Download pdf - Setting Dslr

Transcript

SETTING DSLRBiasa jadi semenjak pertama seseorang membeli kamera digital, mode yang senantiasa dipakainya untuk memotret adalah mode AUTO. Alasan pertama karena mode ini memang menjadi mode yang paling mudah dipakai dan relatif bisa diandalkan pada berbagai macam situasi tanpa takut hasil fotonya akan mengecewakan. Alasan kedua mungkin karena kebetulan pada kamera digital itu hanya tersedia mode AUTO saja, sehingga terpaksa tidak bisa berkreasi lebih jauh dengan mode manual. Memang pada umumnya kamera digital berjenis point-and-shoot dirancang amat simpel dan tidak dilengkapi dengan banyak fitur manual layaknya kamera prosumer. Namun bagi anda yang memiliki kamera dengan fitur manual, masihkah anda tetap memakai mode AUTO setiap saat? Artikel ini akan mengajak anda untuk mengoptimalkan fitur-fitur manual yang ada pada kamera digital anda. Sebagai langkah awal, pertama tentunya adalah kenali dulu fitur manual apa saja yang tersedia di kamera anda, mengingat tiap kamera memiliki spesifikasi yang berbeda. Coba kenali dan periksa kembali spesifikasi kamera anda, akan lebih baik bila semua fitur manual di bawah ini tersedia pada kamera anda :

Manual sensitivity/ISO, artinya pada kamera tersedia pilihan untuk menentukan nilai sensitivitas sensor/ISO mulai dari AUTO, 100, 200, 400 hingga 1600. Ada kamera yang bahkan untuk menentukan nilai ISO sepenuhnya adalah AUTO, ada kamera yang nilai ISO terendahnya di 50, dan ada kamera yang sanggup mencapai ISO amat tinggi (3200, 6400 hingga 10000). Artikel soal ISO ini pernah saya buat disini. Advance Shooting Mode : P (Program), A (Aperture Priority), S (Shutter Priority), M (Manual). Lebih lanjut akan kita bahas nanti. Exposure Compensation (Ev), digunakan untuk mengkompensasi eksposure ke arah terang atau gelap. Apabila eksposure yang ditentukan oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita, fitur ini dapat membantu. Naikkan Ev ke arah positif untuk membuat foto lebih terang dan turunkan untuk mendapat foto yang lebih gelap. Biasanya tingkatan/step nilai Ev ini dibuat dalam kelipatan 1/3 atau 1/2 step. Manual focus, suatu fitur yang tidak begitu banyak dijumpai di kamera saku. Berguna apabila auto fokus pada kamera gagal mencari fokus yang dimaksud, seperti pada objek foto yang tidak punya cukup kontras untuk kamera mengunci fokus (karena kerja auto fokus kamera berdasar pada deteksi kontras). Manual White Balance, untuk mendapatkan temperatur warna yang sesuai dengan aslinya. Bermacam sumber cahaya yang berlainan sumbernya memiliki temperatur warna (dinyatakan dalam Kelvin) berbeda-beda, sehingga kesalahan dalam mengenal sumber cahaya akan membuat warna putih menjdi terlalu biru atau terlalu merah. Umumnya semua kamera digital termasuk kamera ponsel telah memiliki fitur auto White Balance yang bisa beradaptasi pada berbagai sumber cahaya. Namun sebaiknya kamera anda memiliki keleluasaan untuk mengatur White Balance secara manual seperti Daylight, Cloudy, Tungsten, Flourescent dan manual adjust. Flash intensity level, berguna untuk mengubah-ubah kekuatan cahaya dari lampu kilat pada kamera. Hal ini kadang berguna saat hasil foto yang diambil dengan lampu kilat ternyata terlalu terang atau justru kurang terang.

Fitur manual manakah yang paling berdampak langsung pada kualitas hasil foto? Karena fotografi adalah permainan cahaya (exposure) dimana tiga unsur pada kamera yang menentukan adalah Shutter speed (kecepatan rana), Aperture (diafragma) dan ISO, maka fitur manual paling penting menurut saya adalah fitur manual P/A/S/M dan fitur manual ISO (sejauh yang saya amati, apabila sebuah kamera telah memiliki fitur P/A/S/M, maka kamera tersebut juga telah memiliki fitur manual ISO). Pada prinsipnya, kamera (dan fotografer) akan berupaya untuk menghasilkan sebuah foto yang memiliki eksposure yang tepat. Artinya, foto yang dihasilkan semestinya tidak boleh terlalu gelap atau terlalu terang. Gelap terangnya foto yang dibuat oleh kamera ditentukan dari ketiga faktor tadi, dimana :

shutter bertugas mengatur berapa lama cahaya akan mengenai sensor (atau film pada kamera analog), dinyatakan dalam satuan detik. Semakin singkat kecepatan shutter maka semakin sedikit

cahaya yang masuk, dan demikian pula sebaliknya. Biasanya kamera memiliki kecepatan shutter mulai dari 30 detik hingga 1/4000 detik. aperture memiliki tugas mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke lensa (dengan memperbesar atau memperkecil ukuran difragma), dinyatakan dalam f-number berupa skala pecahan mulai yang terbesar hingga terkecil (contoh : f/2.8, f/3.5, f/8 dsb). Nilai f-number kecil menandakan bukaan diafragma besar, sedang nilai f besar menunjukkan bukaan diafragma kecil. Nilai maksimum dan minimum dari diafragma suatu kamera ditentukan dari lensanya, dan nilai ini akan berubah seiring dengan perubahan jarak fokal lensa. ISO menentukan tingkat sensitivitas sensor terhadap cahaya sehingga semakin tinggi nilai ISO maka sensor akan semakin peka terhadap cahaya meski dengan resiko meningkatnya noise pada foto. Faktor ISO ini menjadi pelengkap komponen eksposure selain shutter dan aperture, terutama saat kombinasi shutter dan aperture belum berhasil mendapatkan nilai eksposure yang tepat.

Pada kamera terdapat suatu alat ukur cahaya yang fungsinya amat penting dalam menentukan eksposure yang tepat. Alat ukur ini dinamakan light-meter, fungsinya adalah untuk mengukur cahaya yang memasuki lensa, biasa disebut dengan metering (biasanya terdapat dua macam pilihan metering pada kamera, yaitu average/multi segment/matrix dan center weight/spot). Hasil pengukuran ini dikirimkan ke prosesor di dalam kamera dan digunakan untuk menentukan berapa nilai eksposure yang tepat. Setidaknya inilah cara kerja semua kamera yang diopersikan secara otomatis melalui mode AUTO. Tidak semua foto yang diambil memakai mode AUTO memberikan hasil eksposure yang memuaskan. Terkadang nilai shutter dan aperture yang ditentukan secara otomatis oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita. Untuk itu keberadaan fitur manual P/A/S/M dapat membantu mewujudkan kreatifitas kita dan pada akhirnya bisa membuat foto yang lebih baik. Inilah hal-hal yang bisa anda lakukan dengan fitur manual eksposure P/A/S/M pada kamera anda : 1. Program mode (P). Huruf P disini kadang artinya diplesetkan sebagai Pemula karena sebenarnya di mode ini hampir sama seperti memakai mode AUTO (oleh karena itu mode P ini relatif aman untuk dipakai sebagai mode standar sehari-hari). Bila pada mode AUTO semua parameter ditentukan secara otomatis oleh kamera, maka pada mode P ini meski kamera masih menentukan nilai shutter dan aperture secara otomatis, namun kita punya kebebasan mengatur nilai ISO, white balance, mode lampu kilat dan Exposure Compensation (Ev). Tampaknya tidak ada yang istimewa di mode P ini, tapi tunggu dulu, beberapa kamera ada yang membuat mode P ini lebih fleksibel dengan kemampuan program-shift. Dengan adanya program-shift ini maka kita bisa merubah variasi nilai pasangan shutter-aperture yang mungkin namun tetap memberikan eksposure yang tepat (konsep reciprocity) . Bila kamera anda memungkinkan program-shift pada mode P ini, cobalah berkrerasi dengan berbagai variasi pasangan nilai shutter-aperture yang berbeda dan temukan perbedaannya. 2. Aperture-priority mode (A, atau Av). Mode ini optimal untuk mengontrol depth-of-field (DOF) dari suatu foto, dengan cara mengatur nilai bukaan diafragma lensa (sementara kamera akan menentukan nilai shutter yang sesuai). Aturlah diafragma ke bukaan maksimal (nilai f kecil) untuk mendapat foto yang DOFnya sempit (objek tajam sementara latar belakang blur) dan sebaliknya kecilkan nilai diafragma (nilai f tinggi) untuk mendapat foto yang tajam baik objek maupun latarnya. Biasanya pada lensa kamera saku, bukaan diafragma maksimal di f/2.8 (pada saat wide maksimum) dan bukaan terkecil berkisar di f/9 hingga f/11 (tergantung spesifikasi lensanya). Namun dalam situasi kurang cahaya, memperkecil diafragma akan membuat eksposure jadi gelap, untuk itu biarkan nilai diafragma pada posisi maksimal saat memotret di tempat yang kurang cahaya.

Aperture priority mode pada DSLR 3. Shutter-priority mode (S, atau Tv). Mode ini kebalikan dari mode A/Av, dimana kita yang menentukan kecepatan shutter sementara kamera akan mencarikan nilai bukaan diafragma yang terbaik. Mode ini berguna untuk membuat foto yang beku (freeze) atau blur dari benda yang bergerak. Dengan memakai shutter amat cepat, kita bisa menangkap gerakan beku dari suatu momen olahraga, misalnya. Sebaliknya untuk membuat kesan blur dari suatu gerakan (seperti jejak lampu kendaraan di malam hari) bisa dengan memakai shutter lambat. Memakai shutter lambat juga bermanfaat untuk memotret low-light apabila sumber cahaya yang ada kurang mencukupi sehingga diperlukan waktu cukup lama untuk kamera menangkap cahaya. Yang perlu diingat saat memakai shutter cepat, cahaya harus cukup banyak sehingga hasil foto tidak gelap. Sebaliknya saat memakai shutter lambat, resiko foto blur akibat getaran tangan akan semakin tinggi bila kecepatan shutter diturunkan. Untuk itu gunakan fitur image stabilizer (bila ada) atau gunakan tripod. Sebagai catatan saya, nilai kecepatan shutter mulai saya anggap rendah dan cenderung dapat mengalami blur karena getaran tangan adalah sekitar 1/30 detik, meski ini juga tergantung dari cara dan kebiasaan kita memotret serta posisi jarak fokal lensa. Pada kecepatan shutter sangat rendah di 1/8 detik, pemakaian stabilizer sudah tidak efektif lagi dan sebaiknya gunakan tripod. 4. Manual mode (M). Di level mode full-manual ini, fotograferlah yang bertugas sebagai penentu baik nilai shutter dan aperture. Light-meter pada kamera tetap berfungsi, namun tidak digunakan untuk mengatur nilai eksposure secara otomatik melainkan hanya sebagai pembanding seberapa jauh eksposure yang kita atur mendekati eksposure yang diukur oleh kamera. Di mode ini dibutuhkan pemahaman akan eksposure yang baik, dalam arti fotografer harus mampu untuk mengenal kondisi cahaya pada saat itu dan dapat membayangkan berapa nilai shutter dan aperture yang diperlukan. Bila variasi kedua parameter ini tidak tepat, niscaya foto yang dihasilkan akan terlalu terang atau terlalu gelap. Namun bila sukses memakai mode manual ini, kita bisa mendapat foto yang memiliki eksposure yang baik melebihi foto yang diambil dengan mode AUTO, Program, Aperture-priority ataupun Shutter-priority. Contohnya pada saat mengambil foto sunset di pantai dimana dibutuhkan feeling yang tepat akan eksposure yang diinginkan. Dengan memahami fungsi-fungsi dari sitting manual pada kamera, diharapkan kita mau mencoba-coba berkrea dengan setting tersebut dan mendapat hasil yang memuaskan

Teknik fotografi blitz/flash Light

Teknik Dasar fotografi Digital : blitz/flash Lightblitz atau flash diterjemahkan secara bebas menjadi lampu kilat. Ini merupakan satu asesori yang sangat luas dipakai dalam dunia fotografi. Fungsi utamanya adalah untuk meng-illuminate

(mencahayai/menerangi) obyek yang kekurangan cahaya agar terekspos dengan baik. Tetapi belakangan penggunaannya mulai meluas untuk menghasilkan foto-foto artistik. Artikel ini akan membahas dasar-dasar pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan flash dengan benar. Menggunakan lampu kilat bukan hanya sekedar menyalakan flash, mengarahkan kamera kemudian klik dan jadilah satu foto yang terang, tetapi ada hal-hal yang perlu kita ketahui demi mendapat karya fotografi yang baik. blitz dan GN (Guide Number) Untuk membagi/mengklasifikasikan blitz, ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan. Yang pertama, berdasarkan ketersediaan dalam kamera maka blitz dibagi menjadi built-in flash dan eksternal. flash built-in berasal dari kameranya sendiri sedangkan blitz eksternal adalah blitz tambahan yang disambung menggunakan kabel atau hot shoe ke kamera. Selain itu, kita juga dapat membaginya berdasarkan tipe/merk kamera. Kita mengenal dedicated flash dan non-dedicated flash. Dedicated flash adalah flash yang dibuat khusus untuk menggunakan fitur-fitur tertentu dalam suatu kamera spesifik. Biasanya produsen kamera mengeluarkan blitz yang spesifik juga untuk jajaran kameranya dan dapat menggunakan fitur-fitur seperti TTL, slow sync atau rear sync, dll. Sedangkan blitz non-dedicated memiliki fungsi-fungsi umum saja dari kebanyakan kamera dan bisa digunakan terlepas dari tipe/merk kamera. flash jenis inilah yang biasanya membutuhkan banyak perhitungan karena flash yang sudah dedicated sudah mendapat informasi pencahayaan dari kamera sehingga tidak membutuhkan setting tambahan lagi. Ada juga flash yang kekuatan outputnya (GN) bisa diatur dan ada juga yang tidak bisa (fixed GN). Kita akan cenderung lebih banyak membicarakan tentang flash yang non-dedicated, non-TTL, dan fixed GN. Dalam fotografi menggunakan blitz, kita tidak akan lepas dari kalkulasi-kalkulasi yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang terefleksi balik dari obyek yang kita cahayai. Karena itu, kita akan berjumpa dengan apa yang sering disebut GN (Guide Number) atau kekuatan flash. Secara singkat kita dapat katakan kalau flashnya berkekuatan besar, maka akan dapat mencahayai satu obyek dengan lebih terang dan bisa menjangkau obyek yang lebih jauh. GN pada dasarnya merupakan perhitungan sederhana kekuatan flash. Kita mengenal 2 macam penulisan GN yaitu dengan menggunakan perhitungan satuan yang berbeda yaitu m (meter) dan feet (kaki). Lazimnya di Indonesia kita menggunakan hitungan dengan m. Ini merupakan salah satu pertimbangan juga karena untuk flash dengan kekuatan sama, angka GN m dan feet berbeda jauh. Selain itu, umumnya GN ditulis untuk pemakaian film dengan ISO/ASA 100 dan sudut lebar (35mm/24mm/20mm). GN merupakan hasil kali antara jarak dengan bukaan (f/ stop atau aperture) pada kondisi tertentu (ISO/ASA 100/35mm/m atau ISO/ASA 100/35mm/feet). Sebagai contoh, jika kita ingin menggunakan flash untuk memotret seseorang yang berdiri pada jarak 5m dari kita menggunakan lensa 35mm dan kita ingin menggunakan f/2.8 maka kita memerlukan flash ber-GN 14. Penghitungan yang biasa digunakan biasanya justru mencari aperture tepat untuk blitz tertentu. Misalnya, dengan blitz GN 28 maka untuk memotret obyek berjarak 5m tersebut kita akan menggunakan f/5.6. GN ini hanya merupakan suatu panduan bagi fotografer. Bukan harga mati. Yang mempengaruhinya ada beberapa. Salah satunya adalah ISO/ASA yang digunakan. Setiap peningkatan 1 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah sebesar sqrt(2) atau sekitar 1,4 kali (atau jarak terjauh dikali 1.4) dan peningkatan 2 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah 2 kali (atau jarak terjauh dikali 2). Indoor flash blitz sering bahkan hampir selalu digunakan di dalam ruangan. Alasannya karena di dalam ruangan biasanya penerangan lampu agak kurang terang untuk menghasilkan foto yang bisa dilihat. Memang, ada teknik

menggunakan slow shutter speed untuk menangkap cahaya lebih banyak, tapi biasanya hal ini menyebabkan gambar yang agak blur karena goyangan tangan kameraman maupun gerakan dari orang yang ingin kita foto. Karena itu, biasanya kita menggunakan blitz. Penggunaannya biasanya sederhana. Kita bisa setting kamera digital di auto dan membiarkannya melakukan tugasnya atau bisa juga kita melakukan setting sendiri menggunakan perhitungan yang sudah dilakukan di atas. Tidak sulit. Hanya saja, ada beberapa hal perlu kita perhatikan agar mendapatkan hasil maksimal. 1. Jangan memotret obyek yang terlalu dekat dengan blitz yang dihadapkan tegak lurus. Ambil contoh dengan blitz GN 20 yang menurut saya cukup memadai sebagai blitz eksternal bagi kamera digital dalam pemotretan indoor dalam ruangan (bukan aula). Jika kita ingin memotret sebutlah orang pada jarak 2 meter dengan ISO/ASA 200 maka kita membutuhkan f/16 yang tidak tersedia pada sebagian besar PDC dan akan menghasilkan gambar yang over. Karena itu, untuk PDC/DSLR biasanya sudah terdapat flash built-in yang TTL dan memiliki GN agak kecil (8-12 pada sebagian PDC, 12-14 pada DSLR). Gunakan itu daripada flash eksternal untuk obyek yang agak dekat. 2. Kombinasikan flash dengan slow shutter speed untuk mendapatkan obyek utama tercahayai dengan baik dan latar belakang yang memiliki sumber cahaya juga tertangkap dengan baik. Ini adalah suatu teknik yang patut dicoba dan seringkali menghasilkan gambar yang indah. Jangan takut menggunakan speed rendah karena obyek yang sudah dikenai flash akan terekam beku (freeze). 3. Bila ruangan agak gelap, waspadai terjadinya efek mata merah/red eye effect. Efek mata merah ini terjadi karena pupil mata yang membesar untuk membiasakan diri dengan cahaya yang agak gelap tetapi tiba-tiba dikejutkan cahaya yang sangat terang dari flash. Jika kamera dan/atau flash terdapat fasilitas pre-flash/red eye reduction, gunakan hal ini. Jika tidak, akali dengan mengubah sudut datangnya cahaya flash agar tidak langsung mengenai mata. 4. Dalam ruangan pun ada sumber cahaya yang kuat seperti spotlight. Hindari memotret dengan menghadap langsung ke sumber cahaya kuat tersebut kecuali ingin mendapatkan siluet yang tidak sempurna (kompensasi under 1 2 stop untuk siluet yang baik). Dalam kondisi demikian, gunakan flash untuk fill in/menerangi obyek yang ingin dipotret tersebut. Bounce/Diffuse flash adalah sumber cahaya yang sangat kuat. Selain itu, flash adalah cahaya yang bersumber dari sumber cahaya yang kecil (sempit). Karenanya, bila cahaya ini dihadapkan langsung pada suatu obyek akan menyebabkan penerangan yang kasar (harsh). Dalam sebagian besar foto dokumentasi konsumsi pribadi dimana petugas dokumentasi menggunakan kamera point & shoot (film/digital) ini bisa diterima. Tetapi dalam tingkat yang lebih tinggi dimana hasil foto ini akan menjadi konsumsi umum, alur keras cahaya akan memberi efek yang kurang sedap dipandang. Ditambah lagi biasanya ini akan menyebabkan cahaya flash memutihkan benda yang sudah agak putih dan menyebabkan detail-detail tertentu lenyap. Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari hal ini dalam artian melunakkan cahaya tersebut: 1. Memperluas bidang datang cahaya yaitu dengan memantulkannya ke bidang lain (bounce). 2. Menyebarkan cahaya yang datang dari sumber kecil tersebut sehingga meluas (diffuse). Bounce flash dilakukan dengan cara memantulkan flash ke satu bidang yang luas sehingga cahaya datang dalam sudut yang lebih luas. Kita bisa menggunakan langit-langit atau dinding yang ada dalam ruangan. Jika flash eksternal yang terpasang pada kamera digital terhubung melalui hot shoe, maka flash tersebut harus memiliki fasilitas tilt untuk memantulkan cahayanya. Jika terpasang melalui kabel synchro, maka kita bisa memasang flash pada bracket dengan posisi sedikit menghadap ke atas/samping atau memegangnya dengan posisi demikian.

Posisi memantulkan yang tepat agar cahaya jatuh tepat pada obyek adalah dengan menghadapkan flash tersebut pada langit-langit di tengah fotografer/flash dan obyek. Beberapa hal perlu kita perhatikan dalam memanfaatkan bounce flash ini adalah: 1. Jarak untuk menghitung f/stop berubah bukan menjadi jarak kamera dan obyek tetapi berubah menjadi jarak yang dilalui oleh cahaya flash tersebut. Normalnya pada sudut tilt 45 kita akan melebarkan aperture 1 stop dan pada sudut tilt 90 kita melebarkan aperture sebesar 2 stop. Tentunya ini hanya panduan ringkas. Pada pelaksanaan tergantung teknis di lapangan. 2. Berkaitan dengan no. 1 di atas, maka jarak langit-langit/dinding tidak boleh terlalu jauh atau akan jadi percuma. 3. Gunakan selalu bidang pantul berwarna putih dan tidak gelap. Warna selain putih akan menyebabkan foto terkontaminasi warna tersebut sedangkan warna gelap akan menyerap cahaya flash tersebut. 4. Perhatikan bisa terjadi kemunculan bayangan pada sisi lain cahaya. Misalnya jika kita memantulkan ke langit-langit maka kita akan mendapatkan bayangan di bawah hidung atau dagu dan jika kita memantulkan ke dinding di kiri maka akan ada bayangan di sebelah kanan. Untuk mengatasinya kita dapat menyelipkan sebuah bounce card di bagian depan flash tersebut sehingga ketika kita memantulkan cahaya ke atas/samping kita tetap memiliki cahaya yang tidak terlalu kuat yang mengarah ke depan dan menetralisir bayangan yang muncul. Untuk mengambil foto secara vertical, akan mudah kalau kita menggunakan koneksi kabel karena kita dapat dengan mudah menghadapkan flash ke atas jika menggunakan bracket atau dipegang. Tetapi jika koneksi kita adalah hot shoe maka pastikan flash kita memiliki fasilitas swivel head sehingga dapat kita putar menghadap ke atas. Lebih bagus lagi jika kita memiliki flash yang dapat di-tilt dan swivel. Ini akan mengakomodasi sebagian besar kebutuhan kita. Cara lain melunakkan cahaya adalah dengan memperluas dispersinya. Caranya gunakan flash diffuser. flash diffuser akan menyebarkan cahaya yang keluar dari flash ke segala arah sehingga cahaya yang keluar tidak keras. Umumnya tersedia diffuser khusus untuk flash tertentu mengingat head flash berbeda-beda. Dapat juga kita membuat sendiri diffuser untuk flash kita menggunakan bermacam-macam alat. Ketika kita menggunakan diffuser, sebenarnya kita menghalangi area tertentu dari arah cahaya flash dan membelokkannya ke tempat lain. Ini mengurangi kekuatan flash yang kita gunakan tersebut. Jika diffuser yang kita gunakan adalah hasil beli, maka kita dapat membaca berapa kompensasi aperture yang kita perlukan ketika menghitung eksposur. Biasanya terdapat pada kotak atau kertas manual. Jika kita memutuskan membuat sendiri, maka kita bisa melakukan eksperimen berkali-kali agar mendapatkan angka yang pas untuk kompensasi yang diperlukan kali lainnya. Outdoor flash Sekilas jika kita berpikir tentang penggunaan flash, maka kita akan tahu kalau itu berlaku untuk suasana pemotretan yang kekurangan cahaya. Karenanya, kita umumnya tidak memikirkan tentang perlunya penggunaan flash pada pemotretan luar ruangan (siang hari, of course) karena sinar matahari sudah sangat terang. Di sinilah kesalahan kita dimulai. flash sangat dibutuhkan pada pemotretan outdoor, terutama pada:1. Kondisi obyek membelakangi matahari. Pada kondisi seperti ini, meter kamera akan mengira suasana sudah cukup terang sehingga akan menyebabkan obyek yang difoto tersebut gelap/under karena cahaya kuat tersebut percuma karena tidak direfleksikan oleh obyek. Cara mengakalinya adalah dengan melakukan fill in pada obyek sehingga walaupun latar sangat terang tetapi obyek tetap mendapat cahaya. 2. Matahari berada di atas langit. Ini akan mengakibatkan muncul bayangan pada bawah hidung dan dagu. Gunakan flash untuk menghilangkannya. Untuk melembutkan cahayanya gunakan bounce card atau diffuser.

3. Obyek berada pada open shade (bayangan). flash digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada keseluruhan obyek karena bayangan akan membuat gradasi gelap yang berbeda-beda pada bagianbagian obyek apalagi wajah manusia. 4. Langit sangat biru dan menggoda. Jika kita tidak tergoda oleh birunya langit dan rela mendapat foto langit putih ketika memotret outdoor maka silahkan lakukan metering pada obyek tanpa menggunakan flash atau dengan flash. Jika kita rela obyek kekurangan cahaya asalkan langit biru silahkan lakukan metering pada langit. Nah, jika kita ingin langit tetap biru sekaligus obyek tercahayai dengan baik, gunakan metering pada langit dan fill flash pada obyek. Ini akan menghasilkan perpaduan yang tepat dan pas. 5. Langit mendung. Ketika langit mendung, jangan segan-segan gunakan flash karena efek yang ditimbulkan awan mendung akan sama seperti jika kita berada di bawah bayangan. Put it in manual, F5, shutter speed at 1/80th, and flash on ETTL and bounce, and adjust ISO accordingly, that is what I recommend indoors.

TEHNIK FLASH DIRECT/ langsung Penggunaaan Flash langsung terarah kepada objek seringkali dirasakan kurang tepat dalam mendokumentasikan pernikahan karena selain cahaya dari flash seringkali akan menimbulkan bayangan yang akan terasa mengganggu. Karena sumber cahaya berasal dari depan,foto juga akan tampak flate dan kurang berdimensi. Dan, bila cahaya ini dihadapkan langsung pada suatu obyek akan menyebabkan penerangan yang kasar (harsh).FLASH SEBAGAI CAHAYA UTAMA Hampir dapat dipastikan dalam wedding fotografi, kita akan mengandalkan flash sebagai sumber pencahayaan utama. Pengaturan Flash pada posisi TTL dan kamera pada posisi P (Program) akan sangat membantu. Karena kita tidak perlu terlalu repot memikirkan hal hal teknis sehingga dapat berkonsentrasi pada moment Selain sebagai sumber cahaya dengan colour temperature nya yang tepat, dan kepraktisannya, dengan flash kita juga dapat mengatur besarnya intensitas. Namun demikian memotret dengan flash kita akan mempunyai keterbatasan arah cahaya. Dengan menggunakan flash, sumber cahaya datang dari arah kamera atau depan oobjek. walaupun secara teori kita dapat mengatur datangnya arah cahaya (front light, back light,side light) namun hal ini akan terasa amat merepotkan apabila diterapkan dalam pemotretan pernikahan. Saat ini menggunakan flash terasa jauh lebih mudah, kita tidak perlu risau lagi dengan perhitungan-perhitungan yang kadang merepotkan. Dengan flash dedicated penggunaannya akan terasa sederhana. Kita bisa setting kamera digital di Program/Auto dan flash pada posisi TTL, maka kamera dan flash akan secara otomatis memperhitungkan besarnya intensitas cahaya flash yang diperlukan. Namum bagaimana halnya apabila kita akan menggunakan flash yang tidak dedicated dengan kamera, apabila kita tidak tepat mengatur setting untuk penggunaan flash, maka hasil foto tidak akan optimal, terkadang masih kurang terang atau bahkan terlalu terang. Karena kepraktisannya, flash dapat diandalkan sebagai sumber cahaya dalam berbagai kesempatan pemotretan terutama pada Wedding Documentation. Flash Metz 60 CT, setting : Manual, Bounching dengan Bounch Card Dengan flash subjek dapat tercahayai dengan baik sehingga dapat meminimalkan area gelap atau bayangan pada subjek dan merata sehingga objek dapat tercahayai dengan baik sehingga foto dapat tampil lebih bersih. Dalam membuat foto liputan pernikahan kita dapat dipastikan akan mengandalkan Flash sebagai sumber

pencahayaan utama. Karena kepraktisannya, hampir dapat dipastikan dalam wedding fotografi, kita akan mengandalkan flash sebagai sumber pencahayaan utama. Saat ini menggunakan flash terasa jauh lebih mudah, . Dengan flash pencahayaan juga dapat diatur Flash sebagai sumber pencahayaan dalam wedding fotografi memang dapat diandalkan dan terasa ideal.

Flash juga biasa disebut blitz atau lampu kilat, flash adalah sumber cahaya buatan yang dapat memancarkan cahaya secara tiba tiba. Dengan durasi yang sangat cepat 1/1000 detik sehingga dapat membantu untuk mendapatkan efek beku/diam pada objek bergerak. Kwalitas cahaya flash atau Colour temperatur flash dapat dikatakan sama dengan matahari sehingga tidak ada penyimpangan warna. Flash juga pratis dan tidak merepotkan. Sehingga flash dapat diandalkan sebagai sumber cahaya dalam berbagai kesempatan pemotretan terutama pada Wedding Documentation. TIPE TIPE FLASH DAN ASESORIESNYA

Built in / Pop Up External Hummer Head

Flash TTL ( Throuh The Lens) Flash jenis ini mengandalkan sensor internal kamera sebagai kendali pencahayaan nya system ini memungkinkan intensitas flash dapat menyeimbangkan atau menyesuaikan dengan cahaya sekitar nya. Dengan kata lain flash secara otomatis akan memancarkan cahaya sesuai dengan yang dibutuhkan. sistem ini memungkinkan intensitas flash dapat menyeimbangkan atau menyesuaikan dengan cahaya sekitar nya. Dengan kata lain flash secara otomatis akan memancarkan cahaya sesuai dengan yang dibutuhkan. Pengaturan Flash pada posisi TTL dengan fasilitas TTL kita akan sangat terbantu karena flash akan secara otomatis memperhitungkan cahaya yang dibutuhkan. dan kamera pada posisi P (Program) akan sangat membantu. Karena kita tidak perlu terlalu repot memikirkan hal hal teknis sehingga dapat berkonsentrasi pada moment

Flash Semi auto Biasa disebut dengan flash auto pengembangan dari flash manual yang di beri sensor pemantau kilatan cahaya pada bagian depan flash.

Flash Manual Tidak seperti sistem TTL, flash manual tidak mempunyai fasilitas pengatur inensitas cahaya internal yang mengatur secara otomatis kekuatan flash. Menggunakan flash Manual berarti kita mengatur sendiri kekuatan flash. Pengaturan kekuatan flash dapat dilakukan dengan pengaturan bukaan diafragma Tidak seperti sistem TTL yang mengatur secara otomatis kekuatan flash, menggunakan flash Manual berarti kita mengatur sendiri kekuatan flash. Pengaturan kekuatan flash dapat dilakukan dengan pengaturan bukaan diafragma.

Dalam menggunakan flash ada rumus yang dikenal, GN : Jarak = Diafragma. Pada ISO 100. Misalkan GN 30 jarak ke objek 3 Meter maka diafragma yang digunakan adalah f: 11. Yang perlu diingat, sudut pancaran flash dan sudut lensa.Photojournalism, jurnalistik utamannya menggunakan foto sebagai bentuk jurnalistik dimana foto memainkan peranan penting daripada teks yang menyertainya Wedding Photojournalism di karakterisasi dengan hasil pemotretan candid, creative dan natural dari yang serius hingga humor. Bila wedding photography menggunakan pendekatan pengaturan, setting/set up sedangkan wedding photojournalism mendokumentasikan moment yang terjadi secara natural. Jujur dan apa adanya menjadi kekuatan utama dari wedding journalism. Seorang photographer wedding journalism tidak pernah mengarahkan. Kita tidak pro aktif tapi reaktif. Seorang fotografer WEDDING JOURNALISM dituntut bekerja lebih sabar, mengamati momen, memprediksi, mengantisipasi dan menekan tombol shutter pada saat yang tepat Pendekatan yang dilakukan seorang fotografer dalam wedding journalism dapat di ibaratkan seperti apa yang dilakukan oleh seorang sniper/penembak jitu. One shoot one kill mungkin istilah ini bisa menggambarkan bagaimana seorang fotografer wedding journalism bekerja. Tidak seperti penembak senapan mesin yang menembak secara membabi buta dengan harapan salah satu pelurunya akan mengenai sasaran.. Seperti pada dunia jurnalistik sesungguhnya mengatur sebuah momet adalah hal yang haram untuk dilakukan. Bahkan memindahkan sebuah botol minuman ringan yang masuk dalam frame demi hasil yang baik tidak diperkenakan. Kadang hal ini menjadi dilema karena seorang fotografer WEDDING JOURNALISM tentunya ingin menyenangkan klien, dengan memberikan hasil yang terbaik. Tetapi ketika anda ditanya seberapa murnikah foto WEDDING JOURNALISM kita? Hanya kita yang bisa menjawabnya.Momen yang terbaik dalam sebuah pernikahan adalah momen yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Dan momen momen seperti ini seringkali terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Itulah mengapa mengatipasi momen momen seperti ini menjadi sangat penting. Kita mesti dapat bereaksi dalam waktu yang sangat singkat bila kita tidak siap momen terbaik akan hilang dan tidak dapat diulang kembali. Antisipasi, Rajin dan sabar dapat menjadi pedoman kita untuk menjadi seorang wedding photojournalist, karena kita dituntut untuk dapat berpikir dengan cepat. seringkali yang memisahkan antara seorang fotografer pemula dan fotografer senior adalah kecepatan berpikir dan bereaksi dalam mengantisipasi momen. Momem momen yang baik seringkali pula dapat diprediksikan terjadi, hal ini akan berkembang seiiring bertambahnya jam terbang seorang fotografer WEDDING JOURNALISM.

Candid Kebalikan dari foto liputan yang berkesan formal, foto candid adalah foto yang tidak formal. Jika kita memotret aktivitas manusia apa adanya tanpa pengaturan sebelumnya, sebenarnya yang kita lakukan adalah pemotretan candid. Oleh karena itu dalam candid fotografi pernikahan lensa tele seringkali digunakan untuk menampilkan gambar yang tetap apa adanya, karena dengan lensa tele kehadiran seorang fotografer tidak diketahui oleh subjek foto. Seringkali kita terjebak bahwa foto candid adalah foto close Up. Sehingga foto yang dibuat harus dengan lensa tele atau harus close up gambarnya. Atau mungkin karena kejar tayang target satu album terpenuhi maka jadilah foto

foto close Up baik itu wajah wajah orang orang yang terlibat atau properti pendukung acara.. Atau kadang foto foto candid tergantikan dengan foto foto seperti keris, bunga, selop, foto foto seperti ini lebih merupakan foto foto detail Foto candid juga tidak berarti harus selalu curi-curi. Dalam fotografi pernikahan, foto candid dapat kita rencanakan dan persiapkan tinggal kejelian kita melihat moment dan menunggu waktu yang tepat untuk menekan shutter release. Kebanyakan adegan candid yang terjadi pada acara pernikahan adalah adegan yang terjadi dalam sepersekian detik sehingga kejelian dan kesigapan kita dalam mengabadikan moment sangat diharapkan Ekspresi haru, bahagia, moment yang unik, lucu, akan menjadi moment menarik untuk di foto candid. Foto candid tidak perlu mewakili seluruh rangkaian acara sehingga foto candid dapat dikatakan merupakan bagian atau kelengkapan dari foto liputan Oleh karena itu walaupun anda bertugas hanya untuk membuat foto liputan, jangan ragu untuk selalu mengabadikan moment moment menarik. Selain buat menambah stock anda, juga untuk melatih kepekaan kita dalam melihat moment. Rangkaian bunga, Keris, cincin, adalah bukan moment, foto foto seperti itu adalah foto-foto details. Sebagai seorang fotografer candid atau fotografer journalism jangan terjebak dengan objek foto seperti ini..

Kreatif Menggunakan tehnik tehnik ktreatif dalam mengabadikan momen yang terjadi. Dengan kemampuan teknis yang dimilikinya Seorang Fotografer Wedding Photojournalis dituntut untuk bisa merubah sesuatu/moment yang biasa menjadi sebuah karya seni. Natural Tidak mengarahkan subjek foto untuk berrpose, kita hanya dituntut untuk lebih jeli untuk melihat momen untuk kemudian mengabadikannya pada saat yang tepat.

DOKUMENTASI PERIKAHAN/Wedding Documentation Pada dasarnya Fotografi pernikahan adalah foto dokumentasi dari sebuah rangkaian acara pernikahan. Saat ini foto pernikahan tidak cukup hanya foto pengantin saja tetapi juga seluruh pendukung rangkaian acara pernikahan. Yang perlu dingat selain indah dilihat dan mempunyai unsur dokumentatif, foto pernikahan juga mempunyai unsur informatif. Jadi bila orang lain melihat album pernikahan ia akan tahu dimana pernikahan dilaksanakan, bagaimana rangkaian acaranya. Dan bagi pasangan pengantin sendiri dapat memberikan informasi yang mungkin luput dari perhatiannya, seperti siapa saja yang hadir, atau siapa saja yang mengirimkan rangkaian bunga ucapan selamat. Foto dokumentasi pernikahan yang baik dan menarik dapat dinilai dari 3 aspek, 1. Pertama yaitu aspek teknis seperti pemilihan kamera, lensa, flash. Pemilihan alat yang baik tentunya akan mendukung kita untuk mendapatkan hasil yang baik pula. Seperti lensa yang berjamur tentunya akan menghasilkan gambar yang kurang baik. 2. Kedua adalah aspek visual, Apakah foto foto yang kita buat menarik dan indah untuk dilihat. Pencahayaan yang tepat, warna warna yang indah, memilih angle, menentukan format, membuat komposisi, harus menjadi perhatian kita agar secara visual foto kita berhasil. 3. Ketiga adalah aspek isi, apakah foto foto kita dapat bercerita lebih ataukah hanya sekedar menjadi kumpulan foto foto dari sebuah rangkaian acara pernikahan. Kejelian kita melihat momen yang ada sangat dibutuhkan disini. Kegelisahan calon pengantin, Rasa haru orang tua, perasaan bahagia kedua pengantin sebisa mungkin juga kita tangkap dan bisa dirasakan oleh mereka yang melihat foto foto kita.

Seorang fotografer pernikahan pasti mengerti walaupun prosesi pernikahan serupa tetapi tidak pernah sama, setiap acara pernikahan mempunyai momen momen dan karakteristik nya sendiri sendiri.ARAH CAHAYA Dalam wedding fotografi kita akan menghadapi arah cahaya yang berubah ubah

Backlight Mungkin sebagian dari kita sudah sering mendengar Saran Hindari pengambilan gambar yang menanatang matahari (sumbar Cahaya), Tetapi kadang pengambilan gambar yang tidak biasa justru akan mengasilkan foto yang lebih menarik. Yang perlu diperhatikan disini adalah menentukan exposure kita, Menentukan bagian mana yang paling penting/prioritas pencahayan nya pada objek adalah langkah pertama kita. Kita bisa menggunakan spot mettering sebagai panduan exposesure. Arah cahaya dari belakang dapat mempertegas bentuk subjek namun subjek kehilangan kesan tiga dimensinya. Pengambilan gambar yang tidak biasa justru akan mengasilkan foto yang lebih Dramatik. Yang perlu diperhatikan disini adalah menentukan exposure kita. Menentukan bagian mana yang paling penting/prioritas pencahayan nya pada objek adalah langkah pertama kita. Menggunakan spot mettering sebagai panduan exposesure akan membantu Sidelight Keuntungan dari cahaya samping adalah dapat mempertegas bentuk dan tekstur sehingga dapat menimbulkan kesan tiga dimensi yang lebih kuat. Yang mesti diperhatikan adalah perbedaan kontras antara area yang terang dengan yang gelap dimana yang terang jangan terlalu terang atau yang gelap terlalu gelap. Frontlight Cahaya dari depan akan tampak lebih merata subjek sehingga bayangan yang terjadi pada subjek akan sangat minim. Namun demikian kelemahan cahaya dari depan akan menghasilkan foto yang kedalam

nya tidak tampak jelas.

re similar. Automatic settings sometimes don't work well. If time permits, manual settings are more reliable. This means fewer wasted photos, more and better "keepers." The settings that will most affect the image quality of a photo are:

Camera ISO sensitivity. High ISO noise reduction level. Color balance. Shutter speed. Lens aperture.

Other settings, such as sharpening, color saturation and contrast; are less critical and can be adjusted later with a photo editor on a PC. The default DSLR settings are good enough.Digital Camera ISO Settings

This is the simplest and most powerful setting to change. In many situations, the lack of light is the limiting factor that determines image quality. Increasing the ISO allows faster shutter speeds to be used, reducing camera-shake and object motion-blur. Consumer zooms with their f3.5-5.6 lenses are especially in need of higher ISOs. The higher the ISO, the higher the "noise" (looks like static or snow). For cropped sensor DSLRs, ISO 400 is a good compromise, general-purpose default ISO to set. Noise is minimal and shutter speeds 4 times faster can be used, compared to ISO 100. If the shutter speed drops below 1/30 or 1/60 seconds (1/125 to 1/500 for telephoto sports photos), the ISO should be increased to 800 or 1600 (up to 3200 for full frame DSLRs). There will be more noise, but that's better than motion-blur.

Read This Next

Take Control of Your DSLR Using Various Settings Digital SLR Camera Flash Photography Techniques Portrait Photography Tips

Most digital SLRs have a High ISO Noise Reduction setting. Pushing it to the highest level hides the most noise, but blurs details more. This is usually a good compromise as noise is more noticeable, distracting and objectionable.Low-light and Indoor Camera Settings

This calls for high ISO (see above) and wide-open, maximum aperture (smallest f-number). Either aperturepriority or manual exposure can be used. ISO is increased until a reasonable shutter speed is obtained. Manual exposure is useful indoors and at night because:

Tricky, uneven lighting (small bright spots) can throw off auto-exposure. The exposure doesn't change much over time (unlike sunlight, which can have varying cloud cover).

Color white balance should be set manually (fluorescent, incandescent) because auto color balance is often unreliable. Some DSLRs allow plus/minus fine adjustment of fluorescent/incandescent balance. Setting color temperature and using manual-preset (the camera instruction manual will have details) are good alternatives.

Bright Light Camera Settings

For outdoor, sunlit photos, ISO 100 is used to create low-noise images. Aperture is set to about f5.6 or f8 (for good depth of field) and the shutter speed varied to match the exposure (automatically using aperturepriority mode, or manually using manual mode).Camera Settings for Portraits

The classic portrait style is to throw the background out of focus (shallow depth of field), to concentrate attention on to the person. This is achieved with a combination of:

Large aperture. Long focal length.

Good lenses to use are 50mm or 85mm f1.8 or f1.4 primes. The lenses are used wide open, but may have to be stopped down in bright sunlight (ISO 100, 1/4000 seconds and f1.4 results in over-exposure) unless a neutral-density filter is used. Consumer f4-5.6 55-200mm or 75-300mm zooms can also be used. Though lacking in aperture, using these zooms at maximum focal length will also create shallow depth of field. The photographer needs to move back 30 to 50 feet.Wedding Photography Camera Settings

Wedding photography is a combination of portrait and indoor low-light photography. Photographers should follow the portrait and indoor settings outlined above. Flash photography isn't difficult. A few simple guidelines will enable photographers to take good photographs, even with pop-up flashes. The information here applies to all brands of cameras and flashes: Nikon, Canon, Sony, Olympus etc.Internal Pop-up Flash

The built-in pop-up flashes in digital SLRs have a bad reputation because they are "direct" flashes that create harsh, ugly shadows. Softer shadows are more pleasing for portrait photographs of people (weddings). Soft, diffused light is obtained by placing a diffuser over the flash. This also avoids the notorious red-eye effect. Commercial diffusers are available, but a white sheet of paper works just as well (see "flash diffuser" link below).xternal Bounce Flash

Professional photographers use external flash guns. They are more powerful and can be used in direct flash mode, or diffused, just like a pop-up flash. Best of all, they can be tilted up to the ceiling for "bounce" flash for even softer light (see "zoom flash" link below). For fast-moving events such as weddings, a single flash is usually mounted on-camera.TTL Flash Exposure and Camera Settings

Either Automatic TTL exposure mode, or manual flash mode, should be set on the flash.

To avoid TTL compatibility problems, the DSLR manufacturer's own flash unit ("dedicated flash": Nikon Speedlight, Canon Speedlite) should be used. Nikon calls their TTL for digital SLRs, i-TTL. Canon calls theirs E-TTL.

Read This Next

How to Use Manual Outdoor Fill-in Flash Photography Techniques Macro Flash for Photography: Ring, Canon, Nikon, Sigma, Brackets Introduction to Flash Photography

For indoors (non fill-flash) use, the camera should be set to manual exposure (fixed aperture and shutter speed), allowing the flash to control the exposure. The camera setting is the same for direct, diffused and bounce flash. A good setting for the camera is:

Maximum lens aperture (smallest f-number), to reduce the flash power required. This makes the batteries last longer, and reduces flash recycle (recharge) times. ISO 400, also to reduce the flash power required. Maximum flash synchronization shutter speed (1/200 or 1/250 seconds), to block out ambient light (usually yellow incandescent) for easy color balancing (set to "flash" or "daylight").

Camera Flash Exposure Metering Type

The metering type (matrix/evaluative, center-weighted, spot) is the same as for non-flash exposures. Photographers can choose the type most suitable for each situation. For very light (bridal gown) or dark subjects (tuxedo), the flash metering will be thrown off, just like with non-flash exposures. Options to handle this are:

Use spot meter and meter on the subject's face or other medium-toned area. If the area is not in the center of the photo (where the spot meter is), the photographer should zoom out until he can place the spot meter correctly, and then take the photo. The photo can later be centered properly on the PC by cropping. Use manual flash. Flash power output is manually set by the photographer (full power, 1/2 power, 1/4 power etc) and the results checked on the LCD screen. This is slow, but easy to control. The technique is more suitable for bounce flash, because the flash-to-subject distance doesn't change as much. Use flash or exposure compensation. However, moving the camera a bit can cause the required compensation to change by a lot. Flash compensation should be avoided if possible, except for fill-flash.

Wedding and Portrait Flash Photography

The blurred-background style of portrait photography popular in weddings, is possible whether flash is used or not. The effect is achieved by opening up the lens aperture to maximum, which is the recommended setting for most flash photography anyway. A 50mm or 85mm f1.8 or f1.4 lens is the ideal lens for this.Flash Power and Full Discharge

Photographers need to monitor their flash unit and ensure that the flash does not fire at full power (full discharge) under TTL metering. Reasons to avoid full discharge:

Photo is likely under-exposed. Even if not, there is no margin of safety, no reserve power for other photos that may need more power. Long flash recycle time before next photo can be taken.

How to detect full discharge:

Long recycle time. Photo is under-exposed. Flash ready-light blinks quickly a few times. The flash manual will have details. Some advanced flashes will show the amount (stops) of under-exposure.

What to do if full discharge occurs:

Increase lens aperture (smaller f-number). Increase ISO. Use direct flash instead of diffused or bounced flash.

To force full discharge (to see what it looks like), the lens is covered (with a lens cap, hand or hat) and a TTL flash photo is taken.How to Use On-camera Flash

Photographers should experiment with different settings. A good place to start is:

Diffused or bounced flash. TTL flash metering. Manual aperture (largest) and shutter setting (set to flash sync speed: 1/200 or 1/250 seconds). ISO 400. Center-weighted or spot metering. Color balance set to "flash" (or "daylight" if there is no "flash" setting).

my quest for the light and life

Arsip untuk kategori Teknik Fotografi Bagaimana Memotret Foto Siluet (Konsep Dynamic Range)dengan 28 komentar Sebenarnya sangat mudah , yang perlu kita pahami adalah konsep dynamic range pada fotografi. Salah satu konsep penting yang perlu diketahui oleh setiap newbie yang ingin belajar fotografi. Apa itu Dynamic Range ? Dynamic Range dalam fotografi adalah rentang perbedaan gelap dan terang dari sebuah scene. Kamera ternyata mempunyai batas kemampuan menangkap rentang perbedaan tersebut . Kamera Canon EOS 1-D Mark III memiliki dynamic range sekitar 11 stop (link). Rentang 11 stop itulah yang tertangkap dengan baik detilnya di sensor kamera , di luar itu detilnya akan gelap/black atau washout. Nah , padahal di dunia nyata .. scene yang akan kita foto amat sering memiliki rentang stop lebih dari 11 stop. Misal nih : foto di siang hari kenapa langitnya putih , atau kenapa ketika langitnya biru/detil tapi orang yang difoto jadi gelap ? itu tanda dari efek dynamic range . Kekurangan itu ada tip / trik untuk mengatasinya . Diantaranya adalah trik High Dynamic Range (HDR) yang sedang populer , penggunaan Gradual ND Filter (seperti foto saya ini) , Multi Exposure . Lain kali lah kita coba diskusi , pokoknya cara kerja dynamic range seperti diatas.

Dynamic Range Baca entri selengkapnya Ditulis oleh tukangmoto Juni 19, 2010 pada 10:21 am Ditulis dalam Belajar, Foto, fotografi, Teknik Fotografi

Bermain dengan long exposuredengan 4 komentar

abstract blue Iseng-iseng main , coba pakai konsep long exposure pada kamera. Set ke 10 atau 15s ( lupa ).. goyang kamera kanan kiri , atas bawah , mainkan zoom maju mundur .. mirip penyanyi dangdut , dan hasilnya seperti diatas. Agak futuristik ya.. warna biru itu adalah layar biru tivi . Kondisi lampu ruangan dimatikan , jadi yg dominan ya warna biru itu. Mayan lah buat pemula yg lagi iseng/bosen. Baca entri selengkapnya Ditulis oleh tukangmoto April 15, 2010 pada 5:02 pm Ditulis dalam Foto, Iseng, Teknik Fotografi Dikaitkatakan dengan bulb, fotografi, Kamera, longexposure

Kenjeran di pagi haridengan 9 komentar Untuk sampai ke sini harus rela bangun subuh-subuh lalu ngebut naik motor ke pantai Kenjeran , Surabaya. Lumayan jauh , secara rumah ortu saya di Sidoarjo. Ga ada teknik aneh-aneh . Metering ke sinar matahari yang hangat , elemen lain mengikuti saja. Komposisi saya atur2 biar dua perahunya seimbang/balance . Plus di tambah dedaunan dari atas ( komposisi framing ). Hasilnya.. ancur

Kenjeran di pagi hari Hmm , enak kali ya . Pagi-pagi , di tempat yg sama , duduk menikmati sunrise sambil nyruput teh manis hangat dan roti bakar. Jadi lapar .. sahur dulu yuk Ditulis oleh tukangmoto Agustus 29, 2009 pada 8:17 pm Ditulis dalam Foto, fotografi, Hunting, Komposisi Foto, Teknik Fotografi

Teknik Bouncing Flashdengan 32 komentar Teknik lain dalam penggunaan flash. Saya mulai sering menggunakannya utk memotret dalam ruangan. Caranya adalah mengarahkan flash ke langit-langit rumah. Cahaya akan memantul ke bawah , seolah-olah menjadi sumber cahaya baru yg powernya lebih besar daripada cahaya lampu rumah . Ya ! meski sekilas .. dengan power dari flash kita akan mendapatkan cahaya yg cukup utk mengexpose obyek. Artinya : shutter speed bisa lebih tinggi , aperture bisa lebih kecil dan ISO kecil. Sebelumnya utk memotret dalam ruangan (indoor) , saya mengandalkan lensa dengan bukaan besar (50 mm F1.4) dan setting ISO tinggi ( 800 atau 1600 ). Hasilnya bisa lumayan sih , cuman tidak optimal karena saya tidak bisa menggunakan aperture favorit saya ( F4 ) utk ketajaman hasil . Dan penggunaan ISO tinggi , selain menimbulkan noise yg menganggu juga sering berdampak pada saturasi/kontras dari foto.

F2.0 , 1/30s , ISO 1600 , tanpa bouncing Baca entri selengkapnya Ditulis oleh tukangmoto Juli 11, 2009 pada 5:59 pm Ditulis dalam Belajar, Foto, strobist, Teknik Fotografi

Belajar Strobistdengan 32 komentar Strobist .. adalah teknik menggunakan flash/blitz secara off-kamera. Off kamera ?? iya .. pada umumnya kan flash camera tersebut nancep di hot-shoe pada kamera . Nah off-kamera ini memungkinkan flash dapat ditrigger dimanapun tanpa harus terpasang di hot-shoe. Keuntungannya kita bisa memposisikan satu atau lebih flash di mana saja untuk mengatur arah, intensitas, cahaya untuk menghasilkan foto yg kita inginkan.

Kok bisa off-kamera ? sebenarnya pada beberapa kamera DSLR sudah tertanam fungsi tersebut ( master / commander ) .. untuk kamera jebot kayak punya saya-pun sebenarnya bisa dengan asesoris tambahan . Well , semua kamera kayaknya bisa ya.. asal ada mekanisme untuk mentrigger flash .

di Nikon ada yang namanya Nikon CLS ( Creative Lighting System ) .. di Canon namanya E-TTL . Nikon CLS menggunakan IR ( infrared ) untuk berkomunikasi dengan flash flash lain . Jadi harus line-of-sight dengan kamera lain meski kyknya bisa juga mentrigger flash lain di balik tembok ( link ) . Keuntungannya adalah canggih ! Body camera bisa berkomunikasi dengan flash-flash yang ada , mengatur power yang ada , mengatur white balance dsb dsb .. kita tinggal setting seperti biasa dan wah . Kerugiannya : harus line-ofsight dan mahal bo ! menggunakan Sync cable .. body kamera dan flash dihubungkan via kabel khusus. kerugiannya : beribet , banyak kabel2 bertebaran . Keuntungan: fungsi TTL masih jalan menggunakan Radio trigger . Flash ditrigger dari kamera menggunakan frekuensi radio . Ada adapter khusus untuk mekanisme ini : transmitter dan receiver. Sesuai namanya pasti teman-teman tau artinya lah. Transmitter terpasang di body kamera . Jika flash di trigger , transmitter mengirimkan sinyal ke satu / beberapa receiver + flash . Keuntungan : tidak harus line-of-sight .. ini keunggulan utama yg banyak menarik minat orang. Kerugian : fungsi TTL (flash auto ) tidak jalan , harus manual . Dooh manual lagi ?? jaman udah canggih masih manual..hehehehe , yup manual . Hmm sebenarnya sudah ada sih , radio trigger yang bisa TTL . Silahkan google mandiri

Tutelyudetrut .. sebenarnya saya ga terlalu minat dengan dunia per-flash-an ini. Kayaknya ribet , ada tambahan control yang harus disetting bla bla..belum lagi penempatan posisi flash ini itu .. plus kayaknya mahal-mahal. Dan sedikit tambahan ego seorang fotografer naif dan culun : ah saya kan nature photographer .. cukup nature lighting saja hahahaha .. well , ternyata ada secuil bakat kreatif terpendam dalam diri saya yg ingin keluar . The creative side of me.. Baca entri selengkapnya Ditulis oleh tukangmoto Maret 1, 2009 pada 2:44 am Ditulis dalam Belajar, fotografi, nikon, strobist, Teknik Fotografi

Mengenal ISOdengan 37 komentar ISO pada fotografi digital , bagi saya , lebih dipahami sebagai kemampuan teknologi sensor untuk menangkap cahaya . Semakin tinggi nilai ISO , semakin besar pula cahaya yang dapat ditangkap oleh sensor . Namun , kekurangannya adalah timbulnya noise seiring bertambahnya nilai ISO yang disetting . Noise ini tampak seperti bintik bintik butiran kecil yang bersebaran pada foto . Jika foto di zoom hingga 100% akan terlihat jelas noisenya . Selain menimbulkan noise , penambahan nilai ISO juga dapat menyebabkan berkurangnya kualitas foto yg dihasilkan misal : warna jadi tidak muncul , detail jadi hilang dsb. Nilai ISO pada kamera pada umumnya adalah 100,200,400,800,1600,3200 . Kamera DSLR profesional , NIKON D3 , bahkan mampu mencapai ISO hingga 6400,12800 dan 25600 dengan noise yang sangat rendah . Seiring perkembangan teknologi jangan heran kalau beberapa tahun kedepan sensor digital akan lebih baik , mampu mendukung ISO tinggi tapi dengan noise minimal. Penggunaan ISO Umumnya , settingan ISO yang dianjurkan adalah nilai ISO kecil. Noise yg dihasilkan lebih kecil sehingga hasil foto lebih baik apalagi jika berenacana untuk di-print pada ukuran besar. Juga cocok untuk pemotretan landscape / pemandangan dimana noise yg diinginkan seminimal mungkin. Repotnya kalau memotret

landscape biasanya pada waktu-waktu dimana justru kurang cahaya : sunrise , sunset atau malam. Mau tidak mau, penggemar jenis foto tersebut harus sedia tripod atau sejenisnya agar bisa menggunakan shutter speed yang lama. Nilai ISO besar biasanya digunakan untuk kondisi-kondisi kurang cahaya (malam hari atau indoor) dimana setting-an Aperture maupun Shutter Speed sudah mentog. Pada kondisi tersebut , Nilai ISO bisa di naikkan sampai kita memperoleh kecepatan shutter yg ideal. Kenapa tidak menggunakan tripod saja seperti memotret pemandangan ?? well , kalau misalnya obyek foto anda mau diam mematung selama bbrp sec sih bisa saja .. tapi anak saya ga bisa gitu euy . Foto dibawah adalah sample menggunakan ISO paling tinggi pada kamera Nikon D50 saya yaitu ISO 1600. Dapat anda lihat pada bagian bawah foto , dibagian aga gelap tampak butiran-butiran noisenya . Tapi saya harus mengambil foto ini karena momennya bagus . Cahaya seadanya didapat dari cahaya matahari sore yang menerobos masuk. Untuk mendapatkan shutter speed yang cukup agar tidak blur/goyang , dengan DOF yang cukup lebar ( F5.0 ) , saya harus meningkatkan ISO sampai 1600 .

Khusyuk Noise == Jelek ?? Ga jugaa .. malah saya pernah melihat foto Audi (penyanyi) di sebuah majalah foto (lupa lagi) yang disajikan satu halaman penuh dengan ISO tinggi alias banyak noise. Menurut fotografernya noise tersebut untuk memunculkan moodnya Audi yangg murung? :p Saya pribadi sih , asal tidak di print dalam ukuran besar ga takut-takut amatlah menggunakan ISO tinggi sampai 1600-pun . Lha wong paling gunanya buat ditaruh di blog ini :p .. ukuran web standar , ga bakal kentara banget noise-nya. Kalau di print juga ga gede-gede amat alias ukuran postcard. Yang penting maksud fotonya udah bisa dicerna oleh pembaca sekalian. Lain ceritanya kalau gara-gara noise obyeknya

jadi ga jelas seperti yg pernah saya alami ketika memaksa menggunakan ISO tinggi pada kamera Prosumer Fz7. Makanya beli DSLR aja deh .. benar-benar beda di kekuatan ISO-nya . Foto malam , foto indoor ga akan jadi masalah lagi .. Auto ISO Adalah sebuah fitur di kamera Nikon D50 yang saya sukai . Belum tahu apakah ada di merk kamera lain . Yang jelas fungsinya adalah automatisasi seleksi nilai ISO oleh kamera untuk mendapatkan shutter-speed minimum yang telah kita tentukan. Pada kamera saya , ada bbrp nilai minimum yang bisa dipilih yaitu 1, 1/15 , 1/30 , 1/60 dan 1/125sec. Misal kita pilih nilai 1/125 sec . Kamera akan meng-adjust nilai ISO semaksimal mungkin sehingga dengan pilihan nilai aperture yang ada kita bisa memperoleh nilai 1/125 sec. Pada lensa normal (mis : 50mm) 1/125 sec adalah nilai yang cukup tinggi utk mencegah kemungkinan terjadinya blur/goyang. Nilai ISO-pun akan lebih spesifik , tidak terbatas pada nilai ISO yang saya sebutkan diatas tadi ( 200,400,800 dst ) . Bisa jadi misal kamera men-set nilai ISO ke 350 dsb dsb. Ok..semoga berguna Seri belajar lain: Belajar tentang aperture Belajar tentang shutter-speed Update history: - 18 dec 2008 : tambahin bbrp keterangan Auto ISO Ditulis oleh tukangmoto Juni 24, 2008 pada 5:11 pm Ditulis dalam Belajar, Teknik Fotografi

Mengenal Shutter Speed atau Kecepatan Ranadengan 44 komentar a.k.a Kecepatan Rana dalam bahasa indonesia . Shutter adalah semacam layer yang menutup sensor . Pada waktu kita men-jepret , Shutter ini akan terbuka selama bbrp waktu sehingga sensor bisa merekam cahaya yang masuk melalui lensa . Durasi pembukaan shutter inilah yang dikenal sebagai Shutter Speed . Logikanya , semakin lama shutter dibuka akan semakin banyak cahaya yang masuk . Dan sebaliknya semakin cepat shutter dibuka maka makin sedikit cahaya yang terekam . Satuannya detik . Satuannya lebih mudah dipahami ketimbang satuan Aperture . Untuk mengurangi banyaknya cahaya yang masuk menjadi setengah sebelumnya (-1 stop ), waktu Shutter Speed tinggal di bagi 2 . Dan sebaliknya , untuk menambah cahaya menjadi 2x sebelumnya ( +1 stop ) tinggal di kalikan 2 . Pada kamera Nikon D50 , nilai Shutter Speed yang dapat digunakan pada kamera adalah 60 , 32 , 16 , 8 , 4 , 2 , 1s , 1/2 , 1/4 , 1/8 , 1/16 , 1/32 , 1/64 , 1/125 , 1/250 , 1/500 , 1/1000 , 1/2000 , 1/4000 . 1/4000 . Range nilai Shutter Speed pada kamera tipe/merk lain kurang lebih sama . Pada beberapa kamera pro , kecepatannya bisa sampai 1/8000s . Cukup cepat untuk memotret peluru yang melesat !! Slow Shutter Speed Teknis dengan menggunakan shutter speed yang rendah ( nilai besar ) . Biasa digunakan pada kondisi kurang cahaya , shutter dibuka lebiiih lama agar kamera dapat mengumpulkan cukup cahaya untuk menghasilkan gambar yg kita inginkan . Jika kita memotret suatu scene dengan beberapa obyek yang bergerak , akan menghasilkan sebuah efek baru yang keren .

Misal memotret lalu lintas di malam hari menimbulkan efek jalur cahaya / lightrail . Lampu dari mobil2 yang berseliweran direkam dalam sensor .Kalo foto di dalam ruangan, malem hari, dan pake neon. Nah itu ISO berapa? Terus pake setting apa? A, S atau Potrait? Terus tau pake ISO berapa gimana? Gue tuh suka kagok nentuin setting mana yang harus dipake, A atau S. Dan nanti kalo udah decide mau pake setting mana, tapi gue jadi bingung besarannya berapa. Dalem ruangan pake neon, pilih WB fluorescent, ISO min 200, yang susah setting exposure-nya... Sementara kalo bingung pilih P (Program mode) aja, kamu tinggal set aperture / shutter. Kalo pilih A (Aperture priority mode), F3.5, 5.6 11, dst, shutter speed diset sama camera. kalo pilih S (Shutter priority mode), 30-1/4000 sec, aperture otomatis diset sama camera. Ato pilih M (Manual mode)...kalo sudah lancar.

Singkatnya: Auto (si ijo) = full automatic seperti pakai kamera compact, saran:hindari kalau ga mau flashnya nyala P atau program mode itu mode kalau kita ga ada waktu lagi, dan maunya cuma jepret asal yang gambar akhir terang dan tajam. Saran: hindari kecuali bener2 ga ada waktu untuk komposisi. A atau Aperture priority = kita set aperturenya, kamera menentukan iso, shutter speed etc sesuai penafsiran kamera. Ini biasanya saya pakai buat menentukan berapa depth of field (bagian yang fokus). Contoh, kalau untuk foto potret, saya mau bikin background blur, saya pilih aperture terbesar (makin kecil angkanya makin gede bukaan/aperturenya) = f/3.5 lebih besar daripada f/8. api pas gue mo foto pemandangan atau foto grup keluarga, saya mau depth of field (bagian yang fokus) gede, jadi gue set bukaan / aperture kecil (angka besar) contoh f/8 atau f/16. Lalu aperture juga menentukan berapa banyak cahaya masuk, jadi di tempat gelap, kita bisa memperbesar bukaan (angka kecil) supaya lebih banyak cahaya masuk. S atau Shutter priority = kita tentuin berapa cepet shutter speednya, trus sisanya ditentukan kamera. Setting ini dipakai kalau ingin mendapatkan efek freeze (beku) atau efek motion (gerak). Kalau set shutter speed tinggi seperti 1/640, maka hasilnya gerakan orang lari / olahraga menjadi beku, sebaliknya kalau kita set 1/15 atau lebih rendah lagi dan fokus kita pada benda/orang yang bergerak, maka kita akan menangkap motion blur. Teknik ini cocok untuk rekam gerakan air di pantai atau air terjun. Seperti aperture, shutter speed juga mempengaruhi banyak sedikitnya cahaya yang masuk. M atau Manual Exposure Ini semua kita yang tentuin, kalau mau gambar yang dihasilkan cukup seimbang dan terang, maka kita tinggal stel aja sampai indikasi light meternya ditengah. Manual fokus biasa saya pakai kalau memang saya mau achieve hasil tertentu, contohnya maunya agak gelap (low key fotografi) jadi hasil akhirnya agak misterius, atau mau bikin siluet. Saya juga sering pakai pas kondisi ruangan / lingkungan berganti2 intensitas cahayanya sehingga membingungkan kamera. Contoh seperti di konser, lampunya nyala2 ga keruan, kadang terang bgt, kadang gelap banget, dan juga kontras antara background dan pemusiknya, jadi manual fokuslah satu2 solusinya, andalannya memakai lightmeter, histogram dan juga mereview lewat layar lcd. Setting saya ganti2 sesuai dengan perubahan cahaya, misalnya kalau cahayanya tiba2 meredup, langsung saya set bukaan digedein atau

shutter speed dilambatin atau iso dinaikin. Manual juga saya sering pakai kalau kondisi ruangan / lingkungan konstan. Misalnya pas pertandingan basket sekolah itu lampu2nya konstan, ya saya tinggal set aja sebelum pertandingan dimulai, optimal exposurenya apa, dan kemudian shooting pake setting itu sepanjang pertandingan. Apalagi ya, soal fokus, fokus keknya cukup straightforward, tinggal pilih aja objek mana yang mo di fokus di pilih dari titik fokusnya trus tembak. Untuk foto objek yang bergerak, pakai tracking, trus setelah fokus (pencet setengah shutter button) trus ikutin objeknya, ntar fokusnya ikut tracking. Kalau mau komposisi, elo bisa pencet setengah shuuter button untuk fokus, trus tahan tombolnya dan recompose, baru jepret. Mengenai ISO, usahakan serendah mungkin, 100 ideal, cuma jarang bisa dapat ini kalau di indoor/gelap. Saran gue maksimal ISO 800 kalau Nikon D40X, kalau terpaksa 1600. Auto ISO juga membantu dan bisa elo kombinasikan dengan Manual mode atau mode2 lainnya.Sebagian besar mau fotonya terang dan jelas meski keadaannya gelap, kalau elo pengennya gitu, maka elo bisa pakai automatic atau semi automatic mode, alias: P, A, dan S. Nanti kameranya membantu mengukur cahaya dan setting.

Lalu ada juga yang namanya metering modes (pengukuran cahaya), biasanya ada tiga, evaluative (yang ini standard cukup tokcer untuk hampir disegala keadaan) center weighted (biasa buat potret supaya ga overexpose/underexpose wajah/objek lainnya) dan juga spot metering, yaitu cahaya diukur hanya sebagian kecil dari apa yang kita fokusin. Spot metering dipakai kalau misalnya objek yang kita foto dengan background cahayanya bener2 kontras (contoh: satu terang banget, satu gelap). Supaya objek utama kita tidak over/under expose maka kita pake spot metering.

Kalau abis pake spot metering atau center weighted, jangan lupa balikin ke standard.

Kalau masi bingung dengan penjelasan gue (menyadari bahasanya yang belepotan) coba baca disini: http://gaptek28.wordpress.com/2009/06/09/tips-memilih-mode-metering-yang-tepat/