Download docx - Trauma Termal

Transcript
Page 1: Trauma Termal

TRAUMA TERMAL : LUKA BAKAR

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah respon kulit atau jaringan subkutan terhadap trauma termal.1

Terdapat sekitar 4000 kematian akibat api tiap tahunnya di Amerika Serikat.

Sekitar 90 % terjadi di rumah dan disebabkan oleh rokok, korslet kabel listrik,

salah pemakaian penghangat, permainan anak – anak, atau pakaian yang terbakar

api.2

Luka bakar memengaruhi berbagai aspek keseluruhan pasien, baik secara fisik

mau pun psikis.3 Korban luka bakar membutuhkan berbagai aspek manajemen

gawat darurat termasuk resusitasi, perawatan luka, hypermetabolism and the

systemic inflammatory response syndrome (SIRS), sepsis, dan sindrom disfungsi

organ multiple.4 Luka bakar dangkal dan ringan (superficial) walau cukup

membuat kita merasakan pengalaman sakit yang hebat, dapat sembuh dengan

cepat dan tidak menimbulkan jaringan parut. Namun apabila luka bakarnya dalam

dan luas, maka penanganan memerlukan perawatan di fasilitas yang lengkap

dengan strategi manajemen multidisiplin baik fisik maupun psikis.3

Di Amerika kurang lebih 1,5 juta penduduknya memerlukan pertolongan

medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 80.000

diantaranya dirawat di rumah sakit dengan total kerugian mencapai 2 miliar

dolar.4 Luka bakar juga menjadi masalah di Negara berkembang. Lebih dari 2 juta

korban luka bakar muncul tiap tahunnya di India (populasi 500 juta jiwa).

Mortalitas di Negara berkembang jauh lebih tinggi daripada di negara maju.

Misalnya, Nepal mengalami sekitar 1700 kematian akibat luka bakar tiap

tahunnya dengan populasi 20 juta jiwa, sehingga rasio kematian 17 kali lebih

banyak dari Inggris.3

DEFINISI

Luka bakar adalah jenis luka (kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan) yang

diakibatkan sumber panas ataupun suhu yang tinggi, sumber listrik, bahan

1

Page 2: Trauma Termal

kimiawi, cahaya, radiasi, dan friksi. Kerusakan yang terjadi tergantung dari tinggi

suhu, lama kontak, dan luas kontak. Luka lepuh adalah akibat cairan /uap panas

dari caiaran dengan temperatur titik didih atau hampir mencapai titik didih, serta

akibat bentuk gas dari suatu cairan. 1,5, 6

KARAKTERISTIK

Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada

kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban yang

terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya. Berikut keadaan umum

yang ditemukan pada mayat dengan luka bakar.7

a. Skin split

Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit dari

epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang menyerupai luka

sayat dan sering disalah artikan sebagai kekerasan tajam. Artefak postmortem

ini dapat mudah dibedakan dengan kekerasan tajam antemortem oleh karena

tidak adanya perdarahan dan lokasinya yang bervariasi disembarang tempat.

Kadang-kadang dapat terlihat pembuluh darah yang intak yang menyilang pada

kulit yang terbelah.7

Gambar 1. Skin split dikutip dari kepustakaan 7

b. Abdominal wall destruction

Kebakaran partial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan

keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini. Biasanya

ini terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang terletak diluar atau

didalam rongga abdomen.7

2

Page 3: Trauma Termal

Gambar 2. Skin split menyebabkan organ dalam mencuat ke luar dikutip dari

kepustakaan 7

c. Skull fractures

Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan

pembentukan uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan

mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan

terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak. Pada luka bakar yang hebat

dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat artefak

fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak penah diikuti

oleh kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.7

Gambar 3. Skull fracture dikutip dari kepustakaan 7

d. Pseudo epidural hemorrhage

Keadaan umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar dan

kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage atau

3

Page 4: Trauma Termal

epidural hematom postmortem. Untuk membedakan dengan epidural hematom

antemortem tidak sulit oleh karena pseudo epidural hematom biasanya

berwarna coklat, mempunyai bentukan seperti honey comb appearance, rapuh

tipis dan secara tipikal terletak pada daerah frontal, parietal, temporal dan

beberapa kasus dapat meluas sampai ke oksipital.7

Gambar 4. Pesudo epidural hemorrhage dikutip dari kepustakaan 7

e. Non-cranial fractures

Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering ditemukan

pada korban yang mengalami karbonisasi oleh karena tereksposure terlalu lama

dengan api dan asap. Tulang – tulang yang terbakar mempunyai warna abu-abu

keputihan dan sering menunjukan fraktur kortikal pada permukaannya. Tulang

ini biasanya hancur bila dipegang sehingga memudahkan trauma postmortem

pada waktu transportasi ke kamar mayat atau selama usaha memadamkan api.

Mayat sering dibawa tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak dikenali

lagi di TKP karena sudah mengalami fragmentasi.7

Gambar 5. Fraktur termal dikutip dari kepustakaan 7

4

Page 5: Trauma Termal

f. Pugilistic Posture

Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi “pugilistic”.

Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan kontraksi

serabut otot otot fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas mengambil sikap

seperti posisi seorang boxer dengan tangan terangkat didepannya, paha dan

lutut yang juga fleksi sebagian atau seluruhnya. Posisi “pugilistic” ini tidak

berhubungan apakah individu itu terbakar pada waktu hidup atau sesudah

kematian. “pugilistic” attitude atau heat rigor ini akan hilang bersama dengan

timbulnya pembusukan.7

Gambar 6. Pugilistic Posture dikutip dari kepustakaan 7

KLASIFIKASI

Bedasarkan Mekanisme Terjadinya

Berikut beberapa mekanisme terjadinya trauma termal yang mengakibatkan luka

bakar:

Scald burns : Merupakan penyebab paling umum dari luka bakar, utamanya

pada anak – anak. Scald dapat melibatkan berbagai jenis zat, utamanya cairan,

minyak, dan aspal. Mekanisme terjadinya misalnya tumpahan, luapan,

terendam, dan sebagainya. Mekanisme ini dapat memperkirakan kedalaman

luka. Kulit dapat menahan suhu hingga 104°F (40°C) dalam jangka waktu

tertentu sebelum menimbulkan luka. Air mendidih (210°F/99°C) atau sup

5

Page 6: Trauma Termal

panas (140-210°F/60-99°C) biasanya menyebabkan luka bakar yang dalam.

Luka bakar scald dengan minyak sangat panas, dengan suhu berkisar antara

350 - 400°F (177 - 204°C). Hal ini menyebabkan luka bakar yang sangat dalam

yang biasanya membutuhkan perawatan bedah. Luka bakar muncul pada kulit

yang terkena, sehingga perbedaan satu lapis pakaian dapat menghasilkan luka

bakar dengan kedalaman yang berbeda. 2,3,4,8

Flame burns: merupakan penyebab kedua terbanyak dari luka bakar, utamanya

pada orang dewasa. Terdapat kontak nyata dari kulit dan api yang

menghanguskan kulit hingga menghitam. 2,3,4

Contact burns: disebabkan oleh kontak langsung dengan objek – objek atau

benda – benda dengan temperatur tinggi, seperti metal, plastik, atau kaca. Luka

bakar yang terjadi biasnya sangat dalam namun terbatas pada area tertentu. 2,3,4

Kedalaman Luka Bakar

Tingkat keparahan luka bakar tiap individu masing – masing bergantung pada :

Luas area yang terbakar

Usia korban

Adanya trauma inhalasi 2

Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule

of nine, (2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar ditentukan

dengan presentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari

perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman

seseorang dalam menentukan luas luka bakar. 2

Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu

alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar.

Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian

anatomik, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 %.2

6

Page 7: Trauma Termal

Gambar 7. Wallace Rule of Nine dikutip dari kepustakaan 3

Gambar 8. Lund and Browder Chart dikutip dari kepustakaan 3

7

Page 8: Trauma Termal

Klasifikasi kedalaman luka bakar pada lapisan kulit, yaitu:

Derajat 1 (luka superfisial) : Mengenai lapisan epidermis. Terdapat erythema

(kemerahan) dan nyeri.4 Secara mikroskopis, terdapat dilatasi pembuluh darah

di dermis. Epidermis intak, namun terdapat beberapa kerusakan sel. Luka bakar

derajat 1 dapat disebabkan oleh paparan berkepanjangan dari panas atau cahaya

intensitas rendah (misal : sunburn), atau paparan jangka pendek dari panas atau

cahaya berintensitas tinggi.2

Derajat 2 (Partial thickness) : hancurnya epidermis dan trauma pada dermis

(tidak melewati subkutan). Luka tampak basah, merah, sangat nyeri, dan

terdapat blister. Luka dibagi dalam superfisial, moderate, dan dalam. Pada luka

superfisial, terdapat kerusakan stratum granulosum dan korneum, dengan

lapisan dasar tidak rusak total dan edema pada dermal – epidermal junction.

Luka sembuh tanpa meninggalkan bekas luka. Pada luka dalam, terdapat

gangguan total pada epidermis dan dektruksi pada sebagian besar lapisan dasar.

Mungkin terdapat blister. Bagian epidermis lain (kelenjar keringat dan rambut)

masih ada dan menjadi sumber regenerasi epidermis. Luka bakar derajat 2

sembuh tanpa meninggalkan bekas luka.2,4

Derajat 3 (Full Thickness) : kerusakan luas meliputi seluruh lapisan dermis.

Terdapat nekrosis koagulatif pada epidermis dan dermis dengan destruksi

bagian – bagian dermis. Dari luar, lesi tampak, kering, putih, dan kasar. Tidak

terdapat blister. Lesi dapat pula coklat atau hitam karena formasi arang. Kulit

tidak nyeri dengan sentuhan ringan. Luka ini sembuh meninggalkan bekas

luka. 2,4

Derajat 4 (Full Thickness+) : meliputi jaringan subkutan dasar, fasia, otot,

tendo, dan tulang. tampak karbonisasi. Sulit menentukan tepatnya kedalaman

luka hingga di ruang operasi. Dibutuhkan eksisi lengkap untuk jaringan yang

masih hidup. Sering membutuhkan amputasi segera. 1,2,4

8

Page 9: Trauma Termal

PATOFISIOLOGI (RESPON TUBUH)

Respon Lokal

Terdapat tiga zona konsentris untuk trauma jaringan yang muncul setelah luka

bakar derajat 3, yaitu koagulasi, stasis, dan hyperemia. Daerah yang kontak

langsung dengan sumber panas adalah zona koagulasi, tampak sebagai daerah

nekrosis koagulatif yang ireversibel. Area terlihat putih, seperti kulit, atau arang.

Area yang mengelilingi daerah ini yaitu zone stasis dan tampak berupa perfusi

jaringan lebam. Daerah ini terluka, namun tidak hancur, tampak seperti penumbra

iskemik; oleh karena itu, penting untuk mencegah hipotensi, infeksi, dan edema

untuk meyakinkan bahwa area ini tidak kurang menerima aliran darah dan

berkembang menjadi kehilangan jaringan seutuhnya. Daerah di luar hyperemia

telah meningkatkan perfusi jaringan untuk pelepasan lokal mediator inflamasi,

menghasilkan penampakan yang merah dan hiepremis. Area ini biasanya sembuh,

bila tidak ada trauma lanjutan yang terjadi. Ketiga zona tersebut merupakan area

tiga dimensi dan kehilangan jaringan di zona stasis akan menjadikan luka lebih

luas dan lebar. 3,4

Gambar 9. Burns Zone dikutip dari kepustakaan3

Respon Sistemik

Cardiovascular changes—Segera setelah luka bakar, dilepaskan substansi

vasoaktif (katekolamin, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari

jaringan yang mengalmi injuri. Substansi-substansi ini menyebabkan

meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes kedalam sekitar

9

Page 10: Trauma Termal

jaringan. Trauma panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan lebih

meningkatkan permeabilitas kapiler. Trauma yang langsung mengenai membran

sel menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan

akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya

cairan intraseluler dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut

menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas

menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun

jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume

darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan

catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya

cardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi

dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara

evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan

pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal

perhari adalah 350 ml. Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi

organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka

syok hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas

dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler

menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah

trauma. Cardiac output kembali normal dan kemudian meningkat untuk

memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar.

Perubahan pada cardiac output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi

intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit

yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka

bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu

injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3

minggu berikutnya. 3

Respiratory changes—Mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi , dan

pada luka bakar berat sindrom distres pernafasan dapat muncul. 3

Metabolic changes—Rasio metabolism basal meningkat hingga tiga kali normal.

Hal ini disertai dengan hipoperfusi splanchnic, mengharuskan enteral feeding

10

Page 11: Trauma Termal

segera dan agresif untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas

usus. 3

Immunological changes—Fungsi sistem imun mengalami penurunan. Penurunan

pada aktivitas lymfosit, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi

aktivitas komplemen dan perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan

macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas.

Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang

mengancam kelangsungan hidup klien. 3

PENYEBAB KEMATIAN

Pada kematian yang terjadi segera, efek dekstruktif yang sebenarnya, asfiksia,

syok yang disebabkan nyeri, inhalasi udara panas yang membakar saluran

respirasi, keracunan karbonmonoksida, dan efek dari gas mematikan lain,

semuanya dapat menjadi penyebab atau berkontribusi pada kematian.8

Pada kematian yang tertunda, dehidrasi dan gangguan elektrolit yang

disebabkan kehilangan plasma pada daerah yang terbakar merupakan penyebab

awal. Selanjutnya, kegagalan ginjal, toksemia yang disebabkan oleh zat yang

terserap pada daerah yang terbakar, dan infeksi dari luka bakar yang luas dapat

menjadi penyebab.8

“Luka bakar yang mematikan” jarang digunakan sebagai diagnosis pasti pada

korban kebakaran rumah. Penyebab kematian utama yang paling sering adalah

inhalasi asap, termasuk keracunan karbonmonoksida dan banyak zat beracun lain,

seperti sianida, nitrogen oksida, fosgen, dan lain-lain. Kebanyakan zat racun ini

terbentuk dari pembakaran perabot dan kain, plastik tertentu, seperti polipropilen,

polivinyl, dan lain-lain, yang melepaskan spektrum gas racun yang luas saat

terbakar. Hipoksia adalah faktor lain yang berperan pada kematian akibat

kebakaran, sebagaimana karbonmonoksida terbentuk akibat insufisiensi oksigen

yang tersedia untuk oksidasi lengkap menjadi karbondioksida pada material yang

mudah terbakar. Meskipun, hampir tidak mungkin untuk mengidentifikasi elemen

hipoksik didasarkan pada banyaknya gas beracun. 8

11

Page 12: Trauma Termal

Mekanisme yang menyebabkan kematian pada luka bakar, bila akut, kematian

biasanya merupakan akibat dari syok terbakar. Bila terjadi hari dan minggu

berikutnya, penyebab utama kematian adalah infeksi. Kematian yang tertunda

sesekali dapat terjadi dari bekas luka yang kemudian menjadi ganas. 9

Beberapa mekanisme pada luka bakar yang menyebabkan kematian,yaitu: 9

• Syok akibat terbakar

• Infeksi

° Pneumonia

° Septikemia

° Sindrom syok toksik

• Emboli paru-paru

• Ulserasi lambung

• Gagal ginjal akut

• Luka terkait keganasan

Syok Akibat Terbakar

Syok akibat terbakar ini menggambarkan kegagalan sirkulasi hipovolemik

yang terjadi dengan cepat yang terlihat dalam 72 jam pertama setelah luka bakar.

Perubahan fisiologis yang menyebabkan syok ini terjadi secara kompleks.

Pembakaran kulit diikuti oleh hipovolemia, curah jantung rendah,

hipoproteinemia, hiponatremia, dan peningkatan hematokrit. Syok akibat terbakar

adalah akibat dari hipovolemia dan efek dari sitokin dan mediator inflamasi

lainnya. Hipovolemia sendiri merupakan hasil dari kombinasi antara edema

interstisial masif, edema intraseluler akibat penurunan umum dari fungsi sel, dan

penguapan dari bagian yang terbakar. Kulit dewasa normal kehilangan kurang dari

40 ml air setiap jam, tetapi dengan luka bakar yang luas kehilangan dapat

meningkat menjadi 300 ml/jam. Edema interstisial merupakan hasil dari

vasodilatasi, peningkatan permeabilitas mikrovaskuler dan peningkatan aktivitas

osmotik ekstravaskuler di sekitar jaringan terbakar. Puncak edema biasanya

terjadi dalam 1 sampai 3 jam. 9

Terjadi penurunan jumlah yang besar pada curah jantung yang terjadi beberapa

menit setelah cedera, sebagian besar diakibatkan hipovolemia, namun curah

12

Page 13: Trauma Termal

jantung ini tidak kembali normal hingga 12 sampai 24 jam setelah luka bakar,

bahkan dengan resusitasi cairan yang cepat dan efektif. Situasi ini tidak hanya

disebabkan oleh hilangnya cairan, tetapi juga diakibatkan efek dari sitokin dan

mediator inflamasi lainnya. Penyebab langsung kematian pada kasus-kasus

tersebut sering diakibatkan kegagalan multi organ. 9

Saat ini, penyebab utama kematian di rumah sakit pada korban luka bakar

adalah infeksi. Penyebab menular paling umum pada individu yang dapat

menyebabkan kematian adalah pneumonia. Infeksi biasanya berasal dari udara

dan jarang secara hematogen dari infeksi luka. Septikemia merupakan penyebab

umum kematian dan memiliki resiko mortalitas tinggi pada pasien luka bakar. Ini

biasanya terjadi sekunder dari infeksi pada daerah luka bakar, tetapi mungkin

sekunder dari sumber infeksi lain, seperti pneumonia dan jaringan intravaskular.

Kulit yang terbakar menyebabkan imunosupresi umum, dan protein yang

didenaturasi dalam jaringan luka bakar menghasilkan substrat yang baik untuk

pertumbuhan mikroba. Avaskulerisasi relatif merupakan konsekuensi dari

trombosis termal yang selanjutnya dapat mendukung terjadinya infeksi. Tidak

mengherankan, risiko infeksi luka bakar adalah sebanding dengan luas daerah

terbakar. 9

Luka bakar derajat 3 biasanya ditumbuhi oleh bakteri dalam beberapa hari,

oleh organisme Gram-positif pada minggu pertama dan organisme Gram-negatif

setelahnya. Sebagian besar episode septikemia terjadi antara 6 sampai 10 hari

setelah luka bakar. Luka infeksi oleh organisme tertentu seperti Streptococcus

pyogenes atau Pseudomonas aeruginosa atau kolonisasi yang berat pada luka

bakar menyebabkannya rentan terhadap sepsis, dimana organisme secara invasif

menyerang jaringan hidup yang berdekatan dengan luka. Jamur merupakan

penyebab paling umum dari infeksi invasif pada luka bakar. Septikemia dan

mortalitas yang tinggi terkait dengan invasi jaringan hidup oleh mikroorganisme,

bukan kolonisasi pada jaringan mati. Sindrom syok toksik dapat diakibatkan

infeksi oleh Staphylococcus aureus tipe 29/52. 9

Seperti pada korban trauma lainnya, kematian dini lain, dapat terjadi sebagai

hasil komplikasi dari trauma, seperti emboli paru atau perdarahan dari ulserasi

13

Page 14: Trauma Termal

lambung yang "stres". Kematian juga bisa terjadi akibat gagal ginjal, baik sebagai

akibat dari hypovolemia atau septikemia. Perubahan patologis yang terjadi pada

gagal ginjal setelah luka bakar adalah akut tubular nekrosis. Rhabdomyolysis

sebagai akibat dari konstriksi otot rangka dengan melapisi jaringan yang terbakar

memberikan kontribusi untuk gagal ginjal dalam beberapa kasus. 9

Luka yang tidak diobati atau tidak sembuh dapat menyebabkan ulserasi kronis,

yang memiliki risiko menjadi ganas, yang disebut ulser Marjolin. Kebanyakan

bekas luka bakar ganas merupakan karsinoma sel skuamosa, tetapi beberapa

keganasan epitel lain dan sarkoma sesekali telah dilaporkan. Sedangkan, aborsi

spontan merupakan konsekuensi kemungkinan luka bakar yang luas pada

trimester pertama dan kemungkinan persalinan prematur di trimester ketiga.9

PEMERIKSAAN (TANDA INTRAVITAL DAN POST MORTEM)

Merupakan hal yang sulit, bahkan mustahil untuk membedakan luka bakar

antemortem dari postmortem, terutama dengan adanya kerusakan yang terjadi.

Pemeriksaan mikroskopis pun kurang membantu, kecuali bila korban hidup cukup

lama untuk membentuk reaksi inflamasi. Luka bakar antemortem biasanya luas,

dengan batas kemerahan dan terdapat lepuhan, baik pada daerah yang terbakar

maupun pada tepi luka. Meskipun demikian, berbeda dengan buku teks lama,

tidak diragukan bahwa panas yang diberikan pada mayat baru (setidaknya 60

menit setelah henti jantung) masih dapat mengakibatkan eritema.2,8

Lepuhan lebih sering terbentuk postmortem, meskipun biasanya lepuhan

tersebut tidak memiliki dasar ataupun batas merah. Juga dijelaskan bahwa lepuhan

yang terjadi antemortem mengandung cairan berprotein tinggi, dimana vesikel

postmortem memiliki cairan yang lebih jernih, namun hal ini jarang dapat

dibedakan dalam prakteknya.8

Dahulu adanya tepi merah pada luka bakar telah dianggap sebagai bukti reaksi

penting. Namun, tepi merah juga sering terlihat di sekitar luka bakar postmortem,

sehingga perbedaan ini tidak dapat digunakan. Lepuhan biasanya merupakan

bagian dari luka bakar antemortem tetapi juga dapat terbentuk setelah kematian, di

mana mereka cenderung pucat, kuning, dan tidak memiliki dasar merah.

14

Page 15: Trauma Termal

Pemeriksaan histologi untuk bukti reaksi inflamasi dapat dilakukan dan mungkin

bermanfaat. Eritema kulit ditandai dengan kapiler membesar, kadang-kadang sel-

sel epidermis nekrotik, kondensasi kromatin nukleus, pembengkakan inti sel

epidermis, dan edema dari jaringan ikat subepidermal. Luka bakar derajat pertama

menunjukkan nekrosis epidermal, pembentukan lepuhan subepidermal, dan

adanya sel inflamasi perivaskular. Nekrosis koagulatif pada dermis dapat terlihat

dengan luka bakar yang lebih dalam. Epidermis utuh yang berdekatan

menunjukkan adanya pemanjangan sel dan inti sel. Setelah 6 sampai 8 jam,

infiltrasi leukosit jelas terlihat, namun dalam beberapa kasus mungkin ada

penundaan lebih dari 16 jam. Sehingga tidak adanya reaksi jaringan tidak berarti

bahwa luka bakar adalah postmortem. 9

Tanda umum pada tubuh yang terbakar dengan adanya hangus pada kepala

adalah adanya epidural hematoma postmortem. Seharusnya tidak ada kesulitan

dalam membedakan ini dari epidural hematoma antemortem. Epidural hematoma

postmortem berwarna coklat dan terlihat rapuh atau menyerupai sarang lebah.

Bentuknya besar, cukup tebal (hingga 1,5 cm), dan biasanya terjadi pada daerah

frontal, parietal, dan daerah temporal, dalam beberapa kasus dengan perluasan ke

daerah oksipital.2

Ketika tengkorak terpapar dengan panas yang mendidihkan, darah keluar dari

ruang dalam tengkorak dan sinus venosus dan terkumpul dalam lapisan tipis

antara duramater dan tengkorak. Ini yang disebut heat hematoma. Darah dari heat

hematoma memiliki konsistensi seperti busa, berwarna coklat, tipis, dan bilateral.

berbeda dengan hematoma ekstradurasl sejati yang lokal unilateral, tebal, dan

biasanya temporal hematoma dengan darah warna gelap juga terlihat. Hematoma

subdural bukan merupakan akibat dari trauma panas. Heat hematoma mungkin

atau mungkin juga tidak berhubungan dengan fraktur tengkorak terkait panas.

Duramater mungkin terpisah disebabkan adanya herniasi otak yang dilapisinya,

akibat serangan panas yang tajam. Otak sendiri biasanya menyusut, memadat, dan

berwarna kuning hingga coklat. perdarahan Saat ini, perdarahan artifaktual telah

dilaporkan di otak, sebagaimana air mata dalam bagian putih otak pada individu

yang diyakini mati pada awal kebakaran.9

15

Page 16: Trauma Termal

Apabila didapatkan adanya karboksihemoglobin dalam darah perifer, maka

akan didapatkan pula pada hematoma panas palsu. Namun hematoma ekstradural

sejati yang disebabkan oleh trauma sebelum kebakaran terjadi, maka darah

tersebut tidak akan mengandung karboksihemoglobin dengan jumlah yang

bermakna, dimana dapat menjadi tes yang berguna bagi ahli patologis.8

IDENTIFIKASI KORBAN

Pada tubuh yang diselamatkan, apabila ditutupi oleh jelaga dan tidak terbakar

parah, jelaga dapat dibersihkan untuk memungkinkan pengenalan visual dari

wajah dan fitur eksternal lainnya. Pakaian dan barang pribadi, jika tidak terbakar,

dapat membantu dalam identifikasi. Jaringan yang hangus dapat mengaburkan

identifikasi pada fitur eksternal. Berkurangnya tinggi badan disebabkan adanya

kontraksi panas mengindikasikan bahwa fitur ini tidak akurat untuk identifikasi.

Perubahan warna rambut juga dapat mempengaruhi identifikasi. Menurut

pengamatan Spitz, rambut keabuan akan berubah menjadi pirang pada suhu sekitar

120 ° C (250 ° F). Setelah 10 sampai 15 menit pada suhu 205 ° C (400 ° F),

rambut cokelat akan berubah menjadi berwarna kemerahan. Sedangkan rambut

hitam tidak mengalami perubahan warna. Sebuah tangan terkepal yang

diakibatkan kontraksi panas dapat mempertahankan sidik jari. Jika ada identifikasi

tentatif, catatan gigi dan rekam medis yang tersedia harus diperoleh oleh

pemeriksa. Pemanfaatan catatan ini bergantung pada spesifikasi dan akurasinya. 2,10

Pada tubuh yang terbakar hingga tingkat struktur wajah sudah termutilasi dan

tidak ada sidik jari yang bisa didapatkan, catatan gigi harus dipersiapkan dan X-

ray rahang harus dilakukan. Hal ini dilakukan untuk membandingkan catatan gigi

orang yang dicurigai sebagai korban, dengan korban tersebut. Pengambilan X-ray

rahang ini dapat dilakukan in situ maupun dengan melepaskan rahang korban.

Bahkan, identifikasi dental positif dapat dibuat hanya dengan menggunakan

sebuah gigi. Bila digunakan dan diinterpretasi secara tepat, identifikasi dental ini

sama dapat dipercayanya dengan sidik jari.2,10

16

Page 17: Trauma Termal

Identifikasi adalah salah satu peran dari pemeriksaan radiologis dari satu mayat

yang hangus. Jika seseorang memiliki identifikasi tentatif pada tubuh, harus

ditanyakan apakah individu pernah memiliki trauma atau bahkan X-ray toraks

rutin. Sinar-X dapat digunakan untuk perbandingan dengan mayat tak dikenal. X-

ray dari hampir semua area tubuh dapat cocok untuk perbandingan. Identifikasi

dapat didasarkan tidak hanya pada kekhususan tulang, tetapi pada kalsifikasi

jaringan lunak; penambahan-penambahan enterik (misalnya, batu empedu, batu

ginjal, dan lain - lain) dan juga melihat buram, filter, klip, sekrup bedah, dan lain-

lain. Identifikasi positif mungkin dibuat pada dua golongan perubahan yang relatif

umum atau pada sebuah temuan unik tunggal. 2,10

Jika pencocokan dari informasi antemortem dan postmortem tidak dapat

dilakukan, konsistensinya masih dapat dikonfirmasi oleh ahli patologi dan ahli

lain yang terlibat. Apabila metode perbandingan konvensional tidak mungkin

dilakukan, gigi atau tulang dapat digunakan untuk analisis DNA. Jika tidak ada

metode identifikasi tersebut adalah mungkin, maka hanya identifikasi tentatif

berdasarkan keadaan; milik pribadi, atau karakteristik spesifik seperti tato, bekas

luka, atau tidak adanya organ, dapat dibuat. 2,10

Selama kebakaran, terdapat perubahan yang terjadi dapat meniru trauma dan

menghalangi identifikasi, yaitu: 10

• Sisa-sisa pakaian di sekitar leher meniru pencekikan ligatur. 10

• "Postur seperti petinju" karena kontraksi otot dari panas menyerupai posisi

"melawan atau lari".7,10

• Pelepasan kulit dan terbukanya lapisan subkutaneus dapat menunjukkan luka

gores10

• Lepuhan panas dapat terbentuk, baik utuh ataupun terbuka. Sebuah daerah

terbuka yang kering berubah menjadi kuning sampai coklat tua. Lepuhan ini

tidak selalu merupakan tanda antemortem. Bahan bakar (minyak tanah, bensin)

dapat meningkatkan pembentukan lepuhan dan pelepasan kulit. 10

• Sebuah "garis merah" di pinggiran kulit yang terbakar atau hangus meniru

peradangan dan mengindikasikan korban masih hidup ketika terjadi luka bakar.

Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan darah pada subepidermal. 10

17

Page 18: Trauma Termal

• Patah tulang akibat panas tidak berhubungan dengan perdarahan jaringan

lunak. Amputasi ekstremitas distal akibat panas dikenali dengan adanya tanda

hangus pada ujung distal tulang yang terkena. Demikian pula, tepi fraktur

tengkorak yang hangus adalah indikasi dari efek panas. Patah tulang akibat

panas pada ekstremitas diperkirakan timbul dari penyusutan otot. Pembakaran

pada bagian tabula luar mengurangi kekuatan tulang. Patah tulang tengkorak

akibat panas disebabkan baik oleh peningkatan tekanan intrakranial yang

disebabkan oleh uap (fraktur "blow-out", yakni fragmen yang bergeser ke luar)

atau pembakaran dari luar tengkorak. Efek panas dapat menyebabkan lubang

bulat di tengkorak seperti luka tembak. Herniasi jaringan otak melalui cacat

pada tulang yang patah dapat terlihat. Observasi mengenai panas akibat patah

tulang tengkorak bertentangan. Garis fraktur yang berjalan dari suatu cacat

tengkorak yang dapat menunjukkan cedera yang sebenarnya. Fraktur calvarium

akibat panas digambarkan berbentuk elips atau lingkaran yang tidak memiliki

garis fraktur. Sebaliknya, Spitz mengamati adanya beberapa garis fraktur yang

muncul dari titik umum di tengkorak terbakar. Fraktur panas calvarium

biasanya terletak di atas tempurung dan kadang-kadang bilateral. Patah tulang

ini jarang terbatas pada tabula eksternal. Sutura kranial cenderung tidak

meledak bahkan pada individu muda, namun ledakan pada sutura koronal atau

sagital diamati dalam serangkaian kremasi. 7,10

• Disintegrasi tubuh yang terbakar selama memadamkan api, baik dengan

pendinginan cepat dari sisa-sisa panas atau dengan disiram oleh air di bawah

tekanan tinggi dapat menghambat penilaian trauma. 10

• Perdarahan epidural, biasanya bilateral dan terkait dengan hangusnya kulit

kepala dan calvarium, bukanlah akibat dari trauma. 10

• Perdarahan semu dari lubang hidung dan mulut diamati sebagai darah yang

terdorong oleh dari paru-paru ke dalam saluran udara10

• Masuknya jelaga ke dalam trakea, baik pada penyayatan di leher yang hangus

pada saat otopsi atau diakibatkan disintegrasi dari pembakaran, memberikan

kesan palsu inhalasi asap. 10

18

Page 19: Trauma Termal

DAFTAR PUSTAKA

1. Grace, Pierce A., MCh, FRCSI, FRCS. Borley, Neil R. FRCS,

FRCS (Ed). Burns in Surgery at a Glance. Second edition. Oxford:

Blacwell Science. 2002. Hal 75.

2. Di Maio, Vincent J. Dominick J. Di Maio. Fire Death. in Forensik Pathology,

Second Edition. CRC Press LCC. 2001. Hal. 385-397

3. Shehan Hettiaratchy, Peter Dziewulski. ABC of Burns.

4. Potenza, Bruce. dkk. Burn Injuries. in Wilson, William C. MD, MA, dkk.

Trauma - Emergency Resuscitation, Perioperative Anesthesia, Surgical

Management. Volume 1. Informa Healthcare USA, Inc. hal: 645, 648-651,

654

5. ---. Luka Bakar. [online] 4 Juni 2012. [cited] 16 Juli 2012. Available from

url: http://id.wikipedia.org/wiki/Luka_bakar

6. Heller, Jacob L. MD, MHA. Zieve, David MD, MHA. Burns. [online] 4 Juni

2012. [cited] 16 Juli 2012. Available from url:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000030.htm

7. Dix, Jay. Color Atlas of Forensic Pathology. CRC Press LLC. 2000. hal. 116-

121

8. Knight, Bernard. Simpson’s Forensic Medicine. Eleventh edition. A Member

of Header Headline Group co-published Oxford University Press. Inc. New

York. Hal. 144-146

9. Rutty, Guy N (ed). Death from Burns in Essentials of Autopsy Practice,

Current Method and Modern Trends. Springer. 2006. Hal 221-226

10. Skhrum, Michael J. MD., Ramsay, David A., MB, ChB. Thermal Injury in

Forensic Pathology of Trauma. Humana Press. 2007. Hal 188-190, 193-194.

19