Download docx - Tinea Korporis Fix

Transcript
Page 1: Tinea Korporis Fix

TINEA CORPORIS

ANATOMI KULIT

Anatomi kulit secara histopatologik

Pembagian kulit secara garis besar tersusun tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:

1. Lapisan epidermis atau kutikel

2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)

3. Lapisan subkutis

Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan

adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.

1. Lapisan epidermis terdiri atas: stratus korneum, stratus lusidum, stratum granulosum,

stratum spinosum dan stratum basale.

Page 2: Tinea Korporis Fix

a. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri

atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya

telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

b. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan

sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang

disebut eleidin, lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan.

c. Stratum granulosum (lapisan kerato-hialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel

gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya.butir-butir

kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak memiliki lapisan ini.

Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.

d. Stratum spinosum (stratum malphigi) atau disebut pela prinkle cell layer (lapisan

akanta) tersiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poliglonal yang besarnya

berbeda beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak

mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat

ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel statum spinosum

terdapat jembatan-jembatan antar sel(intersellular bridges) yang terdiri atas

protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini

membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus bizzozero. Diantara sel-sel

spinosum terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stratum spinosu mengandung

banyak glikogen.

e. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun

vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).

Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini

mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis

sel yaitu:

Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti

lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar

sel.

Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel

berwarna muda, dengan sitoplasma yang basofilik dan inti gelap, dan

mengandung butir pigmen (melanosomes).

2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah lapisan epidermis yang jauh lebih tebal

daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan

Page 3: Tinea Korporis Fix

elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian

yakni:

a. Pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf

dan pembuluh darah.

b. Pars retikulare yaitu bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan bagian

ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan

retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan

kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk

oleh fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan

hidroksilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang

larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin

biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih

elastis.

3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis. Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi

sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel-sel bulat, besar dengan inti

terdesak pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.

Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh

trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi

sebagai cadangan makanan. Dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh

darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada

lokasinya. Diabdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, didaerah kelopak mata dan

penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.

Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak dibagian atas

dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).

Pleksus yang didermis bagian atas mengadakan anastomosis dipapil dermis, pleksus

yang di subkutis dan dipars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini

pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah

terdapat saluran getah bening.

Page 4: Tinea Korporis Fix

ADNEKSA KULIT

Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.

1. Kelenjar kulit terdapat dilapisan dermis, terdiri atas:

a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)

Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil,

terletak dangakal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin

yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.

Kelenjar ekrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan

dan baru berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Saluran kelenjar ini

berbentuk spiral dan bermuara langsung dipermukaan kulit. Terdapat

diseluruh permukaan kulit dan terbanyak ditelapak tangan dan kaki, dahi dan

aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf

kolinergik, faktor panas dan stress emotinal.

Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila,

aerola, mame, pubis, labia minora dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin

pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai

besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam

laktat dan glukosa. Biasanya pH sekitar 4 – 6,8.

Page 5: Tinea Korporis Fix

b. Kelenjar palit (glandula sebasea)

Terletak diseluruh permukaan kulit manusia kecuali ditelapak tangan

dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen

dan sekret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit

biasanya terdapat disamping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen

akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandung triglesireda, asam lemak

bebas, sekualen wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon

androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar paling sedikit, pada pubertas

menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.

2. Kuku

Adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang

menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail

root), bagian yang terbuka diatas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari

disebut badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah bagian kuku

yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh

kira-kira 1 mm per minggu.

Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku (nail groove). Kulit

tipis yang menutupi kuku dibagian proksimal disebut eponikium sedang kulit

yang ditutupi bagian kuku bebas disebut hiponikium.

Page 6: Tinea Korporis Fix

3. Rambut

Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang

berada diluar kulit (batang rambut). Ada dua macam tipe rambut yaitu lanugo yang

merupakan rambut halus, tidak mengandung pigmen dan terdapat pada bayi, dan

rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai

medula, dan terdapat pada orang dewasa.

Pada manusia biasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut

ketiak, rambut kemaluan, kumis dan janggut yang pertumbuhannnya dipengaruhi

hormon seks (androgen). Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus.

Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen (pertumbuhan) berlangsung 2-6

tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0,35 mm per hari. Fase telogen (istirahat)

berlangsung beberapa bulan. Diantara kedua fase tersebut terdapat fase katagen

(involusi temporer). Pada satu saat 85% seluruh rambut mengalami fase anagen dan

15% sisanya dalam fase telogen.

FAAL KULIT

Page 7: Tinea Korporis Fix

1. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,

misalnya tekanan, gesekan, tarikan. Gangguan kimiawi misalnya zat-zat kimia

terutama yang bersifat iritan contohnya lisol, karbol, asam dan alkali kuat lainnya.

Gangguan yang bersifat panas misalnya radiasi , singatan sinar ultraviolet, gangguan

infeksi luar terutama kuman/ bakteri maupun jamur.

Hal diatas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit

dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap

gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan

sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi

karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap pelbagai zat kimia dan air,

disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia

dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi

keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar 5 – 6,5 sehingga

merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses

keratinisasi juga berperan sebagai sawar (barier) mekanis karena sel-sel mati

melepaskan diri secara teratur.

2. Fungsi absorbsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi

cairan yang menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas

kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada

fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,

hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat

berlangsung melalui celah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara

saluran kelenjar tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis atau melalui muara

saluran kelenjar.

3. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa

metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Kelenjar lemak

pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk

melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai

Page 8: Tinea Korporis Fix

vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini

selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit

tidak menjadi kering. Produk kelenjar minyak dan keringat dikulit menyebabkan

keasaman kulit pada pH 5 – 6,5.

4. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik didermis dan subkutis. Terhadap

rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis dan subkutis.

Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan krause yang terletak didermis. Badan

taktil meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula

badan merkel renvier yang terletak di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih

banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan

(otot berkontraksi) pembuluh darah kecil. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga

kemungkinan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskuler dipengaruhi

saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum

terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak

lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na.

6. Fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak dilapisan basal dan sel ini berasal dari rigi

saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan

jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras

maupun individu. Pada pulasan HE sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel

dendrit, disebut pula sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat golgi dengan

bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari

mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-

tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit dibawahnya dibawa oleh sel melanofag

(melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan

juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.

7. Fungsi keratinisasi

Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel

langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel

basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum,

makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.

Page 9: Tinea Korporis Fix

Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses

ini berlangsung terus menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya

dimengerti. Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit melalui proses sintesis dan

degradasi menjadi lapisan tanduk.proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-

21 hari, dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

8. Fungsi pembentukan vitamin D

Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar

matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.

PENDAHULUAN

Dari segala macam penyakit jamur kulit yang merupakan tipe infeksi superficial dan

kutan maka ptiriasis versikolor, dermatofitosis dan kandidiosis kulit yang tersering ditemui. 1

Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superficial yang disebabkan oleh jamur

dermotofita yakni Trichophyton spp, Microsporum spp, dan epidermophyton spp.

Dermatofitosis mempunyai arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit.2

Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk yakni epidermis (tinea

korporis, tinea kruris, tinea manus et pedis), rambut (tinea kapitis), kuku (tinea unguinum).

Dermatofitosis terjadi karena terjadi inokulasi jamur pada tempat yang diserang, biasanya di

tempat yang lembab dengan maserasi atau ada trauma sebelumnya.1,2

Ciri khas pada infeksi jamur adanya central healing yaitu bagian tengah tampak

kurang aktif, sedangkan bagian pinggirnya tampak aktif.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi

diantaranya udara lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya

sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik penggunaan antibiotika dan obat

steroid, Higiene juga berperan untuk timbulnya penyakit ini.4 Dermatofitosis salah satu

pembagiannya berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia yang diserang salah satunya adalah

Tinea Korporis, yaitu dermatofitosis yang menyerang daerah kulit yang tidak berambut

(glabrous skin), misalnya pada wajah, badan, lengan dan tungkai. Yang gejala subyektifnya

yaitu gatal dan terutama jika berkeringat.1,2 Tinea korporis adalah infeksi dermatofita

superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin

(kulit yang tidak berambut) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.2,4 3

DEFINISI

Page 10: Tinea Korporis Fix

Tinea corporis adalah dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin).1 Tinea

corporis termasuk semua infeksi dermatofitosis superfisial di luar dari kulit kepala, janggut,

wajah, tangan, kaki, dan selangkangan. Predileksi terdapat pada daerah leher, ekstremitas atas

dan bawah, dan batang tubuh.2

EPIDEMIOLOGI

Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Dari data beberapa rumah

sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan persentase dermatomikosis terhadap seluruh

kasus dermatosis bervariasi dari 2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang).12 Sedangkan di

RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2008 terdapat 274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis

superfisialis, 58 kasus (21,16%) diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%)

adalah tinea kruris.13 Dari segi usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan

bahwa remaja dan kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita

dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda atau lebih

tua. Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor predisposisi

atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak berkeringat, selain pajanan terhadap

jamur lebih lama.12

Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim

yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi hangat dan lembab

membantu menyebarkan infeksi ini.4 Oleh karena itu daerah tropis dan subtropis memiliki

insiden yang tinggi terhadap tinea korporis.3 Tinea korporis dapat terjadi pada semua usia

bisa didapatkan pada pekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan.5 Maserasi dan oklusi

kulit lipatan menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang memudahkan

infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi

atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamr

mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.9

ETIOLOGI

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan

jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti

yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan

Page 11: Tinea Korporis Fix

Epidermophyton spp. Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis,

penyebab yang paling umum adalah Trichophyton Rubrum dan Trichophyton

Mentagrophytes.7

PATOFISIOLOGI

Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama perlekatan ke

keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada

jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal

lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh

kelenjar sebasea bersifat fungistatik.10,4

Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan spora

harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada

proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan enzim

mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga

membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita juga

bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu

jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.9,10

Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi dipengaruhi oleh status

imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type

Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan

dermatifita.pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi

menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan

sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.

Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan

dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan

bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba

menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel

yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.10,11 5

MANIFESTASI KLINIS

Page 12: Tinea Korporis Fix

Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas terdiri atas bermacam-macam

effloresensi kulit (polimorfi).1 Bagain tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan) tampak lebih

jelas dari pada bagian tengah. Bentuk lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit

hiperpigmentasi dan skuamasi menahun.3 Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi

bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan

vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di

tepi lebih aktif yang sering disebut dengan central healing.2 Kadang-kadang terlihat erosi dan

krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi

kulit yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas

terutama pada pasien imunodefisiensi.4 Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang

mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan

bersamaan timbul dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et

cruris atau sebaliknya.8 Bentuk menahun yang disebabkan oleh Trichophyton rubrum

biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguim.

Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentrikum disebut

tinea imbrikata. Penyakit ini terdapat diberbagai daerah tertentu di Indonesia, misalnya

Kalimantan Sulawesi.Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna cokelat yang

perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan

melebar, proses ini, setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga

berbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris.bila dengan jari tangan kita meraba

dari bagian tengah ke arah luar, akan terasa jelas skuama yang menghadap kedalam.

Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan lingkaran-

lingkaran disebelahnyasehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Pada permukaan infeksi

penderita dapat merasa sangat gatal, akan tetapi keluhan yang menahun tidak menimbulkan

keluhan pada penderita. Pada kasus menahun lesi kulit kadang-kadang dapat menyerupai

iktiosis.

DIAGNOSIS

Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang diderita

pasien. Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai, dada, perut atau

punggung.2,3 Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang terinfeksi serta hewan ataupun

obyek yang baru terinfeksi. Pasien mengalami gatal-gatal, nyeri atau bahkan sensasi

terbakar.3 6

Page 13: Tinea Korporis Fix

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat langsung dari kerokan

kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10%. Sesudah 15 menit atau sesudah

dipanaskan dengan api kecil, dilihat di bawah miroskop, bila positif memperlihatkan elemen

jamur berupa hifa (benang-benang) panjang dan artrospora(spora berupa bola kecil sebesar 1-

3 mikro.2

Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung

sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap baik pada pemeriksaan ini

adalah medium agar dekstrosa Sabouruad pada suhu kamar 25-30 derajar celcius. Spesies

jamur dapat ditentukan melalui bentuk koloni, bentuk hifa dan bentuk spora. Biakan

memberikan hasil yang lebih lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, biayanya lebih

mahal, hasil yang diperoleh dalam waktu lebih lama (1 minggu) dan sensitivitasnya kutrang

(± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.7

Beberapa kasus membutuhkan pemeriksaan dengan lampu wood yang mengeluarkan

sinar UV dengan gelombang 3650 Å yang jika didekatkan pada lesi akan timbul warna

kehijauan.5

Biopsi kulit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin dari tinea corporis

menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan infiltrat superfisial. Neutrofil dapat dilihat dalam

stratum korneum yang merupakan petunjuk diagnostik signifikan. Septa percabangan hifa

terkadang dapat terlihat dalam stratum korneum dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin,

tetapi pewarnaan jamur khusus misalnya asam-Schiff, Gomori perak methenamine mungkin

diperlukan.

DIAGNOSIS BANDING

Tidaklah sulit untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada umumnya, namun ada

beberapa penyakit kulit yang dapat mengaburkan diagnosis misalnya dermatitis seboroika,

psoriasis, dan pitiriasis rosea.11 Kelainan pada kulit pada dermatitis seboroika selain dapat

menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di

kulit kepala (scalp), lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial dan

sebgainya.9 Pitiriasi rosea yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh

dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald

Page 14: Tinea Korporis Fix

patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboraturium

dapat memastikan diagnosisnya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat

predileksi yaitu di daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala

berambut juga sering terkena penyakit ini. Adanya lekukakn pada kuku dapat menolong

untuk menentukan diagnosis.7

Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada psoriasis

biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi psoriasis pada tempat

lesi dapat menentrukan diagnosis.3 Kandidiosis pada lipatan paha mempunyai konfigurasi hen

and chicken. Kelainan ini biasanya basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya fluor albus

dapat membantu mengarahkan diagnosis. Pada penderita-penderita diabetes mellitus,

kandidiosis merupakan penyakit yang sering dijumpai. Eritrasma merupakan penyakit yang

tersering berlokasi di daerah sela paha. Effloresensi yang sama yaitu eritema dan skuama

pada seluruh lesi merupakan tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat

menolong dengan adanya effloresensi merah (coral red).5

PENATALAKSANAAN

1. Non medikamentosa

Menurut badan POM RI (2011), dikatakan bahwa penatalaksanaan non medika adalah

sebagai berikut:

a. gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi atau

bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untu mencegah bagian tubuh lainnya.

b. Jangan gunakan handuk, baju atau benda lainnya secara bergantian dengan orang

yang terinfeksi

c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk

mencegah penyebaran jamur tersebut.

d. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan sisa-

sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.

e. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan

kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang dapat menghambat

sirkulasi udara.

Page 15: Tinea Korporis Fix

f. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan bersihkan

debu-debu yang nempel pada sepatu.

g. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur. Gunakan

sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet.

2. Medikamentosa

Pengobatan dapat diberikan melalui topikal dan sistemik. Untuk pengobatan

topikal direkomendasikan untuk suatu peradangan yang dilokalisir, dapat diberikan

kombinasi asam salisilat 3-6% dan asam benzoat 6-12% dalam bentuk salep (salep

whitfield). Kombinasi asam salisilat dengan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep

2-4, salep 3-10) dan derivat azol : mikonazole 2%, dan klotrimasol 1%.6

Asam salisilat

Farmakologi Asam Salisilat Topikal Sifat Kimia Asam salisilat, dikenal juga

dengan 2hydroxy-benzoic acid atau orthohydrobenzoic acid, memiliki struktur

kimia C7H6O3. Asam salisilat memiliki pKa 2,97. Asam salisilat dapat

diekstraksi dari pohon willow bark, daun wintergreen, spearmint, dan sweet birch.

Saat ini asam salisilat telah dapat diproduksi secara sintetik. Bentuk makroskopik

asam salisilat berupa bubuk kristal putih dengan rasa manis, tidak berbau, dan

stabil pada udara bebas. Bubuk asam salisilat sukar larut dalam air dan lebih

mudah larut dalam lemak. Sifat lipofilik asam salisilat membuat efek klinisnya

terbatas pada lapisan epidermis. Manfaat dan Mekanisme Kerja Asam Salisilat

Topikal Efek Keratolitik dan Desmolitik Asam salisilat telah digunakan secara

luas dalam terapi topikal sebagai bahan keratolitik. Zat ini merupakan bahan

keratolitik tertua yang digunakan sejak 1874. Berbagai penelitian menyimpulkan

terdapat tiga faktor yang berperan penting pada mekanisme keratolitik asam

salisilat, yaitu menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen interselular, dan

melonggarkan serta mendisintegrasi korneosit. Asam salisilat bekerja sebagai

pelarut organik dan menghilangkan ikatan kovalen lipid interselular yang

berikatan dengan cornified envelope di sekitar keratinosit. Mekanisme kerja zat ini

adalah pemecahan struktur desmosom yang menyebabkan disintegrasi ikatan antar

sel korneosit. Terminologi desmolitik lebih menggambarkan mekanisme kerja

asam salisilat topikal. Efek desmolitik asam salisilat meningkat seiring dengan

peningkatan konsentrasi. Asam salisilat topikal dalam konsentrasi yang lebih

besar (20-60%), menimbulkan destruksi pada jaringan sehingga kerap digunakan

Page 16: Tinea Korporis Fix

pada terapi veruka dan kalus. Pengelupasan secara mekanik dapat meningkatkan

efektivitas kerja asam salisilat topikal. Pasien dapat diedukasi untuk mengusap

kulit dengan spon halus atau handuk basah saat mandi. Pada terapi kalus,

pengelupasan dapat pula dilakukan dengan bantuan sikat. Bantuan mekanik ini

akan menyebabkan pengelupasan yang adekuat setelah kulit diberikan asam

salisilat topikal selama beberapa hari.

Efek Keratoplastik

Pada konsentrasi 0,5-2%, asam salisilat memiliki stabilisasi stratum korneum yang

menyebabkan efek keratoplastik. Mekanisme belum diketahui secara pasti, namun

hal tersebut diduga merupakan fenomena adaptasi homeopatik, yaitu asam salisilat

menyebabkan rangsangan keratolitik lemah yang menyebabkan peningkatan

keratinisasi.

Efek Fungistatik

Kepustakaan menyebutkan efek fungistatik ringan asam salisilat topikal dapat

diamati terhadap Trichophyton spp. dan Candida spp. Efek ini diamati pada

konsentrasi rendah 2-3g/l (<1%). Akan tetapi, beberapa referensi menyebutkan

kemungkinan efek desmolitik asam salisilat yang membantu penyembuhan infeksi

jamur superfisial, bukan efek fungistatik langsung.

Efek Samping Asam Salisilat Topikal

Absorpsi Sistemik, Secara umum penggunaan terapi topikal relatif lebih aman dan

memiliki efek samping minimal bila dibandingkan dengan rute pemberian

sistemik, namun terapi topikal memiliki potensi toksisitas sistemik, efek

teratogenik, dan interaksi obat akibat absorpsi sistemik yang harus diwaspadai.

Penggunaan asam salisilat pada area yang luas dapat mencapai sirkulasi sistemik

dalam jumlah yang signifikan. Asam salisilat diabsorpsi secara cepat karena

sifatnya yang cenderung lipofilik, terutama bila diberikan dalam vehikulum

minyak/salap dengan atau tanpa oklusi. Bioavailibilitas absopsi asam salisilat

melalui kulit bervariasi antara 11,8%-30,7%. Asam salisilat yang diberikan secara

topikal tidak melalui metabolisme awal di hati, sehingga tidak mengalami

penurunan signifikan jumlah zat aktif sebelum bekerja. Hal inilah yang

menyebabkan asam salisilat relatif aman bila diberikan secara oral, namun dapat

Page 17: Tinea Korporis Fix

memberikan mani-festasi gejala kelainan saraf pusat akibat toksisitas pada

pemberian secara topikal dalam dosis yang sama. Batas maksimal pemberian

asam salisilat adalah 2g/24 jam.

Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Sistemik dan Toksisitas

Absorpsi Perkutan

Toksisitas asam salisilat perkutan berkorelasi langsung dengan absorpsi perkutan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan, yaitu konsentrasi

obat, vehikulum, penggunaan oklusi, luas permukaan aplikasi, frekuensi dan durasi

aplikasi, serta keadaan kulit. Semakin tinggi konsentrasi obat maka akan semakin

tinggi kemungkinan absorpsi sistemik. Penggunaan vehikulum minyak/ salap akan

lebih mudah diserap dibandingkan krim.

Semakin luas permukaan aplikasi, semakin sering frekuensi aplikasi dan semakin

lama durasi pengunaan asam salisilat topikal, serta oklusi akan meningkatkan absorpsi

sistemik. Keadaan kulit, terutama fungsi sawar, berpengaruh terhadap absorpsi asam

salisilat perkutan. Asam salisilat telah terdeteksi dalam urin dalam 24 jam setelah

aplikasi topikal pada penderita eritroderma. Penggunaan asam salisilat 3% dengan

frekuensi 3x/hari pada seluruh area kulit kecuali wajah dan leher menyebabkan

toksisitas sistemik pada hari ke-5.3

Usia

Populasi bayi, anak, dan lanjut usia memiliki risiko kejadian toksisitas lebih besar

dibandingkan dewasa. Bayi dan anak memiliki perbandingan volume dan luas

permukaan tubuh yang besar. Selain itu fungsi detoksifikasi dan ekskresi belum

berkembang secara sempurna. Pada usia lanjut, volume cairan ekstravaskular juga

lebih rendah.

Fungsi Hati dan Ginjal

Asam salisilat mengalami metabolisme di retikulum endoplasmik dan mitokondria sel

hati, serta di eksresi melalui ginjal sebagai asam salisilat bebas, salicyluric acid, dan

asam gentisat. Kegagalan fungsi hati akan menyebabkan kadar asam salisilat dalam

plasma meningkat sedangkan kegagalan fungsi ginjal akan menyebabkan ekskresi

Page 18: Tinea Korporis Fix

asam salisilat dan metabolitnya menurun, sehingga meningkatkan akumulasinya

dalam plasma.

Toksisitas Sistemik

Kejadian toksisitas sistemik akibat absorpsi asam salisilat melalui kulit jarang

dijumpai, namun berpotensi menimbulkan gangguan serius, bahkan kematian. Gejala

toksisitas dapat diamati pada kadar plasma 200-400 μg/ml.

Untuk pengobatan sistemik pada peradangan yang luas dan adanya penyakit

immunosupresi, dapat diberikan griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan

anak-anak 10-25mg/kg BB sehari.6 Lama pemberian Griseofulvin pada tinea korporis

adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan 8

pengobatan topikal tidak ada perbaikan. Pada kasus yang resisten terhadap

Griseofulvin dapat diberikan derivat azol seperti itrakonazol, dan flukonazol.4,6 Antibiotik

juga dapat diberikan jika terjadi infeksi sekunder.6

Griseofulvin

Griseofulvin adalah antibiotika yang bersifat fungistatik. Secara in-vitro

griseofulvin dapat menghambat pertumbuhan berbagai spesies dari Microsporum,

Epidermophyton dan Trichophyton. Pada penggunaan per oral griseofulvin

diabsorpsi secara lambat, dengan memperkecil ukuran partikel, absorpsi dapat

ditingkatkan. Griseofulvin ditimbun di sel-sel terbawah dari epidermis, sehingga

keratin yang baru terbentuk akan tetap dilindungi terhadap infeksi jamur (Santoso,

2009).          

a.       Farmakokinetik

Absorpsi griseofulvin sangat bergantung pada keadaan fisik obat ini dan

absorpsinya dibantu oleh makanan yang banyak mengandung lemak. Senyawa

dalam bentuk partikel yang lebih kecil diabsorpsi 2 kali lebih baik daripada

partikel yang lebih besar(Munaf, 2004).

Metabolismenya terjadi di hati. Metabolit utamanya adalah 6-metilgriseofulvin

dengan waktu paruh sekitar 24 jam. Jumlah yang diekskresikan melalui urine

adalah 50% dari dosis oral yang diberikan dalam bentuk metabolit dan

berlangsung selama 5 hari. Kulit yang sakit mempunyai afinitas lebih besar

terhadap obat ini, ditimbun dalam sel pembentuk keratin, terikat kuat dengan

keratin dan akan muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi sehingga sel baru

Page 19: Tinea Korporis Fix

ini akan resisten terhadap serangan jamur. Keratin yang mengandung jamur akan

terkelupas dan digantikan oleh se baru yang normal. Griseofulvin ini dapat

ditemukan dalam sek tanduk 4-8 jam setelah pemberian oral (Munaf, 2004).

b.      Farmakodinamik

Obat ini bekerja dengan menghambat skualenapoksidase dan obat ini memberiakn

efek fungistatik.  Spectrum aktivitasnya hanya efektif terhadap dermatofit, karena

di sel-sel kandida tidak tercapai konsentrasi yang cukup (Schmitz dkk, 2009). Flikonazol

Flukonazol merupakan derivate triazol, antijamur yang poten, yang bekerja

spesifik menghambat pembentukan sterol pada membrane sel jamur. Flukonazol

bekerja dengan spesifitas yang tinggi pada enzim-enzim “cytochrome P-450

dependent” (Munaf, 2004).

a.       Farmakokinetik

Flukonazol diserap baik melalui saluran cerna, dan kadarnya dalam plasma,

setelah pemberian IV, diperoleh dari 90% kadar plasma. Absorpsi per oral tidak

dipengaruhi oleh adanya makanan. Kadar puncak dalam plasma diperoleh ½ jam

sampai 1½ jam setelah pemberian dengan waktu paruh 30 jam. Kadar menetap

dalam plasma dengan dosis harian diperoleh pada hari ke-4 sampai ke-5  yang

kira-kira 80% dari kadar plasma (Munaf, 2004).

b.      Farmakodinamik

Obat ini menghambat sintesis ergosterol dengan bekerja pada lanosteroldemetilase

dan gangguan terhadap transport zat-zat karena kumulasi pada membra

sitoplasma. Flukonazol aktif terhadap mikosis yang umumm disebabkan

oleh Cryptococcus neoformans, infeksi jamur intracranial, mikrosporum, dan

trikhofiton (Schmitz dkk, 2009).PENCEGAHAN

Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi tinea

korporis antara lain: mengurangi kelembaban tubuh penderita dengan menghindari pakainan

yang panas, menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi kucing, anjing atau

kontak dengan penderita lain, menghilangkan fokal infeksi di tempat lain misalnya di kuku

atau di kaki, meningkatkan higienitas dan mengatasi faktor predisposisi lain seperti diabetes

mellitus, kelianan endokrin yang lain, leukimia harus terkontrol dengan baik.1

Juga beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea korporis harus

dihindari atau dihilangkan antara lain: temperatur lingkungan yang tinggi, keringat

Page 20: Tinea Korporis Fix

berlebihan, pakaian dari bahan karet atau nilon, kegiatan yang banyak berhubungan dengan

air, misalnya berenang, kegemukan, selain faktor kelembaban, gesekan kronis dan keringat

yang berlebihan disertai higienitas yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur.1,3

PROGNOSIS

Prediktor-prediktor yang mempengaruhi prognosis diantaraya faktor : usia, sistem

kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Tinea korporis merupakan salah satu

penyakit kulit yang menular dan bisa mengenai anggota keluarga lain yang tinggal satu

rumah dengan penderita.5 Anak-anak dan remaja muda paling rentan ditularkan tinea

korporis. Disarankan untuk lebih teliti dalam memilih bahan pakaian yang tidak terlalu ketat,

tidak berbahan panas dan bahan pakaian yang tidak menyerap keringat. Penularan juga

dipermudah melalui binatang yang dipelihara dalam rumah penderita tinea korporis.7

Faktor usia juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Semakin

bertambahnya usia, maka sistem kekebalan tubuh pun akan menurun, jadi lebih beresiko dan

mudah tertular suatu penyakit, termasuk tinea korporis.8 Perkembangan penyakit tinea

korporis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab penyakitnya, disamping faktor-faktor

yang memperberat atau memperingan penyakitnya. Apabila faktor-faktor yang memperberat

penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna. Tinea korporis

mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan kelembaban dan kebersihan

kulit yang selalu dijaga.11

EFLORESENSI KULIT

Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh kapiler

yang reversible.

Papula adalah penonjolan superficial pada permukaan kulit dengan massa zat padat,

berbatas tegas, berdiameter < 1cm.

Page 21: Tinea Korporis Fix

Skuama adalah pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit. Dapat berupa sisik

halus (TV), sedang (dermatitis), atau kasar (psoriasis). Skuma dapat berwarna putih

(psoriasis), cokelat (TV), atau seperti sisik ikan (iktiosis).

Krusta adalah onggokan cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang sudah

mengering diatas permukaan kulit, misalnya pada impetigo krustosa, dermatitis

kontak. Krusta dapat

berwarna hitam (pada jaringan nekrosis), merah (asal darah), atau cokelat (asal

darah,nanah, serum).

Erosi adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh kehilangan jaringan yang tidak

melampui stratum basal.

Page 22: Tinea Korporis Fix

GAMBAR - GAMBAR

Trichophyton spp

Taksonomi dari Trichophyton rubrum adalah sebagai berikut :

Phylum : Ascomycota

Class : Eurotiomycetes

Order : Onygenales

Family : Arthrodermataceae

Genus : Trichophyton

Species : Trichophyton rubrum

Page 23: Tinea Korporis Fix

Pada jamur ini, mikrokonidia adalah bentuk spora yang paling banyak. Mikrokonidia

berdinding halus, berbentuk tetesan air mata sepanjang sisi- sisi hifa, pada beberapa strain

terdapat banyak mikrokonidia bentuk ini. Koloni sering menghasilkan warna merah pada sisi

yang sebaliknya. Beberapa strain dari T. rubrum telah dibedakan yaitu : T.rubrum berbulu

halus dan T. rubrum tipe granuler. T. rubrum berbuluhalus memiliki karakteristik yaitu

produksi mikrokonidia yang jumlahnya sedikit, halus, tipis, kecil, dan tidak mempunyai

makrokonidia. Sedangkan karakteristik T. rubrum tipe granuler yaitu produksi mikrokonidia

dan makrokonidia yang jumlahnya sangat banyak. Mikrokonidia berbentuk clavate dan

pyriform, makrokonidia berdinding tipis, dan berbentuk seperti cerutu. T. rubrum berbulu

halus adalah strain jamur yang paling banyak menginfeksi manusia. Strain ini dapat

menyebabkan infeksi kronis pada kulit. Sedangkan T. rubrum tipe granuler menyebabkan

penyakit Tinea corporis.

Typical cigar shaped macroconidia of T. rubrum granular type

Typical slender clavate microconidia of T. rubrum downy type

Page 24: Tinea Korporis Fix

Microsporum spp

epidermophyton spp.

Tinea corporis

Page 25: Tinea Korporis Fix

Dermatitis seboroik

Pityriasis rosea

Page 26: Tinea Korporis Fix

Psoriasis

Kandidiasis

Eritrasma

Page 27: Tinea Korporis Fix

DAFTAR PUSTAKA

Anatomi Faal dari buku kulit merah UI punya.

Farmako ada yang dari journal, makalah, blog.

1. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010.

2. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2004.

3. Budimulja, U. sunoto. Dan Tjokronegoro. Arjatmo. : Penyakit Jamur. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta. 2008.

4. Sularsito, Sri Adi.Dkk. : Dermatologi Praktis. Perkumpulan Ahli Dermatologi dan

Venereologi Indonesia, Jakarta. 2006.

5. Budimulja, U.: Infeksi Jamur. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta. 2004.

6. Bolognia, Jean; Jorizzo, Joseph L.; Rapini, Roland P. (2007). Dermatology (2nd ed.). St.

Louis, Mo.: Mosby Elsevier.p. 1135.

7. Brannon, Heather (2010-03-08). “Ringworm-Tinea Corporis”. About.com Dermatology.

About.com. Retrieved 2012-11-20.

8. Gupta, Aditya K.; Chaudhry, Maria; Elewski, Boni (July 2008). “Tinea coeporis, tinea

cruris, tinea nigra, and piedra”. Dermatologic Clinics (Philadelphia;Elsevier Health Sciences

Division) 21 (3); 395-400.

9. Berman, Kevin (2008-10-03). “Tinea corporis – All information”. MultiMedia Medical

Encyclopedia. University of Maryland Medical Center. Retrieved 2012-11-20.

10. Tinea corporis, Tinea cruris, and Tinea pedis. Mycoses. Doctor-Fungus. 2007-01-27.

Retrieved 2012-11-20.

11. James, William D.; Berger, Timothy G.; Elston, Dirk M.; Odom, Richard B. (2006).

Andrews’ Diseases of the Skin: Clinical Dermatology (10th ed.). Philadelphia; Saunders

Elsevier.p. 302.

Page 28: Tinea Korporis Fix

12. Kuswadji, Budimulja U. Penatalaksanaan Dermatofitosis di Indonesia. MDVI 1997;24(1):36-39

13. Medical term : Chronic illness. Available : http://www.wikipedia.com (Accessed: 2013, Oktober 28th)