Transcript

TUGAS STATISTIKATeknik Pengambilan Sampel Dan Menghitung Besar Sampel

disusun oleh :Ni Komang Mira Yanti(P07134012 031)Putu Paramartha Wicaksana Aji(P07134012 033)Wisnu Hostyadi Putra(P07134012 035)Dewa Ayu Ari Purwaningsih(P07134012 037)Pradnyawati Budi Sunata(P07134012 039)

disampaikan kepada :Dosen Pembimbing Mata Kuliah Statistika

KEMENTERIAN KESEHATAN RIPOLITEKNIK KESEHATAN DENPASARJURUSAN ANALIS KESEHATAN 2014

Teknik Pengambilan Sampel Dan Menghitung Besar Sampel

A. Teknik Pengambilan Sampel dan Langkah-langkah Menentukan Sampel yang Dipilih

Secara teoritis, hasil penelitian sampel dapat digeneralisasi untuk populasi sepanjang telah ditempuh prosedur yang benar. Salah satu prosedur yang harus dilakukan dalam penelitian sampel adalah teknik sampel , yakni kaidah-kaidah dalam menentukan besar sampel dan obyek yang menjadi sampel. Teknik pengambilan sampel dalam suatu penelitian perlu menggunakan kaidah yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, atau secara lebih khusus secara statistik. Apabila salah dalam pengambilan sampel, maka ada kemungkinan hasil generalisasi atau penarikan kesimpulan untuk populasi menjadi tidak akurat. Teknik Sampling meliputi dua hal yaitu teknik penentuan ukuran sampel dan teknik pengambilan sampel.Proses memilih satuan sampling dari sebuah populasi, atau disebut sampling, bisa dikelompokkan ke dalam beberapa tipe, yaitu:A. Berdasarkan aspek cara memilih dibagi menjadi (a) sampling dengan pengembalian dan (b) sampling tanpa pengembalian. Sampling dengan pengembalian apabila dalam proses pemilihannya, satuan sampling yang sudah terpilih dikembalikan lagi ke dalam populasi sebelum pemilihan berikutnya sehingga ada kemungkinan terpilih lebih dari sekali. Sampling tanpa pengembalian apabila satuan sampling yang sudah terpilih tidak dikembalikan ke populasi sehingga tidak mungkin terpilih lebih dari sekali. Dalam prakteknya, yang paling digunakan tipe sampling tanpa pengembalian inilah yang digunakan. B. Berdasarkan aspek peluang pemilihannya, sampling dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu (a) sampling non peluang atau non probability sampling dan (b) sampling peluang atau probability sampling/random sampling. Sampling dikatakan sampling non peluang jika dalam proses memilih satuan-satuan sampling tidak dilibatkan unsur peluang. Proses ini sangat sederhana dan tidak rumit tetapi mempunyai kerugian relatif besar yaitu tidak bisa dilakukan uji signifikansinya, artinya analisis inferensial secara statistic tidak valid. Sedangkan sampling peluang adalah sampling yang dalam proses pemilihan satuan-satuan samplingnya didasarkan pada unsur peluang sedemikian hingga peluang setiap satuan sampling untuk terpilih diketahui besarnya. 1. Probability Sampling ( Random Sampling )Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel ( Saleh, 1988; 15) , . Metode ini dianggap merupakan metode yang terbaik, karena peneliti terbebas dari subyektifitas. Generalisasi hasil penelitian sampel terhadap populasi bisa lebih dipertanggungjawabkan. Probability sampling meliputi : a. Simple Random Sampling (SRS)SRS merupakan teknik pengambilan sampel probabilistik yang paling sederhana dimana satuan pengamatan mempunyai peluang yang sama untuk terpilih ke dalam sampel. Teknik ini diguanakn apabila (1) variabel yang akan diteliti keadaannya relatif homogen dan tersebar merata di seluruh populasi. Keuntungannya SRS adalah rumus-rumus perhitungannya relatif lebih sederhana, tidak memerlukan pembobotan, dan semua teknik-teknik statistika standar bisa diterapkan secara langsung. Kerugiannya adalah (1) kemungkinan proses randomisasi (pemilihan secara random) tidak menjamin 100 persen terutama jika satuan pengamatan tidak menyebar merata dan (2) jika ukuran populasi dan ukuran sampel relatif sangat besar maka pemilihan SRS secara manual sulit dilakukan, misalnya pada saat menyusun kerangkan sampling (sampling frame). Langkah kerja sekengkapnya teknik SRS ini adalah sebagai berikut: 1. Tentukan populasi sasaran secara tegas. 2. Tentukan ukuran populasi secara tepat, contohnya 100 satuan pengamatan 3. Tentukan bentuk satuan sampling dan susun kerangka samplingnya secara lengkap. 4. Tentukan ukuran sampel melalui perhitungan tertentu. Ukuran ini bisa ditentukan berdasarkan pertimbangan statisis (statistical aspect) atau oleh pertimbangan non statistis (nonstatistical aspect). Aspek statistik ditentukan oleh bentuk parameter (frekuensi, rata-rata, atau proporsi), teknik sampling yang digunakan, tujuan penelitian (menaksir atau menguji parameter), sifat penelitian (nonkomparatif atau komparataif), kedalaman analisis (overall atau elaborasi), variabilitas variabel yang diteliti (homogen atau heterogen), serta batas kesalahan dan derajat kepercayaan. Aspek nonstatistis biasanya mempertimbangkan biaya, waktu, tenaga, dan kepraktisan atau ketersediaan satuan pengamatan di lapangan. 5. Proses pemilihan 10 dari 100 satuan pengamatan secara acak. Proses yang melibatkan kerangka sampling yang kecil bisa dilakukan dengan cara undian (seperti pengocokan pemenang arisan). Tetapi yang paling banyak digunakan, terutama untuk kerangka sampling dan ukuran sampel yang relatif lebih besar, digunakan tabel angka acak.

b. Systematic Random Sampling (SyRS)Teknik ini digunakan apabila (1) bisa disusun kerangka sampling yang lengkap dan (2) keadaan variabel yang diteliti relatif homogen dan tersebar di seluruh populasi. Pemilihan satuan pengamatan kedalam sampel dengan menggunakan SyRS bisa dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu (1) Linear systematic selection (LSS) dan (2) Circular systematic selection (CSS). LSSLangkah kerja: 1. Tentukan populasi sasaran dan tentukan satuan-satuan samplingnya yang menunjukkan ukuran populasi sasaran, misalnya N=1500. 2. Susun kerangka sampling 3. Tentukan ukuran sampel, misalnya n=20 4. Sediakan tabel angka random 5. Proses pemilihan 20 dari 1500 satuan samplingnya adalah sebagai berikut: a. Tentukan interval pemulihan dengan rumus : I = N/n =1500/20 = 75. b. Tentukan secara random sebuah bilangan acak (disebut rendom start (RS) atau random seed) yang besanrnya memenuhi persyaratan 1< RS < I, atau untuk contoh 1 < RS < 75. Misalnya terpilih angka random 07 (baris ke2, kolom ke1 dan 2 pada tabel angka acak). Oleh karena nomor satuaan pengamatan pada kerangka samplingnya terdiri dari 4 digit (0001 sampai 1500), maka SR=0007. RS ini merupakan satuan sampling pertama yang terpilih. c. Satuan pengamatan berikutnya dipilih dengan cara menambahkan I=75 kepada nomor terpilih. Jadi satuan pengamatan yang terpilih kedua adalah 0007 + 75 = 0082, ketiga adalah 0082 + 75 = 0157, demikian seterusnya sampai terpilih sebanyak 20 satuan pengamatan. CSSLangkah kerja: 1. Tentukan populasi sasaran dan tentukan ukuran populasi, misalnya N=2111 2. Untuk setiap satuan sampling yang ada dalam populasi sasaran disusun dalam kerangka sampling 3. Tentukan ukuran sampel (dengan menggunakan rumus atau pertimbangan tertentu), misalnya n= 13 4. Sediakan tabel angka random 5. Proses pemilihan 13 dari 2111 satuan sampling, yaitu: a. Tentukan interval (I) dengan rumus I = N/n. Bulatkan ke bilangan bulat terdekat, yaitu 2111/13 = 162.b. Dari tabel angka acak dipilih RS yang memenuhi persyaratan 1 < RS < N, misalnya terpilih RS=1842. RS ini adalah satuan pertama yang terpilih ke dalam sampel. c. Satuan sampling berikutnya dipilih dengan cara menambahkan I secara sistematik kepada RS, yaitu: i. 1842ii. 2004 (1842+162) iii. 2166 (tidak dipakai karena melebihi nomor dalam kerangka sampling (2111) maka satuan sampling yang terpilih adalah 2166 - 2111 atau 0055 iv. 0217 (0055 + 162), demikianlah setrusnya sampai nomor ke 13.

Dibandingkan dengan teknik SRS, SySR mempunyai kelebihan, yaitu: Standar error yang didasarkan pada sampling sistematis paling sedikit sama presisinya dengan SRS. Mudah dilakukan Pada konidisi tertentu, sampling sistematik bisa dilakukan sekalipun tidak ada kerangka sampling. Contohnya pada traffic survey yaitu dengan mengamati pergerakaan lalu lintas pada jam-jam tertentu atau urutan pergerakan kendaraan, atau pada penelitian tingkat laku konsumen, misalnya pengambilan satuan pengamatan dalam pola antrian tertentu. Sedangkan kerugiannya adalah jika dalam kerangka samplingnya mempunyai periodisitas yang berimpit dengan interval pemilihan.

c. Stratified Random Sampling (StRS) Sifat homegintas populasi kadang tidak bisa dijamin sepenunya di lapangan. Semakin tinggi tingkat keragaman (heterogenitas) populasi maka ukuran sampel yang harus diambil dengan SRS akan semakin besar untuk tingkat ketelitian tertentu. Masalah ini bisa diatasi dengan membuat sub-sub populasi yang bersifat homogen dan terhadap subpopulasi itulah proses pengambilan sampel secara SRS dilakukan. Proses pengambilan sampel setelah populasi keseluruhan yang relatif heterogen dipilah-pilah ke dalam sub populasi itulah yang dilakukan oleh Teknik StRS. Jadi langkah utama yang membedakan teknik ini dengan teknik SRS adalah proses pembentukan sub populasi, disebut strata. Sedangkan proses pemilihan dari setiap strata tersebut bisa dilakukan sama seperti proses pemilihan satuan sampling dengan teknik SRS. Langkah kerja selengkapnya adalah sebagai berikut: 1. Tentukan populasi sasaran dan tentukan anggota populasi secara keseluruhan (N). 2. Berdasarkan variabel tertentu (kriteria tertentu), populasi dibagi ke dalam strata-strata. Misal kelompok responden dibagi sesuai jenis kelamin (laki atau perempuan) jika secara teoritis respon akan berbeda karena perbedaan jenis kelamin, atau populasi perusahaan dibagi menjadi sub populasi perusahaan kecil, menengah, dan besar.3. Satuan sampling untuk setiap strata didaftar sehingga diperoleh kerangkan sampling untuk masing-masing strata (N1, N2, dan seterusnya untuk setiap strata ke i) dimana N = N1 + N2 + ... + Ni 4. Dari sebuah populasi selanjutnya kita menentukan ukuran sampel keseluruhan yang disebut overall sample size. 5. Ukuran sampel sebesar n selanjutnya dialokasikan kesetiap strata (n1, n2, dan seterusnya) dimana n = n1 + n2 + .... + ni. Penyebaran ini disebut alokasi sampel yang bisa dilakukan dengan 4 cara yaitu: a. Alokasi sembarang dimana ukuran sampel masing-masing strata ditentukan secara sembarang dengan syarat minimal dari sebuah strata adalah harus ada dua satuan pengamatan yang dipilih. Dalam praktek, alokasi seperti ini jarang dan tidak disarankan untuk digunakan karena menyebabkan standar error membesar. b. Alokasi sama besar tanpa melihat perbedaan ukuran masing-masing strata atau n1=n2=....= ni c. Alokasi proporsional yaitu ukuran sampel untuk setiap strata sesuai dengan proporsi ukuran strata tersebut terhadap ukuran sampel keseluruhan, misal n1=N1/N, n2=N2/N, dan seterusnya d. Alokasi Newton 6. Dari setiap strata kemudian dipilih satuan sampling melalui teknik SRS. Oleh karena pemilihan satuan sampling dari setiap strata dilakukan dengan SRS maka keseluruhan prosesnya disebut stratified random sampling. Jika pemilihan dari setiap strata dilakukan dengan SyRS maka disebut stratified systematic random sampling. Jadi teknik ini digunakan apabila (1) keadaan variabel yang kita teliti sangat heterogen sehingga menimbulkan standar error yang tinggi(atau presisi yang rendah). Stratifikasi populasi dilakukan untuk memperbesar presisi (atau memperkecil standar error) ini, dan (2) apabila kita bisa menyusun kerangka sampling yang lengkap dan langsung mengenai satuan pengamatan.

d. Cluster Random Sampling (CSR)Kita kadang-kadang tidak bisa menysun kerangka sampling yang lengkap mengenai populasi sasaran baik karena kondisi tertentu atau pertimbangan kepraktisannya. Sebagai contoh, seorang peneliti melakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi rata-rata keluarga prasejahtera di seluruh Indonesia. Masalahnya adalah dari mana sumber informasi untuk mendata keluarga pra sejahtera seluruh Indonesia dalam bentuk kerangka sampling yang lengkap. Kalaupun bisa disusun, proses penyusunannyapun memerlukan waktu, administrasi, dan biaya yang sangat besar. Selain itu, jika telah dilakukan pemilihan satuan sampling (dalam hal ini sebuah keluarga) maka ada kemungkinan sebaran wilayahnyapun cukup luas, misalnya keluarga pertama diamati berada di kota Sabang, keluarga kedua berada di kota Merauke, Keluarga ketiga berada di Menado, demikian seterusnya sampai keluarga ke n berada di Gunung Kidul. Jadi penggunaan teknik sampling tersebut sangat sulit dilakukan. Teknik CRS digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. CSR didasarkan pada prinsip bahwa satuan pengamatan bisa dikumpulkan dalam kelompok yang lebih besar, misalnya kumpula keluargan prasejahtera dalam satu desa, kecamatan, kabupaten, demikian seterusnya sampai propinsi sehingga terbentuk kelompok-kelompok untuk seluruh Indonesia. Kelompok satuan pengamatan tersebut disebut Cluster. Pemilihan satuan sampling dengan CSR tidak dilakukan secara langsung terhadap keluarga prasejahtera, tetapi secara bertahap dimulai dari pemilihan kelompok yang terbesar. Misalkan memilih beberapa propinsi dari 27 propinsi di Indonesia, kemudian dilanjutkan memilih beberapa kabupaten dari propinsi yang terpilih, demikian seterusnya sampai diperoleh keluarga prasejahtera. Jadi proses pemilihan secara bertahap tersebut bisa satu tahap (single stage cluster sampling), dua tahap (Two stage cluster sampling), dan seterusnya. Dalam prakteknya, disarankan tingkat pemilihan tersebut tidak lebih dari dua kali untuk menghindari rumus yang kompleks. 1. Single Stage Cluster Sampling (SSCS)Proses memilih dengan SSCS secara umum dilakukan dengan memilih beberapa kluster dan untuk kluster yang terpilih tersebut diamati semua satuan sampling yang ada di dalamnya. Langkah-langkah kerja selengkapnya adalah sebagai berikut: a. Populasi dibagi-bagi menjadi N buah cluster atau satuan sampling primer (SSP) yang bersifat heterogen. Misalkan Indonesai terdiri dari 27 propinsi. b. Dipilih n buah cluster dengan menggunakan simple random sampling. Misalkan terpilih propinsi Jawa Barat dan Timor Timur. c. Seluruh satuan sampling dari SSP tersebut diteliti. Jadi seluruh keluarga prasejahtera yang berada di Jawa Barat dan Timor Timur harus diteliti. 2. Two Stage Cluster Sampling (TSCS) Jika contoh penelitian dengan SSCS diatas dilakukan dengan TSCS maka setelah terpilih 2 propinsi (Jawa Barat dan Timor Timur), kita melakukan pemilihan tahap kedua yaitu memilih secara acak beberapa kluster yang lebih kecil lagi yaitu kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi terpilih. Cluster yang lebih kecil pada masing-masing SSP disebut satuan sampling sekunder (SSS). Jika secara acak terpilih 2 kabupaten di Jawa Barat dan kabupaten di Timor Timur maka pengamatan dilakukan pada seluruh keluarga prasejahtera yang berada di ke 4 kabupaten tersebut. Salah satu keunggulan CSR adalah pada saat membentuk kerangka sampling. Dengan teknik ini, kita tidak perlu mempunyai kerangka sampling lengkap untuk satu pengamatan sebab kerangka sampling tersebut bisa disusun kemudian. Keunggulan inilah yang menyebabkan teknik ini, terutama two stage cluster sampling, banyak digunakan dalam survai. Kerugiannya adalah presisinya kurang baik. Presisi ini bisa ditingkatkan dengan dengan cara membentuk cluster yang didalamnya bersifat seheterogen mungkin. Dalam praktek survai pembentukan cluster ini biasanya adalah daerah administratif (desa, kecamatan, kabupaten, dan setrusnya). Pembentukan cluster berdasarkan wilayah tersebut menyebabkan teknik tersebut disebut area sampling. Berdasarkan penjelasan teknik-teknik sampling probabilistik diatas, terlihat bahwa masing-masing teknik mempunyai kelebihan dan kekurangan.

2. Non Probability Sampling Non Probability sampling adalah teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau angota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono,1999;60). Dengan cara demikian semua elemen populasi belum tentu mempunyai kesempatan untuk dipilih menjadi anggota sampel. Hal ini misalnya karena ada bagian tertentu yang secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili populasi. Cara ini juga sering disebut sebagai pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu oleh peneliti. Ada 6 cara pengambilan sampel cara ini yaitu :a. Sampling Sistematis Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampling berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi terdiri 100. Maka setiap anggota populasi diberi nomor dari 001 sampai dengan nomor 100. Misalnya peneliti menentukan hanya mengambil sampel dari populasi yang bernomor kelipatan 3. Maka anggota populasi yang terpilih menjadi anggota sampel adalah anggota populasi nomor 003, 006,009 dan seterusnya sampai 099. Bila peneliti memutuskan mengambil sampel dari anggota populasi yang bernomor genap, maka anggota sampel yang terpilih sebagai sampel adalah 002, 004, 006 dan seterusnya sampai 100. Jelas terlihat bahwa setiap anggota populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel.

b. Sampling Kuota (Quota Sampling)Teknik ini digunakan jika peneliti ingin mengkaji suatu fenomena dari beberapa sisi. Peneliti menentukan responden yang akan dipilih adalah orang-orang yang diperkirakan akan menjawab semua sisi tersebut. Misalnya akan diteliti perihal prestasi akademik mahasiswa dari mahasiswa aktiv belajar di kelas, rajin membaca di perpustakaan dan turut serta dalam organisasi kemahasiswaan, maka sasaran kuesioner diarahkan pada mahasiswa yang aktif kuliah, rajin ke perpustakaan dan mahasiswa yang terlibat organisasi kemahasiswaan. Jadi mahasiswa-mahasiswa seperti itu jika dijadikan sampel akan digunakan sebagai wakil dari populasi seluruh masiswa.

c. Sampling Aksidental Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Teknik ini disebut pula cara dipermudah (Convinence Sampling). Sampel ini nyaris tidak dapat diandalkan, tetapi biasanya paling mudah dan cepat dilakukan karena peniliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang mereka temui.Meskipun mempunyai ketidakterandalan yang tinggi , cara ini masih bermanfaat, misalnya pada tahap awal penelitian eksploratif saat studi penelitian pendahuluan untuk mencari petunjuk-petunjuk penelitian. Selanjutnya dari hasil tersebut dapat dilakukan langkah-langkah yang lebih terarah

d. Sampling PurposiveSampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian tentang disiplin pegawai, maka sampel yang dipilih adalah orang yang ahli dalam bidang kepegawaian saja.

e. Snowball SamplingSnowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil. Kemudian sampel ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehinggga jumlah sampel semakin banyak. Ibarat bola salju yang menggelinding, makin lama semakin besar. Pada penelitian kualitatif banyak menggunakan sampel purposive dan snowball.(Sugiarto.2003)

B.Teknik Penentuan Ukuran / Besar SampelKeterwakilan populasi oleh sampel dalam penelitian merupakan syarat penting untuk suatu generalisasi atau inferensi. Pada dasarnya semakin homogen nilai variabel yang diteliti, semakin kecil sampel yang dibutuhkan, sebaliknya semakin heterogen nilai variabel yang diteliti, semakin besar sampel yang dibutuhkan.Di samping keterwakilan populasi (kerepresentatifan), hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan besar sampel adalah keperluan analisis. Beberapa analisis atau uji statistik memerlukan persyaratan besar sampel minimal tertentu dalam penggunaannya. Dalam makalah ini akan dibahas penentuan besar sampel dengan tujuan dapat mewakili populasi.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penghitungan besar sampel adalah :1. Jenis dan rancangan penelitian2. Tujuan penelitian/analisis3. Jumlah populasi atau sampel4. Karakteristik populasi/cara pengambilan sampel (teknik sampling)5. Jenis (skala pengukuran) data (variabel dependen)Pada kondisi yang berbeda, cara penentuan besar sampel juga berbeda. Berdasarkan jenisnya, dibedakan penelitian observasional atau eksperimen. Berdasarkan tujuan penelitian atau analisisnya, dibedakan diskriptif atau inferensial (estimasi atau pengujian hipotesis). Berdasarkan jumlah populasi atau sampelnya, dibedakan satu populasi/sampel atau lebih dari satu populasi/sampel. Hal ini berhubungan dengan karakteristik populasi atau cara pengambilan sampel (sampling) yang dibedakan random atau non random sampling. Random sampling dibedakan simple random, systematic random, stratified random, cluster random atau multistage random sampling. Berdasarkan jenis data atau variabel yang dianalisis, dibedakan data proporsi atau kontinyu. Hal-hal di atas sangat menentukan cara penghitungan besar sampel.

PENELITIAN OBSERVASIONAL

BESAR SAMPEL PADA SATU POPULASI

1. Estimasi

a. Simple random sampling atau systematic random sampling

- Data kontinyu

Untuk populasi infinit, rumus besar sampel adalah : dimana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu2 = harga varians di populasid = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir Jika populasi finit, maka rumus besar sampel adalah :

di mana N = besar populasi- Data proporsiUntuk populasi infinit, rumus besar sampel adalah:

di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuP = harga proporsi di populasid = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir Jika populasi finit, maka rumus besar sampel adalah : di mana N = besar populasi

b. Stratified random sampling

- Data kontinyu

Rumus besar sampel adalah :

Nh 2hN2h 2h

di mana n = besar sampel minimumN= besar populasiZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu2h = harga varians di strata-hd = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerirW h= fraksi dari observasi yang dialokasi pada strata-h = N h/N Jika digunakan alokasi setara, W = 1/LL= jumlah seluruh strata yang ada- Data proporsi Rumus besar sampel adalah :

di mana n = besar sampel minimumN= besar populasiZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuPh = harga proporsi di strata-hd = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerirW h= fraksi dari observasi yang dialokasi pada strata-h = N h/N Jika digunakan alokasi setara, W = 1/LL= jumlah seluruh strata yang ada

c. Cluster random sampling

- Data kontinyuPada cluster random sampling, ditentukan jumlah cluster yang akan diambil sebagai sampel. Rumusnya adalah :

di mana n = besar sampel (jumlah cluster) minimumN= besar populasiZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu2 = harga varians di populasid = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerirC= jumlah seluruh cluster di populasi- Data proporsiRumus besar sampel adalah :

N =

di mana n = besar sampel (jumlah cluster) minimumN= besar populasi = miZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentud = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerirC= jumlah seluruh cluster di populasi2 = (ai mi P)2/(C-1) dan P = ai /miai= banyaknya elemen yang masuk kriteria pada cluster ke-imi= banyaknya elemen pada cluster ke-iC= jumlah cluster sementara

2. Uji Hipotesis

- Data kontinyu

Rumus besar sampel adalah : di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuZ1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu2 = harga varians di populasi0-a = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean di populasi

- Data proporsi

Rumus besar sampel adalah :

di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuZ1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuP0 = proporsi di populasiPa = perkiraan proporsi di populasiPa-P0 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi

Besar sampel pada DUA POPULASI

1. Estimasi a. Data kontinyu

Rumus besar sampel sebagai berikut : di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu2 = harga varians di populasid = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

b. Data proporsi - Cross sectional

Rumus besar sampel sebagai berikut : di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuP1 = perkiraan proporsi pada populasi 1P2 = perkiraan proporsi pada populasi 2d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir - Cohort

1-P2 Rumus besar sampel sebagai berikut :

P2 di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuP1 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 1 P2 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 2 = kesalahan (relatif) yang dapat ditolerir

Pada penelitian cohort, untuk mengantisipasi hilangnya unit pengamatan, dilakukan koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit pengamatan yang hilang atau mengundurkan diri atau drop out. - Case-controlRumus besar sampel adalah :

di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuP1* = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1 (outcome +)P2* = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2 (outcome -) = kesalahan (relatif) yang dapat ditolerir2. Uji Hipotesisa. Data kontinyu Rumus besar sampel sebagai berikut :

di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuZ1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu2 = harga varians di populasi1-2 = perkiraan selisih nilai mean di populasi 1 dengan populasi 2 b. Data proporsi - Cross sectionalRumus besar sampel sebagai berikut :

di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuZ1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuP1 = perkiraan proporsi pada populasi 1P2 = perkiraan proporsi pada populasi 2P= (P1 + P2)/2

- Cohort

Rumus besar sampel sebagai berikut :

di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuZ1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuP1 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 1 P2 = perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 2P= (P1 + P2)/2

Pada penelitian cohort, untuk mengantisipasi hilangnya unit pengamatan, dilakukan koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit pengamatan yang hilang atau mengundurkan diri atau drop out. - Case-controlRumus besar sampel adalah :

di mana n = besar sampel minimumZ1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuZ1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentuP1* = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1 (outcome +)P2* = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2 (outcome -)

Jika besar sampel kasus dan kontrol tidak sama (unequal), dibuat modifikasi besar sampel dengan memperhatikan rasio kontrol terhadap kasus. Rumus di atas dikalikan dengan faktor (r + 1) / (2 . r). Besar sampel untuk kelompok kontrol adalah (r.n).

PENELITIAN EKSPERIMENTAL

Pada penelitian eksperimental, belum banyak rumus yang dikembangkan untuk menentukan besar sampel yang dibutuhkan. Untuk menentukan besar sampel (replikasi) yang dibutuhkan digunakan rumus berikut :

1. Untuk rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana dapat digunakan rumus :

(t-1) (r-1) 15

di mana t = banyak kelompok perlakuan r = jumlah replikasi

2. Di samping rumus di atas dan untuk rancangan eksperimen lain yang membutuhkan perhitungan besar sampel, dapat digunakan rumus besar sampel seperti pada penelitian observasional baik untuk satu sampel maupun lebih dari 1 sampel, baik untuk data proporsi maupun data kontinyu.

Pada penelitian eksperimen, untuk mengantisipasi hilangnya unit eksperimen, dilakukan koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit eksperimen yang hilang atau mengundurkan diri atau drop out.

DAFTAR PUSTAKASugiarto, D. Siagian, LT Sunaryanto, DS Oetomo, 2003. Teknik Sampling. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Salim, Emma. 2013. Materi Teknik Pengambilan Sampel. Online. http://emmasalim.blogspot.com/2013/09/materi-teknik-pengambilan-sampel.html. Diakses pada 15 Maret 2014.Gunadarma. 2010. Teknik Pengambilan Sampel. Online. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/risetbisnis_pdf/05_bab_3_sampel.pdf. Diakses pada 15 Maret 2014.