Transcript

DR SAAFROEDIN BAHAR

VISI, MISSI, DAN ARAH PEMBANGUNAN

ADAT DAN SOSIAL BUDAYA

PROVINSI SUMATERA BARAT

20 TAHUN KE DEPAN

Urgensi Membangun Kesepakatan tentang

Politik dan Strategi Kebudayaan

BUKIT TINGGI, 10 JULI 2007

PENGANTAR

• Terima kasih dan penghargaan terhadap

terselenggaranya lokakarya ini.

• Dua masalah yang akan dibahas ini – adat dan

kebudayaan – sangat luas, sangat abstrak, dan bisa

dibahas dari segi apapun.

• Merasa diperkaya oleh masukan empat narasumber

dalam bidang agama, dan relevan dengan bidang-

bidang yang dibahas

• Makalah yang telah disiapkan dapat dipandang sekedar

sebagai suatu sumbangan kecil dalam rangka

penyusunan ‘grand design’ dan ‘policy

recommendations’ dalam bidang adat dan kebudayaan

untuk 20 tahun ke depan

Empat hal yang memerlukan perhatian

• Kondisi awal dan kecenderungan

perkembangan Suku Bangsa Minangkabau

• Pengaruh lingkungan strategis, nasional, dan

internasional

• Visualisasi sasaran akhir yang akan dituju pada

tahun 2025

• Strategi yang dipilih dari kondisi awal menuju

sasaran akhir.

DAFTAR ISI

• UMUM

• SUKU BANGSA MINANGKABAU KLASIK

• SUKU BANGSA MINANGKABAU MODERN

• KONDISI SUKU BANGSA MINANGKABAU DAN PROGRAM PEMBANGUNAN MANUSIA DARI PENDUDUK SUMATERA BARAT, 2002-2005

• DUA SKENARIO UNTUK PEMBANGUNAN 20 TAHUN KE BIDANG DALAM BIDANG ADAT DAN SOSIAL BUDAYA

• URGENSI MEMBANGUN KESEPAKATAN TENTANG POLITIK DAN STRATEGI KEBUDAYAAN

• VISI, MISSI, DAN ARAH PEMBANGUNAN ADAT DAN SOSIAL BUDAYA PROVINSI SUMATERA BARAT 20 TAHUN KE DEPAN

• KESIMPULAN DAN SARAN

1.UMUM

• Dalam pembangunan bidang adat dan sosial budaya, wewenang

dan kemampuan negara cq Pemerintah untuk melakukan intervensi

relatif terbatas

• Peran lebih besar berada di tangan pemimpin masyarakat sendiri

• Tiga kali pengalaman penyusunan rencana pembangunan jangka

panjang:

1. RPNSB, 1960 - gagal karena ‘Revolusi’.

2. Strategi Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25

Tahun, 1969 didukung oleh Trilogi Pembangunan.

3. RPJP UU 25 tahun 2004 berlangsung dalam suasana

Reformasi, yang masih memcari bentuk.

Suku Bangsa Minangkabau

• Komposisi penduduk Provinsi Sumatera Barat terdiri dari Suku Bangsa Minangkabau yang merupakan mayoritas [88.8%] dan sisanya suku-suku bangsa lainnya.

• Suku Bangsa Minangkabau merupakan salah satu dari dari 1.072 suku bangsa (etnik) di Indonesia

• Salah satu lembaga sosial yang melekat dengan adat dan sistem sosial budaya Minangkabau adalah merantau dari nagari asalnya, baik di dalam daerah Sumatera Barat sendiri maupun ke daerah lainnya.

• Pada dasarnya merantau adalah sama dengan urbanisasi dari nagari ke kota-kota.

• Di tinjau dari segi norma serta sistem sosial, dan domisili Suku Bangsa Minangkabau terdiri dari Suku Bangsa Minangkabau Klasik yang masih berdiam di nagari-nagari, dan Suku Bangsa Minangkabau Modern, yang hidup di daerah perantauan.

2. Suku Bangsa Minangkabau Klasik/1

• Nilai dan sistem sosial dirancang oleh dua tokoh mitologis.

• Hidup dalam nagari, yang merupakan konfederasi empat suku.

• Tidak ada suprastruktur di atas nagari

• Mata pencaharian utama dalam bidang pertanian, dimana tanah –

yang amat terbatas --memegang peranan yang sangat penting.

• Suku dan pemeliharaan harta pusaka disusun berdasar garis ibu,

tetapi dikelola oleh pemangku adat yang terdiri dari kaum bapak.

• Walaupun mengakui adanya perubahan, tetapi adat tidak terbuka

untuk perubahan nilai dan sistem sosial, baik dari dalam maupun

dari luar.

• Mendorong kaum muda untuk merantau, yang jika ‘pulang

kampung’ akan merupakan masalah sistemik dan struktural bagi

sistem sosial yang tidak memberi tempat.

Suku Bangsa Minangkabau Klasik/2

• Karena tidak mempunyai lembaga lintas nagari, tidak terbiasa untuk melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan bersama.

• Seluruh proses perubahan berlangsung di luar sistem dan di luar struktur.

• Mengalami tiga kali goncangan besar dalam upaya pembaharuan oleh para perantau, dengan motif agama Islam:

1. Abad ke 19: gerakan Wahabi 1803-1837, Perang Paderi – Piagam Bukit Marapalam ABS SBK.

2. Abad ke 20/1: Syekh Akhmad Khatib al Minangkabauwi - hukum waris adat vs hukum waris Islam.

3. Abad ke 20/2: Gerakan Kaum Muda sistem pendidikan dan politik.

• Para perantau pembaharu yang tidak bermotif agama Islam lebih suka bergerak di tingkat nasional.

Suku Bangsa Minangkabau Klasik/3

• Sejak tahun 1837 menganut dua sistem kekerabatan

yang tidak kompatibel satu sama lain, yaitu adat

Minangkabau dan agama Islam, dengan konsekuensi:

1. minimal : menimbulkan kebingungan dan konflik

terpendam dalam masalah genealogis dan

pewarisan.

2. maksimal : rasa saling tidak percaya dan sukarnya

melakukan kerjasama yang berdasar rasa saling

percaya mempercayai (low trust society)

3. Suku Bangsa Minangkabau Modern/1

• Tidak lagi hidup di nagari, tetapi di kota-kota, baik di dalam Provinsi Sumatera Barat maupun di luarnya.

• Baik dalam nilai maupun dalam sistem sosial sudah merupakan bagian integral dari keseluruhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

• Mengalami dua kali goncangan besar yang bepengaruh besar terhadap nilai dan sosial Minangkabau, yaitu:

1. pemberontakan PRRI, 1958-1961 tekanan psikologis berkembangnya pengaruh PKI di nagari-nagari peningkatan jumlah perantau.

2. UU 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa nagari dipecah menjadi desa-desa berkurangnya peranan pemangku adat.

Suku Bangsa Minangkabau Modern/3

• Upaya rehabilitasi baru dapat dilakukan setelah

ditumpasnya G30S/PKI oleh Kodam III/17 Agustus,

dengan cara mensponsori pembentukan:

1. Badan Kontak Perjuangan Umat Islam (BKPUI),

1965 Majelis Ulama Indonesia (MUI).

2. Badan Kontak Perjuangan Ninik Mamak (BKPNM),

1966 Lembaga Kerapatan Adat Alam

Minangkabau (LKAAM).

• Strategi Harga Diri, 1968.

• Parasamya Purnakarya Nugraha, 1984.

• Gebu Minang, 1989.

Suku Bangsa Minangkabau Modern/3

• Perkembangan keadaan pasca PRRI serta pasca G30S/PKI:

1. untuk pertama kalinya, dua jenis kepemimpinan sosial Minangkabau mempunyai top organisasi-nya sendiri: LKAAM dan MUI.

2. untuk pertama kalinya, kedua top organisasi tersebut mampu bekerjasama dengan Pemerintah dalam rehabilitasi daerah Sumatera Barat.

3. untuk pertama kalinya – liwat Gebu Minang – para perantau sebagai suatu kesatuan punya akses ke nagari.

4. kecenderungan para perantau untuk menetap di rantau.

Suku Bangsa Minangkabau Modern/4

• Suku Bangsa Minangkabau Klasik : seluruhnya

berdiam di nagari-nagari di Sumatera Barat.

• Suku Bangsa Minangkabau Modern: sebagian

besar berdiam di Rantau, sebagian kecil berdiam

di Ranah.

• Dewasa ini diperkirakan jumlah antara Suku

Bangsa Minangkabau Klasik dan Suku Bangsa

Minangkabau Modern seimbang, tetapi cenderung

ke arah bertambahnya Suku Bangsa Minangkabau

Modern yang hidup di kota-kota.

4. Kondisi Suku Bangsa Minangkabau dan

Program Pembangunan Manusia dari Penduduk

Sumatera Barat, 2002 -2005/1

• Diusahakan ‘memotret’-nya dalam Semiloka Masyarakat

Hukum Adat Minangkabau di FH Unand, 19-21 Juni

2007.

• Beberapa topik yang dibahas:

1. ABS SBK: tetap belum terintegrasi, dan belum rinci.

2. Konflik agraria, khususnya tanah: hampir sama

dengan di daerah lain.

3. Posisi perempuan: termarginalisasi, tak banyak

bedanya dengan posisi perempuan di daerah lain.

4. Peranan Bapak vis a vis posisi sebagai urang

sumando.

Kondisi Suku Bangsa Minangkabau dan Program

Pembangunan Manusia dari Penduduk Sumatera

Barat, 2002 -2005/2

5. Perhatian terhadap Anak: gizi buruk,gizi kurang, pendek, sangat kurus: 57.8% tahun 2002 37.8% pada tahun 2005.

6. Posisi Manusia Lanjut Usia (manula): dilema yang dihadapi oleh manula laki-laki.

7. Peranan Perantau: terbentuknya Gebu Minang, 1989; Silaturahmi Saudagar Minang, 2007, berbagai websites; tetapi masih dipandang sebagai potential trouble makers.

8. Industri pariwisata sebagai alternatif sarana pemajuan ekonomi:alam indah tetapi masyarakat belum menyiapkan diri untuk memanfaatkannya.

Kondisi Suku Bangsa Minangkabau dan Program

Pembangunan Manusia dari Penduduk Sumatera

Barat, 2002 -2005/3 • Masalah industri wisata di Sumatera Barat mempunyai berbagai masalah

krusial yang itu ke itu juga sejak dulu, semangat komersialisme dalam industri wisata, nilai-nilai budaya tradisi yang dianggap sublim dan a[m]biguitas, masyarakat Minangkabau yang masih ragu berada di persimpangan jalan tradisionalisme dan kemodernan, kondisi dan situasi birokrasi yang tidak stabil. Di samping itu, pelaku budaya dan penjual budaya masing-masing berada dalam situasi yang dikotomis; di satu pihak budaya diartikan secara sempit oleh penjual budaya, sedangkan bagi pelaku budaya, kebudayaan diartikan sesuatu yang mapan.

• Kondisi seperti ini terus berlangsung dan masing-masing pihak atau satu sama lain tidak pernah melakukan pembicaraan bersama secara serius, sejauh mana dan apa-apa saja yang tidak mungkin dijual. Juga tidak pernah diberikan batasan yang tegas, pariwisata dalam ukuran selera pelaksana penjual atau selera wisatawan itu sendiri. Hal yang sama juga tidak pernah dilakukan usaha untuk mempertegas baas antara pariwisata untuk kepentingan politik atau kepentingan budaya itu sendiri terutama di dalam arena publik.

(Wisran Hadi, Juni 2007)

Kondisi Suku Bangsa Minangkabau dan Program

Pembangunan Manusia dari Penduduk Sumatera

Barat, 2002 -2005/4

9. Penyelarasan Hukum Adat Minangkabau dengan

Hukum Nasional: memperjuangkan hak

konstitusional masyarakat hukum adat.

10. Posisi Penduduk Sumatera Barat dari Perspektif

Human Development: pada tingkat provinsi sudah di

atas rata-rata nasional, tetapi terdapat kesenjangan

antara daerah kabupaten [ nagari Suku

Bangsa Minangkabau Klasik] dan kota-kota [

kota Suku Bangsa Minangkabau Modern]

Dua Skenario untuk Bidang Adat dan

Budaya Minangkabau 20 Tahun ke Depan

a. Skenario Konservatif. 1. Sekedar memelihara adat dan budaya seperti yang difahami dan

diamalkan sekarang ini, karena menganggap apa yang ada ini sudah

baik dan tidak ada lagi yang perlu diperbaiki.

2. Namun, sungguh amat sukar untuk melaksanakan skenario

konservatif ini ke dalam kenyataan, oleh karena kenyataan itu sendiri

berubah, suka atau tidak suka, direncanakan atau tidak direncanakan. b. Skenario Progresif.

1. Mampu melihat dan mengakui kekuatan dan keunggulan adat dan

budaya Minangkabau juga bersedia melihat dan mengakui

kekurangan dan kelemahannya, dan bersedia untuk mengadakan

perubahan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

2. Memungkinkan merancang masa depan.

5. Urgensi Membangun Kesepakatan

tentang Politik dan Strategi Kebudayaan

• Suku Bangsa Minangkabau belum dapat memanfaatkan seluruh potensi yang dimilikinya secara maksimal, oleh karena masih ada keterpaduan dalam bidang nilai dan sistem sosial antara Suku Bangsa Minangkabau Klasik [ yang relatif miskin dan terbelakang] dan Suku Bangsa Minangkabau Modern [ yang relatif lebih makmur dan berkembang terus].

• Belum adanya keterpaduan tersebut karena – seperti dikatakan budayawan Wisran Hadi – belum pernah diadakan pembahasan bersama antara seluruh kalangan.

• Pembahasan bersama tersebut merupakan suatu kemutlakan untuk membangun kesepakatan.

6. Visi, Missi, dan Arah Pembangunan Adat dan

Budaya Provinsi Sumatera Barat 20 Tahun ke

Depan/1

• Visi: Terwujudnya masyarakat Sumatera Barat

yang lebih terpadu, lebih kreatif, lebih terbuka,

lebih dinamis, serta lebih sejahtera baik lahir

maupun bathin, dalam lingkungan Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Visi, Missi, dan Arah Pembangunan Adat dan

Budaya Provinsi Sumatera Barat 20 Tahun ke

Depan/2

• Missi:

1. Menyelenggarakan harmonisasi hukum dengan cara menuntaskan rumusan operasional dari ajaran ABS SBK sebagai jati diri Suku Bangsa Minangkabau yang merupakan mayoritas penduduk Sumatera Barat.

2. Mengintegrasikan dua komponen Suku Bangsa Minangkabau, baik di Ranah maupun di Rantau, sehingga tercipta fek energi optimal yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran membangun masa depan yang lebih terpadu, lebih kreatif, lebih dinamis, dan lebih sejahtera.

Visi, Missi, dan Arah Pembangunan Adat dan

Budaya Provinsi Sumatera Barat 20 Tahun ke

Depan/3

• Arah Pembangunan Adat serta Sosial Budaya

1. Sambil memelihara aspek-aspek yang positif dari norma

dan sistem sosial berdasar adat di nagari- nagari,

memfasilitasi, memprakarsai, dan memanfaatkan

peluang dan kesempatan halal yang terbuka untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat.

2. Mempersiapkan dan melaksanakan program pendidikan dan

pelatihan untuk para pemangku adat agar mampu secara pro

aktif, kreatif, dan akuntabel, baik kepada suku yang

dipimpinnya, maupun kepada masyarakat di sekitarnya, dalam

melaksanakan peran dan fungsinya untuk membangun masa

depan Suku Bangsa Minangkabau pada umumnya, dan Suku

Bangsa Minangabau Klasik pada khususnya.

Visi, Missi, dan Arah Pembangunan Adat dan

Budaya Provinsi Sumatera Barat 20 Tahun ke

Depan/4

3. Memberikan posisi yang lebih melembaga kepada

para perantau Minangkabau, dalam proses

perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan

rencana pembangunan jangka panjang Pronsi

Sumatera Barat.

8. Kesimpulan dan Saran

• Kesimpulan, antara lain.

• Saran.


Recommended