Transcript
Page 1: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

i

STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

BANK MUAMALAT INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

MUTIA SARAYATI

NIM. 1111046100030

K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436 H/2015 M

Page 2: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

i

Page 3: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Page 4: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, Juli 2015

Mutia Sarayati

Page 5: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan segala rahmat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban studinya. Shalawat serta salam

semoga tercurahkan kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW. beserta para

keluarga dan sahabatnya.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak tangan yang

terulur memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat dan terima kasih atas segala

kepedulian mereka yang telah memberikan bantuan, baik berupa sapaan moril, kritik,

masukan, dorongan semangat, dukungan finansial maupun sumbangan pemikiran

dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis secara khusus mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A, selaku ketua Pogram Studi Muamalat (Hukum

Ekonomi Islam)

3. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., MH., dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan masukan saran mengenai proposal penelitian skripsi.

4. Ibu Ir. Rr. Tini Anggraeni, ST, M.Si, selaku pembimbing skripsi yang telah

banyak membantu meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta kesabarannya

untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Page 6: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

v

5. Seluruh dosen serta civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan

memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum,

serta Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Bapak Amin Syafi’i selaku Commercial Financing Risk Manager, Risk

Management Division, Bank Muamalat Indonesia, serta pimpinan dan karyawan

Perpustakaan Muamalat Institute yang telah mengijinkan penulis melakukan

penelitian dan membantu memperoleh data

8. Kedua orang tua penulis, yaitu bapak Yosep Hermawan Mustopa dan Ibu Neneng

Badriah, yang telah memberikan banyak motivasi bagi penulis untuk secepatnya

menyelesaikan skripsi ini. Setiap pesan dan nasihat yang disampaikan selalu

memberikan inspirasi serta motivasi bagi penulis. Tak lupa juga, kakak dan adik

penulis yang merupakan anugerah yang telah Allah SWT. berikan, yaitu Tiara

Saraya dan Mustika Dianaty.

9. Kru Mass Banking Division, KPO Bank Muamalat Indonesia, yaitu Ibu Oktaviani

Moersalin, Ibu Hafni, Mba Riasti, Mba Elok, dan yang lain yang tidak dapat

disebutkan semua, serta Mba Puput dan Mba Anggi dari Small and Medium

Enterprise (SME Division). Mereka yang telah memberikan banyak ilmu dan

Page 7: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

vi

pengalaman selama 3 bulan penulis melakukan praktek magang di Kantor Pusat

Bank Muamalat Indonesia.

10. Sahabat-sahabat penulis yang selalu mendukung dan memotivasi penulis untuk

segera menyelesaikan skripsi ini, yaitu Imam Syuhada, Elsa Nissa Afifah, Suci

Hanifa, dan Elis Sri Ramdhani, dan sahabat lainnya dari PS A 2011.

11. Teman-teman seperjuangan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, khususnya mahasiswa/i Perbankan Syariah angkatan 2011

yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam skripsi ini. Terima kasih

atas semua kenangan yang tidak terlupakan, semoga silaturahim kita dapat tetap

terjalin sampai kapanpun.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini,

penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT mencatatnya

sebagai amal dan membalasnya dengan yang lebih baik. Selain itu, penulis akui

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, besar harapan

penulis munculnya saran untuk menunjang kesempurnaan atas skripsi ini di waktu

mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan.

Aamiin.

Jakarta, Juli 2015

Mutia Sarayati

Page 8: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

vii

ABSTRAK

MUTIA SARAYATI, NIM 1111046100030, Strategi Mitigasi Risiko

Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia, Strata Satu (S1), Konsentrasi

Perbankan Syariah, Program studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.

Penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan

tujuan untuk mengetahui strategi mitigasi risiko pembiayaan musyarakah yang

diterapkan Bank Muamalat. Pembiayaan musyarakah merupakan salah satu

pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang memiliki risiko tinggi karena termasuk

kedalam Natural Uncertainty Contract (NUC) dan sering munculnya permasalahan

principal-agent, sehingga diperlukan pengelolaan risiko guna meminimalisir risiko

pembiayaan yang melekat pada pembiayaan musyarakah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik

analisis deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh berasal dari hasil penelitian melalui wawancara

langsung dengan pihak Bank Muamalat Indonesia. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari dokumen-dokumen perusahaan serta sumber lainnya yang

berhubungan dengan penelitian.

Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa penerapan pembiayaan

musyarakah pada pembiayaan produktif BMI menggunakan dua jenis akad yaitu

musyarakah permanen dan musyarakah mutanaqisah. Kedua, risiko pembiayaan

musyarakah yang dihadapi Bank Muamalat antara lain risiko investasi, risiko

operasional, dan risiko kepatuhan. Dan strategi mitigasi risiko pembiayaan

musyarakah BMI diantaranya terdapat penetapan limit segmen pembiayaan dan

syarat tertentu dalam pemberian pembiayaan, evaluasi mendalam pada usaha dan

karakter nasabah yang dibiayai, pengikatan jaminan utama berupa fixed asset dan

personal guarantee, menggunakan sistem bagi hasil revenue sharing; monitoring

berkala, meningkatkan kompetensi karyawan, dan penggunaan risk tools berupa

Muamalat Early Warning System (MEWS) dan Internal Customer Rating.

Kata kunci: Pembiayaan musyarakah, Strategi mitigasi risiko

Page 9: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

viii

ABSTRACT

MUTIA SARAYATI, NIM 1111046100030, Risk Mitigation Strategy of

Musharakah Financing on PT. Bank Indonesia, Bachelor’s Degree (BA), Department

of Sharia Banking, Study Program of Muamalat, Faculty of Law and Sharia, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.

This research conducted in PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) with

purpose to determine how risk mitigation strategy of musharakah financing

conducted by Bank Muamalat. Musharakah financing is a form of partnership which

is based on profit and loss sharing has high risk because it comes under Natural

Uncertainty Contract (NUC) and related with principal-agent problem, so that

required the risk management in order to minimalizing the financing risk that stick on

musharakah financing.

This research used qualitative descriptive analysis technique. Source of data

that used are primary data and secondary data. The primary data obtained from

research result by direct interview with the side of Bank Muamalat Indonesia.

Meanwhile the secondary data obtained from the company documents and other

sources that related with the research.

The first research result shows that the application of musharakah financing in

Bank Muamalat productive financing using two types of contract which is

Musharakah and Diminishing of Musharakah. Second, the risks of musharakah

financing that faced by Bank Muamalat such as investment risk, operational risk, and

compliance risk. And then, the risk mitigation strategy of musharakah financing in

Bank Muamalat there are defining the segmentation limit of financing and certain

terms, in-depth evaluation on business and client characteristics, first collateral

binding in form of fixed asset and personal guarantee, using revenue sharing system,

periodic monitoring, upgrade employee competence, and utilization of risk tools that

are Muamalat Early Warning System (MEWS) and Internal Costumer Rating.

Keywords: Musharakah financing, Risk mitigation strategy

Page 10: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................ vii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .......................................................................................... 8

D. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ................................................. 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 10

F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 13

A. Manajemen Risiko Bank Syariah .................................................................... 13

1. Pengertian Risiko ........................................................................................... 13

2. Jenis-jenis Risiko ........................................................................................... 13

3. Manajemen Risiko ......................................................................................... 16

B. Pembiayaan Musyarakah................................................................................. 20

1. Pengertian Pembiayaan .................................................................................. 20

2. Pengertian Musyarakah ................................................................................. 21

3. Jenis-jenis Musyarakah .................................................................................. 22

4. Pembiayaan Musyarakah ............................................................................... 25

C. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah ................................................. 28

1. Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah .............................................. 28

2. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah ................................................ 30

Page 11: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

x

D. Teori Keagenan (Agency Theory) .................................................................... 33

E. Review Studi Terdahulu ................................................................................... 34

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 38

A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 38

B. Jenis Penelitian ................................................................................................ 38

C. Sumber Data Penelitian ................................................................................... 39

D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 39

E. Metode Analisis Data ...................................................................................... 41

G. Kerangka Konsep ............................................................................................ 42

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .................... 44

A. Gambaran Umum Bank Muamalat Indonesia ................................................. 44

B. Penerapan akad Musyarakah pada Pembiayaan Produktif Bank Muamalat

Indonesia ........................................................................................................ 57

1. Implementasi Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia ............. 57

2. Proses Pembiayaan Musyarakah .................................................................... 61

3. Kendala Penerapan Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia .... 69

C. Analisis Risiko Pembiayaan Musyarakah ....................................................... 70

D. Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia .......................... 75

E. Proses Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia .................................... 81

F. Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat ............... 88

BAB V PENUTUP .................................................................................................. 104

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 108

LAMPIRAN ............................................................................................................ 112

Page 12: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Komposisi Pembiayaan BUS dan UUS berdasarkan Akad Tahun 2008-

September 2014 ........................................................................................... 4

Tabel 1.2 Komposisi Pembiayaan berdasarkan Akad pada BMI, BSM, dan BRIS

Tahun 2011-2013 .......................................................................................... 6

Tabel 2.1 Perbandingan Studi Terdahulu ................................................................... 34

Tabel 4.1 Penggunaan Akad-akad Pembiayaan secara Umum .................................. 51

Tabel 4.2 Jumlah Penyaluran Pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia Tahun

2010-2014 ................................................................................................... 52

Tabel 4.3 Pendapatan Penyaluran Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia Tahun

2010- 2014 .................................................................................................. 54

Tabel 4.4 Penggunaan Akad Pembiayaan Musyarakah dan Musyarakah

Mutanaqisah .............................................................................................. 59

Tabel 4.5 Sumber Data dan Informasi yang Diperlukan pada Pelaksanaan OTS...... 64

Tabel 4.6 Aspek Penilaian Internal Rating Nasabah ............................................... 102

Page 13: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko ..................................................................18

Gambar 2.2 Skema Pembiayaan Musyarakah .......................................................28

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ...............................................................................42

Gambar 4.1 Skema Proses Pembiayaan Musyarakah BMI ...................................68

Page 14: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4. 1 Komposisi Pembiayaan Murabahah dan Musyarakah Bank Muamalat

Indonesia Tahun 2013-2014 ..................................................................... 56

Grafik 4. 2 Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan Musyarakah .................. 71

Grafik 4. 3 Kualitas Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Periode 2011-2014 . 72

Grafik 4. 4 Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Periode

2011-2014 ................................................................................................. 74

Page 15: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim kini semakin mengenal

ekonomi syariah. Semakin banyak masyarakat menyadari bahwa perlunya

lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan syariah sebagai alternatif

terhadap sistem konvensional. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan,

berperan dalam kegiatan perekonomian masyarakat yang berfungsi sebagai

fasilitas penunjang dalam melakukan transaksi keuangan. Menurut Peraturan

Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 Bank Umum adalah bank yang

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan

prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas

pembayaran.

Perbankan syariah mulai dikenal masyarakat sejak berdirinya bank syariah

pertama di Indonesia yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia pada

tahun 1991. Keterpurukan ekonomi Indonesia akibat krisis ekonomi pada

tahun 1997 membuat perbankan syariah semakin berkembang. Pasca krisis,

perbankan syariah masih dapat berdiri sedangkan sebagian besar bank

konvensional dilikuidasi akibat sistem konvensional yang menerapkan suku

bunga.1 Nilai suku bunga melonjak membuat nasabah peminjam tak mampu

1 http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2012/12/03/economic-and-life-style, diakses

pada 27 November 2014

Page 16: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

2

mengembalikan pinjaman dan menimbulkan terjadinya negative spread. Hal

tersebut menunjukkan bahwa sistem bank konvensional belum menunjukkan

performan yang baik dalam memacu pertumbuhan sektor riil di Indonesia.

Secara formal berdirinya bank syariah baru diatur dengan UU No. 10

Tahun 1998 amandemen dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang

pengelolaannya berdasarkan prinsip bagi hasil. Dalam UU No. 10 Tahun 1998

secara tegas membedakan bank yang pengelolaannya secara konvensional

dengan secara syari’ah. Lalu disempurnakan dengan Undang-undang

tersendiri dengan lahirnya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah.

Tujuan perbankan syariah identik dengan sistem ekonomi Islam. Sistem

ekonomi Islam merupakan sistem yang adil dan seksama serta berupaya

menjamin kekayaan tidak terkumpul hanya pada satu kelompok saja, tetapi

tersebar kepada seluruh masyarakat. 2 Bank syariah memiliki perbedaan

dengan bank konvensional khususnya dalam aktivitas pembiayaan. Bank

syariah memiliki beberapa metode yang berbeda yang penerapannya

tergantung pada tujuan dari pihak yang mengajukan pembiayaan itu sendiri.

Sistem pembiayaan bank syariah berdasarkan prinsip syariah terbagi

menjadi tiga yaitu pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah

dan musyarakah, pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah,

istishna’, dan as-salam, dan pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip

2 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2012), h. 33

Page 17: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

3

ijarah (sewa murni) dan ijarah muntahiya bit-tamlik (sewa beli atau dengan

hak opsi.3

Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan

landasan bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Secara syariah,

prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank

Islam berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan

pengusaha yang meminjam dana.4

Dalam pembiayaan bank syariah, bagi hasil adalah akad kerjasama antara

bank sebagai pemilik modal dengan nasabah sebagai pengelola modal untuk

memperoleh keuntungan yang diperoleh berdasarkan nisbah yang disepakati.5

Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan

prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling

menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan

dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai

kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan

spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam

produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan

yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan

3 Ikatan Bankir Indonesia, Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2015), h. 160 4 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani), h.

137 5 Ikatan Bankir Indonesia, loc. cit.

Page 18: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

4

yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia

tanpa terkecuali.6

Namun demikian, dari sisi bank syariah, menurut data BI menunjukkan

per September 2014 pembiayaan perbankan syariah berakad murabahah

tercatat Rp 112,288 triliun atau 59,76% dari total pembiayaan. Sementara

pembiayaan berakad mudharabah dan musyarakah porsinya masing-masing

hanya 7,35% dan 23,4% atau senilai Rp13,802 triliun dan Rp 42,83 triliun.

Tabel 1.1

Komposisi Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Akad

Tahun 2008-September 2014

(dalam Milyar Rupiah)

Akad 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sept

2014

Mudharabah 6.205 6.597 8.631 10.229 12.023 13.625 13.802

Musyarakah 7.411 10.412 14.624 18.960 27.667 39.874 42.830

Murabahah 22.486 26.321 37.508 56.365 88.044 110.565 112.288 Sumber : Statistika Perbankan Syariah September 2014, diolah

Pada tabel 1.1 terlihat bahwa pembiayaan dengan prinsip bagi hasil masih

rendah, jauh dibawah pembiayaan murabahah. Hingga bulan September

2014, terjadi perbedaan yang sangat besar antara komposisi pembiayaan yang

diberikan dengan akad mudharabah ataupun musyarakah dengan akad

murabahah. Total pembiayaan bagi hasil tidak pernah lebih dari setengah

total pembiayaan dengan jual beli dengan akad murabahah. Hal ini

menunjukkan bahwa banyak bank syariah yang belum siap untuk

menyalurkan pembiayaan dalam bentuk akad pembiayaan bagi hasil.

6 http://www.bi.go.id, Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia, diakses pada 17 Februari 2015

Page 19: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

5

Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan

musyarakah memang memiliki risiko yang relatif tinggi dari jenis akad

pembiayaan lainnya. Kedua pembiayaan tersebut merupakan bagi dari kontrak

NUC (Natural Uncertainty Contracts) yakni akad dalam bisnis yang tidsk

memberikan kepastin pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) dan

waktunya (timing) bergantung pada hasil investasi.

Pada kontrak mudharabah dan musyarakah terdapat hubungan antara

pihak pemilik modal (principal/bank) dan pengelola usaha (agent/nasabah)

dimana kedua pihak tersebut melakukan kerjasama saling mencampurkan

asetnya menjadi satu kesatuan dan menanggung risiko bersama-sama untuk

mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, dalam kontrak ini terdapat

hubungan keagenan atau kemitraan.

Dalam hubungan kemitraan, menuntut adanya transparansi bagi kedua

belah pihak dan adanya saling percaya yang tinggi antar nasabah dengan

bank. Namun bank tidak dapat menyalurkan pembiayaan begitu saja kepada

nasabah atas dasar kepercayaan, karena selalu ada risiko bahwa pembiayaan

tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk memaksimalkan keuntungan

kedua pihak. Jika salah satu pihak (terutama nasabah) tidak menyampaikan

secara transaparan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pendapatan

usaha maka akan muncul permasalahan asymmetric information dimana akses

informasi bank syariah terhadap usaha nasabah terbatas, sedangkan nasabah

Page 20: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

6

sebagai pengelola usaha mengetahui segala informasi yang tidak diketahui

bank.

Asymmetric information yang terjadi dalam kontrak keuangan biasanya

berbentuk adverse selection dan moral hazard. Sadr dan Iqbal mengatakan

adverse selection terjadi pada kontrak utang ketika peminjam memiliki

kualitas yang tidak baik atas kredit diluar batas ketentuan keuntungan tertentu

dan moral hazard terjadi ketika melakukan penyimpangan atau menimbulkan

risiko yang lebih besar dalam kontrak. 7 Adverse selection merupakan

permasalahan ex ante yang terjadi sebelum pembiayaan diberikan dan timbul

ketika pemilik dana (bank syariah) memilih entrepreneur yang akan diberikan

pembiayaan.8 Sedangkan moral hazard merupakan permasalahan yang timbul

ketika mudharib menggunakan pembiayaan yang diterimanya tidak sesuai

dengan yang diperjanjikan.9

Tabel 1.2

Komposisi Penyaluran Pembiayaan berdasarkan Akad pada BMI, BSM,

dan BRIS (Tahun 2011-2013)

Akad BMI BSM BRIS

2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013

Murabahah 45.72% 49.68% 47.61% 53.84% 61.56% 65.81% 58.52% 60.89% 61.90%

Mudharabah 6.96% 6.21% 5.41% 12.72% 9.55% 7.75% 6.65% 8.06% 7.06%

Musyarakah 37.16% 39.58% 45.44% 14.78% 14.16% 14.54% 12.52% 16.36% 22.78%

Sumber: Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan BRI Syariah, diolah

7 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h. 367 8 Tarsidin, Bagi Hasil: Konsep dan Analisis, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi,

2010), h. 43 9 Ibid., h. 47

Page 21: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

7

Berdasarkan data tabel diatas, menunjukkan bahwa dari ketiga bank

syariah yang memiliki aset terbesar seperti Bank Syariah Mandiri, BRI

Syariah, dan Bank Muamalat Indonesia dari tahun 2011 hingga 2013 masih

didominasi oleh pembiayaan murabahah. Akan tetapi, pembiayaan

musyarakah yang berbasis bagi hasil sudah mulai cukup banyak digunakan

oleh ketiga bank tersebut dan rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya.

Adapun data tersebut menunjukkan Bank Muamalat Indonesia (BMI)

memiliki komposisi pembiayaan musyarakah yang lebih besar dibandingkan

dengan BUS lainnya. Besarnya komposisi pembiayaan musyarakah BMI tiap

tahunnya tidak jauh berbeda dengan pembiayaan murabahah yang

disalurkannya. Pada tahun 2011 BMI memiliki komposisi pembiayaan

musyarakah sebesar 37.16%, tahun 2012 sebesar 39.58%, dan 2013 sebesar

45.44%. Sedangkan BUS lainnya, komposisi pembiayaan musyarakah hanya

mencapai 14-23%. Hal ini menunjukkan bahwa BMI mampu menyalurkan

pembiayaan musyarakah lebih banyak dan mampu menghadapi risiko yang

melekat pada pembiayaan tersebut. Karena semakin banyak dana yang

disalurkan, maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi bank, khususnya

pada risiko kredit/ pembiayaan musyarakah.

Pengelolaan risiko pembiayaan merupakan hal utama yang paling penting

dalam keberlangsungan usaha Bank Syariah. Risiko pembiayaan yang

dihadapi oleh bank syariah perlu dikelola secara tepat karena kesalahan dalam

Page 22: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

8

pengelolaannya dapat berdampak pada peningkatan NPF (Non Performing

Financing). Tingginya tingkat NPF akan berpengaruh pada menurunnya

pendapatan yang diterima oleh bank dan bagi hasil yang diterima oleh para

deposan bank syariah tersebut.

Dengan demikian, berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka

penulis tertarik untuk meneliti mitigasi risiko pembiayaan musyarakah pada

usaha produktif yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia tersebut dengan

judul “Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat

Indonesia”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa

identifikasi masalah pada penelitian ini antara lain :

1. Bagaimana penerapan pembiayaan musyarakah yang sudah diterapkan

bank syariah selama ini?

2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan pembiayaan

musyarakah?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pembiayaan

musyarakah?

4. Risiko apa saja yang dihadapi dalam penerapan pembiayaan dengan akad

musyarakah?

Page 23: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

9

5. Apa yang menjadi risiko utama pada pembiayaan dengan akad

musyarakah?

6. Bagaimana manajemen risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat

Indonesia?

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, terdapat pembatasan masalah pada tingginya tingkat

risiko pembiayaan musyarakah karena erat kaitannya dengan hubungan

kemitraan dan pentingnya pengelolaan risiko pembiayaan tersebut yang akan

berpengaruh pada keberlangsungan usaha Bank Syariah.

Fokus masalah yang dikaji terletak pada risiko kredit/pembiayaan

musyarakah dan strategi mitigasi risiko pembiayaan musyarakah yang

dilakukan Bank Muamalat Indonesia (BMI). Adapun rumusan masalah yang

akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan pembiayaan Musyarakah pada pembiayaan

produktif Bank Muamalat Indonesia?

2. Apa saja risiko-risiko yang dihadapi Bank Muamalat dalam

pembiayaan Musyarakah?

3. Bagaimana strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah yang

dilakukan Bank Muamalat Indonesia?

Page 24: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui penerapan pembiayaan musyarakah pada pembiayaan

produktif Bank Muamalat Indonesia

b. Mengidentifikasi risiko pembiayaan Musyarakah yang dihadapi Bank

Muamalat Indonesia

c. Mengetahui strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah Bank

Muamalat Indonesia

2. Manfaat penelitian

a. Bagi Penulis

Memberikan wawasan pengetahuan mengenai implementasi dan upaya

meminimalisir risiko pembiayaan Musyarakah pada penyaluran

pembiayaan produktif bank syariah

b. Bagi Akademisi

Menambah literatur mengenai manajemen risiko pembiayaan

musyarakah ataupun pembiayaan lainnya yang menggunakan prinsip

bagi hasil pada Bank Umum Syariah maupun Lembaga Keuangan

Syariah lainnya.

c. Bagi Lembaga/ Perusahaan

Diharapkan dapat menjadi referensi bagi lembaga keuangan syariah

lainnya dalam menerapkan pembiayaan musyarakah dan manajemen

Page 25: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

11

risiko yang tepat dalam pengelolaannya. Serta dapat memberikan

alternatif sistem lembaga keuangan yang menjunjung tinggi aspek

keadilan dan mampu menggerakan perekonomian sektor riil di

Indonesia.

d. Bagi Masyarakat

Dapat membantu masyarakat dalam memahami konsep dan penerapan

pembiayaan syariah terutama pada pembiayaan musyarakah.

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini disajikan teori terkait tinjauan literatur dan teori-

teori yang berkaitan dengan Manajemen Risiko Bank Syariah,

pembiayaan Musyarakah, Manajemen Risiko Pembiayaan

Musyarakah, dan Teori Keagenan.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai ruang lingkup penelitian,

jenis penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan

data dan metode analisis data

Page 26: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

12

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang hasil analisa data, pembahasan hasil

analisa dan jawaban-jawaban atas perumusan masalah yang

terdiri dari penerapan pembiayaan musyarakah Bank

Muamalat Indonesia, kendala penerapan pembiayaan

musyarakah, analisis risiko pembiayaan musyarakah, analisis

risiko pembiayaan musyarakah, risiko-risiko yang dihadapi

Bank Muamalat dalam pembiayaan musyarakah, dan strategi

mitigasi risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat.

BAB V PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari

rumusan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya dan

saran.

Page 27: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Risiko Bank Syariah

1. Pengertian Risiko

Risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak

diinginkan, sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang

memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan

kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif.

Kejadian risiko merupakan kejadian yang memunculkan peluang

kerugian atau peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan. Sementara

itu, kerugian risiko memiliki arti kerugian yang diakibatkan kejadian

risiko baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian sendiri

dapat berupa kerugian financial dan non financial.10

Dan menurut Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia No.

5/8/PBI/2003 menyatakan bahwa yang dimaksud risiko adalah potensi

terjadinya suatu peristiwa (event) yang dapat menimbulkan kerugian bank.

2. Jenis-jenis Risiko

Berikut adalah jenis-jenis risiko yang ada pada bank syariah. Risiko

kegiatan usaha bank syariah mencakup risiko kredit (risiko pembiayaan),

risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko operasional, risiko

10 Fachmi Basyaib, Manajemen Risiko, (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), h. 1

Page 28: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

14

hukum, risiko reputasi, risiko strategik, risiko kepatuhan, risiko imbal

hasil (rate of return risk), dan risiko investasi (equity investment risk).11

a. Risiko Kredit

Adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam

memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang

disepakati

b. Risiko Pasar

Adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat

perubahan harga pasar, antara lain risiko berupa perubahan nilai dari

aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan

c. Risiko Likuiditas

Adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi

kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau

aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa

mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank

d. Risiko Operasional

Adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang

kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia,

kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang

mempengaruhi operasional bank

11 Pasal 5 ayat (1) PBI No. 13/23/PBI/2011

Page 29: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

15

e. Risiko Hukum

Adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis

f. Risiko Reputasi

Adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder

yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank

g. Risiko Strategik

Adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau

pelaksanaan suatu keputusan strategik serta kegagalan dalam

mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis

h. Risiko Kepatuhan

Adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak

melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang

berlaku, serta prinsip syariah.

i. Risiko Imbal Hasil (rate of return risk)

Adalah risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan

bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil

yang diterima bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi

perilaku nasabah dana pihak ketiga bank

Page 30: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

16

j. Risiko Investasi (equity investment risk)

Adalah risiko akibat bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah

yang dibiayai dalam pembiayaan bagi hasil berbasis profit and loss

sharing

3. Manajemen Risiko

a. Pengertian Manajemen Risiko

Menurut James A.F Stoner, manajemen adalah suatu proses

perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian

upaya anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya

organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen

juga merupakan suatu ilmu pengetahuan ataupun seni. Seni adalah

suatu pengetahuan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dengan kata

lain, seni adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman,

pengamatan, dan pelajaran, serta kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan manajemen.12

Risiko merupakan ketidakpastian yang akan muncul pada setiap

aktivitas organisasi. Dalam hal ini suatu organisasi memerlukan

pengelolaan risiko yang baik melalui manajemen rsiko agar dapat

mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Manajemen risiko adalah

serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk

12 Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h.41

Page 31: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

17

mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko

yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.13

Menurut PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen

Risiko Bank Indonesia, bank wajib menerapkan manajemen risiko

secara efektif. Penerapan manajemen risikosekurang-kurangnya

mencakup :

1) Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi

2) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit

3) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan

pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen risiko

4) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh

b. Proses Manajemen Risiko

Proses manajemen risiko adalah tahapan-tahapan melalui mana

sebuah perusahaan memastikan bahwa risiko yang dihadapinya adalah

sesuai dengan risiko yang diinginkan, dibutuhkan, atau direncanakan

supaya terjadi.

13 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2012), h. 86

Page 32: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

18

Gambar 2.1

Proses Manajemen Risiko

Pada gambar 2.1, tahapan manajemen risiko dimulai dari (1)

Identifikasi risiko dan penentuan besarnya toleransi terhadap risiko,

(2) Pengukuran risiko, (3) Memantau dan melaporkan risiko, (4)

Mengendalikan risiko, (5) dan akhirnnya mengkaji ulang, mengaudit,

menstel, dan meluruskan kembali, kemudian kembali kepada tahapan

(1) dan seterusnya secara berkesinambungan ibarat cincin yang tidak

pernah putus.14

14 Hinsa Siahaan, Manajemen Risiko: Konsep, Kasus, dan Implementasi, (Jakarta: PT.

Gramedia, 2007), h. 59-60

Identify risk and

determine tolerance

Measure Risk

Monitor anad

report risk

Control risk

Overseas, audit tune,

and re-align

Page 33: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

19

Sebagai sebuah proses, kerangka kerja manajemen risiko pada

dasarnya terbagi dalam tiga tahapan kerja.15

1) Identifikasi risiko, adalah rangkaian proses pengenalan yang

seksama atas risiko dan komponen risiko yang melekat pada

suatu aktivitas atau transaksi yang diarahkan kepada proses

pengukuran dan pengelolaan risiko yang tepat. Identifikasi

risiko adalah pondasi dimana tahapan lainnya dalam proses

manajemen risiko dibangun

2) Pengukuran risiko, adalah rangkaian proses yang dilakukan

dengan tujuan untuk memahami signifikansi dari akibat yang

ditimbulkan suatu risiko, baik secara individual maupun

portofolio, terhadap tingkat kesehattan dan kelangsungan

usaha. Pemahaman yang akurat tentang signifikansi tersebut

akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan

berhasil guna

3) Pengelolaan risiko, pada dasarnya adalah rangkaian proses

yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang

dihadapi sampai pada batas yang dapat diterima. Secara

kuantitatif untuk meminimalisasi risiko ini dilakukan dengan

15 Veithzal Rivai, Islamic Risk Management for Islamic Bank, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama), h. 131-132

Page 34: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

20

menerapkan langkah-langkah yang diarahkan pada turunnnya

hasil ukur yang diperoleh dari proses pengukuuran risiko.

B. Pembiayaan Musyarakah

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh satu

pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah

direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. 16 Pembiayaan

merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas dana

untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.

Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat terbagi menjadi dua

yaitu pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. 17

a. Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk

meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun

investasi.

b. Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis dipakai untuk

memenuhi kebutuhan.

16 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.15 17 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 160-161

Page 35: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

21

2. Pengertian Musyarakah

Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputy Secretary General in The

Muslim School Trust, secara bahasa al-syirkah berarti al-ihktilath

(percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara

masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain

dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.18

Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih

untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan

kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan

ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 19 Dalam Musyarakah,

para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha

tertentu dan bekerja sama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada

harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan

bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau

dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lainnya.20

Rukun dari akad yang harus dipenuhi dalam musyarakah, ada

beberapa, yaitu :21

18Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), Edisi 3, h.

150 19Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan Mahkamah

Syar’iyah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Ed.1), h. 79 20Sri Nurhayati, loc. cit., h. 150 21 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 52

Page 36: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

22

a. Pelaku akad, yaitu para mitra usaha

b. Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan

(ribh); dan

c. Sighah, yaitu Ijab dan Qabul

3. Jenis-jenis Musyarakah

Dalam terminologi fiqih Islam, syirkah terbagi menjadi dua jenis,

yaitu :

a. Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu

kepemilikan bersama dua pihak atau lebih, dari suatu properti. 22

Syirkah al-milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership)

yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh

kepemilikan bersama atas suatu kekayaan (aset). Misalnya dua orang

atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta

kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat

dibagi-bagi.23

b. Syirkah al-‘aqd atau syirkah akad, yang berarti kemitraan yang terjadi

karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial bersama. 24

Setiap mitra dapat berkontribusi modal/dana dan atau dengan bekerja,

serta berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat

dianggap kemitraan yang sesungguhnya, karena pihak yang

22 Ibid., h. 49 23 Sri Nurhayati, op.cit., h. 151 24 Ascarya, op.cit., h. 49-50

Page 37: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

23

bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu

kerjasama investasi dan berbagi keuntungan dan risiko. Berbeda

dengan syirkah al-milk, dalam kerja sama jenis ini setiap mitra dapat

bertindak setbagai wakil dari pihak lainnya. Syirkah Al-‘Uqud dapat

dibagi menjadi sebagai berikut :25

1) Syirkah Abdan

Syirkah Abdan (Syirkah fisik), disebut juga syirkah ‘amal

(syirkah kerja) atau syirkah shanaa’i (syirkah para tukang) atau

syirkah taqabbul (syirkah penerimaan). Syirkah abdan adalah

bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan

pekerja/professional dimana mereka sepakat untuk bekerjasama

mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang

diterima.

2) Syirkah Wujuh

Syirkah Wujuh adalah kerjasama antara dua pihak dimana masing-

masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan

menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga.

Masing-masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit

worthiness, tanpa menyetorkan modal

25 Sri Nurhayati, op. cit., h. 153-154

Page 38: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

24

3) Syirkah ‘Inan

Adalah bentuk kerjasama dimana posisi dan komposisi pihak-

pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam

modal maupun pekerjaan. Setiap mitra bertindak sebagai kuasa

dari kemitraan tersebut, tetapi bukan merupakan penjamin bagi

mitra usaha lainnya. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi pada

para mitra sesuai kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi

secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

4) Syirkah Muwafadhah

Syirkah Muwafadhah adalah bentuk kerjasama dimana posisi dan

komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik

dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko

kerugian. Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung

jawab atas tindakan-tindakan hukum dan komitmen dari para mitra

lainnya dalam segala hal yang menyangkut kemitraan

Adapun bentuk-bentuk musyarakah antara lain:

a. Musyarakah Permanen

Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan

bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap

hingga akhir masa akad

Page 39: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

25

b. Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanaqisah

Musyarakah Menurun adalah musyarakah dengan ketentuan

bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap

kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan

pada saat akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik

penuh usaha musyarakah tersebut.

4. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan bagi hasil dalam bentuk musyarakah diatur dalam UU

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (13) secara eksplisit

disebutkan bahwa musyarakah merupakan salah satu dari produk

pembiayaan pada perbankan syariah.

Musyarakah juga telah diatur dalam ketentuan Fatwa DSN No.

08/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000. Intinya Fatwa DSN

tersebut menyebutkan bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan

kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain,

antara lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan

berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha

tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan

Page 40: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

26

ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai dengan

kesepakatan.26

Ketentuan secara teknis mengenai aplikasi akad musyarakah ini telah

diatur dalam PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dana

dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha

berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam kegiatan penyaluran dana dalam

bentuk pembiayaan musyarakah berlaku persyaratan paling kurang

sebagai berikut:

a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha

dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk

membiayai suatu kegiatan usaha tertentu

b. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra

usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tuga dan

wewenang yang disepakati

c. Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk

nasabah untuk mengelola usaha

d. Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang

e. Dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang

yang diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan

26 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2007), h. 128

Page 41: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

27

f. Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian

keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan

nasabah

g. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan

h. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam

bentuk nisbah yang disepakati

i. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut

porsi modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai, atau

menyalahi perjanjian dari salah satu pihak

j. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka

waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak

berlaku surut

k. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang

besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad

l. Pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung

atau rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan

(revenue sharing)

m. Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan

keuangan nasabah

Page 42: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

28

Nisbah X% Nisbah Y%

Modal A%

Modal B%

n. Pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad

atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in

flow) usaha

o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko

apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat

dalam akad karena kelalaian dan atau kecurangan

Gambar 2.2

Skema Pembiayaan Musyarakah27

C. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah

1. Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah

Investasi atau bisnis yang dijalankan melalui aktivitas pembiayaan

adalah aktivitas yang selalu berkaitan dengan risiko. Persoalannya adalah

27 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2014), h. 216

Pembiayaan Musyarakah

Bank Syariah Nasabah

Proyek/Usaha

Pembagian Hasil Usaha

Pengembalian Modal Usaha

Page 43: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

29

bagaimana investasi atau bisnis dalam pembiayaan tersebut mengandung

risiko yang minimal. Risiko tersebut dapat diminimalkan dengan

melakukan manajemen risiko secara baik. Manajemen risiko ini dapat

diawali dengan melakukan penyaringan (screening) terhadap calon

nasabah dan proyek yang akan dibiayai. Jika pembiayaan telah

direalisasikan, pengendalian risiko pembiayaan dapat dilakukan dengan

memberikan perlakuan (treatment) yang sesuai dengan karakter nasabah

maupun proyek.

Manajemen risiko pembiayaan di bank syariah sangat berkaitan

dengan risiko karakter nasabah dan risiko proyek. Risiko karakter

berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan karakter nasabah.

Sementara risiko proyek berkaitan dengan karakter proyek yang

dibiayai.28

Risiko karakter nasabah dapat dilihat dari aspek skill, reputations, dan

origins. Ketiga faktor tersebut dapat dianalisis menjadi sub faktor sebagai

berikut : 29

1) Faktor skill (keterampilan), meliputi kefamiliaran terhadap pasar,

mampu mengoreksi risiko bisnis, mampu melakukan usaha yang

berkelanjutan, mampu mengartikulasikan bahasa bisnis

28 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.365 29 Ibid., h.365-366

Page 44: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

30

2) Faktor reputasi (reputation), meliputi track record sebagai

karyawan, memiliki track record sebagai pengusaha,

direkomendasikan oleh sumber terpercaya, dapat dipercaya,

memiliki jaminan usaha

3) Faktor asal-usul (origins), meliputi memiliki hubungan keluarga

atau persahabatan dengan investor, sebagai pebisnis yang sukses,

berasal dari kelas sosial terpandang

Sementara risiko proyek yang dibiayai dapat dilihat dari ciri-ciri atau

atribut proyek. Ciri-ciri atau atribut proyek yang harus diperhatikan untuk

meminimalkan risiko adalah : 1) Sistem informasi akuntansi (pelaporan);

(2) Tingkat return proyek; (3)Tingkat risiko proyek; (4) Biaya

pengawasan; (5) Kepastian hasil dari proyek; (6) Klausul kesepakatan

proyek; (7) Jangka waktu kontrak; (8) Arus kas perusahaan; (9) Jaminan

yang disediakan; (10) Tingkat kesehatan proyek; dan (11) Prospek proyek

2. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah

Risiko terkait pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts

(NUC) adalah mengindentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh

risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah

memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis Natural

Uncertainty Contracts, seperti mudharabah dan musyarakah.

Page 45: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

31

Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu (a) Business Risk

(risiko bisnis yang dibiayai, (b) Shrinking Risk (risiko berkurangnya nilai

pembiayaan mudharabah/musyarakah), dan (c) Character Risk (risiko

karakter buruk mudharib).30

a. Business Risk adalah risiko yang terjadi pada First Way Out yang

dipengaruhi oleh :31

1) Industry risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang

ditentukan oleh karakteristik masing-masing jenis usaha yang

bersangkutan dan kinerja keuangan jenis usaha yang

bersangkutan (industry financial standard)

2) Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan

nasabah, seperti kondisi grup usaha, keadaan force majeure,

permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet

(L/C import, bank garansi), market risk (forex risk, interest

risk, security risk), riwayat pembayaran (tunggakan

kewajiban), dan restrukturisasi pembiayaan.

b. Shrinking risk adalah risiko yang terjadi pada second way out yang

dipengaruhi oleh :

30 https://sharianomics.wordpress.com/2010/12/09/risiko-terkait-pembiayaan-berbasis-

natural-uncertainty-contracts-nuc/, diakses pada 17 Februari 2015 31Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2013, Ed.5, Cet.9), h. 265-266

Page 46: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

32

1) Unusual Business Risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang

ditentukan oleh penurunan drastis pada tingkat penjualan bisnis

yang dibiayai, harga jual barang/jasa dari bisnis yang dibiayai,

dan harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai

2) Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing

atau revenue sharing

3) Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya

sangan besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank.

c. Character risk yaitu risiko yang terjadi pada third way out yang

dipengaruhi oleh hal berikut

1) Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai

bank.

2) Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah

dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank tidak lagi sesuai

dengan kesepakatan.

3) Pengelolaan internal perusahaan seperti manajemen,

organisasi, teknis produksi, dan keuangan, yang tidak

dilakukan secara professional sesuai standar pengelolaan yang

disepakati antara bank dan nasabah.

Page 47: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

33

D. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan dibangun sebagai upaya untuk memahami dan

memecahkan masalah yang muncul manakala ada ketidaklengkapan informasi

pada saat melakukan kontrak (perikatan). Teori keagenan meramalkan jika

agen memiliki keunggulan informasi dibandingkan prinsipal (information

asymmetry) dan kepentingan agen dan prnsipal berbeda, maka akan terjadi

principal-agent problem dimana agen akan melakukan tindakan yang

menguntungkan dirinya namun merugikan prinsipal.

Ada dua macam bentuk masalah keagenan terdapat dalam hubungan

antara principal dan agen, yaitu :32

1. Pilihan buruk (adverse selection). Pilihan buruk terjadi manakala

principal tidak mengetahui mengenai kemampuan agen, dan oleh

sebab itu mereka bisa terjerumus membuat pilihan yang buruk

mengenai agen

2. Bencana moral (moral hazard). Bencana moral terjadi manakala

kontrak sudah disetujui oleh principal dan agen, namun pihak agen

yang sadar memiliki keunggulan (informasi) tidak memenuh

persyaratan (term) kontrak tersebut.

32 Gudono, Teori Organisasi, (Yogyakarta: BPFE, 2012, Cet.2), h. 147-149

Page 48: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

34

E. Review Studi Terdahulu

Berdasarkan telaah yang telah dilakukan, terdapat beberapa jurnal maupun

skripsi yang berkaitan dengan manajemen risiko pembiayaan. Adapun hasil

studi review terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini diantaranya:

Tabel 2.1

Perbandingan Studi Terdahulu

Review 1 Review 2 Review 3 Skripsi

Penulis

Judul/

Penulis

Manajemen

Risiko

Pembiayaan

Mudharabah

(Studi Kasus

Bank Muamalat

Indonesia

Cabang Malang),

Jurnal Ilmiah,

Khoiriyah

Trianti, FEB,

Universitas

Brawijaya, 2014

Strategi

Manajemen

Risiko PT. BPRS

Kota Bekasi,

Skripsi, Asma

Azzahroh,

Fakultas Syariah

dan Hukum, UIN

Syarif

Hidayatullah

Jakarta, 2013

Implementasi

Manajemen

Risiko

Pembiayaan

dalam Upaya

Menjaga

Likuiditas Bank

Syariah (Studi

pada PT Bank

Syariah

Mandiri

Cabang

Malang),

Skripsi, oleh Sri

Mulyani,

Fakultas

Ekonomi, UIN

Malang, 2009

Strategi

Mitigasi

Risiko

Pembiayaan

Musyarakah

Bank

Muamalat

Indonesia,

Mutia

Sarayati,

Fakultas

Syariah dan

Hukum, UIN

Syarif

Hidayatullah

Jakarta

Tujuan

Penelitian

Merumuskan

manajemen risiko

dalam

pembiayaan

mudharabah

Mengetahui

peringkat

manajemen

risiko BPRS

Kota Bekasi,

Tingkat

Untuk

mendeskripsi-

kan

pengelolaan

manajemen

risiko

Mengetahui

penerapan

pembiayaan

Musyarakah

pada Bank

Muamalat

Page 49: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

35

kesehatan BPRS

Kota Bekasi, dan

faktor yang

mempengaruhi-

nya

pembiayaan

yang dilakukan

PT. Bank

Syariah

Mandiri

Cabang Malang

dalam upaya

menjaga

likuiditasnya

Indonesia,

Mengidentifik

asi risiko-

risiko yang

dihadapi

dalam

pembiayaan

musyarakah,

serta

mengidentifik

asi dan

menganalisis

strategi

mitigasi risiko

pembiayaan

Musyarakah

BMI

Metode

Penelitian

Metode

penelitian yang

digunakan adalah

deskriptif

kualitatif

Metode

penelitian berupa

kualitatif

deskriptif

menggunakan

analisis SWOT

dengan populasi

karyawan bagian

pembiayaan

sebagai

responden guna

mengetahui

prosedur

penilaian

pembiayaan dan

manajemen

risiko BPRS, dan

metode

kuantitatif dalam

Metode

penelitian

menggunakan

pendekatan

kualitatif

Metode

penelitian

yang

digunakan

adalah

deskriptif

kualitatif

Page 50: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

36

menilai tingkat

kesehatan BPRS

Kota Bekasi

Hasil

Penelitian

Manajemen

risiko di BMI

Cabang Malang

adalah upaya

untuk

meminimalisir

risiko yang

terjadi, baik yang

dilakukan pada

pra akad maupun

pasca akad

Profil

manajemen

risiko BPRS

berada pada

tingkat medium,

dimana dampak

yang dimiliki

berupa dampak

sedang pada

biaya, waktu,

dan kualitas. Dan

berdasarkan

analisis SWOT,

faktor yang

paling

mempengaruhi

adalah faktor

eksternal dengan

ancaman terbesar

pada

ketidaktepatan

pengembalian

pembiayaan.

Hasil analisis

tersebut

diperoleh

gambaran

bahwa

pengelolaan

risiko

pembiayaan

berjalan secara

efektif sesuai

dengan arahan,

pedoman dan

kebijakan dari

BSM Pusat.

Kebijakan

tersebut

dikemas dalam

Enterprise Risk

Management

(ERM)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu

pada segi jenis pembiayaan dan obyek penelitian. Pada penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui strategi Bank Syariah dalam meminimalisir

risiko pembiayaan musyarakah, dengan studi pada Bank Muamalat Indonesia

(BMI), dimana BMI merupakan salah satu Bank Umum Syariah (BUS) yang

Page 51: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

37

menyalurkan pembiayaan musyarakah lebih banyak dibandingkan dengan

BUS lainnya.

Selain itu, dalam penelitian ini membahas mengenai penerapan

pembiayaan musyarakah, risiko pembiayaan musyarakah yang dihadapi bank

dan strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat

Indonesia.

Page 52: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Objek penelitian ini adalah pembiayaan musyarakah PT. Bank Muamalat

Indonesia, yang terletak di Gedung Arthaloka, Jalan Jenderal Sudirman

Kav.2, Jakarta. Penelitian ini difokuskan kepada risiko kredit/pembiayaan dan

upaya mitigasi risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat Indonesia

(BMI).

B. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Bogdan dan

Taylor (1992:21-22) meyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau

tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.33

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan pada kondisi obyek

yang alami. Disini peneliti merupakan instrumen kunci. Teknik pengumpulan

data dilakukan secara gabungan. Data yang dihasilkan bersifat deskriptif dan

analisis data dilakukan secara induktif. Penelitian ini lebih menekankan

makna daripada generalisasi.34

33 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008),

h. 1 34 Wirartha, Metode Penelitian Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: ANDI, 2006), h.134

Page 53: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

39

C. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :

1) Data Primer, merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian

lapangan dengan melalui wawancara langsung antara peneliti dengan

pihak Bank Syariah.

2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

perusahaan yang berkaitan dengan pembahasan, literatur, serta sumber

lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

Dalam penelitian ini, sumber data primer adalah data yang diperoleh dari

hasil wawancara dengan pihak yang terkait pada manajemen risiko

pembiayaan, yakni Bapak Amin Syafi’i sebagai Commercial Financing Risk

Manager, KPO Bank Muamalat Indonesia. Sedangkan data sekunder diperoleh

dari arsip dokumen yang didapat dari hasil saat wawancara, saat penulis

melakukan magang di Bank Muamalat Indonesia, laporan tahunan Bank

Muamalat, serta studi literatur lainnya. Data yang diperoleh berupa data

komposisi penyaluran pembiayaan musyarakah, produk-produk pembiayaan

yang ada pada Bank Muamalat Indonesia, prosedur penerapan pembiayaan

musyarakah, dan data penyaluran dana pembiayaan Bank Muamalat

D. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa metode pengumpulan data yang dikenal dalam penelitian

kualitatif, walaupun demikian bisa dikatakan bahwa metode yang paling

Page 54: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

40

pokok adalah pengamatan atau observasi dan wawancara mendalam atau in-

depth interview.35 Pengumpulan data dapat ditempuh dengan berbagai metode

diantaranya yaitu, penggunaan bahan dokumen, observasi/pengamatan,

wawancara, penggunaan pengalaman individu, kuesioner (angket), dan

penggunaan projective test. 36 Adapun penelitian ini menggunakan metode

pengumpulan data sebagai berikut :

1. Dokumentasi

Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang

menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah

yang diteiti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan buka

perkiraan.37 Pada studi dokumentasi, dokumen-dokumen yang diperoleh

penulis dari Bank Muamalat Indonesia dan studi kepustakaaan untuk

memperoleh pengetahuan dan memahami teori mengenai pembiayaan

musyarakah, manajemen risiko pembiayaan musyarakah, serta upaya

mitigasi risiko untuk meminimalisir risiko pembiayaan Musyarakah.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua

pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi

pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi

35 Bagong Suryanto, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 172 36 Afifi Fauzi Abbas, Metode Penelitian, (Jakarta: Adelina Bersaudara, 2010), h. 82 37 Basrowi dan Suwandi, op. cit., h. 158

Page 55: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

41

jawaban atas pertanyaan.38 Tujuan wawancara ialah untuk mengetahui apa

yang terkandung dalam pikiran dan hati orang lain, bagaimana

pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita ketahui

melalui observasi.39

Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung

kepada narasumber dari Bank Muamalat Indonesia yang kompeten dan

berwenang dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Kemudian

jawaban dari narasumber atas pertanyaan yang diajukan dicatat dan

direkam yang kemudian didokumentasikan apa yang didapat dari hasil

wawancara tersebut.

E. Metode Analisis Data

Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Dengan metode analisis

deskriptif kualitatif, data yang diperoleh baik dari wawancara maupun studi

dokumen akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan mengkaji,

memaparkan, menelaah dan menjelaskan data-data yang diperoleh mengenai

prosedur pembiayaan musyarakah, risiko yang dihadapi dalam pembiayaan

musyarakah, serta mitigasi risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat

Indonesia (BMI).

38 Ibid, h. 127 39 S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2002), h. 73

Page 56: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

42

F. Kerangka Konsep

Gambar 3.1

Kerangka Konsep

Bank Syariah memiliki aktivitas pembiayaan yang berbeda dengan Bank

Konvensional. Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik

umum dan landasan bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Namun

data perbankan syariah yang menunjukkan masih rendahnya komposisi

pembiayaan dengan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.

Hingga September 2014, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil selalu

Rendahnya Komposisi Pembiayaan dengan Prinsip Bagi

Hasil di Perbankan Syariah Indonesia

Pembiayaan

Musyarakah

Risiko Pembiayaan

Musyarakah

Termasuk kategori NUC

dan muncul permasalahan

Principal Agent

Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah

Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat

Indonesia

Page 57: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

43

dibawah 50% pembiayaan murabahah (jual beli). Hal ini dikarenakan

pembiayaan tersebut memiliki risiko yang tinggi karena pembiayaan bersifat

Natural Uncertainty Contracts (NUC) dan terkait dengan masalah principal

agent. Adapun salah satu bank syariah yang memiliki komposisi pembiayaan

musyarakah yang berbasis bagi hasil dengan komposisi yang lebih banyak

dibandingkan dengan bank syariah lainnya yaitu Bank Muamalat Indonesia.

Banyaknya pembiayaan yang disalurkan, menggambarkan bahwa BMI

berani menerima risiko pembiayaan yang melekat pada pembiayaan

musyarakah. Pengelolaan risiko kredit/pembiayaan ini sangat penting untuk

dikelola dengan baik, karena akan mempengaruhi pada tingkat pembiayaan

bermasalah dan bagi hasil yang akan dibagikan kepada para deposan. Dengan

demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi mitigasi risiko

pembiayaan musyarakah Bank Muamalat Indonesia (BMI).

Page 58: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

44

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Bank Muamalat Indonesia

1. Sejarah Singkat Bank Muamalat Indonesia

Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya Bunga

Bank dan Perbankan yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia pada

18-20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam

Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia di HOTEL Sahid Jaya,

Jakarta, pada 22-25 Agustus 1990 yang diteruskan dengan pembentukan

kelompok kerja untuk mendirikan bank murni syariah pertama di

Indonesia.

Realisasinya dilakukan pada 1 November 1991 yang ditandai dengan

penandatanganan akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk di

Hotel Sahid Jaya berdasarkan Akte Notaris Nomor 1 Tanggal 1 November

yang dibuat di Notaris Yudo Paripurno, S.H. dengan izin Menteri

Kehakiman Nomor C2.2413.T..01.01 Tanggal 21 Maret 1992/Berita

Negara Republik Indonesia Tanggal 28 April 1992 Nomor 34.

Pada saat penandatanganan akte pendirian ini diperoleh komitmen dari

berbagai pihak untuk membeli saham sebanyak Rp 84 miliar. Kemudian

dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan

Page 59: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

45

dana dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar sebagai wujud

dukungan mereka.

Dengan modal awal tersebut dan berdasarkan surat Keputusan Menteri

Keuangan RI Nomor 1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 serta

izin usaha yang berupa Keputusan Mernteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 430/kmk.013/1992 Tanggal 24 April 1992, Bank Muamalat mulai

beroperasi pada 1 Mei 1992 bertepatan dengan 27 Syawal 1412 H. Pada

27 Oktober 1994, Bank Muamalat mendapat keprcayaan dari Bank

Indonesia sebagai Bank Devisa.

Beberapa tahun yang lalu Indonesia dan beberapa negara di Asia

Tenggara pernah mengalami krisis moneter yang berdampak terhadap

perbankan nasional yang menyebabkan timbulnya kredit macet pada

segmen korporasi. Bank Muamalat pun ikut terimbas dampak tersebut.

Tahun 1998, angka Non Performing financing (NPF) Bank Muamalat

sempat mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp

105 miliar dan ekuitas mencapai titik terendah hingga Rp 39,3 miliar atau

kurang dari sepertiga modal awal.

Kondisi tersebut telah mengantarkan Bank Muamalat memasuki era

baru dengan keikutsertaan Islamic Development Bank (IDB), yang

berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia, sebagai salah satu pemegang

saham luar negeri yang resmi diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS) pada 21 Juni 1999.

Page 60: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

46

Dalam kurun waktu 1999-2002 Bank Muamalat terus berupaya dan

berhasil memperbaiki kinerja dari rugi menjadi laba. Hasil tersebut tidak

lepas dari upaya dan dedikasi segenap karyawan dengan dukungan

kepemimpinan yang kuat, strategi usaha yang tepat, serta kepatuhan

terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.

Pada tahun 2009 Bank Muamalat memulai proses transformasi salah

satunya dengan membuka kantor cabang internasional pertamanya di

Kuala Lumpur, Malaysia dan tercatat sebagai bank pertama dan satu-

satunya dari Indonesia yang membuka jaringan bisnis di Malaysia. Dan

pada tahun 2012 tepat pada milad yang ke-20 tahun, Bank Muamalat

meluncurkan logobaru (rebranding) dengan tujuan menjadi bank syariah

yang Islamic, Modern, dan Profesional.

Proses transformasi yang dijalankan Bank Muamalat membawa hasil

yang positif dan signifikan terlihat dari aset Bank Muamalat yang tumbuh

dari tahun 2008 sebesar Rp 12,6 triliun menjadi Rp 54,6 triliun di tahun

2013.

2. Visi dan Misi

a. Visi

Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar

spiritual, dikagumi di pasar rasional

Page 61: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

47

b. Misi

Menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan

penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan

orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi

stakeholder.

3. Produk Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

a. Konsumen

1) KPR Muamalat iB

KPR Muamalat iB adalah produk pembiayaan yang akan

membantu Anda untuk memiliki rumah (ready stock/bekas),

apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take-over KPR

dari bank lain.

2) Auto Muamalat

Automuamalat adalah produk pembiayaan yang akan

membantu Anda untuk memiliki kendaraan bermotor. Produk ini

adalah kerjasama Bank Muamalat dengan Al-Ijarah Indonesia

Finance (ALIF).

3) Pembiayaan Umroh Muamalat

Pembiayaan Umroh Muamalat adalah produk pembiayaan

yang akan membantu mewujudkan impian Anda untuk beribadah

Umroh dalam waktu yang segera.

Page 62: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

48

4) Pembiayaan Anggota Koperasi

Pembiayaan konsumtif yang diperuntukkan bagi beragam jenis

pembelian konsumtif kepada karyawan/guru/PNS (selaku end

user) melalui koperasi

b. Pembiayaan Modal Kerja

1) Pembiayaan iB Modal Kerja Muamalat

Pembiayaan iB Modal Kerja Muamalat adalah fasilitas

pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada nasabah untuk

memenuhi kebutuhan modal kerja seperti :

i. Pembelian barang persediaan;

ii. Kebutuhan dana untuk menutup kebutuhan dana tertanam

(Asset Convention Cycle);

iii. Kebutuhan Modal Kerja Pelaksanaan Proyek yang didapat

calon nasabah dari Pemberi Pekerjaan/Proyek (bowheer)

2) Pembiayaan iB Buyer Supplier Financing

Pembiayaan iB Buyer-Supplier Financing merupakan

Pembiayaan khusus untuk memperluas target akuisisi dari Unit

Bisnis BMI dengan meng-capture potensi bisnis dari nasabah

existing pembiayaan, baik ditingkat pembeli produk/pengguna jasa

usaha (buyer) nasabah maupun supplier (penyedia/penyuplai

bahan baku kepada nasabah). Tujuan dari pembiayaan ini antara

lain :

Page 63: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

49

i. Modal Kerja Pembelian Barang/Pemakaian Jasa dari nasabah

existing oleh Recommended Buyer

ii. Investasi Pembelian barang dari nasabah existing oleh

Recommended Buyer yang merupakan Mitra Usaha nasabah

iii. Talangan Pembayaran Tagihan Recommended Supplier atas

pengiriman dan/atau pembelian barang/bahan baku oleh

nasabah existing

3) Pembiayaan Modal Kerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah

(LKMS)

Pembiayaan Modal Kerja LKMS adalah produk pembiayaan

yang ditujukan untuk LKM Syariah (BPRS/BMT/Koperasi) yang

hendak meningkatkan pendapatan dengan memperbesar portfolio

pembiayaannya kepada Nasabah atau anggotanya (end-user).

Pembiayaan dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan akad

mudharabah atau musyarakah yang digunakan untuk memperbesar

modal dalam menyalurkan pembiayaan kepada Nasabah atau

Anggota dengan pola executing (bank terlepas dari perikatan

kepada end-user). Skema yang dapat digunakan berupa revolving

maupun non-revolving, bergantung pada karakteristik

BPRS/BMT/Koperasi

Page 64: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

50

4) Pembiayaan Jangka Pendek BPRS iB

Pembiayaan Jangka Pendek BPRS iB adalah produk

pembiayaan yang ditujukan kepada Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) untuk memenuhi kebutuhan modal kerja BPRS

yang bersifat sementara (jangka pendek) dan untuk memenuhi

kebutuhan modal kerja yang akan disalurkan oleh BPRS ke end-

user dengan pola executing. Jangka waktu pembiayaan maksimum

6 bulan dengan skema revolving.

c. Pembiayaan Investasi

1) Pembiayaan iB Investasi

Pembiayaan iB Investasi adalah fasilitas pembiayaan jangka

panjang yang diberikan kepada Nasabah untuk digunakan

membiayai pembelian barang-barang modal (capital expenditure)

dan / atau tambahan investasi dalam angka peremajaan, perluasan,

peningkatan kapasitas usaha, atau pendirian unit usaha baru.

Pembiayaan iB Investasi digunakan untuk:

i. Pembelian dengan tujuan investasi seperti mesin, alat berat,

kendaraan bermotor serta infrastructure lainnya;

ii. Pembiayaan untuk sewa tempat usaha yang bersifat jangka

panjang;

iii. Kebutuhan pembiayaan investasi lainnya.

Page 65: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

51

2) Pembiayaan iB Properti Bisnis Muamalat

Pembiayaan iB Properti Bisnis Muamalat adalah Pembiayaan

yang disediakan kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan akan

pembelian Asset/Properti Bisnis sebagai tambahan investasi

ataupun untuk Peremajaan/Renovasi dan Pembangunan Properti

Bisnis baru diatas lahan milik nasabah. Jenis properti yang dapat

dibeli antara lain ruko, kios, loss, gedung, dan gudang.

Tabel 4.1

Penggunaan Akad-Akad Pembiayaan Secara Umum

KEGUNAAN

AKAD

MU

DH

AR

AB

AH

MU

SY

AR

AK

AH

MU

SY

AR

AK

AH

MU

TA

NA

QIS

AH

MU

RA

BA

HA

H

IST

ISH

NA

IJA

RA

H

IJA

RA

H

MU

NT

AH

IYA

H

BIT

TA

ML

IK (

IMB

T)

Modal Kerja √ √ √

Modal Kerja Koperasi/

Multifinance

√ √

Modal Kerja Regular √ √ √

Pembelian Properti √ √

Pembelian Barang/

Transportasi

Pembelian Paket Jasa √

Pemesanan Pembuatan

Properti/ Barang/ Alat/

Transportasi

Sewa dengan Opsi

Kepemilikan Properti/

Barang/ Alat/ Transportasi

Sumber: Bank Muamalat Indonesia

Page 66: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

52

4. Data Deskriptif Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Jumlah aset Bank Muamalat di posisi akhir tahun 2014 sebesar

Rp62,41 triliun. Aset bank mengalami peningkatan sebesar 16,17% dari

Rp53,72 triliun di tahun 2013. Meningkatnya aset Bank Muamalat,

memicu pula peningkatan jumlah penyaluran dana Bank. Pada akhir tahun

2014, total penyaluran dana mencapai Rp43,09 triliun. Jumlah tersebut

mencerminkan pertumbuhan sebesar 3,11% dari jumlah pembiayaan pada

tahun sebelumnya sebesar Rp41,79 triliun. Bank Muamalat menyalurkan

fasilitas pembiayaan kepada nasabah untuk keperluan produktif maupun

konsumtif, yang dibukukan berdasarkan akad atau skema yang dipakai

yaitu Murabahah, Istishna’, Qardh, Ijarah, Mudharabah, dan

Musyarakah. Adapun perkembangan penyaluran pembiayaan Bank

Muamalat berdasarkan akad dari tahun 2010-2014, sebagai berikut:

Tabel 4.2

Jumlah Penyaluran Pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia

Tahun 2010-2014

dalam jutaan rupiah

Akad 2010 2011 2012 2013 2014

Murabahah 6.444.227 10.112.862 15.995.343 19.366.213 20.172.146

Istishna’ 46.666 74.993 19.782 22.036 14.571

Ijarah 747,771 2.505 436,489 14.151 26.303

Qardh 1.183.738 1.993.610 1.275.670 420.636 127.455

Mudharabah 1.364.534 1.498.297 1.985.586 2.170.219 1.723.619

Musyarakah 5.979.044 8.176.819 12.819.798 17.855.906 19.549.525

Sumber: Annual Report BMI

Page 67: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

53

Berdasarkan pada tabel diatas, menunjukkan bahwa penyaluran

pembiayan pertama didominasi oleh pembiayaan Murabahah, dilanjutkan

dengan pembiayan Musyarakah, Mudharabah, Qardh, Ijarah, dan

Istishna’. Pembiayaan dengan akad Istishna’, Ijarah, Qardh, dan

Mudharabah memiliki jumlah pembiayaan yang fluktuatif tiap tahunnya,

sedangkan pembiayaan dengan akad Murabahah dan Musyarakah selalu

mengalami peningkatan.

Pembiayaan dengan akad Murabahah selalu meningkat stabil tiap

tahunnya. Pada tahun 2010 pembiayaan murabahah disalurkan sebesar

Rp6,44 triliun dan tahun selanjutnya hingga tahun 2014, pembiayaan

disalurkan dengan jumlah masing-masing sebesar Rp10,11 triliun,

Rp15,99 triliun, Rp19,7 triliun dan Rp20,17 triliun.

Selain itu, pembiayaan dengan akad musyarakah juga disalurkan

dalam jumlah yang besar oleh Bank Muamalat dan mengalami

peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2010, total pembiayaan

musyarakah sebesar Rp5,98 triliun, kemudian pada tahun 2011 meningkat

menjadi Rp8,18 triliun. Pembiayaan musyarakah tahun 2012, melonjak

sebesar 56,78% menjadi Rp12,82 triliun, sedangkan pada tahun 2013 dan

2014 pembiayaan musyarakah tercatat masing-masing sebesar Rp17,86

triliun dan Rp19,55 triliun.

Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Pembiayaan adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan

Page 68: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

54

persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan

tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Dengan demikian, pembiayaan merupakan salah satu kegiatan usaha bank

untuk memperoleh penghasilan atas dana yang disalurkan. Bank

Muamalat dalam penyaluran dananya tentu mendapatkan keuntungan dari

pembiayaan yang disalurkan, baik berupa margin, fee, maupun bagi hasil.

Adapun hasil pendapatan dari penyaluran pembiayaan Bank Muamalat

adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3

Pendapatan Penyaluran Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia

Tahun 2010-2014

dalam jutaan rupiah

Akad 2010 2011 2012 2013 2014

Pendapatan dari Penjualan

Murabahah 689.310 1.078.893 1.436.709 2.007.951 2.329.282

Istishna’ 1.264 3.794 2.901 2.664 2.613

Pendapatan dari sewa/ ijarah

Ijarah 50.175 45.983 18.150 31.776 32.542

Pendapatan dari Bagi Hasil

Mudharabah 201.753 208.032 209.901 305.724 258.438

Musyarakah 580.677 782.617 1.038.094 1.648.390 2.130.879

Sumber: Annual Report BMI

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pendapatan margin/ bagi hasil

dari penyaluran pembiayaan murabahah dan musyarakah mengalami

Page 69: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

55

peningkatan setiap tahunnya. Pendapatan dari pembiayaan murabahah

sebesar Rp 689,3 miliar pada 2010, Rp 1,07 triliun pada 2011, Rp 1,43

triliun pada 2012, Rp 2,007 triliun pada 2013, dan Rp 2,32 triliun pada

2014. Sedangkan pendapatan dari pembiayaan musyarakah sebesar Rp

580,67 miliar pada 2010, Rp 782,6 triliun pada 2011, melonjak menjadi

Rp 1,03 triliun pada 2012, Rp 1,64 triliun pada 2013, dan Rp 2,13 triliun

pada 2014. Dapat disimpulkan bahwa meningkatnya pendapatan

margin/bagi hasil pada kedua pembiayaan tersebut dikarenakan

penyaluran pembiayaan yang meningkat pula.

Berdasarkan prinsipnya, pembiayaan dengan akad Murabahah dan

Musyarakah memiliki prinsip yang berbeda. Murabahah merupakan akad

dengan prinsip jual beli, dimana bank mengambil keuntungan dari hasil

penjualan barang kepada nasabah dengan margin yang ditentukan oleh

bank dan menjadi bagian dari harga barang yang dijual. Sedangkan

Musyarakah merupakan akad pembiayaan dengan prinsip bagi hasil,

dimana bank mengambil keuntungan dari bagi hasil atas usaha yang

dikelola nasabah.

Dalam hal ini, umumnya bank memiliki risiko yang tinggi dalam

menyalurkan pembiayaan dengan akad Musyarakah karena jumlah

pendapatan yang diperoleh bersifat tidak tetap dan sulitnya mendeteksi

kejujuran nasabah sebagai mitra. Namun, berdasarkan data pembiayaan

dan pendapatan pembiayaan tersebut, pembiayaan dengan akad

Page 70: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

56

Musyarakah pada Bank Muamalat memiliki peringkat kedua setelah

Murabahah dalam penyaluran pembiayaan dan pendapatan yang diterima.

Grafik 4. 1 Komposisi Pembiayaan Murabahah dan Musyarakah

Bank Muamalat Indonesia Tahun 2013-2014

Grafik diatas menunjukkan bahwa komposisi pembiayaan Musyarakah

Bank Muamalat tahun 2013-2014 mendekati komposisi pembiayaan

Murabahah yakni hanya memiliki selisih sekitar 2%. Hal ini menunjukkan

bahwa Bank Muamalat berani menyalurkan pembiayaan Musyarakah yang

memiliki risiko yang lebih tinggi dalam penerapannya dibandingkan dengan

pembiayaan Murabahah.

45.72

37.16

49.68

39.58

47.61

45.44

48.03 46.55

0

10

20

30

40

50

60

Murabahah Musyarakah

Per

senta

se (

%)

2011 2012 2013 2014

Page 71: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

57

B. Penerapan akad Musyarakah pada Pembiayaan Produktif Bank

Muamalat Indonesia

1. Implementasi Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia

Pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)

umumnya menggunakan jenis akad Syirkah ’Inan dimana antara bank dan

nasabah bermitra dengan memberikan kontribusi dana untuk suatu usaha

tertentu dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan, adapun porsi masing-masing pihak

tidak harus sama baik dalam hal modal maupun bagi hasil.

Konsep pembiayaan Musyarakah yang diterapkan pada produk

pembiayaan produktif BMI terbagi menjadi dua, yaitu dengan konsep

akad Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah. Pada pembiayaan

Musyarakah, akad kerjasama terjadi dengan menggabungkan modal antara

pihak bank syariah dan nasabah untuk suatu usaha tertentu dalam suatu

kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan dan

kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

Sedangkan pada pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah, akad

kerjasama dilakukan untuk kepemilikan suatu barang antara pihak bank

syariah dan nasabah. Kerjasama ini secara bertahap akan mengurangi hak

kepemilikan salah satu pihak (bank) sementara pihak lain (nasabah)

bertambah hak kepemilikannya melalui mekanisme pembayaran atas hak

kepemilikan yang lain.

Page 72: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

58

Pada penerapan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah (MMQ), BMI

dan nasabah melakukan kerjasama dalam kepemilikan suatu barang,

kemudian untuk menghasilkan suatu usaha yang produktif dan

menghasilkan keuntungan, BMI menjadikan aset Musyarakah

Mutanaqisah sebagai obyek Ijarah. Selanjutnya, aset tersebut disewakan

kepada nasabah mitra dengan nilai ujrah (fee) yang disepakati dan

keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah

yang telah disepakati pula dalam akad. Dalam hal ini, porsi bagi hasil

yang diterima oleh bank merupakan pendapatan bank dan bagi hasil yang

diterima nasabah kemudian akan digunakan oleh nasabah untuk

mengambil alih kepemilikan bank secara bertahap setiap bulannya,

sehingga dalam jangka waktu yang telah disepakati saat jatuh tempo

kepemilikan aset sepenuhnya menjadi milik nasabah.40

Penerapan MMQ pada Bank Muamalat Indonesia sesuai dengan fatwa

Dewan Syariah Nasional No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah

Mutanaqisah, disebutkan bahwa aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-

ijarah-kan kepada syarik (nasabah). Dan dalam MMQ berlaku pula

hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah yang para mitranya

memiliki hak dan kewajiban, diantaranya:

40 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10

April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia

Page 73: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

59

a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.

b. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati dalam

akad.

c. Menanggung kerugian sesuai porsi modal.

Pembiayaan ini diterapkan pada beberapa produk pembiayaan sesuai

dengan kebutuhan nasabah, baik untuk keperluan modal kerja maupun

investasi. Pembiayaan ini pula cenderung kepada pembiayaan proyek.

Persyaratan untuk bisa menggunakan akad musyarakah umumnya harus

memiliki pencatatan administrasi yang baik, memiliki cash flow usaha

yang relatif stabil, nasabah telah aktif melakukan transaksi keuangan dan

pembiayaan di BMI minimal 2 tahun, serta memiliki sistem informasi

keuangan (pelaporan) guna menetapkan bagi hasil.

Tabel 4.4

Penggunaan Akad Pembiayaan Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah

KEGUNAAN

AKAD

MUSYARAKAH

MUSYARAKAH

MUTANAQISAH

Modal Kerja √

Modal Kerja Koperasi/

Multifinance √

Modal Kerja Regular √ √

Pembelian Properti √

Sumber : Bank Muamalat Indonesia

Page 74: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

60

1) Pembiayaan Modal Kerja untuk Proyek Tertentu

Modal kerja yang dimaksud adalah modal kerja atas proyek yang akan

berlangsung dan belum muncul sebagai tagihan. Contoh apabila suatu

proyek telah selesai dan kontraktor telah mengirimkan invoice kepada

pihak pemberi pekerjaan (bowheer), maka Bank tidak dapat

memberikan pembiayaan musyarakah kepada nasabah kontraktor

tersebut atas proyek yang telah selesai. Pembiayaan musyarakah hanya

dapat diberikan kepada proyek yang masih berjalan atau akan

dikerjakan. Dan bagi hasil musyarakah harus berasal dari proyek/

obyek yang dibiayai.

2) Pembiayaan Modal kerja Koperasi/ Multifinance

Pembiayaan Modal Kerja koperasi/multifinance adalah produk

pembiayaan yang ditujukan untuk Lembaga Keuangan

Mikro/Multifinance lainnya yang hendak meningkatkan pendapatan

dengan memperbesar portfolio pembiayaannya kepada Nasabah atau

anggotanya (end-user). Pembiayaan ini dapat menggunakan akad

mudharabah atau musyarakah. Sebagai dasar bagi hasil, koperasi dan

multifinance wajib memberikan laporan pendapatan kepada bank

setiap bulan

3) Pembiayaan Modal Kerja Reguler

Pembiayaan untuk modal kerja regular ditujukan atas usaha nasabah

secara umum, dan tidak terkait proyek tertentu. Pembiayaan ini dapat

Page 75: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

61

menggunakan akad musyarakah dan musyarakah mutanaqisah. Pada

pembiayaan dengan akad musyarakah, obyek bagi hasil berasal dari

keseluruhan usaha nasabah yang dibiayai. Sedangkan pada

musyarakah mutanaqisah digunakan untuk pembelian properti guna

kepentingan usaha nasabah, seperti rumah, ruko, gudang.

4) Pembiayaan Properti Bisnis

Pembiayaan Properti Bisnis adalah Pembiayaan yang disediakan

kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan akan pembelian

Asset/Properti Bisnis sebagai tambahan investasi ataupun untuk

Peremajaan/Renovasi dan Pembangunan Properti Bisnis baru diatas

lahan milik nasabah. Jenis properti yang dapat dibeli antara lain ruko,

kios, loss, gedung, dan gudang.

2. Proses Pembiayaan Musyarakah

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis pada pihak Bank

Muamalat41, umumnya proses pembiayaan dan pencairan yang dilakukan

pada semua jenis pembiayaan sama, tergantung dengan kebutuhan

nasabah dan kecocokan pembiayaan menggunakan akad musyarakah.

Pada tahap awal nasabah mengajukan pembiayaan dan terjadi negosiasi

dengan pihak A/M, kemudian A/M akan melihat pembiayaan apa yang

cocok untuk diberikan kepada nasabah dan membuat usulan pembiayaan,

41 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10

April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia

Page 76: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

62

usulan tersebut akan dikomitekan ditingkat cabang atau area tergantung

pada limitnya. Selanjutnya, bagian support pembiayaan melakukan kredit

investigasi melalui BI checking dan taksasi jaminan, sedangkan bagian

legal melakukan analisa yuridis seperti anggaran dasar perusahaan.

Setelah itu usulan tersebut dikomitekan kepada branch manager yang

memiliki wewenang, jika nilainya besar akan naik ke area atau pusat

tergantung pada limitnya dan akan masuk pada bagian risk management

dan compliance untuk direview dengan komite pembiayaan serta

persetujuan direksi.

Berikut tahapan proses pembiayaan secara rinci :

a. Pengumpulan dan Verifikasi Data

Pengumpulan dan verifikasi data calon nasabah dilakukan melalui

tahapan inisiasi dan solisitasi.

1) Inisiasi

- Penetapan target pasar

Dalam menetapkan target market Bank perlu

memperhatikan Sektor Ekonomi yang memiliki prospek bisnis

yang baik sehingga posisi Bank tergolong aman dan

menguntungkan dalam membiayai sektor tersebut. Kriteria

bisnis yang aman dan menguntungkan antara lain bisnis yang

sedang tumbuh (sunrise industry), bisnis yang tidak terkena

Page 77: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

63

resesi, bisnis yang didukung oleh regulasi pemerintah, dan

bisnis yang mempunyai pasar yang jelas

- Penghimpunan Informasi

Penghimpunan informasi dapat dilakukan dengan ta’aruf

dan wawancara. Ta’aruf adalah proses awal perkenalan antara

A/M dengan nasabah melalui proses wawancara. Dalam

wawancara tersebut A/M akan memperoleh data-data

sementara tentang kondisi nasabah pemohon pembiayaan dan

A/M memeriksa ulang kembali kelengkapan dan kebenaran

data.

Dalam proses wawancara tersebut, diperlukan adanya data

standar nasabah bagi setiap A/M yang ingin melakukan

wawancara. Dan kemudian, dari data standar itu pula para A/M

bisa mengambil kesimpulan secara tepat apakah permohonan

pembiayaan tersebut dapat dilanjutkan atau ditolak.

2) Solisitasi

Solisitasi adalah kegiatan dalam rangka memperoleh nasabah

melalui proses mengunjungi dan mendapatkan informasi data

calon nasabah. Hasil solisitasi disajikan dalam bentuk laporan

kunjungan (Call Report/ On The Spot). Laporan Kunjungan (Call

Report/ On The Spot (OTS)) adalah laporan kunjungan ke lokasi

usaha nasabah yang dibuat oleh Account Manager (AM) dan

Page 78: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

64

diketahui atasannya, sebagai dasar untuk proses pembiayaan

selanjutnya. Adapun standar informasi yang diperlukan terdiri dari

informasi umum, informasi kebutuhan nasabah, informasi

kemampuan membayar kembali, informai jaminan, dan informasi

hubungan perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

Tabel 4.5

Sumber Data dan Informasi yang Diperlukan dalam Pelaksanaan OTS

SUMBER DATA

INFORMASI YANG DIPERLUKAN

1) Kantor Nasabah

a) Kas

b) Persediaan

c) Harta Tetap

d) Piutang Dagang

e) Hutang Dagang

f) Keadaan Pegawai

2) Pabrik / Toko / Lokasi Usaha / Lokasi

Proyek

a) Persediaan

b) Harta Tetap

c) Fasilitas Produksi / Usaha

d) Fasilitas Penyimpanan

e) Keadaan Proyek (konstruksi)

f) Hasil Produksi / Barang

Dagangan

g) Keadaan Pegawai

3) Kantor / Pabrik / Toko dari Pemasok /

Pembeli / Bowheer

a) Piutang/ Hutang Dagang

b) Volume penjualan / pembelian

c) Syarat-syarat penjualan/

Page 79: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

65

pembelian

d) Waktu penyerahan barang

e) Waktu dan riwayat pembayaran

f) Tingkat kepuasan

g) SPK / kontrak

h) Tingkat penyelesaian pekerjaan

i) Kuantitas dan kualitas peralatan

4) Jaminan

a) Lokasi dan plotting

b) Kondisi

c) Bukti Kepemilikan

d) Ijin

e) Pemanfaatan

f) Penghuni

g) Kapasitas (untuk mesin)

h) Umur teknis (untuk mesin)

i) Harga Pasar.

Sumber : Bank Muamalat Indonesia

b. Pengajuan Memorandum Usulan Pembiayaan (MUP)

Pengajuan Memorandum Usulan Pembiayaan (MUP) dilakukan

oleh account manager kepada Komite Pembiayaan, karena

pembiayaan yang diberikan tergantung kepada pengambilan keputusan

komite yang menyatakan setuju atau tidak setuju. Keputusan ini dapat

dilihat melalui memorandum pembiayaan. Memorandum pembiayaan

adalah suatu analisa yang menggambarkan tentang kualitas permintaan

baru yang diajukan nasabah.

Page 80: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

66

Dalam melakukan analisa kelayakan pembiayaan ditentukan oleh

kelayakan usaha nasabah sebagai sumber utama pelunasan

pembiayaan (first way out) dan kelayakan agunan sebagai sumber

pelunasan kedua (second way out) apabila sumber pelunasan yang

utama tidak berjalan. Proses analisa kelayakan usaha dilakukan dengan

menggunakan beberapa tata cara analisa yang meliputi:

1) Analisa aspek-aspek perusahaan

2) Analisa laporan keuangan

3) Evaluasi kebutuhan dana/pembiayaan

4) Analisa kesuaian aspek syariah

5) Struktur fasilitas pembiayaan.

c. Keputusan Pemberian Pembiayaan

Keputusan pembiayaan dilakukan setelah dilakukannya review

oleh beberapa unit seperti unit Support pembiayaan, Branch Manager,

dan Komite Pembiayaan atas MUP yang diajukan. Keputusan

pembiayaan dilakukan oleh Branch Manager dan Komite Pembiayaan

tergantung pada limit dan case pembiayaan. Keputusan pembiayaan

oleh Komite Pembiayaan dapat dilakukan dua cara yaitu rapat komite

dan sirkulasi.

d. Realisasi Keputusan

Pada tahap ini, A/M melaksanakan keputusan KPP dengan

melakukan penyampaian Surat Persetujuan Pembiayaan (SPP) kepada

Page 81: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

67

nasabah, penyampaian dokumentasi dan administrasi, dan

penandatanganan akad pembiayaan serta jaminan yang diberikan

nasabah.

e. Pemantauan Nasabah

Pemantauan nasabah dilakukan pasca pencairan pembiayaan.

Pemantauan yang dilakukan antara lain pemantauan usaha nasabah,

jaminan, pembinaan nasabah, dan pemantauan pembayaran nasabah.

f. Pelunasan Pembiayaan

Pada Bank Muamalat, apabila nasabah tersebut telah selesai

menunaikan kewajibannya terhadap fasilitas pembiayaan yang telah

diterima dan menyelesaikan seluruh administrasinya, maka bank

mempunyai kewajiban untuk mengembalikan jaminan nasabah yang

telah diagunkan kepada pihak bank yang dijadikan sebagai persyaratan

untuk mendapatkan fasilitas bank.

Page 82: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

68

Review FPN

dan

Pemberian

Keputusan di

Cabang

Review FPN

(Form

Pemeringkatan

Nasabah)

Review FPN

dan

Pemberian

Keputusan

Gambar 4.1

Skema Proses Pembiayaan Musyarakah BMI

Form

Permohonan

Nasabah

1. Inisiasi

2. Sosilitasi

Paraf Form

Permohonan

Pembiayaan

(FPP) dan tanda

tangan Laporan

Kunjungan

Nasabah (LKN)

1. Melakukan

trade

checking

2. BI checking

3. DHN

4. Taksasi

5. Analisa

Laporan

Keuangan

6. Analisa

Rek. Koran

Melengkapi

dokumen

1. Legalitas

2. Jaminan

3. Data

Keuangan

Verifikasi hasil

trade checking

1. BI checking

2. DHN

3. Taksasi

4. Analisa

Yuridis

5. Opini Legal

Analisa

Kelayakan

Pembiayaan

Calon

Nasabah

Account

Manager

Branch

Manager

Unit

Support

Pembiayaan

FRO/

RMD

Komite

Pembiayaan

Risk

Assessment

Pembuatan

Memorandum

Usulan

Pembiayaan

Penerbitan

SPP Review SPP Penandatanganan

SPP

Penyampaian

SPP

Penerimaan

SPP

Page 83: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

69

3. Kendala Penerapan Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia

Dalam proses pembiayaan musyarakah, BMI memiliki beberapa

kendala dalam penerapannya. 42 Pertama, pada sisi nasabah, umumnya

secara administrasi manajemennya masih kurang dan munculnya masalah

moral hazard yaitu nasabah terkadang tidak membuat laporan realisasi

pendapatan atau melakukan penyelewengan dengan membuat laporan

yang tidak sesuai dengan realisasi pendapatannya. Selain itu, budaya

nasabah yang hanya meminjam uang kemudian menyetor pembayaraan

masih melekat dan belum adanya kesadaran dalam membuat laporan,

terutama bagi nasabah yang tidak mempunyai bagian khusus manajemen

keuangan.

Kedua, pada sisi bank, diantaranya terkait dengan teknologi,

pembiayaan musyarakah dengan prinsip bagi hasil mempunyai jumlah

pendapatan yang tak menentu, namun sistem tidak bisa secara otomatis

mengatur naik/ turunnya jumlah tersebut yang berarti bank harus

melakukan pendebetan manual. Dengan demikian, bank lebih banyak

menggunakan akad Musyarakah Mutanaqisah, karena ada barang yang

disewakan dan jumlah fee tetap, sedangkan pada Musyarakah biasa

pendapatan bank tergantung pada realisasi yang sifatnya fluktuatif. Dalam

42 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10

April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia

Page 84: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

70

hal ini bank pula harus memperhatikan fluktuasi pendapatan tersebut

terkait dengan manajemen likuiditas dan perhitungan kolektibilitas.

Ketiga, pada sisi kolektibilitas, pembiayaan menggunakan akad

musyarakah dan mudharabah memiliki sistem kolektibilitas yang berbeda

dengan akad lainnya. Pada pembiayaan musyarakah perhitungan

kolektibilitas dihitung secara kumulatif sesuai periode jadwal angsuran,

hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 13/13/PBI/2011

tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi BUS dan UUS Pasal 12 Ayat (2).

Bank harus teliti dalam perhitungan sistem kolektibilitas, jika tidak maka

bank akan mendapat denda dari BI atau protes dari nasabah karena hal

tersebut berkaitan dengan posisi nasabah di BI checking.

C. Analisis Risiko Pembiayaan Musyarakah

Risiko Kredit/ Pembiayaan merupakan risiko yang timbul akibat

kegagalan counterparty atau debitur dalam memenuhi kewajibannya saat

jatuh tempo. Untuk menganalisis risiko kredit pembiayaan musyarakah pada

Bank Muamalat Indonesia, berikut ini adalah grafik yang menunjukan tingkat

risiko pembiayaan menggunakan rasio Non Performing Financing (NPF),

yakni NPF Gross dan NPF Net pembiayaan musyarakah Bank Muamalat

Indonesia periode 2011-2014

Page 85: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

71

Grafik 4. 2 Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan Musyarakah

Bank Muamalat Indonesia Periode 2011-2014

Sumber: Annual Report Bank Muamalat Indonesia

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa NPF Gross dan NPF Net

mengalami penurunan pada tahun 2012 dan meningkat berturut-turut pada

tahun 2013 dan 2014. NPF Gross pembiayaan musyarakah meningkat

secara drastis pada tahun 2013 menjadi 7,07% dan 7,12% pada 2014.

Meskipun demikian, NPF Net Bank Muamalat yang menunjukkan kualitas

pembiayaan macet masih berada dibawah batas maksimum 5% yakni

dengan persentase 2,27% pada 2013 dan 4,87% pada 2014. Pada tahun

2013 dan 2014, NPF Gross dan NPF Net memiliki selisih yang cukup

besar, khususnya pada 2013. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas

pembiayaan musyarakah Bank Muamalat pada golongan kurang lancar,

4.55

2.26

7.07 7.12

3.62

1.972.27

4.87

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2011 2012 2013 2014

Per

senta

se (

%)

NPF Gross

NPF Net

Page 86: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

72

diragukan, dan macet memiliki kualitas pembiayaan yang kurang sehat dan

tingkat risiko pembiayaan yang tinggi. Berikut grafik kualitas pembiayaan

yang menggambarkan rincian kualitas pembiayaan musyarakah Bank

Muamalat periode 2011-2014 yang akan mempermudah pemahaman kita.

Grafik 4. 3 Kualitas Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat

Periode 2011-2014

Dari grafik diatas terlihat bahwa kualitas pembiayaan semua golongan

memiliki persentasi yang fluktuatif. Golongan lancar memiliki persentase

terbesar, yang kemudian diikuti dengan golongan dalam perhatian khusus

(DPK) dengan persentase 10,69% pada 2011, 5,5% pada 2012, 5,89 pada

2013, dan 18% pada 2014. Pada tahun 2014, pembiayaan dengan golongan

lancar menurun cukup drastis menjadi 76,95% dan masing-masing kualitas

pembiayaan bermasalah lainnya meningkat. Dengan demikian, dapat

85.61

92.51 91.70

76.95

10.69

5.505.89

18.00

3.210.12

2.14 1.110.17 0.09

0.040.990.31

1.78 0.24 2.95

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

2011 2012 2013 2014

Per

senta

se (

%) Lancar

DPK

Kurang Lancar

Diragukan

Macet

Page 87: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

73

dikatakan bahwa pengelolaan pembiayaan musyarakah Bank Muamalat

masih kurang baik dan diperlukan strategi yang lebih baik untuk mengatasi

pembiayaan, baik pembiayaan yang mulai bermasalah maupun sedang

bermasalah agar tidak berpotensi menjadi pembiayaan macet.

Faktor utama yang mempengaruhi tingginya tingkat risiko pembiayaan

pada Bank Muamalat berasal dari faktor internal dan eksternal, antara lain :

a. Faktor Internal, disebabkan oleh kurangnya monitoring reguler yang

dilakukan pihak bank terhadap usaha nasabah yang telah dibiayai dan

kualitas pembiayaan yang telah disalurkan

b. Faktor eksternal

1) Anggapan nasabah pembiayaan bagi hasil berarti juga bagi rugi

yang menyebabkan nasabah tidak memaksimalkan usahanya untuk

memperoleh keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

penyimpangan (moral hazard) berupa kelalaian dalam mengelola

usaha nasabah. Manajemen pengelolaan usaha yang kurang baik

menyebabkan usaha tidak berjalan seperti yang diharapkan dan

menurunnya pendapatan usaha, sehingga nasabah akan sulit

memenuhi kewajiban pembiayaannya kepada bank.

2) Business Risk, yang berasal dari gagalnya usaha nasabah.

Gagalnya usaha nasabah dapat dipengaruhi oleh market risk,

collection risk dan force majeur. Pada pembiayaan musyarakah,

bank akan ikut menanggung kerugian dari modal yang

Page 88: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

74

diinvestasikan jika usaha nasabah mengalami kerugian. Usaha

nasabah merupakan first way out pembiayaan karena pendapatan

utama bank berasal dari pendapatan usaha yang dibiayai.

Tingginya risiko pembiayaan yang dimiliki Bank Muamalat dapat

berpengaruh pada pendapatan yang akan diperoleh. Berikut grafik yang

menggambarkan pendapatan musyarakah Bank Muamalat periode 2011-2014

Grafik 4. 4 Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah Bank

Muamalat Periode 2011-2014

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa pendapatan bagi hasil pembiayaan

musyarakah periode 2011-2014 selalu meningkat setiap tahunnya. Perolehan

pendapatan diperoleh sebesar Rp 782,6 miliar pada 2011, Rp 1,03 triliun pada

2012, Rp 1,64 triliun pada 2013, dan Rp 2,13 pada 2014.

Dapat disimpulkan bahwa tingginya tingkat risiko pembiayaan

musyarakah, NPF Gross Bank Muamalat disebabkan oleh kurangnya

782,617

1,038,094

1,648,390

2,130,879

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

2011 2012 2013 2014

dal

am j

uta

an r

up

iah

Pendapatan Pembiayaan Musyarakah

Pendapatan Pembiayaan Musyarakah

Page 89: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

75

monitoring reguler yang dilakukan dan anggapan nasabah pembiayaan bagi

hasil berarti bagi rugi yang menyebabkan nasabah tidak memaksimalkan

usahanya untuk memperoleh keuntungan, sehingga tidak terlalu berpengaruh

pada pendapatan musyararakah Bank Muamalat. Hal ini menunjukkan bahwa

pembiayaan macet pada pembiayaan masih dapat dikelola dengan baik.

D. Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia

Risiko merupakan suatu potensi timbulnya kerugian yang dialami oleh

bank atau suatu perusahaan yang tidak diharapkan terjadi sebelumnya. Bank

Syariah dalam menjalankan kegiatan usaha tidak terlepas dari risiko yang

dihadapinya. Risiko kredit/pembiayaan merupakan risiko yang timbul akibat

kegagalan counterparty atau debitur dalam memenuhi kewajibannya saat

jatuh tempo. Risiko kredit ini menjadi sumber risiko utama yang umumnya

menyebabkan gagalnya usaha bank. Beberapa penyebab risiko kredit yang

muncul pada pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia diantaranya

berkaitan dengan investasi, operasional, dan kepatuhan pembiayaan. Berikut

risiko-risiko yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia, antara lain :

1. Risiko Investasi

Dalam pembiayaan Musyarakah, bank memiliki risiko investasi

dimana bank akan ikut menanggung kerugian dari modal yang

diinvestasikan jika usaha nasabah mengalami kerugian atau tidak

Page 90: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

76

mendapatkan keuntungan sesuai yang diproyeksikan bank. Risiko-

risiko yang terjadi, antara lain : 43

a. Business Risk (Risiko bisnis yang dibiayai)

1. Kondisi usaha nasabah menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh

beberapa hal :

a) Market Risk. Risiko pasar merupakan risiko gabungan yang

terbentuk akibat perubahan suku bunga, perubahan nilai

tukar serta hal lain yang mempengaruhi harga pasar saham,

ekuitas, maupun komoditas.44 Contoh kasus yang dihadapi

Bank Muamalat adalah ketika suatu saat usaha batu bara

sedang bagus di pasaran namun pada suatu waktu tertentu

usaha pada sektor batu bara terjadi penurunan permintaan

dan penurunan harga komoditas yang menyebabkan

pendapatan perusahaan pun menurun dan bank pun ikut

mengalami kerugian.

b) Collection risk, yaitu risiko yang terjadi ketika debitur

mengalami kendala dalam melakukan penagihan piutang

usaha pada costumer. Contohnya ketika nasabah memiliki

omset penjualan, namun banyak pembeli yang menunggak.

Hal ini akan membuat nasabah terhambat memperoleh

43 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10

April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia 44 Kasidi, Manajemen Risiko, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 66

Page 91: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

77

pendapatan dan bank pun tidak dapat memperoleh

pendapatan bagi hasilnya

2. Adanya pembatalan/pemutusan kontrak dari pihak bowheer

(pemberi pekerjaan/proyek). Pembatalan proyek dapat terjadi

karena perubahan regulasi/kebijakan pemerintah yang tidak

mendukung proyek tersebut dijalankan. Misalnya PLN

membuat usaha pusat pembangkit listrik tenaga air, kemudian

tiba-tiba ketika proyek berjalan bowheer PLN membatalkan

karena ada regulasi pemerintah yang tidak menggunakan itu

lagi dan terpaksa kontraknya terputus

3. Force majeure (keadaan memaksa) yakni keadaan diluar kuasa

para pihak yang bersangkutan seperti bencana alam, kebakaran,

dan kerusuhan. Misalnya ketika proyek sedang dijalankan

terjadi musibah gempa atau kerusuhan menyebabkan proyek

tidak bisa dijalankan.

b. Character Risk (Risiko karakter nasabah). Risiko karakter nasabah

yang buruk sering terjadi setelah adanya dropping (pencairan)

pembiayaan. Dalam hal ini, nasabah melakukan penyimpangan

(moral hazard) dari apa yang telah disepakati saat akad.

1) Nasabah tidak amanah melaporkan pendapatan usahanya.

Nasabah sebagai pengelola usaha tentunya memiliki informasi

penuh mengenai usaha yang dibiayai daripada informasi yang

Page 92: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

78

dimiliki bank. Demi mendapatkan profit yang lebih besar,

nasabah dalam bermitra terkadang berperilaku menyimpang

dengan memberikan laporan pendapatan usaha yang tidak

sesuai dengan perolehan profit nasabah sebenarnya. Hal

tersebut akan merugikan pihak bank karena mempengaruhi

besar kecilnya keuntungan yang diperoleh bank. Misalnya

untung nasabah sebenarnya 50 juta, namun nasabah

melaporkan untung yang didapat hanya 30 juta, dengan

demikian bank mendapatkan keuntungan lebih kecil dari yang

seharusnya diperoleh.

2) Nasabah tidak melaporkan pendapatan usahanya. Hal ini

menunjukkan bahwa nasabah tidak melaksanakan

kewajibannya sesuai kesepakatan saat akad. Pada pembiayaan

musyarakah nasabah diwajibkan untuk melaporkan realisasi

pendapatannya kepada bank setiap bulan untuk menentukan

bagi hasilnya, namun nasabah terkadang lalai atau bahkan

tidak memberikan laporan pendapatannya kepada bank.

Dengan demikian, bank tidak dapat menentukan bagi hasil

yang diterima oleh bank atau bahkan bank akan kehilangan

proyeksi pendapatannya.

3) Kemampuan nasabah mengelola usaha. Pengelolaan internal

perusahaan seperti manajemen organisasi, teknis produksi, dan

Page 93: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

79

keuangan sangat berpengaruh pada pendapatan yang akan

diperoleh. Jika pengelolaan tidak dilakukan secara

professional, maka kinerja perusahaan akan menurun dan

menyebabkan rendahnya profit yang diperoleh nasabah dan

bank.

2. Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh

proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal,

kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-

kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko-

risiko yang dihadapi BMI, antara lain :

a. Pilihan buruk (adverse selection) dimana karyawan tidak

mengetahui dengan jelas mengenai usaha dan karakter nasabah

yang menyebabkan karyawan membuat pilihan buruk dalam

penyaluran pembiayaan dan menimbulkan pembiayaan

bermasalah. Kesalahan dalam proses pemberian pembiayaan oleh

pihak bank dapat disebabkan oleh kurangnya kompetensi

karyawan mengenai usaha yang diajukan nasabah dan karyawan

percaya begitu saja dengan informasi usaha yang diberikan oleh

nasabah tanpa mengecek terlebih dahulu atas kebenaran informasi

tersebut.

Page 94: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

80

b. Kurangnya pengawasan terhadap kinerja keuangan dan manajemen

usaha nasabah. Pengawasan pembiayaan merupakan hal yang

penting setelah dropping. Jika pengawasan yang dilakukan bank

tidak maksimal, risiko penyimpangan maupun permasalahan

dalam pembiayaan akan lebih besar dan menyebabkan nasabah

gagal memenuhi pembayaran.

c. Kesalahan dalam pendebetan bagi hasil. Dalam pembiayaan

musyarakah, bank diharuskan melakukan pendebetan atas bagi

hasil yang menjadi hak bank karena jumlah pendapatan yang

diperoleh bank jumlahnya tidak tetap yakni sesuai dengan

pendapatan yang diperoleh pada usaha nasabah. Risiko kesalahan

pendebetan dapat muncul karena pendebetan dilakukan manual.

Jika risiko ini terjadi, maka pihak dari bank maupun nasabah akan

dirugikan. Jumlah pendebetan yang kurang akan merugikan pihak

bank karena pendapatan bank menjadi berkurang, dan sebaliknya.

3. Risiko Kepatuhan

Risiko kepatuhan merupakan risiko yang ditimbulkan akibat tidak

mematuhi atau tidak melaksanakan aturan yang telah ditetapkan, baik

peraturan internal maupupun eksternal bank. Adapun risiko yang

dihadapi berkaitan dengan kepatuhan, antara lain :

a. Terjadi kecurangan (fraud) antara karyawan dan nasabah sehingga

pembiayaan dapat dengan mudah diproses dan dicairkan tanpa

Page 95: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

81

melalui proses pembiayaan yang rumit. Dalam hal ini terlihat

bahwa adanya karyawan tidak mematuhi prosedur pembiayaan

yang ditetapkan oleh bank. Hal ini akan menyebabkan risiko

pembiayaan jika nasabah tersebut ternyata tidak kompeten dalam

mengelola usahanya.

E. Proses Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia

Manajemen risiko Bank Muamalat Indonesia adalah proses membangun

sistem kontrol untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kerugian atau

dapat didefinisikan sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang

sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan

mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.45

Khusus pada proses manajemen risiko pembiayaan, Bank Muamalat

Indonesia menerapkan sistem dimana keputusan pembiayaan diambil oleh

unit bisnis bersama-sama dengan Risk Management berdasarkan prinsip Four

Eye Principles. Prinsip Four Eye Principles merupakan proses pembiayaan

yang memisahkan kewenangan diantara unit-unit yang terlibat proses

pembiayaan agar pemberian pembiayaan bersifat objektif. Dalam proses

pembiayaan, BMI tidak hanya melibatkan satu pihak dalam prosesnya. Pihak-

pihak yang terlibat memiliki limit kewenangan tertentu dalam memberikan

keputusan pembiayaan. Dan pihak yang terlibat tersebut terdiri dari account

manager, unit support pembiayaan, branch manager/area manager, unit risk

45 Annual Report Bank Muamalat Indonesia, 2013

Page 96: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

82

management, legal, dan komite pembiayaan. Selain itu dalam prosedur

pengajuan dan penilaian pembiayaan, BMI menggunakan prinsip 5C+1S

(Character, Capacity, Capital, Collateral, daan Condition of Economic+

Syariah).46

Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian

marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan

dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah

dikenal dengan 5C+1S, yaitu :47

1) Character

Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima

pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan

bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya

2) Capacity

Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima

pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur

dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang

didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya

seperti took, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan

46 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 11

Mei 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia 47 Djawahir Hejazziey, Perbankan Syariah dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta:

Deepublish, 2014, Ed.1, Cet.1), h. 140-141

Page 97: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

83

3) Capital

Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh

calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan

secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio financial dan

penekanan pada komposisi modalnya

4) Collateral

Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan.

Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu

resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat

dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.

5) Condition

Bank Syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di

masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis

usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal

tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses

berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.

6) Syariah

Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan

dibiayai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai

dengan fatwa DSN “Pengelola tidak boleh menyalahi hukum

syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan

mudharabah.”

Page 98: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

84

Berikut proses manajemen risiko pembiayaan yang dilakukan Bank

Muamalat Indonesia, antara lain :

1. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko merupakan rangkaian proses pengenalan yang

seksama atas risiko dan komponen risiko yang melekat pada suatu

aktivitas atau transaksi yang diarahkan kepada proses pengukuran dan

pengelolaan risiko yang tepat. Proses ini dilakukan BMI melalui

tahapan inisiasi dan sosilitasi oleh Account Manager (A/M).

Pada tahapan inisiasi A/M melakukan penetapan target pasar dan

penghimpunan informasi nasabah. Penetapan target pasar dilakukan

dengan memperhatikan kriteria bisnis dan sektor ekonomi yang aman

dan cocok menggunakan akad pembiayaan musyarakah. Kriteria

bisnis yang aman diantaranya bisnis yang sedang tumbuh, bisnis yang

tidak terkena resesi, bisnis yang didukung regulasi pemerintah, dan

bisnis yang mempunyai pasar yang jelas.

Setelah penetapan target, A/M melakukan penghimpunan

informasi melalui proses ta’aruf dengan nasabah. Ta’aruf merupakan

proses perkenalan antara A/M dan nasabah dengan wawancara. A/M

akan memperoleh data-data sementara tentang kondisi nasabah

pemohon pembiayaan dan memeriksa ulang kembali kelengkapan dan

kebenaran data-data tersebut.

Page 99: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

85

Selanjutnya pada tahapan sosilitasi, yaitu proses mengunjungi dan

mendapatkan informasi data calon nasabah. Dalam hal ini, A/M

melakukan trade checking untuk mendapatkan informasi mengenai

eksistensi perusahaan dan mendapatkan gambaran operasional bisnis

secara keseluruhan termasuk manajemen, laporan-laporan keuangan

perusahaan, dan prospek masa depan perusahaan. Selain itu, A/M

harus bisa mendapatkan informasi mengenai rekan bisnis perusahaan

baik pembeli/supplier/bowheer ataupun pesaing perusahaan, informasi

kemampuan modal, informasi kemampuan membayar kembali, dan

informasi mengenai jaminan sebagai second way out.

b. Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko merupakan rangkaian proses yang dilakukan

untuk memahami signifikansi dari akibat yang ditimbulkan suatu

risiko baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat

kesehatan dan kelangsungan usaha. Pada proses ini BMI melakukan

pengukuran risiko dengan dilakukannya kredit investigasi atau analisis

kelayakan pembiayaan oleh A/M dan unit support pembiayaan.

Kredit investigasi dilakukan dengan melakukan proses analisa

kelayakan pembiayaan yang meliputi analisa aspek-aspek perusahaan,

analisa laporan keuangan, evaluasi kebutuhan pembiayaan, analisa

kesesuaian aspek syariah, dan struktur fasilitas pembiayaan. Dalam

proses ini, sistem pengukuran risiko mempertimbangkan karakteristik

Page 100: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

86

setiap jenis transaksi risiko pembiayaan (modal dan proyeksi

pendapatan bank), kondisi keuangan counterparty, persyaratan dalam

akad pembiayaan seperti jangka waktu dan tingkat bagi hasil, aspek

jaminan/ agunan, potensi terjadinya kegagalan membayar (default),

dan kemampuan bank untuk menyerap potensi kegagalan (default).

Untuk menilai potensi terjadinya default, penilaian dilakukan oleh

unit support pembiayaan antara lain melalui BI checking, taksasi

jaminan, verifikasi data, analisa yuridis, dan opini legal. Selain itu,

BMI menggunakan sistem internal customer rating untuk melakukan

screening atas nasabah pembiayaan segmen corporate sesuai

internationally best practice dan menggunakan sistem scoring untuk

melakukan screening atas nasabah pembiayaan segmen Retail, Micro,

dan Consumer yang dikembangkan secara internal sesuai kondisi

nasabah.

c. Pemantauan risiko

Pemantauan (monitoring) dilakukan untuk memantau kondisi

counterparty pada seluruh portofolio pembiayaan sejak pembiayaan

diberikan (dropping) sampai dengan pelunasan pembiayaan.

Pemantauan risiko yang dilakukan BMI terbagi menjadi dua cara,

Page 101: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

87

yaitu secara administratif (desk monitoring) dan lapangan (site

monitoring).48

Pemantauan pembiayaan secara administratif dilakukan melalui

berbagai instrumen seperti laporan-laporan perkembangan perusahaan,

laporan keuangan (financial statement), mutasi rekening nasabah

pembiayaan, dan kelengkapan dokumen pembiayaan. Pada

pembiayaan musyarakah, instrument laporan keuangan menjadi

instrumen utama dalam pemantauan karena terkait dengan bagi hasil

yang diperoleh bank.

Sedangkan site monitoring, merupakan pemantauan yang

dilakukan secara langsung dengan kunjungan lokasi. Tujuannya adalah

untuk melihat kondisi di lapangan yang meliputi aspek usaha, jaminan

kemajuan proyek, mendeteksi permasalahan nasabah dalam

menjalankan bisnisnya, dan menilai kemampuan manajemen nasabah.

d. Pengendalian risiko

Pelaksanaan proses pengendalian risiko dilakukan untuk

mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan

usaha bank. Pengelolaan risiko BMI diantaranya dilakukan dengan

penyusunan kebijakan dan pedoman manajemen risiko, evaluasi atas

metodologi pengukuran parameter profil risiko, peningkatan

48 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10

April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia

Page 102: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

88

kompetensi sumber daya manusia dan terus membangun risk

awareness culture, serta peningkatan risk management division dalam

proses bisnis.

F. Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat

Tingginya tingkat risiko pembiayaan musyarakah membutuhkan

pengelolaan risiko yang lebih baik untuk meminimalisir risiko pembiayaan.

Berikut upaya-upaya mitigasi risiko pembiayaan musyarakah yang telah

diterapkan Bank Muamalat Indonesia, antara lain :

a. Penetapan limit segmen pembiayaan dan syarat-syarat tertentu dalam

proses pemberian pembiayaan

Pada penyaluran pembiayaan dengan akad musyarakah BMI

menetapkan penyaluran pembiayaan kepada tiga segmen, yaitu

segmen Retail (100juta - <5 miliar), Commercial (5 miliar- 50 miliar),

dan Corporate (>50 miliar). Bank Muamalat tidak menyalurkan

pembiayaan langsung pada segmen mikro karena dengan akad

musyarakah, nasabah diwajibkan untuk memberikan laporan

pendapatan setiap bulan guna menetapkan bagi hasil, sedangkan pada

pengusaha mikro umumnya masih banyak yang mengalami kesulitan

dalam membuat laporan keuangan dan umumnya masih belum

bankable untuk diberikan pembiayaan.49

49 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10

April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia

Page 103: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

89

Meskipun BMI tidak menyalurkan pembiayaan mikro secara

langsung dengan akad musyarakah, BMI menyalurkan pembiayaan

tersebut melalui lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang ingin

memperbesar portofolio pembiayaannya seperti BPRS, BMT dan multi

finance lainnya dengan pola executing yakni pihak bank terlepas dari

end user/ anggota lembaga keuangan mikro.

Selain penetapan segmen, dalam pembiayaan musyarakah BMI

menetapkan syarat tertentu dalam proses pengikatan pembiayaan,

diantaranya usaha yang akan dibiayai harus memiliki cash flow yang

stabil pada transaksi keuangannya, memiliki kemampuan membuat

laporan keuangan, memiliki laporan keuangan audited, memiliki

mutasi rekening di BMI, telah aktif melakukan transaksi keuangan

dan pembiayaan minimal selama 2 tahun khusus untuk pembiayaan

dengan tujuan modal kerja.50

Pada umumnya BMI cenderung menyalurkan pembiayaan

musyarakah untuk pembiayaan proyek yang sedang berjalan ataupun

yang akan berjalan. BMI mensyaratkan bahwa proyek tersebut harus

memiliki underlying kontrak yang jelas, bowheer diharapkan

merupakan suatu perusahaan atau badan yang kredibel dan standing di

50 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10

April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia

Page 104: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

90

market, dan nasabah pun harus sudah memiliki pengalaman dalam

proyek tersebut.51

Menurut analisis penulis, penetapan limit segmen pembiayaan

dengan tidak menyalurkan pembiayaan ke segmen mikro dalam

pemberian pembiayaan musyarakah, memang sebaiknya dilakukan

karena bank diharuskan menyalurkan pembiayaan kepada nasabah

bankable. BMI juga telah mensyaratkan bahwa bisnis yang dibiayai

merupakan bisnis yang mempunyai pasar yang jelas dan mempunyai

cash flow stabil. Dengan demikian, upaya tersebut dapat mengurangi

risiko kerugian yang akan timbul dari pembiayaan dan dapat

memberikan tingkat prediksi pendapatan yang relatif akurat (highly

predictable income).

b. Evaluasi mendalam pada usaha dan karakter nasabah yang dibiayai

Pada pembiayaan musyarakah, pengikatan pembiayaan yang utama

(first way out) terletak pada usaha yang dibiayai karena sumber

pendapatan utama bank berasal dari usaha yang dibiayai. Dalam hal

ini, pihak bank harus mengevaluasi secara mendalam usaha dan

karakter nasabah yang akan dibiayai tersebut melalui prosedur yang

telah ditetapkan.

51 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,

Bank Muamalat Indonesia

Page 105: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

91

Dalam proses pemberian pembiayaan musyarakah, BMI tidak

begitu saja menyalurkan pembiayaan dengan akad tersebut. Penetapan

pembiayaan dengan akad musyarakah ditetapkan sesuai dengan tujuan

dan kebutuhan nasabah, kemudian jika cocok untuk ditetapkan dengan

akad musyarakah, bank akan mempertimbangkannya melalui proses

analisis kelayakan pembiayaan karena pembiayaan dengan

musyarakah ini terdapat hubungan kemitraan yang menuntut adanya

saling percaya yang tinggi yang berdampak pada bagi hasil yang akan

diperoleh.

Untuk mengevaluasi usaha dan karakter nasabah, BMI

menggunakan prinsip Know Your Customer melalui konsep 5C dan

melakukan peninjauan langsung on the spot ke tempat usaha nasabah.

Dengan demikian, bank dapat melihat dan membandingkan secara

langsung dengan apa yang dijelaskan oleh nasabah disaat wawancara

awal. Jika data yang diperoleh berbeda dengan kondisi fakta

dilapangan, maka tentu ada indikasi kecurangan.52

Dengan penetapan syarat bahwa nasabah telah aktif melakukan

transaksi keuangan dan pembiayaan minimal selama 2 tahun, hal ini

juga dapat membantu dalam proses analisis kelayakan pembiayaan

untuk mengevaluasi secara mendalam mengenai perkembangan usaha

52 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,

Bank Muamalat Indonesia

Page 106: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

92

dan karakter nasabah. Dengan demikian, melalui mutasi rekening

perusahaan yang dimiliki nasabah tersebut biasanya akan

mencerminkan 80% pendapatan usaha dan terlihat riwayat

kolektibilitas pembiayaan perusahaan di BMI.

Menurut analisis penulis, evaluasi mendalam mengenai usaha dan

karakter nasabah pembiayaan musyarakah merupakan tahap penting

pembiayaan sebelum adanya pencairan pembiayaan. Hal tersebut

dapat mencegah terjadinya salah pilih (adverse selection) yang akan

menimbulkan pembiayaan bermasalah dan berdampak pada risiko

pembiayaan. Karena begitu dana yang dikelola oleh nasabah, maka

akses informasi bank terhadap usaha nasabah menjadi terbatas dan

akan terjadi asymmetric information dimana nasabah sebagai

pengelola usaha mengetahui berbagai informasi yang tidak diketahui

oleh bank.

c. Pengikatan jaminan (underlying asset)

Pihak bank dalam menyalurkan pembiayaan dengan prinsip

kemitraan seperti Musyarakah, tentu harus berhati-hati dan tidak bisa

percaya begitu saja kepada nasabah. Jaminan pada pembiayaan

musyarakah merupakan second way out atas terjadinya gagal bayar

ketika telah dilakukan upaya evaluasi ulang pembiayaan, nasabah

sudah tidak memiliki usaha dan nasabah sudah tidak kooperatif dalam

menyelesaikan pembiayaan.

Page 107: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

93

Pada pembiayaan Musyarakah, bank menetapkan bahwa

diharuskan adanya jaminan berupa fixed asset dan personal

guarantee53 , walaupun pada umumnya jaminan dapat berupa fixed

asset (tanah, bangunan), movable asset (mesin, kendaraan), jaminan

tidak bergerak lainnya (persediaan barang, chessy/ tagihan, dan

deposito) ataupun personal guarantee.

Bank Muamalat menetapkan collateral coverage ratio minimal

100%, yang berarti nilai jaminan minimal sama dengan nilai fasilitas

pembiayaan yang diberikan bank. Jika dirincikan lebih lanjut,

collateral coverage ratio setiap segmen memiliki rasio yang berbeda.

Pada segmen retail pembiayaan modal kerja dan investasi minimal

rasio sebesar 100%, sedangkan pada segmen komersial dan korporat

minimal sebesar 100 % untuk investasi dan 50% untuk pembiayaan

modal kerja.

Menurut analisis penulis, pengenaan jaminan pada pembiayaan

Musyarakah merupakan salah satu incentive-compatible constrains

berupa collateral yang ditetapkan Bank Muamalat. Pada pengenaan

jaminan berupa fixed asset akan mencegah nasabah pengelola dana

melakukan penyelewengan (moral hazard) karena jaminan yang sudah

diberikan dapat menjadi harga dari penyelewengan perilakunya,

53 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,

Bank Muamalat Indonesia

Page 108: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

94

sedangkan jaminan berupa personal guarantee menjadi penjamin atas

character risk yang dilakukan nasabah. Dengan demikian, jaminan

dapat digunakan bank sebagai pengganti atas gagalnya nasabah

memenuhi kewajiban pembiayaan.

d. Sistem bagi hasil Revenue Sharing

Bagi hasil merupakan keuntungan yang didapat bank melalui

pembiayaan musyarakah. Besar kecilnya bagi hasil sangat dipengaruhi

oleh pendapatan yang diperoleh oleh nasabah pembiayaan melalui

usaha yang dibiayai. Semakin baik kinerja usaha nasabah dalam

menghasilkan pendapatan, semakin besar pula pendapatan bagi hasil

yang diperoleh bank, dan sebaliknya.

Dalam pembiayaan musyarakah, Bank Muamalat menggunakan

sistem bagi hasil dari revenue sharing, Pertimbangannya diantaranya

adalah dibutuhkan kejujuran dari nasabah dalam memberikan laporan

keuangannya, sedangkan bank tidak memiliki waktu banyak untuk

mengecek apakah nasabah jujur dalam memberikan laporan

keuangannnya. Misalnya bisa saja nasabah mengecilkan porsi

pendapatan, dan membesarkan porsi pengeluaran, sehingga profit akan

semakin kecil atau bahkan minus dan bank akan sangat dirugikan.

Alasan lainnya, dengan menggunakan sistem revenue sharing, bank

dapat dengan mudah mengecek dari nota penjualan nasabah, sehingga

Page 109: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

95

total pendapatan bulanan masih dapat di lacak dengan meminta

nasabah melampirkan nota penjualannya.54

Berdasarkan uraian hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan

bahwa dengan menetapkan sistem bagi hasil revenue sharing, Bank

dapat dengan mudah mengontrol pembiayaan, menghindari moral

hazard dari ketidakjujuran nasabah dalam melaporkan pendapatan dan

menghindari adanya biaya-biaya tak terduga yang tinggi dalam

pengelolaan dana yang dilakukan nasabah. Dengan demikian, bank

dapat mengurangi risiko munculnya pembiayaan bermasalah dan tetap

memaksimalkan keuntungan dari pemberian pembiayaan tersebut.

e. Monitoring berkala

Monitoring merupakan kunci utama dalam pengelolaan

pembiayaan musyarakah yang dilakukan pasca dropping pembiayaan,

termasuk pada pengawasan dan pembinaan. Monitoring dilakukan

secara on desk monitoring, call monitoring dan on site monitoring

minimal sebulan sekali atau 3 bulan sekali, tergantung pada objek

pembiayaaan.

Monitoring yang dilakukan antara lain memantau transaksi

keuangan nasabah dan bukti penggunaan dana, memberikan

pemahaman dan memantau kewajiban nasabah dalam melaporkan

54 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,

Bank Muamalat Indonesia

Page 110: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

96

laporan pendapatannya setiap bulan, mengidentifikasi ketidaktepatan

pembayaran, melakukan pembinaan ketika mulai terjadi penurunan

kinerja usaha nasabah terutama yang terkait dengan pendapatan, dan

menangani pembiayaan bermasalah dengan tepat waktu.

Untuk memudahkan kontrol pembiayaan, Bank Muamalat juga

mensyaratkan bahwa nasabah pembiayaan harus memiliki rekening

escrow. 55 Sehingga bank akan terhindar penyalahgunaan transaksi

penarikan yang dilakukan oleh nasabah.56

Menurut analisis penulis, monitoring merupakan mitigasi utama

yang sangat penting setelah adanya pencairan pembiayaan. Tingginya

tingkat risiko pembiayaan NPF Gross yang melebihi 5% di tahun 2013

dan 2014 pada pembiayaan musyarakah dirasa memerlukan

monitoring yang lebih ketat guna mencegah munculnya pembiayaan

bermasalah dan jika tidak ditangani dengan cepat akan berdampak

pada pembiayaan macet dengan dilakukannya monitoring secara

langsung dan teratur terhadap faktor internal (manajemen dan kondisi

keuangan) dan eksternal (kondisi makro dan mikro) yang

mempengaruhi usaha nasabah dan pendapatan bank.

55Rekening Escrow adalah Rekening giro yang hanya bisa ditarik berdasarkan izin bank;

rekening penampungan untuk dana yang dipercayakan kepada kustodian berdasarkan perjanjian

tertulis untuk tujuan tertentu, bertindak sebagai kustodian pada umumnya ialah bank atau perusahaan

trust (trust company), sejumlah dana yang disetorkan oleh pemilik baru suatu bank dan ditanamkan

dalam rekening yang dibuka secara khusus untuk keperluan penyelamatan kredit 56 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10

April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia

Page 111: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

97

Seringnya pihak bank berkomunikasi dengan nasabah sebagai

mitra melalui monitoring, hubungan dengan nasabah menjadi lebih

baik dan terhindar dari permasalahan asymmetric information seperti

moral hazard yang mungkin dilakukan nasabah. Selain itu, kinerja

usaha nasabah dapat terkontrol sehingga nasabah dapat

memaksimalkan keuntungan dan bank tetap memperoleh pendapatan

yang telah diproyeksikan.

f. Meningkatkan kompetensi karyawan

Bank Muamalat dalam penyaluran pembiayaannya, memiliki

aturan bahwa setiap unit bisnis bank harus memahami usaha yang

diajukan nasabah, untuk menghindari kecurangan nasabah mengenai

informasi usaha yang akan dibiayai dan penyalahgunaan penggunaan

dana usaha.

Para Relationship Manager (RM) Financing terus dibekali dengan

berbagai pelatihan dan pendampingan secara berkesinambungan dari

sisi pengetahuan lini bisnis untuk sektor-sektor spesifik yang dibiayai,

untuk menigkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi sektor

maupun nasabah yang potensial dan berkualitas baik. Pelatihan dan

pendampingan juga diberikan untuk meningkatkan kompetensi

teknikal terkait produk atau skema pembiayaan yang ada agar mereka

mampu memberikan solusi dengan nilai lebih kepada nasabah, dan

Page 112: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

98

bukan sekedar menjadi fasilitas pembiayaan investasi ataupun modal

kerja.57

Menurut analisis penulis, kompetensi karyawan memang perlu

untuk terus ditingkatkan guna meningkatkan kualitas penyaluran

pembiayaan, tidak hanya untuk para RM Financing tetapi untuk semua

unit bisnis yang terlibat pembiayaan.

g. Penggunaan risk tools Bank Muamalat

Bank Muamalat dalam mengendalikan risiko pembiayaan

menggunakan beberapa tools diantaranya :

1) Muamalat Early Warning System (MEWS)

MEWS digunakan BMI untuk memantau secara aktif

kinerja nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban

sesuai akad pembiayaan yang disepakati dengan Bank

Muamalat. MEWS merupakan laporan hasil monitoring yang

menunjukkan raport pembiayaan nasabah (merah/ kuning/

hijau) sebagai peringatan dini atas pembiayaan bermasalah.

Pada aplikasi MEWS, menggambarkan beberapa informasi

mengenai usaha dan aktivitas keuangan nasabah di Bank

Muamalat yang akan diukur kinerjanya secara berkala 3

bulanan. Informasi yang terdapat pada aplikasi MEWS antara

lain informasi mengenai fasilitas pembiayaan, informasi

57 Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2013

Page 113: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

99

keuangan, informasi Sistem Informasi Debitur (SID atau BI

checking), pemenuhan syarat-syarat pembiayaan (seperti

NPWP, SIUP, AD/ART perusahaan, laporan RAT), dan

informasi kualitatif.

Adapun fokus utama Bank Muamalat untuk melakukan

pengukuran kinerja nasabah, antara lain menggunakan :

a) Z-Score

Z-score merupakan score atau indeks yang digunakan

untuk memprediksi, menilai probabilitas kebangkrutan

sebuah perusahaan dalam waktu dua tahun kedepan. 58

Penggunaan metode ini digunakan Bank Muamalat untuk

melakukan tindakan pencegahan (early warning) apabila

terindikasi sudah berada pada kondisi bangkrut dan akan

mengalami gagal bayar.

Model yang dinamakan z-score dalam bentuk aslinya

adalah model linier dengan rasio keuangan yang diberi

bobot untuk memaksimalkan kemampuan model tersebut

dalam memprediksi. Adapun formula Z-Score (original)

sebagai berikut

Z-score =1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5

58 http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-keuangan-manajemen-keuangan/analisis-rasio-keuangan-

perusahaan/analisis-kebangkrutan-perusahaan-metoda-z-score/, diakses pada 6 Juli 2015

Page 114: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

100

Keterangan :

X1 = working capital / total asset

X2 = retained earnings / total asset

X3 = earning before interest and taxes/total asset

X4 = market value of equity / book value of total debt

X5 = sales / total asset

Dari formulanya diketahui bahwa Z-Score berkorelasi

positif dengan rasio-rasio keuangan yang berbasis Total

Asset atau total aktiva. Jika rasio-rasio keuangan ini naik,

maka Z-Score naik, atau probabilitas kebangkrutan turun.

Dalam model tersebut perusahaan yang mempunyai

skor Z >2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat,

sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z <1,81

diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut.

Selanjutnya skor 1,81-2,99 diklasifikasikan sebagai

perusahaan pada grey area atau daerah kelabu.

b) Sistem Informasi Debitur (SID)

SID digunakan Bank Muamalat untuk menganalisis

track record seorang debitur. Bank akan melihat berapa

dan apa saja pembiayaan yang dimiliki debitur dan terlihat

bagaimana status koletibilitas yang dimiliki nasabah.

Dengan demikian, jika nasabah mengalami penurunan

kolektibilitas dapat diantisipasi dan ditindaklanjut secara

dini.

Page 115: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

101

c) Informasi Kualitatif

Informasi kualitatif seperti manajemen, regulasi, dan

kondisi makro ekonomi terhadap usaha nasabah dan

aktivitas keuangan nasabah di Bank Muamalat

Dengan adanya MEWS, permasalahan nasabah karena kondisi

internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi

kemampuannya untuk memenuhi kewajiban pembayaran kepada

bank, dapat diantisipasi dan ditindaklanjuti secara dini. Akan tetapi

berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Bank Muamalat,

penerapan MEWS belum berjalan efektif karena masih belum

dilakukan secara teratur dalam pengisian, pelaporan dan terkadang

masih terdapat kesalahan dalam proses input data. Dengan

demikian, hal ini perlu dilakukan review kembali mengenai

penggunaannya dan ditetapkannya prosedur tertentu agar

penggunaan MEWS dapat dilakukan secara maksimal.

2) Sistem Internal Customer Rating untuk melakukan screening atas

nasabah pembiayaan

Sistem Internal Costumer Rating merupakan sistem credit

rating yang digunakan Bank Muamalat. Berdasrkan definisi,

credit rating (pemeringkatan kredit) mengacu pada penilaian

mengenai tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) suatu entitas

atau transaksi, meliputi kemampuan (capacity) maupun kemauan

Page 116: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

102

(willingness) untuk membayar kewajiban-kewajibannya. 59 Pada

sistem rating internal, sistem ini mengidentifikasi risiko kredit

yang dihadapi bank pada satu aset dengan berbasis pada total aset,

dengan cara yang sistemik dan terencana, dan akhirnya bisa

diketahui risiko bank dalam kebijakan portofolio yang

dilakukan.60

Secara global, aspek-aspek dalam penilaian Internal Costumer

Rating Bank Muamalat meliputi kondisi bisnis, aspek manajemen,

dan aspek financial.

Tabel 4. 6 Aspek Penilaian Internal Rating Costumer Bank Muamalat

Kriteria

Bobot

Indikator Bobot

Utama

Sub

Bobot

Bussiness

Condiition 25%

1.Industry Risk

2.The Age of Bussiness

3.Marketing

a.Competition

b.Costumer Relationship, Product

Quality

4.Continuity of Bussiness

a.Product diversification

b.Continuity of stock supply by and

relationship with suppliers/producers

Management 30%

1.Management Experiences

a. Experiences on Management and/or

related business

b.Managerial Skill, decision making,

59 Kajian mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System: Persiapan Bank Indonesia

dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, (Jakarta: Bank Indonesia, 2009), h. 9 60 Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008, Cet.I), h. 157

Page 117: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

103

clearity of organization & existence

of successionprogram

c. Financial planning & control ability

d.Entrepreneurship, profit & growth

oriented and result driven

2. Integrity and reputation

3. Quality of Financial statements

Financial 45%

60% 1. Future Performance of Cash Flow

40%

1. Past Financial Performance

a. Sales Growth

b. Return on Equity

c. EBIT/ Sales

d. Sales/Total Asset

e. Asset/Equity

f. EBIT/Interest

g. Current Ratio

Sumber : Bank Muamalat Indonesia

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa setiap aspek

memiliki penilaian bobot tersendiri, sehingga diakhir credit

rating akan muncul kriteria calon nasabah secara otomatis

karena sudah diprogram sesuai dengan kriteria yang sudah

ditetapkan. Dengan demikian, hasil rating tersebut, digunakan

untuk memberikan gambaran apakah nasabah layak dibiayai,

atau layak dibiayai tapi dengan syarat, dan nasabah tidak layak

dibiayai.

Page 118: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

104

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan merujuk pada

hasil penelitian yang dilakukan penulis, maka dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Pembiayaan Musyarakah yang diterapkan Bank Muamalat Indonesia

menggunakan jenis akad Syirkah ‘Inan. Adapun konsep pembiayaan

Musyarakah yang diterapkan pada produk pembiayaan produktif BMI

terbagi menjadi dua, yaitu dengan konsep akad Musyarakah dan

Musyarakah Mutanaqisah. Pembiayaan ini digunakan sesuai dengan

kebutuhan nasabah, baik untuk modal kerja maupun investasi dan

umumnya pembiayaan digunakan untuk pembiayaan proyek yang

memiliki kontrak yang jelas. BMI dalam penerapannya juga memiliki

beberapa kendala diantaranya budaya nasabah yang hanya meminjam

uang dan menyetorkan pembiayaan tanpa diharuskan membuat laporan

keuangan, munculnya masalah moral hazard, manajemen administrasi

nasabah yang kurang baik, sistem yang tidak secara otomatis mendebet

bagi hasil, dan sistem kolektibilitas yang berbeda dengan akad

pembiayaan lainnya.

2. Berdasarkan hasil analisis risiko dan pendapatan bagi hasil musyarakah,

pada tahun 2013 dan 2014 NPF Gross mengalami peningkatan, dengan

Page 119: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

105

persentase sebesar 7,07% pada 2013 dan 7,12% pada 2014. Sedangkan

NPF Net memiliki persentase sebesar 2,27% pada 2013 dan 4,87% pada

2014, hal ini disebabkan oleh kurangnya monitoring reguler yang

dilakukan dan anggapan nasabah pembiayaaan bagi hasil berarti bagi rugi

yang menyebabkan nasabah tidak memaksimalkan usahanya untuk

memperoleh keuntungan. Akan tetapi, pendapatan bagi hasil musyarakah

pada periode 2011-2014 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dan hal

ini menunjukkan bahwa meskipun tingkat NPF gross pembiayaan

musyarakah melebihi batas maksimum, NPF tidak terlalu berpengaruh

pada pendapatan musyarakah dan menunjukkan bahwa pembiayaan macet

pada pembiayaan musyarakah masih dapat dikelola dengan baik.

3. Risiko pembiayaan musyarakah yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia

diantaranya berkaitan dengan risiko investasi, risiko operasional, dan

risiko kepatuhan. Umumnya, risiko-risiko tersebut muncul karena adanya

permasalahan principal agent yakni permasalahan pada hubungan

kemitraan antara bank dan nasabah pembiayaan.

4. Strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat,

diantaranya terdapat penetapan limit segmen pembiayaan terbatas pada

segmen Retail, Komersial dan Korporat dan syarat-syarat tertentu dalam

pemberian pembiayaan; evaluasi mendalam pada usaha dan karakter

nasabah yang dibiayai; pengikatan jaminan utama berupa fixed asset dan

personal guarantee; menggunakan sistem bagi hasil revenue sharing;

Page 120: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

106

monitoring berkala; meningkatkan kompetensi karyawan; dan penggunaan

risk tools berupa Muamalat Early Warning System (MEWS) dan Internal

Customer Rating.

B. Saran

Beberapa saran penulis sampaikan berdasarkan hasil penelitian, antara lain :

1. Bank Muamalat agar melakukan monitoring yang lebih ketat guna

mencegah munculnya pembiayaan bermasalah dan jika tidak ditangani

dengan cepat akan berdampak pada pembiayaan macet dengan

dilakukannya monitoring secara langsung dan teratur terhadap faktor

internal (manajemen dan kondisi keuangan) dan eksternal (kondisi makro

dan mikro) yang mempengaruhi usaha nasabah dan pendapatan bank.

2. Bank Muamalat perlu meningkatkan kualitas Sumber Daya Insani (SDI)

dengan dilaksanakannya pelatihan mendalam untuk menigkatkan

kemampuan dalam mengidentifikasi sektor maupun nasabah yang

potensial dan berkualitas baik.. Pelatihan yang dilakukan tidak hanya

untuk RM Financing, tetapi juga untuk seluruh unit bisnis yang terlibat

dalam proses pembiayaan, agar menghasilkan analisa kelayakan

pembiayaan yang akurat dan tepat dan dapat memberikan solusi atas

pembiayaan bermasalah yang muncul.

3. Menyusun prosedur dan mereview kembali penggunaan aplikasi risk tools

seperti Muamalat Early Warning System (MEWS) dan Internal Customer

Rating guna menetapkan strategi pengelolaan risiko yang lebih baik

Page 121: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

107

kedepannya dan mampu meminimalisir risiko yang melekat pada

pembiayaan musyarakah.

4. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai produk bank syariah, terutama

bagi produk pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil. Dapat

dijelaskan bahwa pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, kedua belah

pihak yang melakukan kerjasama dalam kontribusi dana bersama-sama

menanggung untung dan rugi. Dan pihak yang mengelola dana

mempunyai kewajiban memaksimalkan keuntungan dalam pengelolaan

usahanya.

5. Perlu adanya insentif atau penghargaan bagi Bank Syariah yang mampu

menyalurkan pembiayaan dalam komposisi yang besar dengan prinsip

bagi hasil, baik dengan akad mudharabah maupun musyarakah agar Bank

Syariah tidak terlalu aversion to risk dalam menyalurkan pembiayaan

tersebut.

6. Peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi tingginya risiko pembiayaan bagi hasil, yang salah

satunya musyarakah baik secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga dapat

diperoleh strategi khusus menangani pembiayaan yang memiliki risiko

yang tinggi ini.

Page 122: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

108

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abbas, Afifi Fauzi. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Adelina Bersaudara

Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press

Antonio, M. Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani

Arifin, Zainul. 1999. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan

Prospek. Jakarta: Alvabet

Arifin, Zainul. 2006. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka

Alvabet

Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Basir, Cik. 2009. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama

dan Mahkamah Syar’iyah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif.

Basyaib, Fachmi. 2007. Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Gramedia

Gudono. 2012. Teori Organisasi. Yogyakarta: BPFE

Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Bank Syariah. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Ikatan Bankir Indonesia. 2015. Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

Karim, Adiwarman A. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada

Kasidi. 2010. Manajemen Risiko,.Bogor: Ghalia Indonesia

Khan, Tariqullah, dan Habib Ahmed. 2008. Manajemen Risiko Lembaga Keuangan

Syariah. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Page 123: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

109

Mishkin, Frederic S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan, Edisi 8.

Jakarta: Salemba Empat

Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Muhammad. 2014. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada

Nasution, S. 2002. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Nurhayati, Sri. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

Rivai, Veithzal. Islamic Risk Management for Islamic Bank. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama

Siahaan, Hinsa. 2007. Manajemen Risiko: Konsep, Kasus, dan Implementasi, Jakarta:

PT. Gramedia.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Suryanto, Bagong. 2011. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana.

Tarsidin. 2010. Bagi Hasil: Konsep dan Analisis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi

Umam, Khaerul. Manajemen Perbankan Syaiah. Bandung: Pustaka Setia

Wangsawidjaja. 2012. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka

Wirartha, I Made. 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: ANDI

JURNAL DAN SKRIPSI

Trianti, Khoiriyah. 2014. Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus

Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang). Jurnal Ilmiah. Malang: FEB,

Universitas Brawijaya.

Azzahroh, Asma. 2013. Strategi Manajemen Risiko PT. BPRS Kota Bekasi. Skripsi.

Jakarta: FSH-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 124: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

110

Nurilmi, Ai. 2014. Manajemen Risiko Kurs Valuta Asing Bank Muamalat Indonesia

pada Transaksi Letter of Credit. Skripsi. Jakarta: FSH-UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Mulyani, Sri. 2009. Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan dalam Upaya

Menjaga Likuiditas Bank Syariah (Studi pada PT Bank Syariah Mandiri

Cabang Malang). Skripsi. Malang: FE-UIN Malang.

Zharfan, Refaat. 2011. Optimalisasi Skema Bagi Hasil sebagai Solusi Permasalahan

Principal Agen dalam Pembiayaan Mudharabah pada PT. BNI Syariah

Cabang Makassar. Skripsi Program Sarjana (S1), Jurusan Akuntansi, FEB,

Universitas Hasanuddin

ARTIKEL

Bank Indonesia. 2009. Kajian mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating

System: Persiapan Bank Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi

ASEAN 2015. Jakarta

Bank Indonesia. 2014. Statistika Perbankan Syariah. Jakarta

_____________ 2008. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah. Jakarta

_____________2011. Peraturan Bank Indonesia No. 13/23/PBI/2011 tentang

Penerapan Manajemen Risiko untuk BUS dan UUS. Jakarta

_____________2011. Peraturan Bank Indonesia No. 13/13/PBI/2011 tentang

Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Bank Umum Syariah. Jakarta

Bank Muamalat. 2010. Annual Report 2010. Jakarta

____________ 2011. Annual Report 2011. Jakarta

____________ 2012. Annual Report 2012. Jakarta

____________ 2013. Annual Report 2013. Jakarta

____________ 2014. Annual Report 2014. Jakarta

Bank Syariah Mandiri. 2011. Laporan Tahunan 2011. Jakarta

_________________ 2012. Laporan Tahunan 2012. Jakarta

Page 125: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

111

_________________ 2013. Laporan Tahunan 2013. Jakarta

Bank Rakyat Indonesia Syariah. 2011. Laporan Tahunan 2011. Jakarta

________________________ 2012. Laporan Tahunan 2012. Jakarta

________________________ 2013. Laporan Tahunan 2013. Jakarta

http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2012/12/03/economic-and-life-style/,

diakses pada 27 November 2014

https://sharianomics.wordpress.com/2010/12/09/risiko-terkait-pembiayaan-berbasis-

natural-uncertainty-contracts-nuc/, diakses pada 17 Februari 2015

https://www.bi.go.id, Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia, diakses pada 17

Februari 2015

http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-keuangan-manajemen-keuangan/analisis-rasio-

keuangan-perusahaan/analisis-kebangkrutan-perusahaan-metoda-z-score/,

diakses pada 6 Juli 2015

Page 126: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

112

LAMPIRAN

Page 127: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

113

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Bapak Amin Syafi’i

Jabatan : Commercial Financing Risk Manager

Interviewer : Mutia Sarayati

Tanggal : Jumat, 10 April 2015

Pembiayaan Musyarakah

1. Apa saja produk pembiayaan produktif yang ada pada Bank Muamalat

Indonesia?

Pada umumnya, ada pembiayaan Modal kerja yang terdiri dari pembiayaan

modal kerja dan juga pembiayaan modal kerja LKMS (Lembaga Keuangan

Mikro Syariah) dan Investasi yang terdiri dari pembiayaan investasi dan

pembiayaan Hunian Bisnis Syariah

2. Produk pembiayaan apa saja yang menggunakan akad musyarakah?

Garis besarnya pada pembiayaan Modal Kerja, Investasi, dan Hunian Bisnis

Syariah, jenis produknya banyak yang terbagi ke berbagai segmen.

Penggunaan akad musyarakah itu tergantung pada kebutuhan nasabah, setelah

dianalisa kebutuhannya kemudian dicocokkan akadnya, apakah cocok

menggunakan akad musyarakah. Syarat diantaranya adalah mereka yang

sudah menjadi nasabah kita beberapa tahun, mutasi rekening pada BMI, dan

mempunyai catatan pembukuan agar bisa menetapkan bagi hasilnya

3. Pada segmen pembiayaan apa saja musyarakah diterapkan?

Terbagi menjadi tiga yaitu segmen Retail, Komersial, dan Corporate.

- Segmen Retail (100 juta- <5 milyar)

- Komersial ( 5 milyar- 50 milyar)

- Corporate (>50 milyar)

4. Sektor ekonomi apa saja yang usahanya dibiayai BMI?

Page 128: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

114

Bermacam-macam sektor usaha, sesuai sektor ekonomi yang diatur BI, yang

penting sesuai aspek administrasi, aspek syariah, dan bank mampu

menganalisa usaha tersebut. Termasuk juga sektor pertanian, misalnya

pemenuhan alat produksi seperti mesin semprotan

5. Bagaimana dengan pembiayaan LKMS?apakah termasuk kepada pembiayaan

mikro BMI?

Pembiayaan LKMS tidak termasuk pembiayaan Mikro karena kita membiayai

LKMSnya, contohnya Koperasi, BPRS, BMT yang kemudian mereka yang

membiayai pembiayaan Mikro tersebut. Adapun jika kita membiayai mikro,

kita menggunakan akad murabahah.

6. Mengapa segmen Mikro tidak termasuk pada penggunaan akad Musyarakah?

Karena nanti kalau pembiayaan mikro terlalu sempit. Pembiayaan

Musyarakah memerlukan tata administrasi yang bagus, apakah pengusaha

kecil tersebut mampu membuat tata administrasi tersebut, karena Musyarakah

berbasis bagi hasil beradasarkan pendapatan dan contohnya apabila

pembiayaan mikro hanya beberapa puluh juta atau misal hanya 5 juta, harus

pembukuan, setiap bulan melaporkan pendapatannya, mereka kan pasti

kerepotan

7. Bagaimana penerapan pembiayaan musyarakah pada Bank Muamalat

Indonesia?

Musyarakah itu kerja sama saling berserikat, pihak bank muamalat tidak ikut

dalam kegiatan usaha. Musyarakah biasa memang cenderung kepada

pembiayaan proyek2, pembiayaan proyek yang sudah jelas ada kontraknya,

lalu kita tinggal pantau. Biasanya proyek yang juga menggunakan rekening

Koran. Bank selalu memantau dengan mengecek laporan keuangan, benar

atau tidak, membrikan arahan kepada nasabah, terutama jika ada masalah

dengan pendapatan usaha nasabah. Untuk tahapan penerapannya, pertama

adalah melihat kebutuhan nasabah dianalisa mencocokkan dengan akad

Page 129: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

115

yang dapat digunakan sesuai kebutuhan persyaratan untuk bisa

menggunakan akad musyarakah harus memiliki pencatatan administrasi yang

bagus, usaha yang relatif stabil, artinya misal ada juga siklus usaha seperti

pakaian cocoknya pada musim lebaran relatif dagangannya ramai begitupula

usaha hewan qurban. Dan misal untuk proyek itu dikerjakan selama 1 tahun

kan jelas, jelas sumber dan pendapatannya karena musyarakah itu kan

prinsipnya profit and loss sharing. Dan jika kita tidak memperhatikan hal

tersebut, kita bisa rugi. Dengan demkian bank menentukan pembiayaan harus

berdasarkan regulasi dan juga aspek syariah.

8. Bagaimana porsi modal antara bank dan nasabah pada pembiayaan

musyarakah yang diterapkan? Dan bagaimana kesepakatan nisbahnya?

Penerapannya tergantung kondisi usaha dan melihat risikonya, nasabah bisa

lebih besar atau kecil dalam memberikan porsi modalnya, kecuali jika ada

regulasi dari BI. Jika nasabah memberi porsi modal lebih besar dari bank

maka bank menanggung risiko yang lebih kecil.

Kesepakatan nisbah tidak ada aturan, dilihat dari kemampuan nasabah,

nasabah mempunyai asset berapa, kita mau berbagi hasil berapa, missal ada

proyek dari pemerintah nilainya 100juta, saya punya modal 25 dan bank 75.

Lihat modal yang dimiliki, asset, keuntungan nasabah, baru ditentukan

nisbahnya. Kerugian ditanggung berdasarkan modal yang diberikan

9. Bagaimana dengan urutan proses pembiayaannya ya pak? Siapa saja pihak

yang terlibat dalam pembiayaan ini?

Secara umum proses pembiayaan dan pencairan sama, nasabah bertemu

dengan pihak marketing terjadi negosiasi dan nasabah mengajukan aplikasi

pembiayaan pembiayaan marketing kemudian akan melihat pembiayaan

apa yang cocok untuk diberikan kepada nasabah marketing membuat

usulan pembiayaan usulan tersebut akan dikomitekan ditingkat cabang atau

wilayah, jika nilainya besar maka akan diserahkan ke pusat dan tergantung

Page 130: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

116

plafonnya komite-komite tersebut ada bagian support pembiayaan, dalam

membuat usulan ada yang namanya bagian kredit investigasi dilakukan BI

checking, taxasi berapa nilai jaminan yang diberikan, jika usaha dilihat

anggaran dasarnya oleh bagian legal setelah dibuat usulan itu semua akan

dikomitekan kepada branch manager yang memiliki kewenangan

kemudian naik ke area atau pusat jika nilainya besar, tergantung limitnya

masuk ke bagian risk management untuk dianalisa, termasuk juga compliance

untuk dilihat procedural dan legal-legalnya di pusat direview oleh komite

pembiayaan dan disetujui oleh bagian direksi

10. Bagaimana penerapan dengan akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ)?

Sistemnya porsi semakin berkurang, bank dan nasabah berserikat bersama-

sama memiliki suatu barang, kemudian barang tersebut kan harus

menghasilkan suatu usaha yang produktif, maka barang tersebut disewakan,

barang disewakan kepada nasabah karena nasabah yang membutuhkan dan

yang berkongsi dengan bank, kemudian pendapatan sewa tersebut dibagi

hasilkan, bank dan nasabah melakukan kesepakatan nisbah, kemudian bagi

hasil nasabah digunakan nasabah untuk mengambil alih kepemilikan bank

dengan membayarkan bagi hasil tersebut kepada bank.

Biasanya pembiayaan untuk usaha yang menggunakan akad musyarakah,

contohnya adalah gedung perkantoran karena mempunyai jangka waktu yang

lama dan bisa diperkirakan penyusutannya, kalau seperti mesin-mesin kita

lihat dulu, jika mesin yang cepat haus kita akan rugi, kita lihat juga jangka

waktunya dan risikonya. Contoh lainnya mesin elektronik yang ditaro di

lapangan, kita tidak tahu jangka waktu berapa lama akan rusak (cepat

menyusut), biasanya menggunakan akad murabahah

11. Apakah ada penerapan underlying asset (aset jaminan) pada pembiayaan

musyarakah?

Page 131: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

117

Jaminan ada fixed asset seperti tanah, bangunan, movable asset seperti

kendaraan, mesin-mesin, jaminan tidak bergerak tapi bukan benda seperti

persediaan barang, chessy tagihan, cash collateral (deposito). Tergantung

yang dimiliki nasabah dan bisakah BMI menerima jaminan tersebut.

Bagaimana penilaian jaminan tersebut?

Setiap segmen ada ketentuan dan aturan sendiri, ada persentase atau rasio

untuk menghitung jaminan tersebut. Jaminan bisa campur antara fixed asset,

movable dan jaminan tidak bergerak. Jaminan merupakan second way out

ketika nasabah default, first way outnya adalah usaha itu sendiri. Karena

dalam musyarakah yang terutama adalah analisis usahanya karena berbasis

profit and loss sharing. Jika kita salah dalam menganalisis itu bukan

kesalahan nasabah, maka bank akan rugi.

12. Apa saja faktor pendukung BMI dalam penerapan pembiayaan menggunakan

akad musyarakah?

Salah satunya karena musyarakah pada aturan BI terdapat insentif bagi Bank

Syariah yang menerapkan akad yang sesuai dengan syariah dan berbeda

dalam perhitungan ATMR kebijakannya. ATMR dengan sistem MMQ dengan

produk KPRS hanya 35%, perhitungan rasio modal jadi menguntungkan bank.

Karena KPRS jangka waktu panjang, portofolio tidak menurun terlalu drastis.

Lain dengan proyek yang hanya 3 bulan atau 1 tahun portofolio pembiayaan

akan lebih menurun

13. Apa saja yang menjadi faktor kendala/ penghambat dalam proses pembiayaan

dengan akad musyarakah?

- Banyak nasabah yang secara administrasi manajemennya masih kurang,

terkadang ada yang tidak membuat laporan, ataupun buat tetapi tidak

benar. Budaya nasabah yang hanya meminjam kemudian menyetor

pembayaran tanpa perlu membuat laporan pendapatan, terutama nasabah

yang tidak punya bagian khusus.

Page 132: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

118

- Dan dari sisi bank adalah teknologinya karena musyarakah prinsipnya

bagi hasil yang jumlahnya tidak menentu/ naik turun dan itu kaitannya

dengan sistem, sistem tidak bisa mengatur naik turunnya itu dan tidak

mudah. Dengan demikian bank lebih banyak menggunakan Musyarakah

Mutanaqisah, karena ada barang yang disewakan dan itu jumlahnya tetap.

Sedangkan Musyarakah biasa tergantung pada realisasi bisa naik ataupun

turun. Bank harus memperhatikan hal itu (pendapatan) karena kaitannya

dengan manajemen likuiditas dan perhitungan kolektibilitasnya.

- Selain itu sistem kolektibilitas antara musyarakah, mudharabah, dan

murabahah berbeda. Musyarakah/ mudharabah berdasarkan kumulatif,

sesuai jadwal angsur selama 1 tahun dikumulatifkan. Sedangkan

murabahah yang penting angsurannya perbulan sesuai atauu tidak. Pada

sisi kolektibilitas, bank harus teliti dalam perhitungannya, jika salah maka

akan mendapat denda dari BI atau protes dari nasabah karena berkaitan

dengan posisi nasabah di BI checking.

Risiko Pembiayaan Musyarakah

1. Apa saja risiko pembiayaan yang dihadapi Bank Muamalat dalam

pembiayaan yang menggunakan akad musyarakah?

Bank memiliki definisi risiko sendiri, ada yang namanya risiko kredit adalah

risiko kegagalan dari counterpart atau debitur. Risiko kredit itu tadi karena

pembiayaan musyarakah profit and loss sharing, nah risikonya ada disitu,

kalau ternyata usaha nasabah tidak sesuai harapan. Memang benar nasabah

menghasilkan namun pendapatannya kecil, itu termasuk risikonya karena

risiko itu terjadi diluar harapan kita. Contohnya jika bank punya harapan 100

tapi nasabah hanya mendapat 50, bank akan kehilangan proyeksi pendapatan.

Apalagi kalau ternyata nasabah gagal dan tidak membayar.

Page 133: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

119

Risiko Hukum jika terjadi sengketa saat kredit itu akan masuk jalur hukum

untuk meyelesaikan siapa yang benar antara nasabah dan bank. Dan jika di

blow up media massa itu namanya risiko reputasi (name risk). Selain itu ada

juga risiko pasar, fluktuasinya harga pasar uang dan komoditas, jika nasabah

melakukan pembiayaan musyarakan menggunakan dollar, kondisinya bisa

melemah dan menguat.

Terkait risiko yang berkaitan dengan karakteristik nasabah adalah nasabah

yang tidak amanah sementara kita berbagi hasil, nasabah misalnya untung 50

juta tetapi dia bilang untungnya 30 juta, catatan ada tapi dimanipulasi.

Terkait dengan usaha, contohnya adalah proyek yang dibiayai ternyata

bowheer (yang memberi proyek) membatalkan. Pembatalan bisa disebabkan

karena kesalahan bowheer atau kebijakan. Misalnya PLN membuat usaha

pusat pembangkit listrik tenaga air atau listrik, bowheer (PLN) membatalkan

ketika proyek sudah berjalan karena ada regulasi pemerintah yang tidak

menggunakan itu lagi dan terpaksa kontraknya putus. Atau bisa saja nasabah

wanprestasi, ternyata ada risiko konstruksi misalnya sedang dibangun terjadi

musibah gempa atau kerusuhan sehingga proyek tidak berjalan. Atau bisa saja

karena musim hujan sehingga tidak bisa menyelesaikan tepat waktu dan akan

mendapat denda dari pemilik proyek dan kemudian tidak dianggap mampu,

sehingga proyek diputus.

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pembiayaan musyarakah

pada BMI?

Faktor-faktor bisa bersifat internal, eksternal, dan gabungan.

- Dari internal, pertama kita membiayai proyek dimana proyek yang kita

biayai, kita tidak mengerti, contoh saya nih, yuk kita biayai apa? Misalnya

pembiayaan elektronik yang canggih, alatnya canggih, padahal saya tidak

tahu, karena percaya saja, nasabah menjelaskan mengenai itu, padahal

saya tidak mengerti, dan dikemudian ternyata bermasalah.

Page 134: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

120

- Disamping itu nasabah memberikan informasi yang kurang detail, atau

pihak bank yang teledor, seharusnya kita mengecek dan jika tidak dicek

itu kesalahan kita. Hal tersebut bisa disebabkan oleh kompetensi kita atau

bisa juga karena kita tidak melakukan sesuai prosedural yang seharusnya

dicek dahulu.

Misalnya nasabah bilang bowheernya bagus, pemilik proyek bagus,

ternyata pada saat dicek pemilik proyeknya tidak bagus, jika tidak dicek

pemilik proyek bisa lari. Kita juga harus mengecek bowheernya, jika tidak

maka akan terjadi kesalahpahaman mengenai kontrak yang dibiayai.

- Kemudian ada juga gabungan kesalahan, antara marketing dengan

nasabah bermain karena pengen nakal bisa jadi atau bisa saja nasabah

jahat. Maka dari itu bank banyak regulasi dan ada yang memantau risiko

termasuk audit dan kita membuat prosedurnya. Contohnya regulasi bahwa

dalam memberikan pembiayaan bank harus prudent, tidak boleh ada

kepentingan pribadi si pemproses, atau harus ada self financing yang tidak

memberikan pembiayaan 100% kepada nasabah

Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah

1. Bagaimana implementasi manajemen risiko seperti identifikasi, pengukuran,

pemantauan dan pengendalian risiko pada pembiayaan musyarakah?

- Untuk semua jenis pembiayaan sebenarnya prosesnya sama, cuma

memang untuk pembiayaan musyarakah kita menitikberatkan pada siklus

usahanya cocok atau tidak, kita juga melihat cash flownya, cash flownya

harus stabil melihat transaksi keuangannya, kemudian laporan

keuangannya juga dilihat benar atau tidak (sudah diaudit), sejauh mana

kemampuan modal nasabah, lalu yang kita biayai itu apa sih, cocok atau

tidak jika menggunakan akad musyarakah. Dari segi risk hanya proses,

Page 135: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

121

hanya meng-assessment segi pengajuannya, layak atau tidak untuk

dibiayai dengan akad musyarakah.

- Sebelum direkomendasikan, tentu ada pengukuran dengan melihat

laporan-laporan keuangannya, bagaimana rasio-rasio keuangannya,

manajemennya, dan prospek usahanya. Untuk pengukuran risiko ada

beberapa tools seperti Internal Costumer Rating digunakan pada

pembiayaan corporate, apakah nasabah termasuk rating layak atau tidak,

pada tingkat mana nasabah tersebut layak dibiayai. Hasil peringkat

tersebut dilihat dari laporan keuangan nasabah, manajamen, prospeknya.

Hasil itu bisa digunakan untuk menilai kelayakan pembiayaan dengan

rating.

Untuk tools scoring digunakan untuk pembiayaan seperti consumer, retail

atau pembiayaan yang rendah dan umumnya digunakan untuk pembiayaan

konsumtif.

Moodys analytic, rating internasional, contoh jika usaha bagus rating

AAA, atau ada B+, semuanya ada 41 tingkatan, semakin keatas maka

ratingnya semakin bagus. Informasi-informasi mengenai nasabah

dimasukkan kedalam sistem dan akan keluar ratingnya.

- Pemantauan dalam pembiayaan musyarakah dilakukan setelah berjalan

oleh pihak marketing, bagaimana laporan keuangannya, marketing

meminta laporan keuangan per bulan dan setiap tahunnya untuk laporan

keuangan yang audited, termasuk juga mitigasi di lapangan.

2. Bagaimana strategi mitigasi risiko yang dilakukan terhadap risiko yang

melekat pada pembiayaan musyarakah?

Jika sudah dropping ada yang pertama itu adalah monitoring. Monitoring

merupakan kunci utama, itu termasuk pengawasan pembinaan. Selain itu,

pengikatan harus sempurna seperti pengikatan pembiayaan dan pengikatan

jaminan (menginduk/melengkapi pengikatan pembiayaan), jadi kalau ada

Page 136: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

122

masalah kita kembali kepada kedua pengikatan tersebut. Kemudian setelah

pengikatan itu adalah ya tawakkal. Misal kita sudah merasa kuat eh ternyata

notarisnya nakal, nasabah sudah diikat jaminan namun ternyata dijual ya kita

tidak tau apa yang akan terjadi.

Bagaimana monitoring yang dilakukan oleh bank? Monitoring dilakukan

secara administrasi dan lapangan. Monitoring minimal sebulan sekali dan

tergantung objeknya. Selain itu itu tergantung dropping misalnya dropping

pembangunan, kita lihat juga schedule pembangunannya, Rencana Anggaran

Biayanya (RAB), dan kemudian keduanya itu dicocokan. Dalam hal

monitoring juga bank bisa bekerja sama dengan konsultan pengawas

dikarenakan kita tidak ahli. Kita hire konsultan pengawas tersebut. Misalnya

salah satu mitigasinya, pendroppingan harus ke supplier dan angsuran

pembayaran dari bowheer harus masuk ke rekening escrow (rekening giro

yang hanya bisa ditarik berdasarkan izin bank), karena jika rekening biasa

bisa saja oleh nasabah uang untuk angsuran tersebut ditarik. Selain itu

mitigasinya pen-dropping-an dilakukan bertahap tidak sekaligus, karena bisa

saja ditarik dan disalahgunakan nasabah.

Dalam monitoring kita ada tools yang namanya EWS (Early Warning

System). EWS berupa laporan, laporan katakanlah 3 bulan sekali, aturan dari

risk harus melaporkan 3 bulan sekali, pihak marketing harus memintakan

laporan, lakukan kunjungan lapangan, monitoring transaksi keuangannya,

kemudian hasil monitoring tersbut dimasukan ke tools (EWS), dan dari situ

bisa terbaca apakah raportnya merah, kuning, atau hijau. Artinya kemudian

bagian yang menganalisa akan mengingatkan marketing bahwa misalnya

nasabah ternyata mengalami penurunan kinerja dan marketing harus

melakukan pembinaan seperti menanyakan masalah apa yang terjadi, jangan

sampai tiba-tiba nasabah sudah tidak membayar.

Page 137: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

123

Untuk risiko yang disebabkan dari internal bank sendiri bagaimana ya pak?

Kita membuat aturan jika kita tidak memahami usaha yang diajukan nasabah,

jangan memasuki sesuatu yang tidak kita pahami. Misal lagi boom-ing usaha

batu bara dan kita tidak memahami usaha tersebut, ya kita pelajari dulu, jika

tidak kita bisa dikibulin. Bank juga ada cadangan biaya untuk meng-upgrade

karyawannya.

3. Bagaimana strategi BMI dalam menghadapi risiko asymmetric information

seperti adverse selection dan moral hazard yang terjadi pada pembiayaan

musyarakah ini?

Pembiayaan melibatkan banyak pihak tidak hanya marketing, ada unit support

pembiayaan dan divisi lainnya, tujuannya adalah untuk mencegah asymmetric

information tersebut. Contohnya BI checking, disitu dilihat apakah karakter

nasabah baik atau tidak lewat raport nasabah di perbankan lain atau DHN

(Daftar Hitam Nasabah). Kemudian kita juga lakukan trade checking, ada

bagian kredit investigasi yang melakukan penelitian terhadap supplier atau

buyernya. Misal si A ditanya pembayarannya bagus atau tidak, benar tidak

melakukan pembelian ditempat ini setiap bulan. Kemudian ada pula Bank

checking yang dilihat rekeningnya palsu atau tidak, kemudian dicocokan

dengan laporan keuangan nasabah.

Disamping itu juga ada tinjau lapangan langsung, kemudian usaha itu pasti

ada SIUP, ada macam-macam dokumen lainnya, dokumen tersebut harus

dipastikan legal. Namun terkadang aturan-aturan tersebut tidak jalan sehingga

jebol atau memang ada indikasi fraud (sudah ada maksud dari pihak tertentu,

marketing dan nasabah yang bekerja sama agar bobol). Untuk mencegah itu

kita ada TAF (Tim Anti Fraud) yang mengamati tingkah laku karyawan

4. Apakah mitigasi risiko pembiayaan pada setiap segmen pembiayaan berbeda?

Apa saja perbedaannya?

Page 138: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

124

Iya ada perbedaannya. Karena semakin besar pembiayaannya semakin banyak

risikonya. Untuk retail, consumer, dan mikro, dikuatkan pada pengikatan

jaminan, karena pembukuan saja terkadang tidak ada ya kita lihat jaminannya.

Pada pembiayaan besar, jaminannya besar juga namun tidak mudah (tidak

likuid) juga menjual jaminan yang nilainya besar. Semakin tinggi maka

mitigasinya semakin tinggi. Untuk korporat yang dikuatkan adalah monitoring

dan analisa yang dilakukan harus benar, termasuk untuk masalah tata

administrasi.

Selain itu, FAL (Financing Allocation limit) adalah untuk membuat segmen,

pada segmen tersebut ada batas plafondnya, misalnya pembiayaan rumah sakit

dibatasi hanya 50 miliar, hal tersebut untuk menghindari risiko konsentrasi

(risiko yang terjadi karena kita terlalu focus pada pembiayaan tersebut).

Contohnya misal pada sektor batubara saat ini bagus namun tiba-tiba terjadi

penurunan, jika terfokus pada sektor tersebut maka kredit macet akan

langsung tinggi. FAL digunakan agar risiko tersebar dan menciptakan

pertumbuhan yang wajar.

5. Bagaimana penanganan pembiayaan bermasalah pada pembiayaan

musyarakah?

Prosesnya pertama adalah masalah apa yang terjadi pada nasabah kita

diskusikan. Proyek/ usaha masih bisa jalan atau tidak, kalau misalnya masih

bisa jalan ya kita lakukan restrukturisasi untuk deteksi dini. Terkadang

nasabah kol 1 (lancar) juga bisa direstruktur, hal itu bisa terlihat ketika

monitoring atau nasabah yang proaktif. Misalnya omset ada namun rekening

tidak aktif kemudian nasabah ditanyakan kenapa bisa terjadi, disebabkan oleh

apa, ternyata pada nunggak dan nasabah belum bisa membayar yang akhirnya

pembiayaan direstruktur. Restrukturisasi itu ada pedomannya sendiri. Ada

Rescheduling (perubahan jadwal saja), reconditioning (jadwal angsur

ditambah, jangka waktu ditambah, diubah jadwal, diubah syarat-syarat,

Page 139: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

125

ditambah pembiayaannya). Jika restrukturisasi, rescheduling, recoonditioning

sudah tidak bisa dilakukan, kemudian di write off/ disita/ litigasi/

penyelesaian lewat jaminan (second way out). Penyelesaian jaminan tidak

hanya saat nasabah pada kol 5, bisa dilakukan ketika nasabah kabur atau

meninggal yang tidak memiliki asuransi jiwa.

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Bapak Amin Syafi’i

Jabatan : Commercial Financing Risk Manager

Interviewer : Mutia Sarayati

Tanggal : Jumat, 11 Mei 2015

1. Aspek penilaian apa saja yang ada pada credit rating/internal costumer rating

BMI?dan bagaimana sistem credit rating pada setiap segmen (retail,

komersial, dan corporate)

Jawaban

Apsek penilaian secara umum sama yaitu aspek 5 C (caracter,

capability,capital, collateral, condition) + aspek syariah

2. Rasio-rasio keuangan apa saja yang digunakan untuk menganalisa

pembiayaan?

Jawaban

Ratio likuiditas, ratio rentabilitas, ratio solvabilitas, ratio pertumbuhan

(growth) dan ratio leverage.

3. Bagaimana penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi manajemen risiko

terhadap sistem pengendalian intern BMI?

Jawaban

Tidak bisa menjawab karena bukan kapaistas saya untuk menjawab.

4. Apa sistem bagi hasil yang digunakan BMI pada pembiayaan musyarakah?

Apakah revenue sharing atau profit and loss sharing?dan apa alasannya?

Jawaban

Saat ini menggunakan revenue, alasannya kesulitan nasabah untuk membuat

laporan laba/rugi setiap bulan dan kesulitan validasi kebenaran laporan

nasabah bila menggunakan profit dan loss sharing.

Page 140: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

126

5. Bagaimana sistem penilaian bank terhadap nasabah untuk melihat indikasi

moral hazard dan adverse selection pembiayaan musyarakah?

Jawaban

a. Menerapkan prinsip KYC (know your customer)

b. Debitur pembiayaan musyarakah adalah debitur yang telah aktif

melakukan transaksi keuangan dan pembiayaan di BMI minimal 2 tahun

c. Debitur memiliki kemampuan membuat laporan keuangan

d. Monitoring penggunaan dana paska pencairan dana dengan meminta

bukti penggunaan dana

6. Berapakah persentase indikasi terjadinya moral hazard dan adverse selection

pada pembiayaan musyarakah?

Jawaban

Saya tidak memiliki data tersebut

7. Bagaimana lampiran contoh bentuk credit rating/ internal costumer rating

atau contoh laporan Early Warning System pada indikasi moral hazard yang

dilakukan nasabah BMI?

Jawaban

Early Warning System ada toolnya yaitu MEWS (Muamalat Early Warning

System), saya tidak berwenang memberikan tools tersebut ke pihak luar

8. Bagaimana penilaian kualitas aktiva pembiayaan musyarakah BMI? Dan

bagaimana data perkembangan rasio antara realisasi pendapatan dan proyeksi

pendapatan BMI?

Jawaban

Penilaian KAP sesuai aturan OJK. Data tersebut saya tidak punya karena saya

dibagian financing risk assessment bukan di bagian data.

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Bapak Amin Syafi’i

Jabatan : Commercial Financing Risk Manager

Interviewer : Mutia Sarayati

Tanggal : Jumat, 6 Juli 2015

1. Berdasarkan wawancara lalu, untuk menghindari character risk, salah satu

syarat debitur pembiayaan musyarakah adalah debitur yang telah aktif

melakukan transaksi keuangan dan pembiayaan di BMI minimal 2 tahun.

Setelah 2 tahun, apakah bank lebih menawarkan pembiayaan dengan akad

Page 141: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

127

musyarakah? Pembiayaan dengan akad apakah yang biasa ditawarkan terlebih

dahulu oleh bank? Jika musyarakah bukan penawaran utama, berapa lama

peralihan akad lain ke musyarakah hingga akhirnya dapat ditawarkan

musyarakah?

Jawab:

Tidak, telah menjadi nasabah aktif BMI selama 2 tahun hanya persyaratan

untuk memperoleh pembiayaan al-musyarakah modal kerja. Penawaran

pembiayaan bukan pada akadnya tapi pada produk (modal kerja, investasi

atau konsumtif) dan kebutuhan nasabah (regular, tertentu). Peralihan akad

hanya dilakukan untuk proses restrukturisasi dan sifatnya selektif. Akad khusu

al-musyarakah di BMI adalah rekening Koran, pembiayaan modal kerja

channeling ke lembaga keuangan (multifinance, BMT, BPRS dan Kopersai)

dan iB Properti Bisnis.

2. Berdasarkan annual report, NPF Gross pembiayaan musyarakah tahun 2014

melebihi 5% (7,12%) dan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada

wawancara sebelumnya, telah disebutkan bahwa terdapat faktor internal,

eksternal dan gabungan yang mempengaruhi risiko pembiayaan. Faktor-faktor

apa saja yang paling mempengaruhi meningkatnya risiko pembiayaan

musyarakah tersebut?

Jawab :

1) Faktor lemahnya monitoring regular dari marketing (account manager)

2) Image nasabah pembiayaan bagi hasil berarti juga bagi rugi

3. Berapa share capital minimum yang harus dimiliki nasabah pembiayaan

musyarakah?

Jawab :

Belum ada aturan internal dan aturan eksternal (BI atau OJK) yang mengatur

hal tersebut kecuali untuk pembiayaan kepemilikan rumah karena terkait

aturan Financing To Value (FTV).

4. Berapa kisaran persen besarnya jaminan yang ditetapkan dari pembiayaan

dalam pembiayaan musyarakah untuk antisipasi terjadinya risiko gagal bayar

nasabah?

Jawab :

Ratio agunan tidak berdasarkan akad tetapi berdasarkan segmentasi (retail,

consumer, commercial dan corporate) kecuali untuk pembiayaan rekening

Koran syariah maka ratio agunan minimal 100%

5. Indicator apa saja yang terdapat pada Muamalat Early Warning System

(MEWS)?dan apa yang menjadi indikator utama?

Jawab:

Page 142: STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH …

128

1) Informasi fasilitas pembiayaan

2) Informasi Keuangan

3) Informasi Sistem Informasi Debitur (SID atau BI Checking)

4) Pemenuhan Syarat Financing

5) Informasi Kualitatif

Indikator Utama adalah

1) Z-score

2) Informasi SID

3) Pemenuhan Syarat Financing

4) Informasi Kualitatif

6. Apakah risk tools berupa MEWS dan Internal Customer Rating sudah efektif

dalam meminimalisir risiko pembiayaan pada pertanyaan no.2?

Jawab :

Belum efeketif karena masih belum dialkukan secara baik (teratur mengisi

dan melaporkan dan benar dalam memasukan data)


Recommended