Download docx - Refrat Fraktur Femur

Transcript
Page 1: Refrat Fraktur Femur

KASUS

1. Identitas

Nama : Ny. D

Umur : 45 tahun

Jeniskelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Alamat :Garut Kota

No. RM : 738771

Tanggal Masuk RS : 04/02/2015

Tanggal Pemeriksaan : 05/02/2015

2. Anamnesis

a. Keluhan utama

Pasien datang dengan keluhan ingin mencabut orif yang sudah terpasang

sekitar 1 tahun lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang ke poli ingin mencabut orif yang telah di pasang 1 tahun yang

lalu di karenakan jadwal pencabutan orif yang telah di tentukan.

c. Riwayat Penyakit Terdahulu

Os datang ke igd dengan keluhan kaki tidak dapat digerakan sejak 1 jam

smrs, sebelumnya pasien mengalami kecelakaan dan terasa sakit yang

tidak tertahankan pada tungkai sebelah kanan.

Tekanan Darah dan DM : disangkal

3. PemeriksaanFisis

Keadaan Umum :

a. Status Kesadaran : Compos Mentis

b. Keadaan Jiwa : Baik

c. Tanda vital :

TD : 120/70 mmHg

N : 80 kali/menit

1

Page 2: Refrat Fraktur Femur

P : 20 kali/menit

S : 36,2

d. Status Generalis

Kepala : Normocepal

Mata : Konjungtivaanemis (-/-), skleraikterik (-/-),

Hidung : deformitas (-)

Mulut : Sianosis (-), lidahkotor (-)

Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Telinga : normotia, deformitas (-), sekret (-/-)

Leher : pembesaran KGB (-), deviasitrakea (-)

Thorax : simetris S=D, sonor (-/-), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : S1-S2 normal G (-) M (-)

Abdomen : peristaltik (+) normal, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : udem (-/-), gerak (+/+), kekuatan (5/5)

e. Status lokalis :

Regio femur Dextra

- Look :Pemendekan (+), udem (+), deformitas (+), tidak terdapat luka

robek.

- Feel : Nyeri tekan (+)

- Movement :Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+).

4. PemeriksaanPenunjang

Laboratorium

Hematologi

Darah rutin

Hemoglobin : 12,4 g/dL

Hematokrit : 38 %

Leokosit : 7,010 /mm3

Trombosit : 318.000 /mm3

Eritrosit : 4.14 juta/mm3

LED : 28/48 mm/jam N(0-20)

2

Page 3: Refrat Fraktur Femur

Kimia Klinik

Bilirubin total : 0.29 mg/dL

Bilirubin Direk : 0.07 mg/dL

Ureum darah : 19 mg/dl

Kreatinin darah : 0.9 mg/dl

SGOT : 13 u/l

SGPT : 13 u/l

Trigliserida : 119 mg/dL

GDS : 110

Foto Rongent

3

Page 4: Refrat Fraktur Femur

5. Diagnosa

Union Fraktur Femur Post Orif

6. Penatalaksanaan

Operatif :

Operator : dr. Husodo Sp.OT

Asisten : 1. Anjas

2. Abduh

Jenis Operasi : Removal implant

Indikasi Operasi :Mencegah metastatik, mencegah kelelahan

metal.

D.O

Ditemukan union fraktur femur 1/3 distal yang sudah tertutup dengan kalus tebal.

T.O

- Dilakukan tindakan A dan Antiseptik

- Dilakukan insisi kutis dan subkutis mengikuti luka lama

- Ditemukan D.O

- Luka perdarahan di rawat

- Luka ditutup lapis demi lapis

- Operasi selesai

7. Prognosis

4

Page 5: Refrat Fraktur Femur

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad sanationem : dubia ad bonam

A. Anatomi

Femur

5

Page 6: Refrat Fraktur Femur

Gambar 1. Tulang Femur (Sobotta, 2010)

Femur atau tulang paha, adalah tulang (paling dekat dengan tubuh) yang

paling proksimal kaki dalam vertebrata yang mampu berjalan atau melompat,

Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh. Kepala femur berartikulasi dengan

acetabulum..

Anatomi manusia, femur adalah tulang terpanjang dan terbesar dalam

tubuh. Os femur laki-laki dewasa rata-rata adalah 48 cm (18,9 in) panjang dan

2,84cm (1,12 in) dengan diameter di pertengahan poros, dan memiliki

kemampuan untuk mendukung hingga 30 kali berat dewasa. Secara morfologi

femur (os longum) terdiri dari bagian-bagian :

1. Epiphysis proximal

6

Page 7: Refrat Fraktur Femur

Terdapat bulatan 2/3 bola yang disebut caput ossis femoris, yang bersendi

dengan acetabulum. Dimana kearah distal merupakan collum femur, dan ke

medial terdapat throcanter mayor dan minor.

2. Diaphysis

Antara facies medialis dan lateralis terdapat suau garis yang disebit linea

aspera yang dibentuk oleh labium laterale dan labium mediale. Kedua labium ini

menjauhi kearah distal. Dan bagian distal terdapat fassa poplitea (planum

popliteum).

3. Epiphysis distalis

Pada bagian ini terdapat condylus lateralis dan medialis, dimana disebelah

proximal ada tonjolan yang disebut fossa intercondylaris. (Budianto, 2005)

B. Tahap-tahap Penyembuhan tulang

1. Tahap Hematoma dan Inflamasi.

Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil

yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam

daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.

Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan

mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi

ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak.

Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan

berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang

cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang

mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera

kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan

membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.

2. Tahap Proliferasi Sel.

Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-

benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,

dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari

7

Page 8: Refrat Fraktur Femur

osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan

proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan

ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan

melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal

pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak sruktur

kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.

Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu

reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel

osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna

serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi aktivitas seluler

dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,

maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel – sel mesenkimal yang

berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan

fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel – sel osteogenik yang memberi

penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari

tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan

hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan

membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan

radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah

radioluscen. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur

dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.

3. Tahap Pembentukan Kalus.

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh

mencapai sisi lain sampai celah  sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang

digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur (Sylvia,

2006).

Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel

dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk

tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan

8

Page 9: Refrat Fraktur Femur

perlekatan polisakarida oleh garam – garam kalsium pembentuk suatu tulang yang

imatur.

Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara

langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu

waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang

rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fargmen tulang tidak bisa lagi

digerakkan.

Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus

atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama

terjadinya penyembuhan fraktur.

4. Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi).

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan

diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi

struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap.

Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu

ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur. Pembentukan kalus mulai mengalami

penulangan dalam dua sampai tiga minggu  patah tulang, melalui proses

penulangan endokondral. Patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan

memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun

sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap

bersifat elektronegatif.

5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling). 

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati

dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling

memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun – tahun tergantung beratnya

modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang

melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang.

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk

bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis

medularis. Pada fase remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara

9

Page 10: Refrat Fraktur Femur

osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara

perlahan – lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang

kompak dan berisi system haversian  dan kalus bagian dalam akan mengalami

peronggaan untuk membentuk susmsum.

Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8–12 dan berakhir sampai

beberapa tahun dari terjadinya fraktur. Tulang kanselus mengalami penyembuhan

dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik

kontak langsung (Sylvia, 2006).

C. Fraktur Femur

1. Definisi Fraktur Femur (Shaft Femur)

Shaft femur adalah tulang femur yang dibagi menjadi tiga bagian yang

sama kemudian diambil bagian yang tengah (Dorland, 1995). Jadi fraktur shaft

femur adalah suatu diskontinuitas tulang yang mengenai bagian sepertiga tengah

dari tulang femur.

2. Etiologi

a. Trauma

Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada

tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak

disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi

fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan

lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Pada benturan keras (sering berupa

kombinasi kekuatan langsung dan tidak langsung) fraktur mungkin bersifat

kominutif atau tulang dapat patah pada lebih dari satu tempat (fraktur segmental).

Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

1) Trauma langsung: Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.

2) Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur

berjauhan.

b. Fraktur Patologis

Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses

pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau

osteoporosis.

10

Page 11: Refrat Fraktur Femur

c. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan

Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut

tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya. Sebagai

contoh fraktur melintang dan oblique biasanya akibat angulasi atau benturan

langsung karena itu sering ditemukan dalam kecelakaan motor.

d. Spontan

Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga. Fraktur spiral

biasanya disebabkan oleh jatuh dengan posisi kaki tertambat sementara daya

pemuntir ditransmisikan ke femur (Apley & Solomon, 2001).

Gambar 2. Tipe fraktur pada 1/3 medial femur

3. Mekanisme Fraktur

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 2001). Tapi apabila tekanan eksternal

yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma

pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,

marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi

karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

11

Page 12: Refrat Fraktur Femur

dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi darah putih. ini

merupakan dasar penyembuhan tulang.

(Apley, A. Graham, 2001).

4. Klasifikasi Fraktur Femur

a. Berdasarkan dengan dunia luar

1) Fraktur tertutup

Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,

tulang tidak menonjol melalui kulit dan relatif lebih aman.

2) Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya

hubungan dengan lingkungan luar, sehingga fraktur terbuka potensial terjadi

infeksi osteomielitis.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu:

Grade 1: terobeknya kulit dengan sedikit kerusakan jaringan

Grade 2: seperti grade 1 dengan memar pada kulit dan otot

Grade 3: luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf, otot

dan kulit.

b. Berdasarkan bentuk patah tulang

1) Fraktur complete yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen

2) Fraktur incomplete yaitu patah bagian dari tulang tanpa adanya pemisahan.

3) Fraktur comminate yaitu fraktur lebih dari 1 garis fraktur, fragmen tulang

patah menjadi beberapa bagian.

4) Impacted fraktur yaitu salah satu ujung tulang menancap ke tulang

didekatnya.

c. Berdasarkan garis patahnya

1) Green stick yaitu pada anak-anak.

2) Transverse yaitu patah tulang pada posisi melintang.

3) Longitudinal yaitu patah tulang pada posisi memanjang

4) Oblique yaitu garis patah miring

5) Spiral yaitu garis patah melingkar tulang

12

Page 13: Refrat Fraktur Femur

5. Manifestasi Klinis

a. Look

Bengkak timbul oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri disekitar fraktur

Eritema, adanya warna kemerahan pada kulit daerah yang terfiksasi,

disebabkan pembengkakan jumlah cairan darah secara berlebihan akibat

kerusakan pembuluh darah.

Deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan)

mungkin terlihat jelas, jika kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan

fraktur, cedera terbuka. Kakik pada fraktur shaft femur biasanya berotasi keluar

dan mungkin memendek dan mengalami deformitas.

b. Feel

Nyeri timbul karena rangsangan respon sensorik tubuh oleh karena kerusakan

jaringan

Peningkatan suhu lokal

c. Move

Keterbatasan Lingkup Gerak Senid (LGS) terjadi di sendi penggerak tubuh

disesbabkan oleh reaksi proteksi yaitu penderita berusaha menghindarigerakan

yang menyebabkan nyeri.

Penurunan kekuatan otot terjadi karena pembengkakan sehingga timbul nyeri

dan keterbatasan gerak serta aktivitas terganggu dan tejadi penurunan kekuatan

tungkai yang fraktur (Apley & Solomon, 2001).

6. Penatalaksanaan Fraktur Femur

a. Reduksi

Tidak boleh ada keterlambatan dalam menangani fraktur. Pembengkakan

bagian lunak selama 12 jam pertama akan mempersulit reduksi. Tetapi terdapat

beberapa situasi yang tidak memerlukan reduksi yaitu jika pergeseran tidak

banyak, jika pergeseran tidak berarti (fraktur klavikula) dan jika reduksi

diperkirakan tidak berhasil (fraktur kompresi vertebrae).

1) Reduksi tertutup

Fraktur batang femur sulit direduksi dengan manipulasi karena tarikan otot

yang sangat kuat dan membutuhkan traksi yang lama. Umumnya redusi tertutup

13

Page 14: Refrat Fraktur Femur

digunakan untuk semua fraktur dengan pergeseran minimal dan sebagian

besarpada fraktur anak-anak yang dilakukan untuk mengembalikan fragmen

tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan

traksi manual.

2) Reduksi terbuka

Reduksi terbuka merupakan penanganan fraktur dengan pendekatan

pembedahan dimana fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk

pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk

mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang

yang solid terjadi.

Indikasi reduksi terbuka meliputi: (1) bila reduksi gagal, baik karena

kesukaran mengendalikan fragmen atau karena terdapat jaringan lunak diantara

fragmen-fragmen tersebut; (2) bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu

ditempatkan secara tepat; (3) bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya

terpisah. Tetapi biasanya reduksi terbuka hanya merupakan langkah pertama

untuk fiksasi internal (Apley & Solomon, 2001).

b. Imobilisasi

Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di

imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai

terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau

internal. Fiksasi eksternal meliputi traksi kontinui, pembebatan dengan gips, bidai.

Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna

untuk mengimobilisasi fraktur.

Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu

intrakapsuler 24 minggu, intratrohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan

supra kondiler 12-15 minggu (Apley & Solomon, 2001).

1) Traksi

Pada femur terdapat otot yang sangat kuat sehingga reposisi tidak dapat

dilakukan seklaigus. Untuk itu diperlukan reposisi sekaligus imobilisasi dengan

traksi yaitu mempertahankan sebagian besar fraktur dalam alignment (penjajaran)

yang memadai dan mobilitas sendi dapat terjamin dengan latihan aktif. Traksi

14

Page 15: Refrat Fraktur Femur

dapat berupa traksi kulit ataupun traksi skeletal. Setiap traksi harus disertai

kontraksi. Kontraksi biasanya sesuai dengan berat badan pasien itu sendiri yaitu

dengan cara meninggikan bagian ekstremitas yang ditraksi. Lama traksi baik

traksi kulit maupun traksi skeletal tergantung pada tujuan traksi. Traksi sementara

untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa hari sedangkan traksi untuk reposisi

beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan lamanya kalus fibrosa. Setelah terjadi

kalus fibrosa, ekstremitas diimobilisasi dengan gips (Sjamsuhidajat, 2005).

Ada dua macam traksi yaitu:

a) Traksi kulit

Biasanya menggunak plester yang direkatkan sepanjang ekstremitas yang

kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik. Penarikan

biasanya dilaksanakan dengan katrol dan beban. Traksi kulit terbatas untuk 4

minggu dan beban < 5 kg. Bila lebih dari 5 kg maka kulit akan mengalami

nekrosis akibat tarikan karena iskemik kulit. Untuk anak-anak waktu beban

tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitf, jika tidak diteruskan

dengan pemasangan gips. Setelah 3 minggu pada anak-anak dan 5-6 minggu pada

orang dewasa, traksi mungkin dihentikan dan tungkai dipertahankan dengan spika

(untuk anak-anak) atau brace fungsional (untuk dewasa)

b) Traksi skeletal

Orang dewasa membutuhkan traksi skeletal dengan pen atau kawat

Kirschner yang diikat kuat-kuat dibelakang tuberkel tibia (Apley & Solomon,

2001).

Traksi yang digunakan pada fraktur batang femur adalah traksi jenis

Russell’s. Traksi ini dibuat dengan bagian depan dan atas untuk menekan kaki

dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia dan fibula.

2) External Fixation

Fiksasi eksternal kadang digunakan untuk fraktur terbuka yang tidak

cocok untuk fiksasi internal dan sulit dipertahankan dengan traksi dan

pembebatan. Indikasi fiksasi eksternal yaitu :

15

Page 16: Refrat Fraktur Femur

a) Fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat dimana

luka dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau

pencangkokan kulit.

b) Fraktur yang disertai dengan kerusakan saraf atau pembuluh darah.

c) Fraktur yang sangat kominutif dan tidak stabil.

d) Fraktur yang tidak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi.

e) Fraktur yang terinfeksi, dimana fiksasi internal mungkin tidak cocok.

f) Cidera multipel yang berat, bila stabilisasi lebih awal mengurangi risiko

komplikasi yang berbahaya. (Philips, 1990 cit Apley & Solomon, 2001).

Gambar 3. Fiksasi Eksternal

3) Intramedullary Nail Fixation

Intramedullary nail dapat digunakan untuk hampir semua fraktur pada

batang femur. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan

nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi.

Intramedullary nail merupakan penanganan yang terbaik dan lebih banyak dipilih

karena merupakan tindakan perkutaneus sehingga hanya membutuhkan sedikit

insisi pada kulit.

Pasca operasi tungkai dibiarkan bebas dan latihan dimulai secepat

mungkin. Gerakan lutut lebih cepat diperoleh kembali dengan gerakan pasif yang

kontinyu (continues pasive motion). Settelah seminggu atau 10 hari pasien

16

Page 17: Refrat Fraktur Femur

diperbolehkan bangun, dengan pembebanan sebagian pada crutch penopang.

Pembebanan penuh biasanya dicapai 4-6 minggu kemudian, tetapi fraktur

kominutif harus dilindungi lebih lama lagi. Kalau penguncian statik digunakan

untuk fraktur kominutif, satu rangkaian sekrup dapat dilepas begitu terdapat

tanda-tanda penyembuhan fraktur (biasanya setelah 8 minggu) sehingga

mekanismenya berubah menjadi system dinamis (Apley & Solomon, 2001).

Gambar 4. Imobilisasi dengan Intramedulary Nail Fixation

4) Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat

logam yang diikat dengan sekrup, paku intramedular nail yang panjang dengan

atau tanpa sekrup pengunci circum ferential bands, atau kombinasi dari metode

ini (Philips, 1990 cit Maryani, 2008).

Indikasi ORIF yang biasanya dengan plate and screw sering menjadi

bentuk terapi yang paling diperlukan. Indikasi utamanya :

1) Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi

2) Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami

pergeseran kembali setelah reduksi, (misalnya fraktur pertengahan batang

pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser). Selain itu

juga fraktur yang cenderung tertarik atau terpisah oleh kerja otot (misalnya

fraktur melintang pada patella atau olekranon).

17

Page 18: Refrat Fraktur Femur

3) Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama pada

fraktur leher femur.

4) Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.

5) Fraktur multiple bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau luar)

mengurangi risiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai

sistem.

6) Faktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien

dengan cedera multiple dan sangat lanjut usia). (Phillips, 1990 cit Maryani,

2008).

E. Post Operasi

1. Problem post operasi

Pada kondisi post operasi fraktur femur 1/3 medial dengan pemasangan

plate and screw maka akan timbul problem setelah operasi sebagai berikut :

18

Page 19: Refrat Fraktur Femur

a. Nyeri, adanya luka bekas operasi serta adanya oedem di dekat daerah fraktur,

menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan interstitial sehingga akan

menekan nocireceptor, lalu menyebabkan nyeri.

b. Bengkak, timbul oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri yang menyertai

pelaksanaan operasi sehingg aliran darah menuju jantung tidak lancar, maka

timbul bengkak disekitar luka incisi.

c. Eritema, adanya warna kemerahan pada kulit pada daerah yang fiksasi hal ini

disebabkan pembengkakkan, jumlah cairan darah dibawa secara berlebihan

akibat rusaknya pembuluh darah. Pada pemasangan internal fiksasi dengan

plate and screw saat operasi akan terjadi kerusakan tulang, otot, pembuluh

darah dan jaringan lunak. Kerusakan ini menimbulkan reaksi inflamasi

(radang).

d. Peningkatan suhu lokal, dalam keadaan normal suhu kira-kira 360 C kaki pada

daerah yang ada fiksasi atau bekas operasi suhu sama dengan kaki kanan

(sehat).

e. Keterbatasan LGS, ini terjadi di sendi penggerak tubuh (tungkai kiri)

disebabkan oleh reaksi proteksi yaitu penderita berusaha menghindari

gerakan yang menyebabkan nyeri.

f. Penuruanan kekuatan otot, terjadi karena adanya pembengkakkan sehingga

timbul nyeri dan keterbatasan gerak serta aktifitas terganggu dan terjadi

penurunan kekuatan tungkai kiri sehingga dalam waktu yang lama akan

menyebabkan disuse atrophy.

g. Fuctional Limitation, adanya oedem dan nyeri menyebabkan pasien

mengalami penurunan kemampuan fungsionalnya, seperti transfer, ambulasi,

jongkok berdiri, naik turun tangga, keterbatasan melakukan Buang Air Besar

(BAB) dan Buang Air Kecil (BAK). Hal ini disebabkan adanya nyeri, oedem,

dan karena penyambungan tulang oleh callus yang belum sempurna, sehingga

pasien belum mampu menumpu berat badan dan melakukan aktifitas sehari-

hari secara optimal.

h. Permasalahan pada saluran pernapasan. Anastesi yang digunakan saat operasi

bersifat sebagai zat iritan, reflek batuk tertekan dan karenanya pengeluaran

19

Page 20: Refrat Fraktur Femur

sekresi menjadi sulit, sering juga terjadi sekresi yang sulit dikeluarkan, karena

lemahnya reflek batuk dan sistem sekresi akibat tindakan pembiusan

menyebabkan pasien mengantuk dan lemah sehingga proses pembuangan

sekresi terganggu (Apley & Solomon, 2001).

2. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada kondisi post operasi fraktur femur 1/3

medial antaralain (Apley& Solomon, 2001) :

a. Komplikasi dini

1) Syok

Satu sampai dua liter darah dapat hilang sekalipun pada fraktur tertutup

sehingga syok dapat terjadi.

2) Deep vein thrombosis

Trombosis vena merupakan sumbatan pada vena oleh karena pembentukan

trombus pada lumen yang disebabkan oleh aliran darah yang statis, kerusakan

endotel dan hiperkoagulabilitas darah. Insiden diperberat oleh immobilisasi yang

terlalu lama post operasi. Trombosis ini akan berkembang menjadi penyebab

kematian pada operasi ini apabiala trombus lepas dan terbawa oleh aliran darah

kemudian menyumbat pada daerah-daerah yang vital, seperti paru dan jantung .

3) Emboli lemak

Ini sering terjadi pada orang muda dengan fraktur femur tertutup yang

harus dianggap ada pada setiap kasus. Analisis gas darah harus diukur segera

dengan setiap tanda mencurigakan seperti napas pendek, gelisah, kenaikan suhu,

atau kecepatan denyut nadi.

4) Infeksi

Pada cedera terbuka, setelah fiksasi internal selalu terdapat resiko infeksi.

Resiko kejadian osteomielitis dapat terjadi pada kasus ini.

b. Komplikasi Lanjut

1) Stiff joint (kaku sendi)

Kekakuan sendi terjadi akibat oedem dan fibrasi pada kapsul, ligamen

dan otot sekitar sendi, atau perlengketan dengan jaringan lunak satu sama

20

Page 21: Refrat Fraktur Femur

lain. Keadaan ini bertanbah lunak satu sama lain. Keadaan ini bertambah

parah jika immobilisasi berlangsung lama dan sendi dipertahankan dalam

posisi ligament terpendek, tidak ada latihan yang akan berhasil sepenuhnya

merentangkan jaringan ini dan memulihkan gerakan yang hilang.

2) Penyatuan lambat dan non union

Fraktur femur akan menyatu dalam 100 harim plus atau minus 20 hari.

Kalau sinar X menunjukan bahwa ujung tulang mengalami sklerosis, tentu

saja diperlukan fiksasi internal yang kaku dan ditambah cangkokan kanselosa.

3) Malunion

Pada oranng dewasa, angulasi tidak boleh lebih dari 15 derajat. Kalau

malunion tempak jelas, efek mekanik pada pinggul atau lutut dapat

menyebabkan predisposisi terhadap osteoartritis sekunder (Apley& Solomon,

2001).

4) Infeksi

Pada cidera terbuka, setelah fiksasi internal selalu terdapat risiko

infeksi. Risiko kejadian osteomyelitis dapat terjadi pada kasus ini.

3. Prognosis

Penderitafraktur femur 1/3 medial setelah pemasangan internal fiksasi

plate and screw tanpa komplikasi bila mendapat tindakan fisioterapi sejak dini dan

tepat maka kapasitas fisik dan kemampuan fungsional akan kembali normal

(baik). Tetapi bias menimbulkan keadaan yang jelek dari penyembuhan apabila

terjadi komplikasi yang menyertai dan umumnyausia lanjut (Apley, 2001).

21

Page 22: Refrat Fraktur Femur

Program RehabilitasiMedik

Gambar.Protokol Rehabilitasi Medik pada Fraktur Shaft Femur

Gambar.Protokol Rehabilitasi Medik pada Fraktur Shaft Femur

22

Page 23: Refrat Fraktur Femur

1. Terapi Latihan (exercise therapy) aktif dan pasif

Terapi latihan adalah petunjuk gerakan tubuh untuk memperbaiki

penurunan fungsi, meningkatkan fungsi musculoskleletal dalam keadaan yang

baik (Kotte, 1991). Terapi latihan merupakan tindakan fisioterapi dan dalam

pelaksanaannya menggunakan latihan gerak tubuh yang baik secara aktif maupun

pasif untuk mengatasi permasalahan kapasitas-kapasitas fisik dan kemampuan

fungsional yang ada.

Jenis dan terapi latihan di sini ada beberapa macam antara lain :

a. Latihan passive movement

Adalah suatu latihan yang digunakan dengang erakan. Yang dihasilkan

oleh tenaga/ kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot.

Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada

latihan ini adalah mempelancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan

meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan

jaringan. Tiap gerakan dilakukan sampai batas nyeri pasien.

Gerakan passive movement ini dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Relaxed passive movement.

Adalah gerakan yang terjadi oleh kekuatan dari luar tanpa diikuti kerja otot dari

bagian tubuh itu sendiri. Dosis latihan 2x8 hitungan tiap gerakan (Kisner, 1996).

23

Page 24: Refrat Fraktur Femur

2) Fo

3) P

4)

5)

6) a

1) Passive movement

Adalah gerakan yang terjadi oleh karena kekuatan dari luar tanpadi ikuti

kerja otot tubuh itu sendiri tetapi pada akhirnya gerakan diberikan penekanan.

Gerakan ini bertujuan :

a) Mencegahpembentukanperlengketanjaringanlunak

b) Menjagaelastisitasjaringan

c) Mencegahkontraktur

24

Page 25: Refrat Fraktur Femur

d) Menguranginyeri (Kisner, 1996).

Latihan passive pada sendi panggul ini posisi pasien tidur terlentang dan

posisi terapis disamping pada sisi yang sakit. Tangan kanan terapis pada daerah

hamstring dan tangan kiri pada gastrocnemius sebagai support, kemudian

digerakkan kearah flexi-extensi, abduksi, adduksi pada sendi panggul. Kemudian

untuk gerakan ankle terapis fiksasi pada pergelangan kaki. Telapak kaki

digerakkan plantar-dorsal flexi, inversi-eversi dan rotasi serta gerakan jari-jari

kaki. Dosis terapi2x8 hitungan tiap gerakan.

b. Latihan Active Movement

Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri

(Kisner, 1996). Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi

secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan

dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan

menghasilkan penurunan nyeri. Salah satu modalitas fisioterapi yang dapat

diaplikasikan untuk mengurangi ketegangan jaringan lunak termasuk otot dengan

rileksasi jaringan tersebut. Rileksasi dapat dilaksanakan sendiri oleh pasien

dengan teknik ressisted active exercise.

1) Assisted Active Movement.

Gerakan ini terjadi oleh karena adanya kerja otot melawan gravitasi dan

dibantu gerakan dari luar kecual gaya gravitasi. Setiap gerakan dilakukan sampai

batas nyeri pasien. Efek dari gerakan ini dapat mengurangi nyeri karena

merangsang rileksasi propioseptif, mengembangkan koordinasi dan keterampilan

untuk aktifitas fungsional. Latihan ini dilakukan bisa berupa bantuan alat atau

terapis dengan posisi telentang, tangan terapis memfiksasi pada pergelangan kaki

dan tangan satunya memegang tumit. Dosis latihan 2x8 hitungan tiap gerakan.

25

Page 26: Refrat Fraktur Femur

26

Page 27: Refrat Fraktur Femur

2) Free Active Movement

Gerakan ini terjadi akibat adanya kontraksi otot melawan pengaruh

gravitasi tanpa adanya bantuan dari luar. Gerakan ini dilakukan oleh pasien

sendiri dengan bantuan terapis. Tiap gerakan dilakukan 8x1 hitungan, efek dari

gerakan ini untuk memelihara dan meningkatkan LGS, meningkatkan kekuatan

otot, koordinasi gerakan. Dosis latihan 2x8 hitungan tiap gerakan.

3) Resisted Active Movement

Latihan ini merupakan latihan aktif dimana otot bekerja melawan tahanan.

Tahanan ini dapat berupa dorongan yang berlawanan dengan terapis. Tiap

gerakan dilakukan 8x1 hitungan. Efek dari latihan ini dapat meningkatkan tekanan

otot, dimana latihan ini akan meningkatkan rekrutment motor unit-motor unit

sehingga akan semakin banyak melibatkan komponen otot-otot yang tahanan yang

diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996). Dosis latihan

2x8 hitungan tiap gerakan.

27

Page 28: Refrat Fraktur Femur

4) Stretching Tendon Achiles

Latihan ini diberikan untuk mencegah terjadinya kontraktur otot yang

melengket/ menghambat pergerakan persendian, posisi pasien tidur telentang,

posisi terapis berdiri disamping pasien. Fiksasi pada ankle dan kalkaneus,

kemudian pasien diminta untuk mendorong lengan bawah fisioterapis pada saat

mendorong lengan bawah tersebut pasien sambil tarik nafas dalam-dalam dan saat

hembuskan nafas bersamaan itu fisio terapi memberikan stretching (penguluran).

Dosisl atihan 8-10 kali gerakan.

Gambar 11. Streatching tendo achilles

28

Page 29: Refrat Fraktur Femur

5) Hold Rileks

Hold rileks adalah suatu teknik di mana otot atau grup antagonis yang

memendek dikontraksikan secara isometris dengan kuat (optimal) yang kemudian

disusul dengan relaksasi otot atau grup otot tersebut. Posisi pasien, terapis,

pegangan dan fiksasi dengan gerakan harus tepat. Gerakannya: pasien disuruh

mendorong tahanan yang diberikan, terapis melawan gerakan pasien, kemudian

rileks, saat rileks terapis menggerakkan sendi kea rah gerakan yang diinginkan

sampai full ROM. Efek dari gerakan ini untuk rileksasi otot-otot yang mengalami

spasme sehingga dapat dilakukan penguluran yang maksimal yang dapat

menurunkan nyeri-spasme. Dosis latihan 2x8 hitungan tiap gerakan.

6) Statik kontraksi

Statik kontraksi merupakan kontraksi otot tanpa disertai perubahan

panjang pendek otot dan LGS. Latihan ini dilakukan pada malam hari pertama

post operasi. Statik kontraksi ini dapat meningkatkan “pumping action” yaitu

suatu rangsangan yang menyebabkan dinding kapiler yang terletak pada otot

melebar sehingga sirkulasi darah lancar sehingga nyeri akan ikut berkurang.

Latihan gerak fungsional ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas

kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara

mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri. Pelaksanaannya yaitu pasien

tidur terlentang posisi terapis berdiri di samping pasien. Kemudian pasien diminta

untuk menekan m. quadriceps dan m. gastrocnemius ke bed. Dosis latihan 8-10

kali gerakan.

29

Page 30: Refrat Fraktur Femur

2. Latihan Gerak Fungsional

a. Latihan duduk

Selama kurang lebih 3 hari post operasi pasien mulai pertama beri latihan

duduk tetapi pasien diposisikan half lying ± 300 atau setengah duduk. Apabila

pasien dalam posisi half lying mengalami gangguan yaitu masih terasa pusing

maka posisi half lying dikembalikan seperti semula (diturunkan lagi). Latihan

dilanjutkan lagi dan dilakukan setiap hari. Tahap berikutnya melihat pasien agar

duduk ongkang-ongkang di tepi bed yang akan diuraikan pelaksanaannya. Posisi

pertama pasien tidur terlentang (half ± 300) kemudian lutut yang sehat ditekuk ±

450 juga, kemudian tangan pasien menarik tubuhnya dibantu terapis sampai tepi

bed dalam posisi duduk (half lying ± 300) ongkang-ongkang. Fiksasi fisioterapi

pada tungkai yang sakit yaitu pada ankle dengan posisi selalu ekstensi.

Latihan strengthening m. quadriceps dimulai hari ke-4 dengan posisi

pasien duduk half lying 450. Fiksasi fisioterapi pada knee dan ankle. Penderita

diminta untuk menggerakkan ke arah ekstensi kemudian terapis member tahanan.

Dosis latihan 8-10 kali

gerakan.

30

Page 31: Refrat Fraktur Femur

b. Latihan berdiri

Setelah pasien berada dalam posisi ongkang-ongkang kemudian

dilanjutkan dengan turun dari bed. Adapun pelaksanaannya pasien turun dari bed

dengan hati-hati, sedangkan terapis memfiksasi tungkai yang sakit agar dalam

posisi abduksi eksternal rotasi dan ekstensi. Setelah mendirikan pasien perlu

sekali dilakukan koreksi postur atau koreksi sikap badan. Sikap berdiri yang

dikoreksi adalah: 1) berat nadan bertumpu pada salah satu tumit, 2) tulang

punggung sedikit condong ke depan dengan kedua tangan berpegangan pada hand

crutch, 3) kedua crutch berada disisi anterolateral, 4) kepala lurus tegak ke depan,

5) tungkai yang sakit harus berada dalam posisi abduksi eksternal rotasi dan saat

latihan berdiri tidak ditapakkan. Lama berdiri pasien tergantung pada berat

tidaknya kondisi yang dialaminya. Pasien bisa berdiri di atas kakinya selama 2

menit atau mungkin 10 menit pada hari pertama. Lama waktu berdiri bisa

ditingkatkan secara bertahap, karena hal ini sangat penting agar memungkinkan

peredaran darahnya mampu beradaptasi dengan efek rasa sakit yang diderita oleh

pasien tersebut.

c. Latihan berjalan

Setelah memulai beberapa latihan barulah pasien diajarkan pola untuk

jalan tindakan yang dilakukan pertama kali melangkah ke depan dengan dua

crutch dan diikuti dengan kaki yang sakit dengan metode NWB (Non Weight

Bearing) yaitu tanpa penumpuan berat badan selanjutnya kaki yang sehat

melangkah ke depan dan seterusnya. Fiksasi terapis pada panggul pasien dan

31

Page 32: Refrat Fraktur Femur

terapis sedekat mungkin dengan pasien untuk mencegah pasien terjatuh atau

gerakan ini memerlukan keseimbangan yang baik.

Pasien diperbolehkan berjalan Non-Weight Bearing mulai dari ke-7 sampai

10 selama 4-6 minggu, kemudian Partial Weight Bearing 6 minggu berikutnya.

Full weight bearing diperbolehkan setelah 12 minggu. Operasi pengangkatan

fiksasi interna dilakukan paling cepat setelah 12 bulan bila konsolidasi telah

sempurna dan bila diperlukan dapat ditunggu sampai 2 tahun (Rae, 2002 cit

Hanafiah, 2007).

3. Edukasi

Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus

berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas

sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis. Di samping itu juga peran

keluarga sangatlah penting untuk membantu dan mengawasi segala aktifitas

pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang

kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri agar tidak menapakkan kakinya

terlebih dahulu sebelum 2-3 minggu, serta dosis latihan ditingkatkan.

32

Page 33: Refrat Fraktur Femur

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A, Graham & Solomon. 2001 . Buku Ajar ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Alih Bahasa Edi Nugroho. Edisi delapan. Jakarta : Widya Medika,.

Budianto,A.2005. Guidance to Anatomy I.Surakarta: Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS

Dorland. 1995. Dorland’s Pocket Dictionary. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hanafiah, Hafas., 2007. Pengamatan Terbuka Pada Rekonstruksi Malunion Fraktur Batang Femur. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 (2).

33

Page 34: Refrat Fraktur Femur

Kisner, et al., 1996. Therapeutic Exercise Foundations and Technique. Edisi Ketiga. Philadelphia: F.A. Davis Company. pp. 339-412

Kottle dalam Krusen, Frank W, et al., 1991. Handbook at Physical Medicine and Rehabilitation.

Lavy CBD, Barrett DS.2001. Ortopedi dan fraktur sistem apley. 7 th ed. Alih bahasa Edi. Nugroho. Jakarta : Widya Medika.

Maryani. 2008. Penatalaksanaan Terapi Latihan pada Kondisi Post Operasi Fraktur Femur 1/3 Medial Dekstra Dengan Pemasangan Plate and Screw di RSOP.PROF.DR.Soeharso Surakarta. Skripsi UMS.

R. Putz, R. Pabst.2010. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21 Jilid 2. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price, Latraine M. Wison. 2006.     Patofisiologi edisi 6. Jakarta: EGC.

34