'Reklamasi Benoa'
Presiden Didesak Revisi MP3EI
JAKARTA, KOMPAS — Para aktivis lingkungan dari Jakarta dan Bali, Rabu
(22/1), mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merevisi Rencana Induk
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, terutama terkait
reklamasi Teluk Benoa di Badung, Bali. Analisis sejumlah ahli, rencana reklamasi di
Benoa bakal berdampak negatif bagi lingkungan dan sosial.
”Pada MP3EI, Benoa masuk proyek pengembangan pariwisata Bali dengan
membangun apartemen, bungalo, dan sarana pendukung seluas 800 hektar,” kata
Islah, Manajer Kampanye Air dan Pangan Walhi, di Jakarta.
Ia bersama puluhan rekannya menggelar aksi teatrikal di depan Istana Negara
sebagai bentuk penolakan rencana reklamasi itu. Mereka juga menyampaikan petisi
penolakan kepada Presiden yang diterima anggota staf di Sekretariat Negara.
Mereka juga mengadukan rencana reklamasi ke Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Harapannya, UKP4
mengevaluasi dan menghentikan rencana reklamasi Benoa.
Tanjung Benoa merupakan kawasan konservasi sesuai dengan Peraturan Presiden
Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Perkotaan Denpasar, Badung,
Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). ”Tata ruang, baik di nasional maupun wilayah,
mestinya jadi instrumen memproteksi kawasan dengan fungsi ekologis tinggi. Harus
dijaga,” kata Islah.
Menurut Direktur Eksekutif Conservation International Indonesia Ketut Sarjana,
analisis permodelan menunjukkan reklamasi 80 persen Teluk Benoa akan
menciptakan masalah baru. Rob dan banjir bisa menggenangi permukiman atau
sarana wisata sekitar hingga Bandar Udara Internasional Ngurah Rai karena Benoa
kehilangan fungsi reservoir (pengatur air)-nya.
Abdul Halim, Manajer Program Kelautan The Nature Conservancy Indonesia, yang
berbasis di Bali, mengatakan, rencana reklamasi itu eksklusif. Berbagai kajian tak
dipublikasikan. (ICH)