Transcript
Page 1: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

I. ISU REKLAMASI PANTAI TANJUNG BENOA

Reklamasi Tanjung Benoa di Bali menjadi isu yang sangat hangat dewasa ini di Bali.

Rencana Reklamasi ini dilatar belakangi oleh Pulau Pudut yang belakangan nyaris

tenggelam akibat perubahan alam, meresahkan warga Desa Tanjung Benoa karena

sejumlah alasan. Terutama khawatir akan gelombang besar yg kemungkinan akan langsung

menerjang pesisir barat Tanjung Benoa tidak akan bisa dihalangi lagi oleh pulau Pudut. Jika

Pulau Pudut bisa dikembalikan lagi keberadaanya melalui reklamasi, maka harapan warga

Tanjung Benoa adalah selain terhindar dari bencana alam berupa gelombang besar atau

tsunami, di lahan Pulau Pudut juga bisa dibangunnya sejumlah fasilitas seperti sekolah,

puskesmas dan konservasi penyu. Mereka pada dasarnya menyetujui reklamasi asalkan

material reklamasi tidak diambil dengan cara pengerukan di laut sekitarnya, melainkan

didatangkan dari luar wilayah tersebut.

Tetapi oleh Pemerintah Daerah Bali hal tersebut di serahkan pengelolaannya

terhadap investor yaitu PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) milik pengusaha nasional

ternama Tommy Winata, dimana oleh investor asing Reklamasi itu diproyeksikan untuk

dijadikan kawasan seperti pulau sentosa seperti yang ada di Negara Singapura, yang

didaerah reklamasi akan dibangun  sebuah kawasan wisata terpadu yang dilengkapi mulai

dari tempat ibadah untuk lima agama, taman budaya, taman rekreasi, rumah sakit

internasional, perguruan tinggi, perumahan marina yang masing-masing dilengkapi

dermaga yacht pribadi, perumahan pinggir pantai, apartemen, hotel, area komersial,

lapangan golf, bahkan ada  rencana pembangunan sirkuit F1 internasional di daerah pulau

pudut yang direklamasi.

Hasil penelitian Puslit Geoteknologi LIPI tahun 2010 menunjukkan bahwa wilayah

Bali Selatan, khususnya sekitar Teluk Benoa seperti Serangan, Benoa, Bualu, Tanjung

Benoa, merupakan daerah likuifaksi atau daerah rawan amblesan. Hasil perhitungan

analisis potensi likuifaksi penurunan di daerah ini menunjukkan bahwa hampir semua titik

pengujian mengindikasikan terjadinya likuifaksi dan penurunan. Zona likuifaksi

terkonsentrasi di bagian tengah daerah studi pada kedalaman kisaran 0,2 – 15 meter.

Konsentrasi penurunan yang tinggi terutama di daerah Sanur, Serangan, Benoa, Bualu,

Tanjung Benoa. Potensi likuifaksi yang diikuti oleh penurunan lapisan tanah di wilayah ini

perlu mendapat perhatian dalam pengembangan wilayah, pembangunan infrastruktur

bangunan tinggi, sarana jalan dan jembatan untuk mendukung upaya pencegahan .

bencana gempa yang terjadi dimassa mendatang  ”Kajian LIPI ini soal potensi likuifaksi di

Bali Selatan khususnya wilayah sekitar Teluk Benoa sama sekali tidak dijadikan

pertimbangan kajian. Jika reklamasi ini dilanjutkan akan sangat berbahaya berbahaya.

Page 2: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

Daerah tersebut adalah daerah rawan amblesan dan juga akibat dari reklamasi ini dapat

memicu amblesan di daerah sekitarnya. Oleh karena itu, masyarakat sepakat untuk menolak

reklamasi. Alasannya dari sisi wilayah, kawasan perairan Teluk Benoa adalah wilayah

konservasi, sehingga tidak boleh ada pembangunan sarana dan akomodasi pariwisata serta

sarana komersial lainnya. Dalam rapat tertutup Unud itu hampir 75-80 persen yang hadir

menolak reklamasi dan meminta tim menghentikan kajian, karena Teluk Benoa merupakan

kawasan konservasi, maka tidak boleh dibangun.  Selain itu, pembuatan pulau baru akan

memicu perubahan keseimbangan biodiversity serta memengaruhi daya dukung dan daya

tampung Bali.

Page 3: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

II. PELAKSANAAN

2.1 Lalu Lintas Rencana Kawasan Reklamasi Tanjung Benoa

Dalam penelitian dampak bangkitan lalu lintas rencana kawasan reklamasi,

rancangan penelitian selanjutnya dijabarkan lebih detail dalam tahapan langkah-langkah

penelitian. Pengorganisasian tahapan langkah penelitian ini dijelaskan dengan diagram alir

pemikiran seperti ditunjukkan gambar diagram alir kerangka penelitian berikut :

2.2 Konsep Pembebanan Pada Jaringan Sekitar Kawasan Reklamasi Tanjung

Benoa

Model ini akan menggambarkan persepsi masyarakat/wisatawan di Kawasan

Reklamasi mengenai dasar pemilihan rute yang digunakan ke daerah tujuan dan sebaliknya.

Pada dasarnya akan dipilih rute “termurah” dari pilihan hambatan perjalanan: jarak

terpendek, waktu tercepat, biaya termurah, ketidaknyamanan dan ketidakamanan terkecil

untuk sampai ke tempat tujuan. Pada daerah perkotaan, pilihan ini akan sulit ditentukan

karena jarak terpendek belum tentu dapat ditempuh dengan waktu tercepat karena adanya

berbagai masalah transportasi, misalnya kemacetan. Dalam konsep pembebanan,

diasumsikan bahwa pemakai jalan telah mempunyai informasi yang cukup tentang jaringan

yang ada (Tamin, 2000). Ada 4 metoda pembebanan yang mungkin dapat dilakukan (Taylor

et al, 2000), yaitu: Pembebanan All or nothing, Pembebanan dengan Kurva Dispersi,

Page 4: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

Pembebanan dengan Kapasitas Terbatas, dan Pembebanan Bertahap (Incremental

Loading).

2.3 Kebijakan Pengembangan Jaringan Jalan Kawasan Reklamasi Tanjung Benoa

Analisis Kebijakan ini dimaksudkan untuk memahami dengan baik RTRWP Bali

2009-2029, sehingga pengembangan jaringan jalan kawasan akan merupakan satu

kesatuan. Disisi lain, kegiatan guna lahan kawasan merupakan suatu zona bangkitan

perjalanan baru. Dengan dibangunnya akses publik ke/dari kawasan reklamasi beberapa

Asal-Tujuan perjalanan di Bali Selatan menjadi lebih singkat, terurainya beban-beban lalu

lintas pada pusat-pusat kemacetan eksisting dan bertambahnya alternatif jaringan jalan

pintas (shortcuts). Dengan demikian, beban jalan-jalan Pratama, By-pass Ngurah Rai

Selatan juga dapat dikurangi. Secara keseluruhan rencana jaringan baru kawasan, meliputi:

1. Akses ketimur melalui pulau Pudut ke

Desa Adat Benoa (Tanjung Benoa Utara)

dan DesaAdat Tengkulung (Tanjung

Benoa Selatan)

2. Akses keselatan ke Persimpangan Nusa

Dua

3. Akses kebarat melalui Jalan tol Di atas

Perairan (JDP) dan Bundaran Patung

NgurahRai ke arah Tuban dan Bandar

udara Ngurah Rai

4. Akses keutara melewati JDP atau dapat pula melalui lintasan laut ke arah Pelabuhan

Benoadan selanjutnya ke Denpasar Selatan.

2.4 Rencana Aktivitas Guna Lahan dan Prediksi Bangkitan PerjalananTanjung

Benoa

Pada tingkat perencanaan, dua karakteristik dasar perjalanan (yaitu non-spasial dan

spasial) harus diselidiki dengan seksama, yang akan mempengaruhi besarnya volume,

variasi moda dan fluktuasi volume ruas dalam suatu Asal-Tujuan perjalanan. Untuk analisis,

digunakan beberapa tipe kegiatan bangkitan perjalanan yang akan direncanakan di

kawasan reklamasi tersebut. Apabila karakteristik bangkitan perjalanan untuk tipe-tipe

kegiatan tersebut dapat diketahui, maka bangkitan perjalanan sebagai fungsi variabel-

variabel kegiatan dapat diprediksi. Selanjutnya, dalam menentukan bangkitan perjalanan

kawasan juga didasarkan atas beberapa asumsi tentang perjalanan, hubungan antara

Page 5: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

bangkitan perjalanan dan atribut kegiatan, teknologi transportasi, dan tipe kegiatan guna

lahan. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dan luas maksimum masing-masing kegiatan,

maka jumlah bangkitan perjalanan dapat diprediksi seperti ditunjukkan tabel berikut

Tabel Luas Rencana Zonasi dan Bangkitan Perjalanan kawasan reklamasi Tanjung Benoa

(Luas 599,4 Ha)

Moda-moda transportasi diklasifikasikan lebih kepada transportasi jalan raya, seperti:

pejalan kaki, kendaraan tidak bermotor dan kendaraan bermotor. Berdasarkan perhitungan

Bangkitan Perjalanan sebesar 178.081 smp/hari dan asumsi bahwa proporsi moda

perjalanan relatif sama dengan Bali Selatan, maka dapat diprediksi bangkitan masing

masing moda perjalanan Sepeda Motor 239.179, Mobil Pribadi 89.246, Angkutan Umum

16.421, Angkutan Barang 6.069, Ojek 5.355 dan Taksi 714 [kend/hari]. Jumlah berbagai

moda kendaraan keluar masuk kawasan reklamasi Tanjung Benoa ini akan memanfaatkan

356.983 kendaraan/hari dan Pejalan Kakinya 128.928 orang/hari.

2.5 Kinerja Jaringan “Tanpa (without) dan Dengan (with)” Pemanfaatan

KawasanTanjung Benoa

Apabila Kawasan Reklamasi Tanjung Benoa dioperasikan, maka jumlah ruas

jaringan jalan Bali Selatan akan bertambah. Beberapa jalan pintas (shortcuts) dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat, karena pemanfaatan kawasan reklamasi merupakan area

publik yang dapat dilewati oleh setiap orang. Diharapkan pula dengan semakin efektifnya

pengoperasian Angkutan Umum Bus Sarbagita, pemakaian mobil pribadi dan pertumbuhan

kendaraan dijalan dapat dikurangi. Namun, untuk prediksi pertumbuhan lalu lintas sampai

akhir tahun konsesi pemanfaatan kawasan reklamasi tahun 2070 (masa konsesi 50 tahun

dari 2020 s/d 2070), tetap akan mempergunakan pertumbuhan LHR sebesar 3%/tahun. Dari

hasil pembebanan, maka dampak pemanfaatan kawasan reklamasi Tanjung Benoa pada

beberapa jaringan utama dapat diprediksi seperti ditunjukkan table berikut :

Page 6: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

Tabel Bangkitan Perjalanan dan Tingkat Pelayanan Jalan tanpa adanya Kawasan reklamasi

Tanjung Benoa

Tabel Bangkitan Perjalanan dan Tingkat Pelayanan Jalan dalam Interval Umur Rencana

Pemanfaatan Kawasan reklamasi Tanjung Benoa

Page 7: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

III. IDENTIFIKASI DAMPAK

3.1 Dampak Biogeofisik

Reklamasi Tanjung Benoa diKabupaten Badung, Bali akan menimbun perairan itu

seluas 838 hektar. Ia bisa berakibat pada kerusakan lingkungan hidup dan fungsi ekologis

Tanjung Benoa, hancur. Rencana reklamasi ini juga berakibat hak lingkungan hidup sehat

warga tak terpenuhi.

3.1.1. Dampak Terhadap Flora

Sadelie (2003) meneliti tentang penataan kawasan hutan mangrove di Taman

Hutan Raya (Tahura) Bali. Ada indikasi perubahan fungsi kawasan yang dimanfaatkan

secara konvensional dan tidak terintegrasi, sehingga menimbulkan degradasi pada

kawasan itu. Desain sistem dalam pengelolaan sumberdaya pesisir di kawasan Tanjung

Benoa ini merupakan suatu pengkajian rekayasa ekosistem berdasarkan pendekatan

sistem dinamik. Pendekatan ini didasari oleh prinsip umpan balik antar subsistem

penduduk, subsistem ruang tahura (lingkungan) serta subsistem pengusahaan kawasan

(ekonomi).

3.1.2. Dampak Terhadap Fauna

Melihat letak mangrove Tanjung Benoa Bali yang demikian strategis, maka

kawasan–kawasan di sekitarnya mengalami perkembangan pembangunan sangat

pesat, yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan tekanan terhadap

lingkungan hutan mangrove itu sendiri. Berdasarkan laporan survei arahan penggunan

kawasan hutan Prapat Benoa tahun 1987, area hutan mangrove Tanjung Benoa dalam

perkembangannya dimanfaatkan oleh berbagai pihak dan sebagian besar (162,42 ha)

dimanfaatkan sebagai tambak. Selain itu, selama 10 tahun terakhir telah terjadi

pengalihan fungsi hutan mangrove untuk kepentingan lain, yaitu reklamasi Pulau

Serangan, yang mengikis sekitar103 ha hutan mangrove di pulau tersebut,

pembangunan Estuary Dam di muara sungai Badung, pembangunan fasilitas air bersih,

tempat pembuangan limbah minyak dari kapal,alih fungsi menjadi pabrik dan

perbengkelan, pembuatan jalan pintas ke Tanjung Benoa,dan perluasan landasan pacu

bandara, serta lainnya. Dan hal itu mengganggu bagi kehidupan fauna yang berada di

daerah reklamasi tersebut. Pulau Serangan yang pernah direklamasi empat kali lipat

dari pulau asli, dampaknya adalah Bali kehilangan habitat penyu.

3.1.3. Dampak Geomorfologi

Page 8: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

Masyarakat menilai reklamasi 80% Tanjung Benoa akan menciptakan

masalah baru. Rob dan banjir bisa menggenangi permukiman atau sarana wisata

sekitar hingga Bandara Ngurah Rai karena Benoa sebagai tempat mengalir empat

daerah aliran sungai kehilangan fungsi penampung air.

3.1.4. Endapan lumpur

Pengerukan yang dilakukan oleh PT. BTID dengan kedalaman lebih dari 40

meter dengan lebar 15 m dengan bentuk menyerupai kanal di dasar laut memanjang

dari sisi timur laut serangan hingga ke arah barat lalu membelok ke arah selatan, akibat

dari pengerukan ini adalah timbulnya endapan lumpur dengan tebak kurang lebih 1 m di

beberapa tempat. Persoalan ini merembet ke Pelabuhan Benoa yang terletak di sisi

barat daya dari pulau serangan. Beberapa jalur keluar masuk kapal dari pelabuhan

ditemukan pendangkalan akibat endapan lumpur.

3.1.5. Reklamasi Mengubah Arus Laut

Dampak yang paling kuat adalah terjadinya perubahan arus laut, yang

mengakibatkan pengikisan di satu sisi dan munculnya daratan baru di tempat lain.

Sebelum dilakukan reklamasi, arus laut perairan Sanur dan Nusa Dua berjalan normal.

Dari selatan arus laut dari kawasan Nusa Dua (disebut arus Benoa) yang cukup kuat

dipecah, akhirnya dijinakkan oleh gabungan arus dari timur laut kawasan perairan

Sanur (disebut arus serangan) dan arus dari utara (disebut arus Sanur). Oleh karena

adanya reklamasi yang menghalangi arus laut maka arus serangan dan arus sanur

akan bertumpuk menjadi satu dan begitu terhambat daratan maka arus akan berbelok

ke arah utara dan menerjang pantai Sanur. Hantaman pertama mengenai pantai

Semawang. Hasil pantauan SKPPLH di Sanur, pantai yang rata-rata mengalami erosi

satu meter per 10 tahun, kini tidak memerlukan waktu setahun untuk mengalami erosi

lebih dari tujuh meter. Selain itu, terjadi kekuatan arus yang sangat kencang. Rata-rata

arus laut 2–3 knot. Padahal normalnya 0,5 knot saja. Menurut Mangku yang juga

koordinator SKPPLH, kekuatan itu sangat dahsyat, terutama pada musim angin

tenggara antara April dan Agustus.

3.1.6. Bencana

Berdasarkan kajian Akademis Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada

Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana (Unud) atas permintaan PT. TWBI terkait

reklamasi Teluk Benoa akan banyak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Hasil final feasibility study Unud menyatakan bahwa, reklamasi Teluk Benoa tidak layak.

Ada empat aspek kajian dalam studi kelayakan tersebut yakni aspek teknis, lingkungan,

sosial-budaya dan ekonomi-finansial. Adapun hasil kajian dari keempat aspek itu

seluruhnya dinyatakan tidak layak. Ditinjau dari aspek lingkungan, Teluk Benoa

merupakan jalur laut dan merupakan wilayah konservasi. Maka Reklamasi bertentangan

Page 9: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

dengan Peraturan Presiden (Perpres) Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita) Nomor 45 Tahun

2011.

Kawasan Teluk Benoa sebagai satu-satunya benteng yang secara alamiah

berfungsi melindungi wilayah Bali Selatan dari berbagai bencana seperti banjir, tsunami,

dan lainnya. Teluk Benoa juga merupakan muara dari sejumlah sungai besar yang

terbentang di pulau Bali, seperti Tukad Badung dan Tukad Mati. Di kawasan itu juga

merupakan tempat pemijahan ikan yang akan berkembang biak. Jika Reklamasi tetap

dilakukan maka ikan yang ada di hutan mangrove akan terjebak, tidak dapat kembali

kelaut yang berujung pada kematian ikan. Jika ikan jumlah berkurang maka tangkapan

nelayan sedikit. Selain itu, akan mengurangi ombak di pantai lainya karna terpecah di

Teluk Benoa.

III.2 Dampak Sosial Ekonomi

3.2.1 Kondisi Sosial

Pelaksanaan reklamasi pantai ini sudah cukup menyulitkan warga. Tetapi

nampaknya dampak buruk yang terjadi tersebut dihiraukan oleh pihak pelaksana.

Mereka berencana akan memperluas daratan di sekitar pesisir tersebut dengan

mengambil lahan warga dan lingkungan laut. Akibatnya, dari perencanaan ini menuai

protes seluruh warga disekitar lokasi. Warga merasa reklamasi pantai tidak ada

untungnya bagi mereka karena itu mereka menolak adanya rencana tersebut.

Penolakan ini didasarkan atas dampak-dampak yang dianalisir akan merusak

lingkungan mereka. Warga mengeluhkan bahwa akibat dari keberadaan pabrik ini tidak

ada air bersih, lahan yang terambil, bau yang tidak sedap, dan kebisingan sering timbul

dilokasi.

3.2.2 Kondisi Ekonomi

Kegiatan ekonomi mereka menjadi terganggu akibat kegiatan ini. Banyak lahan

mereka yang dipindah alihkan menjadi lokasi konstruksi. Akibatnya kegiatan

perekonomian di wilayah ini sebagian terganggu bahkan telah terhenti. Masyarakat

yang berjualan makanan mengalami kerugian akibat debu dan asap yang dihasilkan

dari kegiatan urug.

3.3 Dampak Sosial Budaya

Terjadi kesenjangan sosial antara masyarakat satu dengan yang lain dan

juga pekerja konstruksi di lokasi tersebut. Keadaan ini akibat dari ketidak seimbangan

sosial yang ada di masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat

mencolok. Perbedaan ini diakibatkan adanya pro dan kontra terhadap pelaksanaan

kegiatan ini. Beberapa masyarakat beranggapan bahwa kegiatan reklamasi ini tidak

Page 10: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

menguntungkan baik dari segi kebersihan lingkungan, ekonomi, keamanan, dan

kesehatan. Tetapi beberapa orang berpendapat lain, mereka beranggapan kegiatan ini

merupakan sumber mata pencaharian mereka karena sebagian menggantungkan

hidupnya sebagai pekerja kontruksi pada pembangunan ini. Mereka beranggapan jika

kegiatan ini dihentikan maka mereka tidak tahu lagi dimana harus menggantungkan

nasib.

IV. PENYEBAB

Page 11: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

Dari segi permintaan dan penawaran sebenarnya reklamasi yang di buat di teluk

benoa ini lebih di sebabkan karena permintaan akan lahan yang sangat besar di daerah Bali

Selatan oleh para investor, yang tidak seimbang dengan penawaran karena sudah overload

atau overcapacity di daerah tersebut  tapi mereka membuka lahan baru memanfaatkan

permintaan warga Nusa yang meminta pulau pudut di selamatkan sehingga terkesan ada

sosial benefitnya bagi warga disana, dan keuntungan ekonomi yang di dapat juga bersifat

jangka pendek jika mega proyek reklamasi tersebut jadi di bangun mengingat resiko

terhadap rusaknya alam Bali sangat mengancam.

Kepentingan Swasta

Bali sebagai salah satu destinasi wisata kelas dunia yang tersohor akan keindahan

pantainya dan budayanya. Berbagai event resmi internasional telah digelar di pulau Dewata

ini sebut saja, KTT ASEAN, ajang Miss World 2013, KTT APEC, dan lain sebagainya. Hal ini

lantas menjadikan Bali sebagai incaran para investor, terutama pihak asing. Dipastiakan

Investor yang berbisnis di Bali pastinya tidak akan rungi. Mungkin inilah yang melatar

belakangi PT. TWBI, sebuah perusahaan yang satu grup dengan beberapa perusahaan

pengelola Discovery Kartika Plaza hotel dan Discovery Shopping Mall di Kuta Bali serta

Hotel Borobudur di Jakarta serta pemilik sejumlah gedung, termasuk Gedung Bursa Efek

Indonesia.

Nafsu Sang Gubenur

Yayasan Artha Graha Network melalui anak usahanya PT TWBI menyiapkan dana

sebesar Rp30 triliun untuk proyek reklamasi Teluk Benoa. Menujrut  Direktur Utama Artha

Graha Network, Wisnu Tjandra mengatakan rencana reklamasi kawasan seluas 838 hektar

tetap berjalan dan pihaknya akan mempersiapkan kajian analisis dampak lingkungan untuk

memperoleh izin reklamasi dari gubernur setempat. “Harus ada sesuatu yang baru di Bali,

seperti pengembangan Sentosa Island di Singapura. Dasarnya itu. Proyek ini dikembangkan

di atas lahan tidak produktif. Besaran investasi reklamasi dan lain-lain sekitar Rp30 triliun,”

ujarnya.

Rencananya mereka akan membangun sebuah kawasan wisata terpadu yang

dilengkapi tempat ibadah untuk lima agama, taman budaya, taman rekreasi sekelas Disney

Land, rumah sakit internasional, perguruan tinggi, perumahan marina yang masing-masing

dilengkapi dermaga yacht pribadi, perumahan pinggir pantai, apartemen, hotel, areal

komersial, hall multifungsi, dan lapangan golf. Luasan reklamasi diperkirakan mencapai total

sekitar 400 sampai 600 hektar.

Pulau baru itu pun direncanakan dapat diakses langsung dari jalan toll di atas

perairan yang baru saja rampung. Belakangan diketahui, jalan di atas perairan yang

Page 12: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

menghubungkan Pelabuhan Benoa-Bandara Ngurah Rai-Nusa Dua itu sudah dilengkapi

taper (semacam lintasan untuk penambahan jalan) yang posisinya tepat mengarah ke

Tanjung Benoa.

Mungkin hal inilah yang menjadikan Gubenur Bali, Made Mangku Pastika tergiur

hingga meneteskan liur untuk mendukung penuh reklamasi Teluk Benoa. Ini terbukti dari

dikeluarkanya SK Gubenur Bali Nomor 2138/02-C/HK/2012 Tentang Pemberian Izin dan

Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa di

Kabupaten Badung. Hal ini lantas mendapat kencaman dari berbagai kalangan bahkan

anggota DPRD Bali juga menolak SK ini dan pada akhirnya sang Gubenur kembali

mancabut SK tersebut.

V. HUKUM PERATURAN

Page 13: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

Pembangunan reklamasi di Indonesia harus mengacu pada berbagai pedoman dan

undang-undang yang mengatur tentang reklamasi pantai, antara lain: Pedoman

perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai (Peraturan Menteri PU No.

4/PRT/M/2007) yang mencakup penjelasan tentang faktor-faktor yang harus diperhatikan

dalam tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan reklamasi, yaitu aspek fisik, ekologi, sosial

ekonomi dan budaya, tata lingkungan dan hukum, aspek kelayakan, perencanaan dan

metode yang digunakan. Pedoman ini juga memberikan batasan, persyaratan dan ketentuan

teknis yang harus dipenuhi agar suatu wilayah dapat melakukan reklamasi pantai, Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang memberi wewenang

kepada daerah untuk mengelola wilayah laut dengan memanfaatkan sumber daya alam

secara optimal, dan Undang-undang No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang merupakan

guide line bagi daerah untuk mengatur, mengendalikan dan menata wilayahnya dalam satu-

kesatuan matra ekosistem, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mengamanatkan wilayah pesisir diatur secara

komprehensif mulai dari perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan pengendalian,

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yang mengatur

tentang perlindungan terhadap aset baik berupa jiwa, raga, harta sehingga ancaman

bencana yang ada di wilayah pesisir dapat diminimalisir.

Pembangunan infrastruktur pariwisata dengan penataan kawasan Teluk Benoa

sekaligus mendukung program pemerintah, yang sudah tertuang dalam Perpres No. 67

tahun 2005 tentang kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam pembangunan infrastruktur di

Indonesia.

Reklamasi Benoa tidak memenuhi ketentuan Perda RTRWP BALI No. 16 Tahun

2009, juga bertentangan dengan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang kawasan

perkotaan Sarbagita yang menetapkan kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi.

Apabila Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 - 2029 benar-benar dicermati sebagai dasar

pelaksanaan Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan

Perairan Teluk Benoa Bali, maka sejak awal studi tersebut sudah tidak layak.

Pertimbangannya karena dalam Perda RTRW tersebut sangat jelas disebutkan bahwa

kawasan tersebut bukanlah kawasan pengembangan.

Solusi yang dilakukan dengan mencari teknologi terbaru mengenai pemanfaatan

wilayah laut untuk aktifitas hidup manusia contohnya dengan membuat gedung atau rumah

terapung di atas permukaan laut, namun hal initentu perlu penelitian yang dalam sehingga

apa yang diharapkan bisa tercapai. Rujukan utama dalam pengelolaan lingkungan hidup di

Page 14: Reklamasi Pantai Tanjung Benoa

Indonesia adalahUndang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup, yang secara regulatif melandasi kebijakan di Indonesia. Undang-undang ini

menjamin dalam pelaksanaan pembangunan diharapkan adanya keselarasan hubungan

antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan dan komponen lingkungan

lainnya, serta dapat memenuhi masa kini dan menjaga kelestarian untuk masa datang.


Recommended