Transcript
Page 1: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 1

Page 2: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 2

BAB I

A. Pendahuluan

Peran jurnalis dalam menentukan masa depan masyarakat

lebih baik cukup signifikan karena karya-karyanya memiliki tiga

kecenderungan yang cukup memiliki kekuatan sebagai jurnalis

yang profesional. Tokoh-tokoh jurnalis yang telah menorehkan

wajah perjalan sejaran jurnalis di Dunia antara lain adalah: Adam

Abdullah Aluri karyanya membuat dunia jurnalis menjadi cerah

dengan bukunya Sejarah Jurnalis Islam dalam membentuk

cakrawala umat dunia global. Jum’ah Amin Aziz dalam bukunya

Kaidah-kaidah Jurnalis dalam menulis straigh news. Muhammad

Husein Fadullah dalam karyanya kaidah logika jurnalis yang

profesional.1 Kompetensi jurnalis inilah yang memberikan

pencerahan bagi jurnalis dewasa ini sehingga karya-karya jurnalis

berkembang cukup pesat seiring ditemukannya teknologi

informasi dan komuniaksi di Dunia Eropa.

Kajian kompetensi jurnalis yang profesional di bidangnya

bermuara pada mata air ilmu pengetahuan yang diproduksi secara

filosofis oleh para ilmuan, untuk dijadikan rujukan bagi praktisi

1Zainur Rofiq, Mengenal Dunia Jurnalis (Cairo: Terobososan karya

Mahasiswa al-Az-Har, 1998), h. 151.

Page 3: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 3

jurnalis dalam memajukan dan meningkatkan media massa. Untuk

memajukan pengolahan informasi ilmuan jurnalistik berpikir keras

untuk memproduksi ilmu praktis yang dapat memudahkan praktisi

jurnalistik mencari, mengolah, dan menyebarkan melalui teknologi

informasi dan komunikasi di tengah masyarakat.

Kompetensi Jurnalis Islami dalam buku ini akan

memberikan pelajaran-pelajaran teknis tentang cara

mengkonstruksi berita yang dapat menyelamatkan manusia dari

berbagai macam informasi yang dapat menyesatkan dan merusak

alam pikiran manusia. Buku ini berlandasakan pada QS Al-

Hujurat (49) : 6.

Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang

Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti

agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu

kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu

menyesal atas perbuatanmu itu.

Pesan-pesan dari Al-Quran tersebut yang menjadi pondasi

dalam mempelajari buku kompetensi jurnalisitik. Yakni

mahasiswa akan diberikan cara mengolah, merawat, dan menjaga

informasi agar tidak merusak pikiran orang lain akibat kurang

adanya tahkik (konfirmasi) yang jelas. Sebagai mahasiswa perlu

menjelaskan bahwa ‚setiap informasi itu perlu diferfikasi

Page 4: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 4

darimanapun datangnya dan Sumber berita tersebut‛ siapa

narasumbernya, apakah narasumbernya jujur (credible), apa

materinya, kepada siapa ia maksudkan, bagaimana cara

menyampaikan berita, lewat saluran media massa yang akan

disampaikan, di tengah masyarakat.

Perkembangan teknologi informasi yang sangat canggih

dewasa ini banyak informasi yang tersedia di media massa

sehingga persaingan para jurnalis semakin kompetitif untuk

menyebarkan informasi yang akan diterima oleh masyarakat.

Banyak informasi yang tersedia di media massa sehingga

membutuhkan kompetensi jurnalis untuk lebih profesional sebagai

standar jurnalis yang layak untuk menjadi wartawan.

Dalam perkembangan media yang sangat pesat

membutuhkan kompetensi jurnalis Islami untuk menentukan

standar jurnalis profesional. Kompetensi jurnalis ini bertujuan

untuk meningkatkan kualitas pemberitaan yang sopan, santun,

berbobot, dan bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat bukan

golongan tertentu saja. Jika jurnalis memiliki kompetensi spiritual,

intelektual, sosial, dan enterpreneurship maka masa depan umat

manusia akan lebih tercerahkan. Pertanyaannya adalah apakah

semua jurnalis telah memiliki kompetensi tersebut, dan bagaimana

mereka memahami kompetensi tersebut serta menerapkannya

Page 5: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 5

dalam peliputan dan penulisan berita. Inilah yang akan diekplorasi

dalam buku ini.

Realitas inilah yang memberikan motivasi lahirnya buku ini

untuk menjadi pegangan bagi calon jurnalis yang akan

meningkatkan citra pemberitaan dan kompetensi jurnalis yang

profesional. Buku ini akan memberikan cara cakrawala baru

tentang dunia jurnalistik yang selama ini belum ada lembaga

sertifikasi jurnalis yang bertugas untuk menguji secara cermat

para praktisi jurnalis yang tidak pernah melewati jenjang

pendidikan jurnalis di dunia akademik.

Jika dicermati dengan seksama bahwa jurnalis perlu

memiliki beberapa idiologi dalam menulis berita antara lain

idiologi kapitalis, sosialis, dan Islamis. Jurnalis Islami memiliki

kompetensi keduanya untuk memberikan keseimbangan kepada

dunia jurnalis bahwa semua itu perlu digunakan untuk sebesar-

besar kemaslahatan umat manusia. Kompetensi jurnalis Islami

harus menjadi prontier spirit bagi pembaruan perkembangan

jurnalis di dunia dengan mengendalikan, memferifikasi, dan

menelaah secara cermat setiap informasi yang dapat merusak alam

pikiran masyarakat untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar.

Page 6: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 6

BAB II

KOMPETENSI JURNALIS

A. Kompetensi Jurnalis

Salah satu kompetensi jurnalis adalah kredibilitas.

kredibilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah perihal dapat dipercaya, mempengaruhi di mata umum.2

Pengertian ini menunjukkan bahwa pentingnya kepercayaan pada

Institusi media massa memberikan dampak pada konsumen dalam

menyebarkan berita. Pengertian ini juga relevan dengan tradisi

dalam menjaga keabsahan berita. Dalam ilmu hadis bahwa perawi

(jurnalis) harus siqah artinya berstatus adil dan d}a>bit memiliki

kejujuran, tidak berbohong, cerdas dan berbudi).3 Salah satu

makna dari s{iqah antara lain bahwa jurnalis tersebut dapat

dipercaya beritanya karena ia menggali dengan proses budiluhur.

Kredibilitas jurnalis tersebut sesuai dengan konsep

Jalaluddin Rakhmat seperangkat presepsi tentang sifat-sifat baik

dari seorang jurnalis.4 Tak dapat dipungkiri bahwa kredibilitas

salah satu kriteria jurnalis profesional. Jika jurnalis memiliki sifat

2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Jakarta: Balai Bahasa, 2009), h. 818.

3Abdul al-Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Ibrahim Abdul latif, Dawa>bit} al-

Ja>rh wa al-Ta'dil (Saudi Arabia, al-Madinah al-Munawwarah, 1381), h. 136.

4Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi (Cet. XXII;

PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 257.

Page 7: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 7

kredibilitas (dipercaya) maka proses pemberitaan bisa meningkat

dan berjalan efektif mencerahkan masyarakat.

Kredibilitas jurnalis memiliki peran strategis, dalam

mentransformasikan pesan-pesan agama Islam di tengah

masyarakat.5 Peran kredibilitas menggunakan bahasa sebagai

perangkat untuk merubah cara pandangan mad’u menurut Thomas

Hobes yang dikembangkan H.E King menurut Jalaluddin Rakhmat

bahwa kompetensi menyebarkan pesan yang dapat berpengaruh

dalam aspek fisik dan psikis termasuk aspek kompetensi seorang

komunikator.6

Secara keilmuan hemat Yusuf Qardawi perlu ada perbedaan

mendasar dari aspek bangunan keilmuan khususnya perbedaan

antara kompetensi dalam ilmu jurnalis Islam bersumber dari ilmu

dakwah.7 Argumentasi ini cukup mendasar sehingga ada pemetaan

keilmuan dari aspek filosofis memberikan kontribusi pada

kompetensi jurnalis. Menurut syarifudin bahwa setiap jurnalis bisa

menjadi sang pencerah. Untuk menjadi sang pencerah maka perlu

5A. Zuad MZ dan Muhammad Sidiq, Mutiara Al-Quran: Sorotan Al-

Quran Terhadap berbagai teknologi Moderen (Cet. I; Surabaya, Sarana Ilmiah

Press, 1998), h. 142.

6op. cit., Jalaluddin Rakhmat

7H.M. Sattu Alang, Dosen Tetap Pada Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Universitas Negeri Alauddin Makassar dan sekarang menjabat

sebagai Ketua LPM UIN Alauddin Makassar.

Page 8: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 8

memiliki kompetensi memahami berita, menjelaskan berita, dan

memili kata dan kalimat yang dapat mencerahkan masyarakat

melalui karya jurnalis. Atas dasar inilah sehingga perlu indikator

sebagai jurnalis profesional. Kiteria jurnalis profesional menurut

Syarifudin antara lain:

1. Memahami bahasa Al-Quran sebagai spirit inspirasi, inovasi

dan kreativitas sebagai jurnalis Islami.

2. Mengetahui hukum dalam Agama Islam untuk menghindari

prilaku menyimpang wartawan.

3. Memiliki prilaku dan citra baik di tengah masyarakat

sehingga berita dari jurnalis tersebut dapat dipercaya.

4. Secara akademik memiliki jenjang pendidikan jurnalis

Islami sehingga berita-berita yang ditulis sesuai dengan

konsep Islam. Konsep Islam yang dimasudkan adalah

jurnalis yang memiliki cakwala rahmatallil’alamin.

5. Dapat menggunakan teknologi informasi, dakwah, dan

komunikasi sebagai perpanjangan panca indra jurnalis.

Indikator kompetensi jurnalis di atas sesuai pandangan Ilyas

Ismail bahwa kriteria jurnalis profesional antara lain; 1). Jika ia

memenuhi kompetensi intelektual, 2). Kekuatan moral

Page 9: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 9

(budipekerti yang luhur), dan 3). Kekuatan spiritual.8 Syarat ini

adalah usaha maksimal untuk memberikan pelayanan agama

sesuai kompetensi yang di miliki oleh jurnalis.

Salah satu kriteria kompetensi dalam dunia pendidikan

adalah kemampuan menggunakan teknologi pembelajaran sebagai

indikator guru profesional. Indikator ini juga menjadi standar

sebagai jurnalis profesional dalam mengkomunikasikan Al-Quran

dan Sunnah sebaga spirit dan strategi menggunakan teknologi

dakwah dan komunikasi dalam mencerahkan masyarakat.

Secara akademik kompetensi jurnalis profesionalisme

memiliki pengetahuan atau keterampilan dan nilai-nilai dasar

yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.

Kompetensi jurnalis lain dari padangan kemendiknas antara lain

pengenalan kaidah-kaidah jurnalis, pengembangan potensi

jurnalis, penguasaan akademik, dan sikap kepribadian.9 Sebagai

standar keilmuan jurnalis ia perlu memiliki standar kompetensi

antara lain:

8A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa

Membangun dan Peradaban Islam (Cet. I. Jakarta: Prenada Media Group,

2011), h. 57.

9Kunandar, Guru Profesionalisme Implementasi Kurikulum Satuan

Tingkat Pelajaran (KTSP) dan kesiapan menghadapi sertifikasi Guru (Cet. I;

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.

Page 10: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 10

1. Waspada secara preofesional menjaga lingkungan

masyarakat, sekolah, dan rumah sebagai tempat penyebaran

Informasi.

2. Menyadari akan nilai-nilai atau manfaat pekerjaannya, dan

terus berusaha maksimal memberitakan yang terbaik bagi

masyarakat.

3. Seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan sosial oleh

larangan-larangan dalam hubungan tentang kebebasan

pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk

menggambarkan profesi kejurnalisan.

4. Memiliki kecerdasan sosial yang diperoleh dari

pekerjaannya tentang kerjanya secara biologis, sosiologis,

antropologis, dan budaya dalam kelas.

5. Berkeinginan untuk terus berubah, dasar bahwa perannya

memberikan berita yang terbaik di tengah masyarakat

dibawah pengaruhnya. Dalam artian tinggi rendahnya

kualitas berita ditentukan oleh jurnalis.10

Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran keyakinan

bahwa proses transformasi pesan-pesan Tuhan adalah tugas mulya

yang harus dilengkapi oleh kecakapan diagnostik, kompetitif,

10Ibid., h. 65.

Page 11: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 11

aplikatif, untuk meyakinkan pesannya kepada masyarakat.

Profesionalisme juga dapat didefinisikan bahwa suatu pekerjaan

bidang tertentu yang dilakukan karena Allah bukan karena

penilaian makhluknya.11

Kompetensi jurnalis menurut Ali

Mahfuz yang dikutip oleh Samsul Munir Amin adalah seseorang

yang memiliki karakter sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar

umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi

kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.12

Profesinalisme jurnalis adalah Pekerjaan berdasarkan

motivasi (niat) transformasi pesan-pesan normatif yang

disampaikan kepada masyarakat semata-mata untuk mengabdi

pada Tuhan dan dedikasi pada sesama manusia untuk saling

mencerahkan berdasarkan petunjuk dalam Al-Quran dan Sunnah.13

Dalam konteks ini Profesionalisme menurut Talcott Parson

sebagai seorang sosiolog adalah kemampuan memetakan

kebutuhan dan tujuan masyarakat melalui pesan-pesan kesucian.

Adaptation (cara jurnalis beradabtasi dengan medang dakwah),

goal attaiment (proses pencapaian tujuan), integration

11Ahmat Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Islam (Cet. II; Bandung: Remaja

Rosda karya, 1994), h. 107.

12Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h.

126-127.

13Ibid

Page 12: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 12

(keterpaduan antar sub sistem), latent: pattern maintenance and

tension management (idologi).14

Pandangan Talcott Parson

tersebut hemat penulis jika jurnalis memenuhi kriteria dalam

aplikasi dakwah maka dapat dikategorikan sebagai jurnalis yang

profesional.

Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran tinggi

pada sebagian orang yang memiliki kecerdasan aqidah, syari’ah,

dan akhlaq serta kemampuan memaknai Al-Quran- Sunnah

melalui kecakapan menjelaskan pesan-pesan Al-Quran Sunnah

melalui bantuan teknologi komunikasi untuk mencerahkan umat

dari kelemahan aqidah, syariah, dan akhlaq. Kompetensi jurnalis

profesional dalam kajian ilmu dakwah dari Yusuf Qardawi yang

dikutip Engjang mengungkapkan tujuh kriteria jurnalis antara

lain:

1. Jurnalis harus kredibel/tsiqah (dapat dipercaya dan

dipertanggung jawabkan). (Siddiq, Amanah, Fathanah,

tablig).

2. Pesannya memiliki akurasi data yang tinggi (dalam artian

tidak bertentangan dengan akal, agama, budaya, moral, dan

tradisi budaya setempat.

3. Metodenya sistematis dan sesuai tatatertib logika dalam

penggalian dalam Al-Quran dan Sunnah serta informasi

yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan mad’u.

14Talcott Parson, The Social System: The Structure of Social Action (

First published in New Fetter Lane London e-Library, 2005) h. 76.

Page 13: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 13

4. Menggunankan nalar/akal dalam menggali informasi dalam

Al-Quran dan Sunnah sesuai daya nalar manusia (mudah

dicernah masyarakat), Menggunakan busana dan bahasa

yang sesuai daya nalar mad’u.

5. Balig (dewasa mampu membedakan baik dan buruk),

Tidak gila (Memiliki kesadaran yang tinggi dan Sehat

jasmani).15

B. Tipologi Jurnalis Profesional

Tipologi Jurnalis profesional jika ia memiliki kriteria secara

metodologis mampu merubah psikologi masyarakat dari satu

kondisi ke kondisi lain melalui kualitas pemberitaan menuju cita-

cita bangsa Indonesia yang adil, sejahterah, dan makmur. Merubah

pembaca secara psikologi tersebut dalam dunia komunikasi bahwa

perubahan fisik dengan meransang cara kerja otak kiri dan otak

kanan dalam menerima berita melalui media massa.

Jurnalis profesional dalam melakukan eksplorasi kandungan

Al-Quran dan Sunnah melalui sistem informasi dakwah di tengah

umat,16

tidak cukup jika hanya mengandalkan kekuatan lisan saja

tetapi perlu analogi, tafsir, ta’wil, perumpamaan, dan teknologi

15Sultan, Desain Ilmu Dakwah (Cet. II; Jakarta: Prenada Media Group,

2009), h. 33.

16H.M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Quran Perlu di Orientasikan pada

kenyataan hidup di masyarakat (Jakarta: Harian Pelita, kamis, 22 Agustus

1991), h. 5.

Page 14: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 14

informasi sebagai penunjang dalam memahami, menjelaskan,17

dan mengomunikasikan kandungan Al-Quran dan Sunnah di

tengah problematika masyarakat modern. Kelemahan jurnalis

memahami Al-Quran dan Sunnah dapat menurunkan

kredibilitasnya di tengah umat karena dianggap beritanya kurang

kredibel.

Hal ini sesuai dengan paradigma kredibilitas seorang jurnalis

Umar Tilmizani pada tahun 1952 pengagum Hasan Al-Banna

mengungkapkan bahwa dakwah yang berhasil jika mengumpulkan

semua jurnalis kredibilitas (akhlaq yang luhur) dalam satu

jama'ah) untuk melawan imprealisme budaya barat.18

Hemat

penulis gerakan sistem informasi dakwah Umar Tilmizani ini

penekanan pada kredibilitas jurnalis dapat meningkatkan

efektifitas dalam penerapan sistem informasi dakwah.

Pandangan kredibilitas Umar Tilmizani ini sesuai paradigma

yang dikemukakan Hovlan dan Weiss (1974) bahwa subjek

dakwah itu cenderung lebih senang dengan komunikator yang

17Andi Faisal Bakti, Nation Building: Kontribusi Komunikasi Agama

Lintas Budaya Terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta: Curia

Press, 2006), h. 142.

18Umar Tilmizani, Am ketiga Ikhwanul Muslimin (Jakarta: Rabbani

press, 1998), h. 99

Page 15: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 15

memiliki predikat yang tinggi.19

Dari pandangan tersebut ada dua

kredibilitas yang perlu diperhatikan oleh seorang jurnalis yakni

keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan profesionalisme

yang dibentuk oleh seorang jurnalis dalam kemampuan

menyampaikan ide/gagasan yang indah, teratur setiap kalimat

yang diucapkan dan mudah dicerna oleh mad’u.

Sedangkan kepercayaan kesan jurnalis yang dibentuk atas

dasar watak yang sopan, santun, dan memahami tradisi-tradisi

moral, dan etika serta budaya orang lain. Semua sifat ini dapat

memberikan kepercayaan bagi mad’u. Jika kepercayaan telah

dimiliki oleh jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas

jurnalis di mata mad’u yang berimplikasi pada peningkatan daya

serap mad’u. Semua komponen kredibilitas jurnalis tersebut

berperan terselenggaranya peningkatan sistem informasi dakwah

agar tetap bertahan dan lestari.

Kelestarian aplikasi dakwah tetap di butuhkan mad’u jika

terjadi peningkatan kompetensi jurnalis melalui komunikasi

empati untuk menjaga keteraturan interaksi sosial dalam

masyarakat sebagai bagian penting dari kredibilitas jurnalis.

Keteraturan interaksi sosial di tengah masyarakat membutuhkan

kredibilitas jurnalis mengkomunikasikan dan membahasakan Al-

19Op.cit., Jalaluddin Rakhmat

Page 16: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 16

Quran dan Sunnah sesuai daya nalar mad’u. Pandangan ini relevan

dengan teori sistem Tacott Parson bahwa menjaga kredibilitas

informasi termasuk sub sistem penting dalam struktur

masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghindari benturan

interaksi budaya seperti cara beradaptasi, cara mencapai tujuan,

interaksi antar lembaga, dan cara beragama.20

Hemat penulis

semua sub sistem ini perlu dijaga, dirawat melalui kredibilitas

jurnalis mentransformasikan sistem informasi dakwah di tengah

masyarakat.

Unsur penting dalam masyarakat adalah kebutuhan

informasi yang sehat melalui kemasan teknologi informasi

dakwah. Kemasan materi dakwah membutuhkan kredibilitas

mendesain materi dakwah yang akan dipublikasikan di tengah

masyarakat. Hal ini telah dikembangkan oleh pada abad ke 20

oleh Sayyid Qutub pada tahun 1970 dalam kitab fi> Z{ila>lil Qur’an.

Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Ali Aziz bahwa

penekanan materi dakwah pada aspek teologis untuk memberikan

20Talcott Parson, Multiculturalism Society Interaction (New Yok:

Publiset Press, 2001), h. 55 lihat juga terjemahan oleh: Deddi Mulyana Pola

Interaksi Masyarakat Multikultural (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara 1991), h.

23.

Page 17: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 17

semangat keberagamaan pada umat.21

Fikih dakwah juga

dikembangkan oleh M.Natsir tokoh Dewan Dakwah Islam

Indonesia (DDII), bahwa kredibilitas dakwah tidak terlepas dari

kecerdasan fleksibilitas jurnalis beradaptasi dengan kondisi

sosiologis masyarakat dalam menerapkan rambu-rambu, melalui

pendekatan yang empati, untuk menciptakan suasana dakwah

yang komunikatif.22

Hal ini juga relevan dengan pandangan Ali

Yafie yang dikutip oleh Muhammad Azis bahwa kredibilitas

seorang jurnalis dapat dipercaya jika memenuhi tiga hal yakni;

kebijaksanaannya, sifatnya (kredibilitasnya) dan akhlaknya.23

Semua pandangan ini termasuk unsur kredibilitas jurnalis dalam

meningkatkan sistem informasi dakwah dapat tercapai dengan

baik.

Kredibilitas jurnalis bukan hal baru dalam peradaban ilmu

komunikasi, Aristoteles dengan keahliannya berpidato telah

mengamati dan meneliti apa yang menyebabkan pendengar mau

membuang waktunya untuk mendengar suatu pidato. Unsur

kepercayan pada sumber yang mengadakan komunikasi

21Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi (Cet. II; Jakarta: Prenada

Group, 2009), h.158.

22Ibid.

23Ibid.

Page 18: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 18

merupakan unsur penting dalam melakukan dakwah yang

efektif.24

Terkait dengan hal ini, Devito mengemukakan adanya

tiga tipe kredibilitas, yaitu; a). Kredibilitas berdasarkan titel. b).

Kredibilitas yang didapat selama berkomunikasi, c). Kredibilitas

yang didapat pada akhir komunikasi.25

Hemat Wilbur Schramn

seseorang ahli komunikasi mendapat kredibilitas dari audiens jika

menyampaikan pesan berdasarkan keahliannya.26

Perspektif ini

sesuai dengan sistem komunikasi Islam yang dikemukakan oleh

Hasan Al-Banna yang dikutip oleh Thomas Arnold Walker bahwa

menyampaikan pesan berdasarkan pengetahuan seorang

komunikator,27

untuk menghindari distorsi sistem informasi

dakwah.

Sistem informasi dakwah disebut juga komunikasi Islam,

karena unsur komunikasi tersebut berlandaskan pada nilai-nilai

24Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2007), h. 35.

25Joseph A Devito, The Interpersonal Comunication Book, (New York,

1976), h. 130-132.

26Wilbur Schramn, Men Message and Media, (Horper and Row, New

York, 1973), h. 115.

27Thomas Arnold Walker, The Preaching of Islam (Delhi: Law Price

Publications, 1998), h. 95.

Page 19: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 19

Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah.28

Salah satu

unsur sistem informasi dakwah yakni sub sistem source

credibility. Terkait kompetensi jurnalis, menurut pandangan

Robert L. Mathis adalah orang yang dengan keterampilannya

mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat

jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.29

Source credibility

menurut Boulter Level kompetensi terdiri dari unsur kompetensi

kecerdasan sosial, visible dan dapat dikontrol perilaku dari luar.30

Sedangkan trait dan motivasi letaknya lebih dalam pada titik

sentral kepribadian.

Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk

dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk

meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia.

Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian

seseorang yang membutuhkan proses pendalaman dan

28Acep Arifuddin, Pengembangan Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1.

29Robert L. Mathis dan John Jakson, Human Resource

Management10thEdition diterjemahkan oleh Diana Angjelina dengan judul:

Manajemen Sumber Daya manusia (Cet. Jakarta: Salemba Raya, 2006), h. 376.

30Al-Qaht}ani, Sa’d ibn Wahf. Muqawwimat al-Daiyah al-Najih fi D{au

al-Kitab wa al-Sunnah: Mafhum wa Naz}har wa Tat}biq, diterjemahkan oleh:

Aidil Novia dengan Judul Menjadi Dai yang Sukses (Cet. I; Jakarta Timur:

Qisthi Press 2005). h. 9.

Page 20: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 20

pengalaman.31

Misalnya kompetensi berkomunikasi, penguasaan

diri, pengetahuan psikologi, kependidikan, ilmu umum, Al-Quran

dan Sunnah, kemampuan wawasan agama secara holistik.32

Jadi

source credibility mencakup sikap, persepsi, dan emosi termasuk

faktor kompetensi jurnalis. Jika hal ini dipenuhi oleh jurnalis

maka dapat memberikan pilihan kebenaran dalam problematika di

tengah realitas sosial.

Sedangkan motif source credibility trait berada pada

kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan

dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah memilih

karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Adapun konsep diri

dan social role terletak di antara keduanya dan dapat diubah

melalui pelatihan, psikoterapi.33

Kompetensi keilmuan jurnalis

dalam mentransformasikan pesan melalui sistem informasi

dakwah termasuk skill mengolah data (pesan) yang bersumber

dalam Al-Quran dan Sunnah, yang dikemas dalam sistem

komunikasi empati, komunikasi partisipatori, yang dikemas

31Fitzppatrick, Colletive Bergaining Vulnerability Assessment, (Jakarta:

Nursing Manajement: 2001), h. 40-42.

32Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h.

82-83.

33Tom E. Rolnickiet.al, Scholastic Journalism diterjemahkan oleh: Tri

Wibowo dengan judul, Pengantar Dasar Jurnalisme (Cet. I; Jakarta: Prenada

Kencana, 2008), h. 4.

Page 21: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 21

melalui teknologi komunikasi.34

Unsur ini semua adalah unsur

kredibilitas jurnalis yang dapat meningkatkan mutu dan aplikasi

sistem informasi dakwah yang lebih baik.

Hemat penulis dalam meningkatkan mutu dan aplikasi

sistem informasi dakwah menurut kajian Mulyati Amin bahwa

kredibilitas jurnalis dalam dakwah jama’ah termasuk model

dakwah partisipatori dalam bentuk gerakan-gerakan dakwah

sosial, pendidikan, dan pemurnian aqidah bersama-sama dengan

masyarakat.35

Jika unsur kredibilitas jurnalis tersebut ditunjang

oleh fasilitas teknologi yang memadai maka dapat meningkatkan

kecepatan publikasi yang efektif. Pemanfaatan teknologi

komunikasi dalam sistem informasi dakwah memiliki daya serap

tinggi di tengah mad’u jika kemasan materi dakwah melalui

komputer grafis sebagai media efektif untuk mendesain materi

dakwah. Jika kemampuan jurnalis mendesain materi dakwah yang

mudah diakses mad’u maka kredibilitas jurnalis dapat meningkat

di tengah masyarakat.

Kredibilitas mentransformasikan Al-Quran dan Sunnah

membutuhkan teori use and gratification yang dapat beradaptasi

34Muliaty Amin, Dakwah Jamaah: Suatu Model Dakwah Islam:

Berwawasan Jender di Kabupaten Bulukumba Disertasi dipertanggugjawabkan

dalam memenuhi Program Doktor tahun 2010.

35 Usman Jasad, op. cit., 294.

Page 22: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 22

dengan kebutuhan masyarakat. Menurut W. Philips Davison

dikutip oleh Jalaluddin Rahmat bahwa masyarakat bukan orang

pasif yang bisa dibentuk seenaknya oleh komunikator tetapi

masyarakat terdiri dari kumpulan struktur nilai dan ukuran

kebenaran tersendiri serta kebutuhan informasi.36

Kondisi ini

mad’u seperti ini membutuhkan kredibilitas jurnalis dalam

komunikasi budaya, melalui kemasan materi dakwah yang sesuai

dengan daya nalar mad’u sebagai objek dakwah.

Menurut pandangan Liliweri bahwa komunikasi antar

budaya memiliki ragam etnis, suku, agama, bahasa, dan tradisi.

Heterogenitas masyarakat secara vertikal maupun horizontal perlu

kredibilitas pendekatan komunikasi antar budaya untuk

menyamakan presepsi pesan apa yang akan disampaikan sesuai

kebutuhan masyarakat.37

Kondisi masyarakat multikultural hemat

penulis perlu maping materi dakwah dengan memperhatikan

kebutuhan informasi bagi mad’u tentang persoalan sosial yang

dihadapi di tengah masyarakat. Keadaan ini perlu kredibilitas

jurnalis beradabtasi dengan menerapkan pendekatan komunikasi

36Op. cit., Jalaluddin Rahmat, h. 203.

37Alo Liliweri, Komunikasi Antarbudaya (Cet. II; Jakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), h. 19.

Page 23: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 23

antar budaya untuk mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran

dan Sunnah di tengah masyarakat.

Kredibilitas membahasakan Al-Quran dan Sunnah sesuai

kebutuhan mad’u dapat meningkatkan dan meminimalisasi

distorsi informasi di tengah masyarakat multikultural.38

Kemampuan jurnalis mengomunikasikan spirit pencerahan dalam

Al-Quran dan Sunnah yang disesuaikan dengan daya nalar

masyarakat dapat meningkatkan kesadaran yang berimplikasi

pada peningkatan prilaku baik di tengah masyarakat. Dalam

meningkatkan maid set mad’u yang lebih inovatif dan kreatif

mendesain pola hidup yang lebih baik membutuhkan kredibilitas

jurnalis dengan menawarkan wawasan atau cara pandang yang

lebih rasional dan logis dalam menata hidup yang lebih baik.

Merubah cara pandang manusia, membutuhkan kredibilitas

jurnalis sesuai visi dan misi kenabian yang perlu dipertahankan

dan dilestarikan.39

Sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar

umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi

38Rupert Brown, Prejudice Its Social Psycology diterjemahkan oleh:

Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Sutjipto dengan Judul: Menangani

Prasangka dari Perspektif Sosial (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.

125.

39Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Subuah kajian

Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Mizan2011), h.115.

Page 24: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 24

kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.40

Ketiga unsur

ini jika dimiliki jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas

jurnalis di tengah masyarakat.

Kredibilitas jurnalis kerpa kali berbeda dengan jurnalis yang

lain dalam membahasakan agama karena perbedaan latarbelakang

pendidikan dan cara pandnag memahami referensi dalam berbagai

literatur. Jurnalis selalu dipengaruhi oleh dimensi internal (kondisi

psikologis), dan dimensi eksternal (kondisi sosiologis).41

Menurut

Leonard W. Doob dan Raymond V. Kesikar yang dikutip Totok

Jumantoro bahwa pengaruh komunikasi eksternal dipengaruhi

oleh rekaman peristiwa seseorang melalui pengalaman empiris.42

Hemat penulis hal ini sangat relevan dengan padangan J.DeVito

Bahwa semakin banyak input informasi positif semakin tinggi

respon positif dalam ekspresi seseorang.

Teori J. DeVito ini di aktualisasikan peradaban global

dengan konsep culture imprealisme theory yang dikembangkan

oleh Herbert Schiller (1973) yang dikutip Usman Jasad

menggambarkan bahwa perlu konstruksi informasi kepada audiens

40A. Machfud, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya (Cet.

II; Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h.33.

41Ibid.

42Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan

yang Qur’ani (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2001), h. 35.

Page 25: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 25

karena kerap kali masyarakat cenderung meniru apa yang dilihat

atau dicerna oleh panca indra manusia.43

Selain dampak eksternal

hemat Jalaluddin Rahmat yang dikutip dari pandangan Ibnu

Maskawaih bahwa manusia dipengaruh oleh potensi dasar

(internal) yaitu; potensi nabati, hewani, dan insani.44

Ketiga

potensi dasar manusia ini menentukan kecenderungannya dalam

berkomunikasi. Jika potensi nabati lebih dominan dalam diri

seseorang maka kecendrungan manusia dalam pemenuhan

kebutuhan hidup lebih indivudual dan kerap kali lebih

mementinkan diri sendiri, jika potensi hewani lebih dominasi

maka prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup

cenderung suka mengambil yang bukan haknya, dan jika potensi

insani yang menguasai alam pikiran manusia maka kecendrungan

pola pemenuhan kebutuhan hidup sesuai volume efektifitas

informasi yang diterima.

Peningkatan efektifitas dakwah melalui kredibilitas jurnalis

melalui pendekatan komunikasi empati bagi mad’u, merupakan

hal penting dalam mengkomunikasikan pesan-pesan keselamatan

di tengah realitas masyarakat dengan bahasa yang indah.

Keindahan bahasa termasuk salah satu kemapuan jurnalis dalam

43Ibid.

44Jalaluddin Rahmat, op. cit., h. 90.

Page 26: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 26

meningkatkan kredibilitas. Gagasan ini menurut Ubay bin Ka’ab

ah}san al-Qaul (Ucapan yang paling baik) menjelaskan bahwa

contoh kalimat yang indah seperti dalam ‚syair itu mengandung

hikmah‛, dan perkataan ah}san dapat memacu mad’u mencegah

dan memberikan inovasi pada mad’u berupa kecerdasan afektif,

behavioral, dan kecerdasan kognitif.45

Kompetensi jurnalis dari

aspek kognitif termasuk etika pemilihan pesan yang dapat

menggugah aspek emosional mad’u melalui konsep akan

pentingnya nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat

sebagai aspek penting meningkatkan kredibilitas jurnalis di

tengah masyarakat.

Pandangan ini sesuai dengan M. Sayyid T{ant}awi bahwa

aspek kredibilitas jurnalis termasuk kejujuran, menjauhi

kebohongan, memiliki argumentatif yang logis, mencapai

kebenaran.46

Kompetensi jurnalis mengomunikasikan mencapai

kebenaran melalui kecerdasan ma’ani (kecerdasan memaknai),

baya>ni (kecerdasan menjelaskan), dan badi (kecerdasan pemilihan

45Ahmad Ghulusy, ad-Da’watul Islamiyah, (Kairo: Darul Kijab, 1987),

h. 9.

46Muhammad Sayyi>d Tant}awi, Adab al-Hiwa>r fi> al-Islam (Mesir: Da>r

Anahdhah, 1984), h. 18. Lihat dalam Ace Arifudin Metode Pengembanga

Dakwah, 2011. h . 11.

Page 27: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 27

kalimat yang indah) untuk menyentuh kondisi perasaan mad’u

sehingga dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis.

Ilmu al-Baya>n adalah Abu ‘Ubaidah (w.211 H) murid Imam

al-Khalil bin Ahmad. Karya Abu Ubaidillah adalah Majaz Al-

Quran (Sindiran dalam Al-Quran) sebagai informasi cara

mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran yang kemudian

disempurnakan oleh al-Jurjani. 47

Hal ini sesuai dengan padangan

Manna al-Qattan bahwa kecanggihan proses transformasi pesan

dalam Al-Quran dengan menggunakan kalimat ams\al

(perumpamaan) untuk memudahkan manusia memahami dan

menangkap ultimate substance di balik metateks. Kemudahan

dalam tradisi komunikasi ams\al ini adalah adanya sinergitas

antara akal dan pancaindra, menyingkap hakikat sesuatu yang

jauh dari pikiran kemudian mendekatkannya, melalui pilihan kata

yang pendek tetapi mudah dicerna oleh otak sebagai perekam

kode (makna). Jalal al-Din al-Suyu>t}i membagi ams\a>l ka>minah,

musarraha, dan ams\a>l mursalah.48

Ketiga model analogi

komunikasi dalam Al-Quran ini dapat dijadikan jurnalis dalam

47 Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76.

48Lala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>m fi Ulu>m al-Qura>n, jilid II (Kairo Mesir:

Da>r al-Fikr, 2003), h. 113. Lihat Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar

Memahami Al-Quran Secara Utuh, h. 173.

Page 28: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 28

sistem informasi dakwah untuk menambah kredibilitas dalam

membahasakan Al-Quran di tengah umat.

Selain analogi komunikasi dalam Al-Quran tersebut, untuk

memaksimalkan kredibilitas jurnalis dalam sistem informasi

dakwah ilmu al-Baya>n hampir sama dengan ilmu retorika,

keduanya mengembangkan satu topik. Dalam ilmu al-Baya>n

secara garis besar ada 3 cara untuk mengembangkan kalimat

diantaranya: al-tasybih (metafora), al-Majaz (Sindiran), dan al-

Kina>yah (kiasan).49

Semua model perumpamaan ini sebagai spirit

pentingnya jurnalis mendesain materi dakwah untuk memudahkan

mad’u memahami pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah.

Meningkatkan kredibilitas jurnalis melalui kemampuan

menyusun keindahan pesan dakwah melalui kalimat indah, dikenal

dalam ilmu al-Badi’ ilmu ini dapat dipelajari untuk memberikan

kemasan pada materi memilih kalimat sehingga nyaman dicerna,

mencerahkan pikiran, menunjukkan pemecahan, dan bermanfaat

bagi mad’u.50

Ilmu ini memiliki fasilitas memperindah kalimat

dari sudut kata-kata (al-lafziyyah) dan maknanya (al-

Ma’nawiyah). Kriteria orator yang baik tidak hanya

49Ibid., h. 77.

50Jalaluddin Rahmat, Etika Komunikasi Religi, Makalah Seminar,

(Jakarta: Perpustakaan Nasional, 18 Mei 1996.

Page 29: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 29

menyampaikan pidato yang mengesankan namun perlu

mengandung makna yang mendalam. Peletak dasar ilmu ini adalah

Abdullah bin Mu’taz al-Abbasi (w. 270 H). ia dikagumi oleh

Qudama bin Ja’far yang kemudian ikut mengembangkan ilmu

ini.51

Karena objek kajian dakwah adalah manusia maka ilmuan

dakwah perlu memahami psikologi mitra dakwah untuk mencapai

sasaran dakwah.52

Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dikutip

Ahmad Ghulusy bahwa proses transformasi pesan dakwah seorang

jurnalis perlu mengoptimalkan rasio, rasa, dan rahasia.53

Hemat

penulis semua materi dakwah ini dapat meningkatkan kredibilitas

jurnalis di tengah masyarakat.

Materi harus mengandung unsur hikmah, nasehat, dan

pelajaran yang bermanfaat dan sangat dibutuhkan mad’u.54

Sejalan dengan padangan ini Ali Al-Qahtani berpendapat bahwa

kredibilitas seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan kognitif,

51Ibid.

52Ishak Asep dan Hendri Tanjung, Management Sumber Daya Manusia

(Cet. I; Jakarta: Prenada Media group), h. 19 Bandingkan dengan Yunan Yusuf,

Manajemen dakwah, h. 104.

53Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76.

54Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi al-Bantuny, Nas}a>ihul

Iba>d (Beirut: Da>r) h. 162.

Page 30: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 30

kecerdasan humanis, dan kecerdasan spiritual.55

Penguasaan

materi melalui kecerdasan lisan (komunikasi verbal) memiliki

spirit inovasi sehingga dapat mengangkat kredibilitas jurnalis

yang berimplikasi pada perubahan pola pikir mad’u.

Jalaluddin Rumi dikutip Aziz salah satu tokoh sufi dari

Persia, bahwa dalam proses komunikasi lidah dibayang-bayangi

oleh daya rohani. dalam mencurahkan perasaan dan pikirannya

dalam sebuah puisi tentang ketajaman media lidah

menyebarluaskan informasi melalui saluran rongga mulut hingga

ditangkap oleh panca indra manusia.56

Setiap kata, kalimat bisa

berbekas dalam daya nalar mad’u jika kata dan kalimat tersebut

sepadam dengan kemampuan daya serap mad’u.

Dalam sistem informasi dakwah kecerdasan jurnalis dalam

mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah termasuk

proses pemindahan makna ke mad’u. Hal ini sesuai teori Larry A.

Samover bahwa bahasa proses kecerdasan manusia memahami

dan memilih kata dalam berkomunikasi dan memindahkan

lambang dari suasana kebatinan menjadi kalimat yang dapat

55Said bin Ali Al-Qaht}ani, Dakwah Islam dan Dakwah Bijak (Cet. I;

Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 362.

56Ibid., h. 75.

Page 31: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 31

dipahami seseorang,57

yang memberikan respon dari proses

transmisi pesan untuk meningkatkan kredibilitas aplikasi dakwah.

Menurut Peter Drucker bahwa kredibilitas seorang

komunikator dalam sistem informasi jika memiliki kemampuan

merencanakan anatomi pesan dan menetapkan target-target

pencapaian. Selain itu dapat merumuskan desain aplikasi

komunikasi yang memiliki struktur pesan yang mudah difahami

sesama peserta komunikasi.58

Secara objektif struktur pesan,

konten, teknologinya, dan sangat relevan dengan strategi sistem

informasi dakwah dalam menetapkan sasaran dakwah secara

sistematis bagi semua sub sistem dakwah.59

Menerapkan desain

sistem informasi dakwah yang akan dicapai, penting dianalisis

sesuai dengan permasalahan masyarakat yang akan dijadikan

sebagai objek dakwah untuk meningkatkan efektifitas dakwah.

Meningkatkan efektifitas dakwah sebagian bagian indikator

kredibilitas jurnalis perlu menguasai tiga metode dakwah.

57Larry A. Samover, Richhard E. Porter, and Nemi C. Jaim,

Understanding Intercultural Communication (Wodsworth Publishing Company,

Belmont California, t.t), h. 23.

58Peter Drucker, Structural of Communication (New York: Sage

Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 33.

59H. Nasuka, Teori Sistem: Sebagai Salah satu Alternatif Pendekatan

dalam Ilmu-ilmu Agama Islam (Cet. I; Jakarta: Prenada Media Group, 2005), h.

22.

Page 32: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 32

Menurut Ali Mahfuz bahwa ada tiga metode dakwah yang dapay

diaplikasikan dalam mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran

dan Sunnah antara lain dakwah bi al-Lisan, bi al-Qalam, dan bi al-

H{al.60 Ketiga bentuk dakwah ini akan dijelaskan sistem

aplikasinya sebagai berikut:

a. Profesionalitas Jurnalis

Profesionalitas berasal dari kata profesi. Profesi adalah

suatu pekerjaan yang mempunyai fungsi pengabdian kepada

masyarakat yang menuntut keterampilan tertentu melalui

pendidikan dan latihan tertentu serta memiliki kode etik yang

menjadi pedoman anggotanya.61

Jurnalis adalah pendidik yang

memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang

pendidikan sehingga ia mampu melakukan tugas, peran dan

fungsinya sebagai pendidik dengan kemampuan yang maksimal.62

60Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turu>q al-Wa’zhwa al-

Khita>bah (Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h. 93.

61 Buchari, Alma. GuruProfesional Menguasai Metode dan Terampil

Mengajar (Cet.II Bandung: Alfabeta, 2009), h.134.

62Lihat Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Cet.

II; Jakarta: Misaka Galiza, 2003), h.85-86.

Page 33: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 33

Profesionalitas jurnalis adalah produk, atau kadar. Ini

mengacu pada sikap para anggota profesi terhadap profesinya

dalam hal pengetahuan dan keahlian dalam melaksanakan

pekerjaan tertentu yang memerlukan pendidikan, keterampilan,

kejujuran dan memiliki kepandaian untuk melaksanakannya, yang

dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademik, profesi dan

pedagogik. Orang yang profesional adalah orang yang memiliki

profesi.63

Jurnalis adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah.64

Profesi jurnalis juga diartikan suatu

keahlian yang dimiliki seseorang, sesuai keahliannya atau

kelebihannya.

Profesionalistas jurnalis harus dikembangkan baik melalui

pendidikan dan pelatihan serta kegiatan lain untuk meningkatkan

kemampuan profesionalnya agar lebih meningkat, usaha yang

dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah

pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi jurnalis

63Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan

Islam (Cet. VI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 207.

64Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008

Tentang Guru (Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 2.

Page 34: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 34

melalui pelatihan dan perbaikan sarana prasarana pendidikan dan

peningkatan mutu manajemen sekolah.65

Dunia pendidikan

merupakan sarana yang sangat diharapkan untuk membangun

generasi muda, jurnalis profesional dapat mengarahkan sasaran

pendidikan membangun generasi muda menjadi generasi yang

penuh harapan.

Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang

memiliki karateristik adanya praktek yang ditunjang oleh teori,

pelatihan, kode etik yang mengatur perilaku dan punya otonomi

dalam melaksanakan pekrejaannya.

Dari pengertian di atas dapat di pahami bahwa

profesionalitas jurnalis adalah kemampuan meningkatkan mutu

pendidikan yang berkualitas dan komitmen dalam menjalankan

tugasnya, serta memiliki kemampuan mentrasper ilmu kepada

peserta didik. Sementara profesionalisme adalah kondisi, arah,

nilai, tujuan, dan kualitas keahlian dan kewenangan yang

berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.66

Seorang

65Lihat Buchari Alma, dkk.Guru Profesional Menguasai Metode dan

Terampil Mengajar (Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2009), h.124.

66Kunandar, Guru Profesional Implementasi KurikulumTingkat Satuan

Pendidikan dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru (Bandung: Raja Grafindo

Persada, 2007), h. 46.

Page 35: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 35

profesional mempunyai prestise yang tinggi, dan karenanya

mendapat imbalan yang layak.

b. Perspektif Pendidikan Islam

Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna

Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan

Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan

Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik

terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama.67

Jadi pendidikan adalah

kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau

orang yang mendidik.

Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria

pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam

adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan

sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun

rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma

67 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII;

Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24.

Page 36: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 36

Islam.68

Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara

kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta

menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan

Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan

mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun

rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan

norma Islam.69

Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan

nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi

pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam

diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.70

H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang

dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin

kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai

dan mewarnai kepribadiannya.71

Sementara Zakiah Daradjat

berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan

68Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I;

Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20.

69Ahmad Tafsir, op.cit.,

70Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi

Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17.

71Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan

Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h.

28.

Page 37: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 37

kepribadian muslim.72

Di Muhammadiyah seperti yang dikutip

oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap

orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik.

Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad

Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada

haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim

yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah,

dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam

melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan

profesional.73

c. Perspektif Pendidikan Islam

Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna

Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan

Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan

Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik

terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju

72Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II;

Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28.

73 Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114.

Page 38: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 38

terbentuknya kepribadian yang utama.74

Jadi pendidikan adalah

kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau

orang yang mendidik.

Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria

pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam

adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan

sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun

rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma

Islam.75

Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara

kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta

menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan

Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan

mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun

rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan

norma Islam.76

Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan

nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi

pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam

74Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII;

Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24.

75Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I;

Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20.

76Ahmad Tafsir, op.cit.,

Page 39: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 39

diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.77

H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang

dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin

kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai

dan mewarnai kepribadiannya.78

Sementara Zakiah Daradjat

berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan

kepribadian muslim.79

Di Muhammadiyah seperti yang dikutip

oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap

orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik.

Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad

Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada

haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim

yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah,

dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam

77Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi

Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17.

78Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan

Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h.

28.

79Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II;

Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28.

Page 40: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 40

melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan

profesional.80

BAB II

PROFESIONALITAS JURNALIS

A. Konsep Profesionalitas Jurnalis

Profesionalitas berasal dari kata profesi yang berarti suatu

bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang.

Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang

menghasilkan upah atau gaji dan dari gaji ia dapat melangsungkan

hidupnya. Bantuan profesional untuk mengembangkan

kemampuan dalam bekerja merupakan sebuah kondisi yang sangat

diperlukan jika ingin berkembang kearah yang lebih baik.81

Jadi

profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut

keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang

80 Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114.

81Lihat Dadang Suhandar, Supervisi Pendidikan Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 84.

Page 41: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 41

disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi

memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara

khusus.

Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan

yang memerlukan pendidikan lanjutan, di dalam sains dan

teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk

diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.82

Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan

prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus

dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan

demi kemaslahatan orang lain.

Mulyana A.Z. berpendapat setiap profesi paling tidak

harus memenuhi 4 syarat berikut, yaitu:

1. Pendidikan dan pelatihan yang memadai,

2. Adanya Komitmen terhadap tugas profesionalnya,

3. Adanya usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai

dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, dan

4. Adanya standar etika yang harus dipenuhi. 83

82Lihat Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Cet. I; Jakarta: Rineka

Cipta, 1997), h. 265.

83 Mulyana A.Z, Rahasia Menjadi Guru Hebat :Memotivasi Diri Menjadi Guru Luar Biasa (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 114.

Page 42: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 42

Hal ini berarti pekerjaan profesional jurnalis harus

memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang

lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaan.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jurnalis

dan Dosen pasal 1 ayat (4) menjelaskan pengertian profesional

sebagai berikut:

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan

kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau

kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma

tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.84

Sedangkan menurut Nana Sudjana, profesional adalah

pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus

dipersiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh

mereka yang tidak memiliki keahlian dan memilih pekerjaan

jurnalis sebagai akibat tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.85

Maka dari itu dapat dipahami bahwa yang menjadi seorang

jurnalis adalah orang-orang yang dipersiapkan dan terpilih sesuai

84Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 3.

85Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Cet. XVI;

Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 14.

Page 43: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 43

standar karena tidak semua orang dapat menjadi jurnalis, sebab

menjadi jurnalis merupakan sebuah profesi yang penuh dengan

loyalitas dan tanggung jawab. Lebih lanjut Agus F. Tamyong,

menjelaskan pengertian jurnalis profesional adalah:

Orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus

dalam bidang kejurnalisan sehingga ia mampu melakukan

tugas dan fungsinya sebagai jurnalis dengan kemampuan

maksimal. Atau dengan kata lain, jurnalis profesional adalah

orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki

pengalaman yang kaya di bidangnya.86

Jurnalis dalam kutipan di atas adalah tenaga pendidik,

yakni orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik,

mengajar, membimbing, mengasuh dan mengarahkan. Dalam

bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya

dengan pendidik. Kata teacher yang diartikan jurnalis atau

pengajar dan tutor yang berarti jurnalis pribadi, atau jurnalis yang

mengajar di rumah.87

Selanjutnya, dalam bahasa Arab dijumpai

86Ibid., h. 15.

87John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia

(Jakarta: Cet. VIII; Jakarta: Gramedia, 1980), h. 560 dan 608.

Page 44: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 44

kata ustāz, mu’addib, mu’allim dan mudarris.88

Kesemua term-

term ini, terhimpun dalam satu pengertian, yakni pendidik yang

lazimnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan

sebutan ‚jurnalis‛.

Dalam A Dictionary of Modern Written Arabic dikatakan

bahwa kata ustāz, berarti teacher (jurnalis), professor (gelar

akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan

penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (jurnalis),

instructur (pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata

mu’allim yang juga berarti teacher (jurnalis), trainer (pemandu).

Juga kata mu’addib berarti educator (pendidik) atau tecaher

(jurnalis dalam lembaga pendidikan Al-Qu’ran).89

Kata-kata yang bervariasi tersebut di atas, menunjukkan

adanya perbedaan ruang lingkup dan lingkungan di mana jurnalis

secara umum diartikan sebagai transformator pengetahuan dan

keterampilan di sekolah. Jika pengetahuan dan keterampilan

tersebut diberikan di perjurnalisan tinggi disebut lecturer (dosen)

atau professor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di

88Louis Ma’luf, al-Munjid fī al-Lugha (Cet. XII; Bairut: Dār al-

Masyriq, 1977), h. 6.

89Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (Cet, IV;

London Macdonald dan Evans, Ltd, 1980), h. 11- 15.

Page 45: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 45

pusat-pusat latihan disebut instruktor atau trainer dan di lembaga-

lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut ustāz.

Kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada

seorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan

pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan

semisalnya. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,

dikemukakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang

berkualifikasi sebagai jurnalis, dosen, konselor, pamong belajar,

widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang

sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam

menyelenggarakan pendidikan.90

Dalam beberapa literatur

kependidikan pada umumnya, istilah pendidik sering diwakili oleh

istilah jurnalis. Istilah jurnalis sebagaimana dijelaskan oleh Hadari

Nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan

pelajaran di sekolah/kelas. Secara lebih khusus lagi, ia

mengatakan jurnalis berarti orang yang bekerja dalam bidang

pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam

membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.

Jurnalis dalam pengertian tersebut, menurutnya, bukanlah sekadar

orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi

90H. Dedi Hamid, Undang-undang RI No. 20 Tahuun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Asokadikta Daruru Bahagia, 2003), h. 3.

Page 46: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 46

pengetahuan tertentu, dalam mengarahkan perkembangan peserta

didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang

dewasa.91

Tugas jurnalis selain memberikan pelajaran di kelas,

juga harus membantu mendewasakan anak didik.

Dari uraian di atas, tampak bahwa pengertian jurnalis atau

pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan

yang harus dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya

pendidik itu merupakan profesi atau keahlian tertentu yang

melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan

pendidikan.

Pekerjaan yang bersifat profesional di bidang pendidikan

memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus

dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum.

Atas dasar pengertian ini, pekerjaan profesional berbeda dengan

pekerjaan lain yang karena suatu profesi memerlukan kemampuan

dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya.

Profesi atau profesionalitas jurnalis dapat diartikan

pandangan tentang bidang pekerjaan sebagai suatu pengabdian di

bidang pendidikan melalui keahlian tertentu dan yang

menganggap keahlian sebagai sesuatu yang harus diperbarui

91Lihat Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas

(Cet. III; Jakarta: Haji Masagung, 1989), h. 123.

Page 47: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 47

secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan

dalam ilmu pengetahuan.92

Berdasarkan uraian tersebut dipahami bahwa pada

mulanya kata profesi tidak lain dari adalah pernyataan atau

pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang

dipilih, maka profesional dimulai dari pemahaman dan

pemanfaatan terhadap kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan

yang sudah ada.

Adapun ciri-ciri jurnalis profesional dapat dilihat dari

penjelasan beberapa ahli berikut ini. Kunandar mengemukakan

ciri-ciri profesional di bidang pendidikan sebagai berikut :

1. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan itu

hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai

suatu profesi.

2. Memiliki ilmu pengetahuan sebagai landasan dari

sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Misalnya profesi

di bidang kedokteran, Juga profesi di bidang kejurnalisan

misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dan lain-

lain.

92Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui Kelemahan

Pendidikan di Indonesia (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.

Page 48: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 48

3. Diperlukan persiapan yang matang dan sistematis, dalam

melaksanakan pekerjaan profesinya.

4. Memiliki mekanisme untuk menyaring orang-orang yang

berkompeten yang diperbolehkan bekerja.

5. Memiliki organisasi profesional untuk layanan kepada

masyarakat.93

Wolmer dan Mills dalam Sardiman mengatakan pekerjaan

itu baru dikatakan sebagai profesional, apabila memenuhi kriteria

sebagai berikut; Memiliki pengetahuan umum yang luas dan

keahlian khusus yang mendalam, memiliki kode etik jabatan dan

merupakan karya bakti seumur hidup. Jurnalis sebagai pekerja

profesional harus memperoleh dukungan masyarakat, mendapat

pengesahan dan perlindungan hukum, memiliki persyaratan kerja

yang sehat, dan memiliki jaminan hidup yang layak.94

Selanjutnya Ornstein dan Levine dalam Raflis Kosasi

menyatakan profesionalitas itu adalah jabatan, sesuai dengan

pengertian profesi yakni melayani masyarakat, karir yang akan

93Kunandar, Pendidikan Indonesia dan Problematikanya (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2008), h. 11-12. Bandingkan Kunandar, Guru

Profesional: Implmentasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan

Sukses dalam Srtifikasi Guru (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2008), h. 46-47.

94Lihat Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet.

IX; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 132.

Page 49: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 49

dilaksanakan sepanjang hayat, memerlukan bidang ilmu dan

keterampilan tertentu menggunakan hasil penelitian dan aplikasi

dari teori ke praktek, memerlukan pelatihan khusus dengan waktu

yang panjang, mempunyai persyaratan untuk menduduki jabatan

tersebut memerlukan izin atau persyaratan khusus yang

ditentukan untuk dapat mendudukinya, menerima tanggung jawab

terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang

ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan.

Jurnalis profesional dalam melaksanakan tugasnya

menggunakan administrasi untuk memudahkan profesinya, dan

juga mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi

sendiri, mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang

meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan

yang diberikan dengan jabatan lainnya.95

Demikian pula Sanusi dalam Raflis Kosasi mengemukakan

ada sepuluh ciri-ciri utama suatu profesi,96

sebagai berikut:

1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi yang signifikansi

sosial yang menentukan.

95Lihat Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Cet. I; Jakarta:

Rineka Cipta, 1999), h. 15.

96Ibid., h. 17.

Page 50: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 50

2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.

3. Keterampilan/keahlian yang dituntut dapat pemecahan

masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.

4. Jabatan berdasarkan disiplin ilmu yang jelas, sistematik,

bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.

5. Mempunyai prestasi yang tinggi di masyarakat, dan

karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

6. Proses pendidikan untuk jabatan itu merupakan aplikasi

dan sosialisasi nilai-nilai professional.

7. Dalam memberikan pelayanan, anggota profesi

berpegang pada kode etik organisasi profesi.

8. Anggota profesi bebas dalam memberikan judgement

terhadap permasalahan profesi yang dihadapi.

9. Dalam melayani masyarakat anggota profesi bebas dari

campur tangan orang luar.

10. Jabatan profesi mempunyai prestise yang tinggi di

masyarakat, karenanya memperoleh imbalan yang tinggi.

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Jurnalis dan Dosen pasal 7 menyebutkan bahwa profesi jurnalis

Page 51: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 51

dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang

dilaksanakan berdasarkan prinsip,97

sebagai berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa.

2. Memiliki komitmen untuk menigkatkan mutu

pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan ahklak mulia.

3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang

pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan

bidang tugas.

5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas

keprofesionalan.

6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan

prestasi kerja.

7. Memiliki kesempurnaan untuk mengembangkan

keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar

sepanjang hayat.

8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan,

97Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang

Guru dan Dosen, (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 6.

Page 52: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 52

9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai

kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan

tugas profesional jurnalis.

Dari ciri-ciri tersebut, dapat disimpulkan bahwa profesi

jurnalis adalah suatu pekerjaan yang bersifat profesional

memerlukan beberapa bidang ilmu yang harus dipelajari dan

kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Pekerja

profesional berbeda dengan pekerja lainnya, karena suatu profesi

memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam

melaksanakan profesinya.

Profesionalitas jurnalis dapat terwujud maka Undang-

Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Jurnalis dan Dosen

mensyaratkan beberapa ketentuan, seperti mereka harus

mengikuti sertifikasi pendidik. Ini memberikan stimulus kepada

jurnalis untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi,

sertifikat pendidik, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan

tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh

melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma

IV untuk jurnalis (pasal 9), dan progran pascasarjana (S-2) untuk

dosen serta program doktor untuk dosen program S-2 (Pasal 46).

Kompetensi jurnalis profesional sebagaimana dalam

Undang-Undang Jurnalis dan Dosen tersebut di atas adalah

Page 53: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 53

berkaitan dengan (a) kompetensi pedagogik yang ditandai dengan

penguasaan bidang studi tertentu secara materi maupun

metodologi pembelajaran; (b) kompetensi sosial yang berupa

kemampuan jurnalis/dosen untuk berinteraksi dan berkomunikasi

dengan anak didik, orang tua, dan masyarakat; (c) kompetensi

kepribadian yang berkaitan dengan akhlak dan perilaku sehari-hari

seorang jurnalis/dosen; (d) kompetensi profesional yang meliputi

kesungguhan seseorang untuk mengajar dengan dukungan

penguasan materi dan metode pembelajaran.

Sertifikat pendidik merupakan bukti tertulis yang di

berikan kepada jurnalis layak untuk menjadi jurnalis/dosen yang

diperoleh dari perjurnalisan tinggi yang memiliki program tenaga

kependidikan yang terakreditasi untuk jurnalis (pasal 11), dan dari

perjurnalisan tinggi terakreditasi yang ditetapkan pemerintah

untuk dosen (pasal 47). Pemerintah berkewajiban untuk mulai

melaksanakan program sertifikasi paling lama 12 bulan setelah

Uudang-Undang ini disahkan (pasal 83 ayat 1) dan jurnalis yang

belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib

memenuhinya paling lama 10 tahun ke depan (pasal 82 ayat 2).

Jurnalis yang ingin meningkatkan kualifikasi akademik

atau ingin memperoleh sertifikat pendidik dapat mengajukan

bantuan biaya kepada pemerintah. Dalam pasal 13 Undang-

Page 54: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 54

Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan; Pemerintah dan

pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk

peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi

jurnalis yang diangkat oleh satuan pendidikan yang

diselenggarakan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Masalah anggaran sebagaimana yang disebutkan di atas

berkaitan dengan kesejahteraan jurnalis dan dosen, di mana dalam

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 memberikan jaminan

bagi jurnalis dan dosen untuk mendapatkan imbalan yang layak,

sehingga pekerjaan sebagai jurnalis dan dosen dapat dianggap

sebagai pekerjaan yang profesional, menarik dan kompetitif. Hal

ini dipertegas dengan pasal 14 ayat (1): Dalam melaksanakan

tugas keprofesionalannya, jurnalis berhak: (a) memperoleh

penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan

kesejahteraan sosial dan pasal 15 ayat (1): Penghasilan di atas

kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang

melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi,

tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan

yang terkait dengan tugasnya sebagai jurnalis yang ditetapkan

dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

Upah atau gaji jurnalis dapat mempengaruhi peningkatan

profesionalitas jurnalis. Secara asumtif, dapat dikatakan anggaran

Page 55: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 55

berupa upah atau gaji jurnalis tidak terkait langsung dengan

peningkatan profesional, tetapi ia dapat mempengaruhi mutu

pendidikan. Demikian pula secara subtanstif bahwa gaji yang

diperoleh oleh jurnalis akan mempengaruhi dinamika perilaku dan

kehidupan jurnalis dalam melaksanakan tugas-tugas profesinya.

Mohammad Surya mengatakan terdapat keterkaitan yang

kuat antara kualitas jurnalis beserta kesejehterannya dengan mutu

pendidikan. Kualitas profesional jurnalis merupakan indikator

yang kuat terhadap prestasi belajar siswa sebagai hasil

pendidikan.98

Berdasar pada pernyataan ini maka dapat dipahami

bahwa kesejahteraan jurnalis memiliki keterkaitan yang kuat

dengan peningkatan profesionalisme dan kinerja jurnalis dalam

proses pembelajaran. Dengan demikian meningkatkan gaji jurnalis

adalah sesuatu yang prioritas dalam upaya mereformasi dunia

pendidikan.

Penghasilan jurnalis memberikan dampak terhadap

profesionalitas dan peningkatan mutu pendidikan. Gaji jurnalis

hanya merupakan salah satu faktor/ variabel dalam peningkatan

mutu pendidikan. Gaji merupakan salah satu faktor yang terkait

dengan perwujudan kinerja ‚perilaku pembelajaran‛ juga

98

Lihat Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru (Cet. I;

Semarang: Aneka Ilmu, 2003), h. 68.

Page 56: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 56

menentukan mutu pendidikan. Hal ini mengandung makna bahwa

apabila gaji jurnalis terwujud dalam batas-batas yang signifikan,

maka akan terwujud ‚perilaku pembelajaran‛ yang efektif, yang

memberikan dampak pada perwujudan interaksi pembelajaran

yang efektif pula, dan pada gilirannya akan menghasilkan

‚perilaku pembelajaran‛ peserta didik, untuk mewujudkan hasil

belajar sebagai indikator mutu pendidikan, dengan asumsi bahwa

faktor-faktor lainnya baik internal maupun eksternal memberikan

konstribusi secara signifikan.

Dalam perspektif pendidikan Islam, jurnalis harus

memiliki sifat ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah semata,

melaksanakan dengan penuh kesungguhan , sebagaimana Firman

Allah dalam Q.S.Yasin/36: 21

هتدون ﴿ سألكم أجرا وهم م بعوا من ال ﴾ ٢١ات

Terjemahnya:

Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan

mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.99

Dalam pandangan penulis bahwa tidak berarti jurnalis

harus hidup miskin, melarat dan sengsara, melainkan ia boleh

memiliki kekayaan sebagaimana lazimnya orang lain. Hal ini

99Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek

Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 2002 ), h.708.

Page 57: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 57

berarti bahwa jurnalis tidak boleh menerima pemberian atau upah

karena jasanya dalam mengajar, melainkan ia boleh menerima

pemberian atau upah/gaji tersebut.

Ditinjau dari aspek fikih, upah atau gaji atas profesi

jurnalis adalah terkait dengan penyampaian ilmu. Ilmu dalam

pandangan syariat adalah wajib disampaikan kepada orang lain.

Bila dikaitkan lagi dengan masalah fikih maka gaji jurnalis

termasuk ijārah (sewa) atas barang maupun sewa atas jasa profesi

orang yang diperbolehkan.100

Jadi, dapat dirumuskan bahwa

jurnalis-jurnalis boleh saja, menerima gaji karena jurnalis

termasuk pekerjaan profesi yang menuntut adanya profesionalitas

jurnalis yang ideal.

Profesionalitas jurnalis dipandang sebagai pekerjaan

melalui keahlian dan harus didukung sumber dana yang kuat

secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan yang

terdapat dalam ilmu pengetahuan dan peningkatan mutu

pendidikan.101

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, yang harus

dilakukan adalah menata tujuan pendidikan yang mampu

menghadapi tantangan abad ke-21, ini adalah hubungan yang erat

100Lihat Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuh, jilid IV

(Bairut: Dār al-Fikr, 1989), h. 766.

101Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui

Kelemahan Pendidikan di Indonesia, (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.

Page 58: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 58

antara lembaga pendidikan dengan dunia kerja. Hal ini

menekankan kepada perlunya dibangun tenaga kerja Indonesia

yang profesional. Dengan demikian, dibutuhkan upaya yang

sungguh-sungguh agar lembaga pendidikan diarahkan kepada

terbentuknya sumber daya manusia yang profesional.

Istilah profesional sebagaimana yang telah diuraikan

menjadi suatu istilah baku dalam mempersiapkan sumber daya

manusia (SDM) memasuki abad ke-21 yang penuh dengan

persaingan. Ada yang menekankan profesionalitas kepada

penguasaan beserta kiat-kiat dalam penerapannya, dan ada pula

yang menekankan kepada kemampuan manajemen. Apakah sikap

profesionalitas ini telah dikembangkan dalam lembaga

pendidikan? Kenyataan menunjukkan bahwa lembaga yang ada

sekarang ini, lebih mementingkan pembentukan intelektual, tetapi

belum memberikan perhatian kepada terbentuknya sikap

profesional.

B. Tipologi Jurnalis Profesional dalam Perspektif Pendidikan

Islam

Page 59: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 59

Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang watak

dan atau kepribadian manusia.102

Dengan batasan seperti ini,

maka pandangan tentang tipologi jurnalis profesional yang

dimaksudkan adalah syarat jurnalis profesional, sifat, dan

tugasnya. Ketiga tipologi ini, sangat terkait dengan watak dan

kepribadian jurnalis yang dalam berbagai literatur pendidikan

Islam yang penulis telusuri, sering dijelaskan secara

bersamaan.103

Dalam kenyataannya bahwa syarat, sifat dan

tugas jurnalis sulit dibedakan, sehingga untuk membedakannya

harus ditelusuri dengan cara mencermati ketiga masalah terseb

ut berdasarkan tipologinya masing-masing.

Untuk memperoleh kemampuan melaksanakan tugas

secara maksimal, jurnalis harus memenuhi syarat-syarat

seperti yang ungkapakn Soejono dalam Ahmad Tafsir sebagai

berikut:

1. Syarat-Syarat Jurnalis

a. Tentang umur, harus sudah dewasa. Hal ini penting

karena menyangkut perkembangan seseorang, tugas harus

102Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, op. cit., h. 1022. Lihat

juga Trisno Yuwono dan Pius Abdullah, Kamus Praktis Bahasa Indonesia

(Surabaya: Arkola, 1999), h. 430

103. Lihat Ahmad Tafsir, op. cit., h. 79 dan 82

Page 60: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 60

dilakukan secara bertanggung, itu hanya dapat dilakukan

oleh orang telah dewasa,

b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani.

Jasmani yang tidak sehat akan membahayakan

pelaksanaan pendidikan, dan rohani yang tidak sehat tidak

mampu bertanggung jawab,

c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli. Hal ini

penting bagi jurnalis dengan pengetahuannya ia

diharapkan mengembangkan peserta didiknya,

d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi, harus

memberikan contoh yang baik, dan dedikasi tinggi

diperlukan dalam mendidik dan meningkatkan mutu

pembelajaran.104

Berdasarkan pada pengertian jurnalis sebagai pendidik

sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, seseorang dapat

disebut sebagai jurnalis yang profesional bila memenuhi beberapa

persyaratan. Seseorang yang diangkat menjadi jurnalis pada suatu

lembaga pendidikan tertentu, ia terlebih dahulu mengikuti

diseleksi berdasarkan ketentuan yang merupakan syarat yang

harus dipenuhi oleh seorang jurnalis.

104 Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h. 80.

Page 61: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 61

Syarat menjadi seorang jurnalis profesional harus

diperhatikan dan diterapkan secara tegas, terutama dalam

penerimaan jurnalis.105

Zakiah Daradjat bahwa untuk menjadi

jurnalis yang baik ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu

takwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani dan berkelakuan

baik.106

Dalam hal ini, Ahmad Tafsir juga mengemukakan empat

syarat bagi seorang jurnalis dengan merujuk pendapat Soejono

yang secara singkat dapat disebutkan, jurnalis harus dewasa, harus

sehat jasmani, dan rohani, harus ahli atau memiliki kemampuan

mengajar, berkesusilaan dan berpendidikan tinggi.107

Syarat-syarat menjadi jurnalis sebagaimana yang telah

disebutkan meliputi: ‚Takwa kepada Allah, sudah dewasa‛,108

sehat jasmani dan rohani, berilmu, memiliki kemampuan

mengajar, berkelakuan baik dalam arti berkesusilaan, dan

berdedikasi tinggi. Syarat yang disebut terakhir ini, menyangkut

105

Lihat Ahmad Tafsir, loc. cit.

106

Lihat Zakiah Daradjat et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. V;

Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 41.

107Ahmad Tafsir, op.cit., h. 80.

108Seseorang dianggap sudah dewasa sejak ia berusia 18 tahun atau dia

sudah kawin. Akan tetapi menurut ilmu pendidikan, laki-laki baru dianggap

sudah dewasa setelah berumur 21 tahun dan bagi perempuan setelah berusia 18

tahun. ibid.

Page 62: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 62

masalah akhlak dan tidak hanya diperlukan dalam mendidik,

tetapi juga diperlukan dalam meningkatkan mutu pembelajaran.

Seorang jurnalis profesional dalam perspektif pendidikan

Islam harus memiliki dan menghiasi dirinya dengan akhlak yang

terpuji (al-akhla>q al-mahmudah) sekaligus menghindari akhlak

yang tercela (al-akhla>q al-mazmumah). Seorang jurnalis yang

senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia dan

terpuji, dipastikan peserta didik yang merupakan anak didiknya

akan merasa senang kepadanya dan menghormatinya. Sebaliknya

jika seorang jurnalis berakhlak tercela, maka peserta didiknya

akan menjauhinya, bahkan mungkin menjadi salah satu faktor

penyebab timbulnya penyakit kejiwaan (sindrom) di kalangan

murid-muridnya yang disebut fobi sekolah.109

Zakiah Daradjat

menyebutkan sejumlah akhlak yang seharusnya dimiliki seorang

jurnalis, misalnya; mencintai jabatannya sebagai jurnalis, bersikap

adil terhadap semua peserta didiknya, berlaku sabar dan tenang,

berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerja sama dengan

jurnalis lain, dan bekerja sama dengan masyarakat.110

Akhlak

109Fobi sekolah adalah penyakit kejiwaan yang mencerminkan rasa

takut terhadap sekolah, sehingga anak-anak yang seharusnya bersekolah tidak

mau datang ke sekolah, dan bahkan lebih parah lagi dapat mengasingkan diri

dari lingkungan sosial. Azyumardi Azra, op. cit., h. 164.

110 Lihat Zakiah Daradjat et al., op. cit., h. 42-44.

Page 63: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 63

jurnalis yang dikemukakan ini merupakan implementasi dari kode

etik jurnalis Indonesian. Tujuan kode etik antara lain untuk

menjunjung tinggi martabat profesi, memelihara kesejahteraan

para anggota, meningkatkan mutu dan kualitas profesi,

meningkatkan mutu organisasi profesi. Organisasi ini dapat

menghubungkan antara jurnalis dan pemerintah, sehingga tidak

bertindak sewenang-wenang melaggar kode etik. Kode etik

merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku dan

perbuatan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

Kode etik profesional jurnalis sesuai dengan firman

Allah dalam Q.S. Al-Muddatstsir/74:1-7.

Terjemahnya:

1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2.

bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu

agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan

perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu

memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang

Page 64: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 64

lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah)

Tuhanmu, bersabarlah.

Dalam melaksanakan pekerjaan sebagai jurnalis harus

selalu didasarkan pada ketentuan yang berlaku sehingga dapat

menjadi ibadah di sisi Allah swt. Adapun rumusan kode etik

Jurnalis Indonesia setelah disempurnakan dalam kongres PGRI

XVI tahun 1989 di Jakarta,111

sebagai berikut:

1. Jurnalis berbakti membimbing peserta didik untuk

membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa

Pancasila;

2. Jurnalis memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;

3. Jurnalis berusaha memperoleh informasi tentang peserta

didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan;

4. Jurnalis menciptakan suasana sebaik-baiknya yang

menunjang berhasilnya proses beajar mengajar;

5. Jurnalis memelihara hubungan baik dengan orangtua murid

dan masyarkat sekitarnya untuk membina peran serta dan

rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan;

6. Jurnalis secara pribadi dan berama-sama mengembangkan

dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya;

111Syaiful Sagala, op.cit., h. 35.

Page 65: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 65

7. Jurnalis memelihara hubungan seprofesi, semgangat

kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial;

8. Jurnalis secara bersama-sama memelihara dan

meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana

perjuangan dan pengabdian;

9. Jurnalis melaksanakan segala kebijaksanaan perintah dalam

bidang pendidikan.

Kode eitk profesi jurnalis menggambarkan kompetensi

kepribadian, ini merupakan barometer atau ukuran bagaimana

jurnalis bertindak, bersikap, dan berbuat dalam kehidupannya,

baik individu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu

jurnalis juga harus mengimplementasikan nilai-nilai ajaran

agama, mislanya jujur dalam perkataan dan perbuatan.

Peranan jurnalis di sekolah ditentukan oleh kedudukanya

sebagai orang dewasa, sebagai pengajar, pendidik dan sebagai

pegawai. Yang paling utama adalah jurnalis dalam kedudukannya

sebagai pengajar dan pendidik yang harus mampu menunjukkan

kelakuan yang layak bagi jurnalis menurut harapan masyarakat.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa jurnalis

sebagai pendidik, di samping harus mampu mentransfer

ilmunya kepada peserta didik yang dihadapinya, ia juga harus

memiliki kode etik dalam bersikap. Menurut pandangan

Page 66: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 66

Soetjipto dan Raflis Kosasi adalah sikap profesional

kejurnalisan terhadap peraturan perundang-undangan dan

organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja,

pemimpin, dan pekerjaan.112

Tugas jurnalis Indonesia adalah melaksanakan segala

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dan

jurnalis merupakan unsur aparatur negara, maka ia harus

melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dengan

kata lain, jurnalis harus bersikap tunduk pada peraturan

perundang-undangan. Jurnalis juga harus bersikap secara

bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi.

Dengan kata lain, bahwa setiap jurnalis wajib berpartisipasi

guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organiasi

profesi dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.

Sikap jurnalis terhadap teman sejawat adalah

memelihara hubungan seprofesi, memiliki semangat

kekeluargaan, dan mempunyai kesetiakawanan sosial. Sikap

seperti ini, harus pula diwujudkan dalam bersikap terhadap

112Soetjipto dan Raflis Kosasi, op.cit.,

Page 67: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 67

anak didik, yakni berbakti dalam arti membimbing peserta

didik sesuai dengan tujuan k pendidikan.113

Mengenai sikap terhadap tempat kerja, adalah

menciptakan suasana kerja yang baik, sikap terhadap pemimpin

adalah menciptakan suasana harmonis terhadap kepala sekolah

dan sikap terhadap pekerjaan adalah melaksanakan tugas

jurnalis dengan penuh kesabaran dan ketelatenan yang tinggi,

terutama bila berhubungan dengan peserta didik.

Kamal Muh. Isa menyatakan bahwa seorang jurnalis

dituntut untuk memiliki berbagai sikap, yakni sifat amanat,

mampu mempersiapkan dirinya, menghindari sikap tamak dan

batil, harus memiliki sikap terpuji.114

Semua sikap jurnalis

seperti yang telah disebutkan, merupakan syarat penting untuk

ditanamkan dalam diri setiap jurnalis dalam rangka

meningkatkan mutu, baik peningkatan mutu jurnalis sebagai

pendidik maupun peningkatan mutu siswa sebagai peserta

didik.

113 Lihat Republik Indonesia , Undang-undang R.I. Nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokusmedia, 2003), h. 3.

114Lihat Kamal H. Mohamad Isa, Khashaish Madrasah al-Nubuwwa

diterjemahkan oleh Chairul Halim dengan judul Manajemen Pendidikan Islam

(Cet. I; Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), h. 64-65.

Page 68: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 68

Berkenaan dengan uraian di atas maka dapat

dikemukakan bahwa standarisasi syarat jurnalis profesional

perspektif Islam minimal enam syarat, yaitu beriman dan

takwa kepada Allah, sudah dewasa, berilmu pengetahuan yang

luas, sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan memiliki

kemampuan mendidik.

2. Sifat jurnalis

Syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi oleh

jurnalis, sedangkan sifat adalah pelengkap syarat sehingga

jurnalis dikatakan memenuhi syarat maksimal. Pembedaan ini

diperlukan karena tidak mudah menemukan jurnalis dengan syarat

maksimal. 115

Dalam hal ini, dengan memenuhi syarat minimal,

seseorang dapat menjadi jurnalis.

Mohamad Surya mengatakan sifat utama dari seorang

jurnalis yang profesional adalah kemampuannya dalam

mewujudkan kinerja professional yang sebaik-baiknya dalam

mencapai tujuan pendidikan. Sifat-sifat tersebut, mencakup

kepribadian jurnalis dan penguasaan keterampilan teknis

115Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008,h. 82

Page 69: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 69

kejurnalisan.116

Seorang jurnalis hendaknya memiliki kompetensi

yang mantap. Kompetensi adalah seperangkat penguasaan

kemampuan yang harus ada dalam diri jurnalis agar dapat

mewujudkan kinerjanya secara profesional, tepat, dan efektif.

Kompetensi yang dimaksud berada dalam diri pribadi jurnalis

yang bersumber dari kualitas kepribadian, pendidikan, dan

pengalamannya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi

intelektual, fisik, pribadi, sosial, dan spritual.117

Athiyah al-Abrasyi sebagaimana yang dikutip Abuddin

Nata, disebutkan bahwa terdapat tujuh sifat yang harus dimiliki

oleh jurnalis dalam perspektif pendidikan Islam, yakni; zuhud,

jiwa yang bersih, ikhlas, pemaaf, mencintai murid, mengetahui

bakat, tabiat, dan watak murid, serta menguasai mata pelajaran.118

Sementara Asama Hasan Fahmi sebagaimana dikutip oleh Ahmad

Tafsir, ia mengajukan beberapa sifat jurnalis yakni, tenang, tidak

bermuka masam, tidak berolok-olok di hadapan anak didik dan

sopan santun.119

116Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 248-249.

117Ibid., h. 249-250.

118Disadur dari H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I;

Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71-76.

119Ahmad Tafsir, op. cit., h. 83.

Page 70: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 70

Sejalan dengan uraian di atas, Ahmad Tafsir dalam

pandangannya tentang sifat-sifat jurnalis, mengemukakan bahwa

sifat jurnalis adalah kasih sayang pada murid, senang memberi

nasehat, senang memberi peringatan, senang melarang murid

melakukan hal yang tidak baik, bijak dalam memilih bahan

pelajaran yang sesuai dengan lingkungan murid, hormat pada

pelajaran lain yang bukan pegangannya, bijak dalam memilih

bahan pelajaran, mementingkan berfikir dan berijtihad, jujur

dalam keilmuan, dan bersifat adil.120

Abuddin Nata dalam

Filsafat Pendidikan Islam, ketika membahas tentang sifat-sifat

pendidik yang baik, ia menjelaskan bahwa seorang jurnalis selain

menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada murid,

juga harus memiliki sifat-sifat terpuji, sehingga apa yang

disampaikan jurnalis kepada muridnya didengar dan dipatuhi,

tingkah lakunya dapat ditiru dan diteladani dengan baik.121

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, terdapat

perbedaan pandangan dalam merumuskan sifat-sifat jurnalis. Ada

yang merumuskan sifat jurnalis sama dengan syarat jurnalis.

Misalnya, ‚sopan santun‛ sebagai sifat jurnalis dalam rumusan

120Ibid., h. 84.

121Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I; Jakarta:

Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71.

Page 71: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 71

Asama Fahmi, esensinya sama dengan ‚berkelakuan baik‛ sebagai

syarat jurnalis dalam rumusan Zakiyah Daradjat sebagaimana

yang telah disebutkan dalam uraian terdahulu.

Lain halnya dengan rumusan sifat jurnalis yang telah

dikemukakan oleh Mohamad Surya, di mana ia berpandangan

bahwa sifat jurnalis adalah kompetensi jurnalis.122

Kompetensi

jurnalis yang dimaksud, merupakan bagian integral dari sifat

utama dari seorang jurnalis profesional yang diuraikan pada

subbab mendatang.

Berdasarkan dari uraian-uraian di atas, maka dalam

pandangan penulis bahwa sifat-sifat jurnalis yang telah

dirumuskan oleh pakar-pakar pendidikan semisal Athiyah al-

Abrasyi, Asama Hasan Fahmi, dan Ahmad Tafsir, mengacu pada

sifat-sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan Islam.

Sedangkan rumusan Mohamad Surya, adalah mengacu pada sifat-

sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan umum. Dengan

merekonsiliasikan keduanya, akan bermuara pada suatu rumusan

bahwa sifat-sifat jurnalis yang profesional adalah harus

berdasarkan nilai-nilai moralitas Islam dan harus ditunjang oleh

beberapa kompetensi, yakni kompetensi intelektual, kompetensi

122Lihat Mohammad Surya, op. cit., h. 248.

Page 72: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 72

fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi

spritual.

3. Tugas Jurnalis

Jurnalis sangat berperan dalam membantu perkembangan

peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.

Minat, bakat, kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta

didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan

jurnalis.123

Jurnalis mempunyai tugas memperhatikan peserta didik

secara individual, karena antara satu peserta didik dengan peserta

didik lainnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar.

Jurnalis mempunyai beberapa tugas anatara lain

membentuk kepribadian, memberikan kemudahan belajar. Selain

itu tugas jurnalis yang dimaksudkan di sini, yaitu mendidik,

mengajar dan melatih peserta didik. Ketiga tugas jurnalis tersebut,

ada pihak yang memandangnya sebagai tugas pokok.124

Selanjutnya, mendidik sebagai tugas jurnalis menurut Ahmad

Tafsir, telah disepakati oleh kalangan para ahli pendidikan, baik

Islam maupun Barat. Ia mengakui, bahwa mendidik merupakan

123E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Cet.VII; Bandung: Rosdakarya, 2007), h. 35.

124Lihat Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya

Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan (Cet I ; Bandung : Pustaka

Setia, 2002), h. 15.

Page 73: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 73

tugas jurnalis yang amat luas dan sebagian dilakukan dalam

bentuk mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum,

memberi contoh, membiasakan dan sebagainya.125

Dengan

demikian, dapat dipahami bahwa jurnalis dalam melaksanakan

tugasnya sebagai pendidik, ia berusaha merujuk pada kegiatan

pembinaan dan pengembangan peserta didik.

Tugas jurnalis sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada

usaha mencerdaskan otak peserta didiknya saja, melainkan juga

berupaya membentuk seluruh kepribadiannya, sehingga dapat

menjadi manusia dewasa yang memiliki kemampuan dalam

menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk

kesejahteraan hidup umat manusia.126

Tugas jurnalis dalam

kegiatan mendidik ini berkonotasi sebagai suatu proses

‚memanusiakan‛ manusia agar mampu hidup secara mandiri dan

dapat bertanggung jawab dalam seluruh lini kehidupan, sehingga

tugas yang diembannya itu dapat dipahami berdimensi

kemanusiaan dan kemasyarakatan.

Selain mendidik, tugas jurnalis termasuk pula mengajar

dan melatih peserta didik, mengajar berarti meneruskan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, Sedang melatih

125Lihat Ahmad Tafsir, op.cit., h. 78.

126ibid. h.

Page 74: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 74

berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta

didik.127

S.Nasution memahaminya mengajar adalah menanamkan

pengetahuan, menyampaikan kebudayaan, dan sebagai suatu

aktivitas dalam mengatur lingkungan anak dengan sebaik-

baiknya, sehingga terjadi pembelajaran. Melalui aktivitas yang

disebut terakhir ini, mengajar mengandung arti membimbing,

aktivitas dan pengalaman peserta didik serta membantu

perkembangannya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungannya.128

Selain tugas mengajar, jurnalis juga bertugas

untuk membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi hasil

belajar yang selalu bertalian dengan pencapaian tujuan

pembelajaran.

Tugas jurnalis dalam melatih peserta didik yang dalam hal

ini jurnalis bertindak sebagai pelatih untuk mengembangkan

keterampilan peserta didik.129

Jurnalis sebagai pelatih,

memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik

untuk mengembangkan cara pembelajarannya sendiri.130

127Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Ed. II;

Bandung: Remaja Rosda Karya,1996), h. 7.

128S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar (Cet. I; Jakarta: Bumi

Aksara, 1995), h. 4 – 6.

129Sudarwan Danim, loc. cit.

130Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 47.

Page 75: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 75

Mendidik, mengajar maupun melatih peserta didik,

tentunya dapat berjalan lancar selama jurnalis berperan aktif

dalam melaksanakan tugas-tugasnya terutama tugasnya sebagai

pendidik. Dapat disimpulkan bahwa tugas jurnalis secara umum

adalah mendidik, dan tugas jurnalis secara khusus adalah mengajar

dan melatih peserta didik. Di sini penulis perlu tegaskan bahwa

keberhasilan jurnalis sebagai pendidik dalam mengajar dan

keberhasilan peserta didik dalam belajar sangat dipengaruhi oleh

jurnalis itu sendiri. Karena itu, tipologi jurnalis sebagai pendidik

yang meliputi syarat, sifat, dan tugasnya harus mendapat

perhatian khusus dari jurnalis dalam menjelaskan tugas

kejurnalisan yang merupakan pekerjaan profesi, dengan demikian

dipahami bagaimana peran jurnalis itu dalam kaitan profesi yang

diembannya.

Peran jurnalis yang dimaksudkan adalah serangkaian

usaha-usaha yang dilakukan dan diupayakan oleh jurnalis sebagai

pendidik dan meningkatkan profesionalitasnya. Menurut

Mohamad Surya peran jurnalis secara profesional bukan hanya di

sekolah saja, melainkan juga di luar sekolah, misalnya di

lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat.131

Dengan

demikian, jurnalis yang profesional memiliki peran yang serba

131H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223-224.

Page 76: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 76

kompleks, karena ia bukan hanya berkedudukan sebagai tenaga

pendidik di sekolah, tetapi ia juga memiliki kedudukan sebagai

pendidik di luar sekolah dan di masyarakat.

Proses Pembelajaran di sekolah merupakan inti dari proses

pendidikan secara keseluruhan dengan jurnalis sebagai pemegang

peran utama. Menurut telaahan penulis, ditemukan berbagai

tulisan yang dikemukakan oleh para pendidikan tentang peran

yang diemban oleh jurnalis di lingkungan sekolah yang utama

adalah sebagai pendidik, pengajar dan pelatih peserta didik. Akan

tetapi, sesuai dengan adanya perkembangan maka pembelajaran

membawa konsekuensi kepada jurnalis untuk meningkatkan

perannya, karena pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh

peran jurnalis di sekolah.132

Peran jurnalis dalam pembelajaran di

sekolah mempunyai peran utamanya meliputi beberapa hal, antara

lain; Jurnalis sebagai demonstrator dan motivator. Sebagai

demonstrator, jurnalis memiliki peran dalam memperagakan apa

yang diajarkannya secara didaktis, dan apa yang disampaikannya

itu dapat diterima oleh peserta didik, sehingga peserta didik akan

mampu mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya pada

tingkat keberhasilan yang lebih optimal. Untuk sampai ke tujuan

tersebut, jurnalis juga sebagai demonstrator, berperan sebagai

132Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 9.

Page 77: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 77

motivator, yakni merangsang dan atau memberikan dorongan

untuk menumbuhkan potensi peserta didik, menumbuhkan

aktivitas dan daya cipta (kreativitas), sehingga terjadi dinamika

dalam pembelajaran. Dalam semboyan pendidikan di Taman

Siswa sudah lama dikenal dengan istilah ‚ing ngarso sun tulada,

ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani‛.133

Dengan

semboyang ini, maka nampak bahwa peranan jurnalis sebagai

motivator sangat penting dalam interaksi pembelajaran, karena

menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan

kemahiran sosial, menyangakut performance dalam arti

personalisasi dan sosialisasi diri.

Jurnalis sebagai mediator dan fasilitator, Sebagai

mediator, maka jurnalis berperan menjembatani dalam kegiatan

belajar peserta didik. Mediator menurut Sardiman AM, berarti

jurnalis sebagai penyedia media, yakni bagaimana upaya jurnalis

meyediakan dan mengorganisasikan penggunaan media

pembelajaran.134

Karena jurnalis sebagai mediator, praktis juga

berperan sebagai fasilitator, yakni memberikan fasilitas atau

kemudahan dalam pembelajaran yang sedemikian rupa, dan serasi

133Lihat Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet.

VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 143.

134Lihat Ibid., h. 144.

Page 78: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 78

dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar akan

berlangsung secara efektif. Hal ini, sesuai dengan paradigma ‚Tut

Wuri Handayani‛.

Jurnalis sebagai evaluator dan pengelola kelas. Sebagai

evaluator, maka jurnalis berperan mengadakan evaluasi, yakni

penilaian terhadap hasil yang telah dicapai oleh peserta didik.135

Dengan penilaian, jurnalis dapat mengetahui keberhasilan

pencapaian, penguasaan peserta didik terhadap pelajaran yang

diberikan. Peserta didik belum sampai pada tingkat keberhasilan,

maka jurnalis dituntut untuk lebih berperan sebagai pengelola

kelas, dalam arti bahwa ia berperan sebagai learning manager,

yakni mengelola kelas dan mengarahkan lingkungan kelas agar

kegiatan belajar terarah kepada tujuan untuk keberhasilan peserta

didik secara optimal.

Mohamad Surya, peran jurnalis di sekolah adalah

keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional, jurnalis

merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya

pada tingkat institusional, intsruksional.136

Hal ini bemakna

bahwa peran jurnalis harus dipertahankan, dan ditingkatkan.

Karena, jurnalis dituntut untuk memiliki komitmen yang kuat

135Lihat Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 11.

136H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223.

Page 79: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 79

dalam upaya menfungsikan multiperannya secara utuh dan

menyeluruh.

Di luar sekolah, jurnalis memiliki peran yang signifikan. Di

lingkungan keluarga misalnya, jurnalis merupakan unsur keluarga

sebagai pengelola, peserta didik sebagai pendidik dalam

keluarga.137

Hal ini mengandung makna bahwa jurnalis sebagai

unsur keluarga harus mampu mewujudkan keluarga yang kokoh,

sehingga menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara secara keseluruhan.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara, jurnalis merupakan unsur strategis sebagai pendidik

anggota masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, jurnalis harus

menunjukkan kepribadiannya secara efektif agar menjadi teladan

bagi masyarakat di sekitarnya.138

Sebagai masyarakat, jurnalis

berperan sebagai mediator antara masyarakat dan dunia

pendidikan. Dalam hal ini, Moh. Uzer Usman menyatakan bahwa

jurnalis berperan untuk menyampaikan segala perkembangan

kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah-

masalah pendidikan. Jurnalis sebagai pemimpin generasi muda

maka masa depan generasi muda terletak di tangan jurnalis.

137Ibid.

138Ibid., h. 224.

Page 80: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 80

Jurnalis berperan sebagai pemimpin mereka dalam

mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang dewasa.139

Jurnalis merupakan model atau teladan bagi peserta didik

dan semua orang disekitarnya, sebagai teladan jurnalis akan

mendapat sorotan dari peserta didik atau orang di sekitarnya.

Oleh Karena itu jurnalis dalam bertindak dan bersikap harus

menjadi panutan bagi peserta didiknya dan lingkungannya.

Hubnungan kemanusiaan diwujudkan dalam semua pergaulan

manusia, intelektual, moral, kindahan, terutama berprilaku.140

Peran jurnalis yang disebutkan di atas, jika berfungsi

sebagaimana mestinya, maka akan membawa lingkungan keluarga

dan lingkungan masyarakat pada suasana edukatif, sehingga akan

tercipta lingkungan yang berpendidikan, terarah dan menyeluruh,

baik di sekolah maupun di luar sekolah, misalnya dalam

lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam pandangan penulis

bahwa multiperan jurnalis di luar sekolah, perlu diwujudkan

secara nyata melalui satu pendekatan dan program yang

dilaksanakan secara profesional, sistemik, sinergik, dan simbiosis

dari semua pihak terkait.

139Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 12.

140E. Mulyasa, op.cit., h. 46.

Page 81: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 81

C. Kompetensi Jurnalis Profesional dan Upaya Peningkatan Mutu

dalam Perspektif Pendidikan Islam

Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence

yang berarti kecakapan dan kemampuan.141

Menurut kamus

bahasa Indonesia kompetensi merupakan kewenangan untuk

menentukan atau memutuskan sesuatu hal.142

Jadi pengertian

dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Charles. E.

Johnson, yang dikutip oleh M. Uzer Usman, bahwa kompetensi

merupakan gambaran hakikat dan prilaku jurnalis yang tampak

sangat berarti.143

Demikian pula Mc. Leod dalam M. User Usman

bahwa, kompetensi merupakan prilaku yang rasioanal untuk

mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang

diharapkan.144

Sedangkan E. Mulyasa, berpendapat bahwa,

kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan,

keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan

berfikir dan bertindak.145

Adapun kompetensi jurnalis merupakan

141John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Cet.

XXI; Jakarta: PT. Gramedia, 1995), h. 132.

142Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 528.

143Moh Uzer Usman, op. cit., 37-38.

144Ibid.

145E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Cet. VI; Bandung:

PT. Rosdakarya Offset, 2004), h., 37-38.

Page 82: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 82

kemampuan jurnalis dalam melaksanakan kewajiban secara

bertanggung jawab dan layak. Pengertian dasar kompetensi adalah

kemampuan kecakapan.146

Kompetensi juga berarti kemampuan

berwenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum.

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan

dikuasai oleh jurnalis atau dosen dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan.147

Kompetensi merupakan peleburan dari

pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diwujudkan dalam

bentuk perbuatan, kompetensi juga merupakan gabungan dari

kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman,

apresiasi, dan harapan yang mendasari karakteristik seseorang

untuk berunjuk kerja dalam menjalankan tugas guna mencapai

standar kualitas dalam pekerjaan nyata.148

Jurnalis harus selalu mengembangkan potensi yang

dimiliki dan tidak boleh merasa puas terhadap apa yang telah

dihasilkan dan dilakukan, dan selalu ingin mengembangkan apa

yang dimilikinya, ini merupakan kewajiban yang tidak boleh

146Muhibbin Syah, op. cit., h. 229.

147Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Cet.I; Jakarta:Sinar Grafika, 2006). H. 3.

148Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Cet.II; Bandung: Alfabeta,), h. 23.

Page 83: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 83

diabaikan.149

Bagaimanapun pengembangan potensi harus

dilakukan untuk menemukan inovasi baru yang menarik unutuk

masa yang akan datang.

Kompetensi jurnalis menurut Barlow dalam Kunandar

adalah kemampuan seorang jurnalis dalam melaksanakan

kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan

layak.150

Jadi, kompetensi profesionalisme jurnalis dapat

diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan jurnalis dalam

menjalankan profesi kejurnalisannya. Artinya, jurnalis akan

melaksanakan tugas profesinya baik maka dapat disebut sebagai

jurnalis yang berkompeten dan profesional.

Jurnalis professional tidak akan mengembangkan sifat-

sifat tercela antara lain; iri hati, munafik, dendam, malas, kasar

terhadap orang lain apalagi terhadap peserta didiknya151

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu

pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang

ilmu yang harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi

kepentingan umum. Atas dasar pengertian ini, ternyata pekerjaan

149Lihat Erna Iswati, Rahasia Kekuatan Manusia (Cet.I; Jogjakarta: Garailmu, 2009), h. 176.

150Kunandar, op. cit., h. 47.

151Lihat Syaifu Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2009), h. 22.

Page 84: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 84

profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi

memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam

melaksanakan profesinya.

Istilah profesional sebagaimana yang telah dikemukakan

dimaksudkan sebagai tingkat keahlian yang dituntut dapat

melakukan suatu pekerjaan yang dilakukan secara efisien dan

efektif dengan tingkat keahlian yang tinggi dalam mencapai

tujuan pekerjaan. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka

pengertian jurnalis profesional adalah orang yang memiliki

kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang kejurnalisan

sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai

jurnalis dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain,

jurnalis profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan

baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.152

Telah

memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai

berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan pembelajaran serta

menguasai landasan-landasan kependidikan.

Pendidikan dan pembelajaran yang diberikan kepada

peserta didik harus sesuai dengan dengan bakat, minat,

152Lihat Muh. Uzer Usman, op. cit., h. 15.

Page 85: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 85

kecenderungan, kecerdasan, dan latar belakang fitrah manusia.153

Abuddin Nata Profesinalitas dalam pendidikan Islam terdapat

sejumlah kegiatan yang menggunakan kemampuan kognitif,

afektif, psikomotorik, dan fitrah. Hal tersebut memerlukan proses

pemebelajaran yang dirancang secara sungguh-sungguh dan

konsepsional, sehingga benar-benar terarah dan memanfaatkan

hasil yang optimal.154

Lebih lanjut, dalam menjalankan kewenangan

profesionalnya, jurnalis dituntut memiliki kecakapan yang

bersifat psikologis, yang meliputi: kompetensi kognitif

(kecakapan ranah cipta), kompetensi afektif (kecakapan ranah

rasa), kompetensi psikomotor (kecakapan ranah karsa).155

1. Komptensi Kognitif Jurnalis

Kompetensi ranah cipta menurut hemat penulis merupakan

kompetensi utama yang wajib dimiliki oleh setiap calon jurnalis

dan jurnalis profesional. Karena ranah cipta mengandung

153Lihat Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi

Pembelajaran, (cet. I; Jakarta: Kencana, 2009), h. 83.

154Lihat Ibid., h. 105.

155Lihat M. Dawam Rahardjo [Editor], Keluar Dari Kemelut

Pendidikan Nasional; Menjawab Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia

Abad 21 (Cet. I; Jakarta: PT. Intermasa, 1997), h. 35. Lihat juga Muhibbin

Syah, op. cit., h. 230.

Page 86: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 86

bermacam-macam pengetahuan, baik yang bersifat deklaratif

maupun yang bersifat prosedural.

Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan yang

relatif statis-normatif dengan tatanan yang jelas dan dapat

diungkapkan dengan lisan. Sedangkan pengetahuan prosedural

yang terdapat di dalam otak ini pada dasarnya adalah pengetahuan

praktis dan dinamis yang mendasari keterampilan melakukan

sesuatu.

Pengetahuan dan keterampilan ranah cipta dapat

dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu kategori

pengetahuan kependidikan / kejurnalisan dan kategori

pengetahuan bidang studi yang akan menjadi hak atau mata

pelajaran yang akan diajarkan jurnalis, yakni

a. Ilmu Pengetahuan Kependidikan

Menurut sifat dan kegunaannya, disiplin ilmu

kependidikan ini terdiri atas dua macam, yaitu pengetahuan

kependidikan umum dan pengetahuan kependidikan khusus.

Pengetahuan kependidikan umum meliputi ilmu pendidikan,

psikologi pendidikan, administrasi pendidikan, dan seterusnya.

Sedangkan pengetahuan kependidikan khusus meliputi metode

mengajar, metodik khusus pengajaran materi tertentu, teknik

evaluasi, praktik kejurnalisan, dan sebagainya.

Page 87: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 87

Jadi kesimpulannya adalah pengetahuan atau ilmu

pendidikan umum itu meliputi segenap pengetahuan kependidikan

yang tidak langsung berhubungan dengan proses pembelajaran.

Sedangkan pengetahuan pendidikan khusus langsung berhubungan

dengan praktik pengelolahan pembelajaran

b. Ilmu Pengetahuan Materi Bidang Studi

Ilmu pengetahuan materi bidang studi meliputi semua

bidang studi yang akan menjadi keahlian atau pelajaran yang akan

diajarkan oleh jurnalis. Dalam hal ini, penguasaan atas pokok-

pokok bahasan materi pelajaran yang terdapat dalam bidang studi

yang menjadi bidang tugas jurnalis adalah mutlak diperlukan.

Penguasaan jurnalis atas materi-materi bidang studi itu

seyogyanya dikaitkan langsung dengan pengetahuan kependidikan

khusus, terutama dengan metodik khusus dan praktik kejurnalisan.

Jenis kompetensi kognitif lain yang juga perlu dimiliki

seorang jurnalis adalah kemampuan mentransfer strategi kognitif

kepada peserta didik agar dapat belajar secara efisien dan efektif.

Jurnalis diharapkan mampu mengubah perilaku belajar peseta

didik menjadi belajar yang efektif.

2. Kompetensi Afektif Jurnalis

Page 88: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 88

Kompetensi ranah afektif jurnalis bersifat tertutup dan

abstrak, sehingga sangat sukar untuk diidentifikasi. Kompetensi

ranah ini meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi seperti :

cinta, benci, senang, sedih, dan sikap tertentu terhadap diri sendiri

dan orang lain. Namun demikian, kompetensi afektif (ranah rasa)

yang paling penting dan paling sering dijadikan objek penelitian

dan pembahasan psikologis pendidikan adalah sikap dan perasaan

diri yang berkaitan dengan profesi kejurnalisan.

3. Kompetensi Psikomotor Jurnalis

Kompetensi psikomotor jurnalis meliputi segala

keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang

pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku tenaga

pengajar. Jurnalis yang profesional memerlukan penguasaan yang

prima atas sejumlah keterampilan ranah karsa yang langsung

berkaitan dengan bidang studinya.

Kehadiran teknologi dapat memberikan kemudahan dalam

kemampuan mengembangkan diri. Kemampuan akademik dan

profesional untuk menerapkan, mengembangkan, dan

menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, maupun kesenian.156

Mempelajari teknologi di zaman sekarang ini merupakan suatu

156Lihat Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan reformasi Pendidikan di Indonesia (Cet.IV; Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 101.

Page 89: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 89

keharusan, jurnalis yang belum mengenal atau mengoperasikan

hasil dari teknologi seperti komputer, internet, dan semacamnya

akan tertinggal dan tidak dapat bersaing. Sepuluh tahun yang lalu

orang yang disebut ‚buta huruf ‚adalah orang yang tidak tahu

membaca dan menulis, tetapi sekarang ini orang yang ‚buta

huruf‛ adalah orang tidak dapat menggunakan teknologi

(komputer/internet). Penggunaan teknologi sangat dituntut untuk

memudahkan suatu pekerjaan. Bahkan teknologi sangat

dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan tugas sehari-hari. Hali

sesuai dengan ajaran Islam dengan firman Allah Q.S. Al-

Hadiid/57: 25.

Terjemahnya:

Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat

kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia,

(supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah

mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-

Page 90: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 90

rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya

Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.157

Jurnalis hendaknya mempersiapkan sumber daya manusia

yang handal dalam memasuki era modern, yang dengan syarat

teknologi dan salah satu komponen yang perlu dikembangkan

adalah kurikulum pendidikan berbasis teknologi.

Materi pengembangan pada ilmu pengetahuan dan

teknologi, peserta didik diberi kesempatan untuk mempelajari dan

memanfaatkannya dalam kehidupannya.

Jurnalis profesional harus menguasai ilmu dan teknologi

untuk mendukung kompetensi yang dimiliki, tanpa penguasaan

teknologi jurnalis akan mendapat hambatan dalam menjalankan

keprofesionalannya. Kompetensi ini yakni kompetensi umum dan

kompetesi khusus. Kompetensi umum dan khusus itu, sebagian

besar bergantung pada kualitas otak dalam merekam yang

didengar berdasarkan rangsangan (stimulus) yang muncul.

Kompetensi yang bersifat umum, diwujudkan dalam gerak

dalam bentuk gerakan atau tindakan umum jasmani yang

berhubungan dengan aktivitas mengajar. Kompetensi ranah karsa

157 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 2002, h.904

Page 91: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 91

ini selayaknya diwujudkan oleh jurnalis sesuai dengan kebutuhan

dan tata krama yang berlaku.

Adapun kompetensi ranah karsa yang khusus, meliputi

keterampilan verbal (pernyataan lisan) dan nonverbal (pernyataan

tindakan) tertentu yang direfleksikan jurnalis terutama ketika

mengelola proses pembelajaran. Dalam hal merefleksikan ekspresi

verbal jurnalis sangat diharapkan, fasih dan lancar berbicara, baik

ketika menyampaikan uraian materi pelajaran maupun ketika

menjawab pertanyaan-pertanyaan peserta didik atau member

jawaban terhadap pertanyaan yang di ajukan peserta didik.

Jurnalis yang cakap dalam ekspresi verbal tidak berarti

harus selalu menjawab pertanyaan peserta didik atau berusaha

menutup-nutupi kekurangan yang ada dalam dirinya, sebab

menjawab pertanyaan yang sebenarnya tidak diketahui

jawabannya dengan cara ‚menipu‛ atau mengajukan argumen

yang tidak bijaksana. Bersikap dan berprilaku jujur kepada

peserta didik, dengan mengatakan lupa atau tidak tahu, sambil

berjanji akan mencarikan jawaban atas pertanyaan tadi pada

kesempatan lain adalah jauh lebih baik.

Jurnalis sebagai tenaga profesional dalam bidang

pendidikan di selain memahami hal yang bersifat filosofis dan

Page 92: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 92

konseptual, juga harus memahami hal yang bersifat teknis,

khususnya dalam proses pembelajaran

Dalam kegiatan pembelajaran, jurnalis harus memilih

kemampuan dasar, yakni kemampuan mendesain program dan

keterampilan mengkomunikasikan program kepada peserta didik.

Kemampuan dasar ini jelas dikemukakan dalam sembilan

kompetensi jurnalis, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Sardiman A.M menjelaskan bahwa kompetensi jurnalis yang harus

dimiliki yaitu:

a. Menguasai bahan

Sebelum jurnalis mengadakan pembelajaran atau tampil di

depan kelas, jurnalis harus menguasai bahan pelajaran yang akan

diajarkan dengan modal penguasaan bahan, agar jurnalis dapat

menyampaikan materi pelajaran secara dinamis. Keberhasilan

jurnalis dalam proses pembelajaran tergantung sejauh mana

jurnalis menguasai bahan yang akan disampaikan kepada peserta

didiknya.

b. Mengelola program pembelajaran

Jurnalis dalam proses pembelajaran, harus mengelolanya

dengan baik. Pengelolaan pengajaran yang baik yaitu harus

mengetahui langkah-langkah atau tahapan yang akan ditempuh,

misalnya merumuskan tujuan pembelajaran, mengenal, dan

Page 93: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 93

menggunakan proses intruksional yang tepat, serta mengenal

kemampuan peserta didik.

c. Mengelola kelas

Suasana kelas sangat berpengaruh terhadap proses

pembelajaran. Kegiatan mengelola kelas meliputi, mengatur

tempat duduk dan menciptakan iklim pembelajaran yang serasi

dan kondusif.

Dalam menata ruang kelas jurnalis harus mendesain dan

mengatur ruang kelas sedemikian rupa sehingga kelas selalu

dalam keadaan bersih. Di dalam proses belajar mengajar juga

harus menyediakan iklim pembelajaran yang serasi, maksudnya

jurnalis harus menangani dan mengarahkan tingkah laku peserta

didik agar tidak mengganggu ketenangan kelas.

d. Menggunakan media/sumber

Penggunakaan media dalam proses pembelajaran,

merupakan pendorong pemusatan perhatian anak didik untuk lebih

fokus dalam belajar, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai

secara efektif dan efisien yang membawa pengaruh positif pada

peningkatan prestasi belajar anak didik.

e. Mengelola interaksi pembelajaran

Pengelolaan kelas yang baik adalah pengelolaan kelas

terjadi interaksi pembelajaran, kegiatan pembelajaran yang

Page 94: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 94

menyenangkan pendidik dan peserta didik. Perkembangan peserta

didik diusahakan pada perubahan hasil belajar.

f. Menilai prestasi siswa untuk menilai kepentingan pengajaran

Penilaian hasil belajar peserta didik mempunyai dua fungsi

yaitu untuk kepentingan jurnalis sebagai pendidik untuk dijadikan

bahan evaluasi, dan untuk kepentingan peserta didik itu sendiri

sebagai alat ukur kompetensinya. Perbedaan ini dapat membawa

akibat perbedaan-perbedaan pada kegiatan yang lain. Misalnya

soal kreativitas, gaya belajar, bahkan juga dapat membawa

perbedaan dalam hal prestasi belajar peserta didik. Oleh karena

itu, jurnalis harus mampu menilai prestasi untuk pencapaian

pengajaran. Dengan mengetahui prestasi belajar, maka jurnalis

dapat mengambil langkah-langkah strategi yang konstruktif.

g. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan

pengolaan

Di samping jurnalis sebagai pengajar dan pembimbing ia

juga sebagai konselor atau penyuluh. Maka jurnalis harus

mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan

di sekolah, serta harus menyelenggarakan program bimbingan di

sekolah, agar interaksi belajarnya bersama peserta didik menjadi

tepat dan produktif. Dalam penyelenggaraan program bimbingan

Page 95: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 95

dan penyuluhan tidak hanya menyangkut hal-hal seperti kognitif,

afektif, dan psikomotorik, akan tetapi juga problema verbal yang

memungkinkan sehingga anak didik dapat mengembangkan

potensinya secara optimal.

h. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah;

Dalam proses pembelajaran, jurnalis di sekolah di samping

berperan sebagai pengajar, pembimbing, dan pendidik juga

sebagai administrator sekolah guna upaya layanan terhadap

peserta didik. Administrasi dapat diarahkan sebagai kegiatan

penyusunan kegiatan-kegiatan yang sistematis dan pencatatan

secara tertulis dengan maksud memperoleh sesuatu ikhtisar

mengenai keterangan yang satu dengan yang lainnya.

Administrasi sangat diperlukan dalam setiap bentuk dan jenis

lembaga, termasuk lembaga formal. Hal ini sangat penting dalam

proses belajar mengajar yakni interaksi antara jurnalis dan anak

didik.

i. Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan

guna keperluan pengajaran

Jurnalis dalam proses pembelajaran harus mampu

memahami dan melatih diri dalam melaksanakan penelitian

karena penelitian itu harus diaplikasikan ke dalam praktek

mengajar. Penelitian yang merupakan aspek yang seharusnya oleh

Page 96: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 96

siapapun dan tidak terkecuali bagi jurnalis. Penelitian itu dapat

dijadikan sebagai pangkal tolak untuk meperbarui pendidikan

untuk menjadi lebih baik dan efisien. Selain itu, jurnalis juga

harus dapat membaca dan menafsirkan hasil-hasil penelitian

pendidikan, maka jurnalis akan mendapatkan masukan sehinga

dapat diterapkan untuk keperluan proses pembelajaran.158

Dari Sembilan kompetensi yang telah diuraiakan di atas,

memberikan pemahaman bahwa dalam menjabat sebagai jurnalis

harus mengetahui beberapa kompetensi guna pencapaian tujuan

yang diharapkan khususnya dalam penerapan keprofesionalan

jurnalis.

Masalah utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan

konsekwensi jabatan terhadap tugas dan tanggungjawabnya.

Masalah ini dianggap penting karena di sinilah terdapat perbedaan

antara profesi yang satu dengan profesi yang lainnya.

Jurnalis dalam proses pembelajaran, ia sebagai tenaga

profesi maka terlebih dahulu diketahui bahwa kata profesional

berasal dari kata profesi. Di dalam profesi dalam kamus popular

berarti pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata

158Lihat Sardiman, op. cit., h. 162.

Page 97: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 97

pencaharian tetap159

sedangkan Prayitno dan Erman Amti dalam

bukunya yang berjudul Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling

menyebutkan arti profesi yaitu suatu jabatan atau pekerjaan yang

menuntut keahlian dari para petugasnya.160

Profesi tidak

dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan

secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjan tersebut.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa profesi yang

secara umum berarti suatu pekerjaan yang memerlukan

pendidikan secara lanjut di dalam sains dan teknologi yang

digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan

dalam berbagai kegiatan pendidikan. Profesi jurnalis merupakan

jabatan yang membutuhkan keahlian spesifik sebagai tenaga

jurnalis. Untuk menjadi seorang jurnalis yang cakap diperlukan

beberapa syarat tertentu, sebagai jurnalis yang professional, harus

mengetahui pendidikan dan pemebelajaran dengan berbagai ilmu

pengetahuan yang perlu dibina dan dikembangkan melalui

pendidikan tertentu.

Jurnalis profesional adalah orang yang memiliki

kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang kejurnalisan,

159YS. Marjo, Kamus Populer (Cet. I; Surabaya: Beringin Jaya, 1997),

h. 240.

160Lihat Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan

Konseling (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), 338.

Page 98: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 98

sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai

jurnalis dengan kemampuan maksimal, atau dengan kata lain,

jurnalis profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan

baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.161

Seorang jurnalis profesional, harus memiliki persepsi filosofis

dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Seorang

jurnalis profesional ditandai dengan kecermatan untuk

menentukan langkah. Jurnalis juga harus cerdas, sabar, ulet, dan

tanggap dalam setiap kondisi, sehingga di akhir pekerjaannya

akan membuahkan hasil yang memuaskan. Hal ini sesuai dengan

firman Allah swt. Dalam Q.S. Al-Zumar/39 : 9.

...

Terjemahnya:

Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang

mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"

161Lihat Muh. Uzer Usman, op. cit., h. 15.

Page 99: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 99

Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima

pelajaran.162

Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih, bukan hanya

memperoleh pendidikan formal, tetapi juga harus menguasai

berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan pembelajaran serta

menguasai landasan-landasan kependidikan.

Syafruddin Nurdin mengemukakan bahwa pekerjaan baru

dikatakan sebagai suatu profesi, jika memenuhi beberapa kriteria

berikut ini:

1. Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas;

2. Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan

pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang baku

serta memiliki standar akademik yang memadai dan bertanggung

jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi

profesi tersebut;

3. Ada organisasi yang mewadahi para pelakunya dalam

mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan

kesejahteraannya;

4. Ada etika dan kode etik yang mengatur prilaku para

pelakunya dalam memperlakukan kliennya.163

162Departemen Agama RI, op.cit., h. 747.

Page 100: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 100

Dari kriteria yang telah dikemukakan di atas, dapat

dipahami bahwa keberhasilan program pendidikan tidak dapat

dipisahkan dari peranan masyarakat secara keseluruhan baik

sebagai sumber asal dan sumber daya, maupun sebagai pemakai

hasil. Sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, bukan

berarti tugas jurnalis menjadi ringan, akan tetapi justru lebih berat

dalam rangka memberikan pelayanan bagi masyarakat. Karena itu,

dituntut adanya kualifikasi kemampuan yang lebih memadai.

Kompetensi profesional merupakan kemampuan dalam

kewenangan jurnalis dalam menjalankan profesinya yang

memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus

dipelajari dan dikemudian hari diaplikasikan dalam proses

pembelajaran.164

Peters dalam Cece Wijaya mengemukakan bahwa, jurnalis

memiliki tiga tugas dan tanggung jawab yaitu, pertama adalah

jurnalis sebagai pengajar, kedua jurnalis sebagai pembimbing, dan

yang ketiga jurnalis sebagai administrator kelas.165

Jurnalis

163Lihat Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi

Kurikulum (Cet. I; Jakarta: PT. Intermasa, 2002), h. 17.

164 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, op. cit., h. 14.

165Lihat Cece Wijaya, A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru

dalam Proses Belajar Mengajar (Cet. I ; Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,

1991), h. 23.

Page 101: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 101

sebagai pengajar lebih menekankan tugas dalam merencanakan

dan melaksanakan pengajaran. Untuk itu, jurnalis dituntut

memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan mengajar.

Di samping menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan,

jurnalis selaku pembimbing dan memberi motivasi untuk

mengerjakan tugas. Sedangkan memberi bantuan kepada peserta

didik dalam pemecahan masalah yang dihadapi, merupakan tugas

jurnalis selaku pendidik, karena tidak hanya berkenan dalam

menyampaikan ilmu pengetahuan, tapi juga menyangkut

kepribadian peserta didik. Adapun tugas jurnalis selaku

administrator kelas, pada hakikatnya merupakan jalinan

ketatalaksanaan bidang pengajaran dengan pendidikan pada

umumnya.

Cooper dalam Cece Wijaya mengemukakan bahwa, ada

empat kompetensi profesional yang dimiliki oleh jurnalis, yakni :

a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku

manusia, b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi

yang dibinanya, c) mempunyai sikap yang tetap tentang diri

sendiri dan bidang studi yang dibinanya, d) mempunyai

keterampilan dan teknik mengajar.166

166 Ibid., h. 24.

Page 102: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 102

Pendapat serupa yang dikemukakan oleh Glasser dalam

Cece Wijaya yang menyatakan bahwa, ada empat hal yang harus

diketahui oleh jurnalis, yakni : a) Menguasai bahan pelajaran, b)

Mampu mendiagnosis tingkah laku siswa, c) Mampu

melaksanakan proses pengajaran dan d) Mampu mengukur hasil

belajar siswa.167

Jadi, kompetensi profesional jurnalis dapat diartikan

sebagai kemampuan dan kewenangan jurnalis dalam menjalankan

profesi kejurnalisannya. Maksudnya, jurnalis dalam melaksanakan

profesinya dapat disebut sebagai jurnalis yang berkompeten dan

profesional.

Dari pengertian di atas, dipahami bahwa suatu pekerjaan

yang bersifat profesional, memerlukan beberapa bidang ilmu yang

harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan

umum. Atas dasar pengertian ini, ternyata pekerjaan profesional

berbeda dengan pekerjaan lainnya, karena suatu profesi

memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam

melaksanakan profesinya.

Namun secara umum, kompetensi profesionalisme jurnalis

dapat dibagi atas tiga bidang, sebagaimana yang telah

dikemukakan dan disimpulkan di sini yaitu:

167 Ibid.

Page 103: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 103

1) Kemampuan dalam bidang kognitif, artinya kemampuan

intelektual, seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan

tentang cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar, dan

tingkah laku individu

2) Kemampuan dalam bidang sikap, artinya kesiapan dan

kesediaan jurnalis terhadap berbagai hal yang berkenan dengan

tugas dan profesinya, seperti sikap menghargai pekerjaan,

mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran

yang dibinanya, serta sikap toleransi terhadap teman profesinya.

3) Kemampuan prilaku, artinya kemampuan jurnalis dalam

berbagai keterampilan dan berprilaku, seperti keterampilan

mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu

pengajaran, bergaul, atau berkomunikasi dengan siswa.

Perbedaan antara kompotensi kognitif dengan kompotensi

perilaku, terletak dalam sifatnya. Maksudnya, kompotensi

kognitif berkenan dengan aspek teori atau pengetahuannya,

sedangkan kompotensi perilaku yang diutamakan adalah praktek

keterampilan dalam melaksanakan profesinya.

Pada dasarnya, ketiga kompetensi tersebut tidak dapat

berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan serta saling berpengaruh

atau mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Selain dengan

adanya kompetensi yang dimiliki oleh jurnalis, pada dasarnya

Page 104: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 104

dalam menjalankan profesi tersebut memerlukan persyaratan

khusus yang bersifat mental. Persyaratan khusus yang dimaksud

adalah faktor yang menyebabkan seseorang merasa senang, karena

terpanggil hati nuraninya untuk menjadi seorang pendidik atau

seorang jurnalis. Waterink dalam Sardiman A.M berpendapat

bahwa faktor khusus itu disebut dengan istilah rouping, atau

panggilan hati nurani.168

Rouping inilah yang menjadi dasar dalam

melaksanakan aktivitas jurnalis khususnya dan manusia pada

umumnya.

Dalam uraian sebelumnya ternyata menjabat sebagai

jurnalis tidak mudah. Karena memiliki begitu banyaknya

tanggung jawab dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi.

Maka tidak mengherankan kalau Islam sangat menghargai dan

menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas

sebagai pendidik. Dalam perspektif pendidikan Islam, orang akan

diangkat derajatnya dan dimuliakan mereka melebihi dari orang

Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan

pendidik.169

Allah berfirman dalam Q.S. al-Mujādilah/58:11.

168Sardiman A.M, op. cit., h. 135.

169 Lihat Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. I; Bandung: CV.

Pustaka Setia, 1997), h. 82.

Page 105: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 105

بما تعملون خبر … الذن آمنوا منكم والذن أوتوا العلم درجات وللا رفع للا

﴿١١﴾

Terjemahnya:

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di

antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang

kamu kerjakan."170

Menurut hemat penulis maksud ayat di atas adalah Allah

swt meninggikan orang-orang mukmin dengan mengikuti

perintah-perintah-Nya dan perintah rasul, khususnya orang-orang

yang berilmu di antara mereka derajat-derajat yang banyak dalam

hal pahala dan tingkat-tingkat keridaan.171

Bahkan orang-orang

yang berilmu pengetahuan dan mengajarkan ilmunya kepada

mereka yang membutuhkan akan dicintai oleh Allah swt dan

didoakan oleh penghuni langit dan penghuni bumi seperti semut

dan ikan di dalam laut agar ia mendapatkan keselamatan dan

kebahagiaan.

Al-Gazali dalam Abidin Ibnu Rusn tujuan pendidikan

Islam adalah mendekatkan diri kepada Allah, orang yang dapat

170 Departemen Agama RI., op. cit., h. 910-911.

171Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Marāgi Jus XXVIII (Cet;

II; Semarang: CV.Toha Putra Semarang, 1993), h. 25.

Page 106: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 106

mendekatkan diri kepada Allah hanya dapat dilakukan dengan

ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh

melalui pembelajaran.172

Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh

seorang jurnalis professional dalam perspektif pendidikan Islam

menurut Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi seorang jurnalis harus

memiliki sifat zuhud dalam pembelajaran tidak

mengutamakan materi, dan mengajar hanya

mengharapkan keridaan Allah semata, dan ikhlas dalam

melakukan suatu pekerjaan dan jauh dari sifat ria, dengki, dan

permusuhan serta sifat tercelah lainnya.173

Sementara Ahmad

Tahsir mengemukakan bahwa jurnalis professional bekerja (proses

pembelajaran) karena perintah Allah, setiap pekerjaan harus

dilakukan secara professional, artinya dikerjakan secara benar, dan

itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang ahli (professional).174

Begitu mulianya kedudukan jurnalis menurut Islam maka

harus berusaha dan berjuang untuk selalu membekali ilmunya

172Lihat Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Gazali tentang Pendidikan,

(Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.57

173Lihat Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar

Pendidikan Islam, (Cet.I; Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 146-147.

174Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Cet.

VIII; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 113.

Page 107: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 107

dengan kemampuan yang profesional guna mempermudah

pencapaian keberhasilan pendidikan.

D. Kerangka Teori

Profesionalitas jurnalis menggambarkan tenaga yang selalu

berpikir, berpendirian, bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur,

loyalitas yang tinggi dan penuh dedikasi untuk keberhasilan

profesinya.175

Profesionalitas juga termasuk melaksanakan tugas-

tugas utamanya sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih,

penasehat, innovator, dan evaluator.176

Dengan demikian

profesionalitas jurnalis tidak hanya terbatas pada mencerdaskan

otak peserta didik , melainkan berupaya membentuk seluruh

kepribadiannya, sehinnga menjadi manusia dewasa yang yang

memiliki kemampuan menguasai ilmu pengetahuan.

Mohammad Surya berpendapat bahwa dalam mewujudkan

profesional jurnalis yang sebaik-baiknya sehingga tujuan

pendidikan tercapai juga dipengaruhi oleh profesional jurnalis

ditinjau dari kepribadian dan penguasaan keterampilan teknis

kejurnalisan, yakni memiliki kompetensi yang mantap.

Kompetensi yang dimaksud adalah seperangkat kemampuan yang

175Syaiful Sagala, op. cit.,h. 5.

176E. Mulyasa, op. cit., h. 36.

Page 108: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 108

harus ada dalam diri jurnalis agar dapat mewujudkan kinerja

profesionalnya secara tepat dan efektif. Kompetensi ini berada

dalam diri jurnalis yang bersumber dari kualitas kepribadian serta

pendidikan dan pengalaman yang meliputi kompetensi intelktual,

fisik, pribadi, sosial dan spiritual.177

Dalam pandangan Islam setiap pekerjaan harus dilakukan

secara professional. Hal ini sesuai dengan Q.S. al- An’am/6:

135 sebagai berikut:

ه ال ار إن ا قوم اعملوا على مكانتكم إن عامل فسوف تعلمون من تكون له عاقبة الد قل

المون ﴿ ﴾ ١٣٥فلح الظ

Terjemahnya:

Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh

kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak

kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan

memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya

orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan

keberuntungan.178

Dalam pandangan Islam, setiap pekerjaan harus

dilakukan secara profesional, dalam arti dilakukan secara benar.

177Mohammad Surya, op. cit., h. 248-249.

178 Departemen Agama RI., op. cit., h. 210.

Page 109: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 109

Hal ini hanya dilakukan oleh orang yang ahli. Rasul Allah saw.

mengatakan ‚bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang bukan

ahlinya, maka tunggulah kehancuran‛.179

Hadis Nabi Muhammad saw. yang berkaitan dengan

profesionalitas adalah:

اذا وسد االمر الى غر : عن عبد للا بن مسعود عن النب صلى للا عله وسلم قول

(رواه البخاري)اهله فانتظروا الساعة

Artinya:

Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan

ahlinya, maka tunggulah suatu kehancuran.180

Kehancuran dalam hadis tersebut dapat diartikan secara

terbatas juga dapat diartikan secara luas. Bila seorang jurnalis

mengajar tidak dengan keahlian, maka yang ‚hancur‛ adalah

peserta didiknya. Kelak peserta didik mempunyai peserta didik

lagi maka timbullah kehancuran yang berulang karena mereka

menerima pengetahuan dari pendidik yang salah memberikan

informasi karena tidak ahli dalam bidangnya.

179 Lihat Ahmad Tafsir, op.cit., h. 122.

180Lihat Al- Imam Abi> Abdillah Muhammad Ibnu Ismā’il Ibnu Ibrāhim

Ibnu al-Mughirah Ibnu Bardazaba al- Bukhāriy al-Ja’fiy, Shahih Bukhāriy, juz

I, (Dar al-Fikr, 1981), h. 21.

Page 110: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 110

Jurnalis profesional selalu berfikir untuk mengembangkan

kompetensinya, jujur, disiplin yang tinggi terhadap profesi,

loyalitas, Kreatif dan inovatif, dan Jurnalis profesional

mempunyai tugas mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik,

untuk dapat melakukan hal tersebut jurnalis profesional harus

memiliki empat kompetensi yaitu; kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional. Jurnalis yang memiliki ciri-ciri seperti yang

disebutkan ini sudah mendekati kategori profesional.

C. Peningkatan Mutu Berita

Page 111: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 111

BAB III

UNSUR-UNSUR PROFESIONALITAS

JURNALIS

A. Kecerdasan Spiritual

Seorang jurnalis dianggap profesional jika ia memiliki

kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual ini juga sering disebut

sebagai kecerdasan aqidah. Kecerdasan spiritual yakni

memilikikeyakinan bahwa daya dan kekuatan yang digunakan itu

adalah spirit dan energi dari Tuhan yang Maha Esa.

Secara bahasa spiritual bermakna; Semangat yang tinggi

merupakan salah satu factor kemenangannya jiwa, sukma, dan

roh. Sedangkan kata spiritual bermakna bersifat kejiwaan (rohani,

batin) spiritualisasi pembentukan jiwa, penjiwaan. Makna

spiritualisme aliran filsafat yang mengutamakan kerohanian. Ia

menumpahkan perhatian pada ilmu-ilmu gaib, spt mistik dan

kepercayaan untuk memanggil roh orang yang sudah

meninggal.181

Dari terminologi Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut,

maksud kata spiritual dalam kajain ini adalah; Seorang jurnalis

perlu memiliki hubungan dengan Tuhan agar ia mendapat curahan

181

Kamus Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 1503

Page 112: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 112

hidaya, kekuatan, dan inspirasi untuk mencerahkan umat melalui

berita-berita yang memiliki spirit pencerahan kearah yang lebih

berbudiluhur dalam menyikapi setiap perubahan sosial.

Kecerdasan spiritual menurut Marsa Sinetar, adalah pikiran

yang mendapat inspirasi, dorongan, dan motivasi serta

penghayatan pada Tuhan untuk menajdi abgian dari energi-Nya.182

Sedangkan menurut Khalil Kavari mendefinisikan kecerdasan

spiritual adalah dimensi non matrtiil atau ruh manusia. Potensi

inilah yang perlu diasah agar selalu mengelurakan air suci dan

mengsucikan dati mata batin yang selalu bersinergi dengan Tuhan

yang Maha Esa.183

Menurut Jalaluddin Rakhmad kecerdasan spiritual adalah,

mengenal motif kita yang paling mendalam yakni fitrah yang

melahirkan sifat-sifat ketuhan.184

Dari pandangan tersebut

menurut Syarifudin bahwa kecerdasan spiritual adalah, kecerdasan

merasakan potensi budi dalam diri yang paling rahasia sehingga ia

dapat memancarkan sinar, cahaya, dan energi untuk dapat berpikir

dan berprilaku sehat untuk mampu beradabtasi dengan kondisi

perubahan sosial.

182

Sudrirman Tebba, Tasawuf Positif Jurnalis (Cet. I; Jakarta: Prenada

Media Group, 2003), h. 21. 183

Ibid 184

Ibid

Page 113: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 113

Kompetensi jurnalis Islami perlu memiliki kekuatan

spiritual dengan melakukan ibadah transendental, ibadah sosial,

dan ibadah kemanusiaan. Semua ini akan memperkuat kecerdasan

spiritual sebagai pondasi dalam mencerhakan umat manusia.

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengandung tiga

unsur yakni;

1. Adanya keyakinan bahwa kecerdasan logika berpikir untuk

mendesain berita yang berpotensi mencerahkan umat.

2. Adanya keyakinan bahwa kecerdasan perasaan (afektif)

yakni kecerdasan untuk merasakan dan memesrasi

penderitaan orang lain serta tau apa keutuhan orang

tersebut.

3. Adanya keyakinan bahwa kecerdasan bercakap atau disebut

ansanul qaul adalah karunia dan daya serta energi dari

Tuhan yang memberikan nikmat berbicara, menulis, dan

berprilaku yang berbudi pada semua alam dan ruang.

Pentingnya seorang jurnalis memiliki kekuatan spiritual

sebagai standar kompetensi jurnalis Islami bertujuan untuk

memiliki kekuatan rohani (al-quwwa arruahniah) sebagai dasar

untuk terus bertaqwa pada Tuhan agar terhindari dari potensi

hewaniah dan nabati dalam diri manusia. Karena jika manusia

telah dikuasai oleh potensi hewaniah maka ia cenderung

Page 114: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 114

mengutamakan kebutuhan jasmani saja dan melupakan kebutuhan

rohani yang memberikan spirit kekuatan, pencerahan, dan energi

untuk hidup. Begitupula jika ia memiliki potensi nabati yang

dominan, cederung prilakukan lebih individualistik dan kerap kali

prilakukany ingin menang sendiri dalam melakukan interaksi

sosial.

Hal ini menujukkan bahwa betapa penting dan strategisnya

seorang jurnalis memiliki kompetensi spiritual sebagai indikator

jurnalis profesional. Kecerdasan spiritual adalah kekuatan untuk

mengenal diri secara rahasia. Dikatakan rahasia karena ia terus

memerikan kemampuan berpikir, berbicara, dan menulis sebagai

tanda kebesaran-Nya. Kekuatan ini sebagai modal utama dalam

dan kekautan berinteraksi dalam proses penggalian berita,

mengolah, dan penyebaran berita sehingga ia menjadi spirit

inovasi dan kreativitas dalam mencerdasakan masyarakat.

B. Kecerdasan Intelektual

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI terminologi

intelektual adalah, Psikologi daya atau proses pikiran yang lebih

tinggi dan berpengetahuan dengan menggunakan daya akal budi,

terpelajar. kaum intelektual cerdas, berakal, dan berpikiran jernih

berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang memiliki kecerdasan

Page 115: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 115

tinggi cendekiawan.185

Dari terminologi ini dapat didefinisikan

bahwa kecerdasan intelektual adalah kemampuan seorang jurnalis

menelaah, menjelaskan dan memberikan berita (kode bahasa)

yang bersumber dari kecerdasan spiritual yang dilakukan secara

sistematis, terukur, dan dapat memberikan pencerahan bagi orang

lain.

C. Kecerdasan Sosial

Secara etimologi kecerdasan adalah, tajam pikiran, cermat

pertanding adu ketajaman, berpikir dan ketangkasan menjawab,

pertanyaan (soal) dengan cepat dan tepat, cerdas tangkas,

mencerdaskan Mengusahakan, supaya sempurna akal budinya;

menjadikan cerdas.186

Sedangkan pengertian secara terminologi

menurut Syarifudin adalah kecerdasan adalah Prilaku

mengelaurkan pendapat yang sistematis mudah difahami yang

disampaikan dengan cerdas, serta memiliki ketajaman berpikir

yang tinggi.

185

Kamus Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 594.

186Kamus Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 279.

Page 116: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 116

D. Kecerdasan Tehnopreneurship

Peningkatan kualitas alumni melalui life skill

entrepreneurship adalah harapan besar dari mahasiswa dan orang

tua mahasiswa yang melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi

IAIN Ambon, khususnya Fakultas Dakwah dan Ushuluddin.

Harapan orang tua mahasiswa dan mahasiswa ini bisa

terselenggara secara maksimal, jika ada bekal keterampilan hidup

sebagai modal dan kekuatan mahasiswa yang dimiliki sehingga

dapat bersaing secara kompetitif di dunia kerja dan dibekali modal

life skill entrepreneurship untuk membuka lapangan pekerjaan

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini juga akan

meningkatkan citra lulusan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin,

karena mahasiswa KPI dan konsentrasi Jurnalistik mampu

berprestasi di tengah masyarakat yang semakin sulit mencari

pekerjaan.

Keterampilan itu bisa terwujud jika fasilitas praktikum

mahasiswa KPI dan konsentrasi jurnalistik bisa diwujudkan oleh

Fakultas Dakwah dan Ushuluddin melalui harmoni kerjasama

dengan pihak rektorat. Perjuangan pihak rektorat melalui fasilitas

lima kamera semi profesional adalah wujud kepedulian untuk

meningkatkan mutu mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ushuluddin

Page 117: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 117

IAIN Ambon khususnya jurusan KPI dan konsentrasi jurnalistik

telah tampak.

Hal ini akan lebih maksimal lagi jika didukung oleh fasilitas

komputer grafis sebagai instrumen penunjang pengolahan hasil

rekaman gambar sebagai alat produksi film dalam meningkatkan

life skill entrepreneurship mahasiswa di dunia boradcasting.

Karena sampai saat ini modal kamera untuk praktikum lima buah

telah menjadi modal bagi mahasiswa dalam melakukan praktek

tetapi mahasiswa selama ini sekedar merekam gambar belum

diajarkan cara mentransfer gambar yang sudah direkam (video) ke

komputer grafis. Hal ini menunjukkan bahwa kendala peningkatan

mutu disebabkan tidak adanya fasilitas komputer grafis sebagai

penghambat lajunya peningkatan mutu mahasiswa KPI dan

konsentrasi jurnalistik sebagai media untuk praktikum mahasiswa.

Salah satu rentan konflik, kekerasan psikologis, dan fisik di

Ambon akibat sulitnya memenuhi kebutuhan dasar serta

keinginan yang tidak terkendali akibat lemahnya kecerdasan

spiritual, intelektual (entrepreneurship), dan sosial.187

Fakultas

Dakwah dan Ushuluddin IAIN Ambon sebagai lembaga akademik

atau pabrik yang mencetak sarjana tidak memberikan menu life

187Nur Tawainellah Sosiolog dan Budayawan Maluku, wawancara oleh

penulis di ruang Kelas Fakultas Dakwah dan Ushuluddin 7 Desember 2012.

Page 118: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 118

skill entrepreneurship sebagai modal pemenuhan kebutuhan dasar

bagi mahasiswa IAIN Ambon. Jika penelitian ini tidak dilakukan

maka akan memberikan dampak sosial di tengah masyarakat

akibat banyak alumni yang kurang mampu berkompetisi dalam

memenuhi kebutuhan dasarnya. Selain itu akan mengurangi animo

calon mahasiswa masuk Fakultas Dakwah dan Ushuluddin IAIN

Ambon, ketika para Dosen KPI tidak mampu menyisipkan materi

life skill entrepreneurship pada matakuliah yang diajarkan sebagai

modal bagi mahasiswa setelah menjadi sarjana.

Permasalahan ini membutuhkan kajian ilmiah untuk mencari

model pembelajaran entrepreneurship di Fakultas Dakwah dan

Ushuluddin IAIN Ambon dalam meningkatkan mutu alumni IAIN

Ambon. Permasalahannya adalah bagaimana mendesain model

pembelajaran yang dapat mengahasilkan sarjana yang memiliki

standar kecerdasan spiritual, skill entrepreneurship dan kecerdasan

sosial sebagai kekuatan personal mahasiswa setelah selesai studi.

Keadaan ini tak dapat dipungkiri bahwa tidak semua alumni

Fakultas Dakwah dan Ushuluddin IAIN Ambon akan terserap

menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini menunjukkan

perlunya mencari model pembelajaran yang memasukkan konten

entrepreneurship dalam matakuliah yang ada di Fakultas Dakwah

dan Ushuluddin IAIN Ambon. Matakuliah di Fakultas Dakwah

Page 119: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 119

dan Ushuluddin IAIN Ambon yang sedang berjalan belum

memiliki format materi pembelajaran yang unsurnya mengandung

materi skill entrepreneurship.

Realitas ini dikemukakan oleh bidang akademik Hj. Duriana

mengungkapkan bahwa semua mata kuliah di Fakultas Dakwah

dan Ushuluddin IAIN Ambon beluam ada sisipan materi

entrepreneurship.188

Penyataan Dekan bidang akademik ini

senada dengan pandangan Arman Man Arfa selaku ketua jurusan

KPI Fakultas Dakwah dan Ushuluddin di IAIN Ambon

mengungkapkan bahwa kelemahan Dosen Fakultas Dakwah dan

Ushuluddin ini akibat belum maksimlanya memberi sisipan materi

entrepreneurship dalam konten pembelajaran yang dapat

memberikan life skill bagi mahasiswa.189

Pandangan Ketua

Jurusan KPI Fakultas Dakwah dan Ushuluddin di IAIN Ambon ini

jika dikorelasikan dengan keluhan Hasan Hehanussa mahasiswa

KPI mengungkapkan bahwa belum adanya keterampilan yang kita

miliki saat setelah selesai studi akibat minimnhya sisipan materi

188Hj. Duriana Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Dakwah dan

Ushuluddin IAIN Ambon, wawancara oleh penulis di ruang kerjanya 19

Desember 2012.

189Arman Man Arfa Ketua jurusan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin

IAIN Ambon, wawancara oleh penulis di ruang kerjanya 27 Desember 2012.

Page 120: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 120

entrepreneurship dalam semua mata kuliah di Fakultas Dakwah

dan Ushuluddin di IAIN Ambon.

Keadaan ini menurut M. Yunus tokoh pemberdayaan

ekonomi rakyat kecil mengungkapkan bahwa jika tidak dimulai

dari dunia akademis maka sarjana akan melahirkan keresahan

sosial dalam mencari lapangan pekerjaan.190

Pandangan ini

menjadi peratian peneliti perlu mencari metode pembelajaran bagi

mahasiswa entrepreneurship untuk meningkatkan insting skill

wirausaha sebagai modal bagi alumni Fakultas dakwah dan

Ushuluddin IAIN Ambon.

Kondisi ini jika Dosen kurang mencari model pembelajaran

entrepreneurship pada mahasiswa maka akan melahirkan sarjana

yang kurang mampu bertahan terhadap perubahan sosial dalam

memenuhi kebutuhan dasarnya.191

Hal ini juga diungkapkan oleh

David C. Korten bahwa mahasiswa dalam pembelajaran perlu

diberi bobot life skill dalam setiap konten perkuliahan.192

Hal ini

190M. Yunus, Entrepreneurship; Membahas Entrepreneurship ICT,

Entrepreneurship Bidang teknologi Informasi, dan Entrepreneurship kuliner

kearifan local (Cet. I; Yogyakarta: Andi Press, 2011), h. 13

191A. Halim, Dakwah dan Pengembangan Konsep Entrepreneurship di

Tengah Masyarakat (Cet. I; Surabaya: Pustaka Pesantren, 2005), h. 4-5.

192David C. Korten, Getting to the first century: Voluntari Action And

the Globali Agenda diterjemahkan oleh: Lilian Theja Sudjana dengan judul;

Page 121: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 121

juga dapat menyebabkan menurunnya animo masyarakat dan

dapat menurunkan citra Fakultas sebagai pabrik intelektual di

Maluku. Atas dasar inilah sehingga perlu mencari model

pembelajaran entrepreneurship pada mahasiswa Fakultas Dakwah

dan Ushuluddin IAIN Ambon.

Jurusan Dakwah dan Aqidah Filsafat IAIN Ambon sejak

bergabung menjadi Fakultas yakni Dakwah dan Ushuluddin masih

perlu mencari model dalam mendesain sturktur materi

perkuliahan, konten perkuliahan dengan pemberian bobot life skill

untuk dijadikan inovasi dalam menumbuhkan kreativitas

mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ushuluddin. Untuk lebih tertib

penelitian ini di fokuskan pada mahasiswa konsentrasi Jurnalistik

khususnya mata kuliah dakwah dan komunikasi. sampai saat ini

belum jelas arah peluang kerja di tengah masyarakat. Hal ini

disebabkan karena kompetensi dalam menyuguhkan materi

pembelajaran belum ada muatan entrepreneurship pada mahasiswa

konsentrasi Jurnalistik IAIN Ambon. Keadaan ini tidak sesuai

dengan ekpekstasi mahasiswa dan orang tua dalam

menyekolahkan anaknya di Perguruan Tinggi Fakultas Dakwah

dan Ushuluddin IAIN Ambon.

Menuju Abad Ke 21 Tindakan Sukarela dan Agenda Globalisasi (Cet. III;

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002), h. 57.

Page 122: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 122

Harapan ini jika dikorelasikan dengan materi pembelajran di

Fakultas Dakwah dan Ushuluddin khususnya matakuliah dakwah

dan komunikasi sulit tercapai secara maksimal. Kondisi sekarang

ini lebih pada mencetak mahasiswa untuk mendapatkan ijasah

tetapi life skill belum tampak dalam struktur perkuliahan, konten

perkuliahan, teknik proses pembelajaran. Hal ini relevan dengan

prediksi Stenbrik dalam hasil kajiannya mengungkapkan bahwa

alumni dari peserta didik ilmu agama kerap kali kalah bersaing

dalam mencari pekerjaan.

Keadaan ini tampak juga dalam animo lulusan SMU yang

akan melanjutkan pendidikanya pada jenjang perguruan tinggi

khususnya di IAIN Ambon menjadi pelabuhan terakhir jika

mereka tidak diterima Universitas Pattimura mereka baru

menjadikan IAIN sebagai alternatif terakhir dalam mencari

Perguruan Tinggi. Setelah masuk di IAIN animo mahasiswa juga

lebih memilih Fakultas Tarbiyah dan Syari’ah jika mereka tidak

diterima dari kedua Fakultas tersebut baru kemudian mereka

masuk di Fakultas Dakwah dan Ushuluddin.193

193Hasan Lauselang, Dekan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin

wawancara oleh Penulis di Ruang Dekan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin 12

Desember 2012.

Page 123: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 123

Kondisi realitas animo mahasiswa tersebut menurut Dekan

Fakultas Dakwah dan Ushuludin dari data mahasiswa yang masuk

ke Fakultas Dakwah dan Ushuluddin lebih banyak jika diberi

beasiswa dan bahkan ada juga diberi beasiswa tetapi masih malas

kuliah.194

Realitas ini menurut menuturan salah satu mahasiswa

Udin Rumbati Fakultas Dakwah dan Ushuluddin karena masa

depan mereka belum jelas arahnya kemana.195

Kebimbangan inilah

sehingga perlu mencari model pembelajaran entrepreneurship pada

mahasiswa konsentrasi Jurnalistik IAIN Ambon agar dapat

berkompetisi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya setelah

menyelesaikan studinya di Fakultas Dakwah dan ushuluddin IAIN

Ambon. Selain itu dapat proposal penelitian akan meningkatkan

mutu lulusan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin serta

meningkatkan animo lulusan SMU dan sederajat masuk di

Fakultas Dakwah dan Ushuluddin sebagai pilihan pertama bukan

pilihan terakhir.

194Ismail Tuanany, Pembantu Dekan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin

bidang Administrasi dan keuangan, wawancara oleh Penulis di Ruang Dekan

Fakultas Dakwah dan Ushuluddin 12 Desember 2012.

195Udin Rumbati, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ushuluddin IAIN

Ambon Jurusan Komunikasi penyiaran konsentrasi Jurnalistik wawancara oleh

Penulis di Ruang kuliah Fakultas Dakwah dan Ushuluddin 12 Desember 2012.

Page 124: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 124

Teori kredibilitas Rasulullah dalam dunia entrepreneuship

yang di kembangkan oleh Robert T Kiyosaki dengan teori

cashflow quadrant sehingga menguasai dunia usaha. Hal ini juga

diungkapkan oleh David C. Korten yang gelisa melihat

perguruantinggi agama masih normatif dalam mendesain konten

perkuliahan, menurutnya mahasiswa sudah saat diberi bobot life

skill dalam setiap konten perkuliahan.196

Paradigma ini juga sesuai

dengan tujuan hidup manusia muslim dalam pandangan hindup

menurut Al-Gazali bahwa kehidupan di dunia itu selamat di dunia

dan selamat di akhirat.197

Teori ini di buat kerangka konseptual

menyeluruh oleh Scott Shane yang menjelaskan bagian-bagian

yang berbeda dari proses kewirausahaan peluang, orang-orang

yang mengejar mereka, keterampilan dan strategi yang digunakan

untuk mengatur dan memanfaatkan peluang, dan kondisi

lingkungan yang menguntungkan bagi mereka dengan

meningkatkan daya kredibilitas entrepreneurship.198

Teori

cashflow kuadrant menurut Scott Shane diajarkan di dunia

196David C. Korten, Develoment of Human Enterprise (Cet. IIII; New

York: Sage Publishing, 2008), h. 302.

197A. Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan dan Pemberdayaan

Islam (Cet. I; PT. Grafindo Persada, 2005), h. 230.

198Scott Andrew Shane A General Theory of Entrepreneurship: the

Individual-Opportunity (Nexus. Edward Elgar Publishing, 2003).h. 64.

Page 125: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 125

akademik tentang penekakanan pada kewirausahaan yang tidak

seperti bidang sister akuntansi, pemasaran, perilaku keuangan,

organisasi dan manajemen strategis, ICT, dan semua bisa

dijadikan sebagai potensi wirausaha.199

Scott Shane

menyelesaikan ini dengan mempertimbangkan perhubungan

individu giat dan kesempatan berharga dan dengan menggunakan

bahwa perhubungan untuk memahami proses penemuan dan

eksploitasi peluang, akuisisi sumber daya, strategi kewirausahaan

dan organisasi.200

Fakultas yang menempati garda terdepan dalam

menyebarkan agama Islam. Selaras dengan kemajuan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi, maka pengembangan Ilmu Dakwah

diintegrasikan dengan Ilmu Komunikasi dan Teknologi Informasi.

Teori cashflow quadrant membawa manusia pada posisi

aman. Posisi aman yang dimaksudkan adalah manusia yang telah

terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar ini bisa terwujud

jika memiliki daya kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual

(entrepreneurship), dan memiliki keterampilan networking

199J. Acs Zoltan and David B. Audretsch, Handbook of Entrepreneurship

Research: An Interdisciplinary Survey and Introduction (Cet.VII; New York:

Springer Publishing, 2010), h. 71.

200Scott Shane, The Illusions of Entrepreneurship: The Costly Myths

That Entrepreneurs, Investors, and Policy Makers Live (Cet. II; New York:

Sage Publishing, 2009), h. 20.

Page 126: Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Profesionalisme Jurnalis Islami 126

(silaturrahmi). Unsur-unsur cara kerja teori ini adalah sebagi

berikut;

E=

Pegawai

S=Sietem

Kerja Pekerjaan Uang Aman