Download doc - Tonsilitis Kronis Kumpul

Transcript

16

Laporan KasusTONSILITIS KRONIS

Oleh :

NAMA: Alief Abni Bernindra

NIM: H1A 010 023

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKITTELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MATARAM

2014BAB I

PENDAHULUANTonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Kelainan ini merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT. Untuk seluruh kasus, prevalensinya tertinggi setelah nasofaring akut, yaitu 3,8% dengan insidensi sekitar 6,75% dari jumlah seluruh kunjungan. Pada tonsilitis kronis, ukuran tonsil dapat membesar sedemikian sehingga disebut tonsilitis kronis hipertrofi.1,2Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit tenggorok berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan).3Tonsilitis kronis dengan hipertrofi tonsil dapat menyebabkan berbagai gangguan tidur, seperti mendengkur sampai dengan terjadinya apnea obstruktif sewaktu tidur (Obstructive Sleep apnea). Obstructive sleep apnea atau OSA merupakan kondisi medik yang serius, ditandai dengan episode obstruksi saluran napas atas selama tidur sehingga menyebabkan berkurangnya asupan oksigen secara periodik. Beberapa ahli memperkirakan kelainan ini secara epidemiologi merupakan kelainan yang umum di masyarakat, namun sering tidak terdiagnosis. Mengingat dampak yang ditimbulkan, maka tonsilitis kronis hipertrofi yang disertai dengan sleep apnea harus segera ditindak-lanjuti dengan pendekatan operatif.2Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif dan operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi, dan mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan pengobatan konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan.3,4Angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai tonsilitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan rasional.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsul jaringan ikat serta kriptus di dalamnya.1,5Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut :

Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus dan arcus glossopharingicus.

Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva.

Dari macam-macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina, Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. 1,5Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana didaerah faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar. 1,5

Gambar 1. Cincin Waldeyer5Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring. Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah:

Anterior : arcus palatoglossus

Posterior : arcus palatopharyngeus

Superior : palatum mole

Inferior : 1/3 posterior lidah

Medial : ruang orofaring

Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsila.

Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.5

Gambar 2. Tonsil Palatina5Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu:51) Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa.

2) Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.

3) Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium.

a. Vaskularisasi dan Aliran Getah Bening

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.5Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian posterior di bawah m. sternokleidomastoideus. Selanjutnya ke kelenjar thoraks dan akhirnya menuju duktuli thorasikus. Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening.5b. Innervasi

Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf v melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX). Pemotongan pada n. IX menyebabkan anastesia pada semua bagian tonsil.22.2 Tonsillitis kronis

Tonsillitis kronis adalah peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya didahului oleh suatu peradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili dan sebagainya.3Tonsillitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila tonsil ditekan keluar detritus.32.2.1 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Organisme penyebab tonsillitis kronis sama dengan tonsillitis akut yaitu beta hemolitikus streptokokus. Infeksi yang berulang-ulang bisa menyebabkan terjadinya pembesaran tonsil melalui parenchyma atau degenerasi fibroid. Tetapi kadang-kadang kuman dapat berubah menjadi kuman golongan gram negative.2Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah factor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.3,42.2.2 Patologi Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submadibularis.3Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu:11) respon imun tahap IPada respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik.

2) respon imun tahap IIRespons imun tonsila palatina tahap II terjadi setelah antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid.3) migrasi limfosit

Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melaui HEV dan kembali ke sirkulasi melaui limfe. Tonsil berperan tidak hanya sebagai pintu masuk tapi juga keluar limfosit, beberapa molekul adesi (ICAM-1 dan L-selectin), kemokin, dan sitokin. Kemokin yang dihasilkan kripte akan menarik sel B untuk berperan didalam kripte.2.2.4 Manifestasi klinik

Pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.3,4,6,7Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.) gejala local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis), udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.1

Gambar 4. Tonsilitis KronisBerdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:3 TO: tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

T1: 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Gambar 5. Stadium Pembesaran Tonsil32.2.5 Penatalaksanaan Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang.3,7Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,Head and Neck Surgery:3,81. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofacial

3. Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.

4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

5. Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak responsif terhadap pengobatan.

6. Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus beta hemoliticus.7. Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma.8. Otitis media efusa/ otitis media supuratif.2.2.6 Komplikasi

Komplikasi tonsillitis kronis meliputi komplikasi local dan sistemik:3a. Komplikasi Lokal

Rinitis kronik Sinusitis Otitis media b. Komplikasi Sistemik yang dapat menyebar secara hematogen dan limfogen.

Endokarditis Artitis

Miositis

Nefritis

Uveitis

Dermatitis

Pruritus

FurunkulosisBAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien

: An HSUmur

: 10 tahun

Jenis kelamin

: Laki-lakiAlamat

: MataramPekerjaan

: Pelajar

Tanggal Pemeriksaan: 6 Agustus 2014

ANAMNESIS

Keluhan utama: Rasa mengganjal di mulut.

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan rasa mengganjal di mulut sejak . Pasien mengaku keluhan terutama dirasakan saat menelan ataupun saat makan, selain itu pasien juga sering mengeluhkan rasa kering ditengorokan dan kadang-kadang muncul bau mulut, namun pasien tidak ada perasaan nyeri ketika menelan. Akan tetapi pasien mengeluh ketika mengkonsumsi es maka akan kambuh menjadi nyeri tenggorok sehingga pasien merasa terganggu dalam satu tahun terakhhir ini pasien sudah mengalami kambuh sekitar 5 kali Pada saat ini juga pasien mengeluh sedang flu dan mengalami hidung tersumbat.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien dulu sudah mengetahui mengalami pembesaran amandel ketika masih berusia 9 tahun tetapi hanya diberi obat oleh dokter dan didiamkan saja, pasien baru merasa terganggu saat ini. Riwayat penyakit keluarga/sosial

Riwayat atopi di keluarga disangkal dan riwayat penykit serupa di keluarga disangkal.

Riwayat pengobatan

Pasien dulu pernah berobat ke dokter dan hanya diberikan obat katanya untuk pengobatan infeksi dan untuk menghentikan proses radang yang terjadi. Akan tetapi pasien dulu tidak disarankan untuk oprasi Riwayat alergi

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat atopi pada makanan mupun obat-obatan.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tensi

: 110/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No.Pemeriksaan TelingaTelinga kananTelinga kiri

1.TragusNyeri tekan (-), edema (-)Nyeri tekan (-), edema (-)

2.Daun telingaBentuk dan ukuran dalam batas normal, hematoma (-), nyeri tarik aurikula (-)Bentuk dan ukuran dalam batas normal, hematoma (-), nyeri tarik aurikula (-)

3.Liang telinga Serumen (+), hiperemis (-), furunkel (-), edema (-),

Serumen (+), hiperemis (-), furunkel (-), edema (-),

4.Membran timpani

Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-), edema (-), perforasi (-), cone of light (+)

Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-), edema (-), perforasi (-), cone of light (+)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan HidungHidung kananHidung kiri

Hidung luarBentuk (normal), hiperemi (-), nyeri tekan (-), deformitas (-)Bentuk (normal), hiperemi (-), nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasiNormal, ulkus (-)Normal, ulkus (-)

Cavum nasiBentuk (normal), mukosa pucat (-), hiperemia (+) Bentuk (normal), mukosa pucat (-), hiperemia (-)

Meatus nasi mediaMukosa normal, sekret (-), massa berwara putih mengkilat (-). Mukosa normal, sekret (-), massa berwara putih mengkilat (-).

Konka nasi inferiorEdema (+), mukosa hiperemi (+)Edema (-), mukosa hiperemi (-)

Septum nasiDeviasi (-), perdarahan (-), ulkus (-)Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

BibirMukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

MulutMukosa mulut basah berwarna merah muda

GeligiNormal

LidahTidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

UvulaBentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum moleUlkus (-), hiperemi (-)

FaringMukosa hiperemi (-), membrane (-), sekret (-)

Tonsila palatineKananKiri

T2T3

Fossa Tonsillaris dan Arkus Faringeus hiperemi (-)hiperemi (-)

DIAGNOSIS

- Tonsilitis Kronis fase tenangPEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium: darah lengkap, bleeding time, cloting time. Ureum, kreatinin Foto rontgen thorax.

RENCANA TERAPI Berkumur dengan antiseptik. (Betadine obat kumur 2x1 pada pagi dan sore hari) Pembedahan : Operasi TonsilektomiKIE

Menghindari makanan yang berminyak seperti gorengan, minuman atau makanan dingin, manis atau yang dapat mengiritasi tenggorokan.

Menjaga higiene mulut agar mulut terjaga kebersihannya dan dapat mencegah bau mulut berulang. Menganjurkan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga kesehatan pasien serta menenangkan kondisi psikologis pasien terkait dengan tindakan operasi tonsilektomi.

Menjelaskan indikasi dan komplikasi tindakan operasi tonsilektomi kepada keluarga.

PROGNOSIS

Dubia ad bonam jika dilakukan tindakan tonsilektomi dan mengikuti KIE dengan baikBAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus tersebut diagnosis tonsilitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh adanya pembearan amandel yang diterangkan dengan rasa mengganjal saat menelan saat makan. Selain pasien mengaku sering merasa tengoorokan kering dan pasien mengeluh kadang-kadang nafas mimiliki bau tidak enak.

Dari anamnesis pasien tersebut dapat dikaitkan dengan kombinasi beberapa faktor predisposisi tonsilitis kronis seperti halnya. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengiritasi tonsil seperti konsumsi es/minuman dingin yang berlebih yang merupakan makanan yang digemari pasien. Selaiin itu tidak menutup kemungkinan juga adanya faktor predisposisi berupa tidak terjaganya higienitas mulut degan baik, serta pengaruh cuaca dan kelelahan fisik.

Pada pemeriksaan fisik tenggorokan dengan spatula lidah didapatkan gambaran kronis pada tonsil. Pada tonsil didapatkan pembesaran pada tonsila palatina, dengan permukaan yang tidak hiperemi, tidak rata, ukuran pembesaran tonsil T2-T3 dan pada kedua tonsila palatina tampak kripte melebar.

Pada pasien didapatkan serangan berulang yang cukup sering yakni 5 kali dalam setahun. Hal ini merupakan salah satu indikasi untuk dilakukannya tonsilektomi. Oleh karena itu rencana tindakan tonsilektomi pada pasien kasus ini sudah tepat mengingat kondisi pasien yang sudah memenuhi indikasi untuk dilakukan tonsilektomi.

Pasien juga harus menjaga higiene mulut dengan cara berkumur dengan larutan antiseptik. Hal ini bertujuan untuk menjaga kondisi mulut tetap bersih dan mencegah terjadinya bau mulut berulang.DAFTAR PUSTAKA

1. Wanri. A. 2007. Anatomi dan fisiologi tonsil. Medan : USU Digital Library.2. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory Tract. Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill.3. Rusmarjono, Soepardi EA. 2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N. Ed. Buku Ajar Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.4. Ballenger, JJ., James B. Snow Jr. 1997. Ballenger: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, dan leher. Jakarta: Bina Rupa Aksara.5. Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Ch 15 The Special Senses 6th Ed. The McGrawHill Companies, New York6. Adams GL. 1997. Penyakit Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam : Adams GL, Boies LR, Higler PA. Ed. Buku Ajar penyakit THT. Jakarta : EGC7. Dedya, et al. 2009. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam.8. Derake A, Carr MM. 2002. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen Ed. EMedicine.com.inc.p.1 10.

Detritus (sedikit), hiperemis (-), kripte melebar (+)(dextra : T2 sinistra : T3