Download docx - SINDROM NEFROTIK DIRHAN1

Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema dan disertai hiperkolesterolemia.1Istilah sindrom nefrotik kemudian digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukan keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukan suatu penyakit yang mendasarinya.2Sampai pertengahan abad ke 20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak masih tinggi yaitu melebihi 50%. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamid dan penicilin tahun 1940an dan dipakainya obat adrenokortokotropik (ACTH) serta koertikosterid pada tahun 1950, mortalitas penyakit ini mencapai 67%. Dan kebanyakan mortalitas ini disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan sepsis. Pada dekade berikutnya mortalitas turun sampai 40%, dan turun lagi menjadi 35%. Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950 untuk mengatasi edema dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian turun mencapai 20%. Pasien sindrom nefrotik yang selamat dari infeksi sebelum era sulfonamid umumnya kematian pada periode ini disebabkan oleh gagal ginjal kronik.2Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Dalam referat ini selanjutnya pembahasan mengenai manisfestasi klinik, diagnosis dan penatalaksanaan akan dititik beratkan pada sindrom nefrotik primer. Terutama sub kategori minimal change nephrotic syndrome (MCNS), fokal segmental glomerosclerosis (FSGS) serta membrano proloferatif glomerulonephritis (MPGN). 2

BAB IISINDROM NEFROTIK

I.DEFENISISindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang ditandai dengan proteinuria masif >3,5 gram/24jam/1.73 m3 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas.3Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T.4II.EPIDEMIOLOGIPada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun. Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus.3,4Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling banyak ditemukan adalah jenis kelainan minimal.International Study Kidney Disease in Children(ISKDC) melaporkan 76% SN pada anak adalah kelainan minimal. Apabila penyakit SN ini timbul sebagai bagian dari penyakit sistemik dan berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik sekunder. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologinya, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya terhadap pengobatan. Angka mortalitas dari SNKM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.3,4III.KLASIFIKASIUmumnya sindrom nefrotik diklasifikasikan berdasarkan histologik, penyebab, dan terjadinya.2,4,51.HistologikInternational Collaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) telah menyusun klasifikasi histopatologik SNI atau disebut juga SN Primer sebagai berikut: 2,4,5Kelainan minimal (KM)

Glomerulosklerosis (GS)

Glomeruloskerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

Glomerulonefritis kresentik (GNK)

Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

GNMP tipe II dengan deposit intra membran

GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial

Glomerulopati membranosa (GM)

Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Dari klasifikasi bentuk kelainan histologik SNI ini maka SNKM merupakan kelainan histologik yang paling sering dijumpai (80%).2,4,52.PenyebabNefrotik sindrom dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit sistemik, atau sekunder karena beberapa penyebab. 2,4,5a.Penyebab primer :Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas SNI dengan kelainan histologik menurut pembagian ISKDC. b.Penyebab sekunder, dari penyakit/kelainan:1.Sistemik:-Penyakit kolagen, seperti Systemic Lupus Erythematosus, Scholein-Henoch Syndrome.-Penyakit perdarahan: Hemolytic Uremic Syndrome -Penyakit keganasan: Hodgkins disease, Leukimia.2.Infeksi: Malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease.3.Metabolik: Diabetes Mellitus, Amyioidosis4.Obat-obatan/Alergen: Trimethadion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular/serangga, vaksin polio.3.Terjadinyaa.Sindrom Nefrotik KongenitalPertama kali dilaporkan di Finlandia sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature(90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal karena infeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya meninggi. 2,4,5b.Sindrom Nefrotik yang didapat:Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder. 2,4,5IV.PATOGENESISPada pembahasan selanjutnya yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan kelainan histologik berupa SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu:21.Soluble Antingen Antibody Complex (SAAC)Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen antibody yang larut (Soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrana basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan permealibilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urin. 22.Perubahan elektrokemisSelain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glumerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik (sebagai sawar glumerulus terhadap filtrasi protein) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urin. 2V.PATOFISIOLOGI1.Edema Keterangan klinik pembentukan edema pada sindrom nefrotik sudah dianggap jelas dan secara fisiologik memuaskan, namun beberapa data menunjukkan bahwa mekanisme hipotesis ini tidak memberikan penjelasan yang lengkap. Teori klasik mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes keruang interstisial. Dengan meningkatnya permealiblitas kapiler glomerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan onkitik koloid plasma intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruagn intravaskular ke ruang interstial yang menyebabkan terbentuknya edema.2,5,6,7Kelainan glomerulusAlbuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik hidorpatik koloid plasma

Volume plasma

Retensi Na renal sekunder

Edema

a.Terbentuknya edema menurut teori underfilledSebagai akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume darah arteri dalam peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha badan untuk menjaga volume dan tekanan intravaskular agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan, yang secara terus-menerus menjaga volume plasma, selanjutnya akan mengencerkan protein plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke ruang interstisial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat keseimbangan hingga edema stabil. 2,5,6,7Dengan teori underfilled ini diduga terjadi terjadi kenaikan kadar renin plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini tidak ditemukan pada semua pasien dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukkan meningkatnya volume plasma dengan tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbul konsep teori overfilled. Menurut teori ini retensi natrium renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam ruang interstiasial. Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun seukunder terhadap hipervolemia. b.Terjadinya edema menurut teori overfilledMelzer dkk mengusulkan 2 bentuk patofisologi SN, yaitu tipe nefrotik dan tipe nefritik. Tipe nefrotik ditandai dengan volume plasma rendah dan vasokonstriksi perifer dengan kadar renin plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju filtrasi glomerulus (LFG) masih baik dengan kadar albumin yang rendah dan biasanya terdapat pada SNKM. Karakteristik patofisiologi kelompok ini sesuai dengan teori tradisional underfilled yaitu retensi natrium dan air merupakan fenomena sekunder. Di pihak lain, kelompok kedua atau tipe nefritik, ditandai dengan volume plasma tinggi, tekanan darah tinggi dan kadar renin plasma dan aldosteron rendah yang meningkat sesudah persediaan natrium habis. kelompok kedua ini dijumpai pada glomerulonefritis kronik dengan LFG yang relatif lebih rendah dan albumin plasma lebih tinggi dari kelompok pertama. Karakteristik patofisiologi kelompok kedua ini sesuai dengan teori overfilled pada SN dengan retensi air dan natrium yang merupakan fenomena primer intrarenal. 2,5,6,7Pembentukan edema pada SN merupakan suatu proses yang dinamis dan mungkin saja kedua proses underfilled berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu dan ini dapat menimbulkan gambaran nefrotik dan nefritis. Akibat mengecilnya volume intravaskular akan merangsang keluarnya renin dan menimbulkan rangsangan non osmotik untuk keluarnya hormon volume urin yang sedikit dan pekat dengan sedikit natrium. 2,5,6,7Karena pasien dengan hipovolemia disertai renin dan aldosteron yang tinggi umumnya menderita penyakit SNKM dan responsif steroid, sedangkan mereka dengan volume darah normal atau meningkat disertai renin dan aldosteron rendah umumnya menderita kelainan BKM dan tidak responsif steroid, maka pemeriksaan renin dapat merupakan petanda yang berguna untuk menilai seorang anak dengan SN responsif terhadap steroid atau tidak disamping adanya SNKM. Namun derajat tumpang tindihya terlalu besar, sehingga sukar untuk membedakan pasien antara kedua kelompok histologis tersebut atas dasar pemeriksaan renin. Peran peptida natriuretik atrial (ANP) dalam pembentukan edema dan diuresis masih belum pasti. 2,5,6,72.ProteinuriaAda dua sebab yang menimbulkan proteinuria: a.Permeabilitas kapiler glumerulus yang meningkat akibat kelainan/kerusakan mbg.b.Reabsorpsi protein di tubulus berkurang.Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein dalam urin dapat mencapai 40mg/jam/m2 luas permukaan tubuh (1gr/m2/hari) atau 2-3,5 gram/24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus. 2,5,6,7 Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi glomerulus bergantung pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis besar dapat diterangkan bahwa, pada orang normal filtrasi plasma protein berat molekul rendah bermuatan negatif pada membran basal glomerulus normalnya dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan negatif tersebut terdiri dari molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan nefrotik sindrom, konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida pada membrana basal sangat rendah. Sehingga banyak protein dapat melewati barier. Selain itu terjadi pula perubahan ukuran celah (pori-pori) pada sawar sehingga protein muatan netral dapat melalui barier. 2,5,6,7Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti ekskresi protein > 50 mg/kg BB/hari atau > 40 mg/m2/jam, atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg, maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur rasio antara Clearance IgG dan Clearance transferin. 2,5,6,7

Clearance IgGISP =Clearance transferin

Bila ISP < 0.2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP > 0.2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan tidak respons terhadap kortikosteroid. 2,5,6,7Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas albumin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma transferin (BM 88.000). Rasio yang kurang dari 0.2 menunjukkan adanya proteinuria selektif. Pasien SN dengan rasio rendah umumnya berkaitan dengan KM dan responsif terhadap steroid. Namun karena selektivitas protein pada SN sangat bervariasi maka agak sulit untuk membedakan jenis KM dan BKM (Bukan kelainan minimal) dengan pemeriksaan ini dianggap tidak efisien. 2,5,6,7Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar muatan negatif juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada kedua-duanya. 2,5,6,7Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina rara interna dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul muatan negatif, seperti albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan hepartinase mengakibatkan timbulnya albuminaria. 2,5,6,7Di samping itu sialoprotein glomerulus yaitu polianion yang terdapat pada tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan negatif di daerah ini yang penting untuk mengatur sel viseral epitel dan pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sel epitel. Suatu protein dengan berat molekul 140.000 dalton, yang disebut podocalyxin rupanya mengandung asam sialat ditemukan terbanyak kelainan pada model eksperimenal nefrosisis aminonkleosid. Pada SNKM, kandungan sialoprotein kembali normal sebagai respons pengobatan steroid yang menyebabkan hilangnya proteinuria. 2,5,6,73.Hipoalbuminemia/hipoproteinemia Hipoalbuminemia ialah apabila kadar albumin dalam darah 20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela. 14.Pengobatan dengan kortikosteroidPada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon. 1a.Terapi InisialTerapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid (Gambar 2). 1

Gambar 2. Pengobatan inisial kortikosteroidb.Pengobatan SN RelapsSkema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan. 1

Gambar 3. Pengobatan sindrom nefrotik relapsKeterangan:Pengobatan SN relaps: prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 4 minggu. 1c.Pengobatan SN Relaps Sering atau Dependen SteroidTerdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid: 11. Pemberian steroid jangka panjang2. Pemberian levamisol3. Pengobatan dengan sitostatik 4. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi 4. terakhir)Selain itu, perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang telinga tengah, atau kecacingan.1.Steroid jangka panjangPada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5 mg/kgbb secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan prednison 0,5 mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara alternating. 1 Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 0,5 mg/kgbb alternating, maka relaps tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/kgbb dalam dosis terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb diberikan secara alternating, kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya atau relaps yang terakhir. 1Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating, tetapi < 1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan siklofosfamid (CPA). 1Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini: 1 a. Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb alternating atau b. Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai: - Efek samping steroid yang berat-Trombosis, dan sepsis diberikan siklofosfamid (CPA) dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu.2. LevamisolLevamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent.13 Levamisol diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan neutropenia yang reversibel. 1 3. SitostatikaObat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah siklofosfamid (CPA) atau klorambusil. 1 Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal (Gambar 4), maupun secara intravena atau puls (Gambar 5). CPA puls diberikan dengan dosis 500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit 100.000/uL.1Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif mencapai 200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak. 1 Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan infeksi. 1

Gambar 4. Pengobatan SN relaps sering dengan CPA oralKeterangan:Relaps prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari dan siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari, per oral, dosis tunggal selama 8 minggu.

Gambar 5. Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid

Keterangan:Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan dan prednison intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan) atau Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 12 minggu dan prednison alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan). 14.Siklosporin (CyA)Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid. 15. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.16 Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.Ringkasan tata laksana anak dengan SN relaps sering atau dependen steroid dapat dilihat pada Gambar 6. 1

Gambar 6. Diagram pengobatan SN relaps sering atau dependen steroidKeterangan:1.Pengobatan steroid jangka panjang2.Langsung diberi CPA3.Sesudah prednison jangka panjang, dilanjutkan dengan CPA4.Sesudah jangka panjang dan levamisol, dilanjutkan dengan CPAd.Pengobatan SN dengan Kontraindikasi SteroidBila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan dengan dosis 500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). 1

e.Pengobatan SN Resisten SteroidPengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum memuaskan. Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi mempengaruhi prognosis. 11. Siklofosfamid (CPA)Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan remisi. Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin. Skema pemberian CPA oral dan puls dapat dilihat pada Gambar 7. 12. Siklosporin (CyA)Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.1Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap: 1-Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/mL-Kadar kreatinin darah berkala-Biopsi ginjal setiap 2 tahun Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi karena harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif. 1

Gambar 7. Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid.Keterangan:-Sitostatik oral: siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 3-6 bulan-Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian siklofosfamid oral. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan). Atau-Siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan yang dapat dilanjutkan tergantung keadaan pasien.-Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian siklofosfamid puls (6 bulan). Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).3.Metilprednisolon pulsMendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam. (Tabel 1)Tabel 1. Protokol metilprednisolon dosis tinggi. 1

Keterangan: Dosis maksimum metilprednisolon 1000 mg; dosis maksimum prednison oral 60 mg. Siklofosfamid (2-2,5 mg/kgbb/hari) atau klorambusil (0,18-0,22 mg/kgbb/hari) selama 8-12 minggu dapat diberikan bila proteinuria masif masih didapatkan setelah pemberian metilprednisolon selama 10 minggu.4.Obat imunosupresif lainObat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah vinkristin,20 takrolimus,21 dan mikofenolat mofetil.22 Karena laporan dalam literatur yang masih sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi di Indonesia. 15.Pemberian Obat Non-Imunosupresif Untuk Mengurangi ProteinuriaAngiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus. ACEI juga mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming growth factor (TGF)-1 dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1, keduanya merupakan sitokin penting yang berperan dalam terjadinya glomerulosklerosis. Pada SNSS relaps, kadar TGF-1 urin sama tinggi dengan kadarnya pada SNRS, berarti anak dengan SNSS relaps sering maupun dependen steroid mempunyai Risiko untuk terjadi glomerulosklerosis yang sama dengan SNRS.23 Dalam kepustakaan dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil penurunan proteinuria lebih banyak. 1Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah: 1-Golongan 1. ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis,26 lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal- Golongan 2. ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal.Skema tata laksana sindrom nefrotik selengkapnya seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Tatalaksana sindrom nefrotik.XI.TATA LAKSANA KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK1.InfeksiPasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat infeksi perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama adalah selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari.12 Infeksi lain yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi saluran napas atas karena virus. 1Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien varisela. Bila terjadi kontak diberikan profilaksis dengan imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang dari 96 jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena (400mg/kgbb).28 Bila sudah terjadi infeksi perlu diberi obat asiklovir intravena (1500 mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 10 hari,9 dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara. 12. TrombosisSuatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat trombosis pembuluh vaskular paru yang asimtomatik. Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisis dan radiologis, diberikan heparin secara subkutan, dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. Pencegahan tromboemboli dengan pemberian aspirin dosis rendah, saat ini tidak dianjurkan. 13. HiperlipidemiaPada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik, sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan progresivitas glomerulosklerosis. 1Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor HMgCoA reduktase (statin). 14. HipokalsemiaPada SN dapat terjadi hipokalsemia karena: 1a.Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan 1. osteoporosis dan osteopeniab.Kebocoran metabolit vitamin D Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama (lebih dari 3 bulan) dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D (125-250 IU). Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena. 15.HipovolemiaPemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb intravena. 1

6.HipertensiHipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel blockers, atau antagonis adrenergik, sampai tekanan darah di bawah persentil 90. 17.Efek samping steroidPemberian steroid jangka lama akan menimbulkan efek samping yang signifikan, karenanya hal tersebut harus dijelaskan kepada pasien dan orangtuanya. Efek samping tersebut meliputi peningkatan napsu makan, gangguan pertumbuhan, perubahan perilaku, peningkatan risiko infeksi, retensi air dan garam, hipertensi, dan demineralisasi tulang. Pada semua pasien SN harus dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala cushingoid, pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan tinggi badan setiap 6 bulan sekali, dan evaluasi timbulnya katarak setiap tahun sekali.1XII.INDIKASI BIOPSI GINJALBiopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini: 11. Pada presentasi awala.Awitan sindrom nefrotik pada usia