dan tidak mau segera

pulang, maka dapat “dipaksa” pergi dengan jalan membawa (secara tersembunyi)

sebuah alat ulegan untuk menguleg cabai atau bumbu masakan lain dihadapannya.

(e) perjalanan dan perhubungan, misalnya di Minangkabau orang yang memiliki

tanda khas dileher belakangnya yang biasa disebut pusa-pusa harimau tidak

diperbolehkan pergi ke hutan. (f) Cinta pacaran dan menikah, misalnya orang

Betawi keturunan Cina percaya bahwa cinta itu dapat ditimbulkan dengan cara

gaib yang dapat dilakukan dengan pertolongan dukun. (g) Kematian dan adat

pemakaman misalnya orang betawi keturunan Cina di Jawa Timur, tidak senang

kerabatnya meninggal hari sabtu karena menurut kepercayaannya almarhum akan

membawa salah seorang kerabatnya dalam waktu dekat.

Kategori kedua takhayul mengenai alam gaib yaitu kepercayaan rakyat

mengenai para dewa, roh-roh, makhluk-makhluk gaib, kekuatan sakti dan alam

gaib. Contoh mengenai makhluk gaib Geertz (dalam Danandjaya, 1991:158)

membagi makhluk gaib orang Jawa Tengah menjadi empat golongan besar yaitu:

(a) memedi (makhluk gaib yang menakutkan), (b) lelembut (makhluk gaib yang

dapat memasuki tubuh kasar manusia), (c) thuyul (makhluk gaib yang dapat

Page 23: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

14

diperbudak), (d) dhemit (makhluk gaib setempat), dan dhanyang (makhluk gaib

penjaga keselamatan seseorang). Adapun makhluk gaib yang terdapat di

Minangkabau yakni. (a) Palasik( makhluk gaib yang makanannya adalah bayi dan

balita), (b) sibunian (makhluk halus yang tinggal di hutan atau di rimba, di pinggir

bukit, di dekat pekuburan).

Kategori ketiga takhayul mengenai terciptanya alam semesta dan dunia.

Kategori ini dibagi lagi menjadi empat subkategori yaitu: (a) ungkapan larangan

mengenai gejala alam atau fenomena kosmik. Misalnya, kepercayaan rakyat

mengenai gempa yang ada di Nias dianggap sebagai akibat bergoyangnya ular

besar yang mendukung bumi ini. (b) ungkapan larangan mengenai cuaca.

Misalnya, pada malam hari jika ada orang yang melihat lingkaran cahaya putih

disekeliling bulan, maka hal itu merupakan alamat bahwa pada keesokan harinya

akan turun hujan. (c) ungkapan larangan mengenai binatang dan peternakan.

Misalnya, burung-burung tertentu dan binatang seperti ular, dianggap dapat

memberi alamat-alamat pada manusia. (d) ungkapan larangan mengenai

penangkapan ikan dan berburu seperti halnya dengan perjudian, permainan

bertanding, penyakit, panen, cuaca, dan lain-lain. Hasil penangkapan ikan dan

berburu tidak dapat diramalkan dari semula. (e) ungkapan larangan mengenai

tanam-tanaman, misalnya tumbuh-tumbuhan yang dianggap mempunyai kekuatan

sakti, seperti pohon pisang, pepaya dan labu siam. Kekuatan sakti yang terdapat

dalam tanaman-tanaman itu bersifat buruk karena dapat mencelakai penanamnya,

seperti dapat menyebabkan penanamnya sakit lalu meninggal.

Page 24: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

15

Kategori keempat jenis takhayul lainnya. Seperti takhayul orang Jawa

Tengah mengenai maling, yaitu maling krowodan (maling yang mencuri apa saja

tanpa pilih-pilih), maling ketut (maling yang hanya mencuri hewan ternak dan

sangat terkenal karena tidak mudah takut), maling tengahan (maling yang dapat

digolongkan antara pertama dan kedua).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam ungkapan

larangan terdapat empat kategori yaitu: (1) takhayul di Sekitar Lingkaran Hidup

Manusia, (2) takhayul mengenai alam gaib, (3) takhayul mengenai terciptanya

alam semesta dan dunia, (4) jenis takhayul lainnya. Pada penelitian ini lebih

difokuskan pada kategori di sekitar lingkaran hidup manusia karena kategori ini

banyak di temui di dalam ungkapan larangan.

2) Fungsi Ungkapan Larangan

Ungkapan larangan adalah bagian dari kepercayaan rakyat dan memiliki

fungsi untuk memberikan pendidikan dan juga pembentuk kepribadian seseorang.

Menurut Danandjaya (1991:169-170) fungsi kepercayaan rakyat dalam kehidupan

masyarakat adalah pertama sebagai penebal emosi keagamaan atau kepercayaan.

Hal ini dikarenakan manusia yakin akan adanya makhluk-makhluk gaib yang

menempati alam sekeliling tempat tinggalnya dan yang berasal dari jiwa-jiwa

orang mati. Hingga manusia dihinggapi emosi kesatuan dalam masyarakatnya

atau manusia mendapat suatu firman dari tuhan. Fungsi kedua adalah sistem

proyeksi khayalan suatu kolektif yang berasal dari halusinasi seseorang yang

sedang mengalami gangguan jiwa, dalam bentuk makhluk-makhluk alam gaib.

Page 25: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

16

Fungsi kepercayaan rakyat atau ungkapan larangan yang ketiga adalah

sebagai alat pendidikan anak atau remaja. Di Indonesia petuah sering diberikan

dalam bentuk takhayul, misalnya diantara orang Betawi jika ingin mendidik

anaknya agar tidak membuang-buang makanan terutama nasi, maka anak-anak itu

akan diperingati dengan ungkapan larangan. Fungsi yang keempat sebagai

penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam yang sangat

sukar dimengerti sehingga sangat menakutkan. Fungsi yang kelima adalah untuk

menghibur orang yang sedang mengalami musibah. Misalnya orang Betawi

keturunan Cina harta bendanya dicuri maling, akan menghibur diri dengan

takhayul yang akan mengatakan bahwa dengan hilangnya barang itu kesialannya

akan diambil alih oleh pencurinya.

Salah satu contoh ungkapan larangan yang memiliki fungsi mendidik

adalah jan basiu sanjo naik ula karumah (jangan bersiul di waktu senja akan

membuat ular masuk rumah). Pada contoh di atas orangtua melarang anak bersiul

malam hari karena malam adalah waktu orang shalat dan istirahat jika bersiul

maka itu akan menganggu orang lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan

memiliki lima fungsi untuk masyarakat yaitu: (a) sebagai penebal emosi

keagamaan atau kepercayaan, (b) sistem proyeksi khayalan suatu kolektif, (c)

sebagai alat pendidikan anak atau remaja, (d) sebagai penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk terhadap gejala alam yang sangat sukar dimengerti

sehingga sangat menakutkan, (e) untuk menghibur orang yang sedang mengalami

musibah.

Page 26: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

17

3) Makna Ungkapan Larangan

Makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem,

baik yang disebut morfem dasar maupun morfem afiks (Chaer, 1994: 287). Makna

itu tidak lain daripada sesuatu atau referen yang diacu oleh kata atau leksem itu.

Berdasarkan keakuratan makna dan ruang lingkup pemakaiannya.

Makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala dalam

ujaran. Dalam menganalisis sebuah kalimat seseorang harus paham makna dari

setiap kata. Manaf (2008:61) menyatakan tipe makna satuan bahasa

dikelompokkan menjadi beberapa bentuk yaitu makna leksikal, makna gramatikal,

makna referensial, makna nonreferensial, makna denotatif, makna konotatif,

makna kata, makna istilah, makna idiomatik, dan makna kias.

Selanjutnya, Poerwadarminta (dalam Chaer 2009:77) menyatakan

penggunaan istilah kiasan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu

semua bentuk bahasa (baik kata,frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada

arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut

mempunyai arti kiasan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka ungkapan larangan termasuk

kedalam bentuk makna kias karena dalam ungkapan larangan tidak mengarah

pada arti yang sebenarnya namun memiliki arti yang berbeda. Salah satu contoh

ungkapan larangan yang ditemukan pada masyarakat koto berapak kecamatan

bayang kabupaten pesisir selatan jan manjaik baju di badan ndak lapeh dari

hutang hiduik (jangan menjahit baju yang sedang dikenakan nanti hidup tidak

lepas dari hutang). Sebenarnya tidak ada hubungan antara menjahit dengan hutang

Page 27: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

18

yang tak pernah lepas dari hidup. Dari ungkapan itu dapat diartikan bahwa tidak

boleh menjahit saat baju melekat di badan hal itu dapat melukai diri tertusuk

jarum. maksud dari ungkapan diatas tidak merujuk pada makna atau arti yang

sebenarnya.

B. Penelitian yang Relevan

Fitri (2007) mahasiswa Universitas Negeri Padang dengan judul

Ungkapan Larangan Masyarakat Dalam Bahasa Minangkabau Dalam Masyarakat

Tabek Kecamatan Periangan Kabupaten Tanah Datar Analisis Semiotik. Hasil

penelitiannya menyatakan bahwa folklor masih hidup dan dipakai ditengah-tengah

masyarakat dan terancam punah. antara penelitian ini memiliki kesamaan yang

terletak pada masalah yang akan dikaji yaitu sama-sama tentang ungkapan

larangan yang membedakannya adalah pada penelitian relevan ini menganalisis

tentang tanda atau semiotik, sedangkan pada penelitian ini mengkaji tentang

kategori, fungsi dan makna dari ungkapan larangan yang akan diteliti

Ramadhani (2013) mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat dengan judul

Ungkapan Larangan Pada Masyarakat Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao

Selatan Kabupaten Pasaman. Hasil penelitiannya adalah ungkapan larangan

adalah tradisi lisan yang diwariskan secara turun temurun. ungkapan larangan

banyak mengandung nilai-nilai keagamaan, kesopanan, moral dan etika pada

anak. Persamaannya terletak pada masalah yang akan dikaji sedangkan

perbedaannya adalah pada penelitian relevan ini mengkaji tentang suntingan teks

dan fungsi sosialnya.

Page 28: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

19

Rahmadani (2012) mahasiswa Universitas Negeri Padang dengan judul

Ungkapan Larangan Dalam Bahasa Minang Kabau Masyarakat Lubuk Sariak

Kenagarian Kambang Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan. Hasil

penelitiannya adalah ungkapan larangan merupakan salah satu alat untuk

mengatur mengendalikan dan memberikan arah pada tindakan, kelakuan dan

perbuatan manusia dalam masyarakat. kesamaannya terletak pada masalah yang

akan dikaji dan juga membahas tentang kategori fungsi dan makna yang

membedakan adalah objek yang akan diteliti. Pada penelitian relevan ini objeknya

adalah masyarakat Lubuk Sariak Kenagarian Kambang Kecamatan Lengayang.

Sedangkan pada penelitian ini objek kajiannya adalah Masyarakat Koto Berapak

Kecamatan Bayang.

Perbedaan penelitian ini secara umum antara penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya adalah pada objek penelitiannya. Objek penelitian ini

adalah Masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan.

Persamaan dengan penelitian terdahulu adalah masalah yang dikaji yaitu tentang

ungkapan larangan

C. Kerangka Konseptual

Folklor merupakan suatu kebudayaan kolektif, yang tersebar dan

diwariskan secara secara turun temurun dan memiliki versi yang berbeda-beda,

baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk gerak isyarat. Folklor di bagi

kedalam tiga kelompok yaitu: folklor lisan, folklor sebagian lisan dan folklor

bukan lisan.

Page 29: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

20

Penelitian ini lebih menekankan pada folklor sebagian lisan dan lebih

difokuskan pada kategori, fungsi dan makna yang terdapat dalam Ungkapan

Larangan Masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir

Selatan. Adapun bentuk kerangka konseptualnya sebagai berikut.

Gambar 1 Bagan Kerangka Konseptual

Folklor

Folklor

Lisan

Folklor Sebagian

Lisan Folklor

Bukan Lisan

Kepercayaan

Rakyat

Ungkapan

Larangan

Kategori Fungsi Makna

Ungkapan Larangan Minangkabau Masyarakat Koto Berapak

Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan

Page 30: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dikatakan penelitian

kualitatif karena dalam penelitian ini tidak menggunakan angka dan prosedur

statistik atau bentuk hitungan lainnya tapi hanya mendeskripsikan atau

memaparkan apa yang diteliti. Flick (dalam Gunawan, 2013: 81) ) menyatakan

penelitian kualitatif adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang

berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Penelitian kualitatif

mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan

fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena

sosial dari sudut pandang partisipan

Metode ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah

suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set

kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa

sekarang (Nazir, 2011: 54). Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

B. Latar, Entri, dan Kehadiran Peneliti

1. Latar

Penelitian ini dilakukan di nagari Koto Berapak, Kecamatan Bayang,

Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah ini sebesar

2.215 ha dengan luas tanah sawah sebesar 254 ha, luas tanah

21

Page 31: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

22

pekarangan/perumahan sebesar 204 ha, luas tanah tegalan sebesar 167 ha, luas

perkebunan/perbukitan sebesar 840 ha, luas perkebunan sebesar 750 ha. Letak

nagari Koto Berapak memanjang dari utara ke selatan, maka nagari Koto Berapak

berpotensi dibidang perkebunan, peternakan, pertanian tanaman holtikultura.

Sampai saat ini jumlah masyarakat Koto Berapak sekitar 3557 jiwa, terdiri dari

1787 laki-laki, dan 1770 perempuan. Desa ini dibatasi sebelah Selatan nagari

Talaok, sebelah Utara nagari Kapelgam, sebelah Timur nagari Gurun Panjang, dan

sebelah Barat dibatasi dengan kecamatan Koto XI Tarusan.

Mata pencaharian yang paling dominan di nagari ini rata-rata adalah

bertani. Hasil pertanian di desa ini yaitu jagung, cabe, getah, padi, semangka, dan

masih banyak lagi. Selain bertani masyarakat di nagari ini juga ada yang bekerja

sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan Wiraswasta.

2. Entri

Entri dalam penelitian ini adalah ungkapan larangan Masyarakat Koto

Berapak Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian yang

difokuskan pada kategori, fungsi dan makna yang ada pada ungkapan larangan itu

sendiri. Ungkapan larangan itu adalah suatu kebiasaan masyarakat yang bersifat

takhayul. Masyarakat di nagari Koto Berapak masih mempercayai dan

menerapkan ungkapan masyarakat ini dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kehadiran Peneliti

Penelitian ini termasuk pada penelitian terlibat „participant observation’

dan mesti membina rasa saling percaya antara peneliti dan sumber data ’rapport’,

seperti yang di ungkapkan oleh Danandjaya (1991: 194-199). Peneliti adalah

Page 32: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

23

penduduk asli Koto Berapak, oleh karena itu peneliti mengetahui bagaimana

kehidupan masyarakat Koto Berapak. Dalam mengumpulkan data peneliti

mendatangi langsung rumah informan sehingga peneliti dapat melakukan

wawancara dengan informan sesuai dengan cara-cara wawancara yang telah

disiapkan sebelumnya

C. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah penduduk asli Desa Koto Berapak

Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Peneliti memilih tiga orang

informan yang memiliki pengetahuan tentang ungkapan larangan. Informan yang

pertama yaitu pertama Sijas 70 tahun yaitu orang yang banyak mengetahui seluk-

beluk adat dan sejarah nagari koto berapak. Kedua Yusna 65 tahun, dan ketiga

zainab 70 tahun, mereka berdua adalah orang yang dituakan di nagari koto

berapak dan sangat mengetahui adat istiadat di nagari yang akan diteliti ini.

Informan pertama adalah informan utama, sedangkan informan yang kedua dan

ketiga adalah informan pendamping. Peneliti mewawancarai informan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Selanjutnya, peneliti merekam dan mencatat ungkapan larangan masyarakat Koto

Berapak yang disampaikan oleh informan.

Menurut Mahsun (2005: 142), pada tiap daerah pengamatan dibutuhkan

paling sedikit tiga informan, dan dari tiga orang tersebut, haruslah ditentukan satu

orang sebagai informan utama, sedangkan yang lainnya sebagai pendamping.

Agar tidak terjadi perebutan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan.

Page 33: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

24

Seseorang yang akan dijadikan informan harus memenuhi beberapa syarat-

syarat. Menurut Mahsun (2005:141), syarat-syarat seorang informan adalah

sebagai berikut: (1) Berjenis kelamin Pria atau Wanita; (2) berusia antara 25-65

tahun; (3) orangtua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan disana serta

jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya; (4) berpendidikan minimal tamat

pendidikan dasar (SD, SLTP); (5) berstatus sosial menengah (tidak rendah atau

tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya; (6) pekerjaannya

bertani atau buruh; (7) memiliki kebanggaan terhadap isoleknya; (8) dapat

berbahasa Indonesia; (9) sehat rohani dan jasmani.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka informan dalam penelitian ini

adalah penduduk asli Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir

Selatan, sebanyak tiga orang, berusia 25-65 tahun, berstatus sosial menengah,

tidak pernah meninggalkan desanya, sehat jasmani dan rohani serta memiliki

pengetahuan mengenai ungkapan larangan masyarakat.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan

teknik observasi, wawancara, dan rekam. Sebelum melakukan teknik observasi.

Harus disediakan terlebih dahulu lembar observasi. Cartwright (dalam

Herdiansyah, 2012:131) menyatakan observasi merupakan suatu proses melihat,

mengamati, dan mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk

suatu tujuan tertentu. Setelah dilakukan teknik observasi, baru dilanjutkan dengan

wawancara. Menurut Moleong (2010:186) wawancara merupakan percakapan

dengan maksud tertentu, percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu

Page 34: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

25

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara. merekam menggunakan perekam audio, kemudian hasil

rekaman tuturan informan di transkrip ke dalam bentuk tulisan, dan setelah itu

transkrip di transliterasi dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia.

Untuk memudahkan penelitian, maka penulis menggunakan format

penelitian sebagai berikut.

Format 1

Transliterasi ungkapan larangan dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia

No Bahasa Daerah Bahasa Indonesia

Format 2

Inventarisasi data ungkapan larangan

No Ungkapan kepercayaan rakyat kenagarian

koto berapak

Analisis data

kategori fungsi makna

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dan dibantu dengan

perangkat yaitu (1) perekam audio berupa handphone yang digunakan untuk

merekam tuturan yang di tuturkan oleh informan; (2) lembaran pencatatan sebagai

Page 35: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

26

bentuk tertulis hasil pengamatan penyampaian tuturan; dan (3) pedoman

wawancara yang digunakan sebagai panduan untuk mewawancarai informan

yang berkaitan dengan sastra lisan.

F. Teknik Pengabsahan Data

Teknik pengabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik triangulasi. Menurut Moleong (2010:330) teknik triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik

triangulasi yang digunakan adalah dengan cara membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

G. Teknik Analisis Data

Hutomo (dalam Sadikan 2001:180) memberi petunjuk dalam

mentranskripsi dari lisan ketulisan diantaranya melalui tahapan sebagai berikut:

(1) transkripsi secara kasar, artinya semua suara dalam rekaman dipindahkan

ketulisan tanpa mengindahkan tanda baca, dalam hal ini penulis harus bertindak

jujur, maksudnya tidak memanipulsi data yang ada. (2) transkripsi kasar tersebut

selanjutnya disempurnakan, hasil penyempurnaan dicocokkan kembali dengan

hasil rekaman. (3) setelah transkripsi disempurnakan mulailah peneliti menekuni

hasil transkripsinya. (4) setelah hasil transkripsi diberi tanda-tanda baca dan

perwajahan yang s empurna, selanjutnya diketik (manual atau komputer). Teks

yang telah melalui tahapan keempat itulah yang dinamakan teks lisan, teks

tersebut yang digunakan sebagai bahan analisis.

Page 36: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

27

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data sebagai

berikut.

1. Mentranskripsi dan menyunting tuturan informan ke dalam tulisan, lalu

menterjemahkannya dari bahasa minangkabau kebahasa Indonesia

2. Mengelompokkan ungkapan larangan berdasarkan kategori dan fungsinya

3. Memaknai atau mengartikan ungkapan larangan yang telah

ditranskripsikan

4. Menulis laporan penelitian.

Page 37: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

28

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Temuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Nagari Koto Berapak Kecamatan Bayang

Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 November

2015 dan data yang diperoleh adalah sebanyak empat puluh data yang didapat dari

tiga narasumber yaitu. Sijas, Zainab, dan Yusna. Ungkapan larangan ini

ditampilkan dalam bentuk tulisan kemudian bahasa daerah dari ungkapan larangan

itu ditransliterasi ke bahasa Indonesia. Setelah itu ungkapan larangan

dikelompokkan berdasarkan kategori dan fungsi kemudian akan dianalisis

berdasarkan kategori, fungsi dan makna.

Dari beberapa kategori ungkapan larangan maka ditemukan kategori masa

lahir,bayi dan kanak-kanak (lima ungkapan larangan mengenai masa lahir, satu

ungkapan larangan mengenai masa bayi dan dua ungkapan larangan mengenai

masa kanak-kanak), rumah dan pekerjaan rumah tangga (satu ungkapan larangan

mengenai rumah dan dua puluh tiga ungkapan larangan mengenai pekerjaan

rumah tangga), perjalanan dan perhubungan (dua ungkapan larangan mengenai

perjalanan), mata pencaharian dan hubungan sosial (dua ungkapan larangan

mengenai mata pencaharian dan satu ungkapan larangan mengenai hubungan

sosial), pernikahan (tiga ungkapan larangan mengenai pernikahan). Fungsi

ungkapan yang ditemukan dalam ungkapan larangan ini adalah fungsi ungkapan

larangan sebagai penebal emosi keagamaan sebanyak enam ungkapan larangan,

fungsi ungkapan larangan sebagai alat pendidikan anak atau remaja sebanyak

Sembilan belas ungkapan larangan, fungsi ungkapan larangan sebagai penjelasan

28

Page 38: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

29

yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam sebanyak lima belas

ungkapan larangan. Makna yang ditemukan dalam ungkapan larangan dalam

bahasa minangkabau masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten

Pesisir Selatan adalah makna kias karena pada ungkapan larangan ini makna yang

di temukan bukan makna yang sebenarnya.

Pada bagian ini akan diuraikan beberapa kategori ungkapan larangan,

fungsi ungkapan larangan, dan makna ungkapan larangan secara sekaligus.

Kategori ungkapan larangan pada penelitian ini hanya menganalisis tentang

kategori disekitar lingkaran hidup manusia. Uraiannya adalah sebagai berikut.

1) Urang hamil jan duduak di pintu, tasakang anak

(orang hamil jangan duduk di pintu susah melahirkan)

Pada data 1 kategorinya adalah masa lahir. Hal ini disebabkan karena

ungkapan tersebut terdapat suatu larangan yang berkaitan dengan seseorang yang

sedang hamil kemudian pada mitos dijelaskan orang hamil tidak boleh duduk di

depan pintu, jika tetap dilakukan maka akan menyebabkan susah saat akan

melahirkan. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu

folk terhadap gejala alam, karena pada ungkapan ini terdapat suatu pemaparan

tentang suatu akibat yang akan terjadi jika orang hamil duduk di pintu, dan akibat

yang dijelaskan berupa hal yang membuat orang hamil menjadi takut dan tidak

ingin melakukannya karena mereka takut akan kesusahan saat melahirkan. Makna

dari ungkapan ini sebenarnya adalah orang tidak boleh duduk di pintu karenaakan

menghalangi orang keluar masuk ruangan . larangan ini sebenarnya tidak hanya

berlaku kepada ibu hamil saja , tetapi juga berlaku pada semua orang.

Page 39: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

30

2) Urang nganduang jan minum digaleh ratak, sumbiang bibi anak

(orang hamil tidak boleh minum dengan gelas retak nanti sumbing bibir

anak)

Pada data 2 kategori ungkapan larangannya adalah masa lahir. Hal ini

dikarenakan dalam ungkapan tersebut adanya penjelasan yang berkaitan dengan

bayi yang ada di dalam rahim sang ibu, dimana jika ungkapan larangan tersebut

dilanggar maka akan berakibat pada bayi yang akan dilahirkan menjadi sumbing.

Fungsi pada ungkapan ini adalah sebagai penjelasana yang dapat diterima oleh

akal suatu folk terhadap gejala alam. Hal ini dikarenakan pada ungkapan ini

terdapat sebuah penjelasan akibat yang akan terjadi jika seorang ibu hamil

melanggarnya dan akibat tersebut membuatnya takut dan tidak mau

melakukannya karena akan berdampak terhadap anaknya nanti. Makna dari

ungkapan ini sebenanya adalah semua orang bukan hanya ibu hamil tidak boleh

minum digelas yang retak karena itu dapat melukai bibir karena kaca yang

sumbing atau retak sangat tajam dan bisa membuat bibir terluka.

3) Urang nganduang lakinyo ndak buliah mambunuah ula, basisik kulik

anak beko.

(suami ibu hamil tidak boleh membunuh ular nanti anaknya bersisik )

Pada data 3 kategori ungkapan larangan tersebut adalah masa lahir karena

dalam ungkapan ini memaparkan suatau akibat yang akan terjadi terhadap anak

yang ada dalam rahim ibu jika calon ayahnya tetap melanggar larangan di atas.dan

akibatnya adalah kulit anak menjadi bersisik saat dilahirkan nanti. Fungsinya

adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala

alam yaitu pada ungkapan ini terdapat penjelasan bahwa adanya suatu akibat

yang akan terjadi pada seorang istri hamil jika suaminya membunuh ular. Akibat

Page 40: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

31

tersebut dapat membuat suami takut dan tidak mau melakukannya, karena dia

takut akan terjadi hal yang buruk kepada anak yang lahir nanti. Makna ungkapan

ini sebenarnya hewan adalah makhluk hidup yang juga punya hak untuk hidup,

jadi manusia tidak boleh sembarangan membunuh binatang agar tetap lestari dan

tidak punah.

4) Anak ketek jan baok kalua barabuik sanjo, baulahnyo beko

(anak yang masih bayi tidak boleh dibawa keluar saat magrib nanti dia

rewel)

Pada data 4 ungkapan larangan di atas kategorinya adalah masa bayi. Hal

ini disebabkan karena pada ungkapan di atas adanya pernyataan yang menjelaskan

tentang suatu hal yang akan terjadi pada seorang bayi jika orangtua mereka

membawa keluar rumah pada waktu senja. Fungsi ungkapan ini adalah sebagai

penebal emosi keagamaan karena ungkapan ini memberikan suatu pesan yang

tidak secara langsung kepada umat muslim agar lebih mendekatkan diri kepada

sang pencipta yaitu menunaikan ibadah salat. Makna yang sebenarnya adalah

senja adalah waktu untuk anak beristirahat dan tidur karena bayi tidak baik tidur

terlalu malam. Selain itu, senja adalah waktu untuk shalat jadi ada baiknya

melakukan ibadah dan setelah itu berkumpul dengan keluarga.

5) Urang nganduang ndak buliah makan sambia bajalan, paranyang anak

(orang hamil tidak boleh makan sambil berjalan nanti anaknya rewel)

Pada data 5 Kategorinya adalah masa bayi karena pada ungkapan ini

adanya larangan pada ibu hamil agar tidak makan sambil berjalan karena anaknya

akan menjadi rewel jika sudah lahir nanti. Termasuk kedalam kategori masa bayi

karena dalam ungkapan ini terdapat uraian yang menjelaskan bahwa jika orang

hamil makan sambil berjalan maka akan berdampak terhadap anaknya sudah lahir

Page 41: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

32

atau masih bayi karena pada masa bayi anak-anak sering rewel.. Fungsinya adalah

sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam

karena terdapat penjelasan akibat jika ibu hamil makan sambil berjalan dan pada

ungkapan ini diberikan penjelasan yang akan berakibat pada bayi yang lahir nanti

dan membuat ibu hamil menjadi takut dan takut untuk melakukannya. Maknanya

adalah orang hamil tidak boleh makan sambil berjalan karena orang yang makan

di jalan kurang bagus dipandang dan terlihat kurang beretika, apalagi seorang ibu

hamil bisa membahayakan bayinya karena ia bisa terjatuh sebab terlalu asyik

makan sambil berjalan.

6) Urang nganduang jan makan karak, lakek kakak anak

(orang mengandung atau hamil tidak boleh makan kerak nasi nanti kakak

anak melekat kerahim ibu)

Pada data 6 kategorinya adalah masa lahir. hal ini dikarenakan pada

ungkapan tersebut terdapat pernyataan yang menjelaskan tentang suatu larangan

yang berkaitan dengan dengan masa lahir. Pada data ini menyatakan bahwa jika

memakan sesuatu yang dilarang akan berdampak pada saat akan melahirkan.

Fungsinya adalah penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala

gejala alam . dikatakan termasuk pada fungsi tersebut karena pada ungkapan ini

menjelaskan suatu akibat yang terjadi terhadap seorang ibu hamil jika memakan

kerak nasi dan akibat tersebut membuatnya menjadi takut karena akan berdampak

pada saat akan melahirkan nanti. Maknanya adalah pada ungkapan larangan ini

merupakan suatu kepercayaan dari masyarakat nagari Koto Berapak dan kerak

nasi melekat pada periuk jadi diasosiasikan ke kakak anak yang akan melekat

pada rahim.

Page 42: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

33

7) Urang nganduang ndak buliah manyalepakan salendang, malilik tali

pusek ka lihia anak

(orang hamil tidak boleh melilitkan selendang keleher nanti leher anak

juga di lilit tali pusar bayi)

Pada data 7 kategorinya adalah masa bayi karena pada ungkapan tersebut

terdapat pernyataan yang menjelaskan tentang suatu larangan yang berkaitan

dengan masa lahir. Pada pernyataan ini menjabarkan tentang suatu akibat yang

akan berdampak buruk terhadap bayi yang masih ada dalam kandungan. Fungsi

ungkapan larangan di atas adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal

suatu folk terhadap gejala alam. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk terhadap gejala alam, termasuk ke dalam fungsi tersebut

karena pada ungkapan ini menjelaskan suatu akibat yang akan terjadi jika orang

hamil melilitkan selendang kelehernya. Maknanya adalah melilitkan selendang ke

leher juga membahayakan karena jika lilitnnya terlalu erat akan mencekik leher

dan membuat ibu hamil susah untuk bernafas.

8) Jan agiah anak siso makan wak, panuruiknyo beko

(jangan beri anak makanan sisa nanti dia jadi penurut pada orang yang

memberi sisa makanan)

Pada data 8 ini Kategori yang ditemukan adalah masa kanak-kanak. hal

ini dikarenakan karena adanya penyataan larangan yang berkaitan dengan anak-

anak yaitu tidak memberikan anak makanan sisa. Pada ungkapan ini adanya

pernyataan memberikan makanan sisa dari orang dewasa, dan sudah jelas bahwa

anak-anak yang bisa mencerna makanan orang dewasa bukan bayi. Fungsinya

adalah mendidik karena pada ungkapan ini mengajarkan kepada orangtua agar

tidak membiasakan memberi anak makanan sisa dari mereka. Maknanya adalah

jika memberikan makanan sisa orang lain kepada anak, itu akan menularkan

Page 43: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

34

kuman dan penyakit dengan mudah karena bayi dan anak-anak sangat mudah

tertular.

9) Jan manjaik baju sadang lakek, ndak lapeh dari hutang hiduik

(Jangan menjahit baju yang dikenakan nanti hidup tak lepas dari hutang)

Pada data 9 kategorinya adalah pekerjaan karena dalam ungkapan larangan

tersebut terdapat pernyataan yang menjelasakan mengenai suatu pekerjaan atau

kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat dan

jenis kegiatan yang dimaksud adalah menjahit baju. Fungsinya adalah sebagai alat

pendidikan karena dalam ungkapan ini orangtua memberikan suatu didikan yang

mengarahkan anak kepada hal yang lebih baik yaitu melakukan sesuatu dengan

baik dan tidak sembarangan melakukan suatu hal yang dapat membahayakan diri

mereka. makna dari ungkapan tersebut adalah larangan dari orangtua untuk tidak

menjahit baju yang sedang dikenakan karena itu sangat membahayakan terhadap

diri sendiri karena saat menjahit nanti bisa saja tubuh akan terluka oleh tusukan

jarum penjahit karena kurang hati-hati dan ceroboh sehingga melukai tubuh.

10) Jan malagu sadang mamasak dapek laki rando

(jangan menyanyi saat memasak nanti dapat suami duda)

Pada data 10 Kategorinya adalah pekerjaan. hal ini disebabkan karena

ungkapan larangan di atas terdapat penjelasan yang berkaitan dengan pekerjaan

sehari-hari dalam kehidupan rumah tangga dan pekerjaan yang dimaksud pada

ungkapan ini adalah kagiatan memasak. Fungsinya adalah mendidik karena pada

ungkapan ini terlihat adanya maksud yang disampaikan oleh orangtua kepada

anak atau para remaja agar selalu serius dan fokus dalam melakukan suatu

pekerjaan agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Maknanya adalah tidak boleh

Page 44: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

35

menyanyi disaat memasak karena saat memasak kita harus fokus agar masakan

menjadi enak, jika menyanyi saat memasak itu akan merusak konsentrasi dan

dapat mengakibatkan masakan yang dimasak tidak enak.

11) Anak gadih jan mancotok samba dalam kuali, ndak tampan jadi anak

daro

(anak gadis tidak boleh memakan sambal langsung dari kuali, tidak

menarik saat jadi pengantin)

Pada data 11 kategorinya adalah menikah karena pada ungkapan tersebut

terdapat pernyataan tentang hal yang berkaitan dengan seorang wanita yang belum

menikah dan pada ungkapan ini dijelaskan anak gadis tidak boleh makan langsung

dari kuali, jika tetap dilakukan maka akan menyebabkan tidak menarik saat

menjadi pengantin. Fungsinya adalah sebagai alat pendidikan karena pada

ungkapan ini terdapat suatu didikan yang dilakukan oleh orangtua agar anaknya

tidak membiasakan diri melakukan hal yang tidak bagus dan terlihat tidak beretika

dalam kehidupan sehari-hari.. Makna dari ungkapan ini sebenarnya adalah

seorang anak gadis tidak boleh makan langsung dari kuali karena kuali adalah

tempat memasak di dapur yang hitam dan kotor jadi, memakan langsung dari

kuali itu adalah suatu kegiatan yang kurang sopan karena hal ini dapat membuat

orang yang melihat tidak mau memakan masakan itu sebab di anggap makanan

sisa.

12) Jan basiu malam, naik ula

(jangan bersiul pada waktu malam nanti naik ular)

Pada data 12 kategorinya adalah pekerjaan karena dari ungkapan itu terdapat

suatu penjelasan yang berkaitan dengan seorang yang suka bersiul pada

sembarang tempat dan waktu. Ungkapan ini termasuk pada pekerjaan karena

Page 45: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

36

terdapat kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Pekerjaan yang

dimaksud adalah bersiul dan bersiul termasuk dalam kegiatan yang di lakukan

sehari-hari saat bersantai. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang diterima akal

suatu folk tentang gejala alam karena ungkapan larangan ini terdapat suatu

larangan untuk tidak bersiul jika tetap dilakukan maka akan ada akibat yang akan

terjadi dan membuat ia menjadi takut. Maknanya adalah jika bersiul pada malam

hari itu sangat berisik dan menganggu orang lain karena pada malam hari adalah

waktu orang untuk shalat dan juga beristirahat.

13) Jan duduak di puntuang kayu, nyo cakau dirimau beko

(jangan duduk di atas arang kayu nanti diterkam harimau)

Pada data 13 Kategorinya adalah pekerjaan karena dalam ungkapan larangan

ini terdapat penjelasan yang berkaitan dengan suatu pekerjaan yang dilakukan

dalam kehidupan, pekerjaan yang dimaksud adalah duduk. Fungsi ungkapan

larangan ini adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk

terhadap gejala alam. Hal ini karena pada ungkapan tersebut adanya penjelasan

yang memiliki akibat yang akan terjadi jika seseorang duduk di atas arang kayu

dan dapat membuat seseorang menjadi takut untuk melakukannya. Maknanya

adalah tidak boleh duduk di atas arang kayu karena arang kayu adalah bekas

pembakaran dari kayu jadi jika duduk di atasnya akan membuat pakaian menjadi

hitam dan kotor.

Page 46: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

37

14) Rumah nan baru siap jan dihuni sabalun di doakan, dapek musibah

beko.

(rumah yang baru selesai dibangun tidak boleh dihuni sebelum di doakan

nanti dapat musibah)

Pada data 14 kategorinya adalah rumah karena pada ungkapan tersebut

terdapat penjelasan yang berkaitan dengan sebuah rumah. Pada ungkapan ini

menjelaskan agar rumah yang baru selesai dibangun di doakan terlebih dahulu

sebelum dihuni. Jika tidak dilakukan maka akan terjadi suatu musibah yang akan

terjadi Fungsinya adalah sebagai penebal emosi keagamaan hal ini dikarenakan

pada ungkapan tersebut terdapat anjuran untuk lebih mendekatkan diri kepada

allah dan ada suruhan agar mendoakan rumah yang baru selesai terlebih dahulu

sebelum dihuni . Maknanya ungkapan ini sebenarnya adalah rumah yang baru

selesai dibangun sebaiknya di doakan terlebih dahulu. Mendoakan rumah adalah

acara makan-makan dan berdoa sebagai wujud rasa syukur atas rumah yang baru

saja selesai dibangun.

15) Jan jujuang tangan ka ateh kapalo, palupo wak

(jangan letakkan tangan ke atas kepala nanti pelupa)

Pada data 15 kategorinya adalah pekerjaan rumah tangga karena adanya

penjelasan yang berkaitan dangan pekerjaan sehari-hari dan pekerjaan yang

dimaksud adalah meletakkan tangan di atas kepala. Fungsinya adalah sebagai alat

pendidikan karena pada ungkapan ini adanya didikan dari orangtua yang

mengajarkan kepada anak untuk melakukan hal yang baik dan lebih beretika lagi.

Maknanya adalah meletakkan tangan di atas kepala adalah suatu hal yang tidak

bagus di pandang karena bagi masyarakat Koto Berapak orang yang suka

meletakkan tangan ke atas kepala adalah orang yang pemalas dan bodoh.

Page 47: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

38

16) Jan mangguntiang kuku malam nyo, ambek di rimau

(jangan menggunting kuku pada malam hari nanti di cegat oleh harimau)

Pada data 16 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat

suatu pernyataan yang menjelaskan mengenai suatu pekerjaan yang dilakukan

dalam kegiatan sehari-hari dan pekerjaan yang dimaksud adalah menggunting

kuku. Fungsinya adalah sebagai alat pendidikan karena pada ungkapan ini orang

tua memberikan didikan yang baik terhadap anaknya untuk lebih berhati-hati

dalam melakukan sesuatu dan juga melakukan sesuatu sesuai dengan waktu yang

tepat dan menggunting kuku saat malam hari itu tidak baik dan membahayakan

karena pada malam hari cahaya tidak terlalu terang. Makna ungkapan ini

sebenarnya adalah orang tidak boleh menggunting kuku malam hari karena pada

waktu malam itu gelap jadi kalau kurang hati-hati memotong kuku bisa saja jari

akan terluka oleh gunting kuku tersebut.

17) Jan manyapu sanjo, tailak rasaki

(jangan menyapu saat senja jauh reski)

Pada data 17 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat

pernyataan yang berkaitan dengan suatu pekerjaan sehari-hari yang dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan tersebut adalah menyapu rumah.

Fungsinya adalah sebagai penebal emosi keagamaan karena pada ungkapan ini

adanya larangan menyapu pada waktu senja karena senja adalah waktu untuk

beribadah dengan adanya larangan ini dapat menambah iman dan takwa dan juga

lebih mendekatkan diri kepada allah dengan cara beribadah. Maknanya adalah

tidak boleh menyapu pada waktu senja karena senja adalah waktu untuk ibadah

Page 48: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

39

salat maghrib dan jika di dahulukan menyapu rumah maka akan meninggalkan

salat karena waktu salat magrib singkat.

18) Jan lalok sanjo, panyakitan wak

(jangan tidur saat senja nanti penyakitan)

Pada data 18 Kategorinya adalah pekerjaan rumah tangga karena pada

ungkapan ini adanya suatu pernyataan yang menjelaskan suatu pekerjaan yang

dilakukan dalam kehidupan sehari-hari pada ungkapan ini dijelaskan agar tidak

tidur pada waktu senja apabila tetap dilakukan akan menjadi sakit. Pekerjaan

yang dimaksud adalah tidur dan senja yang dimaksud dalam ungkapan ini adalah

menjelang salat maghrib. Fungsinya adalah sebagai penebal emosi keagamaan

karena pada ungkapan ini adanya larangan tidur pada waktu senja karena bagi

umat islam senja adalah waktu untuk beribadah dan waktu untuk mendekatkan

diri kepada sang pencipta. Maknanya ungkapan ini adalah orang tidak boleh tidur

di saat senja karena itu adalah waktu untuk beribadah dan juga bukan waktu untuk

tidur.

19) Jan mamasak jo kayu baduri, bangkak-bangkak badan

(jangan memasak dengan kayu berduri nanti badan menjadi bengkak-

bengkak)

Pada data 19 kategorinya adalah pekerjaan hal ini karena pada data di atas

menjelaskan sebuah pekerjaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan

pada ungkapan tersebut mengungkapkan tidak boleh memasak dengan kayu

berduri jika tetap dilakukan maka akan terjadi suatu akibat yang tidak di inginkan,

dan pekerjaan yang dimaksud adalah memasak. Fungsinya adalah sebagai alat

pendidikan karena pada ungkapan ini terdapat didikan dari orang tua kepada

anaknya untuk tidak memasak dengan kayu berduri karena itu berbahaya.

Page 49: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

40

Maknanya adalah tidak boleh memasak dengan kayu berduri karena kayu berduri

jika dibakar apinya akan memercik dan itu bisa mengenai tubuh dan melukainya.

20) Jan mandi sanjo, dipiciak antu aia wak

(Jangan mandi waktu senja nanti disakiti hantu air)

Pada data 20 kategorinya adalah pekerjaan hal ini disebabkan karena pada

ungkapan di atas terdapat suatu kegiatan atau pekerjaan yang sering dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari, dan pekerjaan yang dimaksud pada ungkapan

tersebut adalah mandi serta senja yang dimaksud dalam ungkapan ini adalah

waktu menjelang maghrib. Fungsi pada ungkapan di atas adalah sebagai penebal

emosi keagamaan karena pada pernyataan ini terlihat maksud dari ungkapan

tersebut menyuruh masyarakat untuk lebih mendekatkan diri kepada allah dengan

tidak melakukan apapun pada waktu ibadah telah datang. Maknanya adalah tidak

boleh mandi di waktu senja karena itu adalah waktu untuk salat magrib dan waktu

salat magrib sangat singkat. Selain itu mandi pada waktu senja juga akan merusak

kesehatan.

21) Kalau makan jan barimah, banyak anak tiri bisuak

(kalau makan nasinya tidak boleh berserakan nanti banyak anak tiri)

Pada data 21 kategorinya adalah pekerjaan. Hal ini disebabkan karena pada

ungkapan tersebut terdapat suatu pekerjaan atau kegiatan yang sering dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan ini melarang melakukan suatu hal dan

jika dilakukan maka akan ada akibat yang akan terjadi. Pekerjaan yang dimaksud

dalam ungkapan ini adalah makan. Fungsi dari ungkapan tersebut adalah

mendidik karena pada ungkapan larangan ini terdapat pernyataan yang mendidik

anak –anak untuk lebih beretika dan lebih berhati-hati saat makan agar nasi tidak

Page 50: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

41

berserakan dan mubazir. Maknanya adalah tidak boleh makan berserakan karena

nasi itu adalah makanan dan tidak baik jika dibuang-buang.

22) Jan bapayuang di dalam rumah, kanai tembak patuih beko

(jangan menggunakan payung di dalam rumah nanti disambar petir)

Pada data 22 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat

pernyataan yang berisi tentang suatu pekerjaan atau kegiatan. Dan kegiatan yang

dimaksud adalah sebuah hal yang sering dilihat dalam kehidupan sehari-hari dan

kegiatan tersebut adalah memakai payung. Fungsi dari ungkapan larangan ini

adalah mendidik, karena pada ungkapan ini orang tua mengajarkan dan mendidik

anak-anaknya untuk tidak melakukan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat, akan

tetapi hanya membuang-buang waktu. Makna ungkapan ini sebenarnya adalah

melarang orang memakai payung di rumah sebab itu adalah hal yang sia-sia

karena rumah sudah terlindung dari hujan jadi tidak ada gunanya memakai payung

di rumah.

23) Jan makan jo panutuik panci tatutuik pangana

(jangan makan dengan tutup panci nanti tertutup pikiran)

Pada data 23 Kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini

terdapat pernyataan yang menjelaskan tentang suatu pekerjaan yang dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari, dan pekerjaan yang dimaksud dalam ungkapan ini

adalah makan. Fungsinya adalah untuk mendidik, hal ini disebabkan karena pada

ungkapan ini terdapat ajaran dari orang tua kepada anak-anak untuk lebih berlaku

sesuai dengan apa yang seharusnya, salah satunya adalah melakukan sesuatu

barang harus sesuai dengan fungsinya dan makan seharusnya menggunakan piring

bukan dengan penutup. Makna yang sebenarnya adalah makan dengan penutup

Page 51: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

42

panci tidak bagus dilihat orang lain dan terlihat tidak mempunyai etika oleh orang

lain karena yang namanya penutup adalah untuk menutup jadi itu tidak layak

dijadikan tempat makan.

24) Jan duduk di ateh banta, kanai bisua wak

(jangan duduk di atas bantal nanti bisa bisulan kita)

Pada data 24 kategorinya adalah pekerjaan. Hal ini disebabkan karena

pada ungkapan larangan ini terdapat suautu kegiatan atau pekerjaan yang tidak

hanya dilakukan oleh anak-anak namun juga oleh orang dewasa dan pekerjaan

yang dimaksud adalah duduk di atas bantal. Fungsinya adalah mendidik karena

pada ungkapan ini orangtua mengajarkan anak-anaknya untuk bersikap sopan dan

menggunakan barang sesuai dengan fungsinya dan tidak sembarangan. Bantal

untuk alas kepala bukan untuk tempat duduk. Maknanya duduk di atas bantal

adalah hal yang tidak bagus di lihat karena seperti yang diketahui bahwa bantal

adalah tempat untuk alas kepala saat berbaring Jadi tidak bagus dilihat jika

diduduki.

25) Jan makan sabalun mandi buncik paruik

(jangan makan sebelum mandi nanti perutnya bisa buncit)

Pada data 25 kategorinya adalah pekerjaan. hal ini dikarenakan ungkapan

larangan di atas member pernyataan yang berisi tentang suatu pekerjaan dalam

kehidupan sehari-hari dan pekerjaan yang dimaksud adalah makan sebelum

mandi.Kategori ungkapan larangan di atas adalah pekerjaan rumah tangga karena

adanya larangan untuk makan sebelum mandi. Fungsinya adalah mendidik karena

pada ungkapan ini diajarkan agar melakukan sesuatu itu secara runtut, jika makan

sebelum mandi maka setelah selesai mandi bisa saja akan lapar kembali.

Page 52: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

43

Maknanya adalah dalam melakukan suatu hal harus secara runtut karena jika

sebelum mandi makan maka aroma tubuh yang bau akan membuat selera makan

orang lain terganggu dan dilanjutkan mandi maka akan terasa lapar kembali.

26) Jan mamasang paga tabaliak nyo cakau di rimau

(jangan memasang pagar terbalik nanti di terkam harimau)

Pada data 26 kategorinya adalah adalah pekerjaan rumah tangga karena

pada ungkapan tersebut ada larangan agar memasang pagar tidak terbalik dan

pada pernyataan ini adanya penjelasan tentang suatu pekerjaan yaitu memasang

pagar. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk

terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini adanya penjelasan apa akibat jika

memasang pagar terbalik dan akibat yang dijelaskan tersebut terasa menakutkan

sehingga orang takut melakukannya. Maknanya adalah sebuah pagar harus

dipasang dengan baik, harus sama dan sejajar. Jadi, jika memasang pagar terbalik

itu tidak akan rapi karena pemasangannya tidak sesuai dan tidak bagus dipandang.

27) Jan mandi tangah hari tasapo beko

(jangan mandi saat tengah hari nanti sakit)

Pada data 27 Kategorinya adalah pekerjaan rumah tangga karena pada

ungkapan ini berkaitan dengan pekerjaan yang rutin dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari. Dan dalam ungkapan ini menjelaskan agar tidak mandi pada tengah

hari karena jika tetap dilakukan maka tubuh akan menjadi sakit. Fungsinya adalah

mendidik karena pada ungkapan ini terdapat didikan terhadap anak untuk tidak

mandi di tengah hari karena tengah hari cuaca sangat panas dan bisa

menyebabkan sakit. Maknanya adalah tengah hari merupakan waktu yang sangat

Page 53: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

44

terik karena matahari tepat di atas kepala,jika terik seperti itu mandi maka akan

menyebabkan sakit karena saat panas mandi.

28) Jan manyapu di tangah malam dimakan mancik padi di sawah

(jangan menyapu rumah saat tengah malam nanti padi disawah dimakan

tikus)

Pada data 28 Kategorinya adalah mata pencaharian karena dalam ungkapan

larangan ini ada larangan yang dapat menyebabkan padi di sawah dimakan tikus,

dan padi adalah salah satu hasil pertanian yang menjadi mata pencaharian

masyarakat. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu

folk terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini terdapat penjelasan apa

akibatnya jika menyapu pada malam hari. Maknanya adalah tidak boleh menyapu

rumah pada tengah malam karena tengah malam adalah waktu istirahat dan juga

tidak akan ada tamu pada malam hari.

29) Siap diagiah jan mintak baliak taulu lidah

(setelah diberi jangan diminta kembali menjulur lidah keluar)

Pada data 29 kategorinya adalah hubungan sosial karena pada ungkapan ini

terdapat pernyataan yang berhubungan dengan interaksi sosial atau hubungan

sosial sesama masyarakat dan hubungan sosial yang dimaksud yaitu adanya

sikap saling memberi terhadap sesama. Fungsinya adalah mendidik karena pada

ungkapan yang mendidik anak untuk tidak mengambil kembali barang yang sudah

diberi karena itu akan membuat orang tersinggung. Maknanya adalah jika kita

memberi sesuatu kepada orang lain kemudian diminta kembali itu sangat

menyakiti hati orang yang diberi, karena dia akan merasa sedih sebab apa yang

sudah menjadi miliknya di ambil kembali.

Page 54: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

45

30) Jan mamanuang sanjo nyo baok lari di dubilih

(jangan bermenung saat senja nanti dibawa lari oleh setan atau iblis)

Pada data 30 kategorinya adalah pekerjaan, hal ini karena ungkapan

tersebut terdapat pernyataan yang berkaitan dengan suatu pekerjaan yang ada

dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan yang dimaksud adalah bermenung

Senja yang dimaksud dalam ungkapan ini adalah menjelang salat maghrib.

Fungsinya adalah sebagai penebal emosi keagamaan karena senja adalah waktu

untuk beribadah mendekatkan diri kepada sang pencipta bukan untuk bermenung.

Makna ungkapan ini sebenarnya adalah orang tidak boleh bermenung dan tidak

hanya pada waktu senja namun juga pada waktu yang lain sebab bermenung akan

membahayakan karena dapat membuat pikiran menjadi kosong dan pikiran yang

kosong akan mudah dimasuki oleh makhluk halus sehingga dapat membuat

seseorang.

31) Kok manggaleh jan heboh pagi-pagi kabaji galeh.

(kalau jualan jangan ribut pagi hari jualan jadi tidak laku)

Pada data 31 kategorinya adalah mata pencaharian karena ungkapan tersebut

berisi larangan orang jualan tidak boleh bertengkar pagi hari, dan berjualan adalah

salah satu mata pencaharian masyarakat. Fungsinya adalah mendidik karena pada

ungkapan ini mengajarkan agar tidak membiasakan ribut pada waktu pagi. Makna

dari ungkapan di atas adalah orang yang jualan tidak boleh ribut pada waktu pagi

karena pada pagi hari orang masih ada yang istirahat dan juga akan membuat

orang malas untuk belanja ke warung karena adanya keributan.

Page 55: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

46

32) Nan punyo pusa-pusa rimau jan pai karimbo, nyo cakau di rimau

(yang punya tanda khas dileher belakang atau biasa disebut pusa-pusa

harimau tidak boleh pergi ke hutan nanti di makan harimau)

Pada data 32 kategorinya adalah perjalanan karena terdapat pernyataan yang

berkaitan dengan perjalanan. Dimana pada ungkapan di atas ada larangan untuk

melakukan perjalanan ke hutan jika seseorang itu memiliki tanda yang khas di

lehernya. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk

terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini terdapat penjelasan apa akibatnya

jika seseorang yang memiliki tanda khas di leher pergi ke hutan dan akibat yang

dijelasakn membuat orang takut untuk melakukannya. Maknanya adalah menurut

kepercayaan masyarakat koto berapak jika seseorang yang memiliki tanda khas

dibagian lehernya jika pergi ke hutan akan diterkam oleh harimau karena harimau

suka dengan tanda khas itu dan mudah tercium tanda khas itu oleh harimau

tersebut.

33) Kalau ka pai bajalan jan pulang baliak balangga beko

(kalau berangkat dari rumah dan akan bepergian jangan balik kembali

kerumah nanti kecelakaan)

Pada data 33 kategorinya adalah perjalanan karena pada ungkapan ini adanya

larangan yang berkaitan dengan perjalanan dan pada pernyataan ini dijelaskan

jika melakukan perjalanan jauh tidak boleh bolak-balik ke rumah apabila masih

dilakukan maka akan terjadi suatu akibat yang tidak diinginkan. Fungsinya adalah

sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam

karena pada ungkapan ini terdapat penjelasan apa akibatnya jika bepergian

kembali lai ke rumah dan akibat yang dijelaskan tersebut membuat orang takut

untuk melakukannya. Maknanya adalah tidak boleh balik kerumah jika sudah

Page 56: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

47

berangkat karena itu akan menghabiskan waktu karena kembali lagi kerumah dan

membuyarkan konsentrasi karena pikiran terbagi-bagi antara tempat tujuan dan

rumah sehingga bisa mengakibatkann kecelakaan.

34) Anak gadih jan duduak-duduak di lamin baralek payah dapek laki

(anak gadis tidak boleh duduk di pelaminan pengantin nanti susah dapat

jodoh)

Pada data 34 kategorinya adalah menikah dikatakan sebagai kategori

menikah karena pada ungkapan larangan ini mengaitkan dengan pernikahan yaitu

anak gadis itu akan mengalami kesulitan mendapatkan suami untuk menikah.

Fungsi pada ungkapan ini adalah untuk mendidik karena pada ungkapan ini

orangtua dapat memberikan didikan kepada anak gadis untuk lebih sopan dan

menggunakan sesuatu sesuai dengan fungsinya. Maknanya adalah tidak boleh

duduk di pelaminan karena itu akan membuat pelaminan menjadi rusak sebelum

diduduki oleh pengantinnya.

35) Anak daro manjalang kabaralek ndak buliah bajalan, hilang manih

basuntiang

(mempelai menjelang menikah tidak boleh pergi kemana-mana nanti tidak

cantik saat basuntiang)

Pada data 35 kategorinya adalah adalah menikah alasan ungkapan larangan

ini termasuk pada kategori pernikahan karena pada ungkapan larangan ini

menjelaskan suatu larangan mempelai yang akan menikah tidak boleh bepergian

kemana-mana karena akan berakibat pada pernikahannya nanti.. Fungsinya adalah

mendidik karena pada ungkapan ini adanya didikan dari orangtua kepada anak

mereka agar tidak berkeliaran lagi menjelang menikah, untuk menghindari hal-hal

yang tidak diinginkan. Maknanya adalah pengantin yang akan menikah tidak pergi

Page 57: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

48

kemana-mana untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sehingga dapat

menggagalkan pernikahannya.

36) Jan makan di rumah kalau maik sadang tabujua, sakik beko

(jangan makan saat ada jenazah di dalam rumah nanti sakit)

Pada data 36 kategorinya adalah pekerjaan, dikatakan sebagai pekerjaan

karena dalam ungkapan ini menjelaskan suatu hal yang berkaitan dengan

pekerjaan sehari-hari. Pekerjaan yang dimaksud dalam ungkapan ini adalah

kegiatan makan. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal

suatu folk terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini terdapat penjelasan apa

akibatnya jika makan di tempat orang meninggal dan penjelasan ini membuat

seseorang takut untuk melakukannya. Maknanya adalah jika ada orang yang

meninggal dan kita makan di rumah tersebut maka itu tidak sopan karena orang-

orang sedang berduka dan kita malah makan di depan orang tersebut.

37) Jan pangku tangan ka balakang mati mudo beko

(tidak boleh berpangku tangan ke belakang, nanti mati muda)

Pada data 37 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat

suatu pernyataan yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. pekerjaan yang dimaksud adalah

memangku tangan. Meskipun tidak terlalu berat namun memangku tangan juga

termasuk pada pekerjaan karena melakukan suatu kegiatan. Fungsinya adalah

mendidik dikatakan sebagai pendidikan terhadap anak dan remaja karena pada

ungkapan ini orangtua mengajarkan untuk tidak membiasakan berpangku tangan

karena memangku tangan adalah suatu ciri dari orang yang pemalas. Makna

Page 58: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

49

ungkapan ini sebenarnya adalah dalam masyarakat berpangku tangan adalah

sebuah ciri-ciri untuk orang yang pemalas.

38) Jan mamasak di rumah urang maningga nyo kacau samba di dubilih

(jangan memasak dirumah orang yang sedang kemalangan, nanti masakan

diaduk-aduk oleh setan)

Pada data 38 kategorinya adalah pekerjaan, ungkapan ini dikatakan termasuk

pada kategori pekerjaan karena terdapat kutipan memasak dalam ungkapan

larangan ini dan memasak merupakan suatu pekerjaan atau kegiatan sehari-hari

yang dilakukan dalam rumah tangga. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang

dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini

terdapat penjelasan apa akibatnya jika memasak di rumah orang meninggal dan

hal ini memberikan penjelasan yang membuat orang tidak berani melakukannya.

Maknanya adalah tidak boleh memasak di tempat orang meninggal karena di

tempat itu orang banyak yang sibuk mengurus jenazah dan juga banyak para

pelayat yang datang. Jadi, jika kita memasak itu akan menganggu sekali.

39) Jan mamendo sadang bajalan mati mudo wak

(jangan berdandan atau bercermin sedang berjalan nanti mati diusia muda)

Pada data 39 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini

menjelaskan suatu kegiatan yang sering dilakukan oleh para perempuan yaitu

berdandan, dan berdandan itu adalah suatu kegiatan yang sering dilakukan sehari-

hari oleh para wanita. Fungsinya adalah mendidik karena ungkapan ini dapat

mendidik anak-anak dan remaja agar melakukan segala sesuatu sesuai dengan

tempat yang seharusnya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Maknanya

adalah tidak boleh berdandan saat berjalan karena itu akan merusak konsentrasi

Page 59: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

50

saat berjalan karena kita akan sibuk dengan dandanan dan tidak memperhatikan

jalan sehingga dapat membahayakan diri sendiri.

40) Ndak buliah lalok manilungkuik, mati amak

(tidak boleh tidur tengkurap nanti orang tuanya meninggal)

Pada data 40 kategorinya adalah pekerjaan dikatakan sebagai kategori

pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat sebuah pekerjaan sehari-hari yaitu

tidur dan tidur juga termasuk sebuah pekerjaan karena merupakan kegiatan sehari-

hari. Fungsinya adalah mendidik karena pada ungkapan ini terdapat didikan yang

diberikan oleh orangtua kepada anknya untuk tidak melakukan hal yang dapat

menyakiti dirinya sendiri dan lebih beretika dalam melakukan sesuatu. Maknanya

adalah kalau tidur menelungkup itu akan membuat dada sakit karena tertindih oleh

tubuh dan juga akan membuat kita susah untuk bernapas.

B. Pembahasan

Setelah penelitian ini dilakukan dan temuan penelitian telah dikumpulkan

maka, dapat dijawab pertanyaan penelitian tentang ungkapan larangan yang ada

pada nagari koto berapak kecamatan bayang kabupaten pesisir selatan. Isi

penjelasan informan yang di wawancarai hampir keseluruhannya sama yaitu pada

daerah yang diteliti memiliki banyak ungkapan larangan, dan informan

mendapatkan ungkapan larangan itu dari orangtua dan juga masyarakat

dilingkungannya, dan informan serta masyarakat masih banyak yang percaya

dengan ungkapan larangan ini. Para informan juga masih aktif menggunakan

ungkapan larangan ini kepada anak-anak mereka.

Pada temuan penelitian ditemukan beberapa bentuk kategori, fungsi dan

makna dari ungkapan larangan. Pada kategori ditemukan kategori masa lahir,

Page 60: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

51

masa bayi dan kanak-kanak, rumah dan pekerjaan rumah tangga, perjalanan dan

perhubungan, mata pencarian dan hubungan sosial, serta pernikahan. namun, pada

ungkapan yang terdapat di nagari koto berapak ini lebih banyak ditemukan

kategori tentang pekerjaan rumah tangga. dibandingkan dengan kategori yang

lain. Sedangkan fungsi yang ditemukan pada penelitian adalah sebagai penebal

emosi keagamaan, sebagai alat pendidikan anak dan remaja, dan penjelasan yang

dapat dditerima oleh akal suatu folk terhadap gejala alam. Namun, pada ungkapan

yang telah diteliti ini fungsi yang paling banyak ditemukan adalah sebagai alat

pendidikan anak atau remaja dan penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk

tentang gejala alam. Adapun makna yang ditemukan pada ungkapan yang diteliti

ini adalah makna kias karena pada ungkapan ini makna yang ditemukan bukan

makna yang sebenarnya. Berdasarkan temuan penelitian dan dibandingkan

dengan daerah lain mengenai ungkapan larangan ini dapat dijelaskan bahwa

ungkapan larangan masyarakat Koto Berapak ini tidak hanya digunakan oleh

masyarakat setempat namun, juga banyak ditemui pada daerah-daerah lain yang

ada di Minangkabau. jadi, ungkapan larangan ini tidak hanya dipahami oleh

masyarakat koto berapak namun juga dipahami oleh masyarakat dari daerah lain.

Page 61: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

52

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka ditemukan 40 ungkapan larangan yang

terdapat di nagari Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan.

Dari 40 ungkapan larangan terdapat kategori ungkapan larangan yang

berhubungan dengan kategori masa lahir, masa bayi, dan masa kanak-kanak,

kategori rumah dan pekerjaan rumah tangga, kategori perjalanan dan

perhubungan, kategori mata pencaharian dan hubungan sosial, kategori cinta serta

pacaran dan menikah.

Pada penelitian ini juga ditemukan tiga fungsi ungkapan larangan yaitu fungsi

sebagai penebal emosi keagamaan, fungsi sebagai alat pendidikan anak dan

remaja, dan fungsi sebagai penjelasan yang dapat diteima akal suatu folk.

Ungkapan larangan masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang ini memiliki

makna kias karena pada ungkapan larangan tersebut tidak ditemui makna yang

sebenarnya dan hanya orang tua yang masih memahami dan mengerti fungsi

ungkapan larangan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan yang

ditemui di kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang hanya digunakan oleh

sebagian orangtua untuk mendidik anak mereka, dan hal ini bisa mengancam

keberadaan ungkapan larangan yang secara perlahan akan hilang begitu saja,

karena hanya sebagian yang menggunakan ungkapan larangan ini dan para remaja

tidak peduli dengan ungkapan larangan yang ada dalam masyarakat Koto Berapak

52

Page 62: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

53

Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tersebut. Jadi, supaya ungkapan

larangan itu tidak hilang begitu saja ditengah masyarakat ungkapan larangan ini

perlu diajarkan lagi oleh orangtua kepada anak-anaknya dan para remaja harus

melestarikan ungkapan larangan tersebut agar tidak hilang begitu saja.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang ungkapan larangan yang terdapat di

kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan, maka

dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. Pertama dengan adanya

penelitian ini semoga menambah pengetahuan peneliti mengenai folklor sebagian

lisan, kedua untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti kategori, fungsi dan makna

yang belum ditemukan pada penelitian ini dan dengan adanya penelitian ini dapat

menjadi referensi dan dapat mempermudah peneliti selanjutnya, ketiga penelitian

ini masih jauh dari kesempurnaan, maka diharapkan kepada pembaca memberikan

kritik dan saran agar penelitian ini bisa bermanfaat dimasa yang akan datang.

Page 63: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

54

KEPUSTAKAAN

Chaer,Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2009. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia “Ilmu Gosip,Dongeng dan Lain-

lain” Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Fitri, Laila. 2007. “Ungkapan Larangan Masyarakat Dalam Bahasa Minangkabau

Dalam Masyarakat Tabek Kecamatan Periangan Kabupaten Tanah Datar

Analisis Semiotik.” Skripsi. Padang: Universitas Negeri Padang

Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori Dan Praktik. Jakarta:

PT Bumi Aksara.

Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif “Untuk Ilmu Sosial”.

Jakarta: Salemba Humanika

https://id.wikipedia.org/wiki/Pelesit. diunduh tanggal 24 agustus 2015. Pukul

11:45.

http://versesofuniverse.blogspot.com/2013/03/orang-bunian-mahluk-halus-atau-

hominid.html. diunduh tanggal 24 agustus 2015.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pusta ka

Utama

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa “Tahapan, Strategi, Metode, Dan

Tekniknya” . Jakarta:PT Grafindo.

Manaf. Ngusman abdul. 2008. Semantik Teori Dan Terapannya Dalam Bahasa

Indonesia. Padang: Sukabina Offset.

Moleong, lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT remaja

Rodaksraya Offset.

Nazir, 2011. Metode Penelitian . Bogor: Ghalia Indonesia

Rahmadani, Yelvi. 2012. “Ungkapan Larangan Dalam Bahasa Minangkabau

Masyarakat Lubuk Sariak Kenagarian Kambang Kecamatan Lengayang

Kabupaten Pesisir Selatan.” Skripsi. Padang: Universitas Negeri Padang

Ramadhani, Nadia. 2013. “Ungkapan Larangan Pada Masyarakat Nagari Lansek

Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.” Skripsi. Padang:

STKIP PGRI Sumatera Barat.

54

Page 64: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

55

Sudikan, Setya Yuwana. 2010. Metode Penelitian Sastra Lisan. Jakarta: Bentara

Budaya

Page 65: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

56

Lampiran 1 Transkripsi Rekaman Ungkapan Larangan

1. Urang hamil jan duduak di pintu, tasakang anak.

2. Urang nganduang jan minum digaleh ratak, sumbiang bibi anak.

3. Urang nganduang lakinyo ndak buliah mambunuah ula, basisik kulik anak

beko.

4. Anak ketek jan baok kalua barabuik sanjo, baulahnyo beko.

5. Urang nganduang ndak buliah makan sambia bajalan, paranyang anak.

6. Urang nganduang jan makan karak, lakek kakak anak.

7. Urang nganduang ndak buliah manyalepakan salendang, malilik tali

pusek ka lihia anak

8. Jan agiah anak siso makan wak panuruiknyo beko

9. Jan manjaik baju sadang lakek, ndak lapeh dari hutang hiduik

10. Jan malagu sadang mamasak, dapek laki rando.

11. Anak gadih jan mancotok samba dalam kuali, ndak tampan jadi anak

daro.

12. Jan basiu malam naik ula.

13. Jan duduak di puntuang kayu, nyo cakau dirimau beko.

14. Rumah nan baru siap jan dihuni sabalun di doakan, dapek musibah beko.

15. Jan jujuang tangan ka ateh kapalo, palupo wak.

16. Jan mangguntiang kuku malam, nyo ambek di rimau.

17. Jan manyapu sanjo tailak rasaki.

18. Jan lalok sanjo panyakitan wak.

19. Jan mamasak jo kayu baduri, bangkak-bangkak badan

Page 66: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

57

20. Jan mandi sanjo, dipiciak antu aia wak

21. Kalau makan jan barimah, banyak anak tiri bisuak.

22. Jan bapayuang di dalam rumah, kanai tembak patuih beko

23. Jan makan jo panutuik panci, tatutuik pangana.

24. Jan duduk di ateh banta, kanai bisua wak.

25. Jan makan sabalun mandi, buncik paruik.

26. Jan mamasang paga tabaliak, nyo cakau di rimau.

27. Jan mandi tangah hari, tasapo beko.

28. Jan manyapu di tangah malam, dimakan mancik padi di sawah.

29. Nan punyo pusa-pusa rimau jan pai ka rimbo, nyo cakau dirimau.

30. Siap diagiah jan dimintak baliak, taulu lidah.

31. Jan mamanuang sanjo, nyo baok lari di dubilih.

32. Kok manggaleh jan heboh pagi-pagi, kabaji galeh.

33. Kalau ka pai bajalan jan pulang baliak, balangga beko.

34. Anak gadih jan duduak-duduak di lamin baralek, payah dapek laki.

35. Anak daro manjalang kabaralek ndak buliah bajalan, hilang manih

basuntiang.

36. Jan makan di rumah kalau maik sadang tabujua, sakik beko.

37. Jan pangku tangan ka balakang, mati mudo beko.

38. Jan mamasak di rumah urang maningga, nyo kacau samba di dubilih.

39. Jan mamendo sadang bajalan, mati mudo wak

40. Ndak buliah lalok manilungkuik, mati amak.

Page 67: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

58

No Ungkapan Larangan

Bahasa Minangkabau Bahasa Indonesia

1. Urang hamil jan duduak di pintu

tasakang anak

orang hamil jangan duduk di pintu

susah melahirkan

2. Urang nganduang jan minum digaleh

ratak sumbiang bibi anak

orang hamil tidak boleh minum

dengan gelas retak nanti sumbing

bibir anak

3. Urang nganduang lakinyo ndak

mambunuah ula basisik kulik anak

beko

suami ibu hamil tidak boleh

membunuh ular nanti anaknya

bersisik.

4. Anak ketek jan baok kalua barabuik

sanjo baulahnyo beko

anak yang masih bayi tidak boleh

dibawa keluar saat magrib nanti dia

rewel

5. Urang nganduang ndak buliah makan

sambia bajalan paranyang anak

orang hamil tidak boleh makan sambil

berjalan nanti anaknya rewel

6. Urang nganduang jan makan karak

lakek kakak anak

orang mengandung atau hamil tidak

boleh makan kerak nasi nanti kakak

anak melekat kerahim ibu

7. Urang nganduang ndak buliah

manyalepakan salendang malilik tali

pusek ka lihia anak

orang hamil tidak boleh melilitkan

selendang keleher nanti leher anak

juga di lilit tali pusar bayi

8. Jan agiah anak siso makan wak

panuruiknyo beko

jangan beri anak makanan sisa nanti

dia jadi penurut pada orang yang

memberi sisa makanan.

9. Jan manjaik baju sadang lakek ndak

lapeh dari hutang hiduik

Jangan menjahit baju yang dikenakan

nanti hidup tak lepas dari hutang.

10. Jan malagu sadang mamasak dapek

laki rando

Jangan menyanyi saat memasak nanti

dapat suami duda

11. Anak gadih jan mancotok samba

dalam kuali ndak tampan jadi anak

daro

anak gadis tidak boleh memakan

sambal langsung dari kuali, tidak

menarik saat jadi pengantin

12. Jan basiu malam naik ula jangan bersiul pada waktu malam

nanti naik ular

13. Jan duduak di puntuang kayu nyo

cakau dirimau beko

jangan duduk di atas arang kayu nanti

diterkam harimau.

14. Rumah nan baru siap jan dihuni

sabalun di doakan dapek musibah

beko.

rumah yang baru selesai dibangun

tidak boleh dihuni sebelum di doakan

nanti dapat musibah

15. Jan jujuang tangan ka ateh kapalo

palupo wak

jangan letakkan tangan ke atas kepala

nanti pelupa.

16. Jan mangguntiang kuku malam nyo

ambek di rimau

jangan menggunting kuku pada

malam hari nanti di cegat oleh

harimau.

Lampiran 2 Suntingan teks dan terjemahan

Page 68: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

59

17. Jan manyapu sanjo tailak rasaki jangan menyapu saat senja jauh reski.

18. Jan lalok sanjo panyakitan wak jangan tidur saat senja nanti

penyakitan.

19. Jan mamasak jo kayu baduri

bangkak-bangkak badan

jangan memasak dengan kayu berduri

nanti badan menjadi bengkak-

bengkak.

20. Jan mandi sanjo, dipiciak antu aia

wak

Jangan mandi waktu senja nanti

disakiti hantu air.

21. Kalau makan jan barimah banyak

anak tiri bisuak.

kalau makan nasinya tidak boleh

berserakan nanti banyak anak tiri.

22. Jan bapayuang di dalam rumah, kanai

tembak patuih beko

jangan menggunakan payung di dalam

rumah nanti disambar petir.

23. Jan makan jo panutuik panci tatutuik

pangana

jangan makan dengan tutup panci

nanti tertutup pikiran.

24. Jan duduk di ateh banta, kanai bisua

wak

jangan duduk di atas bantal nanti bisa

bisulan kita.

25. Jan makan sabalun mandi buncik

paruik

jangan makan sebelum mandi nanti

perutnya bisa buncit.

26. Jan mamasang paga tabaliak nyo

cakau di rimau

jangan memasang pagar terbalik nanti

di terkam harimau

27. Jan mandi tangah hari tasapo beko jangan mandi saat tengah hari nanti

sakit

28. Jan manyapu di tangah malam

dimakan mancik padi di sawah

jangan menyapu rumah saat tengah

malam nanti padi disawah dimakan

tikus.

29. Nan punyo pusa-pusa rimau jan pai

karimbo nyo cakau dirimau

yang punya tanda khas dileher

belakang atau biasa disebut pusa-pusa

harimau tidak boleh pergi ke hutan

nanti di makan harimau.

30. Siap diagiah jan mintak baliak taulu

Lidah

setelah diberi jangan diminta kembali

menjulur lidah keluar

31. Jan mamanuang sanjo nyo baok lari

di dubilih

jangan bermenung saat senja nanti

dibawa lari oleh setan atau iblis

32. Kok manggaleh jan heboh pagi-pagi

kabaji galeh

kalau jualan jangan ribut pagi hari

jualan jadi tidak laku.

33. Kalau ka pai bajalan jan pulang

baliak balangga beko

kalau berangkat dari rumah dan akan

bepergian jangan balik kembali

kerumah nanti kecelakaan.

34. Anak gadih jan duduak-duduak di

lamin baralek payah dapek laki

anak gadis tidak boleh duduk di

pelaminan pengantin nanti susah

dapat jodoh.

Page 69: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

60

35. Anak daro manjalang kabaralek ndak

buliah bajalan, hilang manih

basuntiang

mempelai menjelang menikah tidak

boleh pergi kemana-mana nanti tidak

cantik saat basuntiang.

36. Jan makan di rumah kalau maik

sadang tabujua sakik beko

Jangan makan saat ada jenazah di

dalam rumah nanti sakit.

37. Jan pangku tangan ka balakang mati

mudo beko

tidak boleh berpangku tangan ke

belakang, nanti mati muda.

38. Jan mamasak di rumah urang

maningga

nyo kacau samba di dubilih

jangan memasak dirumah orang yang

sedang kemalangan, nanti masakan

diaduk-aduk oleh setan.

39. Jan mamendo sadang bajalan mati

mudo wak

jangan berdandan atau bercermin

sedang berjalan nanti mati diusia

muda

40. Ndak buliah lalok manilungkuik mati

amak

tidak boleh tidur tengkurap nanti

orang tuanya meninggal

Page 70: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

61

Lampiran

No Ungkapan Larangan Kenagarian

Koto Berapak

Analisis Data

Kategori Fungsi Makna

41. Urang hamil jan duduak di pintu

tasakang anak

Masa lahir Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Susah orang lewat

42. Urang nganduang jan minum digaleh

ratak sumbiang bibi anak

Masa lahir Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Akan melukai bibir

43. Urang nganduang lakinyo ndak

mambunuah ula basisik kulik anak beko

Masa lahir Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Binatang juga memiliki hak

untuk hidup, jadi jika tidak

menganggu tidak boleh

dibunuh

44. Anak ketek jan baok kalua barabuik

sanjo baulahnyo beko

Masa bayi Penebal emosi keagamaan Senja adalah waktu untuk

beribadah

45. Urang nganduang ndak buliah makan

sambia bajalan paranyang anak

Masa kanak-kanak Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Tidak bagus di pandang

46. Urang nganduang jan makan karak lakek

kakak anak

Masa lahir Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Suatu kepercayaan

masyarakat setempat kerak

nasi melekat ke periuk di

asosiasikan ke kakak anak

47. Urang nganduang ndak buliah

manyalepakan salendang malilik tali

pusek ka lihia anak

Masa lahir Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Akan mencekik leher ibu

hamil

48. Jan agiah anak siso makan wak

panuruiknyo beko

Masa kanak-kanak Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Sisa makanan akan

menularkan berbagai kuman

terhadap anak

Lampiran 3

Data Inventarisasi Ungkapan Larangan

Page 71: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

62

49. Jan manjaik baju sadang lakek ndak

lapeh dari hutang hiduik

Pekerjaan Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Akan melukai tubuh

50. Jan malagu sadang mamasak dapek laki

rando

Pekerjaan Mendidik Merusak konsentrasi saat

memasak

51. Anak gadih jan mancotok samba dalam

kuali ndak tampan jadi anak daro

Menikah Mendidik Tidak sopan

52. Jan basiu malam naik ula Pekerjaan Penejelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Menganggu orang beribadah

dan istirahat

53. Jan duduak di puntuang kayu nyo cakau

dirimau beko

Pekerjaan Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

pakaian menjadi kotor

54. Rumah nan baru siap jan dihuni sabalun

di doakan dapek musibah beko.

Rumah Penebal emosi keagamaan Agar rumah makin tentram

55. Jan jujuang tangan ka ateh kapalo

palupo wak

Pekerjaan Mendidik Tidak sopan dan tidak bagus

dipandang

56. Jan mangguntiang kuku malam nyo

ambek di rimau

Pekerjaan Mendidik Akan melukai tangan

57. Jan manyapu sanjo tailak rasaki Pekerjaan Penebal emosi keagamaan Senja adalah waktu untuk

beribadah

58. Jan lalok sanjo panyakitan wak Pekerjaan Penebal emosi keagamaan Senja adalah waktu untuk

beribadah

59. Jan mamasak jo kayu baduri bangkak-

bangkak badan

Pekerjaan Mendidik Kayu berduri jika di bakar

akan memercikkan api dan

mengenai tubuh

60. Jan mandi sanjo, dipiciak antu aia wak

Pekerjaan Penebal emosi keagamaan Waktu senja adalah untuk

beribadah.

61. Kalau makan jan barimah banyak anak

tiri bisuak.

Pekerjaan Mendidik Membuang-buang makanan

Page 72: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

63

62. Jan bapayuang di dalam rumah, kanai

tembak patuih beko

Pekerjaan Mendidik Pekerjaan yang sia-sia

63. Jan makan jo panutuik panci tatutuik

pangana

Pekerjaan Mendidik Tidak sopan

64. Jan duduk di ateh banta, kanai bisua wak Pekerjaan Mendidik Tidak sopan

65. Jan makan sabalun mandi buncik paruik Pekerjaan Mendidik Akan membuat lapar kembali

setelah mandi

66. Jan mamasang paga tabaliak nyo cakau

di rimau

Pekerjaan Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Pagar yang dipasang terbalik

terlihat tidak bagus

67. Jan mandi tangah hari tasapo beko Pekerjaan Mendidik Cuaca sangat panas dan bisa

menjadi sakit

68. Jan manyapu di tangah malam dimakan

mancik padi di sawah

Mata pencaharian Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Malam adalah waktu untuk

istirahat

69. Nan punyo pusa-pusa rimau jan pai

karimbo nyo cakau dirimau

Perjalanan Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Suatu kepercayaan

masyarakat setempat

70. Siap diagiah jan mintak baliak taulu

Lidah

Hubungan sosial Mendidik Akan membuat orang lain

tersinggung

71. Jan mamanuang sanjo nyo baok lari di

dubilih

Pekerjaan Penebal emosi keagamaan Senja adalah waktu untuk

beribadah

72. Kok manggaleh jan heboh pagi-pagi

kabaji galeh

Mata pencaharian Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Menganggu orang lain

73. Kalau ka pai bajalan jan pulang baliak

balangga beko

Perjalanan Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Jika bolak-balik saat

bepergian maka akan merusak

kosentrasi dan bisa terjadi

kecelakaan

Page 73: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

64

74. Anak gadih jan duduak-duduak di lamin

baralek payah dapek laki

Pernikahan Mendidik Merusak pelaminan

75. Anak daro manjalang kabaralek ndak buliah bajalan, hilang manih basuntiang

Pernikahan Mendidik Nanti kecelakaan

76. Jan makan di rumah kalau maik sadang

tabujua sakik beko

Pekerjaan Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Tidak sopan

77. Jan pangku tangan ka balakang mati

mudo beko

Pekerjaan Mendidik Tanda pemalas

78. Jan mamasak di rumah urang maningga

nyo kacau samba di dubilih

Pekerjaan Penjelasan yang dapat

diterima akal suatu folk

Tidak sopan

79. Jan mamendo sadang bajalan mati mudo

wak

Pekerjaan Mendidik Merusak konsentrasi berjalan

dan terjatuh

80. Ndak buliah lalok manilungkuik mati

amak

Pekerjaan mendidik Menyakiti dada karena

tertindih

Page 74: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

65

DATA PENUTUR

Nama : Sijas

Tempat : Koto Berapak, Bayang

Umur : 75 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Petani

Bahasa Yang Dikuasai: Minangkabau

Tempat Perekaman : Rumah Penutur

Page 75: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

66

Nama : Yusna

Tempat : Koto Berapak, Bayang

Umur : 70 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Bahasa yang Dikuasai: Minangkabau

Tempat Perekaman : Rumah Penutur

Page 76: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

67

Nama : Zainab

Tempat : Koto Berapak, Bayang

Umur : 79 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Bahasa yang Dikuasai : Minangkabau

Tempat Perekaman : Rumah Penutur

Page 77: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

68

Page 78: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

69

Page 79: UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin berwarna dan menarik

70


Recommended