KASUS
1. Identitas
Nama : Ny. D
Umur : 45 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat :Garut Kota
No. RM : 738771
Tanggal Masuk RS : 04/02/2015
Tanggal Pemeriksaan : 05/02/2015
2. Anamnesis
a. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan ingin mencabut orif yang sudah terpasang
sekitar 1 tahun lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke poli ingin mencabut orif yang telah di pasang 1 tahun yang
lalu di karenakan jadwal pencabutan orif yang telah di tentukan.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Os datang ke igd dengan keluhan kaki tidak dapat digerakan sejak 1 jam
smrs, sebelumnya pasien mengalami kecelakaan dan terasa sakit yang
tidak tertahankan pada tungkai sebelah kanan.
Tekanan Darah dan DM : disangkal
3. PemeriksaanFisis
Keadaan Umum :
a. Status Kesadaran : Compos Mentis
b. Keadaan Jiwa : Baik
c. Tanda vital :
TD : 120/70 mmHg
N : 80 kali/menit
1
P : 20 kali/menit
S : 36,2
d. Status Generalis
Kepala : Normocepal
Mata : Konjungtivaanemis (-/-), skleraikterik (-/-),
Hidung : deformitas (-)
Mulut : Sianosis (-), lidahkotor (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Telinga : normotia, deformitas (-), sekret (-/-)
Leher : pembesaran KGB (-), deviasitrakea (-)
Thorax : simetris S=D, sonor (-/-), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : S1-S2 normal G (-) M (-)
Abdomen : peristaltik (+) normal, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : udem (-/-), gerak (+/+), kekuatan (5/5)
e. Status lokalis :
Regio femur Dextra
- Look :Pemendekan (+), udem (+), deformitas (+), tidak terdapat luka
robek.
- Feel : Nyeri tekan (+)
- Movement :Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+).
4. PemeriksaanPenunjang
Laboratorium
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin : 12,4 g/dL
Hematokrit : 38 %
Leokosit : 7,010 /mm3
Trombosit : 318.000 /mm3
Eritrosit : 4.14 juta/mm3
LED : 28/48 mm/jam N(0-20)
2
Kimia Klinik
Bilirubin total : 0.29 mg/dL
Bilirubin Direk : 0.07 mg/dL
Ureum darah : 19 mg/dl
Kreatinin darah : 0.9 mg/dl
SGOT : 13 u/l
SGPT : 13 u/l
Trigliserida : 119 mg/dL
GDS : 110
Foto Rongent
3
5. Diagnosa
Union Fraktur Femur Post Orif
6. Penatalaksanaan
Operatif :
Operator : dr. Husodo Sp.OT
Asisten : 1. Anjas
2. Abduh
Jenis Operasi : Removal implant
Indikasi Operasi :Mencegah metastatik, mencegah kelelahan
metal.
D.O
Ditemukan union fraktur femur 1/3 distal yang sudah tertutup dengan kalus tebal.
T.O
- Dilakukan tindakan A dan Antiseptik
- Dilakukan insisi kutis dan subkutis mengikuti luka lama
- Ditemukan D.O
- Luka perdarahan di rawat
- Luka ditutup lapis demi lapis
- Operasi selesai
7. Prognosis
4
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad sanationem : dubia ad bonam
A. Anatomi
Femur
5
Gambar 1. Tulang Femur (Sobotta, 2010)
Femur atau tulang paha, adalah tulang (paling dekat dengan tubuh) yang
paling proksimal kaki dalam vertebrata yang mampu berjalan atau melompat,
Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh. Kepala femur berartikulasi dengan
acetabulum..
Anatomi manusia, femur adalah tulang terpanjang dan terbesar dalam
tubuh. Os femur laki-laki dewasa rata-rata adalah 48 cm (18,9 in) panjang dan
2,84cm (1,12 in) dengan diameter di pertengahan poros, dan memiliki
kemampuan untuk mendukung hingga 30 kali berat dewasa. Secara morfologi
femur (os longum) terdiri dari bagian-bagian :
1. Epiphysis proximal
6
Terdapat bulatan 2/3 bola yang disebut caput ossis femoris, yang bersendi
dengan acetabulum. Dimana kearah distal merupakan collum femur, dan ke
medial terdapat throcanter mayor dan minor.
2. Diaphysis
Antara facies medialis dan lateralis terdapat suau garis yang disebit linea
aspera yang dibentuk oleh labium laterale dan labium mediale. Kedua labium ini
menjauhi kearah distal. Dan bagian distal terdapat fassa poplitea (planum
popliteum).
3. Epiphysis distalis
Pada bagian ini terdapat condylus lateralis dan medialis, dimana disebelah
proximal ada tonjolan yang disebut fossa intercondylaris. (Budianto, 2005)
B. Tahap-tahap Penyembuhan tulang
1. Tahap Hematoma dan Inflamasi.
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera
kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan
membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
2. Tahap Proliferasi Sel.
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
7
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak sruktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna
serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi aktivitas seluler
dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,
maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel – sel mesenkimal yang
berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan
fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel – sel osteogenik yang memberi
penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari
tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan
membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan
radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah
radioluscen. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur
dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.
3. Tahap Pembentukan Kalus.
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur (Sylvia,
2006).
Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk
tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
8
perlekatan polisakarida oleh garam – garam kalsium pembentuk suatu tulang yang
imatur.
Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu
waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang
rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fargmen tulang tidak bisa lagi
digerakkan.
Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus
atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama
terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi).
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap.
Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu
ke 8 – 12 setelah terjadinya fraktur. Pembentukan kalus mulai mengalami
penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui proses
penulangan endokondral. Patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan
memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun
sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap
bersifat elektronegatif.
5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling).
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun – tahun tergantung beratnya
modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang
melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang.
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk
bagian yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara
9
osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara
perlahan – lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang
kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami
peronggaan untuk membentuk susmsum.
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8–12 dan berakhir sampai
beberapa tahun dari terjadinya fraktur. Tulang kanselus mengalami penyembuhan
dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik
kontak langsung (Sylvia, 2006).
C. Fraktur Femur
1. Definisi Fraktur Femur (Shaft Femur)
Shaft femur adalah tulang femur yang dibagi menjadi tiga bagian yang
sama kemudian diambil bagian yang tengah (Dorland, 1995). Jadi fraktur shaft
femur adalah suatu diskontinuitas tulang yang mengenai bagian sepertiga tengah
dari tulang femur.
2. Etiologi
a. Trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak
disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan
lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Pada benturan keras (sering berupa
kombinasi kekuatan langsung dan tidak langsung) fraktur mungkin bersifat
kominutif atau tulang dapat patah pada lebih dari satu tempat (fraktur segmental).
Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Trauma langsung: Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
2) Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau
osteoporosis.
10
c. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut
tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya. Sebagai
contoh fraktur melintang dan oblique biasanya akibat angulasi atau benturan
langsung karena itu sering ditemukan dalam kecelakaan motor.
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga. Fraktur spiral
biasanya disebabkan oleh jatuh dengan posisi kaki tertambat sementara daya
pemuntir ditransmisikan ke femur (Apley & Solomon, 2001).
Gambar 2. Tipe fraktur pada 1/3 medial femur
3. Mekanisme Fraktur
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 2001). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
11
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi darah putih. ini
merupakan dasar penyembuhan tulang.
(Apley, A. Graham, 2001).
4. Klasifikasi Fraktur Femur
a. Berdasarkan dengan dunia luar
1) Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak menonjol melalui kulit dan relatif lebih aman.
2) Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, sehingga fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi osteomielitis.
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu:
Grade 1: terobeknya kulit dengan sedikit kerusakan jaringan
Grade 2: seperti grade 1 dengan memar pada kulit dan otot
Grade 3: luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf, otot
dan kulit.
b. Berdasarkan bentuk patah tulang
1) Fraktur complete yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen
2) Fraktur incomplete yaitu patah bagian dari tulang tanpa adanya pemisahan.
3) Fraktur comminate yaitu fraktur lebih dari 1 garis fraktur, fragmen tulang
patah menjadi beberapa bagian.
4) Impacted fraktur yaitu salah satu ujung tulang menancap ke tulang
didekatnya.
c. Berdasarkan garis patahnya
1) Green stick yaitu pada anak-anak.
2) Transverse yaitu patah tulang pada posisi melintang.
3) Longitudinal yaitu patah tulang pada posisi memanjang
4) Oblique yaitu garis patah miring
5) Spiral yaitu garis patah melingkar tulang
12
5. Manifestasi Klinis
a. Look
Bengkak timbul oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri disekitar fraktur
Eritema, adanya warna kemerahan pada kulit daerah yang terfiksasi,
disebabkan pembengkakan jumlah cairan darah secara berlebihan akibat
kerusakan pembuluh darah.
Deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan)
mungkin terlihat jelas, jika kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan
fraktur, cedera terbuka. Kakik pada fraktur shaft femur biasanya berotasi keluar
dan mungkin memendek dan mengalami deformitas.
b. Feel
Nyeri timbul karena rangsangan respon sensorik tubuh oleh karena kerusakan
jaringan
Peningkatan suhu lokal
c. Move
Keterbatasan Lingkup Gerak Senid (LGS) terjadi di sendi penggerak tubuh
disesbabkan oleh reaksi proteksi yaitu penderita berusaha menghindarigerakan
yang menyebabkan nyeri.
Penurunan kekuatan otot terjadi karena pembengkakan sehingga timbul nyeri
dan keterbatasan gerak serta aktivitas terganggu dan tejadi penurunan kekuatan
tungkai yang fraktur (Apley & Solomon, 2001).
6. Penatalaksanaan Fraktur Femur
a. Reduksi
Tidak boleh ada keterlambatan dalam menangani fraktur. Pembengkakan
bagian lunak selama 12 jam pertama akan mempersulit reduksi. Tetapi terdapat
beberapa situasi yang tidak memerlukan reduksi yaitu jika pergeseran tidak
banyak, jika pergeseran tidak berarti (fraktur klavikula) dan jika reduksi
diperkirakan tidak berhasil (fraktur kompresi vertebrae).
1) Reduksi tertutup
Fraktur batang femur sulit direduksi dengan manipulasi karena tarikan otot
yang sangat kuat dan membutuhkan traksi yang lama. Umumnya redusi tertutup
13
digunakan untuk semua fraktur dengan pergeseran minimal dan sebagian
besarpada fraktur anak-anak yang dilakukan untuk mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual.
2) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka merupakan penanganan fraktur dengan pendekatan
pembedahan dimana fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi.
Indikasi reduksi terbuka meliputi: (1) bila reduksi gagal, baik karena
kesukaran mengendalikan fragmen atau karena terdapat jaringan lunak diantara
fragmen-fragmen tersebut; (2) bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu
ditempatkan secara tepat; (3) bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya
terpisah. Tetapi biasanya reduksi terbuka hanya merupakan langkah pertama
untuk fiksasi internal (Apley & Solomon, 2001).
b. Imobilisasi
Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau
internal. Fiksasi eksternal meliputi traksi kontinui, pembebatan dengan gips, bidai.
Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna
untuk mengimobilisasi fraktur.
Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu
intrakapsuler 24 minggu, intratrohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan
supra kondiler 12-15 minggu (Apley & Solomon, 2001).
1) Traksi
Pada femur terdapat otot yang sangat kuat sehingga reposisi tidak dapat
dilakukan seklaigus. Untuk itu diperlukan reposisi sekaligus imobilisasi dengan
traksi yaitu mempertahankan sebagian besar fraktur dalam alignment (penjajaran)
yang memadai dan mobilitas sendi dapat terjamin dengan latihan aktif. Traksi
14
dapat berupa traksi kulit ataupun traksi skeletal. Setiap traksi harus disertai
kontraksi. Kontraksi biasanya sesuai dengan berat badan pasien itu sendiri yaitu
dengan cara meninggikan bagian ekstremitas yang ditraksi. Lama traksi baik
traksi kulit maupun traksi skeletal tergantung pada tujuan traksi. Traksi sementara
untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa hari sedangkan traksi untuk reposisi
beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan lamanya kalus fibrosa. Setelah terjadi
kalus fibrosa, ekstremitas diimobilisasi dengan gips (Sjamsuhidajat, 2005).
Ada dua macam traksi yaitu:
a) Traksi kulit
Biasanya menggunak plester yang direkatkan sepanjang ekstremitas yang
kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik. Penarikan
biasanya dilaksanakan dengan katrol dan beban. Traksi kulit terbatas untuk 4
minggu dan beban < 5 kg. Bila lebih dari 5 kg maka kulit akan mengalami
nekrosis akibat tarikan karena iskemik kulit. Untuk anak-anak waktu beban
tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitf, jika tidak diteruskan
dengan pemasangan gips. Setelah 3 minggu pada anak-anak dan 5-6 minggu pada
orang dewasa, traksi mungkin dihentikan dan tungkai dipertahankan dengan spika
(untuk anak-anak) atau brace fungsional (untuk dewasa)
b) Traksi skeletal
Orang dewasa membutuhkan traksi skeletal dengan pen atau kawat
Kirschner yang diikat kuat-kuat dibelakang tuberkel tibia (Apley & Solomon,
2001).
Traksi yang digunakan pada fraktur batang femur adalah traksi jenis
Russell’s. Traksi ini dibuat dengan bagian depan dan atas untuk menekan kaki
dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia dan fibula.
2) External Fixation
Fiksasi eksternal kadang digunakan untuk fraktur terbuka yang tidak
cocok untuk fiksasi internal dan sulit dipertahankan dengan traksi dan
pembebatan. Indikasi fiksasi eksternal yaitu :
15
a) Fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat dimana
luka dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau
pencangkokan kulit.
b) Fraktur yang disertai dengan kerusakan saraf atau pembuluh darah.
c) Fraktur yang sangat kominutif dan tidak stabil.
d) Fraktur yang tidak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi.
e) Fraktur yang terinfeksi, dimana fiksasi internal mungkin tidak cocok.
f) Cidera multipel yang berat, bila stabilisasi lebih awal mengurangi risiko
komplikasi yang berbahaya. (Philips, 1990 cit Apley & Solomon, 2001).
Gambar 3. Fiksasi Eksternal
3) Intramedullary Nail Fixation
Intramedullary nail dapat digunakan untuk hampir semua fraktur pada
batang femur. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan
nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi.
Intramedullary nail merupakan penanganan yang terbaik dan lebih banyak dipilih
karena merupakan tindakan perkutaneus sehingga hanya membutuhkan sedikit
insisi pada kulit.
Pasca operasi tungkai dibiarkan bebas dan latihan dimulai secepat
mungkin. Gerakan lutut lebih cepat diperoleh kembali dengan gerakan pasif yang
kontinyu (continues pasive motion). Settelah seminggu atau 10 hari pasien
16
diperbolehkan bangun, dengan pembebanan sebagian pada crutch penopang.
Pembebanan penuh biasanya dicapai 4-6 minggu kemudian, tetapi fraktur
kominutif harus dilindungi lebih lama lagi. Kalau penguncian statik digunakan
untuk fraktur kominutif, satu rangkaian sekrup dapat dilepas begitu terdapat
tanda-tanda penyembuhan fraktur (biasanya setelah 8 minggu) sehingga
mekanismenya berubah menjadi system dinamis (Apley & Solomon, 2001).
Gambar 4. Imobilisasi dengan Intramedulary Nail Fixation
4) Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat
logam yang diikat dengan sekrup, paku intramedular nail yang panjang dengan
atau tanpa sekrup pengunci circum ferential bands, atau kombinasi dari metode
ini (Philips, 1990 cit Maryani, 2008).
Indikasi ORIF yang biasanya dengan plate and screw sering menjadi
bentuk terapi yang paling diperlukan. Indikasi utamanya :
1) Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi
2) Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami
pergeseran kembali setelah reduksi, (misalnya fraktur pertengahan batang
pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser). Selain itu
juga fraktur yang cenderung tertarik atau terpisah oleh kerja otot (misalnya
fraktur melintang pada patella atau olekranon).
17
3) Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama pada
fraktur leher femur.
4) Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
5) Fraktur multiple bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau luar)
mengurangi risiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai
sistem.
6) Faktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien
dengan cedera multiple dan sangat lanjut usia). (Phillips, 1990 cit Maryani,
2008).
E. Post Operasi
1. Problem post operasi
Pada kondisi post operasi fraktur femur 1/3 medial dengan pemasangan
plate and screw maka akan timbul problem setelah operasi sebagai berikut :
18
a. Nyeri, adanya luka bekas operasi serta adanya oedem di dekat daerah fraktur,
menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan interstitial sehingga akan
menekan nocireceptor, lalu menyebabkan nyeri.
b. Bengkak, timbul oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri yang menyertai
pelaksanaan operasi sehingg aliran darah menuju jantung tidak lancar, maka
timbul bengkak disekitar luka incisi.
c. Eritema, adanya warna kemerahan pada kulit pada daerah yang fiksasi hal ini
disebabkan pembengkakkan, jumlah cairan darah dibawa secara berlebihan
akibat rusaknya pembuluh darah. Pada pemasangan internal fiksasi dengan
plate and screw saat operasi akan terjadi kerusakan tulang, otot, pembuluh
darah dan jaringan lunak. Kerusakan ini menimbulkan reaksi inflamasi
(radang).
d. Peningkatan suhu lokal, dalam keadaan normal suhu kira-kira 360 C kaki pada
daerah yang ada fiksasi atau bekas operasi suhu sama dengan kaki kanan
(sehat).
e. Keterbatasan LGS, ini terjadi di sendi penggerak tubuh (tungkai kiri)
disebabkan oleh reaksi proteksi yaitu penderita berusaha menghindari
gerakan yang menyebabkan nyeri.
f. Penuruanan kekuatan otot, terjadi karena adanya pembengkakkan sehingga
timbul nyeri dan keterbatasan gerak serta aktifitas terganggu dan terjadi
penurunan kekuatan tungkai kiri sehingga dalam waktu yang lama akan
menyebabkan disuse atrophy.
g. Fuctional Limitation, adanya oedem dan nyeri menyebabkan pasien
mengalami penurunan kemampuan fungsionalnya, seperti transfer, ambulasi,
jongkok berdiri, naik turun tangga, keterbatasan melakukan Buang Air Besar
(BAB) dan Buang Air Kecil (BAK). Hal ini disebabkan adanya nyeri, oedem,
dan karena penyambungan tulang oleh callus yang belum sempurna, sehingga
pasien belum mampu menumpu berat badan dan melakukan aktifitas sehari-
hari secara optimal.
h. Permasalahan pada saluran pernapasan. Anastesi yang digunakan saat operasi
bersifat sebagai zat iritan, reflek batuk tertekan dan karenanya pengeluaran
19
sekresi menjadi sulit, sering juga terjadi sekresi yang sulit dikeluarkan, karena
lemahnya reflek batuk dan sistem sekresi akibat tindakan pembiusan
menyebabkan pasien mengantuk dan lemah sehingga proses pembuangan
sekresi terganggu (Apley & Solomon, 2001).
2. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada kondisi post operasi fraktur femur 1/3
medial antaralain (Apley& Solomon, 2001) :
a. Komplikasi dini
1) Syok
Satu sampai dua liter darah dapat hilang sekalipun pada fraktur tertutup
sehingga syok dapat terjadi.
2) Deep vein thrombosis
Trombosis vena merupakan sumbatan pada vena oleh karena pembentukan
trombus pada lumen yang disebabkan oleh aliran darah yang statis, kerusakan
endotel dan hiperkoagulabilitas darah. Insiden diperberat oleh immobilisasi yang
terlalu lama post operasi. Trombosis ini akan berkembang menjadi penyebab
kematian pada operasi ini apabiala trombus lepas dan terbawa oleh aliran darah
kemudian menyumbat pada daerah-daerah yang vital, seperti paru dan jantung .
3) Emboli lemak
Ini sering terjadi pada orang muda dengan fraktur femur tertutup yang
harus dianggap ada pada setiap kasus. Analisis gas darah harus diukur segera
dengan setiap tanda mencurigakan seperti napas pendek, gelisah, kenaikan suhu,
atau kecepatan denyut nadi.
4) Infeksi
Pada cedera terbuka, setelah fiksasi internal selalu terdapat resiko infeksi.
Resiko kejadian osteomielitis dapat terjadi pada kasus ini.
b. Komplikasi Lanjut
1) Stiff joint (kaku sendi)
Kekakuan sendi terjadi akibat oedem dan fibrasi pada kapsul, ligamen
dan otot sekitar sendi, atau perlengketan dengan jaringan lunak satu sama
20
lain. Keadaan ini bertanbah lunak satu sama lain. Keadaan ini bertambah
parah jika immobilisasi berlangsung lama dan sendi dipertahankan dalam
posisi ligament terpendek, tidak ada latihan yang akan berhasil sepenuhnya
merentangkan jaringan ini dan memulihkan gerakan yang hilang.
2) Penyatuan lambat dan non union
Fraktur femur akan menyatu dalam 100 harim plus atau minus 20 hari.
Kalau sinar X menunjukan bahwa ujung tulang mengalami sklerosis, tentu
saja diperlukan fiksasi internal yang kaku dan ditambah cangkokan kanselosa.
3) Malunion
Pada oranng dewasa, angulasi tidak boleh lebih dari 15 derajat. Kalau
malunion tempak jelas, efek mekanik pada pinggul atau lutut dapat
menyebabkan predisposisi terhadap osteoartritis sekunder (Apley& Solomon,
2001).
4) Infeksi
Pada cidera terbuka, setelah fiksasi internal selalu terdapat risiko
infeksi. Risiko kejadian osteomyelitis dapat terjadi pada kasus ini.
3. Prognosis
Penderitafraktur femur 1/3 medial setelah pemasangan internal fiksasi
plate and screw tanpa komplikasi bila mendapat tindakan fisioterapi sejak dini dan
tepat maka kapasitas fisik dan kemampuan fungsional akan kembali normal
(baik). Tetapi bias menimbulkan keadaan yang jelek dari penyembuhan apabila
terjadi komplikasi yang menyertai dan umumnyausia lanjut (Apley, 2001).
21
Program RehabilitasiMedik
Gambar.Protokol Rehabilitasi Medik pada Fraktur Shaft Femur
Gambar.Protokol Rehabilitasi Medik pada Fraktur Shaft Femur
22
1. Terapi Latihan (exercise therapy) aktif dan pasif
Terapi latihan adalah petunjuk gerakan tubuh untuk memperbaiki
penurunan fungsi, meningkatkan fungsi musculoskleletal dalam keadaan yang
baik (Kotte, 1991). Terapi latihan merupakan tindakan fisioterapi dan dalam
pelaksanaannya menggunakan latihan gerak tubuh yang baik secara aktif maupun
pasif untuk mengatasi permasalahan kapasitas-kapasitas fisik dan kemampuan
fungsional yang ada.
Jenis dan terapi latihan di sini ada beberapa macam antara lain :
a. Latihan passive movement
Adalah suatu latihan yang digunakan dengang erakan. Yang dihasilkan
oleh tenaga/ kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot.
Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada
latihan ini adalah mempelancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan
meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan
jaringan. Tiap gerakan dilakukan sampai batas nyeri pasien.
Gerakan passive movement ini dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Relaxed passive movement.
Adalah gerakan yang terjadi oleh kekuatan dari luar tanpa diikuti kerja otot dari
bagian tubuh itu sendiri. Dosis latihan 2x8 hitungan tiap gerakan (Kisner, 1996).
23
2) Fo
3) P
4)
5)
6) a
1) Passive movement
Adalah gerakan yang terjadi oleh karena kekuatan dari luar tanpadi ikuti
kerja otot tubuh itu sendiri tetapi pada akhirnya gerakan diberikan penekanan.
Gerakan ini bertujuan :
a) Mencegahpembentukanperlengketanjaringanlunak
b) Menjagaelastisitasjaringan
c) Mencegahkontraktur
24
d) Menguranginyeri (Kisner, 1996).
Latihan passive pada sendi panggul ini posisi pasien tidur terlentang dan
posisi terapis disamping pada sisi yang sakit. Tangan kanan terapis pada daerah
hamstring dan tangan kiri pada gastrocnemius sebagai support, kemudian
digerakkan kearah flexi-extensi, abduksi, adduksi pada sendi panggul. Kemudian
untuk gerakan ankle terapis fiksasi pada pergelangan kaki. Telapak kaki
digerakkan plantar-dorsal flexi, inversi-eversi dan rotasi serta gerakan jari-jari
kaki. Dosis terapi2x8 hitungan tiap gerakan.
b. Latihan Active Movement
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri
(Kisner, 1996). Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi
secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan
dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan
menghasilkan penurunan nyeri. Salah satu modalitas fisioterapi yang dapat
diaplikasikan untuk mengurangi ketegangan jaringan lunak termasuk otot dengan
rileksasi jaringan tersebut. Rileksasi dapat dilaksanakan sendiri oleh pasien
dengan teknik ressisted active exercise.
1) Assisted Active Movement.
Gerakan ini terjadi oleh karena adanya kerja otot melawan gravitasi dan
dibantu gerakan dari luar kecual gaya gravitasi. Setiap gerakan dilakukan sampai
batas nyeri pasien. Efek dari gerakan ini dapat mengurangi nyeri karena
merangsang rileksasi propioseptif, mengembangkan koordinasi dan keterampilan
untuk aktifitas fungsional. Latihan ini dilakukan bisa berupa bantuan alat atau
terapis dengan posisi telentang, tangan terapis memfiksasi pada pergelangan kaki
dan tangan satunya memegang tumit. Dosis latihan 2x8 hitungan tiap gerakan.
25
26
2) Free Active Movement
Gerakan ini terjadi akibat adanya kontraksi otot melawan pengaruh
gravitasi tanpa adanya bantuan dari luar. Gerakan ini dilakukan oleh pasien
sendiri dengan bantuan terapis. Tiap gerakan dilakukan 8x1 hitungan, efek dari
gerakan ini untuk memelihara dan meningkatkan LGS, meningkatkan kekuatan
otot, koordinasi gerakan. Dosis latihan 2x8 hitungan tiap gerakan.
3) Resisted Active Movement
Latihan ini merupakan latihan aktif dimana otot bekerja melawan tahanan.
Tahanan ini dapat berupa dorongan yang berlawanan dengan terapis. Tiap
gerakan dilakukan 8x1 hitungan. Efek dari latihan ini dapat meningkatkan tekanan
otot, dimana latihan ini akan meningkatkan rekrutment motor unit-motor unit
sehingga akan semakin banyak melibatkan komponen otot-otot yang tahanan yang
diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996). Dosis latihan
2x8 hitungan tiap gerakan.
27
4) Stretching Tendon Achiles
Latihan ini diberikan untuk mencegah terjadinya kontraktur otot yang
melengket/ menghambat pergerakan persendian, posisi pasien tidur telentang,
posisi terapis berdiri disamping pasien. Fiksasi pada ankle dan kalkaneus,
kemudian pasien diminta untuk mendorong lengan bawah fisioterapis pada saat
mendorong lengan bawah tersebut pasien sambil tarik nafas dalam-dalam dan saat
hembuskan nafas bersamaan itu fisio terapi memberikan stretching (penguluran).
Dosisl atihan 8-10 kali gerakan.
Gambar 11. Streatching tendo achilles
28
5) Hold Rileks
Hold rileks adalah suatu teknik di mana otot atau grup antagonis yang
memendek dikontraksikan secara isometris dengan kuat (optimal) yang kemudian
disusul dengan relaksasi otot atau grup otot tersebut. Posisi pasien, terapis,
pegangan dan fiksasi dengan gerakan harus tepat. Gerakannya: pasien disuruh
mendorong tahanan yang diberikan, terapis melawan gerakan pasien, kemudian
rileks, saat rileks terapis menggerakkan sendi kea rah gerakan yang diinginkan
sampai full ROM. Efek dari gerakan ini untuk rileksasi otot-otot yang mengalami
spasme sehingga dapat dilakukan penguluran yang maksimal yang dapat
menurunkan nyeri-spasme. Dosis latihan 2x8 hitungan tiap gerakan.
6) Statik kontraksi
Statik kontraksi merupakan kontraksi otot tanpa disertai perubahan
panjang pendek otot dan LGS. Latihan ini dilakukan pada malam hari pertama
post operasi. Statik kontraksi ini dapat meningkatkan “pumping action” yaitu
suatu rangsangan yang menyebabkan dinding kapiler yang terletak pada otot
melebar sehingga sirkulasi darah lancar sehingga nyeri akan ikut berkurang.
Latihan gerak fungsional ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas
kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara
mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri. Pelaksanaannya yaitu pasien
tidur terlentang posisi terapis berdiri di samping pasien. Kemudian pasien diminta
untuk menekan m. quadriceps dan m. gastrocnemius ke bed. Dosis latihan 8-10
kali gerakan.
29
2. Latihan Gerak Fungsional
a. Latihan duduk
Selama kurang lebih 3 hari post operasi pasien mulai pertama beri latihan
duduk tetapi pasien diposisikan half lying ± 300 atau setengah duduk. Apabila
pasien dalam posisi half lying mengalami gangguan yaitu masih terasa pusing
maka posisi half lying dikembalikan seperti semula (diturunkan lagi). Latihan
dilanjutkan lagi dan dilakukan setiap hari. Tahap berikutnya melihat pasien agar
duduk ongkang-ongkang di tepi bed yang akan diuraikan pelaksanaannya. Posisi
pertama pasien tidur terlentang (half ± 300) kemudian lutut yang sehat ditekuk ±
450 juga, kemudian tangan pasien menarik tubuhnya dibantu terapis sampai tepi
bed dalam posisi duduk (half lying ± 300) ongkang-ongkang. Fiksasi fisioterapi
pada tungkai yang sakit yaitu pada ankle dengan posisi selalu ekstensi.
Latihan strengthening m. quadriceps dimulai hari ke-4 dengan posisi
pasien duduk half lying 450. Fiksasi fisioterapi pada knee dan ankle. Penderita
diminta untuk menggerakkan ke arah ekstensi kemudian terapis member tahanan.
Dosis latihan 8-10 kali
gerakan.
30
b. Latihan berdiri
Setelah pasien berada dalam posisi ongkang-ongkang kemudian
dilanjutkan dengan turun dari bed. Adapun pelaksanaannya pasien turun dari bed
dengan hati-hati, sedangkan terapis memfiksasi tungkai yang sakit agar dalam
posisi abduksi eksternal rotasi dan ekstensi. Setelah mendirikan pasien perlu
sekali dilakukan koreksi postur atau koreksi sikap badan. Sikap berdiri yang
dikoreksi adalah: 1) berat nadan bertumpu pada salah satu tumit, 2) tulang
punggung sedikit condong ke depan dengan kedua tangan berpegangan pada hand
crutch, 3) kedua crutch berada disisi anterolateral, 4) kepala lurus tegak ke depan,
5) tungkai yang sakit harus berada dalam posisi abduksi eksternal rotasi dan saat
latihan berdiri tidak ditapakkan. Lama berdiri pasien tergantung pada berat
tidaknya kondisi yang dialaminya. Pasien bisa berdiri di atas kakinya selama 2
menit atau mungkin 10 menit pada hari pertama. Lama waktu berdiri bisa
ditingkatkan secara bertahap, karena hal ini sangat penting agar memungkinkan
peredaran darahnya mampu beradaptasi dengan efek rasa sakit yang diderita oleh
pasien tersebut.
c. Latihan berjalan
Setelah memulai beberapa latihan barulah pasien diajarkan pola untuk
jalan tindakan yang dilakukan pertama kali melangkah ke depan dengan dua
crutch dan diikuti dengan kaki yang sakit dengan metode NWB (Non Weight
Bearing) yaitu tanpa penumpuan berat badan selanjutnya kaki yang sehat
melangkah ke depan dan seterusnya. Fiksasi terapis pada panggul pasien dan
31
terapis sedekat mungkin dengan pasien untuk mencegah pasien terjatuh atau
gerakan ini memerlukan keseimbangan yang baik.
Pasien diperbolehkan berjalan Non-Weight Bearing mulai dari ke-7 sampai
10 selama 4-6 minggu, kemudian Partial Weight Bearing 6 minggu berikutnya.
Full weight bearing diperbolehkan setelah 12 minggu. Operasi pengangkatan
fiksasi interna dilakukan paling cepat setelah 12 bulan bila konsolidasi telah
sempurna dan bila diperlukan dapat ditunggu sampai 2 tahun (Rae, 2002 cit
Hanafiah, 2007).
3. Edukasi
Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus
berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas
sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis. Di samping itu juga peran
keluarga sangatlah penting untuk membantu dan mengawasi segala aktifitas
pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang
kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri agar tidak menapakkan kakinya
terlebih dahulu sebelum 2-3 minggu, serta dosis latihan ditingkatkan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A, Graham & Solomon. 2001 . Buku Ajar ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Alih Bahasa Edi Nugroho. Edisi delapan. Jakarta : Widya Medika,.
Budianto,A.2005. Guidance to Anatomy I.Surakarta: Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS
Dorland. 1995. Dorland’s Pocket Dictionary. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hanafiah, Hafas., 2007. Pengamatan Terbuka Pada Rekonstruksi Malunion Fraktur Batang Femur. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 (2).
33
Kisner, et al., 1996. Therapeutic Exercise Foundations and Technique. Edisi Ketiga. Philadelphia: F.A. Davis Company. pp. 339-412
Kottle dalam Krusen, Frank W, et al., 1991. Handbook at Physical Medicine and Rehabilitation.
Lavy CBD, Barrett DS.2001. Ortopedi dan fraktur sistem apley. 7 th ed. Alih bahasa Edi. Nugroho. Jakarta : Widya Medika.
Maryani. 2008. Penatalaksanaan Terapi Latihan pada Kondisi Post Operasi Fraktur Femur 1/3 Medial Dekstra Dengan Pemasangan Plate and Screw di RSOP.PROF.DR.Soeharso Surakarta. Skripsi UMS.
R. Putz, R. Pabst.2010. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21 Jilid 2. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Sylvia A. Price, Latraine M. Wison. 2006. Patofisiologi edisi 6. Jakarta: EGC.
34