Transcript

SIFAT KIMIA KAYU HURU KUNING

Oleh : Agus Sunyata

ABSTRACT Pulp industry in Indonesia as big processed short fiber wood. Huru Kuning is forest tree having abundance that is enough, and has growth that is relative quickly. This thing enables this type can be developed as component of industrial standard of pulp. This research studies possibility that Huru Kuning is applied as component of standard industry pulp evaluated from the wood anatomy character. Planning is compiled factorial with Completely Randomized Design. Factor submitted counted 2 with every re- factor 3 times causing is obtained sample 3 x 3 x 3 = 27 fruits. Factor that is first is situation in direction bar axial, consisted of part of jetty ( A1), centered ( A2), tip ( A3) and second factor is situation in bar at direction radial, consisted of part of wood near by liver ( R1), between livers and skin ( R2) and near by skin ( R3). Variable measured is rate extractive, holocellulose. Based on result of research about inferential Huru Kuning wood chemical property as follows plane air wind drought powder water contents equal to 11,14%, average of rate extractive dissolves in temperature water 4,51%, average of rate extractive dissolves alcohol benzene 4,06%, average of holocellulose rate 77,43%, average of cellulose alpha rate, 43,06%, average of pentose rate 18,58%, average of lignin rate 33,21%, average of ash content 0,34%. Rate extractive dissolves temperature water, rate extractive dissolves alcohol benzene, holocellulose rate,

cellulose alpha rate, pentose rate, lignin rate, and ash content, at direction axial shows variation to decline from lower end of tree towards tip of bar above branch. Rate extractive dissolves temperature water, rate extractive dissolves alcohol benzene, holocellulose rate, cellulose alpha rate, pentose rate, lignin rate, and ash content, at direction radial shows variation to decline near from liver towards skin. Evaluated from the chemical property wood Huru Kuning has possibility to be made making raw material of pulp and paper. Because having holocellulose rate is being and cellulose alpha rate is being.

Key words : Chemical property; Huru Kuning wood; rate extractive

PENDAHULUAN

Latar Belakang Manfaat hutan adalah sebagai dasar penghasil kayu yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan papan dan bahan industri perkayuan (Haryanto, 1995). Semakin berkurangnya luas hutan produksi untuk kebutuhan lahan untuk sektor lain dan perumahan mengakibatkan potensi produksi kayu yang berasal dari hutan alam menurun, sedangkan kebutuhan kayu meningkat. Berdasarkan kenyataan tersebut maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan potensi produksi kayu dengan memenfaatkan jenis-jenis kayu yang belum dikenal, salah satu kayu yang belum dikenal adalah kayu Huru Kuning (Litsea angulata BL). Oleh karena kayu memiliki sifat-sifat yang berbeda dan banyak dipengaruhi oleh jenis, letak dalam batang dan kondisis tempat tumbuh, maka perlu dilakukan analisis guna mengetahui pengolahan dan penggunaan kayunya

(Suminar, 1990). Dengan hasil analisis tersebut maka diharapkan dapat menentukan pengerjaan atau pengolahan kayu yang sesuai sehingga didapatkan hasil yang maksimal (anonim, 1976). Penelitian bertujuan untuk mempelajari variasi sifat kimia kayu pada arah aksial dan radial. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dan industri kayu dalam pengolahan maupun pengerjaan kayu Huru Kuning (Litsea angulata ).

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Huru Kuning Pohon Huru Kuning mempunyai beberapa nama daerah di Indonesia seperti di sunda Huru Koneng, Huru Medang, Huru Mangga, di Jawa Wuru Kunyit. Nama botani Huru kuning adalah Litsea angulata BL. Tumbuhan ini merupakan pohon kecil atau pohon sedang, tinggi pohon pada umumnya tidak lebih dari 15 m dengan diameter 2035 cm. Tumbuhan ini jarang ditemukan di pulau Jawa. Penyebaran dari pohon ini di seluruh pulau, mulai dataran rendah sampai pada dengan ketinggian 2.500 m dpl. Di Jawa Timur pohon ini kadang-kadang digunakan untuk bangunan rumah (Heyne,1987).

Sifat-sifat kayu Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda, bahkan kayu yang berasal dari satu jenis pohon mungkin memiliki sifat yang berbeda jika dibandingkan dengan bagian lainnya. Karena kayu memiliki

keragaman komposisi serta susunan kimia yang berbeda, maka kayu memiliki tingkat keragaman penggunaan yang berbeda pula (Dumanauw,1990).

Sifat Kimia Kayu Kayu adalah bahan organik yang terdiri atas unsur C 50%, H 6%, O 44%, dan sedikit unsur lain (Suminar, 1990). Komponen kimia penyusun kayu dibedakan atas komponen primer dan sekunder. Komponen primer adalah senyawa-senyawa yang merupakan bagian integral dinding sel, artinya menyatu dengan dinding sel. Sedangkan komponen sekunder adalah komponen di luar dinding sel yang disebut juga ekstraktif dan atau zat-zat infiltrasi atau komponen luar karena tidak merupakan bagian integral dinding sel, tetapi diendapkan dalam rongga sel dan meresap dalam rongga-rongga mikro dalam dinding sel (Soenardi, 1997). Kadar Air Kayu adalah substansi higroskopis, oleh karena itu kayu selalu mengandung sejumlah air, kecuali dalam kondisi yang abnormal. Afinitas kayu terhadap air sangat besar sehingga kayu tidak akan benar-benar kering bila tidak mengalami desikasi sedemikian drastis sampai mengubah sifat kimianya (Anonim, 1993).

Menurut Soenardi (1976) air dan semua cairan yang polar (artinya dapat membentuk suatu ikatan diantara atom-atom dengan gaya elektrostatis) mungkin terdapat dalam kayu dalam dua cara, sebagai air terikat, Air bebas. Kadar air serbuk kayu Weru hasil penelitian Hariyanto (1997) pada arah aksial menunjukkan persentase menurun dari pangkal ke arah ujung pohon. Pada arah radial menurun dari dekat kulit ke arah dekat hati. Kadar air serbuk kayu Kurai hasil penelitian Andi (1996) pada arah aksial menunjukkan persentase

menurun dari pangkal ke ujung. Pada arah radial tidak beda nyata. Kadar Ekstraktif Ekstraktif kayu adalah zat-zat yang larut dalam pelarut netral seperti eter, alkohol, benzen, air, dan lain-lain (Soenardi, 1997). Ekstraktif tidak merupakan bagian dari struktur dinding sel tetapi terdapat dalam rongga sel (Soenardi, 1976). Kehadiran bahan-bahan ekstrakrif dapat memiliki pengaruh besar terhadap kerapatan kayu (Suminar, 1990). Ekstraktif tidak hanya penting untuk mengerti taksonomi dan biokimia pohonpohon, tetapi juga penting bila dikaitkan dengan aspek-aspek teknologi. Ekstraktif merupakan bahan dasar yang berharga dalam pembuatan bahan kimia organik (Sjostrom, 1995). Hasil penelitian pada kayu Bakau kadar ekstraktif pada arah aksial menunjukkan persentase menurun dari pangkal ke ujung pohon dan pada arah radial meningkat dari hati ke kulit (Suhaefi 1998). Holoselulosa Menurut Soenardi (1976), holosesulosa adalah semua bagian karbohidrat dari bahan baku tumbuhtumbuhan sesudah lignin dihilangkan. Holoselulosa dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu : 1.Perlakuan serbuk kayu bebas ekstraktif dengan klor, diikuti dengan alkohol monoetanolamin. 2. Perlakuan serbuk kayu bebas ekstraktif dengan klor, diikiuti dengan ekstraksi dengan alkali 3. Perlakuan serbuk kayu bebas ekstraktif dengan NaClO2 (Natrium klorit) yang diasamkan. Hasil penelitian pada kayu Sampang kadar holoselulosa pada arah aksial menunjukkan persentase menurun dari pangkal ke arah ujung pohon dan pada arah radial menunjukkan kenaikan dari hati ke arah kulit (Habibi, 1999).

Selulosa Selulosa merupakan konstituen utama kayu, kira-kira 40-50% bahan kering dalam kayu adalah

selulosa terdapat dalam lapisan dinding sel sekunder (Sjostrom, 1995). Selulosa alami yang paling murni adalah yang ditemukan pada biji kapas (Gossypium ssp.) yang mengandung 90% selulosa. Polisakarida dalam selulosa tumbuhan yang bukan murni disebut selulosan (Anonim, 1993). Selulosa dapat diperoleh dari semua tumbuhtumbuhan dengan mereaksikan bahan baku dengan zat-zat yang diharapkan akan melarutkan zat-zat non selulosa (Soenardi, 1997). Hasil penelitian kayu Sampang, kadar alfa selulosa pada arah aksial menurun dari pangkal ke arah ujung dan pada arah radial menurun dari hati ke kulit (Habibi 1999).

Hemiselulosa Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding sel. Hemiselulosa dalam kayu tersusun atas berbagai zat tetapi yang pokok ada dua komponen yaitu selulosan dan poliuronida (Soenardi, 1976). Menurut Sjostrom (1995), hemiselulosa dapat diisolasi dari kayu, holoselulosa, atau pulp dengan ekstraksi. Pentosan Pentosan merupakan bagian dari hemiselulosa, bersama-sama dengan heksosan dan komponen-komponen yang mengandung asam uronat (Soenardi, 1976). Hasil penelitian kayu Kurai pada arah aksial kadar pentosan menunjukkan persentase menurun dari pangkal menuju ujung pohon , pada arah radial kadar menunjukkan persentase dari hati menuju kulit (Andi, 1996). Lignin Lignin adalah suatu polimer kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropana. Terdapat diantara sel-sel dan didalam dinding, diantara sel-sel berfungsi untuk mengikat sel

secara bersama-sama, didalam dinding sel berfungsi untuk memberikan keteguhan dalam sel (Haygreen dan Bowyer, 1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar lignin dalam kayu adalah, kadar lignin dalam kayu gubal lebih tinggi daripada kayu teras. Serabut kayu awal mengandung lebih banyak daripada serabut kayu akhir, sebab lamela tengah relatif lebih tebal. Jari-jari kayu mengandung lebih banyak lignin daripada serabut trakeid menurut (Soenardi, 1976). Hasil penelitian kadar lignin pada kayu Senu pada arah aksial menunjukkan persentase menurun dari pangkal ke arah ujung pohon dan pada arah radial dari bagian dalam menurun ke arah tengah dan naik ke arah bagian luar (Sahlan,1996). Abu (mineral Kayu) Residu yang tampak sebagai abu tidak hanya berasal dari dinding sel, melainkan dari bahan-bahan mineral dari kristal yang mengisi rongga sel (Anonim, 1993). Abu didefinisikan sebagai bahan yang tertinggal setelah proses pembakaran kayu secara sempurna. Selulosa, hemiselulosa, dan lignin akan teruarai sempurna pada suhu tinggi dan akan menghasilkan karbon yang menjadi unsur abu dalam proses tersebut (Prayitno, 1992). Komponen utama abu kayu adalah kalsium (Ca), kalium (K), magnesium (Mg), silika (Si). Unsur minor yang sering terdapat dalam abu antara lain natrium(Na), mangan (Mn), besi (Fe), dan aluminium (Al). Radikal asam yang umum terdapat dalam dalam abu adalah karbonat, fosfat, silikat, sulfat, dan klorida (Anonim). Kayu mengandung mineral (komponen-komponen anorganik) dalam jumlah kecil, dinyatakan sebagai kadar abu. Dalam batang jarang lebih dari 1 % dari berat kering kayu (Sunardi, 1976). Kadar abu kayu Mentaos hasil penelitian Ambar (2001) tidak menunjukkan beda nyata pada arah aksial dan arah radial. Kadar abu kayu

Sengon Buto hasil penelitian Krisnawati (1996) menunjukkan beda nyata pada arah aksial, sedangkan pada arah radial tidak menunjukkan beda nyata.

Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, dalam penelitian ini diajukan hipotesis : Perbedaan letak kayu dalam batang pada arah aksial diduga berpengaruh terhadap variasi sifat kimia kayu, kayu Huru Kuning. Perbedaan letak kayu dalam batang pada arah radial diduga berpengaruh terhadap variasi sifat kimia kayu, kayu Huru Kuning. METODE PENELITIAN Tempat Penelitian Penelitian sifat-sifat kimia kayu dilaksanakan di laboratorium Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Meteran, gergaji potong atau belah , alat tulis menulis, oven pengering, saringan 40/60 mesh, timbangan analitik, gelas ukur, desikator, gelas piala, tabung reaksi, soxhlet, cawan saring, gelas erlenmeyer, pipet, penangas air, pompa vakum, pendingin tegak, labu distilasi. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa satu batang kayu Huru Kuning (Litsea angulata BL) berasal dari Desa Capar, Kabupaten Brebes,Profinsi Jawa Tengah. Disamping itu juga digunakan bahanbahan kimia berupa akuades, alkohol bensen, asam asetat, NaOH, Ploroglucinol HCl, NaClO2, H2SO4. Pembuatan Contoh Uji Pohon Huru Kuning tersebut dipotong pada bagian pangkal , tengah, ujung dalam ukuran yang telah

ditentukan dalam rancangan penelitian. Sebagai bahan untuk uji sifat kimia kayu dibuatkan serbuk-serbuk gergaji. Serbuk tersebut disaring dengan saringan 40-60 mesh. Cara Pengukuran dan Perhitungan Pengukuran dan perhitungan persentase masing-masing kimia kayu pada penelitian ini menggunkan standar ASTM (American Society For Testing And Materials) (anonim, 1974). Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang dipergunakan untuk membuktikan hipotesis tersebut di atas adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial yang terdiri atas dua faktor pengujian. Faktor yang pertama adalah letak dalam batang pada arah aksial, dengan simbol (A) dengan aras Bagian pangkal (A1); Bagian tengah ; (A2); dan Bagian ujung (A3) Faktor yang pertama adalah letak dalam batang pada arah radial, dengan simbol (R) dengan aras bagian kayu hati/dekat empulur (R1); bagian kayu antara kayu dekat empulur dan kayu dekat kulit (R2); dan bagian kayu dekat kulit (R3) Dari masing-masing kombinasi perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali, sehingga banyaknya sampel yang diper lanjut deng pangkal, te Kadar Holo

H varian lanjut. sampa

menya titik se

N pada u penyer diuji m

H ekstrak Soena rlukan adalah gan Least Sig engah, dan uju oselulosa; Kad Hasil penelitian n kadar air serb . Hasil tersebu ai kadar air ker atakan kayu m eimbang yang Nilai kadar air s umumnya. Ha rapan dan peng mempunyai uku Hasil penelitian ktif larut dalam ardi (1997), yan

3x3x3= 27 sam gnificant Differ ung. Dalam pen dar alfa selulos AN kadar air serb buk kayu, tida ut menunjukka ring udara, me mempunyai kem disebut kadar a serbuk kayu ke al tersebut dipe guapan uap air uran yang sang n kadar ekstrak m air panas rat ng menyebutka mpel. Jika terj rence (LSD). nelitian ini vari a; Kadar Pento NALISIS HAS K buk kayu kering ak menunjukka an bahwa kada empunyai kond

mampuan untu air seimbang. ering udara ya engaruhi oleh r dari kayu pad gat kecil 40-60 Kadar Eks ktif kayu Hur ta-rata 4.51 % an bahwa kadar jadi perbedaan . Pengambilan iabel yang aka osan; Kadar lig

SIL DAN PEM Kadar Air g angin udara k an adanya perb ar air kayu Hu disi kadar air y uk menyerap u ang diperoleh l besar kecilny da lingkungan mesh, sehingg straktif Larut ru Kuning pad

%, Besarnya k r ekstraktif dal n antar perlaku n contoh uji p an di uji adalah gnin; dan Kada MBAHASAN kayu Huru Ku bedaan yang ny uru Kuning ya yang relatif sam uap air dari ud lebih kecil dari ya ukuran kayu dimana kayu t ga lebih mudah t Air Panas da arah aksial kadar ekstrakti lam kayu berki uan yang diuji pada masing-m h Kadar air kay r abu uning adalah 11 yata sehingga ang sudah men ma. Haygreen

dara sekitarnya i nilai kadar ai u, karena akan tersebut berada h melepaskan u dan radial po if tersebut sesu isar antara 1%maka dilakuk masing bagian yu; Kadar ekst 1.14%. Hasil an a tidak dilakuk ngalami penger dan Bowyer ( a sehingga men ir kering udara n berpengaruh a. Serbuk kayu uap air. ohon adalah : uai dengan pen - 10 %. kan uji yaitu: traktif; nalisis kan uji

ringan 1996), ncapai a kayu h pada u yang kadar ndapat Hasil analisis varian kadar ekstrakrif larut air panas, menunjukkan beda nyata pada arah aksial dan radial, interaksinya tidak menunjukkan beda nyata. Hasil uji lanjut kadar ekstraktif larut dalam air panas, pada arah aksial bagian pangkal dan bagian tengah berbeda nyata dengan bagian ujung di atas cabang. Bagian pangkal tidak berbeda nyata dengan bagin tengah. Pada arah radial bagian dekat hati berbeda nyata dengan bagian antara hati dan kulit dan bagian kayu dekat kulit. Bagian antara hati dan kulit berbeda nyata dengan bagian dekat hati dan bagian dekat kulit. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Panshin dan de Zeeuw (1980), menyatakan bahwa kadar ekstraktif suatu pohon mengalami penurunan dari pangkal (butt) menuju ujung pohon (top). Prayitno (1992), menyatakan kayu bagian pangkal pohon mempunyai persentase zat ekstraktif yang lebih tinggi karena bagian pangkal mempunyai persentase kayu teras yang lebih banyak. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) bahwa kayu teras mempunyai labih banyak zat ekstraktif dibandingkan kayu gubal karena adanya ekstraktif minyak, lilin, getah yang menyumbat dinding sel. Menurut Suminar (1990) kadar ekstraktif dan susunannya dalam pohon bergantung pada daerah tempat tumbuh, umur, faktor genetik dan lokasi pada batang. Kadar Ekstraktif Larut Alkohol Bensen

Hasil penelitian kadar ekstraktf larut dalam alkohol bensen kayu Huru Kuning adalah sebesar 4.06 %. Besarnya kadar ekstraktif tersebut sesuai dengan pendapat Soenardi (1997), yang menyebutkan bahwa kadar ekstraktif dalam kayu berkisar antara 1%- 10 %. Hasil analisis varian kadar ekstraktif larut dalam alkohol bensen, menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada arah aksial dan radial, dan faktor interaksinya tidak menunjukkan beda nyata. Hasil uji lanjut kadar ekstraktif larut dalam alkohol bensen, pada arah aksial bagian pangkal dan bagian tengah berbeda nyata dengan bagian ujung di atas cabang. Bagian pangkal tidak berbeda nyata dengan bagian tengah. Pada arah radial bagian dekat hati dan antara hati dan kulit berbeda nyata dengan bagian dekat kulit. Bagian kayu dekat hati tidak berbeda nyata dengan bagian antara hati dan kulit. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Pansin dan de Zeeuw (1980) yang mengatakan bahwa kadar ekstraktif suatu pohon mengalami penurunan dari pangkal menuju ujung pohon. Prayitno (1992) mengemukakan, kayu bagian pangkal pohon mempunyai persentase zat ekstraktif yang lebih tinggi karena bagian pangkal mempunyai persentase kayu teras yang lebih banyak. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) bahwa kayu teras mempunyai labih banyak zat ekstraktif dibandingkan kayu gubal karena adanya ekstraktif minyak, lilin, getah yang menyumbat dinding sel. Menurut Suminar (1990) kadar ekstraktif dan susunannya dalam pohon bergantung pada daerah tempat tumbuh, umur, faktor genetik dan lokasi pada batang. Kadar Holoselulosa Hasil Penelitian kadar holoselulosa kayu Huru Kuning sebesar 77,43 %. Kadar holoselulosa kayu Huru Kuning tersebut sesuai dengan pendapat Cassey (1966) dalam Sahlan, yang menyatakan bahwa kadar holoselulosa

pada kayu daun berkisar antara 70%-82 %. Hasil analisis varian kadar holoselulosa kayu Huru Kuning, menunjukkan pada arah aksial dan arah radial berbeda nyata dan faktor interaksinya tidak menunjukkan beda nyata. Hasil uji lanjut kadar holoselulosa, pada arah aksial bagian pangkal berbeda dengan bagian ujung di atas cabang. Bagian tengah tidak berbeda nyata dengan bagian pangkal dan bagian ujung di atas cabang. Pada arah radial bagian dekat hati berbeda nyata dengan bagian dekat kulit. Bagian antara hati dan kulit tidak berbeda nyata dengan bagian dekat hati dan bagian dekat kulit. Adanya variasi kadar holoselulosa ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa sebagian besar dinding sel sekunder tersusun atas selulosa dan hemiselulosa. Bagian pangkal pohon umumnya mempunyai ketebalan dinding sel kayu yang lebih tinggi, sehingga holoselulosa sebagai fraksi karbohidrat penyusun dinding sel sekunder lebih tinggi pada bagian pangkal. Kadar Alfa Selulosa Hasil penelitian kadar alfa selulosa kayu Huru Kuning sebesar 43.06%. Kadar alfa selulosa tersebut sesuai dengan pendapat Sjostrom (1995), yang menyatakan bahwa kadar alfa selulosa kira-kira 40% sampai 50% bahan kering kebanyakan jenis kayu. Hasil analisis varian kadar alfa selulosa pada, menunjukkan beda nyata pada arah aksial. Pada arah radial dan faktor interaksinya tidak menunjukan beda nyata. Hasil uji lanjut kadar alfa selulosa, pada arah aksial bagian pangkal berbeda nyata dengan badian ujung. Bagian tengah tidak berbeda nyata dengan bagian pangkal dan bagian ujung. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Panshin dan de Zeeuw (1980), yang mengemukakan kadar alfa selulosa pada arah aksial (vertical axis), mengalami penurunan dari pangkal ke arah ujung.

Kadar Pentosan Hasil penelitian kadar pentosan kayu Huru Kuning sebesar 18,58%. Kadar pentosan tersebut lebih rendah dari pendapat Soenardi (1997), yang mengemukakan bahwa kadar pentosan berkisar antara 22 sampai 34 % . Hasil analisis varian kadar pentosan kayu Huru Kuning, menunjukkan pada arah aksial sangat berbeda nyata dan pada arah radial dan faktor interaksinya tidak menunjukkan beda nyata. Hasil uji lanjut kadar pentosan, pada arah aksial bagian pangkal berbeda nyata dengan bagian tengah dan bagian ujung. Bagian tengah berbeda nyata dengan bagian pangkal dan ujung. Haygreen dan Bowyer (1996), mengemukakan kandungan pentosan yang lebih tinggi pada bagian dekat hati. Disebabkan karena gula yang tidak dibutuhkan hasil fotosintesis bergerak ke dalam batang, melalui sel jari-jari dan mulai menumpuk dalam pusat batang. Pada bagian pangkal persentase kayu akhir lebih besar daripada kayu awal sehingga secara keseluruhan memiliki kandungan xilan yang lebih tinggi dari bagian ujung. Dengan demikian bagian pangkal pohon memiliki kadar pentosan yang lebih tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Panshin dan de Zeeuw (1980), sebagai perbandingan dari analisis pertumbuhan pohon pinus radiata D.Don memperlihatkan gula sederhana (Simple sugar) yang di sebut pentosan menurun 3% dari bagian hati kearah luar dan dari pangkal ke ujung pohon. Persentase kayu akhir lebih besar dari persentase kayu awal, sehingga secara keseluruhan memeliki kandungan xilan yang lebih tinggi dari kayu bagian ujung sehingga bagian pangkal memiliki kadar pentosan lebih tinggi. Kadar Lignin Hasil penelitian kadar lignin kayu Huru Kuning sebesar 33,21%. Kadar lignin tersebut lebih tinggi dari

pendapat Soenardi (1997), yang menyatakan bahwa kadar lignin kayu daun berkisar antara 17% sampai 25 %. Hasil analisis varian kadar lignin kayu Huru Kuning, menunjukkan pada arah aksial dan radial berbeda nyata dan faktor interaksinya tidak menunjukkan beda nyata. Hasil uji lanjut kadar lignin, pada arah aksial bagian pangkal berbeda nyata dengan bagian tengah dan bagian ujung. Bagian tengah berbeda nyata dengan bagian pangkal dan bagian ujung. Pada arah radial bagian dekat hati berbeda nyata dengan bagian antara hati dan kulit dan bagian dekat kulit. Bagian antara hati dan kulit tidak beda nyata dengan bagian dekat kulit. Panshin dan de Zeeuw (1980), mengemukakan pada kayu jarum kadar lignin menunjukkan variasi yang menurun dari hati ke arah kulit serta dari pangkal ke arah ujung pohon. Pada kayu daun masih sedikit sekali yang sudah diketahui. Kadar Abu (Mineral kayu) Hasil penelitian kadar abu kayu Huru Kuning sebesar 0,34%. Kadar abu tersebut sesuai dengan pendapat Soenardi (1997), yang menyatakan bahwa kadar abu berkisar antara 0 sampai 1%. Hasil analisis varian kadar abu kayu Huru Kuning, menunjukkan bahwa berbeda sangat nyata pada kedudukan aksial, radial dan faktor interaksinya. Hasil uji lanjut kadar abu, pada arah aksial bagian pangkal berbeda nyata dengan bagian tengah dan bagian ujung. Bagian tengah berbeda nyata denga bagian ujung. Pada arah radial bagian dalam dekat hati berbeda nyata dengan bagian antara hati dan kulit dan bagian dekat kulit. Bagian antara hati dan kulit berbeda nyata dengan bagian dekat hati dan bagian dekat kulit. Hal ini disebabkan kandungan bahan anorganik pada bagian pangkal lebih tinggi dari bagian ujung di atas cabang. Pada bagian pangkal pohon kadar karbohidrat yang penyusunnya diantaranya karbon juga tinggi, sehingga

apabila kayu dibakar maka bahan yang tersisa lebih banyak. Hasil di atas diduga karena faktor umur kayu Huru Kuning yang sudah cukup tua sehingga pembentukan zat-zat ekstraktif lebih sempurna. Karena pada zat-zat ekstratif juga dimungkinkan terdapatnya mineral-mineral pada kayu.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai sifat kimia kayu Huru Kuning dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Rata-rata kadar air serbuk kering angin udara sebesar 11,14%, rata-rata kadar ekstraktif larut dalam air panas 4,51%, rata-rata kadar ekstraktif larut alkohol bensen 4,06%, rata-rata kadar holoselulosa 77,43%, rata-rata kadar alfa selulosa, 43,06%, rata-rata kadar pentosan 18,58%, rata-rata kadar lignin 33,21%, rata-rata kadar abu 0,34%. 2. Kadar ekstraktif larut air panas, kadar ekstraktif larut alkohol bensen, kadar holoselulosa, kadar alfa selulosa, kadar pentosan, kadar lignin, dan kadar abu, pada arah aksial menunjukkan variasi menurun dari pangkal pohon ke arah ujung batang di atas cabang. 3. Kadar ekstraktif larut air panas, kadar ekstraktif larut alkohol bensen, kadar holoselulosa, kadar alfa selulosa, kadar pentosan, kadar lignin, dan kadar abu, pada arah radial menunjukkan variasi menurun dari dekat hati ke arah kulit. 4. Ditinjau dari sifat kimianya kayu Huru Kuning mempunyai kemungkinan untuk dijadikan bahan baku pembuatan pulp dan kertas. Karena memiliki kadar holoselulosa yang sedang dan kandungan alfa selulosa yang sedang, tetapi

dengan mempertimbangkan pula kadar lignin yang tinggi dan kadar ekstraktif yang sedang, karena merugikan dalam proses pembuatan pulp dan kertas. Saran Setelah mempelajari dan menganalisis sifat kimia Huru Kuning (Litsea angulata BL) maka penulis memberikan beberapa saran antara lain : 1. Dengan pertimbangan kandungan kimia yang terdapat pada kayu Huru Kuning maka , kayu ini bisa digunakan untuk bahan baku meubel dan bahan bangunan dengan mempertimbangkan pula sifat fisika dan sifat mekanika kayunya, serta uji keawetan kayunya. Guna meningkatkan nilai kegunaan kayu Huru Kuning. 2. Perlu diketahui lebih lanjut mengenai pemanfaatan kayu Huru Kuning untuk melengkapi informasi yang telah ada. Supaya dalam pengelolaan Hutan Alam dan Hutan Tanaman Industri (HTI) dapat lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA Ambar, H.H., (2001). Struktur Anatomi dan Sifat Kimia Kayu Mentaos (Wrightia pubescent), Pada Arah Aksial dan Radial. Institut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Andi, M., 1996. Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Kurai (Trema orientalis BL). Institut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Anonim,1974. Annual Book Of ASTM Standard American Society For Testing and Materials, Race St. Philadelpia, Pa. ---------, 1993. Stastistik Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta. Brown, H.P., A.J. Panshin & C.C. Forsaith., 1952. Textbook Of Wood Technology. Vol II. Mc Graw Hill Book Co, Inc. New York. Dumanauw, J.F., 1990. Mengenal Kayu. Pendidikan Industri Kayu Atas. Semarang.

Fengel, D. dan G. Wegener, 1995. Kayu, Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Habibi, I., 1999. Analisis Sifat Kimia Kayu dan Anatomi Kayu Sampang (Evodia latifolia BL). Institut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Hariyanto., A., 1997. Studi Struktur Anatomi dan Sifat Kimia Kayu Weru (Albizia procera Benth). Institut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Haryanto., 1995. Pemanenan Hasil Hutan . Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer, 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Yayasan Kanisius. Yogyakarta. Badan Litbang Kehutanan Indonesia. Hillis, W.E., 1987. Heartwood and Tree Exudates. Spring. Melbourne.Australia. Junaidi, 1998, Analisis Struktur Anatomi dan Sifat Kimia Kayu Flamboyan (Delonik regia Rat). Institut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Krisnawati, L., 1996., Struktur Anatomi, Kadar Ekstraktif dan Kadar Abu Kayu Sengon Buto (Enterolobium cyiclocarpum, Griseb). Institut Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Instiper) Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Mariatmaja, IGK., 1997., Kandungan Kimia Kayu Waru Gunung (Hibiscus similis BL) Pada Beberapa Bagian Kedudukan Aksial dan Radial.Insitut Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Instiper) Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Mulyadi, A.S., 1999. Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Pucung (Pangium edule, REINW). Institut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan).

Noveri, M.N., 1998. Sifat Kimia dan Dimensi serat Kayu Bayur (Pterospermum javanicum Jungh) Pada Arah Aksial dan Radial Institut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan) Noor. F., 1998. Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Tancang (Bruguiera parvitflora W&A) Dari Pulau Laut Di Kalimantan. Insitut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Nunung, S.M., 2000., Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Rau Dracontomelum mangium BL). Institut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Panshin, A.J., dan C. de Zeeuw, 1980. Textbook of Wood Technology Vol I. Structure, Identification, Uses, and Properties of The Commercial Wood of The United States and Canada. Mc Graw Hill Book Co.New York. Prayitno T.A., 1992. Sifat Kimia Kayu Salam (Zyzigium poliantha Wight). Bulletin No:22:53-65. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Sahlan, 1994. Sifat Kimia Kayu Senu (Melochia orientalis BL), Institut Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta (Tidak diterbitkan). Sjostrom, E., 1995. Kimia Kayu Dasar-dasar Penggunaan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soenardi, 1976 a. Sifat-sifat Kimia Kayu. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. ----------, 1976 b. Hubungan Antar Sifat Kayu dan Kualitas


Recommended