Download docx - Rio Kgd Lbm2

Transcript
Page 1: Rio Kgd Lbm2

MODUL KEGAWADARURATAN

LBM 2

STEP 7

1. Apa hubungan sesak nafas dengan pemberian ketoprofen ?

Pasien yang sensitive terhadap aspirin dapat disensitisasi dengan

pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi

silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-inflamasi non-steroid lain.

Mekanisme dengan aspirin dan obat lain dapat menyebabkan

bronkospasme tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan

pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh leukotrien.

Hipersensitivitas tipe cepat kelihatannya tidak terbentuk.

Mediator tersebut tidak dapat menjelaskan seluruh gambaran,

karena mediator tersebut juga ditemukan dalam sel mast pada penyakit

urtikaria yang diinduksi udara dingin atau diinduksi kolinergik. Mediator

asma kelihatannya membutuhkan substrat khusus yang

memungkinkannya dapat menunjukkan pengaruh.

2. Mengapa RR dan nadi meningkat sedangkan TD turun ?

Patofisiologi :

Pada awal awitan asma broncospasme rasa tertekan di daerah dada

disertai batuk respirasi terdengar kasar dan wheezing pada kedua

fase respirasi makin menonjol ekspirasi memanjang kompensasi

berupa takipnea, takikardi overinflasi (penumpukan gas di paru)

diameter anteroposterior dada meningkat otot bantu pernafasan

bekerja saat ekspirasi untuk berusaha mengeluarkan gas inflasi (m.

Rectus abdominis) pulsus paradoksal.

Bekerjanya otot Bantu pernafasan dan pulsus paradoksal menunjukkan

intensitas obstruksi.

Page 2: Rio Kgd Lbm2

Obstruksi jalan nafas (asma akut amat berat / status asmatikus) O2

menurun perfusi ke jaringan menurun Terjadinya tekanan darah

yang rendah pada kasus ini diakibatkan oleh syok (anafilaktik). Syok

secara umum bisa disebabkan oleh kegagalan preload (volume sirkulasi

menurun), output (miokard) ataupun afterload (vasokontriksi).

Terutama pada syok anafilaksis dan syok septic dapat terjadi :

a. penurunan cardiac output penurunan tahan sistemik vaskular

b. penurunan volume intravascular venus return menurun

c. kenaikan tekan intra torak dan takikardi

____________________________________________________________________________________

Pada syok anafilaksis terjadi bronchospasme yang menurunkan ventilasi,

juga peningkatan permeabilitas (akibat antigen-antibodi menghasilkan

mediator) menyebabkan edema. Hipovolemia relatif karena vasodilatasi

mengakibatkan renjatan hipotensi.

Sebelum terjadi penurunan tekanan darah, terjadi reaksi kompensasi

tubuh untuk mempertahankan perfusi jaringan organ vital, yaitu

vasokonstriksi kapiler kulit pucat dan dingin. Selain itu, diuresis

berkurang dan terjadi tachicardi untuk mempertahankan curah jantung

dan peredaran darah. Karena tindakan kompensasi ini, tekanan darah

untuk beberapa waktu tidak menurun. Metabolisme jaringan hipoksik

menghasilkan asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolic

sehingga terjadi tachipnea. Akhirnya ketika kompensasi tidak dapat

mempertahankan tekanan darah yang memadai sehingga terjadi

dekompensasi dengan akibat penurunan tekanan darah secara tiba-tiba.

3. Mengapa ada nafas cuping hidung dan retraksi subcostal ?

Akibat obstruksi (bronchospasme) sesak nafas usaha inspirasi yang

meningkat (kompensasi) nafas cuping hidung dan retraksi untuk

membantu proses inspirasi dan ekspirasi

Page 3: Rio Kgd Lbm2

4. Mengapa terjadi wheezing ?

Bronchospasme tidak terjadi keserasian paru , Saat udara masuk, udara tetap masuk dengan lancar. Tetapi saat ekspirasi susah hilangnya kesesuaian antara ventilasi dan aliran darah paru

turbulensi (akibat tekanan lebih besar saat ekspirasi) dan getaran mucus

wheezing.

5. Mengapa ekspirasi panjang ?

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi

daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama

ekspirasi dengan paksa menekan bagian luar bronkiolus.

Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan

selanjutnya adalah akibat dari Tekanan eksternal yang menimbulkan

obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma

biasanya dapat melakukan inspirasi dengan  baik dan adekuat,

tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.

Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi

sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran

mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel

chest.

_____________________________________________________________________________________

Akibat penyakit paru obstruktif adalah ventilasi yang menurun.

Jika terjadi penyumbatan ekstratorakal, yang terutama dipengaruhi

adalah inspirasi (stridor inspirasi) karena pada saat ekspirasi tekanan di

lumen prastenosis meningkat sehingga melebarkan bagian yang

menyempit.

Obstruksi intratorakal, terutama mengganggu proses ekspirasi

karena saat inspirasi tekanan intratorakal menurun sehingga melebarkan

jalan nafas. Perbandingan waktu ekspirasi dan inspirasiakan

meningkat.ekspirasi yang terhambat akan melebarkan duktulus alveolus

Page 4: Rio Kgd Lbm2

(emfisema sentrilobular), menurunkan elastisitas paru (peningkatan

komplians), dan bagian tengah pernapasan akan terdorong ke arah

inspirasi (barrel chest). Hal ini meningkatkan kapasitas resido fungsional

dan diperlukan tekanan intratorakal yang lebih besar untuk melakukan

ekspirasi karena komplians dan resistensi meningkat. Akibatnya, terjadi

penenkanan bronkhiolus sehingga tekanan jalan napas semakin

meningkat.

Upaya yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi paru yang

elastis normal atau sebenarnya menurun, sementara upaya untuk

mengatasi resistensi paru yang saling melekatdan juga upaya secara

keseluruhan menjadi sangat meningkat. Obstruksi akan menurunkan

kapasitas pernapasan maksimal (Vmax) dan FEV1, serta ventilasi yang

berbeda-beda di berbagai alveolus menimbulkan gangguan distribusi.

Hipoksia pada alveolus dengan ventilasi yang kurang menimbulkan

vasokonstriksi, peningkatan resistensi pembuluh darah paru, hipertensi

pulmonal, dan peningkatan beban ventrikel kanan.

__________________________________________________________________________________

Bronchospasme tidak terjadi aerasi paru hilangnya

kesesuaian antara ventilasi dan aliran darah paru turbulensi (akibat

tekanan lebih besar saat ekspirasi) dan getaran mucus wheezing.

Selain itu, pada asma simtomatik, napas lebih cepat dari maksimal,

lalu dada mengambil posisi inspirasi maksimal, yang mula-mula dicapai

secara paksa daan melebarkan jalan nafas, sehingga wheezing hanya

terjadi pada saat ekspirasi.

6. Mengapa dokter memberikan kortikosteroid dan adrenalin ?

Syok anafilaksis memerlukan tindakan cepat karena penderita

berada dalam keadaan gawat. Segera berikan 1 ml larutan adrenalin

1/1.000 secara subkutan untuk menimbulkan vasokonstriksi.

Page 5: Rio Kgd Lbm2

Hidrokortison 200-500 mg diberikan intravena untuk menstabilkan sel

mast, dan sediaan antihistamin itravena untuk menghambat reseptor

histamin. Infus diberikan untuk mengatasi hipovolemia.

Adrenergika Adrenalin

Yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya b2-

mimetika) yang berikut : salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol,

rimiterol, prokaterol (Meptin), dan klenbuterol (Spriropent). Lagi

pula, obat long-acting yang agak baru, yaitu salmoterol dan formoterol

(dorudil).

Zat-zat ini bekerja lebih kurang selektif terhadap reseptor b2

adrenergis dan praktis tidak terhadap reseptor- b1 (stimulasi jantung).

Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan

digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin,

inprenalin, orsiprenalin dan heksoprenalin. Pengecualian adalah

adrenalin (reseptor dan b) yang sangat efektif pada keadaan kemelut.

• Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di

trachea (batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan

aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat

pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi

cyclic-adenosin monophosphat (cAMP) dengan pembebasan

energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel.

Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan

beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan

mediator oleh mast cells.

• Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang

ternyata secara berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya

memperburuk fungsi paru, karena tidak menanggulangi

peradangan dan peningkatan kepekaan bagi alergen pada

pasien alergis. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun hanya

digunakan untuk melawan serangan atau sebagai

Page 6: Rio Kgd Lbm2

pemeliharaan dalam kombinasi dengan obat pencegah,

seperti kortikosteroid dan kromoglikat.

• Kehamilan dan laktasi. Salbutamol dan terbutalin dapat

digunakan oleh wanita hamil, begitu pula fenoterol dan

heksoprenalin setelah minggu ke-16. salbutamol. Terbutalin,

dan salmeterol mencapai air susu ibu. Dari obat lainnya belum

terdapat cukup data untuk menilai keamanannya; pada

binatang percobaan, salmoterol ternyata merugikan janin .

Obat-obat adrenergik yang sering digunakan sebagai

bronchodilator salah satunya :

Adrenalin epinefrin Lidonest 2%.

Zat adrenergik ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator

terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan

asma yang hebat. Sering kali senyawa ini dikombinasi dengan

tranquillizer peroral guna melawan rasa takut dan cemas yang menyertai

serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif.

Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala)

dan terhadap jantung palpitasi, aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi.

Timbul pula hyperglikemia, karena efek antidiabetika oral diperlemah.

Dosis pada serangan asma i.v. 0,3 ml dari larutan 1 : 1.000 yang

dapat diulang dua kali setiap 20 meter (tartrat)

a. Agonis B2

o KERJA mempunyai efek bronkodilatasi , dengan cara :

- relaksasi otot polos bronkus

- menurunkan permeabilitas kapiler

- mencegah pelepasan mediator dari sel mast / basofil

o LAMA KERJA

Page 7: Rio Kgd Lbm2

- Umumnya 4-6 jam (terbutalin, salbutamol, feneterol)

- Ada yang lebih dari 12 jam (agonis B2 long acting),

misalnya : salmaterol, fometerol, bambuterol, dll.

o Pemakaian secara reguler sebaiknya dibatasi dan hanya

diberikan pada asma bronchial kronik berat yang tidak

dapat lepas bronkodilator. Dianjurkan pemberian agonis

B2 hanya berdasarkan kebutuhan.

Kortikosteroid

o KERJA

- Menghambat metabolisme asam arakidonat, sehingga

mempengaruhi produksi leukotrien dan PG

- Mengurangi kebocoran mikrovaskuler

- Mencegah migrasi langsung sel-sel inflamasi

- Menghambat produksi cytokines

- Menghambat Kepekaan reseptor beta pada otot polos

bronkus

Kortikosteroid adalah salah satu obat antiinflamasi yang poten

dan banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma. Obat ini

diberikan baik yang bekerja secara topikal maupun secara sistemik.

Kortikosteroid mengurangi jumlah sel inflamasi di saluran napas,

termasuk eosinofil, limfosit T, sel mast dan sel dendritik. Efek ini

dicapai dengan menghambat penarikan sel inflamasi ke saluran napas

dan menghambat keberadaan sel inflamasi di saluran napas. Oleh

karena itu, kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi spektrum

luas, sehingga berdampak pada berkurangnya aktivasi inflamasi,

stabilisasi kebocoran vaskular, penurunan produksi mukus dan

peningkatan respon -adrenergik (Ikawati, 2006).Mekanisme kerjaβ

kortikosteroid pada asma belum diketahui dengan pasti. Salah satu

teori mengemukakan bahwa kortikosteroid dapat membentuk

makrokortin dan lipomodulin yang bekerja menghambat fosfolipase

Page 8: Rio Kgd Lbm2

A2 membentuk leukotrien, prostaglandin, tromboksan, dan metabolit

asam arakidonat lain. Mekanisme kerja steroid yang lain adalah

menghalangi pembentukan mediator oleh inflamasi, menghalangi

pelepasan mediator dan menghalangi respon yang timbul akibat

lepasnya mediatur.

Pada asma kronik, kortikosteroid inhalasi digunakan dalam

dosis yang rendah untuk menangani asma yang ringan dan sedang

dan dengan dosis yang lebih tinggi (lebih dari 800 mikrogram/hari

pada orang dewasa) untuk asma yang lebih berat. Kortikosteroid juga

mengendalikan inflamasi yang mendasari dan dengan demikian dapat

mengurangi keparahan dan frekuensi dari serangan akut. Dosis dapat

ditingkatkan untuk sementara waktu agar dapat memberikan

proteksi tambahan pada saat resiko meningkat, seperti pada waktu

terjadi selesma.

Pada asma akut, pemberian dini kortikosteroid oral dapat

mencegah terjadinya progresifitas dari eksaserbasi dan menurunkan

kebutuhan akan opname, serta menurunkan morbiditas (kesakitan).

Pada dosis yang tinggi kortikosteroid sangat bermanfaat untuk

mengobati eksaserbasi akut yang berat. Pada asma kronik,

kortikosteroid mungkin diperlukan untuk digunakan dalam jangka

lama dengan dosis rendah untuk menangani asma yang sangat berat.

Obat kortikosteroid sistemik diberikan bila obat inhalasi masih

kurang efektif dalam mengontrol asma serta saat terjadi seragan

asma yang berat.

Pemberian kortikosteroid selama 5-7 hari dapat digunakan

sebagai terapi maksimal untuk mengontrol gejala asma. Pemberian

demikian dilakukan pada permulaan terapi jangka panjang maupun

sebabai terapi awal pada asma yang tidak terkontrol.

Pemberian kortikosteroid jangka panjang diperlukan untuk

mengontrol asma persisten berat, tetapi pemberian itu terbatas

karena resiko terhadap efek samping. Pemberian kortikosteroid

secara inhalasi jangka lama selalu lebih baik daripada pemberian

secara oral maupun parenteral.

Page 9: Rio Kgd Lbm2

Pemberian kortikosteroid oral untuk jangka lama harus

diperhatikan tentang kemungkinan timbulnya efek samping.

Pemakaian kortikosteroid jangka panjang secara oral lebih baik

daripada parenteral. Preparat oral golongan steroid yang bersifat

short acting seperti prednison, prednisolon dan metilprednisolon

lebih baik karena efek minerlokortikoidya minimal, masa kerja

pendek sehingga efek samping lebih sedikit dan efeknya terbatas

pada otot. Bila memungkinkan prednison oral jangka lama diberikan

selang sehari pada pagi hari untuk mengurangi efek samping, tetapi

kadang-kadang penderita asma berat membutuhkan obat tiap hari

bahkan dua kali sehari.

Penggunaan kortikosteroid dalam jangka lama akan dapat

menimbulkan efek samping akibat khasiat glukokortikoid maupun

khasiat mineralokortikoid. Efek samping glukokortikoid meliputi

diabetes dan osteoporosis yang terutama berbahaya bagi usia lanjut.

Pemberian dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis vaskular,

Sindrom Cushing yang sifatnya riversibel, gangguan mental, euforia

dan miopati. Pada anak kortikosteroid dapat menimbulkan gangguan

pertumbuhan, sedangkan pada wanita hamil dapat mempengaruhi

pertumbuhan adrenal janin. Efek samping mineralokortikoid adalah

hipertensi, retensi Na dan cairan, dan hipokalemia.

Dengan efek samping yang demikian, penggunaan

kortikosteroid harus benar-benar dipertimbangkan. Beberapa prinsip

penggunaan kortikosteroid yaitu :

1) Digunakan dosis efektif terkecil, terutama jika diperlukan untuk

jangka panjang

2) Digunakan lebih singkat lebih aman

3) Diberikan pengobatan berselang, pemberian demikian dapat

dipertahankan bertahun-tahun

4) Tidak boleh diberikan dosis tinggi lebih dari 1 bulan

5) Dosis diturunkan secara bertahap dalam beberapa minggu atau

bulan tergantung besarnya dosis dan lamanya terapi

6) Penggunaan injeksi sebaiknya dihindari

Page 10: Rio Kgd Lbm2

7) Dosis dapat dinaikkan 2-3 kali lipat dalam keadaan stres dosis

8) Digunakan hati-hati pada pasien lanjut usia, gizi buruk, anak-anak,

diabetes

9) Asupan garam dikurangi.

Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas

biologis yang menonjol darinya, yakni glukokortikoid (contohnya kortisol) yang

berperan mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, juga

bersifat anti inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat

pula menurunkan kinerja eosinofil. Kelompok lain dari kortikosteroid adalah

mineralokortikoid (contohnya aldosteron), yang berfungsi mengatur kadar

elektrolit dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal. Beberapa

kortikosteroid menunjukkan kedua jenis aktivitas tersebut dalam beberapa

derajat, dan lainnya hanya mengeluarkan satu jenis efek.

Pengaruh kortikosteroid yang terpenting pada manusia adalah

penghambatan akumulasi makrofag dan netrofil di tempat radang.

Selain itu kortikosteroid juga menyebabkan berkurangnya aktifitas

makrofag baik yang beredar dalam darah (monosit) maupun yang

Obat Dosis dewasa Dosis anak

Beklometason

dipropionat

200 mcg 2x sehari atau

100 mcg 3-9x sehari

(pada kondisi berat dosis

awal 600-800 mcg

sehari)

50-100 mcg 2-4x sehari

atau 100-200 mcg 2x

sehari

Budesonide 200 mcg 2x sehari, asma ringan : 200 mcg sehari, asma berat : sampai 800 mcg/hari

200-800 mcg seharidalam dosis terbagi

(asma berat : 800 mcg)

Flutikason 100-250 mcg 2x sehari,

dapat dinaikkan sampai

1 mg 2x sehari

4-16 tahun : 50-100 mcg

2x sehari

Page 11: Rio Kgd Lbm2

terfiksir dalam jaringan (sel Kupffer). Pengaruh tersebut diperkirakan

akibat penghambatan kerja faktor-faktor limfokin yang dilepaskan

oleh sel-T sensitif pada makrofag, karena tempat kerja kortikosteroid

diperkirakan pada membran makrofag. Penghambatan akumulasi

netrofil di tempat radang adalah akibat kerja kortikosteroid

mengurangi daya lekat netrofil pada dinding endotel pembuluh

darah, bukan akibat penghambatan kemotaksis yang hanya dapat

dihambat oleh kortikosteroid pada kadar suprafarmakologik.

Kortikosteroid mempunyai pengaruh terhadap aktifitas

biologik komplemen. Pengaruh tersebut berupa penghambatan

fiksasi C3b terhadap reseptornya pada fagosit mononuklear, dan

penghambatan pengaruh C3a, C5a dan C567 pada lekosit PMN.

Pengaruh non-spesifik ini hanya terjadi pada pemberian

kortikosteroid dosis tinggi. Hal ini telah dibuktikan secara invitro

dengan pemberian metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb. Intravena

atau secara invivo dengan hidrokortison dosis 120 mg/kgbb

intravena.

7. Apa saja indikasi pemberian O2 dan berapakah dosisnya ?

Indikasi terapi O2 akut jangka pendek

a. Indikasi yang sudah direkomendasi

Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg ; SaO2 < 90 %)

Henti jantung dan henti nafas

Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)

Curah jantungyang rendah dan asidosis metabolic

(bikarbonat < 18 mmol/L)

respiratory distress (RR > 24/menit)

b. Indikasi yang masih dipertanyakan

Infark miokard tanpa komplikasi

Sesak nafas tanpa hpoksemia

Krisis sel sabit

Angina

Page 12: Rio Kgd Lbm2

Indikasi terapi O2 jangka panjang

a. Secara kontinyu

PaO2 istirahat </= 55 mmHg atau SaO2 </= 88%

PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau SaO2 89%, pada salah satu

keadaan :

- Edema yang disebabkan oleh CHF

- Gelombang P > 3 mm pada lead II, III, aVF

Eritrositemia (hematokrit > 56%)

PaO2 > 59 mmHg atau SaO2 >89%

b. Secara tidak kontinyu

Selama latihan : PaO2 </= 55 mmHg atau SaO2 </= 88%

Selama tidur : PaO2 </= 55 mmHg atau SaO2 </= 88%,

dengan komplikasi :seperti hipertensi pulmoner, somnolen

dan aritmia.

Indikasi terapi oksigen jangka panjang pada PPOK

Indikasi Pencapaian terapi

PaO2 </= 55 mmHg atau SaO2 </=

88%

PaO2 >/= 60 mmHg atau SaO2

>/= 90%

Dosis oksigen sebaiknya

disesuaikan saat tidur dan latihan

Pasien dengan kor pulmonal

PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau

SaO2 89%

Adanya P pulmonal pada EKG,

hemtokrit > 55% dan gagal

jantung kongestif

PaO2 >/= 60 mmHg atau SaO2

>/= 90%

Dosis oksigen sebaiknya

disesuaikan saat tidur dan latihan

Indikasi khusus

Nocturnal Hypoxemia

Dosis oksigen sebaiknya

disesuaikan saat tidur dan latihan

Tidak ada hipoksemia saat istirahat,

tetapi saturasi menurun selama

Dosis oksigen sebaiknya

disesuaikan saat tidur dan latihan

Page 13: Rio Kgd Lbm2

latihan atau tidur

Kontraindikasi :

a. Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan

keluhan utama dispneu, tetapi pao2 lebih atau sama dengan 60

mmhg dan tidak mempunyai hipoksia kronik

b. Pasien yang meneruskan merokok, karena kemungkinan

prognosisnya buruk dan adapat meningkatkan resiko kebakaran

c. Pasien yang tidak menerima terapi adekuat.

8. Apa hubungan RPD asma dengan hipertensi ?

Penggunaan steroid oral jangka lama dapat meningkatkan tekanan

darah.

Ada beberapa obat antihipertensi yang dapat memperburuk asma :

Obat beta blocker dapat menimbulkan serangan asma

Obat inhibitor ACE dapat meninggikan hiper aktivitas

bronkus

Anjuran

Pada penderita hipertensi dan menderita asma bronchial jangan

diberikan beta blocker dalam pengobatan hipertensinya

Pada penderita hipertensi dan menderita asma, bila diberikan obat

anti hipertensi dengan inhibitor ACE perlu monitor ketat

kemungkinan terjadinya serangan asma

Pada asma berat dan status asmatikus, pemberian steroid sistemik

intravena dapat diberikan untuk waktu yang singkat, selanjutnya

dianjurkan menggunakan steroid inhaler.

9. Bagaimana mekanisme sesak nafas ? asma

Berdasarkan teori yang ada diketahui bahwa serangan asma

(bronkokonstriksi) terjadi akibat :

a. Proses imunologik

b. Gangguan keseimbangan saraf otonom

c. Proses inflamasi bronkus

Page 14: Rio Kgd Lbm2

a) Proses imunologik

Hipersensitifitas tipe I

- Fase sensitisasi :

melekat

- Fase alergi :

Menimbulkan reaksi

melekat

mediator kimiawi

1. Spasme bronkus

2. Peningkatan permeabilitas PD penyempitan

saluran nafas SESAK NAFAS

3. Sekresi mukus berlebih

Sel mast / basofil

Alergen + Ig E

Sel mast / basofil Granula (sitoplasma)Alergen + Ig E

Proses Degranulasi

Histamin,Serotonin,SRSA, ECFA,Bradikinin,NCFA,dsb

Alergen (masuk)

Page 15: Rio Kgd Lbm2

Hipersensitifitas tipe III

Timbul reaksi setelah 4-6 jam sesudah terpapar alergen

Alergen masuk aktifkan

Reaksi anfilatoksin sel mast

degranulasi mediator

Pelepasan mediator kimiawi dari granul dalam sitoplasma

dipengaruhi oleh :

- Kadar cAMP

- Kadar cGMP

- Rasio cGMP/cAMP

a. Siklik AMP

Ikatan allergen-IgE dipermukaan sel mast/basofil

mengaktifkan enzim adenil siklase ATP cAMP cAMP

difusi ke dalam sitoplasma sel mast/basofil cAMP diubah

menjadi 5-AMP oleh enzim fosfodiesterase fungsi cAMP

hilang.

Fungsi cAMP terhadap sel otot polos bronchus adalah

mengaktifkan mekanisme yang mencegah kontraksi sel-sel otot

polos tersebut atau mempertahankan mekanisme yang

menimbulkan relaksasi sel-sel otot polos bronchus.

b. Siklik GMP

ASMA BRONKIAL

System komplemen (C3a & C5a)

Alergen + Ig G / Ig M

Page 16: Rio Kgd Lbm2

Mekanisme pembentukan cGMP belum jelas, diperkirakan

seperti cAMP , fungsi cGMP berlawanan terhadap aksi cAMP, dan

dalam keadaan normal kekuatan keduanya berimbang.

Di dalam sel, kadar cGMP yang tinggi akan merangsang

pelepasan mediator kimiawi (dari granul sitoplasma), sedangkan

kadar cAMP yang tinggi dapat menghambat pelepasan mediator

kimiawi tadi.

b) Gangguan keseimbangan saraf otonom

Sistem kolinergik dan adrenergic alfa menyebabkan kontraksi

otot polos bronkus, sedangkan adrenergic beta menyebabkan

relaksasi otot polos tersebut.

Pada penderita asma bronchial, reaksi adrenergic alfa

berlebihan, demikian pula sistem kolinergik, sedangkan adrenergic

beta mengalami blokade.

Reseptor adrenergic beta pada bronkus adalah reseptor

adrenergic beta 2. Rangsangan pada reseptor tersebut akan

mengaktifkan enzim adenilsiklase yang menyebabkan pembentukan

cAMP dari ATP. cAMP pada otot polos bronkus akan menyebabkan

relaksasi, dan menghambat pelepasan mediator. Enzim

fosfodiesterase mengubahnya menjadi 5 AMP, sehingga efek cAMP

terkurangi.

Pada penderita asma bronchial, reseptor adrenergic beta

mengalami hipofungsi sehingga cAMP tidak tersedia dalam jumlah

cukup, sehingga menyebabkan lumen bronchus tidak dapat

dipertahankan terbuka dengan memadai.

Pada penderita asma juga ditemukan peningkatan aktifitas

parasimpatis, karena sensitivitas reseptornya meningkat.

Perangsangan kolinergik mengaktifkan enzim guanil siklase dan

menyebabkan pembentukan cGMP dari GTP. cGMP ini mempunyai

Page 17: Rio Kgd Lbm2

efek kebalikan dari cAMP , yaitu menimbulkan kontraksi otot polos,

dan pelepasa mediator kimiawi.

c) Proses inflamasi bronkus

Mukosa bronkus edem dan mucus yang mengandung eosinofil.

PATOFISIOLOGI

1. Bronchospasme

2. Sekresi mucus intraluminal bronkus, lengket

3. Edema mukosa bronkus

4. Proses inflamasi

10.Apa saja etiologi sesak nafas ? asma

Hiper-iritabilitas non-spesifik saluran tracheobronkial. Hipotesis

yang paling terkenal saat ini adlah peradangan jalan nafas. Setelah

pajanan terhadap rangsang awal, mediator yang mengandung sel seperti

sel mast, basofil dan makrofag dapat diaktifkan untuk melepaskan

beragam senyawa peradanganyang menghasilkan efek langsung terhadap

otot polos jalan nafas dan permeabilitas kapiler, sehingga

membangkitkan reaksi setempat yang kuat kemudian dapat diikuti oleh

reaksi yang lebih kronik. Reaksi yang terakhir dapat disebabkan akibat

pelepasanfaktor kemotaktik yang mebutuhkan elemen seluler pada

tempat terjadinya luka.

Rangsangan yang berinteraksi dengan respon jalan napas

danmembangkitkan episode akut asma dapat dikelompokkan menjadi :

Alergen

Asma akibat alergi bergantung pada respon IgE yang dikendalikan

oleh limfosit T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen

dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast.

Page 18: Rio Kgd Lbm2

Antigen diinhalasi interaksi antibody-antigen pada permukaan

sel mast di epitel (antigen yang sangat kecil menembus pertahanan

paru) pembentukan dan pelepasan mediator hipersentivitas

cepat mediator melepaskan : histamin, bradikinin, leukotrien

(C, D , E), factor pengaktif trombosit, PGE2, PGF2-alfa dan PGD2,

tromboksan A2 reaksi radang kuat bronkokontriksi, kongesti

vaskuler dan pembentukan edema.

* Leukotrien produksi mucus yang meningkat dan gangguan

penghantaran mukosiliar

Kemudian kaktor kemotaktik berkembang membawa eosinofil,

trombosit, leukosit ke tempat reaksi.

Eosinofil bila diaktifkan, dapat menghasilkan leukotrien C4 dan

factor pengaktif trombosit menyempitkan jalan nafas dan

edema, juga dapat menyebabkan sel mast melepas histamin dan

factor kemotaktik yang dapat menyusun siklus penahan diri sendiri

yaitu sel efektor sekunder tambahan termasuk lebih banyak

eosinofil akan dibawa ke tempat reaksi.

Degranulasi eosinofil dapat melepaskan protein dasar utama dan

protein kationik eosinofil ke dalam jalan nafas, jadi menyebabkan

silia berhenti memukul dan mengganggu kesatuan mukosa dengan

pengelupasan sel ke dalam lumen bronkus (badan Creola).

Farmakologik

Pasien yang sensitive terhadap aspirin dapat disensitisasi

dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk

terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-

inflamasi non-steroid lain. Mekanisme dengan aspirin dan obat

lain dapat menyebabkan bronkospasme tidak diketahui, tetapi

mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang

diinduksi secara khusus oleh leukotrien. Hipersensitivitas tipe

cepat kelihatannya tidak terbentuk.

Lingkungan dan polusi udara

Page 19: Rio Kgd Lbm2

Perkerjaan

Infeksi

Exercise

Stress emosional

Sesak nafas oleh karena obstruksi saluran nafas, biasanya disertai

wheezing atai stridor.

Sesak nafas karena gangguan inflasi paru (gangguan retriksi), misalnya

:

a. Gangguan dinding dada, seperti :

Gangguan neuromuskular : polineuritis, poliomelitis, miastenia

gravis.

Gangguan rangka dinding dada : deformitas dinding dada dan

ankilosing spondilitis.

b. Penyebab dari pleura : efusi pleura, fibrosis pleura, dan

pneumotorax

c. Penyebab dari paru, setiap keadaan yang mengurangi lung

compliance (Fibrosis, tumor, pneumonia, edema paru, dan

ateletaksis)

Sesak nafas juga dapat disebabkan oleh gagal jantung kiri, anemia,

gangguan metabolik (Uremia dan ketoasidosis diabetik), dan oleh

faktor emosional (Sindrom hiperventilasi)

11.Apa yang dimaksud dengan kegawatan asma ?

12.Sebutkan tingkatan kegawatan asma !

Berdasarkan tingkat kegawatan asma maka asma dapat dibagi menjadi 3

tingkatan, yakni:

a. Asma bronkiale

Yakni suatu bronkospasme yang sifatnya reversible denga latar

belakang alergik 

b. Status asmatikus

Page 20: Rio Kgd Lbm2

Yakni suatu asma yang sukar disembuhkan dengan obat ± obat

konvensional

c. Asmatikus emergency

Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

Kriteria yang dipergunakan untuk menentukan tingkat kegawatan asma

adalah sebagai berikut :

Bila asma dengan kegagalan pernafasan (respiratory failure)

Bila terdapat komplikasi berupa hipoksia serebri atau gangguan

hemodinamik maupun gangguan pada cairan tubuh dan elektrolit.

Interval dari beberapa serangan. Makin pendek intervalnya, makin

tinggi nilai kegawatannya.

Derajat serangan asma.

Lebih lama serangannya, makin tinggi nilai kegawatannya. 

Intensitas. Makin tinggi intensitas serangan yang ditandai dengan

makin rendahnya nilai FEV1, makin tinggi nilai kegawatannya.

Bila terdapat komplikasi infeksi.

Bila asma tidak dapat memberikan respon terhadap obat ± obat

konvensional.

Tingkat kegawatan asma dapat menyebabkan keadaan yang fatal dimana

dapat ditentukan oleh factor- faktor sebagai berikut :

Episode serangan terjadi dalam interval yang pendek 

Vital capacity kurang dari 1 liter 

Oksigen yang berkurang di serebral sehingga mengakibatkan

penurunan kesadaran

Peningkatan CO2 dalam darah dan ditandai pulda dengan

terjadinya sianosis

Mulai terjadi iskemik otot jantung 

Terdapatnya komplikasi pneumotoraks dan pneumomediastinum

Terjadinya penurunan pH darah

13.Apakah syok anafilaksis itu dan bagaimana patofisiologinya ?

Page 21: Rio Kgd Lbm2

Yang dimaksud dengan syok anafilaksis adalah syok yang terjadi secara

akut yang disebabkan oleh reaksi alergi. Syok ini terjadi dalam masa 60

menit setelah pemberian antigen dan menyebabkan kegagalan sirkulasi

dan respirasi.

Syok ini dibagi menjadi 2 tipe :

a. Tipe I atau anafilaksis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif.

Secara serologis terdapatnya antigen, antibody IgE dan terdapatnya

mediator yang dibebaskan oleh sel mast ataupun basofil. Mediator

berupa granula yang terdapat dalam sel mast atau dibentuk sesudah

masuknya antigen. Yang bertindak sebagai mediator adalah histamin,

PGD2, leukotrien, yang meliputi C4, D4 dan E4, platelet-activating

factor, tiptase, simase, heparin, vasodilator sitokin, TNF da kondrotin

sulfat. Factor mediator ini menyebabkan permeabilitas kapiler

bertambah, dilatasi pembuluh sistemik, vasokonstriksi pulmoner,

bronkokonstriksi, aritmi dan negatif inotropik.

b. Tipe II atau reaksi anafilaktoid, sama dengan rekasi anfilaksis akan

tetapi tida terdapat antibogi IgE, Syok anafilaktik seperti ini

disebabkan oleh kontras media, NSAID, atau aspirin.

Terapi :

Lindungi ABC dengan inhalasi epinefrin 2,25% 0,5 cc dalam NaCl

0,9%. Pertimbangkan intubasi atau krikotiroidektomi. Yang

diberikan SC, IM atau IV 0,3-0,5 cc (0,3-0,5 mg dalam pengencer

1:1000). Pemberian subkutan diberikan setiap 10-2o menit.

Pemberian IV terutama untuk mengatasi edema laring,

bronkospasme dan anafilaktik vasodilatasi untuk mengatasi

hipotensi. Dapat pula diberikan 1 cc (0,1 mg) dalam larutan 10 cc

NaCl 0,9% intravena secara perlahan > 5 menit. Dosis dapat

diulangi sekali atau 2 kali tiap 10 menit.

Untuk pasien-pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, DM,

tiroid, aterosklerosis serebral, dapat diberikan setengah dosis dan

harus dievaluasi, kemungkinan terjadinya hipertensi.

Page 22: Rio Kgd Lbm2

Bila terjadi brokospasme dapat diberikan albuterol 2,5 mg dalam

NaCl 3 cc nebulizer tiap 20 menit atau aminofilin 6 mg/kg BB

dalam waktu 20-30 menit yang diikuti dengan infus kontinu 0,7

mg/jam dalam larutan yang sama.

Pada pasien dengan keluhan anafilaksis yang ringan harus

diobservasi selama 3-8 jam dan diberikan difenhidramin 25-50 mg

oral dalam masa 6-8 jam sampai beberapa hari.,

One of the most frightening causes of shock is the patient in

anaphylaxis where the airway is obstructing, ventilation is

compromised with bronchospasm, and the blood pressure is low.

Treatment should be aggressive and proactive.the airway is at risk in

anaphylaxis due to angiodema, tongue or laryngeal edema. Patients

with anaphylaxis are likely to be among the most challenging with

regard to airway management. These patients can rapidly deteriorate

and become “can’t intubate, can’t ventilate” airway disasters. In

rapidly advancing airway obstruction, early intubation is advised. In

these patients because difficulties with standard intubation

techniques, a surgical airway may be needed. Patients with

bronchospasm should receive aggressive treatment with beta-agonist

aerosol or epinephrine. Systemic vasodilatation causes hypotension

and aggressive fluid rescuscitation is needed using crystalloids.

Treatment includes :

- Removal of any known antigen

- Early administration of epinephrine

- Beta-agonist aerosol

- H1 and H2 histamin receptors blockade

- Steroids.

Page 23: Rio Kgd Lbm2

14.Apa saja DD dari kedaruratan asma (sesak nafas) ?

Asma kardialSuatu penyakit yang gambaran kliniknya mirip asma

bronchial adalah asma kardial Suatu gambaran klinik ditandai ; sesak nafas (sesudah

aktivitas), wheezing dan dahak yang banyak, suatu serangan asma kardial, sbg akibat hipertensi vena pulmonal

Penyebab : kelainan anatomik/ fungsional ventrikel kiri/ katub mitral (MI/MS)

Kelainan fisik : - Dilatasi jantung (kiri)- Adanya bising jantung- Tanda2 gagal jantung (edema, hepatosplenomegali,

ronchi basah halus di basis kedua paru, kongesti paru (Rontgen foto dada)

Usaha perbaikan dengan :a. Diuretic dan digitalis, dan obat lainnyab. Aminofilin dapat menolongc. Adrenalin kontraindikasi fatal

Membedakan dengan asma kardial :1. Anamnesis riwayat kumat sesak nafas2. Kelainan fisik :

a. Fisik paru : sama, kecuali pada asma kardial terdapat pada edema paru

b. Fisik jantung : Asma bronkisl tidak ada kelainan jantung Asma kardial ditemukan kelainan jantung

(bising jantung, dsb) mungin ada edema, hepatosplenomegali

Page 24: Rio Kgd Lbm2

3. Roentgen foto dada :a. Asma bronchial : hiperinflasi, komplikasi parub. Asma kardial : LVH, kongesti paru, Kerly B Line

4. Laboratorium :a. Sputum :

Asma kardial : heart failure cell (sel cela jantung)

Asma kardial : eosinofil menyolok, spiral charcot-leyden, spiral curshman

b. Waktu sirkulasi : Asma bronchial : waktu lengan-paru : normal

Waktu lengan-lidah : normal Asma kardial : waktu lengan paru : normal

Waktu lengan-lidah : memanjang

Tromboemboli paruPenyumbatan mekanik saluran nafas : tumor laring, pembengkakan kelenjar limfe, benda asing, trauma, dsbPPOK

15.Bagaimana pengelolaan kegawatan asma ?

Status asmtikus adalah suatu serangan asma yang berat,

berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberi

perbaikan pada pengobatan yang lazim (pengobatan awal).

Status asmatikus merupakan kedaruratan medik yang dapat berakibat

kematian, oleh karena itu :

a. Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi dengan cara yang

tepat dan diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan

jalan nafas.

b. Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-

faktor yang merangsang timbulnya serangan.

Gejala dan tanda :

Page 25: Rio Kgd Lbm2

a. Ekspirasi dengan wheezing

b. Sesak nafas berat

c. Batuk disertai sputum kental dan susah dikeluarkan

d. Gelisah, bernafas menggunakan otot tambahan, sianosis sentral,

takikardi

e. Pulsus paradoksus

f. Ekspirasi memanjang

g. Pemeriksaan lab sputum dan darah terdapat eosinofil, khususnya

pada asma alergik

Prinsip penatalaksanaan :

1. Diagnosis status asmatikus

Faktor penting yang harus diperhatikan :

a. Beratnya serangan

b. Obat dan dosis yang telah diberikan

2. Pemberian bronchodilator

3. Penilaian terhadap perbaikan serangan

4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid

5. Setelah serangan mereda :

a. Cari factor penyebab

b. Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

Obat-obat untuk status asmatikus :

o BRONCHODILATOR

- Diberikan secara inhalasi atau parenteral

- Obat-obat brochodilator simpatomimetik dapat menyebabkan

tachicardi, dan berbahaya bagi penderita hipertensi

- Diberikan secara perlahan-lahan.

- Pada pemberian dengan aerosol, kerja nya akan lebih cepat dan

efek samping sistemiknya kecil.

Page 26: Rio Kgd Lbm2

Nama Dosis dewasa Dosis anak Cara

Adrenalin

(1 mg/ml)

0,1-0,5 mg

0,1-0,2 mg

(dengan pengenceran)

0,1 mg/kg BB SK

IV

Diulang tiap

30 menit, 2-3

kali

Isoprenalin

(0,2 mg/ml)

20-100 ug

(perlahan-lahan)

0,1 ug/kg BB IV

Etilnoradrenalin

(2 mg/ml)

2 mg 0,2-1 mg SK

Terbutalin

(0,5 mg/ml; 0,1

mg/ml)

0,25 mg 5 ug/kg BB SK

Aminofilin

(0,25 g/10 ml)

5,6 mg/kg BB

dilanjutkan dengan 0,9

mg/kg/BB/jam

Seperti pada

dewasa

IV

Jika tidk

diberikan

perlahan,

akan

menyebabkan

tekanan

darah turun

o KORTIKOSTEROID

Jika pemberian obat bronchodilator tidak menunjukkan

hasil, dilanjutkan dengan kortikosteroid.

200 mg hidrokortison atau 3-4 mg/kg BB, diberikan secara

intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang tiap 2-4 jam

secara parenteral samapi serangan akut terkontrol, dengan diikuti

pemberian 30-60 mg prednisone atau dengan dosis 1-2

mg/kg/BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis

dikurangi secara bertahap.

Page 27: Rio Kgd Lbm2

o OKSIGENASI

Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4

liter/menit, dan dialirkan melalui air untuk memberikan

kelembaban.

o OBAT EKSPEKTORAN, REHIDRASI, ANTIBIOTIK

Jika pasien mempunyai infeksi saluran nafas, harus segera

diberikan antibiotik. Dehidarasi dapat timbul pada status

asmatikus karena kerja pernafasan meningkat, prinsip rehidrasi

harus terlaksana dalam 2 jam.

PENATALAKSANAAN ASMA AKUT BERAT (STATUS ASMATIKUS)

Menilai beratnya asma

Menetukan beratnya serangan asma merupakan langkah pertama

pengobatan. Harus dibedakan berat/ringannya asma, dengan

derajat beratnya serangan asma akut. Menurut GINA (Global

Initiative for Asthma), klasifikasi beratnya asma dapat dibagi

menjadi 4 golongan yaitu asma ringan intermitten, asma persisten

ringan, sedang dan berat. Meskipun pengelolaan serangan asma

sebaiknya di RS, tetapi ada pendapat bahwa strategi pengobatan

serangan asma yang terbaik adalah pengobatan dini, oleh karena

itu pengobatan dimulai sejak di rumah.

Penatalaksanaan asma akut berat di rumah sakit

Penilaian asma akut berat

1. Potensial mengancam jiwa

Gejala dan tanda

- bising mengi dan sesak nafas meningkat sehingga pasien tidak

dapat menyelesaikan kalimat dalam satu pernafasan atau tidak

dapat berdiri dari kursi / tempat tidur

Page 28: Rio Kgd Lbm2

- frekuensi pernafasan > 25 kali/menit

- frekuensi jantung menetap > 110 kali / menit

- Arus Puncak Ekspirasi (APE) < 40 % nilai prediksi atau nilai

tertinggi yang pernah dicapai penderita bila diketahui (< 120 l/m

bila hasil terbaik tidak diketahui)

- Tekanan darah turun 10 mmHg waktu inspirasi (pulsus

paradoksus)

2. Sudah mengancam jiwa

a. Gejala dan tanda

Silent chest

Sianosis

Bradikardi

Kelelahan, gelisah, atau penurunan kesadaran

b. Tekanan gas darah

PaCO2 normal atau meningkat pada pasien asma dengan

sesak nafas

Hipoksia berat : Pa02 < 60 mmHg

Nilai pH rendah

Penatalaksanaan

o Penatalaksanaan segera

- Berikan oksigen konsentrasi tinggi 4-6 Vm, maksimal 8 L/m.

Retensi CO2 tidak akan bertambah dengan pemberian oksigen

pada pasien asma akut berat

- Berikan inhalasi B2 agonis dosis tinggi salbutamol 2,5-5 mg atau

terbutalin 5-10 mg dengan nebuliser bersama oksigen. Bila

nebuliser tidak tersedia gunakan inhaler dosis terukur dengan

nebuhaler (2-5 mg, 20-50 semprot, 2-4 semprotan tiap hisap)

- Berikan dengan segera steroid sistemik dosis tinggi Prednisolon

30-60 mg atau Hidrocortisone 200 mg atau keduanya secara

intravena. Bila menggunakan long acting steroid

Page 29: Rio Kgd Lbm2

(Dexamethasone) berikan hari ke 1-2 selama 24 jam pertama

selanjutnya dengan oral steroid (Prednison atau Prednisolon)

- Bronkodilator intravena. Berikan Aminofilin intravena (250 mg

dalam 30 menit) atau B2 agonis (salbutamol 200 ug atau

terbutalin 250 ug dalam 10 menit). B2 agonis didahulukan bila

sebelumnya pasien telah mendapat teofilin oral (diencerkan

dalam 15% 20 mg)

- Suntikan S.C atau i.m 200 mg.

o Penatalaksanaan lanjutan

1. Pasien harus didampingi dokter atau perawat minimal

selama 15 menit sampai timbul perbaikan yang nyata

2. Pemberian oksigen dilanjutkan 2-4 lt/menit

3. Lanjutkan pemberian steroid dosis tinggi. Prednisolon oral

30-60 mg/hari atau Hidrokortison 200 mg IV tiap 6 jam

pada pasien berat/muntah dalam 24 jam berikut

4. Bila kondisi pasien membaik, lanjutkan pemberian B2

agonis nebulasi tiap 4 jam

5. Bila tidak membaik setelah 15-30 menit, ulangi nebulasi

dengan menambah Ipratropium bromide 0,5 mg

6. Bila perbaikan belum terlihat pertimbangkan pemberian

Aminofilin atau B2 agonis parenteral.

a. Infus Amonifilin 0,5-0,9 mg/kg/jam

Bila berat badan tidak diketahui :

Kecil : 600-1000 mg/24 jam

Sedang : 900-1500 mg/24 jam

Besar : 110-1900 mg/24 jam

Dosis rendah diberikan pada pasien dengan :

- Gangguan liver

- Gagal jantung

- Mendapat cimetidin, ciprofloxacin dan eritromisin

b. Infus salbutamol atau terbutalin

Page 30: Rio Kgd Lbm2

12,5 ug/menit (3-20 ug/menit) kecepatan infus

disesuaikan dengan respon APE dan denyut jantung

Pemantauan pengobatan

1. Ulangi pemeriksaan APE 15-30 menit setelah pengobatan dimulai.

Catat hasil APE sebelum dan sesudah pemberian B2 agonis dengan

nebulasi minimal 4 kali sehari selama pasien dirawat sampai ada

perbaikan selanjutnya 2x / hari, pagi dan malam.

2. Ulangi pemeriksaan AGDA bila :

a. PaO2 awal < 60 mmHg, kecuali saturasi O2 > 90 %

b. PaCO2 awal normal atau meninggi

c. Kondisi pasien memburuk

Ulangi lagi pemeriksaan bila kondisi pasien tidak membaik dalam

4-6 jam.

3. Ukur dan catat frekuensi jantung

4. Ukur kadar Aminofilin serum bila infus Aminofilin dilanjutkan

lebih dari 24 jam

5. Ukur kadar kalium darah dan kadar gula darah

Catatan :

- Obat sedatif merupakan kontra indikasi mutlak kecuali ICU

- Antibiotik diberikan bila ada tanda-tanda infeksi bakteri yang

jelas seperti kuman, riak purulent dan leukositosis

- Fisioterapi dengan perkusi merupakan kontra indikasi

Indikasi masuk ICU :

1. Hipoksia PaCO2 < 60 mmHg dengan pemberian O2 60 %

2. Hiperkapnia PaCO2 > 50 mmHg yang tidak menurun setelah 4-6

jam

3. Terdapat tanda-tanda kelelahan

4. Gelisah

Page 31: Rio Kgd Lbm2

5. Penurunan kesadaran

6. Henti nafas

KRITERIA PENDERITA DIRAWAT di ICU

1. Tidak ada respon terhadap pengobatan awal

2. Kesadaran menurun, gelisah, mengantuk

3. Adanya ancaman gagal nafas : hipoksemi walaupun telah diberikan

O2

TANDA BAHWA PENDERITA DALAM KEADAAN GAWAT

1. FEV1 < 30% prediksi dan tetap kurang dari 40% sesudah 1 jam

pengobatan

2. Penggunaan otot Bantu nafas

3. Pulsus paradoksus > 20 mmHg

4. PaCO2 normal atau meningkat

5. RR > 130/menit

6. Silent chest

7. Lethargy, somnolen, lelah