Download docx - Respi Sk 1

Transcript
Page 1: Respi Sk 1

Anindya Anjas Putriavi -1102014027SASARAN BELAJARLI.1. Mengetahui dan Memahami Anatomi Saluran Pernafasan Atas

LO.1.1 Makroskopik Saluran Pernafasan AtasSKEMA RESPIRATORIUSUdara masuk ke nares anterior vestibulum nasi cvavum nasi udara keluar dari cavum nasi ke nares posterior masuk nasopharinx melewati oropharinx epiglottis membuka aditus laryngis daerah larynx trachea masuk bronkus primer bronkus sekunder bronkus segmentalis bronkus terminalis bronkiolus respiratori organ paru duktus alveolaris alveolus alveoli terjadi difusi oksigen dan karbondioksida.

HIDUNG

a. Nasal (Hidung), merupakan organ pertama yang berfungsi dalam saluran nafas, terdiri dari:

2 buah nares anterior = apertura nasalis anterior (lubang hidung) Vestibulum nasi: tempat muara nares anterior pada mukosa hidung → terdapat silia yang kasar yang berfungsi sebagai saringan

udara Cavum nasi: bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan, mulai dari nares anterior sampai choana dilanjutkan ke

nasopharynx Septum nasi: Sekat antara kedua rongga hidung, dibentuk oleh tulang-tulango Cartilago septi nasio Os vomero Lamina parpendicularis ethmoidalis

Concha nasaliso Concha nasalis superioro Concha nasalis mediao Concha nasalis inferior

Meatus: Saluran keluar cairan melalui hidungo Meatus nasalis superior (antara concha nasalis superior dan media)o Meatus nasalis media (antara concha media dan inferior)o Meatus nasalis inferior (antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla)

Sinus paranasaliso Sinus sphenoidalis, mengeluarkan sekresinya melalui meatus superioro Sinus frontalis, ke meatus mediao Sinus maxillaris, ke meatus mediao Sinus ethmoidalis, ke meatus superior dan mediao Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus

nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior.

o Di nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.

Persyarafan: Nervus Opthalmicus mempersarafi hidung bagian Depan dan atas cavum nasi Ganglion Sfenopalatinum mempersarafi sebagian cavum nasi Ganglion Pterygopalatinum mempersarafi Nasofaring dan concha nasalis. Proses penciuman dimulai dari: gyrus frontalis (pusat penciuman) menembus lamina cribrosa ethmoidalis tractus olfactorius

bulbus olfactorius serabut N.olfactorius pd mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi:Berasal dari cabang-cabang A.opthalmica dan A.maxillaris interna:1. Arteria ethmoidalis anterior dengan cabang-cabang nya sbb: a.nasalis externa dan lateralis, a.septalis anterior2. Arteria ethmoidalis posterior dgn cabang-cabang nya: a.nasalis posterior, lateralis dan septal, a.palatinus majus3. Arteria sphenopalatinum cabang a.maxillaris interna.Ketiga pembuluh darah di atas pada mukosa hidung membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang disebut “Plexus Kisselbach”

FARINGBagian sebelah atas faring dibentuk oleh badan tulang sfenoidalis dan sebelah dalamnya berhubungan langsung dengan esophagus. Pada bagian belakang faring dipisahkan dari vertebra servikalis oleh jaringan penghubung, semntara dinding depannya tidak sempurna dan berhubungan dengan hidung, mulut dan laring. Faring merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan ronggamulut ke laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

Nasofaring (terletak posterior dari cavitas nasalis di atas palatum) Orofaring (membentang dari palatum menuju ujung superior epiglottis; terletak posterior dari

cavitas oral) Laringofaring (membentang dari ujung epiglottis ke bagian inferior dari cartilaginosa cricoidea)

LARING

Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoidRangka laring terbentuk oleh:1. Berbentuk tulang ialah os hyoid (1 buah) didaerah batas atas leher dengan batas bawah dagu2. Berbentuk tulang rawan: tiroid (1buah), arytenoid (2 buah), epiglotis (1 buah)

Cavum laryngis → bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas Aditus laryngis Os hyoido Terbentuk dari ajringan tulang, seperti besi telapak kudao Mempunyai 2 cornu; majus dan minuso Berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilago tiroid

Cartilago thyroido Terdapat prominen’s laryngis atau adam’s apple atau jakuno Jaringan ikatnya ialah membrana thyroido Mempunya cornu superior dan inferioro Perdarahan dari a.thyroidea superior dan inferior

Cartilago arytenoido Bentuk seperti penguin, ada cartilago cornuculata dan cuneiformeo Kedua arytenoid dihubungkan oleh m,arytenoideus transversus

Epiglotiso Tulang rawan berbentuk sendoko Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngiso Pada waktu biasa epiglotis terbuka, tapi pada saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis → agar makanan tidak masuk ke

laring Cartilago cricoid

Page 2: Respi Sk 1

Anindya Anjas Putriavi -1102014027o Batas bawah cartilago thyroido Batas bawah cincin pertama trachea

Otot-otot ekstrinsik laring:1. M.cricothyroideus2. M.thyroepigloticus

Otot-otot intrinsik laring:1. M.cricoarytenoideus posterior: untuk abduksi pita suara (membuka rima glottis)2. M.cricoarytenoideus lateralis: untuk adduksi pita suara (menutup rima glottis)3. M.arytenoideus tranversus dan oblique4. M.vocalis5. M.aryepiglotica6. M.thyroarytenoideus: untuk melemaskan pita suara

Dalam cavum laryngis terdapat:1. Plica vocalis = pita suara yang terbentuk dari lipatan mucusa lig.vocale dan lig.ventricularis (pita suara asli)2. Plica vestibularis = pita suara palsuBidang antara plica vocalis kiri dan kanan disebut dengan “rima glotidis”, sedangkan antara kedua plica vestibularis disebut “rima vestibuli”. Ruangan yang terletak di antara plica vestibularis dan plica vocalis disebut “ventriculus larynges”

LO.2.1 Mikroskopik Saluran Pernafasan AtasSistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O2 dan mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Ket: epitel respirasi

RONGGA HIDUNGRongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui

zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Ket: epitel olfaktoriSINUS PARANASALISTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

FARINGNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum

mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

LARINGLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

EPIGLOTTISMemiliki permukaan lingual dan laryngeal. Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia

TRAKEAPermukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

Page 3: Respi Sk 1

Anindya Anjas Putriavi -1102014027

epitel trakea dipotong memanjang,epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

LI.2.Mengetahui dan Memahami Mekanisme Pertahanan Tubuh di Saluran Pernafasan AtasHidung merupakan penjaga utama dari udara yang masuk pertama kali. Dalam sehari, kita menghirup sekitar 10.000-20.000 liter udara. Fungsi hidung selain sebagai jalan masuk udara, menghangatkan udara, dan melembabkan udara, juga sebagai penyaring udara. Mekanisme pertahanan utama dari saluran napas adalah epitel permukaannya yang cukup istimewa yaitu epitel respiratorius atau epitel bertingkat (berlapis semu) silindris bersilia dan bersel goblet.Epitel ini terdiri dari lima macam jenis sel yaitu: 1. Sel silindris bersilia: sel terbanyak (1 sel mengandung 300 silia). Silia ini terus bergerak utuk menangkap dan mengeluarkan partikel

asing. 2. Sel goblet mukosa: bagian apikal mengandung droplet mukus yang terdiri dari glikoprotein.3. Sel sikat (brush cells): sel yang memiliki ujung saraf aferen pada permukaan basal (reseptor sensorik penciuman).4. Sel basal (pendek) 5. Sel granul kecil: mirip sel basal tetapi mempunyai banyak granul dengan bagian pusat yang padat.

Lamina propria dibawah dari epitel ini banyak mengandung pembuluh darah yang berguna untuk menghangatkan udara masuk serta dibantu dengan silia yang membersihkan udara dari partikel asing dan kelenjar serosa dan mukosa yang melembabkan udara masuk.Kombinasi hal ini memungkinkan tubuh untuk mendapatkan udara lembab, hangat serta bersih.

Selain itu, epitel respiratorius dilapisi oleh 5-10 μm lapisan mukus gelatinosa (fase gel) yang mengambang pada suatu lapisan cair yang sedikit lebih tipis (fase sol).Lapisan gel/mukus dan cair/sol mengandung mekanisme pertahanan imunitas humoral dan seluler.1. Lapisan gel terdiri atas albumin, glikoprotein, IgG, IgM, dan faktor komplemen.2. Lapisan cair terdiri atas sekresi serosa, laktoferin, lisozim, inhibitor sekresi leukoprotease, dan sekretorik IgA.

Silia pada sel-sel epitel berdenyut secara sinkron, sehingga ujungnya dijumpai pada fase gel dan menyebabkannya bergerak ke arah mulut, membawa partikel dan debris seluler bersamanya (transpor mukosilier atau bersihan).Banyak faktor dapat mengganggu mekanisme tersebut, termasuk peningkatan viskositas atau ketebalan mukus, membuatnya lebih sulit untuk bergerak (misalnya peradangan, asma), perubahan pada fase sol yang menghambat gerakan silia atau mencegah perlekatan pada fase gel dan gangguan aktivitas silia (diskinesia silia).Transpor mukosilier ini menurun performanya akibat merokok, polutan, anestetik, dan infeksi serta pada fibrosis kistik dan sindrom silia imotil kongenital yang jarang terjadi.Transpor mukosilier yang berkurang menyebabkan infeksi respirasi rekuren yang secara progresif merusak paru, misalnya bronkiektasis.Pada keadaan tersebut dinding bronkus menebal, melebar, dan meradang, secara permanen.

Mukus (sekret kelenjar) dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar submukosa.Unsur utamanya adalah glikoprotein kaya karbohidrat yang disebut musin yang memberikan sifat seperti gel pada mukus.Fluiditas dan komposisi ionik fase sol dikontrol oleh sel-sel epitel. Mukus mengandung beberapa faktor yang dihasilkan oleh sel-sel epitel dan sel lain atau yang berasal dari sel plasma: antiprotease seperti α1-antitripsin yang menghambat aksi protease yang dilepaskan dari bakteri dan neutrofil yang mendegradasi protein, defisiensi α1-antitripsin merupakan predisposisi terjadinya gangguan elastin dan perkembangan emfisema. Protein surfaktan A, terlepas dari aksinya pada tegangan permukaan, memperkuat fagositosis dengan menyelubungi atau mengopsonisasi bakteri dan partikel-partikel lain. Lisozim disekresi dalam jumlah besar pada jalan napas dan memiliki sifat antijamur dan bakterisidal; bersama

dengan protein antimikroba, laktoferin, peroksidase, dan defensin yang berasal dari neutrofil, enzim tersebut memberikan imunitas non spesifik pada saluran napas.

Imunoglobulin sekretori (IgA) adalah imunoglobulin utama dalam sekresi jalan napas dan dengan IgM dan IgG mengaglutinasi dan mengopsonisasi partikel antigenik; IgA juga menahan perlekatan mikroba ke mukosa.IgA sekretori terdiri dari suatu dimer dua molekul IgA yang dihasilkan oleh sel-sel plasma (limfosit B teraktivasi) dan suatu komponen sekretori glikoprotein.Komponen tersebut dihasilkan pada permukaan basolateral sel-sel epitel, tempatnya mengikat dimer IgA.Kompleks IgA sekretori kemudian dipindahkan ke permukaan luminal sel epitel dan dilepaskan ke dalam cairan bronkial. Kompleks tersebut merupakan 10% protein total dalam cairan lavase bronkoalveolar.

Jaringan LimfoidStruktur jaringan limfoid membentuk sistem limfoid yang terdiri dari limfosit, sel epitelial, dan sel stromal.Terdapat dua organ limfoid yaitu primer dan sekunder.Organ limfoid primer merupakan tempat utama pembentukan limfosit (limfopoesis) yaitu timus dan sumsum tulang. Limfosit dewasa yang diproduksi organ limfoid primer akan bermigrasi menuju organ limfoid sekunder. Organ limfoid sekunder merupakan tempat terjadinya interaksi antara limfosit dengan limfosit dan antara limfosit dengan antigen, dan diseminasi respons imun.Organ limfoid sekunder yaitu limpa dan jaringan limfoid pada mukosa seperti tonsil, BALT (bronchus-associated lymphoid tissue), GALT (gut-associated lymphoid tissue)/Peyer’s patch. Sirkulasi limfe akan berlanjut menuju duktus torasikus yang akan berhubungan dengan sistem pembuluh darah sehingga dapat mengirimkan berbagai unsur sistem limfoid.

Di dalam jaringan limfoid mukosa (MALT) terdapat sel dendrit yang berasal dari sumsum tulang.Sel dendrit berfungsi sebagai Antigen Presenting Cell (APC) dan mengirim sinyal aktivasi kepada limfosit T naive atau virgin untuk memulai respon imun, karena itu sel dendrit disebut juga imunostimulatory cells. Sel dendrit dapat mengekspresikan MHC-kelas II sendiri pada level yang tinggi serta MHC-kelas I dan reseptor komplemen tipe 3. Sinyal dari Th (CD4+) akan menginduksi limfosit untuk menghasilkan sitokin. Aktivasi limfosit B dibantu oleh sel Th2 (IL-2, IL-4, IL-5) serta membentuk diferensiasi sel B menjadi klon yang memproduksi antibodi berupa sekretorik IgA.MALT tidak ada di saluran napas bawah.

MEKANISME BATUK Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain.Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase: Fase 1 (Inspirasi)

Paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita suara menutup, sehingga udara terjerat dalam paru-paru. Fase 2 (Kompresi)

Otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2, diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2 meningkat hingga 100mm/hg.

Fase 3 (Ekspirasi)Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar dari paru

MEKANISME BERSIN Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali bahwa refleks ini berlangsung pada saluran hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal menimbulkan refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls saraf aferen berjalan dalam nervus ke lima menuju medulla tempat refleks ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan refleks batuk tetapi uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.

LI.3.Mengetahui dan Memahami Rinitis AlergiLO.3.1. Definisi

Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 ) Rhinitis alergika adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah

tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.

LO.3.2. Etiologi dan Faktor ResikoRhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rhinitis alergi. Penyebab tersering adalah allergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alegi lain seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rhinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.

Rhinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rhinitis alergi perennial diantaranya debu tungau (Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus), jamur, binatang peliharaan, dan binatang pengerat. Faktor resiko terpaparnya debu tungau biasanya karpet, sprei, suhu tinggi, dan kelembaban udara. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan

Page 4: Respi Sk 1

Anindya Anjas Putriavi -1102014027memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca.Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:• Allergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernafasan misalnya, debu rumah, tungau, serpihan epitel bulu binatang, serta

jamur.• Allergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan, dan udang.• Allergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin atau sengatan lebah.• Allergen kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.RISIKO TINGGI UNTUK ASMA DAN ALERGI LAINAsma dan alergi sering hidup berdampingan . Pasien dengan rhinitis alergi sering memiliki asma atau peningkatan risiko mengembangkan itu. Rhinitis alergi juga berhubungan dengan eksim ( dermatitis atopik ) , reaksi alergi pada kulit yang ditandai dengan gatal , scaling, dan kulit bengkak merah. Kronis rhinitis alergi yang tidak terkontrol dapat memperburuk serangan asma dan eksim .

LO.3.3. EpidemiologiStudi scandavia:• Prevalensi 15% pada pria dan wanita 14 %. • Ras: Rhinitis alergi bisa terjadi pada ras manapun• Jenis kelamin: Pada masa kanak-kanak, laki-laki lebih mudah terkena rhinitis alergi dibandingkan anak perempuan. Tapi saat dewasa,

prevalensinya hampir sama. • Usia: Rhinitis alergi bisa terjadi pada usia berapapun. 80% kasus, rhintis alergi meningkat saat usia 20 tahun.

LO.3.4. KlasifikasiKlasifikasi Macamnya Gejala/contoh

Tradisional

Vasomotorik Neurogenik, neuropeptidaMedicamentosa Pemakaian obat vasokonstriktor berulang

dan dalam waktu lamaStruktural Hipertrofi chonca

WHO Iniative ARIA (2000) Intermitten < 4 mingguPersisten > 4 mingguRingan Tidak mengganggu tidur dan aktivitas

harianSedang atau Berat Mengganggu tidur dan aktivitas harian

Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua: a. Rhinitis akut (coryza, commond cold)

Merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.

b. Rhinitis kronisSuatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

Rinitis berdasarkan penyebabkannya dibedakan menjadi:a. Rhinitis alergi

Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis. Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.

Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)

Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.

2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial) Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat

3. Rhinitis Non AlergiRhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.

Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut: a. Rinitis vasomotor

Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.(www. Google.com). Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergisehingga sulit untuk dibedakan.

b. Rinitis Medikamentosa Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (Drug Abuse).

c. Rhinitis Atrofi Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan secret kental dan cepat mongering, sehingga terbentuk krusta berbau busuk. Sering mengenai masyarakat dengan tingkat social ekonomi lemah dan lingkungan buruk. Lebih sering mengenai wanita, terutama pada usia pubertas.

LO.3.5. PatofisiologiRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat

Page 5: Respi Sk 1

Anindya Anjas Putriavi -1102014027memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersier Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

LO.3.6. Manifestasi Klinis• Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai

akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis.• Keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak

air mata keluar (lakrimasi). • Garis hitam melintang pada bagian tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat

(allergic salute). Pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak disertai dengan sekret mukoid atau cair.

• Edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner).• Faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. • Suara serak dan edema pita suara Gejala lain yang tidak khas dapat berupa batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post

nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.

LO.3.7. Diagnosis dan Diagnosis BandingDiagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).

2. Pemeriksaan Fisik Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).

3. Pemeriksaan Penunjang a. In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002).

b. In vivo Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).

Diagnosis banding dari rhinitis alergika yang harus diperhatikan, adalah : a. Rhinitis Vasomotor: suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal

dan pajanan obat.b. Rhinitis Medikamentosa: suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian

vasokonstriktor topical dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.c. Rhinitis Simpleks: penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah rhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul

sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh.d. Rhinitis Hipertrofi: Hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder.e. Rhinitis Atrofi: Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang chonca.

LO.3.8. PenatalaksanaanPengobatan terhadap penderita rhinitis alergi harus mencakup 3 prinsip:1. Mengetahui dengan tepat faktor pencetus dan menghindarinya.2. Penggunaan sementara obat-obatan untuk menangani gejala di saat serangan agar penderita dapat beraktifitas dengan baik.3. Terapi daya tahan tubuh (immunotherapy).

Tatalaksana terapi1. Non-farmakologi:

Hindari pencetus (alergen) Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus(debu, serbuk sari, bulu binatang, dll) Jika perlu, pastikan dengan skin test Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun. Jika harus berkebun, gunakan masker wajah

2. Farmakologi: Jika tidak bisa menghindari pencetus, gunakan obat-obat anti alergi seperti:

a. Anti histamine oral, antagonis H-1 (difenhidaramin, prometasin, loratadin, setisirin, fexofenadin)b. Agonis alfa adrenergic, sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi anti histaminec. Kortikosteroid topikal, bila gejala sumbatan tidak dapat diobati dengan obat lain (beklometason, budesonid, flunisolid,

triamsinolon).d. Sodium kromoglikat topikal, bekerja menstabilkan mastosit sehingga pelepasan mediator kimia dihambat.e. Antikolinergik topikal, mengatasi rhinorea karena inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor (ipratropium

bromida).f. Anti leukotrine (zafirlukast/montelukast), anti IgE, DNA rekombinan merupakan obat-obatan baru untuk rhinitis alergi.

Jika tidak berhasil, atau obat-obatan tadi menyebabkan efek samping yang tidak bisa diterima, lakukan imunoterapi dengan terapi desensitasi

Penatalaksanaan rhinitis alergi berdasarkan ARIA 2001Tipe rhinitis alergi Lini pertama TambahanSedang-Intermitten Antihistamin oral, antihistamin intranasal Dekongestan intranasalSedang-Intermitten atau berat-intermitten

Antihistamin oral, kortikosteroid intranasal, antihistamin intranasal

Dekongestan intranasal dan sodium kromolin

Berat-Persisten Kortikosteroid intranasal Antihistamin oral, antihistamin intranasal, sodium kromolin, ipratropium bromida, antagonis

Page 6: Respi Sk 1

Anindya Anjas Putriavi -1102014027leukotriene

Anti Histamin Antagonis H-1 Farmakodinamik:

Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan.

Farmakokinetik:Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati.

1. Penggolongan AH1AH generasi 1

Contoh : etanolaminEtilenedaminPiperazin Alkilamin Derivat fenotiazin

Keterangan AH1 = - sedasi ringan-berat - antimietik dan komposisi obat flu - antimotion sickness

Indikasi AH1 berguna untuk penyakit :- Alergi- Mabuk perjalanan- Anastesi lokal- Untuk asma berbagai profilaksis

2. Efek sampingVertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.

Antihistamin golongan 1 – lini pertamaa. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.b. lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP dan plasenta.c. Kolinergikd. Sedatife. Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadinf. Topikal : Azelastin

Dekongestan Nasal Golongan simpatomimetik Beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak,dan memperbaiki pernafasan Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit sekali menyebabkan absorpsi sistemik Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari)dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa, di mana hidung kembali

tersumbat akibat vasodilatasi perifer maka batasi penggunaan Contoh Obat : nafazolin,tetrahidrozolin,oksimetazolin dan xilometazolin

Obat dekongestan topical dan durasi aksinya :Obat DurasiAksiAksiPendekFenilefrinHCl

Sampai 4 jam

AksiSedangNafazolinHClTetrahidrozolinHCl

4-6 jam

AksiPanjangOksimetazolinHClXylometazolinHCl

Sampai 12 jam

Dekongestan oral Secara umum tidak dianjurkan karena efek klinis masih diragukan dan punya banyak efek samping

Contoh obat: Efedrin,fenilpropanolamin dan fenilefrin Indeks terapi sempitresiko hipertensi

Efedrin: alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.

Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.

Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yang dapat diatasi dengan pemberian sedatif. Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

Fenilpropanolamino Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga

menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.o Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.o Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat.o Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontra indikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari)

pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.

o Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jamAnak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jamAnak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

FenilefrinAdalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah.

Intranasal corticosteroids (INCS) INCS menjadi obat pilihan untuk anak-anak yang menderita rhinitis alergi Dahulu di khawatirkan INCS dapat menyebabkan efek samping sistemik seperti terganggunya pertumbuhan dan metabolism tulang Tapi studi menunjukkan fluticasone tidak ada efek samping klinis yang membahayakan.Mometason juga tidak menunjukkan

mengganggu pertumbuhan anak-anak usia 3-9 tahun. Setelah penggunaan 3 bulan flutikason pada anak-anak usia 3-11 tahun,dilakukan rhinoskopi,dan tidak menunjukkan menipisnya

jaringan hidung atau atrofi mukosa hidung Macamnya : betametason,budesonide,flunisolide,flucticasone,mometasone dan triamikolon Kerjanya dengan menghambat respon alergi fase awal maupun fase lambat. Efek Samping : bersin,perih pada mukosa hidung,sakit kepala dan infeksi Candida albicans Efek utama pada mukosa hidung :

a. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator,b. menekan kemotaksis neutrofilc. mengurangi edema intraseld. menyebabkan vasokonstriksi ringane. menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh selmast

Sodium kromolin suatu penstabil sel mast sehingga mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan mediator, termasuk histamin. tersedia dalam bentuk semprotan hidung untuk mencegah dan mengobati rhinitis alergi. Efek sampingnya : iritasi lokal (bersin dan rasa perih pada membran mukosa hidung Dosisnya untuk pasien di atas 6 tahun adalah 1 semprotan pada setiap lubang hidung 3-4 kali sehari pada interval yang teratur.Ipratropium bromida Merupakan agen antikolinergik berbentuk semprotan hidung Bermanfaat pada rhinitis alergi yang persisten atau perenial Memiliki sifat anti sekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat untuk mengurangi hidung berair yang terjadi pada rhinitis

alergi. tersedia dalam bentuk larutan dengan kadar 0,03%,diberikan dalam 2 semprotan (42 mg) 2- 3 kali sehari. Efek sampingnya ringan, meliputi sakit kepala, epistaxis,dan hidung terasa kering.Operatif Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan

dengan cara kateurisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage,Sciinneider, 2001). Polip mukoid jinak pada hidung sering kali dihubungkan dengan alergi hidung . dapat terjadi pada anak-anak namun lebih sering

ditemukan pada orang dewasa . karena menyumbat jalan napas , polip seringkali dirasakan sangat mengganggu . setelah lesi penyumbat diidentifikasi sebagai polip jinak , maka lesi tersebut dapat diangkat .

Page 7: Respi Sk 1

Anindya Anjas Putriavi -1102014027 Pasien harus di peringatkan , bahwa polip dapat kembali kambuh bilamana ada alergi , sehingga polip perlu berkali-kali diangkat

selama hidup . polip umumnya berasal dari sinus . Imunoterapi (Desensitisasi) Bersifat kausatif Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada

pasien dengan dosis yang semakin meningkat. Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika

terpapar oleh senyawa tersebut Caranya :

a. Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000sampai 1:1000.000.000 b/v) diberikan 1 – 2 kali seminggu.Alergen ini bisaanya disuntikkan di bawah kulit lengan atas.Selain suntikan dapat dilakukan dengan menggunakan tablet yang mengandung allergen seperti serbuk sari rumput

b. Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai dosis yang dapat ditoleransi.c. Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6 minggu,tergantung pada respon klinik.d. Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi alergen pada dosis yang umumnya dijumpai pada paparan alergen.

Parameter efektifitas ditunjukkan dengan :a. Berkurangnya produksi IgEb. Meningkatnya produksi IgGc. Perubahan pada limfosit Td. Berkurangnya pelepasan mediator dari sel yang tersensitisasie. Berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap alergen.

Namun imunoterapi terbilang mahal dan butuh waktu lama dan membutuhkan komitmen yang besar dari pasien

PENCEGAHANCara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan menghindari alergen, yaitu dengan: Pencegahan melalui edukasi Mencegah terjadinya tahap sensitasi Mencegah gejala timbul dengan cara terapi medikamentosa Menghindari kontak dengan alergen Menggunakan sarung tangan dan masker Mersihkan debu dengan lap basah, minimal 29 kali dalam 1 minggu 

LO.3.9. KomplikasiKomplikasi rinitis alergi yang sering ialah: a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya

(lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis

dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

LO.3.10. PrognosisBanyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.

LI.4. Mengetahui dan Memahami Adab Ketika Bersin, Menguap dan SendawaSesungguhnya Allah Mencintai Orang yang BersinDari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

يطان الش من هو ما فإن ثاؤب الت وأما يشمته أن سمعه مسلم كل على فحق ه الل فحمد عطس فإذا ثاؤب الت ويكره العطاس يحب ه الل إنيطان الش منه ضحك ها قال فإذا استطاع ما فليرده

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Karenanya apabila salah seorang dari kalian bersin lalu dia memuji Allah, maka kewajiban atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mentasymitnya (mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap, maka dia tidaklah datang kecuali dari setan. Karenanya hendaklah menahan menguap semampunya. Jika dia sampai mengucapkan ‘haaah’, maka setan akan menertawainya.” (HR. Bukhari no. 6223 dan Muslim no. 2994)

Ketika Bersin Hendaknya Kita…- Merendahkan suara.- Menutup mulut dan wajah.- Tidak memalingkan leher.- Mengeraskan bacaan hamdalah, walaupun dalam keadaan shalat.

Macam-Macam Bacaan yang Dapat Kita Amalkan Ketika BersinAlhamdulillah (segala puji hanya bagi Allah).Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah Rabb semesta alam).Alhamdulillah ‘ala kulli haal (segala puji bai Allah dalam setiap keadaan)Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi, mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbuna wa yardhaa” (segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak lagi penuh berkah dan diberkahi, sebagaimana yang dicintai dan diridhai oleh Rabb kami).

Tunaikanlah Hak SaudaramuIslam adalah agama yang sangat indah, dan salah satu keindahan agama ini adalah memperhatikan keadilan dan memberikan hak kepada sang pemiliknya. Salah satu hak yang harus ditunaikan oleh seorang muslim dan muslimah kepada muslim dan muslimah yang lain adalah ber-tasymit (mendoakan orang yang bersin) ketika ada seorang dari saudara atau saudari kita yang muslim bersin dan ia mengucapkan ‘alhamdullillah’.

Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,“Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam: jika engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, jika ia mengundangmu maka datanglah, jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah nasihat, jika ia bersin lalu ia mengucapkan alhamdullilah maka doakanlah, jika ia sakit maka jenguklah, jika ia meninggal maka iringilah jenazahnya.” (HR Muslim)

Setelah orang lain mendoakannya, orang yang bersin tadi dianjurkan untuk mengucapkan salah satu doa sebagai berikut: Yahdikumullah wa yushlih baalakum (mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada kalian dan memperbaiki keadaan kalian). Yaghfirulahu lanaa wa lakum (mudah-mudahan Alah mengampuni kita dan kalian semua). Yaghfirullaah lakum (semoga Allah mengampuni kalian semua). Yarhamunnallah wa iyyaakum wa yaghfirullaahu wa lakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kamu sekalian, serta

mengampuni kami dan mengampuni kalian). Aafaanallah wa iyyaakum minan naari yarhamukumullaah (semoga Allah menyelamatkan kami dan kamu sekalian dari api neraka,

serta memberi rahmat kepada kamu sekalian). Yarhamunnallah wa iyyaakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kepada kalian semua).

Mereka Tidak Berhak MendapatkannyaKita tidak perlu bertasymit ketika: Ada seseorang yang bersin, dan dia tidak mengucapkan hamdalah. Ada seseorang yang bersin lebih dari tiga kali. Jika seseorang bersin lebih dari tiga kali, maka orang tersebut dikategorikan terserang

influenza. Kita pun tidak disyariatkan untuk mendoakannya, kecuali doa kesembuhan. Ada seseorang membenci tasymit. Seseorang yang bersin itu bukan beragama Islam. Walaupun orang tersebut mengucapkan hamdalah, kita tetap tidak diperbolehkan

untuk ber-tasymit, karena seorang muslim tidak diperbolehkan mendoakan orang kafir. Jika orang kafir tersebut mengucapkan alhamdulillah, kita jawab “Yahdikumullah wa yushlih baalakum“

Seseorang yang bersin bertepatan dengan khutbah jumat. Cukup bagi yang bersin saja untuk mengucapkan hamdalah tanpa ada yang ber-tasymit, karena ketika khutbah jum’at seorang muslim wajib untuk diam. Begitu pula ketika shalat wajib (shalat fardhu) sedang didirikan, tidak ada keharusan bagi kita untuk ber-tasymit.

Kita berada ditempat yang terlarang untuk mengucapkan kalamullah, seperti di dalam toilet.

Menguap Menguap dilakukan karena beberapa penyebab, antara lain: mengantuk, gelisah, butuh tambahan oksigen. Islam juga mengatur bagaimana menguap yg ‘baik’. Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasululloh SAW bersabda:

ثاؤب يطان من الت يطان ضحك ها قال إذا أحدكم فإن استطاع ما فليرده أحدكم تثاءب فإذا الش الش“Menguap adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka hendaknya ditahan semampu dia, sesungguhnya jika salah seorang dari kalian (ketika menguap) mengatakan (keluar bunyi): ‘hah’, maka setan tertawa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan ini lafazh riwayat Al-Bukhari)

Di hadits lain:ثاؤب يطان من الصالة في الت استطاع ما فليكظم أحدكم تثاءب فإذا الش

“Menguap ketika sholat adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka tahanlah semampunya.” (HR Tirmidzi) Dengan kata lain, Islam MENYARANKAN kita untuk menahan (tidak) menguap. Jika tidak kuat, maka hendaknya menguap dengan

menutup mulut dan tidak mengeluarkan bunyi ‘hah’, apalagi hingga ‘huaaahhh’.

Sendawa Sendawa atau teurab (bahasa Sunda) atau gelegekan (bahasa Jawa) atau burp (bahasa Inggris) adalah aktivitas ketika ada angin yg

keluar dari tubuh kita. Penyebabnya bermacam-macam. Usai minum minuman bersoda (carbonat), usai makan/minum, atau usai badan kita dikerok (pijat), dan aktivitas2 lain.

Page 8: Respi Sk 1

Anindya Anjas Putriavi -1102014027 Untuk sendawa, terus terang saya belum pernah menemukan dalil, entah hadits ataupun sunnah dari Rasululloh SAW mengenai hal

ini. Yang saya dapatkan dari Bapak saya dan guru2 saya, usai bersendawa hendaklah mengucapkan hamdalah (Alhamdulillah). Alasan yg saya dapatkan mengapa mesti mengucapkan hamdalah adalah bersendawa itu pada hakikatnya mengeluarkan hal (angin)

yg buruk dan akan membuat tubuh kita menjadi lebih sehat. Dengan kian sehatnya tubuh kita, maka kita mesti mensyukuri nikmat sehat yg didapat.

Namun, sendawa yg terlalu sering tentu mesti diperiksa. Jangan-jangan memang tubuh kita sedang tidak sehat/fit sehingga mesti diperiksa ke dokter.

DAFTAR PUSTAKABaratawidjaja, Kamen G, Iris Rengganis (2010). Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta: Balai Penerbit FKUIDorland, W.A.Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGCEroschenko. 2010. Atlas Histologi diFior. Jakarta: EGC.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21493/4/Chapter%20II.pdfPrice,Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Jakarta: EGCSeopardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, Bashiruddin, [et.al] (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUISherwood, Lauralee (2001). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC Sofwan, Ahmad. 2016. Apparatus Respiratorius/Systema Respiratorium/Sistem Pernapasan, Hal 2-19. Jakarta: Bagian Anatomi Fakultas

Kedokteran YARSI