Download pdf - Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

Transcript
  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    1/37

    SGD LBM 4 MODUL JIWA

    SGD 1

    SKENARIO

    Seorang perempuan usia 20 tahun datang ke rumah sakit karena sering berdebar-

    debar, kepala pusing, dan cemas (gejala psikis) sering disertai badan sakit semua,kencang di daerah tengkuk, gemetar (ketegangan motorik). Pemeriksaan lebih lanjut

    didapatkan bahwa keluhan ini muncul terutama pada saat penderita berada ditempat

    umum ataupun di keramaian. Pada pemeriksaan fisik dan penunjang tidak didapatkan

    adanya kelainan.

    Step 1

    Ketegangan motorik : tegang di sistem gerak

    Step 2

    1. Kenapa pasien datang kerumah sakit dengan hiperaktivitas otonom?

    2. Kenapa pasien datang kerumah sakit dengan gejala psikis?3. Kenapa pasien datang kerumah sakit dengan gejala ketegangan motorik?

    4. Bagaimanakah pengaruh suasana yang mempengaruhi terhadap keluhan

    pasien?

    5. Penegakan diagnosis?

    6. Penatalaksanaan?Perbedaan dari perasaan cemas, takut, panik?

    7. Apakah ada Hubungan jenis kelamin dan usia pada keluhan pasien?

    8. DD?

    Step 3

    1. Kenapa pasien datang kerumah sakit dengan hiperaktivitas otonom?

    Sistem limbik merupakan jaringan interaktif yang kompleks, ini berkaitan denganemosi, pola perilaku, sosio seksual dan kelangsungan hidup dasar, motivasi dan

    belajar. Adanya stimulasi pada daerah tertentu dalam sistem limbik akan

    menimbulkan sensasi subyektif, salah satu diantaranya adalah kecemasan.

    Kecemasan dapat mempengaruhi sistem limbik sebagai kontrol emosi yang

    dapat meningkatkan sistem syaraf otonom (terutama sistem syaraf simpatis).

    Syaraf otonom berkaitan dengan pengendalian organ-organ dan secara tidak

    sadar. Dimana serabut-serabut syaraf simpatis mensarafi otot jantung, otot tidak

    sadar semua pembuluh darah serta semua organ dalam seperti lambung,

    pankreas, dan usus. Melayani serabut-serabut motorik pada otot tak sadar dalam

    kulit. Hal ini dapat meningkatkan ketegangan otot yang akan menyebabkanpeningkatan persepsi nyeri seseorang (Potter, 2001).

    PATOFISIOLOGI

    Pada kecemasan terjadi mekanisme sebagaimana terjadi pada stress. Terjadi

    pengaktifan sistem saraf simpatis dan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal. Bila

    sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat yang

    bersamaan, maka dengan berbagai cara, keadaan ini akan meningkatkan kemampuan

    tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang besar, diantaranya dengan cara :

    1. Peningkatan tekanan arteri

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    2/37

    2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan

    penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastrointestinalis dan

    ginjal, yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik cepat

    3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh

    4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah

    5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot6. Peningkatan kekuatan otot

    7. Peningkatan aktivitas mental

    8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah.

    Seluruh efek diatas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas

    fisik yang jauh lebih besar daripada bila tidak ada efek tersebut. Keadaan ini sering

    disebut sebagai respons stress simpatis. Sistem simpatis terutama teraktivasi dengan

    kuat pada berbagai keadaan emosi, termasuk didalamnya kecemasan dan stres.

    Jika stress menyebabkan keseimbangan terganggu, maka tubuh kita akan

    melalui serangkaian tindakan (respons stres) untuk membantu tubuh mendapatkan

    kembali keseimbangan. Perjuangan untuk mempertahankan keseimbangan ini disebutsebagai sindrom adaptasi umum. Ini adalah cara tubuh bereaksi terhadap stres dan

    untuk membawa kembali sistem tubuh ke keadaan yang seimbang.

    Tahapan salah satu responnya disebut fase alarm, yang dicirikan oleh aktivasi

    langsung dari sistem saraf dan kelenjar adrenal. Berikutnya fase resistensi, yang

    ditandai dengan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) axis. HPA axis adalah

    sistem terkoordinasi dari tiga jaringan endokrin yang mengelola respon kita terhadap

    stres.

    HPA adalah bagian utama dari sistem neuroendokrin yang mengendalikan reaksi

    terhadap stres dan memiliki fungsi penting dalam mengatur berbagai proses tubuh

    seperti pencernaan, sistem kekebalan tubuh dan penggunaan energi. Spesies darimanusia ke organisme yang paling kuno berbagi komponen dari sumbu HPA. Ini adalah

    mekanisme untuk satu set interaksi di antara kelenjar, hormon dan bagian-bagian

    tengah otak yang menengahi sindrom adaptasi umum.

    Sedikit kenaikan kortisol memiliki beberapa efek positif termasuk semburan

    energi untuk alasan bertahan hidup, peningkatan fungsi memori, semburan lebih

    rendah meningkatkan kekebalan dan kepekaan terhadap rasa sakit.

    Masalah terjadi ketika kita meminta tubuh kita bereaksi terlalu sering atau

    dengan perlawanan yang berlebihan - baik dari yang dapat mengakibatkan

    meningkatnya kadar kortisol. Ketika stres diulangi, atau konstan, kadar kortisol

    meningkat dan tetap tinggi - menyebabkan fase ketiga dari sindrom adaptasi umumyang tepat disebut sebagai overload. Pada tahap overload, sistem tubuh mulai

    memecah dan risiko penyakit kronis meningkat secara signifikan.

    Diketahui bahwa orang-orang normal tingkat kortisol dalam aliran darah

    puncaknya terjadi pada pagi hari dan berkurang seiring berjalannya hari itu. Sekresi

    kortisol bervariasi antar individu. Satu orang dapat mengeluarkan kortisol lebih tinggi

    daripada yang lain dalam situasi yang sama. Penelitian juga menunjukkan bahwa

    orang-orang yang mengeluarkan tingkat kortisol lebih tinggi sebagai respons terhadap

    stres juga cenderung makan lebih banyak makanan, dan makanan yang lebih tinggi

    karbohidrat daripada orang yang kurang mengeluarkan kortisol.

    Neurotransmitters

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    3/37

    Tiga neurotransmitters utama yang berhubungan dengan dasar dari penelitian

    binatang dan respon kepada penanganan obat adalah norepinephrine (MODA),

    serotonin, dan -asam aminobutyric (GABA). Sebagian besar informasi dasar

    neuroscience tentang eksperimen binatang membentuk paradigma tingkah laku dan

    agen psikoaktif. Satu diantarnya adalah eksperimen untuk mempelajari test konflik,

    dimana binatang secara simultan menghadiahi stimuli yang positif (e.g., makanan) dannegatif (e.g., goncangan elektrik). Obat-obatan Anxiolytic (e.g., benzodiazepines)

    cenderung untuk memberikan fasilitas adaptasi pada binatang terhadap situasi ini,

    sedangkan obat-obatan lain (e.g., amfitamin) lebih lanjut mengganggu respon tingkah

    laku binatang.

    Norepinephrine

    Gejala kronis pasien dengan gangguan cemas, seperti serangan panik, kesulitan

    untuk tidur, mengejutkan, dan autonomic hyperarousal, adalah karakteristik

    noradrenergic yang meningkat. Teori umum tentang peran dari norepinephrine dalam

    ketidakteraturan dimana dipengaruhi pasien, mungkin mempunyai satu sistem

    noradrenergic yang buruk pengaturannya sehingga terjadi ledakan sekali-kali dariaktivitas ini. Badan sel dari sistem noradrenergic terutama dilokalisir pada tempat

    ceruleus di rostral pons, dan fungsinya memproyeksikan akson-akson pada korteks

    cerebral, sistem limbic, brainstem, dan tali tulang belakang. Eksperimen dalam

    kardinal/primata telah mendemonstrasikan stimulasi itu sehingga dari tempat ceruleus

    menghasilkan suatu respon ketakutan dalam binatang dan ablasi pada area yang

    sama, menghalangi atau seluruhnya menghalangi kemampuan dari binatang untuk

    membentuk suatu respon ketakutan.

    Penelitian pada manusia telah ditemukan bahwa dalam pasien dengan gangguan

    panik, receptor adrenergic agonists (e.g., isoproterenol [Isuprel]) dan sel peka

    terhadap rangsangan 2-adrenergic antagonis (e.g., yohimbine [Yocon]) bisa membuatserangan panik bertambah parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sel yang peka

    terhadap rangsangan agonist, mengurangi gejala pada beberapa situasi eksperimental

    dan dapat mengobati. Sebuah temuan lain adalah pasien dengan gangguan cemas,

    gangguan terutama panik, telah menyebabkan cerebrospinal mengalir (CSF) atau

    terpresentasi dalam uruin dalam bentuk noradrenergic metabolite 3-methoxy-4-

    hydroxyphenylglycol (MHPG).

    Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis

    Bukti tetap yang menunjukan bahwa banyak peningkatan sintesa dan pelepasan

    dari cortisol dapat membuat dampak psikologis. Cortisol berfungsi untuk mengerahkan

    dan untuk mengisi penyimpanan energi serta meningkatkan kewaspadaan,memfokuskan perhatian, dan formasi memori; pertumbuhan dan sistem reproduksi;

    dan respon kekebalan tubuh (imun). Pengeluaran cortisol Berlebihan dapat mempunyai

    efek kurang baik yang serius, mencakup hipertensi, osteoporosis, immunosuppression,

    resistansi hormon insulin, dyslipidemia, dyscoagulation, dan, pada akhirnya,

    atherosclerosis dan penyakit cardiovasculer. Perubahan pada hypothalamic-pituitary-

    adrenal (HPA) fungsi poros masih sedang dipelajari dalam kaitannya dengan PTSD.

    Pada pasien dengan gangguan panik, adrenocorticoid hormon (ACTH) mempengaruhi

    pada faktor corticotropin-releasing (CRF) masih sedang dipelajari dalam beberapa

    penelitian.

    Corticotropin-Releasing Hormone (CRH)

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    4/37

    Salah satu dari penengah terpenting respon tekanan, CRH mengkoordinir

    perubahan tingkah laku dan fisiologis adaptip yang terjadi selama tekanan psikis.

    Hypothalamic tingkat CRH meningkat dengan tekanan, menghasilkan aktivasi dari

    poros HPA dan pelepasan dari cortisol ditingkatkan serta dehydroepiandrosterone

    (DHEA). CRH juga menghalangi berbagai neurovegetative berfungsi, seperti masukan

    makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin untuk pertumbuhan sertareproduksi.

    Serotonin

    Identifikasi dari banyak jenis reseptor serotonin telah menstimulasi pencarian

    dari peran serotonin pada pathogenesis gangguan cemas. Tipe berbeda dari hasil

    tekanan akut dalam peningkatan 5-hydroxytryptamine (5-HT) terjadi di korteks

    prefrontal, nukleus accumbens, amygdala, dan hypothalamus lateral. Keterikatan pada

    hubungan ini pada awalnya termotivasi oleh observasi dimana serotonergic

    antidepressants mempunyai efek terapeutik pada beberapa gangguan cemas, sebagai

    contoh, clomipramine (Anafranil) pada OCD. Efektivitas dari buspirone (BuSpar), suatu

    serotonin 5-HT1A reseptor agonis, dalam penanganan dari gangguan cemas jugamenyarankan kemungkinan dari satu asosiasi antara serotonin dan kecemasan. Badan

    sel dari sebagian besar neuron serotonergic adalah terletak di raphe nuclei di rostral

    brainstem dan memproyeksikan ke korteks cerebral, sistem limbik (terutama,

    amygdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa

    meta-chlorophenylpiperazine (mCPP), satu obat dengan berbagai efek serotonergik dan

    nonserotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan dari

    serotonin, juga menyebabkan peningkatan rasa cemas pada pasien dengan gangguan

    cemas, dan banyak laporan anekdot menunjukkan bahwa serotonergic hallucinogens

    serta stimulan, sebagai contoh, asam lysergic diethylamide (LSD) dan 3,4-

    methylenedioxymethamphetamine (MDMA) dihubungkan dengan perkembangangangguan cemas akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat-obatan ini.

    Penelitian Klinis dari 5-HT berfungsi pada gangguan cemas yang mempunyai hasil

    campuran. Satu penelitian menemukan bahwa pasien dengan gangguan panik

    mempunyai tingkat yang lebih rendah dalam sirkulasi 5-HT bandingkan dengan

    pengaturannya. Dengan begitu, tidak ada pola jelas dari kelainan dalam fungsi 5-HT

    pada gangguan panik yang muncul dari analisa dari unsur-unsur darah perifer.

    GABA

    Sebuah peran dari GABA pada gangguan cemas adalah sebagian besar

    didukung oleh keefektifan dari benzodiazepines, yang meningkatkan aktivitas dari

    GABA pada reseptor GABA tipe A (GABAA), dalam penanganan dari beberapa bentukgangguan cemas. Walaupun benzodiazepines potensi-rendah adalah paling efektif

    untuk gejala gangguan cemas pada umumnya, potensi-tinggi benzodiazepines, seperti

    alprazolam (Xanax), dan clonazepam adalah efektif dalam penanganan dari gangguan

    panik. Penelitian pada primata telah ditemukan bahwa susunan saraf otonom

    memperlihatkan gejala gangguan cemas yang diinduksi ketika satu benzodiazepine

    invers agonist, asam -carboline-3-carboxylic (BCCE) dikelola. BCCE juga dapat

    menyebabkan kecemasan. Antagonis benzodiazepine, flumazenil (Romazicon),

    menyebabkan serangan panik yang sering pada pasien dengan gangguan panik. Data

    ini telah memimpin peneliti untuk memberikan hipotesa bahwa beberapa pasien

    dengan gangguan cemas mempunyai fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka,walaupun hubungan ini sudah tidak diperlihatkan secara langsung.

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    5/37

    2. Apa yang dimaksud dengan cemas?

    Anxietas adalah perasaan yang difus, yang sangat tidak menyenangkan, agak

    tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini

    disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan

    datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasakosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala

    atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa

    ingin bergerak dan gelisah ( Harold I. LIEF).

    Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok

    mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf

    autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik.

    Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,

    keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi kenyataan

    atau kejadian dalam hidupnya. (Rivai, 2000).

    o Menurut berdasarkan DSM IV

    KECEMASAN NORMAL

    Perasaan tersebut ditandai dengan rasa ketakutan yang difus, tidak

    menyenangkan dan samar-samar, diawali dengan sebuah sebab yang

    jelas. seringkali disertai gejala otonom seperti nyeri kepala,

    berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan lambung

    ringan. Seseorang yg cemas mungkin juga merasa gelisah. Kumpulan

    gejala tertentu yg ditemukan selama kecemasan cenderung.

    KECEMASAN PATOLOGIS

    Kecemasan yang didasari tanpa sebab yang jelas dan tidak berpotensiuntuk mengancam jiwanya. Mngkin disertai dengan gejala otonom

    seperti kecemasan normal. Kecemasan yang patologis adalah

    kecemasan yang berlebihan terhadap stimuli internal atau eksternal,

    dan tidak berfungsi untuk menyelamatkan keutuhan jiwanya.

    Kecemasan normal

    Rasa ketakutan yang difus tidak menyenangkan samar samar disertai gejala

    otonomik (nyeri kepala, keringat, palpitasi, kekakuan pd dada, merasa gelisah)

    Sensasi kecemasan sering dialami oleh hamper semua manusia.

    Ketakutan dan kecemasan

    Kecemasan sinyal yg menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yg

    mengancam dan ambil tindakan untuk membatasi ancaman, respon terhadap

    ancaman yg sumbernya tdk diketahui, internal, samar samar, konfliktual.

    Ketakutan sinyal serupa yg menyadarkan, respon dari suatu ancaman yg

    sumbernya diketahui, external, jelas, bukan bersifat konflik.

    Ketakutan didahului oleh keheranan dan berjalan bersama sama

    Fungsi adaptifdari kecemasan :

    Kecemasan memperingatkan adanya ancaman external dan internal, memilki

    kualitas menyelamatkan hidup, kecemasan mencegah dengan cara

    menyadarkan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu mencegah bahaya Stress, konflik, kecemasan

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    6/37

    Melibatkan ego, abstraksi kolektif untuk proses dimana seseorang merasakan,

    berpikir, dan bertindak terhadap peristiwa external dan dorongan internal. Ego

    yang berfungsi dengan baik dlm keseimbangan adaptif dunia external dan

    internal, ego tidak berfungsi baik dan tidak seimbang dan cukup lama

    kecemasan kronis

    Ketidakseimbangan external, internal, ego impuls konflik

    Gejala psikologis dan kognitif

    Kecemasan menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi pd ruang, waktu,

    orang, peristiwa.

    (Kaplan)

    Kecemasan abnormal

    Teori psikologis

    - Teori psikoanalitik

    Freud menyatakan bahwa kecemasan sebagai sinyal, kecemasan

    menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan daridalam diri.misal dengan menggunakan mekanisme represi, bila berhasil maka

    terjadi pemulihan keseimbangan psikologis tanpa adanya gejala anxietas. Jika

    represi tidak berhasil sebagai suatu pertahanan, maka dipakai mekanisme

    pertahanan yang lain misalnya konvensi, regresi, ini menimbulkan gejala.

    - Teori perilaku

    teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang

    dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Contoh : seorang dapat

    belajar untuk memiliki respon kecemasan internal dengan meniru respon

    kecemasan orang tuanya.

    - Teori eksistensial

    Konsep dan teori ini adalah, bahwa seseorang menjadi menyadari adanya

    kehampaan yang menonjol di dalam dirinya.Perasaan ini lebih mengganggu

    daripada penerimaan tentang kenyataan kehilangan/ kematian seseorang

    yang tidak dapat dihindari.Kecemasan adalah respon seseorang terhadap

    kehampaan eksistensi tersebut.

    Teori biologis

    - System saraf otonom

    Stimulasi Sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu

    kardiovaskuler, gastrointestinal, dan pernapasan.Manifestasi kecemasanperifer tersebut tidak khusus terhadap kecemasan maupun tidak selalu

    berhubungan dengan pengalaman kecemasan subyektif.

    - Neurotransmitter

    NE agonis adrenergic beta (isoproterenol) dan antagonis alfa 2 (co :

    yohimbin) mencetuskan serangan panic. Agonis alfa 2 (clonidin)

    menurunkan gejala cemas

    Serotonin antidepresan serotonergik (clomipramine) punya efek

    terapetik gangguan obsesif kompulsif, busprione untuk obat gangguan

    cemas, fonfluromine menyebabkan pelepasan serotonin sehingga

    menyebabkan peningkatan kecemasan pd pasien dgn gangguankecemasan.

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    7/37

    GABA dalam gangguan kecemasan didukung paling kuat oleh

    manfaat benzodiazepine yang tidak dapat dipungkiri, yang

    meningkatkan aktivitas GABA pd reseptor GABAa di dalam pengobatan

    beberapa jenis gangguan kecemasan.

    - Pencitraan otak

    Contoh: pada gangguan anxietas didapati kelainan di korteks frontalis,

    oksipital, temporalis. Pada gangguan panik didapati kelainan pada girus para

    hipokampus.

    - Penelitian genetic

    Penelitian ini mendapatkan, hampir separuh dan semua pasien dengan

    gangguan panik memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang juga

    menderita gangguan.

    - Neuroanatomis

    Tiga neurotrasmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan

    berdasarkan penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi obat yaitu :

    norepinefrin, serotonin dan gamma-aminobutyric acid.

    (Kaplan)

    3. Macam2 gangguan cemas?

    a. gangguan panik, dengan ciri munculnya mendadak tanpa faktor pencetus

    b. gangguan cemas umum, yaitu kecemasan yang diderita bersifat

    mengambang bebas dan berlangsung menahun (kronik)

    c. gangguan fobik yaitu kecemasan atau ketakutan terhadap situasi atau obyek

    tertentu (spesifik)

    d. gangguan obsesif kompulsif, yaitu kecemasan yang mendorong penderita

    secara menetap untuk mengulangi pikiran atau perilaku tertentu dane. gangguan stress pasca trauma yaitu kecemasan yang timbul setelah

    penderita mengalami peristiwa yang sangat menegangkan (Sudiyanto,

    2000).

    BENTUK GANGGUAN ANXIETAS

    Gangguan Panik

    Gangguan Fobik

    Gangguan Obsesif-kompulsif

    Gangguan Stres Pasca Trauma

    Gangguan stres Akut Gangguan Anxietas Menyeluruh.

    GANGGUAN PANIK

    Ada dua kriteria Gangguan panik : gangguan panik tanpa agorafobia dan

    gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada

    serangan panik.

    GAMBARAN KLINIS

    Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik,

    walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan,

    kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untukmengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik.

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    8/37

    Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama

    10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman

    kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber

    ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam

    memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan

    berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanyaberlangsung 20 sampai 30 menit.

    Agorafobia : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit

    mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap

    kali mereka keluar rumah.

    GEJALA PENYERTA

    Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada

    beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan

    panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang

    dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan

    mental.DIAGNOSA BANDING

    Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dsb.

    Penyakit pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru.

    Penyakit neurologis : penyakit serebrovaskular, epilepsi, inigrain, tumor, dsb.

    Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma pramestruasi,

    gangguan menopause, dsb.

    lntoksikasi obat, putus obat.

    Kondisi lain : anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia dsb

    PEDOMAN DIAGNOSTIK AGORAFOBIA

    Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinansulit meloloskan diri

    Situasi dihindari, misal jarang bepergian

    Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal

    fobia sosial

    PEDOMAN DIAGNOSTIK GANGGUAN PANIK

    Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan

    Sekurangnya satu serangan , diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap akan

    mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan, perubahan

    perilaku bermakna berhubungan dengan serangan

    Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medisumum

    Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. misal

    gangguan obsesif - kompulsif.

    Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia

    GANGGUAN FOBIK

    Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 5 10 persen populasi

    menderita gangguan ini. FOBIA adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang

    menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang

    ditakuti.

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    9/37

    Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb

    Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial

    seperti berbicara di depan umum, dsb

    PEDOMAN DIAGNOSTIK

    Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek/situasi)

    Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan

    Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan

    Situasi fobik dihindari

    GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF

    Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum

    diperkirakan adalah 2-3 persen.

    OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak

    dikehendaki.KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak

    dikehendaki.

    PEDOMAN DIAGNOSIS

    = Pikiran, impuls, yang berulang

    = Perilaku yang berulang

    = Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan

    = Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan

    = Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.

    DIAGNOSIS BANDING

    Kondisi fisik- Gangguan neurologis (epilepsi lobul temporalis, komplikasi trauma, dsb)

    Kondisi psikiatrik

    - Skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, gangguan depresif.

    GANGGUAN STRES PASCA-TRAUMA

    Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila

    mereka mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang.

    Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan,

    kecelakaan.

    Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali trauma melalui

    mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma danpenumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan dan

    persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan stres pasca-trauma adalah

    depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh pemusatan perhatian yang buruk)

    Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan 1 sampai 3

    persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang

    subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia,

    namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda.

    PEDOMAN DIAGNOSTIK STRES PASCATRAUMA

    A. Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    10/37

    o mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa

    ancaman kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang

    serius,atau ancaman integritas fisik diri sendiri atau orang lain

    o respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya

    B. Keadan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara

    berikut:

    o rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian

    o Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian

    o berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali

    o penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal

    atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian

    traumatik

    o reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal

    yang menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik

    C. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma

    D. Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran , seperti dua atau lebih berikut:

    kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon

    kejut

    yang berlebihan.

    E. Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.

    F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

    gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

    REAKSI STRES AKUT

    Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang

    tanpa adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik

    maupun mental yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atauhari. Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa . Kerentanan

    individu dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan

    keparahannya suatu reaksi stres akut.

    PEDOMAN DIAGNOSTIK

    Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman

    stresor luar biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah beberapa menit

    atau bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a) terdapat gambaran

    gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain gejala permulaan berupa

    keadaan terpaku , semua gejala berikut mungkin tampak: depresif, anxietas,

    kemarahan, kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan tetapi tidak satupun danjenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama. (b)

    pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dan stresomya, gejala-gejalanya dapat

    menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam); dalam hal dimana stres tidak dapat

    dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya

    menghilang setelah 3 hari.

    GANGGUAN ANXIETAS MENYELURUH

    Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya anxietas yang menyeluruh

    dan menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat bervariasi, tetapi keluhan

    tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa

    ringan, palpitasi, pusing kepala dan keluhan epigastnik adalah keluhankeluhan yanglazim dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    11/37

    sakit atau akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang

    seringkali diungkapkan

    PEDOMAN DIAGNOSTIK

    Pasien harus menunjukan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari

    selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini

    biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa depan, keteganganmotorik, overaktivitas otonomik.

    4. Apa yang dimaksud dengan Fobia?

    Fobia adalah suatu ketakutan yang irasional yang jelas, menetap dan berlebihan

    terhadap suatu objek spesifik, keadaan atau situasi.

    Fobia adalah bentuk kecemasan dan ketakutan yang berlebihan yang bercirikan:

    di luar proporsi tuntutan situasi;

    tidak dapat diterangkan atau dicari alasannya;

    di luar kontrol kehendak; menjurus ke penghindaran situasi yang ditakuti;

    menetap dalam waktu yang lama;

    tidak mampu menyesuaikan diri (tidak adaptif); dan

    tidak tergantung usia maupun tahap perkembangan tertentu.

    Ciri-ciri di atas mengikuti pendapat Marks, Miller dkk. (dalam De Clerq, 1994:

    65, Tingkah Laku Abnormal: Dari Sudut Pandang Perkembangan).

    5. Pusing karena kondisi medik/ ansietas?

    6. Kenapa pasien datang kerumah sakit dengan gejala psikis(khawatir, ketakutandan cemas)?

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    12/37

    Stresor

    Hipotalamus CRH

    Hipofisis posteriorSistem saraf simpatis

    Hipofisis anterior

    Vasopresin

    Medula adrenal

    Epinefrin

    Pankreas endokrin Otot polos ateriol

    Gluka gon Insulin Vasokonstriksi

    aliran darah

    melalui ginjal

    Renin Angiotensin Aldosteron

    ACTH

    Korteks adrenal

    Kortisol

    +

    +++

    ++

    +

    (Sherwood, 2001)

    Selama stres, selai terjadi perubahan-perubahan hormon yang memobilisasi simpanan

    energi, hormon-hormon lain secara bersamaan juga diaktifkan untuk mempertahankan

    volume dan tekanan darah selama keadaan darurat. Sistem simpatis dan epinefrin

    berperan penting dengan langsung bekerja pada jantung dan pembuluh darah untuk

    meningkatkan fungsi sirkulasi. Selain itu, sistem renin-angiotensin-aldosteron juga

    diaktifkan sebagai akibat dari penurunan aliran darah ke ginjal yang dipicu oleh sistem

    simpatis. Sekresi vasopresin juga meningkat selama keadaan stres. Secara kolektif,

    hormon-hormon ini meningkatkan volume plasma dengan mendorong retensi garam

    dan H2O (Sherwood, 2001).

    7. Kenapa pasien datang kerumah sakit dengan gejala ketegangan motorik?

    8. Penegakan diagnosis?

    9. Bedakan masing2 gejala.

    Gejala psikologik:

    Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati, takut gila,takut

    kehilangan kontrol dan sebagainya.

    Gejala fisik:

    Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan

    otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan

    lain-lain.

    Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas;

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    13/37

    rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang

    menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa

    kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus

    menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada

    gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan

    yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietaskronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan

    saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang bersangkutan

    biasanya dirasakan cukup gawat

    10. Perbedaan dari perasaan cemas dan takut?

    Kecemasanadalah perilaku yang muncul karena adanya situasi yang oleh orang yang

    mengalaminya dianggap membahayakan keadaan psikologisnya. Adapun ketakutan

    muncul karena adanya situasi yang secara subyektif dianggap membahayakan

    keadaan fisik orang yang mengalaminya. Jadi hal yang mendasar yang saya jadikan

    pembeda adalah apakah situasi tersebut membahayakan keadaan psikologis ataukahkeadaan fisik, kalau keadaan psikologis maka disebut kecemasan dan sebaliknya jika

    fisik, maka disebut ketakutan.

    Orang cemas ketika akan mengikuti ujian, karena jika tidak lulus ujian, maka ancaman

    kegagalan bisa membahayakan keadaan psikologis orang tersebut. Orang takut ketika

    berada di atas ketinggian, karena jika ia jatuh, maka tubuhnya akan mengalami cidera

    atau bahkan kematian.

    Orang cemas ketika disuruh berpidato di depan orang banyak, karena jika ia gagal

    berpidato dengan baik, maka rasa malu akan membahayakan keadaan psikologisnya,terutama harga dirinya. Orang takut ketika dikejar anjing galak, karena jika anjing

    tersebut berhasil menggigitnya, maka tubuhnya akan terluka dan sakit.

    Perlu diingat, bahwa subyektivitas individu yang mengalaminya adalah kunci untuk

    menentukan apakah situasi tersebut membahayakan ataukah tidak, jadi sangat

    tergantung pada persepsi masing-masing orang. Bisa jadi dua orang yang sama-sama

    menghadapi situasi yang sama, pada waktu dan tempat yang sama, namun memberi

    respons yang berbeda, yang satu cemas dan yang lain baik-baik saja; yang satu takut

    sedangkan yang satunya lagi malah tertawa.

    Bisa jadi seseorang cemas ketika akan tampil ke panggung, sedangkan yang lain bisa

    jadi malah senang karena bisa show up(tebar pesona) di hadapan orang banyak. Bisa

    jadi seseorang takut berada di dekat laba-laba berbisa, sedangkan yang lain bisa jadi

    tenang-tenang saja karena merasa kebal dengan gigitan laba-laba.

    11. Perbedaan panik, obsesif kompulsif dan fobia?

    Kepanikan adalah suatu kondisi kecemasan yang sangat berat yang disertai dorongan

    untuk lari atau bersembunyi sewaktu menghadapi suatu kondisi yang

    irasakan berbahaya ataumengancam.Rasa takut yang muncul tiba-tiba ini dapatmenghilangkan kemampuan berpikir dan memengaruhi kelompok atau

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kecemasanhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bahaya&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Takuthttp://id.wikipedia.org/wiki/Kecemasanhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bahaya&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Takut
  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    14/37

    individu manusia atau hewan yang awalnya cenderung untuk menyebabkan sikap diam

    tak bisa berbuat apa-pa.Panik umumnya timbul pada kondisi bencana,

    atau kekerasan seperti perampokan dan penjarahan yang dapat membahayakan

    kesehatan atau jiwa.

    Panik sebenarnya adalah kondisi alami pada setiap orang. Panik dalam kadar ringan

    yang datang hanya sesekali, adalah hal biasa. Tapi, jika cemas atau panik datangberulang dalam kadar tinggi, sehingga aktivitas kerja Anda terganggu, sebaiknya Anda

    waspada. Pasalnya, ada kemungkinan, panik Anda sudah menjadi gangguan klinis. Tiga

    dari empat penderita gangguan panik adalah wanita. Wanita karier seringkali

    mengalami panik. Gangguan panik yang parah bisa berujung pada agoraphobia (fobia

    berada di tengah banyak orang). Penderita agoraphobia sering takut tanpa alasan

    jelas, bila dirinya berada di tempat terbuka atau harus keluar dari rumah.

    Obsessive Compulsive Disorder-OCD merupakan suatu gangguan anxietas di mana

    pikiran dipenuhi dengan pemikiran yang menetap dan tidak dapat dikendalikan dan

    individu dipaksa untuk terus-menerus mengulang tindakan tertentu, menyebabkandistress yang signifikan dan mengganggu keberfungsian sehari-hari.

    Obsesi adalah pikiran, impuls, dan citra yang mengganggu dan berulang yang muncul

    dengan sendirinya serta tidak dapat dikendalikan, walaupun demikian biasanya tidak

    selalu tampak irasional bagi individu yang mengalaminya.

    Kompulsi adalah perilaku atau tindakan mental repetitif yang mana seseorang merasa

    didorong untuk melakukannya dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan yang

    disebabkan pikiran-pikiran obsesif atau untuk mencegah terjadinya suatu bencana.

    Aktivitas tersebut tidak berhubungan secara realistis dengan tujuan yang ada atau

    jelas berlebihan.

    Berdasarkan pada kriteria DSM-IV TR, Obsesif-Compulsive Disorderdidefinisikan sebagaiberikut:

    Obsesi didefinisikan sebagai berikut:

    1. Pikiran, impuls, atau gambaran pengalaman terjadi berulang dan terus-menerus

    pada beberapa waktu selama gangguan, yang mengganggu dan menyebabkan

    kecemasan dan tidak pantas serta tertekan

    2. Pikiran, impuls, atau gambar tidak hanya kekhawatiran tentang masalah

    kehidupan nyata

    3. Orang mencoba untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau gambar

    untuk menetralisir mereka dengan beberapa pikiran lain atau tindakan

    4. Orang tersebut mengakui bahwa pikiran obsesional, impuls, atau gambar adalahproduk dari pikiran sendiri (tidak dipaksakan dari luar, seperti dalam

    penyisipanberpikir)

    Kompulsididefinisikan sebagai berikut:

    1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengatur, memeriksa) atau

    tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata secara

    diam-diam) bahwa orang merasa didorong untuk melakukan sesuatu untuk

    menanggapi obsesinya, atau menurut aturan yang harus diterapkan secara kaku

    2. Perilaku atau tindakan mental yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi

    tekanan atau mencegah suatu peristiwa atau situasi yang ditakuti. Namun,

    perilaku atau tindakan mental tidak terhubung dalam cara yang realistis denganapa yang mereka rancang untuk menetralisir atau dilakukan dengan berlebihan.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Manusiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Hewanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bencanahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Perampokanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Penjarahanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Manusiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Hewanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bencanahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Perampokanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Penjarahan
  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    15/37

    12. Apakah ada Hubungan jenis kelamin dan usia pada keluhan pasien?

    Perempuan (prevalensi seumur hidup 30,5%) lebih cenderung mengalami

    gangguan ansietas daripada laki-laki (prevalensi seumur hidup 19,2%).

    Prevalensi gangguan ansietas menurun dengan meningkatnya status sosio-

    ekonomik. Gangguan panik perempuan lebih mudah terkena dua hingga tigakali daripada laki-laki. Gangguan panik paling lazim timbul pada dewasa muda

    (sekitar 25 tahun) tetapi gangguan panik dan agorafobia dapat timbul pada usia

    berapapun (Kaplan & Sadock, 2010).

    Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga

    20 kali tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak

    mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laki-laki. Gangguan ini

    berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling sering pada pasien

    yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah. Gangguan

    somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun; dan paling sering

    dimulai selama masa remaja seseorang (Kaplan & Sadock, 2010). Prevalensigangguan somatisasi biasanya dua kali lebih tinggi pada perempuan dibanding

    pada laki-laki (Kroenke & Spitzer, 1998).

    13. DD?

    2.1 Gangguan Panik

    2.1.1 Definisi

    Gangguan panik adalah gangguan yang ditandai dengan terjadinya serangan

    panik yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Serangan panik sendiri merupakan

    periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatifsingkat (biasanya kurang dari

    satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea

    (National Institut of Mental Health, 2009).Episode mungkin menyerupai serangan jantung. Gangguan ini dapat menyerang

    kapan saja dan terjadi tanpa alasan yang diketahui, tetapi lebih sering dipicu oleh

    peristiwa tertentu atau pikiran, seperti mengambil lift atau mengemudi. Serangan

    mungkin begitu mengerikan bahwa beberapa orang mengaitkan serangan mereka

    dengan tempat mereka terjadi dan akan menolak untuk pergi ke sana lagi ( National

    Institut of Mental Health, 2009).

    Serangan panik tidak dapat diprediksi, karena itu seorang individu mungkin

    menjadi stres, cemas atau khawatir dan bertanya-tanya saat serangan panik

    berikutnya akan terjadi (National Institut of Mental Health, 2009).

    2.1.2 Epidemiologi

    Gangguan panik mempengaruhi sekitar 6 juta orang dewasa di Amerika Serikat.

    Perkiraan prevalensi seumur hidup gangguan panik kira-kira 1,5-3,8%. Sehingga 15%

    dari semua orang Amerika mungkin mengalami serangan panik di beberapa titik dalam

    hidup mereka (Kessler dkk, 2005).

    Jenis kelamin wanita memiliki presentasi 2-3 kali lebih sering terkena dari laki-laki.

    Onset usia yang paling umum adalah pada usia remaja akhir atau pada awal masa

    dewasa, namun tidak semua penderita yang mengalami panik akan mendapat

    gangguan panik(Kessler dkk, 2005).

    Namun, gangguan panik dapat dimulai pada setiap saat, dengan risiko yangberusia antara 25 dan 44 tahun. Kebanyakan penderita hanya memiliki satu serangan

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    16/37

    dan tidak pernah lagi terjadi. Bagaimanapun serangan panik yang terbentuk dapat

    diwariskan (Kessler dkk, 2005).

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    17/37

    2.1.3 Gejala

    Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif

    singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan

    menyebabkan minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut :

    1. Palpitasi

    2. Berkeringat3. Gemetar

    4. Sesak nafas

    5. Perasaan tercekik

    6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman

    7. Mual dan gangguan perut

    8. Pusing, bergoyang, melayang, atau pingsan

    9. Derealisasi atau depersonalisasi

    10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila

    11. Rasa takut mati

    12. Parastesi atau mati rasa13. Menggigil atau perasaan panas

    (National Institut of Mental Health, 2009).

    Serangan panik pertama seringkali sama sekali spontan, walaupun serangan

    panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktifitas

    seksual, atau trauma emosional sedang. DSM-IV menekankan bahwa sekurangnya

    serangan pertama harus tidak diperkirakan (tidak memiliki tanda) untuk memenuhi

    kriteria diagnostik untuk gangguan panik (National Institut of Mental Health, 2009).

    Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat

    selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan

    ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkansumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan

    dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardi, palpitasi, sesak nafas, dan

    berkeringat (National Institut of Mental Health, 2009).

    2.1.4 Diagnosis

    Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan dalam

    masa kira-kira satu bulan:

    Pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara obyektif tidak ada bahaya,

    Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga

    sebelumnya, Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala ansietas pada periode di

    antara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga

    ansietas antisipatorik, yaitu ansietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu

    yang akan terjadi).

    Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan

    Sekurangnya satu serangan , diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap akan

    mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan, perubahan

    perilaku bermakna berhubungan dengan serangan

    Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medis

    umum

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    18/37

    Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. misal

    gangguan obsesif kompulsif.

    Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agoraphobia

    (National Institut of Mental Health, 2009).

    2.1.5 Terapi

    2.1.5.1 Konseling

    Konseling yang dilakukan adalah mengajari pasien untuk diam ditempat sampai

    serangan panik berlalu, mengonsentrasikan diri untuk mengatasi anxietas bukan pada

    gejala fisik, rileks, dan latihan pernafasan. Kemudian mengidentifikasikan rasa takut

    selama serangan dilanjutkan dengan mendiskusikan cara menghadapi rasa takut saya

    tidak mengalami serangan jantung, hanya panik, akan berlalu (Wollburg dkk, 2007).

    2.1.5.2 Medikasi

    Banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak membutuhkan medikasi. Bila

    serangan sering dan berat, atau secara bermakna dalam keadaan depresi beri

    antidepresan (imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa sampai 100 150 mg malam

    selama 2 minggu ). Bila serangan jarang dan terbatas beri anti anxietas, jangka pendek

    (lorazepam 0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam 0,25 1 mg 3 dd 1) hindari pemberian

    jangka panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu (Wollburg dkk, 2007).

    Setelah obat digunakan untuk mengendalikan serangan panik yang spontan, ada

    berbagai pilihan pengobatan psikologis yang dapat diterapkan di gangguan panik.

    Psikoterapi adalah pengobatan gangguan mental yang didasarkan pada komunikasi

    verbal antara pasien dan terapis. Ini menggunakan teknik seperti interpretasi, latihan

    perilaku, dukungan dan jaminan dalam rangka untuk mengubah pola perilaku

    maladaptif. Berbagai jenis psikoterapi fokus pada aspek yang berbeda dari kepribadian

    (Wollburg dkk, 2007).Tahap ketiga dari pengobatan psikologis adalah perluasan terapi perilaku kognitif

    (CBT). Beberapa variasi dan kombinasi pendekatan pengobatan perilaku dan kognitif

    telah menunjukkan keberhasilan dalam pengurangan dan / atau penghapusan

    serangan panik dan agoraphobia. Pendekatan perilaku kognitif mengobati serangan

    panik secara langsung. Perawatan ini melibatkan restrukturisasi kognitif dengan

    mengubah proses berpikir maladaptif dan umumnya berguna dalam kombinasi dengan

    teknik perilaku (Wollburg dkk, 2007).

    2.2 Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD)

    2.2.1 DefinisiOrang dengan Obsessive Compulsive Disorder(OCD) memiliki pikiran, perasaan,

    ide, atau sensasi yang menganggu (obsesi) dan menggunakan ritual berupa pikiran,

    perilaku yang disadari, dan dilakukan (kompulsi) secara terus menerus untuk

    mengontrol atau menurunkan kecemasan yang diproduksi oleh obsesi tersebut.

    Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 4th Edition), OCD

    adalah obsesi dan atau kompulsi yang berulang. Sehingga membuang-buang waktu

    dan menyebabkan distress atau bahkan gangguan yang signifikan dalam melakukan

    aktivitas sehari-hari. Obsesi sendiri diartikan sebagai pikiran, ide, gambaran, atau

    impuls yang dapat menimbulkan kecemasan dan distress. Sedangkan kompulsi

    diartikan sebagai kebiasaan berulang atau aksi mental yang dapat mencagah atau

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    19/37

    bahkan menurunkan kecemasan akibat obsesi tersebut (National Institute of Mental

    Health, 2009 ; Kalra dan Swedo, 2009).

    2.2.2 Epidemiologi

    Di Amerika, OCD mempengaruhi sekitar 2,2 juta orang dewasa dan masalah yang

    menyertai dapat berupa gangguan makan, gangguan cemas, atau depresi. Hal inidapat menyerang laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang sama dan biasanya akan

    muncul pada masa kanak-kanak, remaja, atau dewasa muda. Sepertiga orang dewasa

    dengan OCD merupakan perkembangan gejala dari masa kanak-kanak dan beberapa

    penelitian mengindikasikan bahwa OCD dapat berkembang pada keluarga (National

    Institute of Mental Health, 2009).

    Perbandingan orang yang memiliki OCD dengan yang normal adalah 1:1000.

    Menurut The Epidemiological Catchment Area (ECA) yang meneliti 18.500 dewasa di

    lima area United States, rata-rata onset OCD muncul pada usia 20-25 tahun.

    Presentase OCD pada anak-anak 1-1,23 %, sedangkan pada dewasa mencapai 1,9-

    3,3%. Dapat juga terjadi remisi dari pasien yang onsetnya pada anak-anak muncul lagigejalanya pada dewasa. Terdapat tiga factor yang mempengaruhi persistensi gejala,

    kebutuhan perawatan pasien, dan durasi penyakit. Satu atau lebih komorbiditas

    penyakit psikiatri dan terapi inisial yang buruk juga mempengaruhi prognosis

    persistensi gejala (Kalra dan Swedo, 2009).

    2.2.3 Patofisiologi

    Menurut Kalra dan Swedo (2009), banyak patofisiologi yang mendasari terjadinya

    gangguan obsesif kompulsif ini, diantaranya adalah disfungsi ganglia basalis,

    abnormalitas neurotransmitter dan disfungsi neuroimun. Mengerti tentang patofisiologi

    dapat membantu kita untuk memprediksi respon pasien terhadap terapi dan sebagaimonitoring.

    2.2.3.1 Disfungsi Ganglia Basalis

    Basal ganglia merupakan sekelompok nucleus (caudate, putamien, globus pallidus

    interna / GPi, globus pallidus eksterna / GPe, substansia nigra, dan nucleus

    subthalamicus) di otak yang terhubung dengan korteks serebral, thalamus, dan batang

    otak serta memiliki fungsi sebagai control motorik, kognisi, emosi, dan belajar (Kalra

    dan Swedo, 2009).

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    20/37

    Gambar 1 Disfungsi Sirkuit Cortico-Striato-Thalamo-Cortical pada Indiividu

    dengan OCD

    Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa OCD berhubungan dengan disfungsi

    sirkuit cortico-striato-thalamo-cortical. Pada orang dengan OCD terdapat peningkatan

    sinyal glutaminergik dari korteks frontalis yang memicu peningkatan eksitasi di

    striatum (caudate dan putamen) sehingga meingkatkan sinyal inhibisi GABA ke GPi dan

    substansia nigra pars reticulata (SNr). Hal ini menyebabkan penurunan pengeluaran

    inhibitor lewat GABA dari Gpi dan SNr ke thalamus, menghasilkan pengeluaraneksitator glutaminergik ke korteks frontalis. Positive feedback loop dapat memicu

    pikiran (obsesi) dan kebiasaan (kompulsi) yang berulang (Gambar 1). Sedangkan

    indirect external loop terdiri dari GPe dan nukleus subthalamicus berkontribusi dalam

    eksitasi atau inhibisi. Dua hal pada sirkuit yang dapat meningkatkan sinyal

    glutaminergik dari thalamus ke korteks frontalis adalah interaksi GPi/SNr dengan

    thalamus dan interaksi antara striatum dengan GPe. Jika GPi/SNr mengalami disfungsi

    sehingga tidak dapat menginhibisi ke thalamus akan menyebabkan thalamus

    mengirimkan lebih banyak sinyal glutamat (Gambar 1a). Hampir sama dengan

    disfungsi GPi/SNr, jika striatum mengalami disfungsi sehingga tidak bisa menginhibisi

    GPe akan menyebabkan peningkatan inhibisi di nukleus subtalamikus yangmenghasilkan penurunan eksitasi GPi/SNr dan menurunkan inhibisi thalamus sehingga

    sinyal glutaminergik akan dikeluarkan lebih banyak (Kalra dan Swedo, 2009).

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    21/37

    Gambar 2 Fungsi Sirkuit Cortico-Striato-Thalamo-Cortical pada Indiividu

    Sehat

    Pada individu yang sehat, fungsi sirkuit cortico-striato-thalamo-cortical, thalamus

    akan menerima sinyal dari GPi/SNr dan akan mengirimkan sedikit sinyal eeksitator ke

    korteks frontalis sehingga menurunkan jumlah pikiran dan kebiasaan yang berulang(Gambar 2). Berdasarkan literatur tentang neuroimaging pasien dengan OCD terdapat

    abnormalitas di orbitofrontal cortex, antero=ior cyngulated gyrus, caudate, dan

    thalamus yang merupakan struktur sirkuit neuroanatomi. Sehingga pada individu yag

    memiliki gangguan neurologis pada ganglia basalis termasuk TS, sindroma chorea, dan

    chorea huntington akan memunculkan gejala obsesif kompulsif (Kalra dan Swedo,

    2009).

    2.2.3.2 Abnormalitas Neurotransmiter

    Abnormalitas neurotransmiter yang berperan dalam patofisiologi OCD adalah

    fungsi serotonin. Hal ini berdasarkan observasi bahwa obat serotonin reuptake inhibitor

    dapat meredakan gejala OCD dan terdapat beberapa penelitian yang menunjukkanbahwa agonis serotonin dapat menyebabkan eksaserbasi akut OCD (Kalra dan Swedo,

    2009).

    Disfungsi dopaminergik juga dila[orkan pada individu OCD dengan kelainan pada

    ganglia basalis seperti TS, chorea Huntington, dan chorea Sydenham. Masih belum

    begitu jelas antara gejala eksaserbasi akut OCD dengan peningkatan dopamin dan

    penurunan inhibitor serotonin yang salah satunya dapat menyebabkan

    ketidakseimbangan konsentrasi dopamin dan serotonin (Kalra dan Swedo, 2009).

    Glutamat (neurotransmiter eksitator utama di otak) berperan penting dalam fungsi

    sirkuit fronto-striato-thalamo-cortical. Terdapat laporan yang menunjukkan bahwa OCD

    onset dewasa memiliki substansi level glutamat yang tinggi dari pada individu yangsehat. Efek terapi riluzole (antagonis glutamat) juga menunjukkan penurunan

    pengeluaran eksitator kortikal yang akan menurunkan inhibisi striatal di globus pallidus

    dan substansia nigra dan memungkinkan penghambatan yang lebih besar dari

    thalamus yang menghasilkan rendahnya eksitasi kortikal (Kalra dan Swedo, 2009).

    2.2.3.3 Disfungsi Neuroimun

    Peran sistem imun dalam etiologi dan patofisiologi OCD masih belum begitu jelas,

    tapi terdapat beberapa penyakit yang paralel seperti chorea Sydenham, manifestasi

    neurologis dari demam rematik dengan OCD onset anak-anak yang keduanya memiliki

    disfungsi sirkuit cortico-striato-thalamo-cortical. Selain itu, juga terdapat dokumentasi

    tentang munculnya gejala eksaserbasi akut obsesif kompulsif dan tics dipicu olehberbagai variasi infeksi (Kalra dan Swedo, 2009).

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    22/37

    Observasi onset gejala dan progresi pada OCD onset anak-anak sering di

    akronimkan dengan PANDAS, yaitu Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders

    associated with Streptococcal Infection. Berdasarkan PANDAS, onset OCD pada anak

    anak dibagi menjadi 5 gejala klinis yaitu :

    - Adanya OCD dan atau gangguan tics

    - Onset gejala prepubertal- Onset tiba-tiba atau eksaserbasi gejala dengan perjalanan episodik (relaps-remisi)

    - Adanya gejala dan infeksi GABHS yang berhubungan dengan temporal

    - Abnormalitas neurologis termasuk gerakan choreiform

    Patogenesis gejala obsesif kompulsif pada PANDAS dengan OCD onset anak-anak

    merupakan disfungsi ganglia basalis yang memproduksi antibodi cross-reactive antara

    epitop GABHS dan caudate manusia. Antibodi tersebut akan menginduksi aktivitas

    calcium/calmodulin dependent protein kinase II yang akan meningkatkan aktivitas

    tyrosine hydroxylase dan pengeluaran dopamin sehingga menyebabkan munculnya

    gejala neuropsikiatri (Kalra dan Swedo, 2009).

    2.2.4 Gejala

    Perjalanan penyakit ini cukup bervariasi. Gejala yang muncul mudah datang dan

    pergi dari waktu ke waktu atau bahkan dapat memburuk. Jika OCD menjadi berat atau

    parah, dapat mencegah seseorang bekerja atau melakukan tanggungjawab dirumah.

    Orang dengan OCD mungkin akan mencoba menolong dirinya sendiri dengan

    menghindai situasi yang dapat memicu obsesi atau mereka akan menggunakan alcohol

    atau obat-obatan untuk menenangkan dirinya (National Institute of Mental Health,

    2009).

    Sebagai contoh jika obsesi yang berkembang pada seseorang berupa kecemasan

    terhadap kuman atau kotoran, mereka akan mengembangkan kompulsi untuk mencucitangan mereka berulang-ulang. Jika obsesi yang berkembang pada mereka berupa

    kecemasan terhadap penyusup,maka mereka mungkin akan mengunci pintu kemudian

    mengulangi mengunci pintu itu lagi berkali-kali saat masuk ke dalam rumah. Selain itu,

    ketakutan seseorang terhadap kehidupan social dapat mendorong orang dengan OCD

    untuk menyisir rambut mereka secara berulang-ulang didepan cermin sebagai tindakan

    kompulsi dan terkadang mereka merasa harus selalu dekat dengan cermin, sehingga

    tidak bias jauh dari cermin tersebut. Tindakan seperti ritual mereka lakukan bukanlah

    sesuatu yang menyenangkan. Hal tersebut mungkin hanya membantu sementara dari

    kecemasan yang dihasilkan oleh pikiran obsesif mereka (National Institute of Mental

    Health, 2009).Ritual umum lainnya yang perlu dilakukan berulang kali adalah memeriksa

    sesuatu berulang-ulang, menyentuh sesuatu berulang-ulang (terutama sesuatu yang

    berurutan), atau menghitung suseatu berulang-ulang. Beberapa obsesi umum

    termasuk memiliki pikiran untuk melakukan kekerasan dan merugikan seseorang yang

    dicintai, melakukan tindakan seksual yang tidak disukai orang lain secara tarus-

    menerus, atau memiliki pikiran yang dilarang oleh agama. Orang dengan OCD mungkin

    juga akan disibukkan dengan orderdan symmetry, memiliki kesulitan untuk membuang

    sesuatu atau hal yang perlu dikeluarkan (sehingga mengalami akumulasi), atau

    menimbun barang yang tidak dibutuhkan (National Institute of Mental Health, 2009).

    Pada orang yang sehat juga memiliki ritual, biasanya mereka memeriksa apakahkompor sudah dimatikan berulang-ulang sebelum meninggalkan rumah. Perbedaanya

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    23/37

    adalah orang dengan OCD akan melakukan ritual mereka meskipun akan mengganggu

    kehidupan mereka sehari-hari dan melakukan pengulangan yang menyebabkan

    distress. Meskipun sebagian besar orang dewasa denga OCD mengakui bahwa apa

    yang mereka lakukan adalah hal yang tidak masuk akal, tapi beberapa orang dewasa

    dan sebagian besar anak-anak tidak menyadari bahwa kebiasaan yang mereka lakukan

    diluar kebiasaan (National Institute of Mental Health, 2009).

    2.2.5 OCD pada Anak-anak

    Onset OCD pada masa anak-anak mempengaruhi 1-2% anak-anak dan remaja.

    Dikarakteristikkan dengan obsesi dan kompulsi berulang-ulang yang menyebabkan

    distress serta mengganggu aktivitas sehari-har. Gejala yang muncul hampir sama

    dengan OCD yang berkembang pada orang dewasa, terapi yang diberikan pun juga

    tidak jahuh berbeda. Perbedaannya adalah pada rasio sex, pola komorbiditas, dan hasil

    neuroimaging (Kalra dan Swedo, 2009).

    Menurut DSM-IV, obsesi yang sering muncul pada anak-anak meliputi preokupasi

    dengan kontaminasi, membahayakan diri sendiri dan orang lain, serta simetri yangmenimbulkan ketakutan dan akan berdampak buruk jika ritual tidak diselesaikan

    dengan benar. Sedangkan kompulsi yang sering dilakukan oleh anak-anak meliputi

    ritual washing, checking, dan ordering (Kalra dan Swedo, 2009).

    Pada tahun 1997, Leckman menggunakan karakteristik just right dan kebiasaan

    lainnya untuk mengidentifikasi 4 subtipe OCD yang beronset pada anak-anak

    berdasarkan gejalanya, yaitu obsesi dan checking, simetri dan ordering, cleanless dan

    washing, serta hoarding. Sedangkan Yale-Brown Obsessive Compulsive Scale (Y-BOCS)

    dan childrens Y-BOCS (CY-BOCS) mengkatagorikan gejala OCD pada dewasa dan anak-

    anak dengan mengukur derajat keparahan gejala yang tidak dipengaruhi oleh tipe

    obsesi kompulsi yang muncul. Pengukuran ini digunakan untuk menentukan keparahangejala yang mendasari dan respon terhadap terapi. Perbedaan Y-BOCS dan CY-BOCS

    terapat pada kategori obsesi dan kompulsi miscellaneous dimana dengan pertanyaan

    yang sama, skala CY-BOCS dibagi dalam 3 kategori yaitu magical toughts (superstitious

    obsessions), excessive game playing (superstitious behaviour), dan miscellaneous

    obsessive compulsive (Kalra dan Swedo, 2009).

    2.2.6 Hubungan OCD Onset Anak-anak dengan Komorbiditas

    OCD yang beronset pada anak-anak terjadi sebelum pubertas, sedangkan yang

    beronset pada dewasa terjadi saat atau setelah pubertas. Pada pubertas rasio sex akan

    berubah dari predominan laki-laki menjadi predominan perempuan. Komorbiditas yangmuncul juga akan berubah, jika pada anak anak komorbiditas yang sering terjadi

    adalah ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan tics, maka pada orang

    dewasa lebih pada depresi dan kecemasan. Tetapi batas antara OCD onset anak-anak

    dan dewasa tetap masih belum jelas, karena banyak anak-anak juga memiliki gejala

    yang dimiliki pasien dewasa (Kalra dan Swedo, 2009).

    Perbedaan yang penting antara anak-anak dan dewasa adalah presentasi gejala,

    pola komorbiditas, dan distribusi seksual. Selain itu juga terdapat perbedaan dalam

    derajat insight dan etiopatogenesisnya. Pada anak-anak komorbiditas yang paling

    sering muncul adalah ADHD dan tic-like compulsions. Hubungan antara OCD dan motor

    vocal tics pada sindroma tourette (TS) sangat kompleks. Motor tic hamper menyerupairitual kompulsif, bedanya adalah pada motor tic ini tidak didahului obsesi. Hal ini sulit

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    24/37

    untuk dibedakan, karena ritual yang dilakukan hampir sama dan berulang, seperti

    tapping dan touching. Hampir 2/3 anak-anak memiliki komorbiditas tic dan 20-80%anak-anak dengan TS memiliki gejala obsesif kompulsif dimana mereka memiliki gejala

    yang lebih parah dan prognosisnya terhadap terapi lebih buruk (Kalra dan Swedo,

    2009).

    Anak laki-laki lebih mudah terkena OCD daripada perempuan dengan rasio 2-3 : 1.Hal ini berkebalikan dengan rasio onset saat atau setelah pubertas yaitu 1 : 1,35. Anak

    laki-laki juga memiliki komorbiditas tic, frekuensi kompulsi tanpa didahului obsesi, dan

    kontribusi genetik yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Kontribusi genetik

    pada OCD meliputi sistem serotonergikdan dopaminergik(Kalra dan Swedo, 2009).

    OCD yang beronset pada anak-anak maupun dewasa biasanya juga memiliki

    psikopatologi yang lain. Menurut NIMH (National Institute of Mental Health)

    berdasarkan studi kohort menunjukkan bahwa hanya 26% OCD onset anak-anak yang

    memiliki diagnosis tunggal. Sedangkan yang lainnya memiliki psikopatologi yang lain

    diantaranya, anak dengan ADHD 34-51%, depresi mayor 33-39%, tics 26%, disabilitas

    perkembangan spesigik 24%, TS 18-25%, oppositional defiant disorder 17-51%, danoveranxious disorder16% (Kalra dan Swedo, 2009).

    2.2.7 Diagnosis

    Kriteria DSM-IV untuk diagnosis OCD harus ditegakkan meskipun pada pasien

    dengan insight yang buruk, yaitu ketika mereka tidak menyadari bahwa obsesi-

    kompulsi yang mereka lakukan itu berlebihan atau tidak beralasan. Hal ini relevant

    dengan diagnosis childhood onset OCD dimana sejak anak-anak sering kekurangan

    insight mereka hingga irrasional. Pada 1998, Eisen mengembangkan Brown

    Assasement of Beliefs Scale (BABS), skala administrasi klinis untuk gangguan psikiatri

    dimana ditemukan bahwa 30% dewasa dengan OCD memiliki insight yang terbatas.Pada OCD yang beronset dewasa memiliki prognosis yang buruk dan resisten terhadap

    terapi. Sedangkan pada onset OCD pada anak-anak dengan insight yang buruk

    memiliki prognosis yang lebih buruk daripada anak-anak dengan insight yang baik.

    Rendahnya insightdapat menurunkan efek Cognitive Behavioral Therapy (CBT) (Kalra

    dan Swedo, 2009).

    2.2.8 Terapi

    OCD biasanya berespon baik terhadap pengobatan dengan medikasi dan atau

    paparan psikoterapi, dimana seseorang akan menghadapi situasi yang menyebabkan

    ketakutan atau kecemasan dan akan menjadi kurang sensitif terhadap hal tersebut(desensititasi). Selain itu, sekarang NIMH juga mengembangkan penelitian terhadap

    terapi baru pada orang-orang yang tidak berespon baik terhadap terapi biasa.

    Penelitian ini meliputi terapi kombinasi dan augmentasi dengan stimulasi otak (National

    Institute of Mental Health, 2009).

    Terapi yang optimum pada OCD onset anak-anak adalah kombinasi CBT dengan

    farmakoterapi. CBT adalah memaparkan pasien dengan pemicu yang dapat

    menyebabkan dia terobsesi dan kompulsi dengan pencegahan terhadap respon

    tersebut. Terapi intensif baik dilakukan setiap hari atau setiap minggu sangat efektif

    pada OCD onset anak-anak maupun dewasa, selama keluarga ikut terlibat didalam

    terapi ini (Kalra dan Swedo, 2009).

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    25/37

    Objektif utama pada CBT ini adalah mengidentifikasi pemicu obsesi dan kompulsi

    untuk dilakukan desain terhadap Exposure and Response Prevention (ERP). Pada OCD

    onset dewasa dengan respon terapi parsial terhadap SSRIs, ERP merupakan strategi

    yang efektif untuk menurunkan gejala OCD. Sedangkan pada anak-anak, CBT dapat

    digunakan sebagai terapi tunggal. Tujuan utama CBT pada anak-anak adalah agar

    mereka tidak merasakan kecemasan dan tidak merasa dipaksa untuk menyerahterhadap ritual kompulsi ketika dirangsang oleh stimulus. Pada anak-anak dengan

    insightyang baik,CBT sangat efektif sebagai terapi insial. Sedangakn pada anak-anak

    dengan insight yang buruk butuh kombinasi CBT dan terapi farmakologi untuk hasil

    yang lebih efektif (Kalra dan Swedo, 2009).

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Duke Universiy, the University of

    Pensylvania, dan Brown Universitydi Amerika Serikat menunjukkan bahwa baik pada

    OCD onset anak-anak maupun dewasa pertama kali harus diterapi dengan CBT tunggal

    atau dengan SSRIs dan kombinasi CBT (Kalra dan Swedo, 2009).

    Tabel 1 Rekomendasi Dosis Anti-Obsesi pada Anak-anak dan Dewasa

    Seperti orang dewasa, pada anak-anak dosis SSRIs dimulai dari dosis yang rendah

    yang dinaikkan secara bertahap untuk mencapai hasil yang diinginkan serta untukmenghindari efek samping. Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi, nausea,

    diare, insomnia, anoreksia, tremor, dan hiperstimulasi. Sedangkan efek samping yang

    jarang muncul adalah serotonin syndrome, apathy syndrome, extrapyramidal

    syndrome dan hypomania (Kalra dan Swedo, 2009).

    Farmakoterapi lainnya yang dapat digunakan adalah benzodiazepine yang

    merupakan anti-anxietas. Fungsi utamanya adalah dengan meningkatkan aktivitas

    GABA yang merupakan neurotransmitter inhibisi serta memiliki efek serotonergik.

    Untuk mencapai efek terapi, benzodiazepine membutuhkan onset yang cepat

    dibandingkan SSRIs yang membutuhkan waktu beberapa minggu. Pada pasien yang

    tidak begitu berespon terhadap SSRIs, dapat dikombinasikan dengan benzodiazepinetunuk mencapai efektivitas (Kalra dan Swedo, 2009).

    Rispridone dan neuroleptik lainnya yang memiliki aktifitas antidopaminergik

    spesifik pada reseptor D2 dan atau D3 juga bermanfaat untuk dikombinasikan dengan

    SSRIs. Obat ini memiliki efek yang sangat baik pada pasien dengan komorbiditas

    lainnya seperti tic atau pasien dengan insight yang buruk hingga irrasional terhadap

    obsesinya (Kalra dan Swedo, 2009).

    Pada pasien OCD onset anak-anakyang resisten terhada terapi CBT dan SSRIs

    dapat digunakan riluzole (antagonis glutamate) sebagai terapi. Karena obat ini memiliki

    efek yang menguntungkan (Kalra dan Swedo, 2009).

    2.3 Gangguan Stres Setelah Trauma

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    26/37

    2.3.1 Definisi

    Gangguan stres setelah trauma (PTSD) adalah suatu penyakit emosional yang

    diklasifikasikan sebagai gangguan kecemasan dan biasanya berkembang sebagai hasil

    dari pengalaman yang sangat menakutkan, mengancam jiwa, atau sebaliknya sangat

    aman. Penderita PTSD mengalami kembali peristiwa traumatik atau peristiwa dalam

    beberapa cara, cenderung menghindari tempat-tempat, orang, atau hal lain yangmengingatkan mereka tentang kejadian (penghindaran), dan sangat peka terhadap

    pengalaman kehidupan normal (hyperarousal). Meskipun kondisi ini memiliki

    kemungkinan ada sejak manusia telah mengalami trauma, PTSD hanya telah diakui

    sebagai diagnosis formal sejak tahun 1980. Namun, itu disebut dengan nama yang

    berbeda. Pada Perang Sipil Amerika veteran perang yang menderita disebut sebagai

    "soldiers heart." Dalam Perang Dunia I, gejala-gejala yang umumnya konsisten dengan

    sindrom ini disebut sebagai "combat fatigue." Tentara yang mengembangkan gejala

    seperti dalam Perang Dunia II dikatakan menderita "reaksi stres berat," dan banyak

    tentara di Vietnam yang memiliki gejala dari apa yang sekarang disebut PTSD dinilai

    sebagai memiliki "sindrom pasca-Vietnam." PTSD juga telah disebut "battle fatigue"dan "shell shock" (Edwards, 2011).

    2.3.2 Epidemiologi

    Statistik mengenai penyakit ini menunjukkan bahwa sekitar 7% -8% dari orang di

    Amerika Serikat kemungkinan akan mengembangkan PTSD dalam hidup mereka, dan

    akan muncul (prevalensi) pada veteran perang dan korban pemerkosaan berkisar

    antara 10% sampai setinggi 30%. Kemunculan yang lebih tinggi dari gangguan ini telah

    ditemukan terjadi di Afrika Amerika, Hispanik, dan penduduk asli Amerika dibandingkan

    dengan kaukasian di Amerika Serikat. Beberapa perbedaan itu dianggap karena tingkat

    disosiasi segera lebih tinggi sebelum dan setelah peristiwa traumatis (peritraumatic),kecenderungan untuk individu dari kelompok minoritas etnis untuk menyalahkan diri

    sendiri, dukungan sosial kurang, dan meningkatnya persepsi rasisme bagi kelompok

    etnis, serta perbedaan antara bagaimana kelompok-kelompok etnis dapat

    mengekspresikan distres. Dalam populasi militer,telah ditemukan peningkatan pada

    kelompok minoritas yang terpapar pertempuran pada usia muda. Fakta-fakta penting

    lainnya tentang PTSD, diperkirakan 5 juta orang menderita PTSD pada satu waktu di

    Amerika Serikat dan fakta bahwa perempuan dua kali lebih mungkin untuk menderita

    PTSD dibanding laki-laki. (Edwards, 2011).

    Statistik PTSD pada anak-anak dan remaja mengungkapkan bahwa hingga lebih

    dari 40% telah mengalami setidaknya satu peristiwa traumatis, sehingga penderitaPTSD sampai dengan 15% anak perempuan dan 6% dari anak laki-laki. Rata-rata, 3%

    -6% dari siswa SMA di Amerika Serikat dan sebanyak 30% -60% dari anak-anak yang

    selamat bencana spesifik memiliki PTSD. Hingga 100% dari anak-anak yang telah

    melihat orang tuanya terbunuh atau mengalami kekerasan seksual atau pelecehan

    cenderung untuk mengembangkan PTSD, dan lebih dari sepertiga dari anak muda yang

    terkena kekerasan dalam masyarakat (misalnya, menembak, menusuk, atau

    penyerangan lain) akan menderita gangguan tersebut (Edwards, 2011).

    2.3.3 Penyebab

    Hampir setiap trauma, didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang mengancam jiwaatau yang sangat membahayakan fisik atau emosional kesejahteraan individu atau

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    27/37

    penyebab rasa takut yang sangat, dapat menyebabkan PTSD. Kejadian seperti itu

    sering mencakup baik mengalami atau menyaksikan sebuah kecelakaan parah atau

    cedera fisik, menerima diagnosis medis yang mengancam jiwa, menjadi korban

    penculikan atau penyiksaan, paparan terhadap perang, bencana alam, bencana lainnya

    (misalnya, pesawat crash) atau serangan teroris, menjadi korban pemerkosaan,

    penjambretan, perampokan, atau penyerangan, atau pelecehan fisik, seksual,emosional, serta keterlibatan dalam konflik sipil. Meskipun saat ini diagnosis PTSD

    mensyaratkan bahwa penderita memiliki sejarah mengalami peristiwa traumatik

    seperti yang didefinisikan di sini, orang dapat mengembangkan PTSD sebagai reaksi

    terhadap peristiwa yang mungkin tidak memenuhi syarat sebagai traumatis tetapi

    dapat menghancurkan peristiwa hidup seperti perceraian atau pengangguran

    (Edwards, 2011).

    2.3.4 Faktor Risiko

    Masalah yang cenderung menempatkan orang pada risiko tinggi untuk

    mengembangkan PTSD meliputi peningkatan durasi peristiwa traumatis, jumlah yanglebih tinggi mengalami peristiwa traumatik, keparahan yang lebih tinggi dari trauma

    yang berpengalaman, memiliki kondisi emosional sebelum peristiwa, atau memiliki

    dukungan sosial kecil dalam bentuk keluarga atau teman. Sebagai tambahan faktor-

    faktor risiko, anak-anak dan remaja, perempuan, dan orang-orang dengan

    ketidakmampuan belajar atau kekerasan dalam rumah tangga tampaknya memiliki

    risiko lebih besar mengembangkan PTSD setelah peristiwa traumatis (Edwards, 2011).

    2.3.5 Gejala dan Diagnosis

    Tiga kelompok berikut kriteria gejala yang diperlukan untuk menetapkan diagnosis

    PTSD :o Berulang-ulang mengalami trauma (misalnya, mengganggu kenangan, kilas

    balik yang biasanya disebabkan oleh pengingat peristiwa traumatis, mimpi

    buruk berulang tentang trauma dan / atau menghidupkan kembali disosiatif

    trauma).

    o Penghindaran fobia tempat, orang, dan pengalaman yang mengingatkan

    penderita trauma atau mati rasa umum respon emosional.

    o Tanda-tanda fisik kronis hyperarousal, termasuk masalah tidur, sulit

    berkonsentrasi, mudah tersinggung, marah, kurang konsentrasi, pingsan atau

    kesulitan mengingat hal-hal, kecenderungan meningkat dan reaksi menjadi

    kaget, dan hypervigilance (kewaspadaan yang berlebihan) ancamanMati rasa emosional PTSD dapat hadir sebagai kurangnya minat dalam kegiatan

    yang digunakan untuk dinikmati (anhedonia), kematian emosional, menjauhkan diri

    dari orang-orang, dan / atau rasa masa depan menjadi pendek (misalnya, tidak bisa

    berpikir tentang masa depan atau membuat rencana masa depan, tidak percaya satu

    akan hidup lebih lama lagi). Setidaknya satu mengalami satu gejala dari tiga

    penghindaran / gejala mati rasa, dan dua gejala hyperarousal harus hadir selama satu

    bulan dan harus menyebabkan stres yang signifikan atau gangguan fungsional untuk

    diagnosis PTSD ditegakkan. PTSD dianggap kronis jika berlangsung selama tiga bulan

    atau lebih (Edwards, 2011).

    2.3.6 Terapi

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    28/37

    2.3.6.1 Konseling

    Menyediakan informasi tentang penyakit, membantu individu mengelola trauma

    dengan berbicara tentang hal itu secara langsung, mengajarkan cara seseorang untuk

    mengelola gejala PTSD, dan eksplorasi dan modifikasi cara akurat berpikir tentang

    trauma adalah teknik yang biasa digunakan dalam psikoterapi untuk penyakit ini.

    Pendidikan penderita PTSD melibatkan pengajaran individu tentang apa PTSD adalah,berapa banyak orang lain menderita penyakit yang sama, bahwa hal itu disebabkan

    oleh stres yang luar biasa bukan kelemahan, bagaimana perlakuannya, dan apa yang

    diharapkan dalam pengobatan. Pendidikan ini meningkatkan kemungkinan bahwa ide-

    ide orang tersebut tidak akurat mungkin tentang penyakit yang terhalau, dan setiap

    mereka mungkin merasa malu tentang memiliki PTSD diminimalkan. Hal ini mungkin

    sangat penting pada populasi seperti personil militer yang mungkin merasa sangat

    stigma oleh gagasan melihat kesehatan mental profesional dan karena itu menghindari

    melakukannya (Edwards, 2011).

    Mengajar orang dengan pendekatan praktis untuk mengatasi PTSD dengan apa

    yang bisa sangat intens dan mengganggu gejala telah ditemukan cara lain yangberguna untuk mengobati penyakit. Secara khusus, membantu penderita belajar

    bagaimana mengelola kemarahan dan kecemasan, meningkatkan keterampilan

    komunikasi mereka, dan menggunakan teknik pernapasan dan relaksasi lainnya dapat

    membantu individu dengan PTSD memperoleh rasa penguasaan atas gejala emosional

    dan fisik. Praktisi mungkin juga menggunakan eksposur berbasis terapi kognitif

    perilaku dengan meminta orang dengan PTSD kembali merasakan traumatis mereka

    dengan menggunakan gambar atau lisan mengingat saat menggunakan mekanisme

    koping yang mereka pelajari. Individu atau kelompok psikoterapi perilaku kognitif dapat

    membantu orang dengan PTSD mengenali dan menyesuaikan trauma terkait pikiran

    dan keyakinan dengan mendidik penderita tentang hubungan antara pikiran danperasaan, mengeksplorasi pikiran negatif yang umum dimiliki oleh individu yang

    mengalami trauma, mengembangkan interpretasi alternatif, dan dengan

    mempraktekkan cara-cara baru melihat hal-hal. Pengobatan ini juga melibatkan teknik

    belajar berlatih dalam situasi kehidupan nyata (Edwards, 2011).

    2.3.6.2 Medikasi

    Obat yang biasanya digunakan untuk membantu penderita PTSD meliputi

    serotonergik antidepresan (SSRI), seperti fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), dan

    paroxetine (Paxil), dan obat-obatan yang membantu mengurangi gejala-gejala fisik

    yang berhubungan dengan penyakit, seperti prazosin (Minipress) , clonidine (Catapres),

    guanfacine (TENEX), dan propranolol. Individu dengan PTSD sangat kecilkemungkinannya untuk mengalami kambuh penyakit mereka jika pengobatan

    antidepresan dilanjutkan selama setidaknya satu tahun. SSRI adalah kelompok pertama

    dari obat yang telah mendapat persetujuan oleh Food and Drug Administration (FDA)

    untuk pengobatan PTSD. Pedoman pengobatan yang disediakan oleh American

    Psychiatric Association menggambarkan obat sebagai sangat membantu untuk PTSD

    yang tidak terkait dengan pertempuran. SSRI cenderung untuk membantu penderita

    PTSD mengubah informasi yang diambil dari lingkungan (rangsangan) dan untuk

    mengurangi rasa takut. Penelitian juga menunjukkan bahwa kelompok obat-obatan

    cenderung untuk mengurangi kecemasan, depresi, dan panik. SSRI juga dapat

    membantu mengurangi agresi, impulsif, dan pikiran bunuh diri yang dapat dikaitkandengan gangguan ini. Untuk PTSD terkait pertempuran, ada bukti lebih dan lebih

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    29/37

    bahwa prazosin dapat sangat membantu. Meskipun obat lain seperti duloxetine

    (Cymbalta), bupropion (Wellbutrin), dan venlafaxine (Effexor) kadang-kadang

    digunakan untuk mengobati PTSD, ada sedikit penelitian yang telah mempelajari

    efektivitas mereka dalam mengobati penyakit ini (Edwards, 2011).

    Obat-obatan kurang efektif secara langsung tapi tetap berpotensi bermanfaat

    lainnya untuk mengelola PTSD termasuk penstabil mood seperti lamotrigin (Lamictal),tiagabine (Gabitril), natrium divalproex (Depakote), serta sebagai stabilisator suasana

    hati yang juga antipsikotik, seperti risperidone (Risperdal), olanzapine ( Zyprexa), dan

    quetiapine (Seroquel). Obat-obatan antipsikotik tampaknya paling berguna dalam

    pengobatan PTSD pada mereka yang menderita agitasi, disosiasi, hypervigilance,

    kecurigaan intens (paranoia), atau istirahat singkat di yang berhubungan dengan

    realitas (reaksi psikotik singkat). Obat-obat antipsikotik juga sedang semakin

    ditemukan pilihan pengobatan membantu untuk mengelola PTSD bila digunakan dalam

    kombinasi dengan SSRI (Edwards, 2011).

    Benzodiazepin (obat penenang) seperti diazepam (Valium) dan alprazolam (Xanax)

    sayangnya telah dikaitkan dengan sejumlah masalah, termasuk gejala penarikan danrisiko overdosis, dan belum ditemukan secara signifikan efektif untuk membantu

    individu dengan PTSD (Edwards, 2011).

    2.4 Fobia Sosial

    2.4.1 Definisi

    Sosial phobia, juga disebut social anxiety disorder, didiagnosis ketika seseorang

    menjadi sangat cemas yang berlebihan terhadap dirinya sendiri dalam situasi sosial

    sehari-hari. Individu dengan fobia sosial memiliki ketakutan yang intens, persisten,

    kronis, merasa seperti sedang diawasi dan dinilai oleh orang lain serta melakukan hal-

    hal yang akan mempermalukan dirinya. Ada dugaan terdapat perubahan biokimia danfungsional otak pada penderita fobia sosial. Perasaan khawatir itu muncul beberapa

    hari ataupun beberapa minggu sebelum rasa takut akan situasi yang akan dialami.

    Ketakutan ini dapat menjadi parah sehingga mengganggu pekerjaan, sekolah, dan

    kegiatan biasa lainnya, dan dapat membuat sulit untuk membina hubungan

    dan pergaulan dengan teman-teman (Amir, 2007 ; National Institute of Mental Health,

    2009).

    Banyak individu dengan fobia sosial menyadari bahwa diri mereka merasa

    menjadi orang yang berlebihan atau tidak masuk akal tetapi mereka tidak mampu

    mengatasinya. Bahkan jika mereka berhasil menghadapi rasa takut mereka

    dan disekitar orang lain, mereka biasanya sangat cemas sebelumnya, yang sangattidak nyaman sepanjang pertemuan itu dan khawatir tentang bagaimana mereka

    dinilai selama berjam-jam sesudahnya (National Institute of Mental Health, 2009).

    .

    2.4.2 Gejala

    Fobia social dapat terbatas pada satu situasi (seperti berbicara kepada orang-

    orang, makan atau minum, atau menulis dipapan tulis didepan orang lain) atau

    mungkin begitu luas (seperti fobia sosial di tempat umum) dimana orang tersebut

    mengalami kecemasan kepada hampir semua orang selain keluarga (National Institute

    of Mental Health, 2009).

    Gejala fisik yang sering menyertai fobia social termasuk wajah memerah,berkeringat, gemetar, mual, dan kesulitan bicara. Ketika gejala-gejala ini terjadi, orang

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    30/37

    dengan fobia social merasa seolah-olah semua mata terfokus pada dirinya (National

    Institute of Mental Health, 2009).

    Fobia social mempengaruhi sekitar 15 juta kaum muda. Laki-laki dan perempuan

    di Amerika Serikat sama-sama merasa mengalami gangguan tersebut, biasanya

    perasaan dimulai pada anak usia dini atau remaja. Dimana beberapa bukti bahwa

    factor genetic sebagai penyebabnya. Fobia sosial sering disertai dengan gangguankecemasan lain atau depresi, serta penyalahgunaan zat dapat berkembang jika

    seseorang mencoba untuk mengobati kecemasan dalam dirinya (National Institute of

    Mental Health, 2009).

    2.4.3 Terapi

    Terdapat beberapa terapi untuk fobia sosial, diantaranya adalah :

    a. Terapi berbicara

    Perawatan ini seringkali efektif untuk mengatasi berbagai fobia. Jenis terapi

    bicara yang bisa digunakan adalah :

    1. KonselingKonselor biasanya akan mendengarkan permasalahan seseorang, seperti

    ketakutannya saat berhadapan dengan barang atau situasi yang membuatnya

    fobia. Setelah itu konselor akan memberikan cara untuk mengatasinya.

    2. Psikoterapi

    Seorang psikoterapis akan menggunakan pendekatan secara mendalam untuk

    menemukan penyebabnya dan memberi saran bagaimana cara-cara yang bisa

    dilakukan untuk mengatasinya.

    3. Terapi perilaku kognitif(Cognitive Behavioural Therapy/CBT)

    Suatu konseling yang akan menggali pikiran, perasaan dan perilaku seseorang

    dalam rangka mengembangkan cara-cara praktif yang efektif untuk melawanfobia.

    b. Terapi pemaparan diri (Desensitisation)

    Orang yang mengalami fobia sederhana bisa diobati dengan menggunakan

    bentuk terapi perilaku yang dikenal dengan terapi pemaparan diri. Terapi ini

    dilakukan secara bertahap selama periode waktu tertentu dengan melibatkan objek

    atau situasi yang membuatnya takut. Secara perlahan-lahan seseorang akan mulai

    merasa tidak cemas atau takut lagi terhadap hal tersebut. Kadang-kadang

    dikombinasikan dengan pengobatan dan terapi perilaku.

    c. Menggunakan obat-obatan

    Penggunaan obat sebenarnya tidak dianjurkan untuk mengatasi fobia, karenabiasanya dengan terapi bicara saja sudah cukup berhasil. Namun, obat-obatan ini

    dipergunakan untuk mengatasi efek dari fobia seperti cemas yang berlebihan.

    (Anonymous, 2009)

    Fobia sosial dapat berhasil diobati dengan beberapa jenis psikoterapi atau obat.

    Diantaranya adalah beberapa obat yaitu Monoamine Oxidase Inhibitors, SSRI dan

    Benzodiazepin.

    1. Karena harus membatasi diet dan efek samping yang berbahaya, MAOI tidak lagi

    menjadi pilihan.

    2. SSRI

    Citalopram tersedia dalam bentuk tablet 20 dan 40 mg. Dosis anjuran untukfobia sosial adalah 40 mg per hari. Untuk pasien yang sensitif dengan citalopram

  • 7/28/2019 Sgd Lbm 4 Modul Jiwa

    31/37

    atau SSRIs lain hendaklah dimulai dengan dosis rendah yaitu 10 mg dan

    dinaikkan setelah 4 atau 6 hari

    Fluoxetine Tersedia dalam bentuk tablet 20 dan 40 mg. Selain itu, juga tersedia

    dalam bentuk larutan, 20 mg per ml. Dosis awal 10 mg pada anak-anak, remaja

    dan orang tua. Penyesuaian dosis bergantung pada respons klinik dan toleransi

    efek samping.

    3. Benzodiazepin

    Alprazolam dapat digunakan rata-rata dosis per hari 1 mg. Maksimum sekitar 3

    mg per hari untuk orang dewasa,. Rata-rata waktu paruh 6-20 jam. Obat ini

    berpotensi menimbulkan ketergantungan sehingga penghentiannya dapat

    membangkitkan kembali gejala awal penyakit. Selain itu, obat ini juga

    menimbulkan rasa kantuk di siang hari. Meskipun relatif kurang menimbulkan

    toksisitas pada keadaan kelebihan dosis, penggunaan bersama dengan alkohol

    dapat fatal. Benzodiazepin lebih dianjurkan untuk menghilangkan anksietas berat

    dalam penggunaan jangka pendek

    (Amir, 2007)

    2.4.4 Kriteria Diagnostik

    Kriteria diagnostik untuk fobia sosial menurut DSM-IVT adalah:

    1. Ketakutan yang mencolok dan menetap pada satu atau lebih situasi atau

    performa sosial yang mana seseorang di ekspose pada orang-orang yang tidak

    familiar atau pada kemungkinan diperhatikan secara cermat oleh orang lain.

    Ketakutan individual yang membuat orang tersebut akan beraksi pada cara

    tertentu (atau menunjukkan simtom kecemasan) yang akan membuatnya merasa

    dipermalukan. Sedangkan pada anak-anak, harus terdapat bukti dari kapasitas

    hubungan sosial untuk anak seusianya dan orang-orang yang dikenal dankecemasan harus terjadi dalam setting teman sebaya, tidak hanya pada interaksi

    dengan orang dewasa.

    2. Paparan pada situasi sosial hampir selalu menimbulkan kecemasan, yang mana

    mungkin berbentuk kecenderungan serangan panik. Sedangkan pada anak-anak,

    kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis, tantrum, membeku, atau malu-

    malu dari situasi sosial dengan orang-orang yang tidak familiar.

    3. Orang mengenali bahwa ketakutannya berlebihan atau tidak masuk

    akal. Sedangkan pada anak-anak, ciri ini mungkin tidak muncul.

    4. Situasi atau performa sosial yang ditakutkan dihindari atau ditahan dengan

    kecemasan atau distress yang intens.5. Penghindaran, antisipasi kecemasan, atau distress dalam situasi atau performa

    sosial yang ditakuti mengganggu aktivitas normal rutin, fungsi akademik, atau

    aktivitas atau hubungan sosial secara signifikan atau terdapat distress yang

    mencolok karen