Transcript

GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP

Disusun oleh :

Debora Marga PangestikaG99141019KEPANITERAAN KLINIK FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyakit berupa kerusakan saraf optik yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Hilangnya akson akan menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya lapang penglihatan jika lapang pandang sentral terkena. Ditinjau dari sisi epidemiologi penderita glaukoma di seluruh dunia sekitar 4% dari populasi global, dengan diperkirakan 50% dari sisa kasus glaukoma tidak terdiagnosis sehingga dapat menyebabkan kebutaan1.

Penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2010, sekitar 60 juta orang di seluruh dunia akan hidup dengan glaukoma. Hasil studi di Amerika Serikat menunjukkan hampir 80.000 penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma, sehingga penyakit ini menjadi penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 15% kasus pada orang Kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama diantara orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara. Kerusakan penglihatan yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan intraokular (TIO) ini adalah penyebab kebutaan nomor 2 di Indonesia setelah katarak1,2. Pengeluaran humor aquous dan ukuran diskus optikus dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Kejadian glaucoma sendiri selain dipengaruhi factor genetic juga ada peranan kebiasaam di dalamnya. Pada glaukoma akut penderitanya lebih didominasi oleh wanita dikarenakan mereka memiliki bilik mata depan yang lebih sempit dan juga resiko yang lebih besar terjadi pada usia dekade keenam atau ketujuh2.Tujuan utama terapi glaukoma adalah untuk memperlambat dan menghentikan kerusakan dari nervus optikus yang disebabkan oleh proses glaukoma. Dilakukan penurunan tekanan intraokuler sampai batas dimana tidak terjadi kerusakan nervus optikus. Perubahan gaya hidup dan terapi medikamentosa menjadi pilihan pertama yang harud dilakukan pada pasien glaucoma. Tindakan-tindakan bedah yang menurunkan pembentukan humor akueus tetapi biasanya dilakukan setelah terapi medis gagal. Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi besar masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimtomatik mengharuskan adanya kerjasama dengan bantuan dari semua petugas kesehatan1,2.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIGlaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Menurut Vaughan (2000) glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Sedangkan menurut Ilyas (2008) kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapang pandang. Sementara itu, Liesegang (2003) menyatakan bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola mata.2,3B. KLASIFIKASIMenurut Vaughan (2000), klasifikasi glaukoma menurut etiologinya dikelompokkan dalam Glaukoma Primer, Glaukoma Kongenital, Glaukoma Sekunder dan Glaukoma Absolut.

1. Glaukoma Primer :

Glaukoma sudut terbuka disebut juga glaukoma simpleks, glaukoma simpleks menahun. Bentuk glaukoma ini adalah bentuk yang paling sering ditemukan, dan presentasinya sekitar 85%-90% dari seluruh kasus glaukoma. Sementara itu, glaukoma sudut tertutup disebut juga glaukoma sudut sempit; bentuk glaukoma ini dapat terjadi melalui beberapa stadium yaitu: akut, subakut, khronik/menahun, dan iris plato/plateau iris2,3.

2. Glaukoma Kongenital :

a. Glaukoma kongenital primer,

b. Glaukoma yang berkaitan dengan anomali kongenital dan perkembangan: Sindroma pembelahan bilik mata depan, yaitu sindroma Axenfeld, sindroma Rieger dan anomali Peter

Aniridiac. Glaukoma berkaitan dengan gangguan perkembangan ekstra okuler, seperti Sindroma Sturge-Weber, Sindroma Marfan, Neurofibromatosis, Sindroma Lowe, dan Rubela kongenital2,3.3. Glaukoma Sekunder :

a. Glaukoma karena kelainan lensa, yaitu dislokasi, intumesensi, dan fakolitik

b. Glaukoma karena kelainan uvea, yaitu uveitis, synechia posterior, dan tumor

c. Sindroma iridokorneo endotelial

d. Trauma, yaitu Hiphema dan pendarahan bilik mata belakang yang masif, serta pergeseran akar iris/cekungan sudut

e. Pasca Operasi f. Ciliary block glaucoma/glaukoma akibat hambatan siliaris

g. Sinekhia Anterior Perifer

h. Pertumbuhan epitel ke dalam bilik mata depan

i. Pasca operasi Keratoplasti

j. Pasca operasi ablasio retina

k. Glaukoma neovaskuler, oleh karena Diabetes mellitus, serta pembuntuan/ sumbatan pembuluh darah vena retina yang sentral

l. Kenaikan tekanan vena epi sklera, yaitu Fistula kovernosa karotikus, dan Sindroma Sturge-Weber

m. Akibat pemakaian kortikosteroid2,34. Glaukoma Absolut

Akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol akan terjadi glaukoma absolut, dengan ciri-ciri mata teraba keras, tajam penglihatan nol, dan seringkali disertai dengan nyeri mata hebat. Keadaan ini dapat terjadi pada bentuk Glaukoma sudut terbuka maupun glaukoma sudut tertutup.3Glaukoma primer sudut tertutup

(Glaukoma kongresif akut, angle closure glaucoma, closed angle glaucoma)

Glaukoma primer sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan mendadak dari tekanan intra okuler, yang disebabkan penutupan sudut COA yang mendadak oleh akar iris, sehingga menghalangi sama sekali keluarnya humor akueus melalui trabekula, menyebabkan :

Meningginya tekanan intra okuler.

Sakit yang sangat dimata secara mendadak.

Menurunnya ketajaman pengelihatan secara mendadak.

Tanda-tanda kongesti dimata (mata merah, kelopak mata bengkak).

Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit :

1. Bulbus okuli yang memendek.

2. Tumbuhnya lensa.

3. Kornea yang kecil.

4. Tebalnya iris.

Faktor fisiologis yang menyebabkan COA sempit :

1. Akomodasi.

2. Dilatasi pupil.

3. Lensa letaknya lebih kedepan.

4. Kongesti badan siliar2,4.

C. FAKTOR RISIKOBeberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :

1. Tekanan darah rendah atau tinggi

2. Fenomena autoimun

3. Degenerasi primer sel ganglion

4. Usia di atas 45 tahun

5. Keluarga mempunyai riwayat glaukoma

6. Miopia atau hipermetropia

7. Pasca bedah dengan hifema atau infeksi

Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah :

1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat

2. Makin tua usia, makin berat

3. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering

4. Kerja las, resiko 4 kali lebih sering

5. Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering

6. Tembakau, resiko 4 kali lebih sering

7. Miopia, resiko 2 kali lebih sering

8. Diabetes melitus, resiko 2 kali lebih sering2,4D. PATOGENESIS

Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada keadaan fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membrane desemet, kanal schlemn yang menampung cairan mata kesalurannya. Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea dan disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea4. Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata (akueus humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan trabekular meshwork. Akueus humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan terus ke sudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari bola mata. Pada glaukoma akut hambatan terjadi karena iris perifer menutup sudut bilik depan, hingga jaringan trabekulum tidak dapat dicapai oleh akueus4,5.

E. GEJALA KLINIS

Gejala pada onset yang akut didapatkan adanya nyeri yang hebat. Peningkatan tekanan intra okular berpengaruh terhadap saraf korneal (N. Opthalmicus atau cabang pertama dari N.trigeminus) untuk menyebabkan timbulnya nyeri yang tumpul. Dimana nyeri ini dapat menjalar ke pelipis, kepala bagian belakang, dan rahang melalui tiga cabang dari N.trigeminus dimana dapat menutupi asalnya yakni dari okular3,4.

Mual dan muntah terjadi dikarenakan iritasi pada N.vagus dan dapat menstimulasi gangguan pada abdomen. Gejala umum seperti nyeri kepala, mual dan muntah dapat mendominasi dimana nantinya pasien tidak dapat menyadari adanya gejala lokal. Ketajaman penglihatan berkurang. Pasien menyadari adanya pandangan gelap dan adanya halo di sekeliling cahaya pada mata yang terkena. Gejala-gejala ini disebabkan karena edem dari epitel kornea akibat dari peningkatan tekanan.3,4Pada gejala prodromal, pasien mengatakan adanya episode transien dari pandangan yang kabur atau adanya halo yang berwarna disekeliling cahaya sebelum timbulnya serangan. Gejala prodromal ini dapat tidak disadari atau dinaggap tidak penting oleh pasien pada episode yang ringan dimana mata akan kembali normal. Identifikasi awal dari pasien risiko tinggi dengan COA yang dangkal dan penemuan pada gonioskopi merupakan hal yang penting karena kerusakan pada struktur dari sudut dapat terjadi lebih lanjut sebelum timbulnya gejala klinis2,4.

Sindrom menyeluruh dari glaukoma akut tidak selalu timbul. Penurunan dari visus dapat tidak disadari jika mata lainnya memiliki visis yang normal. Persepsi subjektif dari pasien terhadap nyeri sangatlah bervariasi. Gejala klinis glaukoma juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu:a. Fase prodormal (fase nonkongestif)

Pengelihatan kabur.

Terdapat halo (gambaran pelangi) sekitar lampu.

Sakit kepala.

Sakit pada mata.

Akomodasi lemah.

Berlangsung - 2 jam.

Injeksi perikornea.

Kornea agak suram karena edem.

Bilik mata depan dangkal.

Pupil melebar.

Tekanan intraokuler meningkat.

Mata dapat normal juga serangan reda.

b. Fase kongestif

Sakit kepala yang hebat sampai muntah-muntah.

Palpebra bengkak.

Konjungtiva bulbi : hiperemia kongesti, kemosis dengan injeksi silier, injeksi konjungtiva.

Kornea keruh.

Bilik mata depan dangkal.

Iris : gambaran, corak bergaris tidak nyata.

Pupil : melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang midriasis total, warna kehijauan, refleksi cahaya menurun sekali atau tidak sama sekali2,4,5.

F. PEMERIKSAAN FISIKPada pemeriksaan fisik akan ditemukan 3 kondisi khas yakni :

Mata merah unilateral dengan injeksi konjungtiva atau silier

Pupil yang dilatasi

Bola mata keras pada palpasiPenemuan lainnya :

Kornea pudar dan berkabut dengan edem epitel

COA dangkal atau kolaps secara komplit. Hal ini jelas terlihat saat mata diiluminasi dengan sumber cahaya yang difokuskan pada sisi lateral dan pada pemeriksaan slit lamp. Inspeksi dari COA yang dangkal akan sulit. Permukaan dari iris secara detail akan terlihat dan iris akan tampak pudar.

Visus akan menurun hingga persepsi dari pergerakan tangan. Lapang pandang yang menyempit4G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan tekanan bola mata(1)(10)(13)Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer. Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tanometer pada bola mata dinamakan tonometri. Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis lainnya. Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia di atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara umum. Dikenal beberapa alat tonometer seperti alat tonometer Schiotz, tonometer aplanasi Goldman, dan non contact tonometer.

2. Gonioskopi

Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing.Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.(1)(13)(10)3. OftalmoskopiPemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang dinamakan oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangkok saraf optik pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang diderita.(1)(13)

Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat : (10) Kelainan papil saraf optik

saraf optik pucat atau atrofi

saraf optik tergaung

Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau

Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar.

4. Pemeriksaan lapang pandang

Penting baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti perjalanan penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah melihat melalui teropong untuk kemudian menjadi buta.(13)5. Tes provokasi Tes minum air

Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokular diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma. Pressure Congestive test

Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit. Kemudian ukur tensi intraokularnya. Kenaikan TIO 9 mmHg, atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.

Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test

Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestive test. Kenaikan 11 mmHg mencurigakan, sedangkan kenaikan 39 mmHg atau lebih pasti patologis.

Tes steroid

Diteteskan larutan deksametason 3-4 kali 1 gram, selama 2 minggu. Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukkan glaukoma.3,5,6H. DIAGNOSIS

Diagnosis glaukoma dapat ditegakkan bila ditemukan peningkatan tekanan intra okuler, kelainan nervus optikus dan kelaianan pada lapang pandang (trias glaucoma). Pada glaukoma sudut tertutup akan tampak sudut bilik mata depan yang sempit baik dengan pemeriksaan fisik maupun gonioskopi.6,I. DIAGNOSIS BANDING

1. Keratitis

2. Uveitis anterior3. Uveitis posterior

4. Endoftalmitis 3,6J. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa Harusnya disadari betul, bahwa glaukoma primer merupakan masalah terapi pengobatan (medical problem). Pemberian pengobatan medikamentosa harus dilakukan terus-menerus, karena itu sifat obat-obatnya harus mudah diperoleh dan mempunyai efek sampingnya sekecil-kecilnya. Harus dijelaskan kepada penderita dan keluarga, bahwa perlu pemeriksaan dan pengobatan seumur hidup. Obat-obat ini hanya menurunkan tekanan intraokularnya, tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya. Minum sebaiknya sedikit-sedikit. Tak ada bukti bahwa tembakau dan alkohol dapat mempengaruhi glaukoma7.

Obat-obat yang dipakai :

1. Parasimpatomimetik : miotikum, memperbesar outflow: Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd 1 tetes sehari. Kalau dapat pemberiannya disesuaikan dengan variasi diurnal, yaitu diteteskan pada waktu tekanan intraokular menaik. Eserin sebagai salep mata dapat diberikan malam hari. Efek samping dari obat-obat ini; meskipun dengan dosis yang dianjurkan hanya sedikit yang diabsorbsi kedalam sirkulasi sistemik, dapat terjadi mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan : keringat yang berlebihan, salivasi, tremor, bradikardi, hipotensi6,7.

2. Simpatomimetik : mengurangi produksi humor akueus.

Epinefrin 0,5%-2%, 2 dd 1 tetes sehari.

Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi7,8.

3. Beta-blocker (penghambat beta), menghambat produksi humor akueus.

Timolol maleat 0,25-0,5% 1-2 dd tetes, sehari.

Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah jantung kongestif. Nadi harus diawasi terus. Pada wanita hamil, harus dipertimbangkan dulu masak-masak sebelum memberikannya. Pemberian pada anak belum dapat dipelajari. Obat ini tidak atau hanya sedikit, menimbulkan perubahan pupil, gangguan visus, gangguan produksi air mata, hiperemi. Dapat diberikan bersama dengan miotikum. Ternyata dosis yang lebih tinggi dari 0,5% dua kali sehari satu tetes, tidak menyebabkan penurunan tekanan intraokular yang lebih lanjut6.

4. Carbon anhydrase inhibitor (penghambat karbonanhidrase), menghambat produksi humor akueus.

Asetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet ( diamox, glaupax, glaucon).

Pada pemberian obat ini timbul poliuria

Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni, kelainan ginjal. Obat-obat ini biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu dapat dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat dinaikkan frekwensi penetesannya atau prosentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang lain atau tablet. Monitoring semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut terbuka selalu dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur7,8.OperasiPrinsip operasi : fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor akueus, oleh karena jalan yang normal tak dapat dipakai lagi. Pembedahan pada glaukoma sudut tertutup:

Iridektomi dan iridotomi perifer

Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium:YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah, terapi laser memerlukan kornea yang relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar, terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah mungkin menghasilkan keberhasilan jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan kesulitan intraoperasi dan pascaoperasi. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut8. K. PROGNOSISMeskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata8.

BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama

: Tn. JUmur

: 52 tahun

Jenis Kelamin: Laki-lakiAgama

: Islam

Pekerjaan : PedagangAlamat

: Mojosongo, SurakartaNo. CM : 00819617

B. ANAMNESIS

1. Keluhan utama: nyeri kepala hebat2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan nyeri kepala sejak 1 minggu dan dirasakan semakin memberat dalam 1 hari terakhir. Nyeri kepala hilang timbul. Nyeri dirasakan di seluruh kepala, terasa cekot-cekot seperti diikat. Nyeri kepala memberat apabila pasien berada di ruangan yang gelap atau bila minum kopi. Ketika nyeri kepala muncul, pasien meminum obat anti nyeri dan tidur. Pasien kemudian merasakan nyerinya agak berkurang, namun muncul kembali beberapa jam kemudian. Dalam 1 hari terakhir pasien sampai mual dan muntah ketika nyeri kepala itu muncul. Namun ketika datang ke IGD keluhan mual muntah tidak muncul.Menurut istri pasien, dalam 1 hari terakhir mata kanan pasien sering merah. Munculnya mata merah bersamaan dengan nyeri kepala. Mata merah disertai dengan keluarnya air mata berlebihan dan nyeri. Pasien sering melihat lingkaran berwarna seperti pelangi apabila memandang bola lampu. Pasien mengaku pandangannya mulai kabur 1 bulan terakhir ini. Pasien juga sering menabrak kanan kiri bila berjalan karena tidak dapat melihat benda di kanan dan kirinya dengan jelas. Keluhan mata gatal (-/-), blobokan (-/-), mata silau (-/-), kelopak mata bengkak (+/-).Pasien tidak mengetahui penyebab keluhan yang dialaminya. Pasien berjualan di warung kelontong miliknya dan jarang terpapatr debu. Pasien juga tidak ada riwayat jatuh, luka, atau operasi pada mata.3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat hipertensi

: disangkal

b. Riwayat kencing manis

: disangkal

c. Riwayat trauma mata

: disangkal

d. Riwayat operasi mata

: disangkal

e. Riwayat alergi obat dan makanan

: disangkal

f. Riwayat memakai obat tetes mata jangka lama

: disangkalg. Riwayat meminum obat set/ jamu

: disangkalh. Riwayat sakit serupa

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat hipertensi: disangkal

b. Riwayat DM: disangkal

c. Riwayat penyakit mata: (+) ibu pasien menderita glaukoma5. Kesimpulan Anamnesis

OD

OS

Proses obstruksi normal Lokalisasi bola mata dan sekitarnya -

Sebab belum diketahui

-

Perjalanan akut

-Komplikasi belum ada

-

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kesan umum

Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup

T = 130/80 mmHg N = 102x/1menit Rr = 20x/1menitS = 36,30CVAS= 4 pada kepala2. Pemeriksaan subyektif OD

OS

Visus sentralis jauh

3/60 6/6

Pinhole

tidak dilakukan tidak dilakukan

Koreksi

tidak dilakukan tidak dilakukan

Refraksi

tidak dilakukan tidak dilakukan

Visus Perifer

Konfrontasi test lapang pandang menyempitnormal

Proyeksi sinar

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Persepsi warna

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Pemeriksaan Obyektif

1. Sekitar mata

Tanda radang

ada

tidak ada

Luka

tidak ada

tidak ada

Parut

tidak ada

tidak ada

Kelainan warna

hiperemis

tidak ada

Kelainan bentuk

tidak ada

tidak ada

2.Supercilium

Warna

hitam

hitam

Tumbuhnya

normal

normal

Kulit

sawo matang

sawo matang

Geraknya

dalam batas normal dalam batas normal

3.Pasangan Bola Mata dalam Orbita

Heteroforia

tidak ada

tidak ada

Strabismus

tidak ada

tidak ada

Pseudostrabismus

tidak ada

tidak ada

Exophtalmus

tidak ada

tidak ada

Enophtalmus

tidak ada

tidak ada

Anopthalmus tidak ada tidak ada

4.Ukuran bola mata

Mikrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Makrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Ptosis bulbi

tidak ada

tidak ada

Atrofi bulbi

tidak ada

tidak ada

Bufthalmus

tidak ada

tidak ada

Megalokornea

tidak ada

tidak ada

5.Gerakan Bola Mata

Temporal superior

normal

normal

Temporal inferior

normal

normal

Temporal

normal

normal

Nasal

normal

normal

Nasal superior

normal normal

Nasal inferior

normal

normal

6.Kelopak Mata

Gerakannya

dalam batas normal dalam batas normal

Oedem

ada tidak ada

Hiperemi

ada tidak ada

Lebar rima

5 mm

10 mm

Tepi kelopak mata

Oedem

ada

tidak ada

Hiperemis

ada

tidak ada

Entropion

tidak ada

tidak ada

Ekstropion

tidak ada

tidak ada

7.Sekitar saccus lakrimalis

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

8.Sekitar Glandula lakrimalis

Odem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

9.Tekanan Intra Okuler

Palpasi

N+2

N

Tonometer Schiotz tidak dilakukantidak dilakukanNon contact tonometer

tidak dilakukantidak dilakukan10.Konjunctiva

Konjunctiva palpebra

Oedem

sulit dievaluasitidak ada Hiperemis

sulit dievaluasi tidak ada

Sikatrik

sulit dievaluasi tidak ada

Konjunctiva Fornix

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Benjolan

tidak ada

tidak ada

Konjunctiva Bulbi

Pterigium

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada Hiperemis

ada

tidak ada

Nodul

tidak ada

tidak ada

Caruncula dan Plika Semilunaris

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

11.Sklera

Warna

putih putih

Penonjolan

tidak ada

tidak ada

Hiperemi

tidak ada tidak ada Injeksi episklera

ada

tidak ada12.Cornea

Ukuran

10 mm

10 mmWarna

keruh

jernihPermukaan

rata

rata

Sensibilitas

normal

normal

Keratoskop (Placido)

sulit dievaluasireguler

Fluoresin Test

tidak dilakukantidak dilakukanArcus senilis

(+)

(+)

13.Kamera Okuli Anterior

Isi

sulit dievaluasijernih

Kedalaman

sulit dievaluasidalam

14.Iris

Warna

sulit dievaluasi coklat

Bentuk

sulit dievaluasi bulat

Sinekia Anterior

sulit dievaluasitidak ada

Sinekia Posterior sulit dievaluasi tidak ada

15.Pupil

Ukuran

mid dilatasi

3 mm

Bentuk

bulat

bulat

Letak

sentral

sentral

Reaksi terhadap

- cahaya langsung

(+)

(+)

- cahaya tidak langsung (+)

(+)

16.Lensa

Ada/tidak

sulit dievaluasiada

Kejernihan

sulit dievaluasi jernih

Letak

sulit dievaluasisentral

Shadow test tidak dilakukantidak dilakukan

17.Corpus vitreum

Kejernihan

tidak dilakukan tidak dilakukan18. Pemeriksaan oftalmoskop didapatkan ekskavasio glaukomatosa pada mata kanan.D. DIAGNOSIS BANDING

1. OD Keratitis

2. OD Uveitis anteriorE. DIAGNOSIS

OD glaukoma sudut tertutupF. PLAN

1. Tonometri

2. Perimetri

3. Gonioskopi

G. TERAPI

1. Medikamentosa

a. Menurunkan produksi akuos humor :(1) Topikal beta bloker : Timolol maleate 0,25 0,5%, 1-2 kali tetes sehari.(2) Asetazolamid tab 250 mg, 2 kali 1 tabletb. Meningkatkan pengeluaran (outflow) akuos humor :(1) Pilokarpin 2 % tetes mata, 1 tetes tiap menit selama 5 menit, dilanjutkan 1 tetes tiap jam sampai 6 jam.(2) Gliserin 50 % (1cc/kg BB) diminum sekaligus atau infus Manitol 20% 80 tetes per menit

c. Mengurangi rasa nyeri (analgesik)

(1) Ketorolac inj 10 mg 2. Non Medikamentosa

a. Edukasi penderita untuk mematuhi program terapi dan berobat teratur.b. Menghindarim konsumsi kopi dan menghindari minum air dalam jumlah banyak sekaligus.c. Menghindari pengobatan dengan steroid.d. Berada di ruangan dengan cahaya yang cukup3. Operatifa. Laser Iridotomi

b. Iridektomi PeriferH. RESEP IGDR/ Mannitol infus fl

No.I

Ketorolac inj mg 10

No.I Cum infus set

No.I

Cum disposable syringe No.III Abbocath no.22

No.I IV 3000

No.I i m m

R/ Pilocarpin eye drop 2% No.I

u.c.

R/ Glaucon tab mg 250

No. II

2 dd tab I

R/ KSR tab mg 600

No. III

3 dd tab I

Pro: Tn. J (52 th)

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Golongan Obat Kolinergik Saat ini miotik digunakan sebagai tambahan pada pemberian penyekat atau simpatomimetik karena perannya yang telah terbukti memberikan efek tambahan dalam mengontrol tekanan intra okular (TIO). Efek farmakologiknya termasuk miosis, konstriksi pupil dan akomodasi (kontraksi otot siliar). Berbagai obat anti glaukoma yang termasuk golongan ini dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu miotik yang bekerja langsung dan kolinesterasi inhibitor. Pilokarpin merupakan miotik yang berkerja langsung sementara karbakol merupakan parasimpatomimetik dengan kerja ganda sebagai akibat aktivitas anti colinesterase yang lemah. Penghambat antikolinesterase murni adalah fisostigmin, ekotiofat iodida dan demekarium bromida.1. Pilokarpin

Farmakokinetik: Mula kerjanya cepat, efek puncak terjadi antara 30-60 menit dan berlangsung selama 4-8 jam.

Mekanisme Kerja Obat: Meningkatkan aliran keluar akuos karena adanya kontraksi badan siliar. Hal itu mengakibatkan penarikan tapis sklera dan penguatan clamp trabekula. Pada glaukoma sudut tertutup, efek miotik dari obat melepaskan blok pupil dan juga menarik iris menjauh dari sudut bilik mata depan. Obat ini meningkatkan aliran keluar melalui trabekula.

Indikasi: Glaukoma sudut terbuka kronis (glaukoma simpel kronis), glaukoma sudut tertutup akut, glaukoma sudut tertutup sinekia kronis (setelah dilakukan iridektomi perifer), glaukoma sekunder akibat blok pupil dan setelah operasi.

Kontraindikasi: Glaukoma inflamasi, glaukoma malignan dan riwayat alergi.

Efek Samping: keratitis pungtata superfisial, spasme otot siliar yang menyebabkan miopia, miosis, kemungkinan retinal detachment, progresifitas katarak dan toksisitas endotel kornea. Efek samping sistemik termasuk berkeringat, aktivitas gastrointestinal yang meningkat, salivasi, nausea, tremor, nyeri kepala, bradikardi dan hipotensi. Dosis: Tersedia dalam bentuk larutan topikal, ocuserts dan gel. Pada sediaan larutan mata tersedia dua macam bentuk garam pilokarpin yaitu:

a. Pilokarpin hidroklorida dalam sediaan 0,25%, 0,50%, 1%, 2%, 3%, 4%, 6%, 8% dan 10% tetes mata.

b. Pilokarpin nitrat dalam sediaan 1%, 2%, dan 4% tetes mata.

Awitan efek miotik dimulai 10-30 menit dan lama kerja adalah 6 jam6,7.2. Karbakol

Karbakol secara farmakologis bersifat relatif tidak dapat didegradasi oleh kolinesterase. Sifat ini membuat karbakol lebih poten dibandingkan pilokarpin dan memiliki waktu kerja yang lebih panjang. Karbakol bekerja menurunkan tekanan intraokular dengan meningkatkan aliran keluar akuos. Mekanisme kerja ini merupakan stimulasi langsung dari reseptor post-synaptic pada neuromuscular junction otot siliar dan peda reseptor presinaptik untuk melepaskan asetilkolin. Komposisi karbamil yang dimiliki karbakol memberikan beberapa efek antikolinesterase sehingga memberikan tiga tempat target stimulasi kolinergik. Indikasi pada penderita glaukoma yang pada penggunaan pilokarpin tidak diltoleransi dengan baik atau kurang efektif dan juga pada situasi dimana pemberian miotik diharapkan dengan dosis yang lebih kecil karena pemberian karbakol ini 1 tetes 3 kali sehari. Kontraindikasi pada keadaan mata yang inflamasi, glaukoma sudut tertutup serta pada pasien dengan penyakit saluran respirasi, kardiovaskular dan gastrointestinal yang berat.

Efek samping: Secara lokal pada mata dapat teriadi kekeruhan kornea, keratopati bulous, spasme akomodatif, miosis, penglihatan kabur, dan hiperemi konjungtiva. Efek samping secara sistemik dapat berupa muka merah, berkeringat, keram abdominal dan nyeri kepala, salivasi, pningkatan sekresi gaster, muntah, diare. bradikardi dan konstriksi bronkial. Dosis: Tersedia dalam sediaan topikal dengan konsentrasi 0,75%, 1,5%, 2,25%, , dan 3%. Karbakol mencapai efek puncak dalam 2-3 jam dengan lama kerja 48 jam6,73. Obat kolinergik yang bekerja tidak langsung

Obat ini merupakan golongan miotik yang meningkatkan kadar asetilkolin endogen dengan menyekat enzim asetilkolinesterase. Fisostigmin, neostigmin dan demekarium adalah penyekat kolinesterase kerja pendek sementara ekotiofat dan isofluorofat bekerja panjang. Fisostigmin dan nevstigmin berguna pada glaukoma sudut tertutup dan sudut terbuka, walaupun penggunaannya telah makin jarang karena kejadian reaksi alergi yang cukup sering. Ekotiofat iodida dan demekarium bromida sudah tidak digunakan lagi pada glaukoma. Isofluorofat bersifat lebih okulotoksik dibandingkan ekotiofat dan demekarium. Efek toksis kolinergik dalam bentuk kelemahan otot dan edema makularsistoid telah dilaporkan pada penggunaan ekotiofat. Secara umum pengunaan antikolinesterase untuk pengobatan glaukoma sudut terbuka dicadangkan untuk kasus intoleransi terhadap pilokarpin atau karbakol atau penggunaan pilokarpin / karbakol tidak memberikan efek yang adekuat dalam menurunkan TIO8.

B. Golongan Adrenergik Agonis (Simpatomimetik)

1. Epinefrin

Epinefrin merupakan simpatomimetik yang bekerja langsung.

Mekanisme kerja: menurunkan produksi cairan akuos pada fase awal karena efek adrenergik. Epinefrin juga meningkatkan aliran keluar trabekular yang disebabkan stimulasi reseptor (32-adrenergik pada anyaman trabekula).

Farmakokinetik: Mula kerja setelah 1 jam dengan efek puncak setelah 4 jam dan efek penurunan TIO berlangsung sampai 72 jam. Penggunaan epinefrin jangka panjang memiliki kekuatan kontrol TIO yang sama dengan timolol. Tersedia dalam bentuk hidroklorid, bitartrat dan garam borat untuk obat topikal dengan konsentrasi bervariasi antara 0.25-2 % yang diberikan 2 kali sehari.Indikasi: Terutama digunakan pada glaukoma simpel kronis atau pada pemberian bersamaan dengan miotik untuk bilik mata depan dangkal ringan.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit dan glaukoma afakik dan pseudofakik.

Efek samping: Pemberian topikal menyebabkan dekongesti konjungtiva dan midriasis sementara. Hipertensi sistemik, hiperemia konjungtiva, deposit adenokrom dan reaksi alergi pada kelopak. Perlu diperhatikan pemberian topikal untuk pasien dengan disfungsi kardiovaskular, hipertiroid atau diabetes melitus9.

C. Antagonis Adrenergik

Timolol maleat

Timolol merupakan salah satu penyekat yang paling umum digunakan sampai saat ini. Timolol merupakan penyekat beta non selektif menginhibisi aktivitas 1 dan 2, yang memiliki efek menurunkan tekanan terutama karena menurunkan produksi akuos dengan memblok reseptor 2 dalam prosesus siliaris. Timolol dapat bekerja secara langsung pada epitel siliaris untuk memblok transport aktif atau ultrafiltrasi. Indikasi: Pada glaukoma sudut terbuka primer dan sekunder sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi dengan miotik. Indikasi lain adalah glaukoma inflamasi, glaukoma sudut tertutup primer dan sekunder kronik, hipertensi okular dan glaukoma pada anak. Kontraindikasi: Alergi obat dan kondisi lain seperti yang terjadi pada terapi penyekat lain.

Dosis: Digunakan satu tetes larutan 0.25 % atau 0.5 % dua kali sehari dan waktu kerjanya berlangsung lebih dari 7 jam. Tersedia pula bentuk gel dengan konsentrasi 0,25 o dan 0,5 %. bentuk hemihidrat dalam konsentrasi 0.25 % dan 0.5 % dan bentuk larutan gel (gel forming solution).

Efek Samping: Efek samping topikal berupa iritasi okular, kongjungtivitis, blefaritis, keratitis, penurunan sensitivitas kornea, gangguan penglihatan termasuk perubahan refraksi, keratopati pungtata supertisial, gejala mata kering, diplopia dan ptosis. Toksisitas sistemik timolol topikal lebih sering terjadi dibandingkan dengan toksisitas lokal dan dapat mempengaruhi sistem pulmonal, kardiak dan sistem saraf. Timolol maleat bentuk larutan gel adalah formulasi baru dari timolol. Sediaan ini merupakan polisakarida anionik. Ketika bereaksi dengan kation di lapisan film, terbentuk produk gel yang memungkinkan obat untuk tetap berada di mata dalam waktu yang lama. Dosisnya satu kaii sehari dan memiliki keuntungan potensial pada pada peningkatan kepatuhan, mengurangi biaya pengobatan dan absorpsi sistemik yang sedikit8,9.D. Penghambat karbonik anhidrasePenghambat karbonik anhidrase (PKA) sistemik umumnya diberikan pada kasus glaukoma sebagai monoterapi atau terapi tambahan dengan obat lain, tetapi penggunaan klinis dari PKA oral dibatasi karena peningkatan insiden efek samping sistemik. PKA merupakan sulfonamid non bakteriostatik yang menginhibisi secara non kompetitif enzim karbonik anhidrase. Enzim yang dikeluarkan badan siliar ini berhubungan dengan produksi cairan akuos terutama melalui sekresi aktif bikarbonat. PKA menurunkan laju pembentukan cairan akuos yang berefek menurunkan TIO 9.

1. Asetazolamid

Asetazolamid merupakan obat golongan PKA yang paling sering digunakan. Obat ini memblok enzim karbonik anhidrase secara reversibel pada badan siliar sehingga rnensupresi produksi cairan akuos. Cairan akuos kaya akan natrium dan ion bikarbonat yang hiperosmotik dibandingkan plasma. Air ditarik ke bilik mata belakang sebagai akibat proses osmosis dan terjadi dilusi pada konsentrasi tinggi bikarbonat. Ketika diberikan secara oral, konsentrasi puncak pada plasma diperoleh dalam 2 jam, bertahan 4-6 jam dan menurun secara cepat karena ekskresi pada urin. Tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul dengan dosis umum 125 - 250 mg 1-4 kali sehari. Efek asetazolamid dapat diperpanjang dengan sediaan dalam bentuk granul yang terlapis dan menggunakan sistem pemberian pompa osmotik. Obat ini dipakai sebagai monoterapi atau pengobatan tambahan pada glaukoma simpel kronik, glaukoma sekunder, preoperasi dan glaukoma sudut tertutup akut ketika penundaan operasi membutuhkan penurunan TIO. Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif terhadap PKA. Pasien dengan penyakit respirasi perlu mendapat perhatian lebih karena kemungkinan efek asidosis respirasi (pada penggunaan sistemik). Juga pada penderita dengan kadar serum natrium dan kalium yang menurun, gangguan ginjal dan hati serta insufisiensi adrenokortikal 9. Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg, 250 mg dan kapsul lepas lambat 500 mg, dalam bentuk serbuk untuk penggunaan suntikan iv 500 mg per vial. Dosis yang dianjurkan untuk memperoleh efek yang mendekati maksimum adalah pemberian asetazolamid oral 250 mg setiap 6 jam (untuk dewasa). Pada anak dosis orang adalah 10-15 mg/kg/hari dibagi dalam pemberian setiap 6 - 8 jam, kapsul 500 mg asetazolamid lepas lambat diberikan setiap 12 jam. Efek sampingnya malaise, rasa logam, kelelahan, depresi, anoreksi dan penurunan berat badan, penurunan libido, mual, muntah, hematuri, glikosuria, peningkatan diuresis, insufisiensi hepar, mengantuk, linglung, nyeri kepala, parestesia ekstremitas, neropati perifer, miopia sementara, urikaria, gatal, asidosis metabolik, diskrasia darah dan reaksi hipersensitif9.

E. Golongan HiperosmotikGolongan hiperosmotik sistemik seperti gliserin, isosorbid dan manitol digunakan untuk mengontrol secara cepat TIO pada glaukoma akut. Mekanisme kerjanya dengan meningkatkan tekanan osmotik plasma dibanding struktur intraokular sehingga terjadi gradien osmotik. Sebagai akibatnya, cairan berpindah dari mata ke plasma pembuluh darah mata yang hiperosmotik sehingga menurunkan volume vitreus yang akan berpengaruh pada penurunan TIO. Indikasinya digunakan untuk menurunkan TIO dalam jangka pendek. Penggunaannya dibatasi pada keadaan darurat jangka pendek seperti glaukoma sudut tertutup akut atau kontrol peningkatan TIO pre-operatif. Sering digunakan sebagai profilaksis sebelum operasi intraokular untuk mengontrol TIO.

Awitannya dalam 30 menit dan berlangsung selama 3-6 jam. Kontraindikasi pada oliguria, anuria, dehidrasi berat, edema pulmonal akut, dekompensasi kardiak berat. Efek sampingnya dapat terjadi hipertensi sitemik berat, mual, muntah, diuresis, retensi urin, bingung, gagal jantung kongestif, tidak seimbangnya cairan dan elektrolit, asidosis, mulut kering, urtikaria, demam, edema pulmonal, diabetik hiperglikemia, nyeri kepala, diare. Kejadian yang mengancam jiwa seperti beban lebih kardiovaskular, perdarahan intrakranial, edema pulmonal, asidemia dapat terjadi walaupun jarang.

1. Gliserol

Tersedia dalam bentuk larutan oral 50 % dan 75 %. Dosis standar 1-1,5 g/kg berat badan diberikan 1-1,5 jam sebelum operasi. Efek hipotensif vascular dimulai dalam 10 menit dengan efek puncak dalam 30 menit dan berlangsung kira-kira 5 jam. Pada penggunaan untuk pengelolaan glaukoma dosis umumnya 2-3 ml/kg diberikan 3-4 kali sehari. Kontraindikasi pada diabetes melitus dan penyakit ginjal.102. Manitol

Tersedia sebagai larutan 5-25 %. Dosis standar orang dewasa 0,5 - 2 g/kg berat badan diberikan dalam larutan 15-20 %, paling cepat setiap 30 menit. Penggunaan paling umum adalah pemberian 25-100 ml larutan manitol secara intravena secara lambat. Onset dimulai setelah 20-60 menit dan berlangsung 2-6 jam. Pada penggunaan preoperatif, dapat diberikan manitol 1 jam sebelum operasi untuk mendapatkan efek maksimal. Kontraindikasi pada gangguan fungsi ginjal dan gagal jantung.10

F. Ketorolac

Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.

Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan lengkap setelah pemberian intramuskular dengan konsentrasi puncak rata-rata dalam plasma sebesar 2,2 mcg/ml setelah 50 menit pemberian dosis tunggal 30 mg. Waktu paruh terminal plasma 5,3 jam pada dewasa muda dan 7 jam pada orang lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun). Lebih dari 99% Ketorolac terikat pada konsentrasi yang beragam. Farmakokinetik Ketorolac pada manusia setelah pemberian secara intramuskular dosis tunggal atau multipel adalah linear. Kadar steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Pada dosis jangka panjang tidak dijumpai perubahan bersihan. Setelah pemberian dosis tunggal intravena, volume distribusinya rata-rata 0,25 L/kg. Ketorolac dan metabolitnya (konjugat dan metabolit para-hidroksi) ditemukan dalam urin (rata-rata 91,4%) dan sisanya (rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian Ketorolac secara parenteral tidak mengubah hemodinamik pasien.

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih dari 5 hari. Kontraindikasi pada pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini atau NSAID lain, pasien yang menderita ulkus peptikum aktif, penyakit serebrovaskular, gangguan koagulasi, sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.

Dosis awal untuk ampul yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin. Efek samping yang timbul pada saluran cerna antara lain diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea dan pada susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat. Efek samping lain:

1. Efek Renal :Sama seperti obat lainnya yang menghambat biosintesis prostaglandin, telah dilaporkan adanya peningkatan urea nitrogen serum dan kreatinin serum 2. Efek Hematologis :Ketorolac menghambat agregasi trombosit dan dapat memperpanjang waktu perdarahan. Ketorolac tidak mempengaruhi hitung trombosit , waktu protrombin (PT) atau waktu tromboplastin parsial (PTT). 3. Efek Hepar :Bisa terjadi peningkatan borderline satu atau lebih tes fungsi hati. Pasien dengan gangguan fungsi hati akibat sirosis tidak mengalami perubahan bersihan Ketorolac yang bermakna secara klinis. Untuk pasien gangguan ginjal ringan :Fungsi ginjal harus dipantau pada pasien yang diberi lebih dari dosis tunggal IM, terutama pada pasien tua.4. Retensi cairan dan edema:Pernah dilaporkan terjadinya retensi cairan dan edema pada penggunaan Ketorolac. Oleh karena itu, Ketorolac harus hati-hati diberikan pada pasien gagal jantung, hipertensi atau kondisi serupa9,10.G. KSR

KSR merupakan preparat kalium yang diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan hipokalemia. KSR dikontraindikasikan pada pasien gagal ginjal kronis, hiperkalemia, penyakit Addison yang tidak diobati, dehidrasi, dan penyumbatan saluran cerna.Interaksi dengan obat lain memungkinkan terjadinya hiperkalemia pada penggunaan bersama ACE Inhibitor,dan diuretik rendah kalium. Efek samping yang mungkin munculm yaitu mual, muntah, diare, dan nyeri perut. Bentuk sediaan yang tersedia tablet salut film 600 mg. Dosis yang diberikan 1-3 kali sehari 1-2 tablet10.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology: 2005-2006. Acute Primary Angle Closure Glaucoma in Basic and Clinical Science Course, section 10, pp 122-126.

2. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2000. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, pp 220-232.

3. Ilyas, Sidartha, et al. 2013. Glaukoma. Dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-4, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.4. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. 2002. Ophtalmology. Philadelphia: Elsevier Saunders.

5. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. 2007. Ophtalmology a short textbook. Second edition. New York: Thieme Stuttgart..

6. Lang, GK. 2006. Glaucoma In Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd edition . Germany. 239-277

7. Khaw PT, Elkington AR. 2005. AC Of Eyes. Edisi ke-4. London: BMJ Book.

8. James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Ed 9Jakarta : EMS.

9. R. Rand .Allingham, Karim Dam-ii, Sayoko Moroi, Sharon Freedman. George Shafranov. 2005. Shield's Textbook of Glaucoma. 5`" ed. Indian edition. Lippincott William & Wilkins.10. David Meyer, Rone1 van Schalkwyk. Update on Current Medical Therapy of Glaucoma. Dalam: Ashok Garg et al (eds). 2005. Mastering the Techniques of Glaucoma Diagnosis & Management. Jaype Brothers Medical Publishers. New Delhi. India, pp 158-170.

PAGE 19